Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Acute fatty liver of pregnancy (AFLP) adalah penyakit hati yang unik
selama kehamilan. Pertama kali dikenal tahun 1934 sebagai atrofi hati kuning
yang akut dan klinis yang spesifik dikenal tahun1940. AFLP adalah penyakit
yang jarang, tapi kondisi yang serius terjadi pada trimester ketiga. Hal ini
dapat menyebabkan mortalitas meternal dan perinatal yang signifikan(Ibdah 2006).
AFLP dapat menyebabkan kegagalan hepar dan enchepalopathy dan
jika diagnosis terlambat, dapat menyebabkan kematian pada neonatus dan ibu.
Gambaran klinis pada AFLP bervariasi dan diagnosisnya rumit dengan klinis
yang tumpang tindih dengan fitur biokimia HELLP (hemolysis, elevated liver
enzyme, and low platelets). Penyebab AFLP tidak diketahui. Penelitian
molekuler terbaru mengatakan bahwa hasil dari disfungsi mitokondria.
Beberapa gejala klinis dan gambaran AFLP mirip autosomal tertentu, kelainan
bawaan resesif dari oksidasi asam lemak, karenanya AFLP diduga disebabkan
karena defek pada oksidasi asam lemak(Ibdah 2006).
Penyebab yang paling sering dari kegagalan fungsi hepar yang akut
selama kehamilan adalah perlemakan hati akut atau acute fatty liver atau biasa
juga disebut acute fatty metamorphosis atau acute yellow atrophy(Cunningham FG et al,
Hepatics, Biliary and Pancreati Disorders 2014)

. Perlemakan hati akut dalam kehamilan atau acute

fatty liver in pregnancy (AFLP) merupakan kelainan yang jarang. Insidennya


berkisar 1 dari 10.000-15.000 kehamilan dan berhubungan dengan kematian
perinatal sebesar 23% dan kematian maternal sebesar 18%(Lee NM 2009).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. IKTERIK DALAM KEHAMILAN
Onset ikterik selama kehamilan jarang dijumpai namun merupakan suatu
masalah klinis penting sehingga mengetahui penyebab dan penatalaksanaan
yang tepat memberikan implikasi mendalam bagi kesejahteraan ibu dan janin.
Kehamilan normal disertai dengan beberapa perubahan fisiologis fungsi
hepatobilier dan pemahaman perubahan tes biokimia fungsi hepar tertentu
dapat memprediksi abnormalitasnya selama kehamilan(Joshi D 2010)
1. Perubahan anatomi dan fisiologi
Hepar tidak mengalami perubahan ukuran dan berat secara bermakna
selama kehamilan, sehingga bila dijumpai pembesaran hepar selama hamil
dapat menjadi bukti presumtif terjadinya penyakit hepar. Perubahan histologi
minor dari biopsi hepar wanita hamil antara lain ukuran dan bentuk hepatosit,
adanya vakuol lemak serta infiltrasi limfosit pada traktus portal. Abnormalitas
tersebut biasanya ringan dan tidak spesifik(Cunningham FG 2014).
Aliran darah hepatik tidak berubah selama hamil meskipun terdapat
peningkatan volume darah, curah jantung dan isi sekuncup. Akibatnya,
proporsi curah jantung menuju hepar menurun dari 35% pada wanita tidak
hamil menjadi 29% pada kehamilan lanjut. Penurunan ini dapat menyebabkan
gangguan klirens hepatik berbagai zat selama kehamilan lanjut(Cunningham FG 2014).
2. Perubahan biokimia
Kehamilan

dihubungkan

dengan

perubahan

bermakna

dalam

metabolisme dan konsentrasi serum protein. Penurunan serum protein total


selama kehamilan umumnya disebabkan penurunan konsentrasi serum
albumin. Hipoalbuminemia ini umumnya disebabkan hemodilusi sekunder
terhadap peningkatan volume plasma. Faktor menurunnya sintesis mungkin
juga berperan. Serum gamma globulin juga menurun. Konsentrasi trigliserida
dan kolesterol mengalami peningkatan bermakna selama kehamilan.
Peningkatan serum kolesterol dapat mencapai dua kali lipat di atas normal dan

hiperkolesterolemia tidak dapat digunakan sebagai marker kolestasis selama


hamil(Cunningham FG 2014).
Serum alkali phospatase meningkat perlahan pada awal kehamilan dan
meningkat tajam pada trimester akhir. Peningkatan konsentrasi dua kali lipat
dari normal hampir selalu dijumpai saat aterm. Peningkatan ini mungkin
pelepasan

oleh

plasenta

dan

isoenzim

tulang.

Perlu

kehati-hatian

menggunakan serum alkali phospatase sebagai marker penyakit hepatobilier


selama kehamilan. Sebaliknya, gamma glutamil transferase tidak meningkat
selama hamil. Aktivitas serum amino transferase tidak dipengaruhi oleh
kehamilan dan peningkatan enzim ini dapat menjadi indikator terpercaya
kerusakan hepatoselular(Cunningham FG 2014).
B. PENYAKIT HEPAR SPESIFIK PADA KEHAMILAN
1. Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum (HEG) didefinisikan sebagai mual dan
muntah hebat selama kehamilan yang sering menyebabkan ketidak
seimbangan cairan dan elektrolit, penurunan berat badan 5% atau lebih,
dan kekurangan gizi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Insidensi HEG bervariasi dari 0,3%-2% dari semua kelahiran hidup. HEG
sering terjadi antara minggu ke-4 dan ke-10 kehamilan dan biasanya
sembuh pada minggu ke-20. Namun sekitar 10% pasien HEG, gejala terus
terjadi selama kehamilan dan sembuh setelah persalinan(Lee NM 2009).
HEG merupakan kondisi yang kurang dipahami dan paling
mungkin melibatkan kombinasi hormonal, imunologi dan faktor genetik.
Data telah menunjukkan peningkatan kadar human chorionic gonadotropin
(HCG) pada HEG dan mekanisme

efek HCG pada HEG meliputi

stimulasi proses sekresi dari saluran pencernaan bagian atas dan stimulasi
kelenjar tiroid. Faktor lain yang berperanan terhadap HEG meliputi
peningkatan estrogen, penurunan kadar prolaktin dan overaktifitas dari
sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal. Kekebalan tubuh dan mekanisme
inflamasi juga berkontribusi terhadap HEG. Peningkatan kadar tumor
nekrosis faktor alpha juga telah diamati pada pasien HEG. Kadar
3

imunoglobulin G (IgG), imunoglobulin M (IgM), kadar C3 dan C4 serta


peningkatan jumlah limfosit dan sel natural killer dan kadar sel T ekstra
thimus telah diamati pada pasien HEG(Lee

NM 2009)

. Hipertiroid juga dapat

terlihat pada 60 kasus pasien HEG karena tingginya konsentrasi


serumHCG yang dapat meningkatkan aktivitas perangsangan tiroid selama
kehamilan(Joshi D 2010).
Keterlibatan hati terlihat pada sekitar 50%-60% pada pasien
dengan

HEG. Paling sering ditemui

peningkatan ringan

serum

aminotransferase, tapi pada beberap kasus dilaporkan peningkatan kadar


transaminase berat (SGPT/ALT) 400 sampai lebih dari 1000 U/L).
Hiperbilirubinemia ringan dengan ikterus ringan dapat juga ditemui.
Komplikasi lainnya termasuk gangguan elektrolit dan air serta
keseimbangan asam-basa yang biasanya dapat dapat diobati secara adekuat
dengan hidrasi(Lee NM 2009).
Efek dari HEG pada janin kurang jelas. Beberapa data
menunjukkan tidak ada perbedaan antara janin lahir dengan ibu HEG dan
ibu non-HEG, tetapi data lain menunjukkan peningkatan tingkat kelainan
janin termasuk undensensus testis, displasia panggul, dan sindroma down.
Dalam suatu studi kohort yang besar, bayi dari ibu HEG memiliki berat
lahir rendah dan angka small for gestational age lebih tinggi. Namun tidak
berpengaruh

secara

signifikan

terhadap

kelangsungan

hidup

perinatalnya(Lee NM 2009).
Pengobatan utama HEG bersifat suportif. Pasien harus menghindari
pemicu yang memperburuk rasa mual, makan kecil dan sering, serta
makan makanan rendah lemak. Cairan intravena, suplemen tiamin dan
asam folat dan terapi antiemetik dapat diberikan. Prometazin adalah obat
lini pertama, tapi obat lain seperti metoklopramide, ondansetron, dan
steroid juga telah digunakan. Makanan enteral lebih efektif, dan pada
kasus berat, nutrisi parenteral dapat digunakan dengan hati-hati(Lee NM 2009,
Joshi D 2010)

2. Preeklampsi Dan Eklampsia


Sindroma spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivitas endotel, terjadi setelah kehamilan 20
minggu. Derajat keparahan bervariasi dari kasus yang tidak menampakan
gejala klinis sampai preeklampsia dengan edema, proteinuria, hipertensi
arterial sampai eklampsia dengan kejang. Toksemia dilaporkan terjadi pada
5 % kehamilan pada usia yang sangat muda atau usia tua, kehamilan
pertama, kehamilan kembar atau lebih, diabetes mellitus, hipertensi yang
telah sebelum hamil dan riwayat toksemia maternal(Ahmad H 2006).
Sindroma toksemia gravidarum, sekarang dikenal

sebagai

preeklampsia/eklampsia, hanya terjadi saat hamil. Sindroma ini terjadi


pada trimester ketiga kehamilan dan lebih sering pada wanita primipara
dan kehamilan kembar(Abimayu 2006).
a.Tanda dan gejala
Preeklampsia

ditandai

dengan

hipertensi,

proteinuria,

dan

iritabilitas system saraf pusat (SSP). Karena tekanan darah normal


biasanya turun saat hamil, tekanan diastolik sebesar 80-90 mmHg
menunjukan hipertensi relatif. Tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg
pada wanita hamil dianggap meningkat dan peningkatan sistolik sebesar 30
mmHg dan diastolik 15mmHg dianggap abnormal absolut. Gejala kejang
menunjukkan progresivitas preeklampsia menjadi eklampsia. Akan terjadi
gagal ginjal, koagulopati, anemia hemolitik mikroangiopati dan nekrosis
jaringan sistemik. Sekitar 8% kematian ibu terjadi akibat eklampsia (Abimayu
2006)

.
Pada preeklamsia berat, kadang-kadang terjadi perubahan fungsi

dan integritas hepar, termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan


peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum (Combes dan
Adams,1972). Hiperbilirubinemia yang parah jarang terjadi bahkan pada
preeklamsia berat (Pritchard dkk,1976). Sebagian besar peningkatan
fosfatase alkali serum disebabkan oleh alkali fosfatase tahan panas yang
berasal dari plasenta. Oosterhof dkk (1994),dengan menggunakan

sonografi Doppler pada 37 wanita dengan preeklampsia, melaporkan


peningkatan resitensi arteri hepatika(Cunningham FG et al, Hipertensive Disorder 2014).
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar
kemungkinan besar merupakan penyebab meningkatnya kadar enzim hati
dalam serum. Lesi ekstensif semacam ini jarang ditemukan pada biopsi
hati dari kasus nonfatal. Perdarahan dari lesi ini dapat menyebabkan
rupture hepatika,atau dapat meluas di bawah kapsul hepar dan membentuk
hematom subkapsular. Perdarahan tanpa ruptur semacam ini mungkin lebih
sering

terjadi

daripada

yang

diperkirakan

sebelumnya.

Dengan

menggunakan CT scan, Manas dkk (1985) memperlihatkan bahwa lima di


antara tujuh wanita dengan preeklamsia dan nyeri abdomen atas
mengalami perdarahan hepar. Intervensi bedah yang cepat dapat
menyelamatkan nyawa. Rinehart dkk (1999) mempelajari 121 kasus ruptur
hepar spontan yang terjadi pada preeklamsia,dan angka kematiannya
adalah 30 %.Hunter dkk(1995), Wicke dkk (2004) melaporkan kasus
serupa pada wanita-wanita yang dianggap nyawanya bisa diselamatkan
dengan transplantasi hati(Cunningham FG et al, Hipertensive Disorder 2014).
b. Terapi
Terapi terhadap keterlibatan hati dalam sindroma ini adalah terapi
terhadap preeklampsia / eklampsianya(Cunningham FG et al, Hipertensive Disorder 2014).
3. Sindroma HELLP
Keterlibatan hepar pada preeklamsia-eklampsia adalah hal yang
serius dan sering disertai oleh tanda-tanda keterlibatan organ lain,terutama
ginjal dan otak, bersama dengan hemolisis dan trombositopenia
(Weinstein,1985). Keadaan ini sering disebut sebagai sindrom HELLP Hemolisis, peningkatan enzim hati (Elevated liver enzyme), penurunan
trombosit (Low Platelet)
a. Evaluasi Diagnosis
Alkali phosphatase umumnya meningkat. Kadar transaminase
bervariasi dari normal sampai 250 IU/L namun terkadang mencapai 1000

IU/l. Bilirubin sedikit meningkat namun dapat mencapai 10 mg/dl atau


lebih(Abimayu 2006).
b. Patogenesis
Biopsi pada preeklampsia dan eklampsia menunjukkan perubahan
serupa dengan jaringan lain pada eklampsia. Trombus fibrin pada sinusoid
hepar, terutama pada area periportal, yang berhubungan dengan dilatasi
dan perdarahan sinusoidal pada space of Disse merupakan tanda yang
khas. Nekrosis dan hemoragik periportal, sebagai lesi klasik penyakit hati
terkait preeklampsia, lebih sering ditemukan diawal penyakit(Abimayu 2006).
Tabel 1. Penemuan klinis pada sindroma HELLP (Dyke V 2003)
Insiden
Onset
Gejala dan tanda
-

Hipertensi,proteinuri dan

1 % pada semua kehamilan,khususnya yang


pertama
Trimester ketiga(median onset 33 mggu)

90 %

edema
-

Sakit kepala

50 %
30 %

- Mualdan muntah
Temuan laboratorium
-

Trombositopenia

Abnormal morfologi
RBCs

Protrombin Time

Fibrin degradation
products

Aminotransferase

Alkaline phosphatase

Bilirubin

Kreatinin serum

95 %,onset awal
Sering (fragments,schistocytes)
Meningkat pada 15 %
Meningkat awal
Meningkat 5-10 kali lipat
Normal atau sedikit meningkat (2x lipat)
Rendah,jika tidak hemolisis berat dan
terjadi nekrosis hepatic
Sedikit meningkat

c. Terapi
Terapi defenitif preeklampsia/eklampsia dan sindroma HELLP
adalah

persalinan, yang dilakukan secara standar oleh ahli obstetrik

terlatih. Kondisi ibu dan janin dapat berubah cepat sampai persalinan.
Manifestasi yang tumpang tindih antara perlemakan hati akut pada
kehamilan, preeklampsia/eklampsia, dan sindroma HELLP menunjukkan
adanya hubungan sebab akibat(Abimayu 2006).

4. Perlemakan Hati Akut Pada Kehamilan


Penyakit hati paling sering pada kehamilan adalah perlemakan hati
akut pada kehamilan / acute fatty liver in pregnancy (AFLP) atau disebut
juga metamorfosis lemak akut. Penyakit ini muncul dengan perkembangan
yang cepat menuju gagal hati pada seorang wanita muda yang sebelumnya
sehat saat dia mendekati akhir trimester ketiga dan meningkatkan risiko
morbiditas dan kematian ibu dan janin. Umumnya pada kehamilan pertama
dan jika wanita hamil kembar risiko gagal hati akan meningkat sepuluh
kali lipat. Insiden penyakit ini rata-rata 1

dalam 10.000 kehamilan.

(Cunningham FG et al, Hepatics, Biliary and Pancreati Disorders 2014)

Pertama kali digambarkanoleh Stander dan Cadden pada tahun


1934 sebagai akut yellow atrofi hepar. Akut fatty liver pada kehamilan
merupakan kasus emergensi medis dan obstetrik. Pada kondisi ini
ditemukan infiltrasi lemak mikrovesikular pada hepatosit selama
pertengahan kehamilan (trimester ketiga) dan sering menyebabkan
kegagalan hepar selama kehamilan. Kematian maternal dan perinatal
meningkat sampai 1-20% (Joshi D 2010).
a. Patogenesis
Perlemakan hati akut pada kehamilan adalah satu dari sebagian
kecil

penyakit

hati

kategori

infiltrasi

hepatosit

dengan

lemak

mikrovesikuler. Penyakit lain kategori ini yaitu Reyes syndrome,


hepatotoksisitas akibat asam valproat, toksisitas tetrasiklin, Jamaican

vomiting sickness, defisiensi acyl-Co A dehydrogenase dan defisiensi


karnitin sistemik yaitu group penyakit dengan hepatic mikrovesicular
steatoses. Banyak kasus sporadik dan nonrekuren, abnormalitas genetik
pada oksidasi asam lemak, khususnya rantai panjang 3-hydroxyacyl-Co A
dehydrogenase (LCHAD) pada ibu dan janin. Pada kehamilan,
metabolisme

hepar terhadap trigliserida dan asam lemak meningkat.

Gangguan pada mitochondrial -oxidation dari asam lemak (dihasilkan


dari efek kombinasi estrogen, abnormalitas genetik pada acyl-Co A
dehydrogenase, cytokines inflamasi, dan obat (seperti salisilat) bisa,
namun jarang menyebabkan gangguan -oxidation untuk menyebabkan
peningkatan level asam lemak toksik hepar dan liver injury(Dyke V 2003, Ahmad H
2006)

b. Gejala dan tanda


Manifestasi akut fatty liver biasanya pada akhir kehamilan. Nelson
dkk (2013) meneliti 51 wanita di Parkland Hospital dengan usia kehamilan
rata-rata 37 minggu (31,7-40,9). Hampir 20% melahirkan pada usia
kehamilan 34 minggu atau lebih awal. 41% diantaranya adalah nullipara
dan 2/3 bayinya adalah bayi laki-laki. 10-20% kasus dengan kehamilan
kembar (Cunningham FG et al, Hepatics, Biliary and Pancreati Disorders 2014).
Gejala yang menonjol yaitu mual, muntah, malaise, anoreksia dan
nyeri abdomen. Jaundice biasanya terjadi antara 1 minggu sampai 10 hari
dari awitan gejala. Bisa terjadi gejala pertama adalah koma, gagal ginjal
atau perdarahan walaupun jarang. Ditemukan asites pada 50 % pasien.
Sherlock melaporkan dua gambaran laboratoris yang khas pada sindroma
ini yaitu peningkatan kadar asam urat (mungkin berkaitan dengan
kerusakan jaringan) dan giant platelet dengan basophilic stippling. Kondisi
ini tidak dijumpai pada hepatitis virus akut dan mungkin berguna dalam
diagnosa banding. Pasien dengan perlemakan hati akut pada kehamilan
dapat menunjukkan hipoglikemia berat, serum ammonia yang tinggi dan
hiperamino asidemi generalisata(Abimayu 2006).
Gejala berupa muntah persisten, hematemesis dan nyeri abdomen.
Nyeri dapat terjadi pada area mid epigastrium dan dada kanan bawah, atau

rasa terbakar menetap di substernal. Nyeri kepala hebat, ikterus hebat


dengan demam yang minimal atau tanpa demam dan somnolen terjadi
secara cepat. Mungkin sebagian wanita mengalami hipertensi, proteinuri,
dan udem yang bisa sendiri-sendiri atau kombinasi semuanya ( sugestif
preeklampsi)(Cunningham FG et al, Hepatics, Biliary and Pancreati Disorders 2014). Jika tidak diobati,
biasanya terjadi persalinan prematur, diikuti koma, gagal ginjal dan
kematian setelah 2-4 minggu sejak perkembangan penyakit dan 3-4 hari
postpartum. Perjalanan penyakit serupa dengan hepatitis virus fulminan
(Abimayu 2006)

Tabel 2. Penemuan klinis pada perlemakan hati akut pada kehamilan (Dyke V 2003)
Insiden
Onset

Gejala dan tanda :


Mual dan muntah
Nyeri perut
Hipertensi, proteinuria dan
edema
Kuning
Ensefalopati
Hipoglikemia
Asites (sedang)

Penemuan laboratorium :
Alkaline phosphatase
Bilirubin
Aminotransferase
Protrombin time
Hitung trombosit
Asam urat serum

1 dari 7000-16.000 kehamilan


Trimester ketiga (median onset 35
minggu)

80 %
50 %
20-25 %
90 %
55 %
40 %
30 %

Meningkat 2-5 kali


2-30 mg/dl
Meningkat 5-20 kali
Meningkat nyata pada penyakit berat
sampai > 20 detik
Menurun lambat pada penyakit berat
dengan kejadian DIC
Meningkat sedang pada banyak pasien

10

c. Diagnosis
Pasien dengan perlemakan hati akut pada kehamilan terjadi
peningkatan level amino transferase. Sel darah putih dapat meningkat sediaan
hapus darah tepi menggambarkan trombositopenia dan normoblas. DIC juga
biasa terjadi. Protrombin time (PT), Partial Tromboblastin time (PTT) dan
fibrinogen dapat abnormal. Ureum dan kreatinin darah dan asam urat dapat
meningkat. Alkali phosphatase meningkat 3-4 kali normal. Amonia meningkat
dan hipoglikemi bisa terjadi(Ibdah JA 2006).
Interpretasi bisa sulit karena terjadinya hemolisis, kenaikan enzim hati
dan jumlah platelet yang menurun (sindroma HELLP) yang terkait
preeklampsia. Sindroma HELLP meliputi hemolisis intravaskular ringan,
peningkatan tes hati dan trombositopenia. Gagal ginjal akut merupakan
komplikasi yang sering terjadi dan terkadang memerlukan dialisis ginjal
sampai penyakit hati dapat ditangani(Abimayu 2006).
Pemeriksaan CT scan, MRI dan USG dapat menunjukkan steatosis
hati, tapi sayangnya penemuan tidak konsisten sebagai deposit lemak
mikrovesikuler dan hepar tampaknya normal. Diagnosis gold standar adalah
biopsi hati namun dapat menyebabkan koagulopati. Biopsi dilakukan jika
diagnosa tidak jelas dan persalinan tidak akan ditunda(Cowie P 2010, Joshi D 2010).
Derajat disfungsi pembekuan darah juga bervariasi dan dapat serius
serta dapat mengancam jiwa khususnya jika persalinan dilakukan secara
seksio

sesaria.

Koagulopati

disebabkan

oleh

berkurangnya

sintesa

prokoagulan oleh hati, meskipun juga terdapat tanda-tanda peningkatan


konsumsi. Peningkatan sedang D-dimer atau atau produk penguraian fibrin
dalam serum mengisyaratkan adanya unsur koagulopati konsumtif (Cunningham FG et
al, Hepatics, Biliary and Pancreati Disorders 2014)

d. Penatalaksanaan
Kunci untuk memperoleh hasil akhir perawatan suportif intensif dan
penanganan obstetrik yang baik. Persalinan biasanya menyebabkan resolusi
spontan. Pada sebagian kasus, janin mungkin telah meninggal ketika diagnosis
ditegakkan dan cara persalinan menjadi kurang bermasalah. Banyak janin
yang masih hidup kurang dapat mentoleransi persalinan. Penundaan kelahiran

11

dapat menyebabkan peningkatan risiko ibu dan janin. Meskipun sebagian


mengusulkan pelahiran sesar untuk mempercepat penyembuhan hati, namun
tindakan ini menyebabkan peningkatan risiko ibu jika terdapat koagulopati
berat. Transfusi darah lengkap atau PRC bersama dengan plasma beku segar,
kryopresipitat dan trombosit biasanya diperlukan jika pembedahan atau terjadi
laserasi obstetri sebagai penyulit persalinan pervaginam(Cunningham

FG et al, Hepatics,

Biliary and Pancreati Disorders 2014).

Meskipun dahulu angka kematian ibu mendekati 75 %, prognosis saat


ini jauh lebih baik. Sibai 2007 mengutip angka kematian sebesar 7 persen. Ia
juga menyatakan bahwa angka persalinan prematur 70 % dan angka kematian
perinatal sekitar 15%, yang dahulu mendekati 90% (Cunningham FG et al, Hepatics, Biliary and
Pancreati Disorders 2014)

5. Kolestasis Intrahepatik Pada Kehamilan


Intrahepatic cholestasis of pregnancy (IHCP) juga diistilahkan
cholestasis of pregnancy, benign recurrent cholestasis of pregnancy atau
pruritus gravidarum. Insiden sindroma ini bervariasi, Eropa sebesar 0,1% dan
1,5%(Cunningham FG et al, Hepatics, Biliary and Pancreati Disorders 2014, Joshi D 2010) . Penyebab ICP secara
pasti belum diketahui, penyakit ini dihubungkan dengan peningkatan estrogen
dan progesterone serum yang terjadi selama kehamilan. Estradiol bekerja pada
membran

basolateral

hepatosit

dengan

menurunkan

permeabilitas

membran,sehingga menghambat uptake empedu. Penurunan aktivitas pompa


Na/K ATPase menyebabkan penurunan gradien natrium yang penting untuk
uptake empedu dependen natrium.
Faktor etiologi lain yang berpotensi diantaranya termasuk peningkatan
pada permeabilitas intestinal terhadap bakteri endotoksin, yang meningkatkan
sirkulasi metabolit kolestatik enterohepatik dari garam empedu dan hormone
seks, dislipedemia dan konsentrasi selenium yang rendah. Baru-baru
ini,peneliti memfokuskan pada mutasi yang telah digambarkan dalam gen
transfor hepatobilier bertanggung jawab terhadap bentuk tertentu dari
kolestatik genetic. Akhirnya, patogenesis dari IHCP dapat merupakan

12

kombinasi hormonal, genetik, dan factor inflamasi yang mengganggu fungsi


sekretori(Schutt VA 2007).
Kolestatik intrahepatik idiopatik berulang pada kehamilan diperkirakan
terjadi satu dari setiap 2000 kehamilan dan terdapat pada 20 % seluruh kasus
ikterus selama kehamilan. Berbeda dengan perlemakan hati akut pada
kehamilan,penyakit ini bersifat benigna dan tidak ada efek permanen pada ibu
atau anak. Biasanya terjadi pada trimester ketiga, meskipun ini dapat dimulai
pada trimester kedua(Abimayu 2006).
a. Tanda dan gejala
Gambaran klinis bervariasi dari ringan yaitu pruritus sampai kolestasis
yang berat dengan defisiensi vitamin K dan perdarahan post partum. Kondisi
ini biasanya ringan bagi ibu, namun demikian terdapat peningkatan insidensi
prematuritas, distress fetus dan lahir mati. ICP akan terjadi pada kehamilan
berikutnya dan sering bersifat familial.
Pruritus dapat terjadi pada akhir kehamilan, meskipun juga dapat
timbul pada akhir trimester kedua. Tidak terdapat gejala konstitusi dan
prurutus generalisata timbul dengan predileksi di telapak kaki. Kelainan kulit
terbatas pada ekskoriasi akibat garukan(Cunningham FG et al, Hepatics, Biliary and Pancreati Disorders
2014)

.
Histokompatibilitas HLA-BW 16 sering dijumpai pada perempuan

dengan riwayat ICP. Histologi hati menunjukkan kolestasis fokal dan ireguler
yang ringan. Tidak terdapat karakteristik khas yang membedakan dengan jenis
kolestasis lain. Terapinya terdiri dari terapi suportif, kolestiramin 10-12 gr/hari
dapat diberikan untuk menghilangkan pruritus dan pemberian vitamin K
parenteral. Vitamin K diberikan karena terdapat 20 % peningkatan
kemungkinan terjadinya perdarahan uterus post partum yang diperkirakan
berkaitan dengan malabsorpsi vitamin K yang terjadi sekunder akibat
kolestasis(Ahmad H 2006).
Gejala utama pruritus yang sangat mengganggu

diikuti ikterik.

Sebagian kecil menunjukkan nyeri kuadran kanan ringan sampai berat,


demam, hepatomegali, splenomegali dan atau gejala lain penyakit hati.
Peningkatan bilirubin menjadi plateu dan kemudian bertahan dengan sedikit
fluktuasi hingga persalinan. Sekitar 1/3 neonatus akan lahir premature. Ikterus

13

berkurang dengan cepat pada periode pertama post partum, dengan pruritus
dapat muncul dalam dua hari dan ikterus menghilang dalam 1-2 minggu.
Sekitar 50 % pasien mengalami rekurensi pada satu atau lebih kehamilan
berikutnya(Abimayu 2006).
Tabel 3. Penemuan klinis kolestasis intrahepatik pada kehamilan(Dyke V 2003)
Insiden
Onset
Gejala dan tanda
Gatal
Kuning
Mual dan muntah
Nyeri perut
Penemuan
Laboratorium
Alkaline phosphate
Bilirubin
Aminotransferase
Garam empedu serum
Protrombin time

0,5-3 % wanita hamil


Trimester ketiga(median onset 29 minggu)
100 %
10-25 %
5-75 %
10-25 %
Meningkat 2-5 kali
1-4 mg/dl
Meningkat 3-4 kali
Meningkat 5-10 kali
Meningkat sedang pada 15% pasien

b. Diagnosis
Selain pruritus, secara klinis pasien tampak baik, tidak ada demam,
mual, muntah, anoreksia, intoleransi makanan atau gejala hepatitis yang lain.
Bilirubin terutama terkonjugasi, kurang dari lima kadar normal. Garam
empedu dapat meningkat sampai sepuluh kali normal. AST, ALT dan AP
meningkat 2-4 kali normal, meskipun dapat meningkat 10-15 kali lipat. Biopsi
hati menunjukkan stasis empedu ringan,fokal dan iregular, yang mudah
menghilang. Reaksi nekrosis hepatoseluler dan inflamasi sel tidak ditemukan,
sehingga tanda biokimia hanya sedikit meningkat.(Abimayu, 2006)
c. Patogenesis
Patofisiologi belum jelas, namun terdapat reaksi kolestasis positif yang
tidak normal pada kehamilan. Riwayat keluarga kolestasis positif terjadi pada
50 % pasien. Frekuensi kolestasis yang lebih tinggi telah dilaporkan pada
kelompok etnis tertentu. Jarang ditemukan pada wanita kulit hitam dan tidak
ada pada wanita korea, Jepang atau Cina. Rekurensi kolestasis sering dipicu
oleh menstruasi dan konsumsi tablet kontrasepsi oral(Abimayu 2006).

14

Penyakit

ini

dihubungkan

dengan

peningkatan

estrogen

dan

progesterone serum yang terjadi selama kehamilan. Estradiol bekerja pada


membrane basolateral hepatosit dengan menurunkan permeabilitas membrane.
Sehingga menghambat uptake empedu. Penurunan aktivitas pompa Na/K
ATPase menyebabkan penurunan gradien natrium yang penting untuk uptake
empedu dependen natrium.
Faktor etiologi lain yang berpotensi diantaranya termasuk peningkatan
pada permeabilitas intestinal terhadap bakteri endotoksin, yang meningkatkan
sirkulasi metabolit kolestatik enterohepatik dari garam empedu dan hormon
seks, dislipidemia dan konsentrasi selenium yang rendah.
Baru-baru ini,peneliti memfokuskan pada mutasi

yang

telah

digambarkan dalam gen transport hepatobilier bertanggung jawab terhadap


bentuk tertentu dari kolestasis genetik. Akhirnya, patogenesis dari ICP dapat
merupakan kombinasi hormonal, genetic dan faktor inflamasi yang
mengganggu fungsi sekretori. (Schutt VA 2007).
d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan

bersifat

asimtomatik,

harus

ditekankan

pada

pengurangan gejala pada ibu dan menyiapkan penatalaksanaan obstetrik yang


memadai untuk mencegah fetal distress. Pruritus ringan bisa diatasi dengan
antipruritus

topikal.Walaupun

antihistamin

jarang

efektif,pemberian

hydroxyzine pada malam hari dapat mengurangi gatal.Kebanyakan pasien


berespons dengan kolestiramin oral, dengan dosis 16-20 mg/kg BB/hari dalam
dosis terbagi. Fenobarbital oral dilaporkan bermanfaat pada pasien yang tidak
berespons terhadap kolestiramin oral dan hipnotik(yang memudahkan mereka
untuk tidur)(Abimayu 2006, Schutt VA 2007).
Ursodeoxycholic acid (UDCA) dilaporkan penting pada terapi
IHCP.Zat ini dipertimbangkan pemberiannya pada wanita dengan pruritus
sedang hingga berat, yang telah gagal terhadap pengobatan sebelumnya dan
bagi mereka dengan riwayat komplikasi sehubungan dengan IHCP pada
kehamilan sebelumnya. UDCA dapat mengurangi pruritus dan kondisi
biokimia dari kolestasis, khususnya pada pasien-pasien dengan ICP berat.
Efek sinergi bisa dihasilkan dari kombinasi UDCA dan 5 adenosyl-L-

15

menthionine. Kombinasi tersebut juga dilaporkan memperbaiki luaran klinis


dengan menurunkan angka persalinan premature, dan lahir mati(Schutt VA 2007).
Jika IHCP berat dan tidak respon terhadap penatalaksanaan diatas,
terminasi kehamilan merupakan satu-satunya cara untuk memperbaiki kondisi
klinis. Persalinan biasanya ditunda hingga usia kehamilan 37-38 minggu agar
janin lebih matang,namun tidak dapat ditunda jika ibu dan janin menunjukkan
tanda-tanda tidak stabil. Kadar asam empedu diperiksa untuk membantu
klinisi dalam menetapkan kapan akan dilakukan induksi persalinan. Risiko
kematian janin diperkirakan meningkat seiring dengan meningkatnya kadar
asam empedu hingga 40 mM(Schutt VA 2007).
6. Hepatitis Dalam Kehamilan
Hepatitis virus adalah penyakit nekroinflamasi yang umumnya disebabkan
oleh virus hepatitis A,B,C,D dan E. Sebagai tambahan sitomegalovirus atau
Epstein-Barr dapat menyebabkan hepatitis virus akut. Manifestasi hepatitis virus
sama baik pada individu hamil maupun tidak dengan beberapa pengecualian. Data
gabungan menunjukkan terdapat beberapa daerah di dunia seperti di benua subIndian, Timur tengah dan Afrika dimana frekuensi dan derajat keparahan hepatitis
pada perempuan hamil lebih berat apabila dibandingkan dengan perempuan tidak
hamil atau pasien pria (Abimayu 2006, Ahmad H 2006).
a. Hepatitis akut dalam kehamilan
Infeksi virus dapat terjadi pada kehamilan trimester pertama, kedua
maupun ketiga. Pada umumnya manifestasi klinis dan hasil tes laboratorik
hepatitis akut pada ibu hamil tidak berbeda dari perempuan tidak hamil. Demikian
pula mortalitas ibu akibat gagal hati akut (hepatitis akut fulminan) tidak berbeda
antara kedua populasi tersebut. Namun angka kematian janin dan kelahiran
prematur meningkat, meskipun tetap rendah. Komplikasi pada janin dan kematian
neonatal meningkat bila infeksi terjadi pada trimester ketiga(Budihusodo U 2008).
Gambaran berbeda ditemukan pada kehamilan dengan infeksi akut virus
hepatitis E (HEV). Dalam hal ini kondisi penyakitnya lebih berat, diantaranya 2570% mengalami gagal hati fulminan. Angka kematian ibu sekitar 1,5 % selama
trimester pertama,8,5 % selama trimester kedua,dan mencapai 30 % selama

16

trimester ketiga,sedangkan pada perempuan tidak hamil angka kematiannya


berkisar antara 0,5-4 %. Hepatitis akibat infeksi primer virus herpes simplek
(HSV) yang terjadi dalam trimester ketiga kehamilan cendrung berat. Hepatitis
akut fulminan yang terjadi merupakan peringkat tertinggi (sekitar 50%) dari
hepatitis akut berat pada kehamilan. Belum ada penjelasan yang memadai perihal
lebih beratnya manifestasi klinis dan meningkatnya kerusakan hati akibat infeksi
akut HEV dan HSV dalam trimester ketiga kehamilan, namun adanya perubahan
fungsi sel T yang ditenggarai terjadi pada kehamilan mungkin ada kaitannya
dengan keadaan tersebut.
1) Diagnosis
Tidak berbeda dengan diagnosis hepatitis akut pada populasi umum,
diagnosis hepatitis akut pada kehamilan didasarkan atas gejala (keluhan),
tanda (temuan fisik), kelainan tes fungsi hati yang mendukung (peningkatan
kadar bilirubin dan transaminase serum), dikonfirmasikan dengan adanya
seromarker spesifik untuk setiap jenis virus penyebabnya, sebagai
berikut(Budihusodo U 2008) :

Virus Hepatitis A : Ig M anti-HAV

Virus Hepatitis B : HBsAg, IgM anti HBc

Virus Hepatitis C : Anti HCV (negatif selama dalam masa jendela),


HCV- RNA

Virus Hepatitis D : HBsAg dan Anti-HDV

Virus Hepatitis E : IgM Anti-HEV

Kesulitan dapat terjadi untuk mendiagnosis hepatitis C akut,

karena

selain sering asimtomatik, juga tidak jarang anti-HCVnya negatif selama masih
berada dalam masa jendela (yang dapat berlangsung sampai 6 bulan bahkan
sampai 1 tahun), sedangkan HCV-RNA, yang sebenarnya sudah dapat terdeteksi
dalam serum 1-2 minggu paska paparan, hingga kini belum dimasukan dalam
pemeriksaan rutin. Hepatitis akut C biasanya baru dipikirkan bila tidak ditemukan
petanda hepatitis akut A maupun B. Keadaan klinis yang berat pada hepatitis E
dalam trimester ketiga sulit dibedakan dengan hepatitis akibat infeksi HSV dan

17

perlemakan hati akut pada kehamilan, namun dapat dipastikan dengan


ditemukannya IgM anti HEV(Budihusodo U 2008).
2) Tatalaksana
Tidak ada perbedaan prinsip tatalaksana hepatitis akut pada kehamilan
dengan tanpa kehamilan. Istirahat dan terapi simtomatik tetap menjadi dasarnya.
Terapi antiviral yang dapat diberikan dengan hasil baik hanya asiklovir untuk
infeksi HSV. Terminasi kehamilan hanya dilakukan atas indikasi obstetrik. Aspek
yang perlu dipetimbangkan ialah tatalaksana yang terkait dengan kemungkinan
terjadinya transmisi vertikal virus penyebabnya, karena hal ini dapat berpengaruh
pada morbiditas dan mortalitas anak dikemudian hari(Budihusodo U 2008).
Hepatitis A
Hepatitis A ditularkan secara fecal-oral dan sembuh sendiri tanpa
menyebabkan infeksi kronik. Hiegine dan sanitasi yang jelek, kontak seksual dan
personal yang erat memudahkan transmisi. Sejumlah pasien dengan hepatitis A
datang tanpa keluhan atau gejala non spesifik dan sebagian besar kasus tidak
memperlihatkan ikterus dan biasanya ringan(Cunningham FG et al, Hepatics, Biliary and Pancreati Disorders
2014)

.
Deteksi serologi dini dengan IgM anti HAV yang dapat dideteksi 25-30

hari setelah paparan dan dapat menetap dalam 6 bulan dalam serum. Selain itu
SGOT, SGPT dan bilirubin juga meningkat sedang. Hepatitis fulminan,
koagulopati dan ensefalopati mengenai kurang dari 0,5 % pasien. Secara umum,
kecuali ibunya sakit berat, tidak ada dampak serius terhadap janin. Pasien yang
mengidap hepatitis A sebaiknya membatasi aktivitas, nutrisi yang cukup dan
menghindari obat hepatotoksik dan sebaiknya diberikan vaksin hepatitis A inaktif.
Hepatitis A tidak teratogenik, dan penularan ke bayi dapat diabaikan. Persalinan
prematur mungkin meningkat dan kolestasis neonatus pernahdilaporkan(Cunningham FG
et al, Hepatics, Biliary and Pancreati Disorders 2014)

Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan virus blood-borne dan risiko infeksi perinatal dari
ibu asimptomatik cukup tinggi. Pada banyak negara-negara berkembang, dilakuan

18

pemeriksaan skrining terhadap virus hepatitis B (HBV) secara rutin. Pemberian


vaksin HBV dilakukan pada masa kehamilan jika diperlukan(Joshi D 2010).
Wanita yang tidak sirosis namun positif-HBV mempunyai risiko untuk
menularkannya kepada janin. Transmisi secara vertikal merupakan cara yang
paling sering terjadi, dalam penularan HBV di daerah endemik, dan pada sebagian
besar infeksi HBV di dunia. Transmisi dari ibu ke anak dilaporkan antara 0%
sampai 70%. Dua penelitian mencoba menjelaskan rentang angka transmisi yang
lebar ini. Penelitian yang pertama menunjukkan bahwa tidak terdapat infeksi pada
bayi ketika ibunya menderita hepatitis akut pada trimester 2 terinfeksi HBV, dan
angka terjadinya infeksi meningkat mencapai 70% pada bayi yang dilahirkan dari
ibu yang menderita hepatitis akut pada trimester ketiga. Insidensi meningkat
mencapai 84% apabila ibu menderita hepatitis akut pada 2 bulan pertama setelah
persalinan. Insidensi yang meningkat ini disebabkan karena si ibu telah terinfeksi
virus selama kehamilan dan setelah suatu periode inkubasi tertentu infektivitasnya
mencapai puncak pada saat persalinan. Penelitian kedua menunjukkan 67%
selama trimester ketiga dan 100% selama periode awal postpartum. Gambaran
statistik ini mengejutkan apabila kita mempertimbangkan bahwa lebih dari 90%
neonates yang terinfeksi menjadi karier HBV. Model persalinan tidak
mempengaruhi risiko transmisi, dengan jumlah rata-rata yang sama dengan
persalinan normal pervaginam dan seksio sesarea.
Beasley dkk menunjukkan bahwa infeksi HBV kronis pada bayi yang
dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HBV dapat dicegah pada 90% kasus dengan
menggunakan kombinasi immunoglobulin hepatitis B (HBIG) dan vaksinasi HBV
secara teratur. Penelitian Beasley dan penelitian-penelitian lain menghasilkan
suatu pedoman untuk pencegahan transmisi HBV fetal-maternal. Semua bayi yang
dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HBV hendaknya menerima profilaks terhadap
HBV. Regimen yang saat ini direkomendasikan untuk bayi yang baru lahir
ditunjukkan pada tabel 6(Abimayu 2006).
Tabel 4. Rekomendasi Regimen sebagai Profilaksis Bayi Baru Lahir dari Ibu
dengan HBsAg Positif
Regimen
HBIG

Dosis
0,5 ml

Cara pemberian
Intramuskular pada saat lahir
19

Vaksin HBV

10 ug(0,5 ml)

Intramuskular

dalam

hari

setelah

persalinan dan 1 dan 6 bulan sesudahnya.

Infeksi akut virus hepatitis B (HBV) pada ibu hamil tidak dikaitkan
dengan peningkatan mortalitas atau teratogenisitas. Infeksi dapat dicegah dengan
vaksinasi, dan bayi yang diduga telah terpapar dianjurkan untuk juga diberikan
immunoglobulin (HBIG). Vaksinasi hepatitis B aman dan tetap imunogenik untuk
ibu hamil. Sebaiknya penapisan untuk pertanda virus hepatitis B dilakukan untuk
semua ibu hamil dan vaksinasi diberikan bagi yang memenuhi syarat (HBsAg dan
AntiHBs keduanya negative). Peluang berkembangnya hepatitis B akut menjadi
hepatitis kronis kurang dari 10 %,namun dampak infeksi hepatitis B ibu terhadap
bayinya amat serius. Bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan hepatitis B
akut,dianjurkan untuk diberikan hepatitis B immunoglobulin (HBIG) serta vaksin
hepatitis B seperti yang dianjurkan untuk bayi yang ibunya menderita infeksi
HBV kronik. Bila ibunya HBeAg-positif (HBV DNA load tinggi), selain
pemberian HBIG dan vaksin untuk bayi, sebaiknya juga diberikan lamivudin
kepada ibu sebelum melahirkan (100 mg/hari dalam trimester ketiga).

20

Hepatitis C
Pada umumnya kemungkinan terjadinya transmisi vertikal HCV

sangat

kecil, namun akan meningkat bila titer HCV RNA serum tinggi. Bila kuantitas V
RNA serum 1 juta kopi/ml, angka transmisi vertikal dapat mencapai 50%. Belum
ada rekomendasi untuk profilaksis infeksi HCV. Pemberian immunoglobulin tidak
menunjukkan manfaat. Risiko tertular HCV pada bayi yang mendapat ASI setara
dengan bayi yang diberi susu botol. Pemberian ASI bukan merupakan
kontraindikasi bagi bayi dari ibu

yang menderita hepatitis C. Anti HCV ibu

dapat menembus sawar plasenta dan bertahan didalam darah Neonatus hingga 6
bulan. Infeksi

perinatal

didiagnosis

bila anti HCV positif setelah 12 bulan ,

atau bila HCV RNA serum positif (sudah dapat terdeteksi pada umur 1 sampai
2 bulan)(Ogata K et al 2006).
Hepatitis D
Epidemiologi hepatitis D pada dasarnya identik dengan hepatitis B.
Hepatitis D akut ada dua bentuk yaitu koinfeksi dan superinfeksi. Koinfeksi
menunjukkan kejadian bersamaan infeksi hepatitis B dan D. Superinfeksi terjadi
bila hepatitis D akut timbul pada pasien hepatitis B kronik.
Pasien hepatitis D akut sebaiknya diberikan terapi suportif. Pasien infeksi
kronik harus dimonitor periodik terhadap perburukan fungsi hepar dan
koagulopati. Hingga saat ini belum ada antivirus spesifik atau imunoterapi baik
untuk infeksi akut maupun kronik. Transmisi perinatal sudah pernah dilaporkan.
Untungnya, transmisi ini jarang karena imunoprofilaksis bagi hepatitis B juga
hampir sama efektifnya terhadap hepatitis D.

21

2. Hepatitis kronik pada kehamilan


Sebagian besar perempuan dengan hepatitis kronik bisa menjadi hamil. Pasien hepatitis
kronik biasanya mengalami kehamilan normal kecuali bila terdapat hepatitis kronik yang berat
atau sudah mengalami komplikasi sirosis. Hepatitis kronik dapat mengalami aktivasi pada
kehamilan, namun sangat jarang terjadi. Hepatitis kronik aktif yang mengalami sirosis, dapat
mempengaruhi fertilitas.Ketika kehamilan terjadi, risiko abortus spontan dan kelahiran prematur
akan meningkat.Kehamilan jarang terjadi pada perempuan dengan penyakit hati kronis yang
berat. Hal ini disebabkan umur perempuan sirosis biasanya sudah tidak dalam usia subur lagi
atau dalam keadaan anovulatori(Budihusodo U 2008).
Transmisi vertikal dari ibu hamil ke fetus pada hepatitis B kronik sebenarnya jarang
terjadi. Plasenta biasanya dapat menjadi barier yang efektif dari transmisi virus tersebut,
meskipun transmisi dapat terjadi pada kurang lebih 15 % kasus yaitu bila terjadi kebocoran
plasenta akibat abortus atau sebab lain. Penelitian Zhang dkk mendapatkan transmisi pada
hepatitis B kronik bersifat transplasenta dengan ditemukan tingginya kadar HBsAg dan HBcAg
dalam sel desidua, trofoblas, mesenkim dan endotel kapiler plasenta. Dari penelitian Okada
didapatkan bahwa bayi yang lahir dari ibu dengan anti HBe positif tidak terbentuk HBeAg. Dari
penelitian lain juga didapatkan 40% bayi yang lahir dari ibu dengan HBeAg negative serta 90%
pada bayi yang lahir dari ibu dengan HBeAg positif akan menderita infeksi hepatitis B bahkan
penelitian di Cina transmisi vertikal dari ibu dengan HBsAg dan HBeAg positif mencapai
100%.Dari beberapa penelitian tidak didapatkan efek pada janin dari ibu dengan hepatitis B
kronik seperti kelainan congenital, abortus maupun malnutrisi meskipun ada sedikit peningkatan
dari kelahiran prematur(Budihusodo U 2008).
Perempuan hamil dengan hepatitis C kronis umumnya juga tak bermasalah, terutama bila
kondisi hati stabil dan tidak ada kompensasi. Rentang prevalensi HCV pada perempuan hamil
adalah dari 0,7-4,4%. Sedangkan proporsi anti HCV dan HCV RNA positif pada bayi yang
mengalami transmisi vertikal berkisar antara 0-20%. Transmisi hepatitis C akan meningkat bila
terdapat koinfeksi dengan virus HIV atau bila didapatkan kadar HCV RNA lebih dari 2 juta
kopi/ml pada semester ketiga kehamilan atau pada saat melahirkan, meskipun beberapa studi
juga tidak mendapatkan adanya hubungan antara jumlah virus dengan transmisi pada bayi baru
lahir. Prosedur invasive seperti amniosintesis dapat menjadi risiko penyebaran HCV kepada
22

janin. Segala jenis tindakan yang memungkinkan terjadi perlukaan juga merupakan faktor risiko.
Dari penelitian conte dkk didapatkan kadar transaminase pada perempuan hamil dengan hepatitis
C kronik menurun bermakna dari 56,4% selama bulan pertama kehamilan menjadi 7,4% pada
trimester terakhir namun akan meningkat mendekati waktu persalinan.
Transaminase menurun secara bermakna selama kehamilan terutama pada trimester 3
sebaliknya kadar HCV RNA justru meningkat pada masa kehamilan dan 6 bulan setelah
melahirkan(Budihusodo U 2008).
Untuk menekan risiko transmisi virus maka pemberian antiviral pada hepatitis B kronik
harus dipertimbangkan saat kehamilan. Namun beberapa jenis terapi seperti adefovir dipivoxil
maupun entecavir belum jelas keamanannya. Saat ini baru lamivudin yang sudah diketahui aman
digunakan pada kehamilan. Lamivudin efektif diberikan pada empat bulan menjelang kelahiran.
Penelitian Li dkk menunjukkan bahwa dengan pemberian lamivudin 100mg per hari yang
dimulai pada minggu ke 28 kehamilan akan menurunkan infeksi hepatitis B intrauterine sebesar
16,3%. Pemberian lamivudin juga menurunkan transmisi vertikal secara bermakna dibandingkan
dengan pemberian vaksin dan immunoglobulin. Meskipun studi lain melaporkan bahwa terapi
lamivudin gagal menurunkan transmisi vertikal akibat adanya mutasi precore pada ibu dan bayi.
Menurut rekomendasi dari Asian Pacific Association Study of the Liver (APASL) 2008, salah satu
alternatif terapi hepatitis B kronik yaitu telbivudin dapat diberikan pada perempuan hamil.
Pemberian human immunoglobulin (HBIG) dengan dosis 200 IU secara intramuskular setiap
minggu sejak minggu 28 kehamilan menurunkan infeksi intrauterine sebesar 16,1%
(dibandingkan dengan kontrol 32,7%). Terapi untuk hepatitis C kronik juga harus ditunda pada
kehamilan karena ribavirin sudah terbukti teratogenik dan interferon alfa juga diketahui
berhubungan dengan malformasi fetus(Budihusodo U 2008).
Tabel 5. Gejala klinis dan laboratorium penyakit hati akut dalam kehamilan (Cunningham FG et al, Hepatics,
Biliary and Pancreati Disorders 2014)

23

24

BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas :
Nama

: Ny. SE

Umur

: 35 tahun

Nomor MR

: 029979

Tanggal

: 19 juli 2016

Alamat: Muara Panas -Kota Solok


Keluhan utama :
Seorang pasien 35 tahun datang ke KB RSUD Solok pada tanggal 19 Juli 2016 pukul 02.30 WIB
dengan keluar air-air dari kemaluan.
Riwayat Penyakit Sekarang :

Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (+), sejak 2 jam sebelum masuk RS, sebanyak
2 kali mengganti duk.

Sakit pada epigastrium sejak 2 hari SMRS, sakit dirasakn hilang timbul.

Mata dan kulit terlihat kuning sejak 2 minggu SMRS

Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-)

Keluar darah yang banyak dari kemaluan (-).

Keluar lendir campur darah dari kemaluan (-)

Tidak haid sejak 9 bulan yang lalu.

HPHT : - November 2015

Gerak anak dirasakan sejak 4 bulan yang lalu, gerakan aktif

RHM : mual (-), muntah (-), perdarahan (-).

ANC : kontrol ke bidan 6x

RHT : mual (-), muntah (-), perdarahan (-).

Riwayat menstruasi : menarche usia 12 tahun, frekuensi teratur siklus 28 hari, lama 5-7

TP : - agustus 2016

hari, banyak 2-3 x ganti duk/hari, nyeri haid (+).


25

Riwayat Penyakit Dahulu :


Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, ginjal, DM, hipertensi dan alergi obat.
Riwayat kehamilan, persalinan dan Nifas yang lalu :
Usia anak : 7 tahun
Usia kehamilan : aterem, Pasien pernah menderita sakit kuning pada kehamilan yang pertama
sejak umur kehamilan 8 bulan, kemudian menghilang setelah melahirkan.
Persalinan : SC karena letak lintang , tempat RSUD Solok
Bayi : berat bayi 2500, laki-laki
Nifas : lochia dan lactasi normal
Riwayat Pekerjaan Sosial, Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan.
Riwayat Perkawinan : 1 x
Riwayat kehamilan / abortus / persalinan : 1/0/1
1. Sekarang.
Riwayat kontrasepsi

: (-)

Riwayat imunisasi

: (+)

Riwayat pendidikan

: D2

Riwayat pekerjaan

: wiraswasta

Riwayat kebiasaan

: alkohol(-), merokok(-), narkoba(-).

Pemeriksaan fisik

Keadaan Umum

: Sedang

Kesadaran

: Cmc

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 76 x/menit

Nafas

: 22x/menit

Suhu

: 36,5C

Berat badan

: 50/60 kg

Tinggi badan

: 150 cm
26

LILA

: 23 cm

BMI

: 22,2 kg/m2.

Kulit

: icteric

Kel getah bening

: KGB tidak membesar

Kepala

: Tidak ada kelainan

Rambut

: Tidak ada kelainan

Mata

: Konjunctiva tidak anemis, sklera ikterik (+/+)

Telinga

: Tidak ada kelainan

Hidung

: Tidak ada kelainan

Tenggorokan

: Tidak ada kelainan

Gigi dan mulut

: Karies dentis (-)

Leher

: JVP 5-2 cmH2O

Thorax :
Paru

:I

Jantung

: Simetris kiri dan kanan

: Fremitus kiri = kanan

: Sonor

: Vesikuler, Rh-/-, Wh-/-

:I

: Iktus cordis tidak terlihat

: Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

: Batas jantung dalam batas normal

: BU (+)N

Perut

: Status obstetrikus

Genitalia

: Status obstetrikus

Ekstremitas

: Edema -/-, Rf+/+, Rp-/-

Status Obstetrikus :
Abdomen
I

: Perut tampak membuncit sesuai usia kehamilan aterm, Linea


mediana hiperpigmentasi (+), striae gravidarum (+)

: L1

: Fundus uteri teraba 3 jari bawah processus xyphoideus


Teraba massa besar, lunak.
27

L2

: Teraba tahanan terbesar disebelah kiri.


Teraba bagian-bagian kecil disebelah kanan.

L3

: Teraba massa bulat, keras, tidak terfiksir

L4

: difergen

TFU

: 33 cm

: Timpani

: BU(+)N

TBJ

: 3.410 gram

DJJ

: 151

HIS

: (-)

Genitalia : I : v/u tenang, ppv(-)


Urin 150 cc/sewaktu
VT : 1 jari sempit
Portio tebal 2 cm, medial, sdang
Ketuban (-)
Teraba Kepala HI-II
Diagnosa :

G2P1A0H1 gravid aterm 37-38 minggu + bekas sc 1 kali + icteric ec?

Sikap :

Kontrol KU, VS,HIS, DJJ

Cek darah rutin,faal ginjal (ureum, creatinin), faal hemostatik (PT, APPT), HbsAg, anti
HCV

IVFD RL (20 tetes/menit)

Rencana : Terminasi kehamilan


Tanggal 19 juli 2016 (05:15)
S : Nyeri pinggang menjalar ke Ari-ari (+)
O : abd : HIS 1-2 x/20
DJJ : 170-180 Kali/menit
I : v/u tenang, ppv(-)
Urin 250 cc/sewaktu
VT : 2 jari longgar
28

Portio 0,5 cm, medial, sdang


Ketuban (-)
Teraba Kepala H1
A : G2P1A0H1 grafid aterem 37-38 minggu + bekas SC + PROM + Fetal Distres + icteric ec?
P: -

SC cito
Konsul Anestesi
Lapor OK

Hasil laboratorium : 19 juli 2016


PARAMETER
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
APTT
INR
PT
Natrium
Kalium
Klorida
Kalsium
Gula darah sewaktu
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
Kesan :

HASIL
12,8 g/dl
7.170 /mm3
37,5 %
143.000 /mm3
28,1 detik
1,00
>100 detik
147,4 mmol/dl
3,84 mmol/dl
125,9 mmol/dl
11,14 mg/dl
88 mg/dl
242,3 /l
344,1 /l
25,4 mg/dl
0,95 mg/dl

Peningkatanenzim faal hepar

Pemanjangan PT/APTT

Hiperkloremia

hiperkalsemia

Hipernatremi

RUJUKAN
11,5 16,5
4.000 16.000
37 45
150.000 400.000
22,1 28,1
2,0-3,5
9,9 11,8
135-145
3,5-5,5
98-108
8,8 - 10,4
60-200
<31
<32
15-40
0,6-1,2

Diagnosa :
G2P1A0H1 grafid aterem 37-38 minggu + bekas SC + PROM + Fetal Distres + icteric ec?
P: -

SC cito
Konsul Anestesi
29

Lapor OK

Tanggal 19 juli (07.20) Operasi dimulai

Pasien tidur terlentang dalam anestesi umum


Dilakukan tindakan aseptic dan antiseptic pada lapang operasi
Dilakukan pemasangan duk steril pada lapang operasi.
Dilakukan insisi linea mediana pada bekas luka lama
Tampak uterus gravid sesuai dengan palpasi dari luar
Dilakukan insisi pada SBR, ketuban (+) dipecahkan, sisa ketuban hijau
Anak dilahirkan dengan meluksir kepala
Lahir bayi, JK: laki-laki, BB : 2580 gr, PB : 45 cm, A/S : 6/7
Plasenta lahir dengan dengan sedikit tarikan ringan tali pusat
Plasenta lahir lengkap 1 buah, ukuran 17 x 16 x 6 cm
Uterus dijahit dua lapis
Dilakukan tubektomi pomeroy
Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis, kutis-subkutis dijahit secara

subkutikuler
Perdarahan selam tindakan 250 cc
Operasi selesai, tindakan selesai
Keadaan pasien post. Op lemah

A/ P2A0H2 Post SCTPP +a/I bekas SC + Fetal distress + TP a/i icterik berulang + pemanjangn
protrombin time + icteric ec ?
P/ Instruksi post op.

Rawat ICU ( rawat bersama dengan TS anestesi)


ceftriaxon 2x1gr
Gentamicin 2x 80 mg
Analgetik (sesuai TS anestesi)
Diet dan cairan (sesuai TS anestesi)
Lama rawat (sesuai TS anestesi)

Tanggal 19 juli (08.20)


s : sakit bagaian bekas luka operasi
o : ku : sakit bearat
kes : CMC
TD: 116/75 mmHg
ND : 66 x/
30

RR : 22 x/
T : 36

A: P2A0H2 Post SCTPP Hari ke 1 a/I bekas SC + Fetal distress + TP a/i icteric berulang +
pemanjangn protrombin time + VES + icteric ec ?
P: konsul dr. Dedi Sp.JP
ceftriaxon 2x1gr
Gentamicin 2x 80 mg
Analgetik (sesuai TS anestesi)
Diet dan cairan (sesuai TS anestesi)
Lama rawat (sesuai TS anestesi)
Tanggal 20 juli 2016
s : sakit bagaian bekas luka operasi, luka bekas operasi bagus, PPV (+), demam (-)
o : ku : sakit bearat
kes : CMC
TD: 110/60 mmHg
ND : 65 x/
RR : 22 x/

31

T : 36
A: P2A0H2 Post SCTPP Hari ke 2 a/I bekas SC + Fetal distress +TP a/i icteric berulang +
pemanjangn protrombin time + Susp. Hepatitis include pregnancy ?
P: ceftriaxon 2x1gr
Gentamicin 2x 80 mg
Analgetik (sesuai TS anestesi)
Diet dan cairan (sesuai TS anestesi)
Pasien sudah boleh pindah ruangan z. nifas
Rencana USG Abdomen
Tanggal 21 juli 2016
S : sakit pada luka bekas operaesi
Demam (-)
BAK (+)
ku : sakit sedang
kes : CMC
TD: 120/70 mmHg
ND : 74 x/
RR : 20 x/
T : 36,5
Luka operasi bagus, tanda-tanda infeksi (-)
Hasil labor HbsAg non reaktif
A : P2A0H2 Post SCTPP Hari ke 3 a/I bekas SC + Fetal distress + TP + pemanjangn protrombin
time + icteric ec.?
P : RL 12 jam/kolf
Vit c 3x1
Vit k 3x1
Ceftriaxon 2x1 gr
Gentamicin 2x80 mg
Alinamin 2x1
32

Omeprazol 1x1
Tramadol 2x1

BAB IV
DISKUSI
Pasien masuk ke KB IGD Seorang pasien 35 tahun datang ke KB RSUD Solok pada
tanggal 19 Juli 2016 pukul 02.30 WIB dengan keluar air-air dari kemaluan sebelum masuk RS,
tidak ada tanda-tanda inpartu, pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah dalam batas
normal (110/70), nadi (72x/menit), nafas (22x/menit), dan suhu dalam batas normal. Pada mata
didapatkan sklera ikterik. Pada status obstetrikus didapatkan janin letak kepala dan detak jantung
janin 151 kali permenit. Pemeriksaan genitalia didapatkan pembukaan 1 jari sempit dengan
portio masih tebal 2 cm, posterior dan kaku. Jumlah urin 150 cc/sewaktu.

33

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin,hematokrit, leukosit dan


trombosit dalam batas normal,, pemanjangan PT dan APTT (>100 dan 28,1detik),hipernatremi,
hiperkalsemia, gula darah sewaktu masih dalam batas normal, peningkatan SGOT dan SGPT
(242,3 dan 344,1 /l).
Ikterik selama kehamilan dapat disebabkan oleh kolelithiasis, hepatitis virus, preeklampsi
dengan atau tanpa HELLP sindrom, dan AFLP. Intrahepatik kolestasis dapat terjadi pada
trimester ketiga dan pruritus merupakan gejala yang dominan dengan bilirubin serum tidak lebih
dari 6 mg/dl. Kolelithiasis dapat terjadi kapan saja selama kehamilan ditandai dengan nyeri pada
perut kanan atas dan demam. Hepatitis virus akut menggambarkan gejala sistemik seperti
demam, mual, muntah, lemas, ikterik dan peningkatan kadar transaminase serum >5000u/l.
Diagnosa suspek hepatitis didapat berdasarkan pemeriksaan fisik dengan adanya sklera
yang ikterik dan pemeriksaan laboratorium dengan peningkatan SGOT dan SGPT . Sementara
seromarker hepatitis belum bisa diperiksakan pada waktu masuk.
Pada pasien ini seharusnya digali lebih dalam mengenai keluhan adakah ada kuning
ditubuh, demam, keluhan pencernaan seperti mual dan muntah.
Diagnosis hepatitis akut pada kehamilan didasarkan atas gejala (keluhan), tanda (temuan
fisik), kelainan tes fungsi hati yang mendukung (peningkatan kadar bilirubin dan transaminase
serum), dikonfirmasikan dengan adanya seromarker spesifik untuk setiap jenis virus
penyebabnya, sebagai berikut(Budihusodo U 2008) :

Virus Hepatitis A

: Ig M anti-HAV

Virus Hepatitis B

: HBsAg, IgM anti HBc

Virus Hepatitis C

: AntiHCV (negatif selama window


periode), HCV-RNA

Virus Hepatitis D

: HBsAg dan Anti-HDV

Virus Hepatitis E

: IgM Anti-HEV

Pada tanggal 19 juli 2016 (05:15) pasien mengeluhkan Nyeri pinggang menjalar ke Ariari (+), pada pemeriksaan didapatkan HIS 1-2 x/20, DJJ : 170-180 Kali/menit , v/u tenang,
ppv(-) Urin 250 cc/sewaktu, VT : 2 jari longgar, Portio 0,5 cm, medial, sdang Ketuban (+)
warna kehijauan Teraba Kepala H1. Pasien pun direncanakan SC cito.

34

Pada tanggal 21 Juli didapatkan hasil laboratorium HBsAg rapid non reaktif. Pada saat
ini diagnosa suspek hepatitis akut sudah bisa disingkirkan walaupun belum semua marker
hepatitis diperiksa dan kecurigaan diagnosa mengarah pada akut fatty liver in pregnancy (AFLP).
USG hepar sebaiknya dilakukan untuk mendeteksi adanya infiltrasi lemak dan memastikan
diagnosis AFLP. Sayangnya pada pasien ini juga tidak dilakukan pemeriksaan kadar kolesterol,
alkali fosfatase, asam urat, dan serum amonia untuk mendukung diagnosis.
Diagnosa pasien dengan perlemakan hati akut pada kehamilan terjadi peningkatan level
amino transferase. Leukositosis pada 98% kasus, sediaan hapus darah tepi menggambarkan
trombositopenia dan normoblas. DIC juga biasa terjadi. Protrombin time (PT), Partial
Tromboblastin time (PTT), dan fibrinogen dapat abnormal. Ureum, kreatinin darah dan asam urat
dapat meningkat. Alkali phosphatase meningkat 3-4 kali normal. Amonia meningkat dan
hipoglikemi bisa terjadi(Ibdah JA 2006, Joshi D 2010).
Interpretasi AFLP bisa sulit karena terjadinya hemolisis, kenaikan enzim hati dan jumlah
platelet yang menurun (sindroma HELLP) yang terkait preeklampsia. Sindroma HELLP meliputi
hemolisis intravaskular ringan, peningkatan tes hati dan trombositopenia. Gagal ginjal akut
merupakan komplikasi yang sering terjadi dan terkadang memerlukan dialisis ginjal sampai
penyakit hati dapat ditangani(Abimayu 2006).
Perlemakan hati memiliki keparahan yang bervariasi. Pada kasus yang berat, gejala
biasanya timbul dalam beberapa hari. Mual dan muntah persisten adalah gejala utama dan terjadi
malaise, anoreksia, nyeri epigastrium, dan ikterus progresif dengan derajat bervariasi. Disfungsi
hati bervariasi dari sedang sampai berat yang bermanifestasi sebagai hipofibrinogenemia,
hipoalbuminemia, hipokolesterolemia, dan waktu pembekuan yang memanjang. Kadar bilirubin
serum biasanya kurang dari 10 mg/dL dan kadar transaminase serum meningkat sedang dan
biasanya 1.000 U/L(Cunningham FG et al, Hepatics, Biliary and Pancreati Disorders 2014).
Kunci untuk memperoleh hasil akhir perawatan suportif intensif dan penanganan
obstetrik yang baik. Persalinan biasanya menyebabkan resolusi spontan. Perawatan setelah
persalinan untuk mengkoreksi koagulopati seperti transfusi darah lengkap atau PRC bersama
dengan plasma beku segar, kryopresipitat dan trombosit biasanya diperlukan (Cunningham FG et al, Hepatics,
Biliary and Pancreati Disorders 2014)

.Pada kasus yang berat, pasien seharusnya dirawat di tempat perawatan

intensive dengan tim yang multidisiplin, seperti kegagalan multisistem yang membutuhkan
ventilasi dan dialisis. Harus dipantau fungsi koagulasi dengan koreksi yang agresif terhadap
koagulopati dengan memeriksa faktor pembekuan.
35

DAFTAR PUSTAKA
Abimayu. Penyakit Hati dan Kehamilan dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 2006.
Ahmad H. "Penyakit hati dalam kehamilan ." In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I, 469-72.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.
Budihusodo U. "Gangguan Sistem Hepatobilier pada Kehamilan." In Penyakit-penyakit pada
kehamilan, Peranan seorang internis, by Purwita Wijaya Laksmi, 393-425. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit dalam fakultas Kedokteran Indonesia, 2008.
Cowie P, Johnson IG. "Acute Fatty Liver of Pregnancy." Anaesthesia tutorial of the week 191,
2010: 1-5.
Cunningham FG et al. "Hepatics, Biliary and Pancreati Disorders." In William Obstetrics 24th
edition, 2273-2304. New york: McGraw Hill Education, 2014.
36

Cunningham FG et al. "Hipertensive Disorder." In William Obstetrics, 1508-1612. New York:


McGraw Hill education, 2014.
Cunningham FG. "Maternal Physiology." In William Obstetrics 24th edition, 131-133. New
York: McGrow Hill, 2014.
Dyke V, Rebecca W,. "Liver Disease in Pregnancy." In A Lange Medical Book. Current
Diagnosis and Treatment in Gastroenterology, 727-735. 2003.
Frise MC, Nelson PC,. "Management of Critically III Obstetrics patient." Obstetrics Gynecology
and Reproductive Medicine, 2012: 22; 241-47.
Ibdah JA. "Acute fatty liver of pregnancy : An update on pathogenesis and clinical implication."
World Journal of Gastroenterology , 2006: 14;(46)7397-7404.
Jacqueline EA. "Managing the risks of sepsis in pregnancy." best practice and research clinical
obstetrics and gynecology, 2013: 27;583-95.
Joshi D, James A,. "Liver disease in pregnancy." The Lancet, February 2010: 375; 594-605.
Lee NM, Brady CW,. "Liver disease in pregnancy." World journal of Gastroenterology ISSN
1007-9327, 2009: 897-906.
Nelson DB, Yost NP, Cunningham FG,. "Acute fatty liver of pregnancy : Clinical outcome and
expected duration of recovery." Am J Obstet Gynecol, 2013: 209:456 e1-7.
Ogata K et al. "Timing of interferon Therapy and Sources of Infection in Patients with Acute
Hepatitis C." Hepatology Research 34, 2006: 35-40.
Paruk F. "Infection in obstetric critical care." Best Practice and Research Clinical Obstetrics and
Gynecology Vol 22 no 5, 2008: 865-883.
Schutt VA. "Liver diseases unique to pregnancy." Best Practice & research Clinical
Gastroenterology, Vol 21, No.5, 2007: 771-792.

37

38

Anda mungkin juga menyukai