Anda di halaman 1dari 7

Temu Hitam (makalah kuliah agrobisnis)

Posted: 11 Oktober 2012 in all about my task

0
BAB I
PENDAHULUAN
Keberadaan tanaman sebagai obat sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, resep diwariskan
turun temurun yang tadinya hanya dikenal oleh kalangan tertentu kemudian menyebar ke
masayarakat luas. Dunia mencatat tradisi herbal berkembang pesat di dunia Timur. Modernisasi
mentautkan tanaman obat dengan dunia farmasi yang perlahan keampuhannya diakui kalangan
ilmiah dengan langkah dan cara pengolahan yang benar, maka khasiat tanaman obat tidak akan
berubah.
Alam sungguh memiliki kekayaan yang sangat luar biasa dengan ditumbuhkannya aneka ragam
tanaman bermanfaat banyak. Tidak hanya untuk kebutuhan pangan tapi juga untuk pengobatan
manusia, sejarah mencatat nenek moyang kita sudah pandai mengolah akar, kulit batang, daun,
bunga, dan buah menjadi obat mujarab untuk macam-macam penyakit. Dengan berkembangnya
zaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi menyingkap rahasia keampuhan aneka tumbuhan.
Serangkaian percobaan di balik laboratorium dan uji klinis pada manusia semakin memperjelas
khasiat dan mekanisme kerja senyawa-senyawa aktif di dalam herbal.
Temu hitam merupakan salah satu tumbuhan herbal yang memiliki banyak khasiat dan
berpotensi baik dari segi ilmu pengetahuan sampai segi perekonomian yang dapat dengan mudah
dibudidayakan dan berpotensi secara ekonomi dan khasiatnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Botani Temu Ireng
Nama Jenis : Curcuma aeruginosa Roxb.
Divisi :Spermatophyta
Subdivisi :Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Nama Umum : Sumatera: temu erang, tenu itam (Melayu). Jawa: koneng hideung (Sunda), temu
ireng (Jawa). Nusa Tenggara: temo ereng (Madura), temu ireng (Bali). Sulawesi: tamu leteng
(Makasar), temu lotong (Bugis). Nama asing: Ezhu (China).
Nama Simplisia : Curcumae aeruginosae Rhizoma (rimpang temu hitam).
Deskripsi tanaman :
Terna tahunan ini mempunyai tinggi 1-2 m, berumbi batang, berbatang semu yang tersusun atas
kumpulan pelepah daun tegak dan berbentuk rimpang, berwarna hijau atau cokelat gelap. Daun
tunggal, bertangkai panjang, 2-9 helai. Helaian daun bentuknya bundar memanjang sampai

lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, warnanya hijau tua dengan
sisi kiri kanan ibu tulang daun terdapat semacam pita memanjang berwarna merah gelap atau
lembayung, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm. Bunganya bunga majemuk berbentuk bulir yang
tandannya keluar langsung dari rimpang, panjang tandan 20-25 cm, bunga mekar secara
bergiliran dari kantong-kantong daun pelindung yang besar, pangkal daun pelindung berwarna
putih, ujung daun pelindung berwarna ungu kemerahan. Mahkota bunga berwarna kuning.
Rimpangnya cukup besar dan merupakan umbi batang. Rimpang juga bercabang-cabang. Jika
rimpang tua dibelah secara vertikal, tampak lingkaran berwarna biru kehitaman di bagian
luarnya. Pada rimpang anakan, atau rimpang cabang, warna kehitaman ini tidak akan terlalu
tampak, meskipun memang sedikit terlihat apabila diperhatikan dengan seksama. Warna birukehitaman inilah yang menyebabkan tanaman ini diberi nama temu hitam.
Rimpang temu hitam mempunyai aroma khas yang disebabkan oleh kandungan minyak atsirinya,
oleh karena itu kita dapat membedakan dengan rimpang temu-temuan lainnya. Perbanyakan
dengan rimpang yang sudah cukup tua atau pemisahan rumpun.
2.2 Ekologi
Temu hitam terdapat di Burma, Kamboja, Indocina (Vietnam), dan menyebar sampai ke Pulau
Jawa. Selain ditanam di pekarangan atau di perkebunan, temu hitam juga banyak ditemukan
tumbuh liar di hutan jati, padang rumput, atau di ladang pada ketinggian 400-1750 m dpl. Lokasi
tumbuh :
- Daerah dengan curah hujan 900 1.250 mm per tahun, dengan musim kering yang nyata.
- Habitat paling sesuai adalah pada daerah yang ternaungi dengan kelembaban tinggi.
Dapat tumbuh pada semua jenis tanah, akan tetapi lebih baik berpasir dengan drainase yang baik.
2.3 Kandungan Kimia
Pada Rimpang mengandung senyawa aktif minyak atsiri, saponin, polifenol, flavonoid, tanin,
kurkumol, kurkumenol, isokurkumenol, kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, germakron, a, ,
g-elemene, linderazulene, kurkumin, demethoxykurkumin, dan bisdemethoxykurkumin. Pada
bagian daun terdapat pati, damar, lemak, dan minyak atsiri juga.
2.4 Manfaat
Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah rimpangnya. Cuci rimpang lalu dipotongpotong dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan agar kandungan minyak atsirinya tidak
berkurang. Cara pemakaian, untuk penggunaan obat dalam (oral) gunakan rimpang sebanyak 1-2
jari tangan. Sedangkan untuk pemakaian luar rimpang segar dicuci terlebih dahulu secukupnya
lalu dikupas dan digiling halus. Tambahkan minyak kelapa, diaduk rata lalu digunakan untuk
menutup luka pada kulit.
Rimpang berguna untuk mengobati gangguan kulit seperti kudis, koreng, borok, ruam, mengatasi
gangguan pencernaan seperti mulas, sakit perut, membangkitkan nafsu makan (stomakik),
sariawan, batuk berdahak, sebagai obat cacing (antelmintik), pendarahan saat haid/nifas,
reumatik, luka menahun, peluruh angin (karminatif), memperlancar peredaran darah, serta
pengobatan karena kandungan minyak esensialnya yang cukup tinggi. Sedangkan rebusan
rimpangnya membantu mengurangi sesak nafas.
2.5 Budidaya dan Pembibitan
1. Persiapan lahan :
Bersihkan lahan dari gulma dan cangkul hingga kedalaman 20 30 cm untuk memperbaiki
struktur tanah.
Biarkan lahan selama satu minggu setelah pengolahan.

Lakukan pemupukan dengan pupuk kandang atau kompos sebanyak 15 20 ton per hektar
(tabur merata di lahan).
Buatlah bedengan dengan ukuran lebar 2 m dan sesuaikan panjangnya dengan kondisi lahan.
Tinggi bedengan biasanya sekitar 25-45 cm dan jarak antar bedengan 30-50 cm.
2. Pembibitan :
Tanaman temu hitam dapat diperbanyak dengan rimpang ataupun memisahkan anakan dari
rumpun.
A. Dengan rimpang :
Semai rimpang temu hitam dengan ditutupi tanah sedalam 10 15 cm pada tempat teduh dan
lembab.
Siram persemaian pada saat pagi dan sore dan jaga agar tetap lembab.
Saat tunas muncul, potong-potong rimpang dengan ukuran cukup besar. Tiap rimpang
sebaiknya terdiri dari 2-3 mata tunas.
Angin-anginkan rimpang di tempat teduh selama kurang lebih 2 hari sebelum ditanam.
B. Dengan anakan
Pisahkan anakan dengan menggali tanah disekitar anakan.
Potong rimpang yang menghubungkan anakan dengan induk.Anakan yang telah dipisahkan
dapat langsung ditanam.
3. Penanaman :
Buatlah lubang tanam dengan jarak tanam 25 cm x 45 cm (dalam satu barisan 25 cm, dan antar
barisan 45 cm). Kedalaman lubang tanam dibuat sekitar 20 cm.
Biarkan lubang terbuka selama 1 minggu.
Masukkan bibit dengan posisi tunas tegak, kemudian bumbun sampai rata dengan tanah.
4. Pemeliharaan :
Lakukan penyulaman 2 minggu setelah penanaman bila ada tanaman yang mati.
Apabila akar atau rimpang terlihat muncul di permukaan, lakukan pembumbunan.
Lakukan penyiangan dengan hati-hati secara manual.
Berikan pupuk susulan setelah tanaman berumur 6 bulan. Lakukan pemupukan setelah
penyiangan.
Apabila tidak hujan, lakukan sistem leb untuk pengairan (genangi bedengan dengan air).
5. Pengendalian hama penyakit :
Musnahkan tanaman dengan cara memotong dan membakarnya agar tidak menular (biasanya
hama berupa ulat Kerana diocles).
Kendalikan secara manual apabila hama masih sedikit.
Lakukan penyemprotan hanya apabila serangan sudah meluas. Sedapat mungkin gunakan
pestisida nabati. (Bisa membuatnya dengan mengekstrak daun sirsak serbuk biji mimba yang
dicampur dengan ekstrak brotowali).
Lakukan penyemprotan saat pagi (sebelum matahari terbit) atau sore hari. Atau bisa juga
membuatnya dengan cara mengambil bahan dari rimpangnya, yang kemudian ditumbuk halus
dengan dicampur air kencing sapi. Campuran ini diencerkan dengan air dengan perbandingan 1 :
2 6 liter. Gunakan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga penyerang tanaman.

6. Pemanenan :
Temu-temuan merupakan tanaman semusim dengan umur rata-rata sembilan bulan. Di Jawa,
temu-temuan selalu tumbuh pada awal musim penghujan, yang biasanya jatuh pada bulan
Oktober. Tanaman ini sudah akan menghasilkan umbi yang bisa dipanen pada bulan Mei atau
Juni. Namun, kualitas umbi yang benar-benar baik hanya bisa diperoleh dari panen umbi yang
dilakukan pada bulan Juli. Ketika itu daun dan batang semu tanaman sudah mongering, ketuaan
umbi juga bisa dilihat dari penampilan rimpangnya sendiri. Rimpang yang telah tua
berpenampilan gemuk, padat dengan sisik-sisik yang melingkarinya telah mengering. Dari satu
rumpun tanaman, akan bisa dipanen bongkahan rimpang yang bisa langsung dipecah-pecah
menjadi 4-5 bagian. Para petani biasanya menyeleksi rimpang yang cukup baik untuk benih. Ciri
rimpang yang baik tersebut, selain ditentukan oleh diameter dan panjang, juga tingkat ketuaan
dan ada tidaknya cacat. Cara memanen :
Lakukan pemanenan saat bagian tanaman diatas permukaan tanah tampak mengering. Umur
tanaman 10 bulan bila bibit berasal dari rimpang induk, atau 2 tahun bila bibit berasal dari
rimpang anakan.
Gali tanah dengan garpu secara hati-hati.
Bersihkan rimpang dari tanah dan kotoran kemudian cuci dengan air hingga bersih.
Angin-anginkan rimpang hingga kering dari air.
Simpan rimpang di tempat yang bersih dan kering. Penjemuran hasil irisan rimpang emponempon, paling baik dilakukan di atas anyaman bambu (widig) yang ditaruh di atas rak setinggi 1
m. Ukuran widig, lebar 1,5 m. dengan panjang sekitar 6 m. Penjemuran dengan wadah demikian
akan menghasilkan kualitas rimpang kering paling baik. Setiap 2-3 jam, harus dilakukan
pembalikan (pengadukan), agar proses pengeringan berlangsung lebih cepat dan kualitas umbi
kering lebih baik. Untuk memperoleh irisan rimpang kering dengan kadar air 15%, diperlukan
waktu pengeringan sekitar tiga hari dalam cuaca terik. Namun, agar kadar air mencapai 10%,
rimpang kering tersebut perlu dikeringkan lagi dengan dryer. Baik dryer dengan sumber panas
matahari, kayu, minyak bakar maupun listrik. Rimpang kering ini bisa langsung dipasarkan,
2.6 Pasca panen & Prospek :
Rimpang yang telah bersih itu selanjutnya ditiriskan kemudian dikeringkan dengan cara dianginangin. Caranya dengan menghamparkannya di atas lantai yang bersih dan teduh. Tahap
berikutnya, rimpang yang masih berkulit itu diiris dengan alat perajang. Alat ini berupa tempat
untuk memasukkan rimpang, pisau perajang dan wadah penampung irisan. Alat perajang ini bisa
digerakkan secara manual dengan tangan, pedal sepeda (kaki) atau dengan mesin. Mesin
perajang bisa bertenaga disel, bensin, dan tenaga listrik. Pilihan mesin perajang ini sangat
ditentukan oleh volume rimpang temu-temuan yang akan dirajang. Semakin banyak volume
temu-temuan yang akan dirajang, semakin diperlukan alat perajang yang lebih besar dengan
mesin berpenggerak disel, bensin maupun listrik. Industri perajang komoditas pertanian
umumnya menggunakan mesin berpenggerak listrik. Mesin portable dengan penggerak disel atau
bensin, sebenarnya juga akan menjadi sangat ekonomis. Syaratnya, volume rimpang yang akan
dirajang cukup besar, sementara jarak areal penanaman dengan lokasi pengolahan cukup jauh.
Dalam kondisi demikian, pembersihan rimpang, pencucian dan pengeringanginan, seluruhnya
dilakukan di lokasi panen. Setelah itu mesin perajang bertenaga BBM diangkut ke lokasi.
Demikian pula dengan widig dan rak untuk menjemur. Di lokasi lahan inilah dilakukan
perajangan rimpang. Hasil irisan langsung dijemur di lokasi.
Ada dua kualitas irisan rimpang kering. Pertama, rimpang diiris langsung tanpa dikupas. Kedua,
rimpang dikupas dan dicuci baru kemudian diiris. Irisan rimpang yang dikupas ini, langsung

dijemur sampai kering. Harga irisan rimpang kering kupasan, lebih tinggi dibanding dengan yang
tidak dikupas. Pengupasan rimpang temu-temuan, paling tepat dilakukan dengan pisau yang
terbuat dari bambu. Tujuannya, agar diperoleh kupasan yang relatif bersih, namun daging umbi
tidak ikut terpotong. Sebab yang akan dibuang dari permukaan rimpang hanyalah kulit ari tipis.
Pengupasan dengan pisau akan potensial membuang daging umbi cukup banyak.
Temu hitam banyak dipasarkan dalam bentuk umbi utuh yang telah besar dan tua dalam kondisi
masih segar. Akhir-akhir ini, industri farmasi modern juga sudah mulai membutuhkan ekstrak
rimpang temu-temuan dalam volume yang juga cukup besar. Untuk bisnis dengan skala yang
besar, lebih baik memasarkan dalam bentuk simplisia, yang umum digunakan sebagai bahan obat
atau industri jamu.
Cara membuat simplisia temu hitam, seperti juga jenis tanaman obat tradisional lainnya.
Rimpang temu hitam yang telah dipanen, dibersihkan dan dirajang, serta dikeringkan atau
dijemur secara tidak langsung. Simplisia temu hitam dilingkungan industri jamu dikenal sebagai
Curcumae aeruginosae Rhizome dengan beragam kandungan didalamnya seperti minyak atsiri,
zat pati, dammar, lemak, tanin dan zat warna biru.
Dilingkungan pedesaan, temu hitam banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional yang cukup
familiar ditelinga masyarakat. Generasi pendahulu banyak memanfaatkan temu hitam sebagai
jamu penambah nafsu makan untuk anak-anak. Caranya rimpang temu hitam yang telah dicuci,
diparut dan diperas dalam bungkusan kain yang bersih dan steril, sehingga keluar airnya dan
minum secukupnya.
Banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan temu hitam sebagai obat tradisional,
diantaranya sebagai obat kudis, ruam dan borok. Untuk jenis penyakit ini, biasanya digunakan
dalam bentuk tapal, caranya rimpang temu hitam ditumbuk dan dicampur minyak kelapa.
Banyak juga jamu temu hitam yang digunakan sebagai zat penambah darah bagi ibu yang baru
melahirkan. (Widyani, 2009).
2.7 Budidaya Secara In Vitro
Temu hitam dibudidayakan dengan cara perbanyakan tanaman (tunas) melalui kultur jaringan.
Tanaman temu hitam ditanam didalam botol berisi media aseptik dan diperbanyak melalui
subkultur secara berkala. Secara garis besar, perbanyakan melalui subkultur plantlet ini cukup
mudah (plantlet : tanaman utuh dalam kultur in vitro). Tanaman ini dapat diperbanyak dengan
memisahkan anakan dari rumpun induknya. Hanya saja kesulitan yang akan ditemukan ketika
melakukan aklimatisasi (memindahkan tanaman dari dalam botol ke luar). Pada beberapa spesies
tanaman (temu-temuan) yang dipindahkan dari kulturin vitro menuju ex vitro, banyak yang
belum mampu menghasilkan rimpang pada generasi pertama. Rimpang baru dapat diproduksi
pada generasi kedua atau ketiga setelah efek dari media tanam in vitro dapat dinetralisir oleh
tanaman.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Analisis Usaha Budidaya
Sewa lahan: dapat menggunakan lahan atau pekarangan sendiri dan bisa juga menyewa.
Perkiraan perhitungan untuk biaya produksi kisaran industri :

Harga sewa tanah 1000 m2 @Rp 200.000/100 m2 : Rp 2.000.000


Upah pengolahan lahan 2 orangx10 blnxRp 600.000 : Rp 12.000.000
Pembelian bibit induk 10 sakxRp 32.000 : Rp 320.000
Pupuk organik 10 karung @50 kg Rp 5.500 : Rp 550.000
Jumlah Total Biaya Produksi : Rp 14.870.000
3.2 Penerimaan hasil yang diperoleh
Pasaran harga: dalam keadaan normal, harga rimpang temu-temuan di tingkat petani rata-rata
hanya sekitar Rp 200 sampai Rp 300/kg. Dengan mengiris dan mengeringkannya, harga rimpang
temu ini bisa dikatrol naik Rp. 15.500/sak untuk bibit anakan. Sedangkan untuk bibit induknya
Rp 32.000/sak. Terlebih lagi, pemasaran irisan rimpang kering ini bisa dilakukan secara
bertahap jauh setelah musim panen. Hingga harganya pasti akan bagus.
3.3 Keuntungan yang akan diperoleh
Dengan penjualan simplisia kering sebagai obat secara eceran, dari 1 kg temu ireng akan
diperoleh keuntungan sebesar Rp 37.000.
Dari 1000 m2 akan diperoleh 1470 kg temu ireng basah. Setelah dikeringkan akan diperoleh
sekitar 181,3 kg (kadar air pada temu ireng sekitar 63%). Maka, diperoleh keuntungan sebesar
Rp 6.715.000 dari seluruh hasil panennya. Apabila dilakukan pengolahan lebih lanjut,
keuntungan yang diperoleh akan lebih besar lagi.
3.4 Pemasaran
Pemasaran dapat dilakukan dengan cara penggunaan jasa iklan pada media, masyarakat, talk
show, serta penyuluhan mengenai khasiat dan manfaat dari temu ireng.
BAB IV
KESIMPULAN
Temu hitam dapat menjadi salah satu prospek yang menjanjikan di bidang agrobisnis karena
pengembangan temu ireng ini masih jarang dilakukan oleh masyarakat di Indonesia. Selain
budidayanya yang mudah, dalam bidang farmasi temu ireng banyak digunakan sebagai obat
secara etnobotani di Indonesia. Keuntungannya di bidang ekonomi pun cukup menjajikan untuk
melakoni bisnis ini, apalagi di zaman sekarang produk-produk herbal sudah mulai berkembang
pesat dan digandrungi oleh para masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Redaksi Trubus. 2010. Herbal Indonesia Berkhasiat Vol.08. Depok: PT Trubus Swadaya.Hal.464465.
Haryanto, S. 2009. Ensiklopedi Tanaman Obat Indonesia.Yogyakarta: Pallmall.Hal.521-523.
Redaksi AgroMedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta: Agromedia Pustaka. Hal.242.
Anonim.www.obatherbalalami.com/2011/05/temu-hitam-suburkan-kandungan.html, diakses
tanggal 19 Desember 2011.
Anonim.thegreenstall.blogspot.com/2010/06/temu-ireng-dan-kajiannya.html,diakses tanggal 19
Desember 2011.

Anonim.www.smallcrab.com/others/681-tanaman-untuk-pestisida-nabati, diakses tanggal 19


Desember 2011.
http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=258, diakses tanggal 19 Desember 2011.
Toko Sehat Alami.http://health-beauty.dinomarket.com/ads/18054018/Jual-TEMU-IRENGLever-gangguan-haid-terlambat-bulan, diakses tanggal 1 Januari 2012.
Forum Kerjasama Agribisnis: Pengeringan Rimpang Emponempon..http://foragri.blogsome.com/pengeringan-rimpang-empon-empon/
Toko Pondok Iklan.http://toko.pondokiklan.com/im4m5/43172/jual-pupuk-kandang-5500-perkarung-kompos-1800-3kg.html, diakses tanggal 1 Januari 2012.
Widyani. 2009. Budidaya dan Nilai Bisnis Temu Hitam Yang Berkhasiat, http://widyani.org/obattradisional/budidaya-dan-nilai-bisnis-temu-hitam-yang-berkhasiat.html, diakses tanggal 26
Desem

Anda mungkin juga menyukai