Anda di halaman 1dari 9

Laporan Praktikum

Teknik Penyimpanan
dan Penggudangan

Hari /Tanggal
: Selasa/25 Mei 2015
Dosen
: Ir. Sugiarto, MSi.
Golongan/Kelompok : P4/2
Asisten Praktikum
1. M Salman Al Farisi
(F34110049)
2. Dedi Abdul Syukur
(F34110065)

PENYAKIT PASCA PANEN KOMODITI PERTANIAN

Muhamad Ridho P.
Shofwatul Arumatil
Admira Anindita

(D24110063)
(F341300110)
(F341300129)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTUITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penanganan pascapanen merupakan masa penting yang akan memengaruhi
mutu dan harga komoditi saat berada di pasar. Hal tersebut disebabkan penanganan
pascapanen akan memengaruhi kemungkinan kerusakan komoditi baik dari segi
fisiologis maupun biologis. Hal-hal yang harus diperhatikan pada penanganan
pascapanen cukup banyak. Hal tersebut meliputi transportasi, keadaan lingkungan,
cara penumpukan, pengemasan, hingga pengetahuan akan penyakit pascapanen pada
komoditi.
Komoditi pertanian bersifat perishable. Hal tersebut disebabkan oleh beragam
faktor salah satunya penyakit pasca panen. Umumnya penyakit pasca panen
disebabkan oleh kandungan nutrisi dalam komoditi yang memicu pertumbuhan
mikroba kontaminan sehingga merusak kualitas komoditi tersebut. Di sisi lain,
penanganan pascapanen berupa penumpukan, transportasi, dan lingkungan juga
mempengaruhi pertumbuhan mikroba penyakit pascapanen. Hal tersebut
menyebabkan pengetahuan akan penyakit pasca panen sangat dibutuhkan untuk
menjaga kualitas serta kandungan nutrisi dalam komoditi tersebut.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi tanda-tanda serangan
penyakit pasca panen, mengidentifikasi kerusakan komoditi pertanian akibat
penyakit pasca panen, mengidentifikasi atau menentukan jenis penyakit pasca panen,
menentukan penyebab penyakit pasca panen, serta menentukan cara pencegahan
terjadinya serangan penyakit pasca panen.

METODOLOGI

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mikroskop lengkap dengan
gelas obyek dan gelas penutupnya.Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum
ini adalah bebuahan dan sesayuran berupa wortel, tomat, dan pisang yang terkena
serangan penyakit pasca panen.
Metode
START

Amati bebuahan yang ada secara visul dengan mata telanjang.Buatlah


gambar dari tanda-tanda/gejala penyakit pasca panen yang
tampak.Berikan keterangan yang cukup mengenai gejala penyakit
tersebut.
Identifikasi jenis penyakit yang menyerang bebuahan dan sesayuran
berdasarkan pengamatan visual (warna bagian yang terserang, adanya
memar, perubahan bentuk dan permukaan yang terserang, keberadaan
miselium) dan gejala-gejala lainnya.

Ambil sampel cairan, lender, atau miselium yang terdapat pada bebuahan
atau sesayuran yang terserang penyakit pasca panen.Amati di bawah
mikroskop dan buat gambarnya.Beri keterangan yang cukup pada gambar
tersebut.

Berdasarkan bentuk morfologi di mikroskop, dan tanda-tanda lainnya,


identifikasi penyebab penyakit pasca panen pada bebuahan dan sesayuran
tersebut.Bandingkan dengan literature yang ada.

END

PEMBAHASAN

Penyakit pasca panen merupakan salah satu masalah penting dalam proses
pasca panen. Penyakit pasca panen timbul di semua bagian penanganan pasca panen,
bahkan sejak produk belum dipanen. Munculnya gejala penyakit pasca panen sering
terlambat diketahui, sehingga mengakibatkan kerugian dan kehilangan pasca panen
yang besar. (Soesanto 2006). Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan
pasca panen, yaitu pertumbuhan dan aktivitas mikroba, aktivitas enzim, serangga,
kadar air, udara terutama oksigen, serta sinar dan jangka waktu penyimpanan.
Faktor pertama adalah pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Mikroorganisme
penyebab kerusakan produk pasca panen pertanian adalah bakteri, ragi,
kapang/cendawan yang merupakan penyebab utama kerusakan pasca panen dalam
penyimpanan. Mikroba tersebut akan tumbuh dengan baik pada suhu dan
kelembapan udara yang relatif tinggi seperti keadaan di wilayah beriklim tropis.
Mikroba akan membentuk toksin pada produk pasca panen pertanian, khususnya
mikotoksin yang dapat membahayakan kesehatan konsumen. Bahan yang disimpan
akan mengalami berbagai bentuk penyusutan (susut jumlah, susut berat, susut mutu),
juga menyebabkan daya simpan menurun. Selain faktor-faktor tersebut, pertumbuhan
mikroba dipengaruhi oleh faktor lainnya,yaitu kandungan air, benda-benda asing,
kegiatan serangga hama, kondisi lapang, pemanenan dan penanganan, serta kondisi
pengangkutan (Chailani 2010).
Faktor kedua adalah aktivitas enzim. Enzim yang terdapat pada bahan pangan
dapat memungkinkan terjadinya reaksi biokimia yang dapat merubah komposisi
bahan tersebut. Faktor ketiga adalah serangga. Serangga dapat merusak bebuahan,
sesayuran ataupun bahan pangan lainnya, hal tersebut dapat menyebabkan
kontaminasi bakteri dan cendawan melalui permukaan yang telah dilukai serangga
tersebut dan akan menyebabkan kerusakan pada bahan. Faktor keempat adalah kadar
air. Adanya lapisan air di permukaan buah akan menyebabkan tingginya kelembaban
di sekitar buah dan hal ini merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri
atau cendawan. Faktor selanjutnya adalah udara terutama oksigen. Oksigen
merupakan faktor yang penting dalam pertembuhan cendawan. Maka semakin tinggi
oksigen yang terkandung pada suatu bahan, maka kemungkinan pertumbuhan
cendawan semakin tinggi. Faktor terakhir yaitu sinar dan jangka waktu
penyimpanan. Suatu bahan pangan harus memiliki penyinaran yang sesuai dengan
kondisi pertumbuhannya, apabila penyinarannya kurang maka bahan pangan tersebut
dapat menjadi media pertumbuhan bagi bakteri ataupun cendawan. Selain itu, jangka
waktu penyimpanan juga mempengaruhi kerusakan. Pada umumnya penyimpanan
yang lebih lama menyebabkan kerusakan bahan yang semakin besar (Chailani 2010).
Pada praktikum kali ini digunakan 3 bahan yaitu tomat, pisang, dan wortel.
Tanaman tomat termasuk keluarga besar sonalaceae.Tanaman tomat merupakan
tanaman daerah tropis. Hal ini berarti tanaman tomat membutuhkan banyak sinar
matahari agar pertumbuhannya baik. Intensitas cahaya matahari yang dibutuhkan
tanaman tomat sekurang-kurangnya 10-12 jam setiap hari. Cahaya matahari tersebut
digunakan untuk proses fotosintesis, pembentukan bunga, pembentukan buah, dan
pemasakan buah. Jika tanaman ternaungi alias kekurangan cahaya matahari akan
berdampak negative, misalnya umur panen menjadi lemas, tanaman tumbuh
meninggi, dan tanaman lebih gampang terkena cendawan.Selain itu, suhu yang
paling ideal untuk perkecambahan benih tomat adalah 25-30 0C. Sementara itu, suhu
ideal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 24-280 C. Jika suhu terlalu rendah

pertumbuhan tanaman akan terhambat. Demikian juga pertumbuhan dan


perkembangan bunga dan buahnya yang kurang sempurna. Kelembaban relatif yang
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 80%. Sewaktu musim hujan,
kelembabanakan meningkat sehingga resiko terserang bakteri dan cendawan
cenderung tinggi. Karena itu, jarak tanamnya perlu diperlebar dan areal
pertanamannya perlu dibebaskan dari segala jenis gulma (Peet dan Bartholemew
1986).
Salah satu penyakit yang penting terjadi pada family solanaceae adalah
penyakit busuk lunak (soft rot). Penyakit ini menyerang baik di lapangan maupun di
penyimpanan atau pasca panen. Masalah penyakit busuk lunak ini meningkat karena
pencucian buah atau sayur terutama pada saat musim hujan. Penyebab penyakit ini
adalah bakteri E. carotovora yang termasuk pada family Entherobacteriaceae.
Mempunyai bentuk batang yang berflagela peritrich (tidak bergerak) dan termasuk
pada bakteri gram negatif (Delfiani 2003). Bakteri ini menyerang jaringan tanaman
pada umumnya melalui pelukaan dan juga dapat melalui lubang alam (Hardiyanto
2010).
Penyakit busuk lunak tergolong penyakit yang serius. Gejala serangan
ditandai dengan munculnya bintik-bintik kecil berwarna kecoklatan di permukaan
daun (Hakim 2010). Bercak-bercak kecil berair tersebut kemudian berkembang
menjadi kecoklatan, berlendir, dan mengeluarkan bau busuk (Sagala 1998). Udara
lembab dan suhu yang relatif rendah akan membantu mempercepat pembusukan
jaringan tanaman yang terinfeksi jaringan tanaman ini, berakibat tanaman akan mati.
Bakteri Erwinia carotovora di dataran rendah lebih banyak menimbulkan kerugian
daripada di dataran tinggi (Sagala, 1998).
Pengendalian penyakit busuk lunak pada sayur-sayuran masih dikhususkan
pada sanitasi dan kultur teknik. Semua sisa-sisa tanaman dibersihkan dari sekitar
gudang penyimpanan dan dinding gudang harus didisinfeksi dengan larutan yang
mengandung formal dehida atau tembaga sulfat. Kemudian hanya menyimpan hasil
panen yang sehat saja. Jaringan sakit atau yang terinfeksi harus segera dibuang dan
dibakar. Hasil panen sebaiknya disimpan dalam keadaan kering dan kelembapan
dalam gudang dijaga tetap rendah untuk mencegah terjadinya infeksi. Suhu diatur
sekitar 4oC untuk menghambat perkembangan bakteri jika terjadi infeksi baru
(Sagala 1998).
Berdasarkan pengamatan, tomat mengalami memar dan memiliki bercak yang
berwarna hitam. Bercak tomat tidak berlendir, akan tetapi kering. Hal tersebut sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa tomat yang terinfeksi oleh Alternaria
solani akan mengalami bercak berwarna cokelat gelap atau berwarna hitam (Pitojo S
2005).
Bahan yang kedua adalah pisang. Kualitas buah pisang kadang kurang baik,
yang disebabkan oleh panen tidak tepat waktu (ketuaan tidak memenuhi syarat),
kurangnya perawatan tanaman dan buruknya penanganan di kebun dan selama
pengangkutan yang mengakibatkan kerusakan mekanis dan memberi peluang infeksi
mikroorganisme penyebab busuk pascapanen lebih besar. Selain mikroorganisme
yang masuk ke dalam buah melalui luka, serangan busuk buah juga sudah dimulai
penetrasinya sejak buah masih di pohon. Mikroorganisme yang telah melakukan
penetrasi tersebut adalah Colletotrichum sp, yang kemudian berada dalam keadaan
laten, dan spora berkecambah saat buah menjadi matang. Pada umumnya penyakit
pasca panen pada pisang adalah antraknos, tip rot,dan crown rot. Antraknos pada

pisang menyerang permukaan buah, pada awalnya berupa bintik-bintik coklat,


kemudian makin melebar, cekung, kemudian muncul spora berwarna merah bata di
tengah noda tersebut. Semakin lama bintik-bintik tersebut saling menyambung dan
penampilan buah menjadi buruk. Antraknos muncul setelah buah matang kemudian
menyebar dengan cepat, dan dalam 2-3 hari permukaan kulit buah telah rusak.
Antraknos disebabkan oleh infeksi laten Colletotrichum sp yang telah menginfeksi
buah sejak di kebun (Broto 2008).
Serangan crown rot pada buah pisang dipengaruhi oleh cara penanganan
buah, lokasi dan tempat pemasarannya. Buah yang diambil langsung dari kebun,
kemudian mendapat perlakuan hati-hati dan bersih, pada bagian crown hanya
terserang oleh Colletotrichum sp dan Rhizopus sp. Selanjutnya, mulai dari pedagang
pengumpul, pasar tradisional dan pasar swalayan mengalami penambahan
mikroorganisme perusaknya, yaitu terdapat Botryodiplodia sp, Fusarium sp. dan
Penicillium sp. (Murtiningsih et al. 1995). Hal ini memperlihatkan bahwa, buah
pisang yang mendapat perlakuan hati-hati dan terjaga kebersihannya selama
penanganan dapat mencegah infeksi mikroorganisme. Busuk pada crown banyak
terjadi pada buah pisang yang ditransportasikan dalam bentuk sisiran, karena infeksi
lebih mudah berlangsung dan umumnya buah tidak mendapatkan perlakuan
pencegahan terhadap infeksi. Infeksi yang masuk melalui crown dapat menjalar
sampai pangkal buah, bahkan seluruh buah hingga menyebabkan buah rontok (Broto
2008).
Untuk mengendalikan busuk yang disebabkan serangan penyakit pascapanen
dapat digunakan salah satu dari beberapa fungisida atau tanpa bahan kimia yaitu
menggunakan pencelupan dengan air panas. Jika tidak ingin menggunakan fungisida,
maka perlakuan dengan air panas sudah dapat membantu mengurangi dan menunda
serangan busuk pada buah pisang. Untuk perlakuan perendaman dalam air panas, air
berada pada suhu 55oC selama 2 menit (Broto 2008).
Berdasarkan data, mengalami perubahan warna kulit menjadi hitam pada
hampir seluruh bagian pisang. Pisang berbau busuk, memiliki memar dan bercak.
Hal tersebut menandakan pisang telah terjangkit penyakit Antraknos akibat
Colletotrichum sp. Pisang juga ditumbuhi oleh kapang akibat penanganan pasca
panen yang tidak baik.
Bahan yang ketiga adalah wortel. Tanaman wortel merupakan sayuran
dataran tinggi. Tanaman ini bisa ditanam sepanjang tahun baik musim kemarau
maupun musim hujan. Lingkungan tumbuh yang dibutuhkan yaitu dengan suhu udara
yang dingin dan lembab. Untuk pertumbuhan dan produksi umbi dibutuhkan suhu
udara optimal antara 15,6-21,1oC. Suhu udara yang terlalu tinggi seringkali
menyebabkan umbi kecil-kecil dan berwarna pucat/kusam.bila suhu udara terlalu
rendah, maka umbi yang terbentuk menjadi panjang dan kecil (Cahyono 2002).
Salah satu penyakit pasca panen yang terjadi pada wortel adalah penyakit
busuk lunak (soft rot). Penyakit ini yang juga menyerang pada tomat. Namun pada
wortel, gejala yang dialami adalah wortel akan berwarna coklat atau kehitaman pada
daun, batang, dan umbi. Pada bagian yang terinfeksi mula-mula terjadi bercak
kebasahan. Bercak membesar dan mengendap, bentuknya tidak beratur, dan
berwarna coklat kehitaman.Jika kelembapan tinggi jaringan yang sakit tampak
kebasahan, berwarna krem atau cokelat, dan tampak berbutir-butir halus. Disekitar
bagian yang sakit terjadi pembentukan pigmen cokelat tua atau hitam. Jaringan yang

membusuk awalnya tidak berbau, tetapi dengan adanya serangan bakteri sekunder
jaringan tersebut menjadi berbau khas yang mencolok hidung (Cahyono 2002).
Pengendalian yang dapat dilakukan terhadap penyakit busuk lunak ini antara
lain, sanitasi, menanam dengan jarak yang tidak terlalu rapat untuk menghindari
kelembaban yang terlalu tinggi terutama dimusim hujan, menghindari terjadinya luka
yang tidak perlu khususnya pada waktu menyiang. Sedangkan pengendalian pasca
panen dilakukan dengan mencuci bahan dengan air yang mengandung kloroks,
mengurangi terjadinya luka dalam penyimpanan dan pengangkutan, menyimpan
dalam ruangan yang cukup kering, mempunyai ventilasi cukup, sejuk dan difumigasi
sebelumnya (Sagala 1998).
Berdasarkan data pengamatan, wortel mengalami pemudaran warna dan
menghitam pada bagian yang terjangkit penyakit pasca panen. Terdapat memar,
bercak, dan berlendir serta timbul bau busuk. . Di sisi lain, bentuk wortel menjadi
tidak beraturan akibat bercak hitam pada daerah yang terjangkit penyakit tersebut.
Berdasarkan literatur, wortel kemungkinan terjangkit penyakit busuk akibat Erwinia
carotovora diakibatkan memar yang mungkin terjadi saat penanganan transportasi.

PENUTUP

Simpulan
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kerusakan pascapanen,
yaitu pertumbuhan dan aktivitas mikroba, aktivitas enzim, serangga, kadar air, udara
terutama oksigen, serta sinar dan jangka waktu penyimpanan. Komoditi pertanian
dapat mengalami penyakit pascapanen. Tomat memiliki beberapa jenis penyakit
pasca panen, diantaranya penyakit yang disebabkan oleh Erwinia carotovora dan
Alternaria solani. Tanda-tanda tomat yang terjangkit penyakit pascapanen akibat
bakteri tersebut adalah terjadinya memar munculnya bintik-bintik kecil berwarna
kecoklatan di permukaan daun. Bercak-bercak kecil tersebut berkembang menjadi
kecoklatan, berlendir, dan mengeluarkan bau busuk. Infeksi terjadi melalui pelukaan
dan lubang alami. Umumnya pisang mengalami penyakit pascapanen disebabkan
oleh Colletotrichum sp. yang menyebabkan pisang mengalami penyakit antraknos.
Pada awalnya penyakit tersebut ditandai dengan adanya bintik-bintik coklat yang
kemudian makin melebar, cekung, kemudian muncul spora berwarna merah bata di
tengah noda tersebut. Semakin lama bintik-bintik tersebut saling menyambung dan
penampilan buah menjadi buruk. Antraknos muncul setelah buah matang kemudian
menyebar dengan cepat, dan dalam 2-3 hari permukaan kulit buah telah rusak. Pada
wortel penyakit pasca panen yang kemungkinan terjangkit adalah penyakit busuk
lunak (soft rot). Gejala yang dialami adalah wortel akan berwarna coklat atau
kehitaman pada daun, batang, dan umbi. Pada bagian yang terinfeksi mula-mula
terjadi bercak kebasahan. Bercak membesar dan mengendap, bentuknya tidak
beratur, dan berwarna coklat kehitaman.

DAFTAR PUSTAKA

Broto W. 2008. Teknologi Pasca Panen dan Teknik Pengolahan Buah Pisang.
[terhubung
berkala].
http://pascapanen.litbang.pertanian.go.id/assets/media/publikasi/juknis_pisan
g.pdf. (25 Mei 2015)
Cahyono B. 2002. Wortel Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta
(ID): Kanisius.
Chailani SR. 2010. Penyakit-Penyakit Pasca Panen Tanaman Pangan. Malang (ID):
Universitas Brawijaya Press
Delfiani D. 2003.Evaluasi Ketahanan 28 Klon Kentang (Solanum tuberosum)
terhadap Penyakit Busuk Lunak (Erwinia carotovora L.R. Jones) Secara In
Vitro. [terhubung berkala]http://repository.ipb.ac.id/. (25 Mei 2015)
Hakim C. 2010.Keefektifan Biopestisida Organik Cair untuk Mengendalikan
Penyakit Busuk Lunak yang Disebabkan oleh Erwinia carotovora pada
Anggrek Phalaenopsis sp. [terhubung berkala].http://repository.ipb.ac.id/. (25
Mei 2015)
Hardiyanto, 2010.Pengujian Ketahanan Anggrek Phalaenopsis terhadap Penyakit
Busuk Lunak yang disebabkan oleh Erwinia carotovora Secara In
Vitro. [terhubung berkala]. http://repository.ipb.ac.id. (25 Mei 2015)
Murtiningsih, Sulusi Prabawati, dan Imam Muhajir. 1995. Kapang penyebab busuk
crown pada pisang Rajabulu dan cara pengendaliannya. J. Hort. 5(3): 70-75.
Peet MM dan Bartholemew M. 1986. Effect of night temperature
onpollencharacteristic, growth, and fruit set in tomato. J.Amer. Soc.
Hort.Sci.12(3):514-519.
Pitojo S. 2005. Benih Tomat. Yogyakarta [ID]: Kanisius
Sagala US. 1998. Uji Potensi Antagonisme Pseudomonas fluorescens (Isolat UKa
dan UKd) terhadap Erwinia carotovora pv. carotovora Penyebab Penyakit
Busuk
Lunak
pada
Tanaman
Kubis
(Brassica
oleracea var. capitata L.). [terhubung terkala]. http://repository.ipb.ac.id/. (25
Mei 2015)
Soesanto L. 2006. Penyakit Pascapanen. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai