Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN

HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA


PEMELIHARAAN SUMBER DAYA MANUSIA

Oleh:
Annisa Fazra

(1114022)

Milawati

(1114029)

Fadel Adham

(11140--)

Ilman Hanif

(11140--)

Heni Puspita

(11140--)

Atita Antaria

(11140--)

Riza Azizi

(11140--)

Raka Maulana

(11140--)

TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI


POLITEKNIK STMI JAKARTA
2016

KATA PENGANTAR
BELUMDIEDIT
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua yang berupa ilmu dan
amal. Dan berkat Rahmat dan Hidayah-Nya pula, penyusun dapat menyelesaikan
makalah/laporan mengenai Hubungan Industrial Pancasila dalam Pemeliharaan
Sumber Daya Manusia untuk Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia tepat
pada waktunya.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan tuntas
tanpa adanya bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penyusun ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Taswir Syahfoeddin selaku dosen mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia,
juga kepada teman-teman mahasiswa dan para pihak yang telah terlibat dalam
pembuatan resume ini yang juga telah memberikan kontribusi baik langsung maupun
tidak langsung.
Penyusun menyadari bahwa dalam resume ini masih terdapat banyak
kekurangan. Akhirnya, kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat penyusun
butuhkan untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan ke arah yang lebih baik lagi.
Semoga resume ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Jakarta, November 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I........................................................................................................... 1
PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1

Latar Belakang Masalah........................................................................1

1.2

Perumusan Masalah.............................................................................. 2

1.3

Tujuan Penyusunan.............................................................................. 2

BAB II.......................................................................................................... 3
LANDASAN TEORI........................................................................................ 3
2.1

Pengertian Pemeliharaan Sumber Daya Manusia..........................................3

2.2

Tujuan Pemeliharaan Sumber Daya Manusia...............................................4

2.3

Asas-Asas Pemeliharaan Sumber Daya Manusia..........................................5

2.4

Metode-metode Pemeliharaan Sumber Daya Manusia....................................6

2.5

Program Kesejahteraan..........................................................................8

2.5.1

Tujuan Kesejahteraan.....................................................................8

2.5.2

Jenis-jenis Kesejahteraan.................................................................9

2.6

Keselamatan dan Kesehatan Kerja..........................................................10

2.6.1

Pemeliharaan Keamanan Kerja Sumber Daya Manusia..........................12

2.6.2

Pemeliharaan Kesehatan Kerja........................................................13

2.7

Hubungan Industrial Pancasila..............................................................18

2.8

Pentingnya Pemeliharaan Sumber Daya Manusia.......................................19

BAB III....................................................................................................... 20
PENUTUP................................................................................................... 20
3.1

Kesimpulan...................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 21

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam menjalankan roda organisasi, manusia merupakan unsur yang terpenting
dibandingkan dengan alat produksi lainnya, seperti modal, sarana kerja, mesin-mesin,
bahan mentah, bahan baku, perangkat lunak dan lain sebagainya. Mengingat bahwa
unsur manusia merupakan unsur yang terpenting, maka pemeliharaan hubungan
dengan karyawan yang kontinue dan serasi dalam setiap organisasi menjadi sangat
penting. BELUM

1.2 Perumusan Masalah


Adapun perumusan masalah mengenai kepemimpinan sebagai berikut:
1. BELUM
1.3 Tujuan Penyusunan
Dalam laporan ini terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu sebagai
berikut.
1. BELUM
2.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Hubungan Industrial Pancasila


Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan antara para pelaku dalam
proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) didasarkan atas
nilai yang merupakan manisfestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan
Undang-undang 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan
kebudayaan nasional Indonesia.

2.2 Tujuan Hubungan Industrial Pancasila


Berikut ini adalah beberapa tujuan pemeliharaan hubungan industrial pancasila
adalah :
1.

Mensukseskan pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita bangsa

2.

Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur.


Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

3.

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.


Menciptakan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan

4.
5.

usaha.
Meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.
Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajadnya sesuai dengan
martabatnya manusia.

2.3 Landasan
Hubungan Industrial Pancasila mempunyai landasan idiil yaitu Pancasila dan
landasan konstitusional adalah UUD45. secara operasional berlandaskan GBHN
serta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya yang diatur oleh pemerintah.

Hubungan industrial pancasila juga berlandaskan kepada kebijaksanaankebijaksanaan pemerintah untuk menciptakan keamanan nasional dan stabilitas
nasional.
2.4
1.

Pokok Pokok Pikiran dan Pandangan Industrial Pancasila


Pokok-pokok Pikiran
Keseluruhan sila-sila dari pada pancasila secara utuh dan bulat yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain.
Pengusaha dan pekerja tidak dibedakan karena golongan, kenyakinan, politik,
paham, aliran, agama, suku maupun jenis kelamin.
Menghilangkan perbedaan dan mengembangkan persamaan serta perselisihan

2.

yang timbul harus diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat.


Asas-asas untuk mencapai tujuan
Asas-asas pembangunan nasional yang tertuang dalam GBHN seperti asas
manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, demokrasi, adil dan merata, serta
keseimbangan.
Asas kerja yaitu pekerja dan pengusaha merupakan mitra dalam proses

3.

produksi.
Sikap mental dan sikap social
Sikap social adalah kegotong-royongan, toleransi, saling menghormati. Dalam
hubungan industrial pancasila tidak ada tempat bagi sikap saling berhadapan/
sikap penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah.

2.5 Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila


1.

Lembaga kerjasama Bipartit dan Tripartit


Lembaga kerjasama bipartite dikembangkan perusahaan agar komunikasi antar
pihak pekerja dan pihak pengusaha selalu berjalan dengan lancar.
Lembaga kerjasama tripartite dikembangkan sebagai forum komunikasi,
konsultasi dan dialog antar ketiga pihak tersebut.

2.

Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)


Melalui kesepakatan kerja bersama dapat diwujudkan suatu proses
musyawarah dan mufakat dalam mewujudkan kesepakatan kerja bersama.
3

Dalam kesepakatan kerja bersama semangat hubungan industrial pancasila


perlu mendapat perhatian.
Setiap kesepakatan kerja bersama supaya paling sedikit harus memiliki suatu
pendahuluan/mukadimah yang mencerminkan falsafah hubungan industrial
3.

pancasila.
Kelembagaan penyelesaian perselisihan industrial
Lembaga yang diserahi tugas penyelesaian perselisihan industrial perlu
ditingkatkan peranannya melalui peningkatan kemampuan serta integritas
personilnya.
Kelembagaan penyelesaian perselisihan baik pegawai perantara, arbitrase
P4D/P4P yang berfungsi dengan baik akan dapat menyelesaikan perselisihan

4.

dengan cepat, adil, terarah dan murah.


Peraturan perundangan ketenagakerjaan
Peraturan perundangan berfungsi melindungi pihak yang lemah terhadap pihak
yang kuat dan memberi kepastian terhadap hak dan kewajibannya masingmasing.
Setiap peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh falsafah
hubungan industrial pancasila. Karena itu kalau perlu diciptakan peraturan
perundangan yang baru yang dapat mendorong pelaksanaan hubungan

5.

industrial pancasila.
Pendidikan hubungan industrial
Agar falsafah hubungan industrial pancasila dipahami oleh masyarakat, maka
falsafah itu disebarluaskan baik melalui penyuluhan maupun melalui
pendidikan.
Penyuluhan dan pendidikan mengenai hubungan industrial pancasila ini perlu
dilakukan baik kepada pekerja/serikat pekerja maupun pengusaha dan juga
aparat pemerintah.

2.6

Masalah Dalam Hubungan Industrial Pancasila

1. Masalah pengupahan
Apabila didalam perusahaan dapat diciptakan suatu system pengupahan yang
akibat akan dapat menciptakan ketenagakerjaan, ketenangan usaha serta
peningkatan produktivitas kerja. Apabila didalam perusahaan tidak dapat
4

diciptakan suatu system pengupahan yang baik, maka upah akan selalu menjadi
sumber perselisihan didalam perusahaan.
2. Pemogokan
Pemogokan akan dapat merusak hubungan antara pekerja dan pengusaha. Hak
mogok diakui dan diatur penggunaannya. Oleh sebab itu walaupun secara yuridis
dibenarkan tetapi secara filosofis harus dihindari.

2.7

Hubungan Industrial Pancasila dan Pemeliharaannya


Menurut Hasibuan dalam bukunya yang berjudul Manajemen SDM,

hubungan industrial pancasila adalah hubungan antara para pelaku dalam proses
produksi barang dan jasa didasarkan atas nilai yang merupakan manifestasi dari
keseluruhan sila-sila Pancasila dan UUD 1945, yang tumbuh dan berkembang di atas
kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.
2.7.1

Tahapan dalam Hubungan Industrial


Hubungan industrial sebenarnya merupakan kelanjutan dari istilah

Hubungan Industrial Pancasila. Berdasarkan literatur istilah Hubungan Industrial


Pancasila (HIP) merupakan terjemahan labour relation atau hubungan
perburuhan.Istilah ini pada awalnya menganggap bahwa hubungan perburuhan
hanya membahas masalah-masalah hubungan antara kerja/buruh dan pengusaha.
Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Hubugan Industrial Pancasila (HIP)
departemen Tenaga kerja (Anonim, 1987:9) pengertian HIP ialah suatu sistem
yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja,
pengusaha dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang dasar 1945, yang tumbuh dan berkembang di atas keperibadian
bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. Untuk itu sebagai wujud pelaksanaan
hubungan kerja antara pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah harus sesuai
dengan jiwa yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, artinya segala bentuk

perilaku semua subjek yang terkait dalam proses harus mendasarkan pada nilainilai luhur Pancasila secara utuh.
Dalam pasal 1 angka 16 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengertian istilah hubungan industrial adalah
suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para perilaku dalam proses produksi
barang dan jasa yang terdiri atas unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah
yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945.
Landasan Hubungan Industrial Landasan hubungan industrial terdiri atas:
a. Landasan idil ialah pancasila
b. Landasan konsitusional ialah undang-undang dasar 1945
c. Landasan opersainal GBHN yang ditetapkan oleh MPR serta
kebijakan-kebijakan lain dari pemerintah
Adapun tujuan dari hubungan industrial, berdasarkan hasil seminar HIP tahun 1974
(Shamad, 1995: 12) tujuan hubungan industrial adalah mengemban cita-cita
proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 di dalam
pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
berdasarkan Pancasila serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui penciptaan ketenangan,
ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha, meningkatkan produksi dan
meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai derajat manusia.
Sedemikian berat dan mulianya tujuan tersebut, maka semua pihak yang terkait dalam
hubungan industrial harus meahami untuk terwujudnya pelaksanaan hubungan
industrial dengan baik.
Ciri-ciri Hubungan Industrial adalah sebagai berikut:
1.

HIP mengakui dan menyakini bahwa bekerja bukan hanya bertujuan untuk
sekedar mencari nafkah saja, akan tetapi sebagai pengabdian manusia

2.

kepada tuhannya, kepada sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara.


HIP menganggap pekerja bukan hanya sekedar faktor produksi belaka, tetapi
sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya. Karena itu
6

perlakuan pengusaha kepada pekerja bukan hanya dilihat dari segi


kepentingan produksi belaka, akan tetapi haruslah dilihat dalam rangka
3.

meningkatkan harkat dan martabat manusia.


HIP melihat antara pekerja dan pengusaha bukanlah mempunyai kepentingan
yang bertentangan, akan tetapi mempunyai kepentingan yang sama yaitu
kemampuan perusahaan. Karena dengan perusahaan yang maju dan semua

4.

pihak akan dapat meningkatkan kesejahteraan.


Dalam HIP setiap perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha harus
diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat yang
dilakukan secara kekeluargaan. karena itu penggunaan tindakan penekanan
dan aksi-aksi sepihak seperti mogok, penutupan perusahaan dan lain-lain

5.

tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Hubungan Industrial.


Di dalam pandangan HIP terdapat keseimbangan antara keseimbangan antara
hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam perusahaan. Keseimbangan itu
dicapai bukan didasarkan atas perimbangan kekuatan, akan tetapi atas dasar
rasa keadilan dan kepatutan. Disamping itu juga HIP juga mempunyai
pandangan bahwa hasil-hasil perusahaan yang telah dicapai berdasarkan
kerjasama antara pekerja dan pengusaha harus dapat dinikmati secara adil
dan merata sesuai dengan pengorbanan masing-masing.
HIP di dalam mencapai tujuan mendasarkan diri pada asas-asas
pembangunan nasional, yaitu:
a. asas manfaat
b. asas usaha bersama dan kekeluargaan
c. asas demokrasi
d. asas adil dan merata
e. asas keseimbangan
Di dalam mecapai tujuan, HIP juga mendasarkan diri pada 3 asas kerja
sama, yaitu sebagai berikut:
a. Buruh dan pengusaha pimpinan perusahaan adalah teman seperjuangan
dalam

proses

produksi

yang

berarti

baik

buruh

maupun

pengusaha/pemimpin perusahaan wajib bekerja sama serta bantu


membantu dalam kelancaran usaha dengan meningkatkan kesejahteraan
dan menaikkan produksi.
b. Buruh dan pengusaha/pemimpin perusahaan adalah teman seperjuangan
keuntungan, yang berarti keuntungan yang diterima perusahaan dinikmati
bersama dengan bagian yang layak dan serasi.
c. Buruh dan pengusaha/pemimpin perusahaan adalah teman seperjuangan
dalam mempertanggungjawabkan kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Bangsa dan Negara
3. Masyarakat sekelilingnya
4. Buruh beserta keluarganya, dan
5. Perusahaan tempat mereka bekerja.
Dengan demikian, dalam HIP tidak ada tempat bagi sikap saling berhadaphadapan atau penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah. Jadi, HIP juga
mewujudkan terciptanya pemeliharaan karyawan yang baik.
Adapun sarana hubungan industrial adalah:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

Serikat pekrja/serikat buruh


Organisasi pengusaha
Lembaga kerja sama bipartit
Lembaga kerja sama Tripartit
Peraturan Perusahaan
Perjanian kerja bersama
Peraturan perundangan-undangan ketenagakerjaan dan
Lebaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial

2.7.2

Kesepakatan Kerja Bersama


Menurut pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,

pengertian peraturan perusahaan (PP) adalah peraturan yang dibuat secara tertulis
oleh pengusaha yang membuat syarat-syarat kerja dan tata cara perusahaan.
Sedangkan perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan
hasil perbandingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat
pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di

bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau


perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syaratkerja, hak dan kewajiban
kedua belah pihak (pasal 1 angka 21 Undang-undang Nomor 13).
Pengertian dan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) Menurut Departemen
Tenaga Kerja Republik Indonesia (1996/1997: 2) ialah perjanjian yang
diselenggarakan oleh serikat pekerja atau serikat-serikat pekerja yang terdaftar
pada Departemen Tenaga Kerja dengan pengusaha-pengusaha, perkumpulan
perusahaan berbadan hukum yang pada umumnya atau semata-mata memuat
syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja.
Dalam praktik selama ini banyak istilah yang dipergunakan untuk
menyebut perjanjian kerja bersama (PKB), seperti:
a. Perjanjian Perburuhan Kolektif (PKK) atau collecteve Arbeids Ovreenkomst
(CAO);
b. Persetujuan Perburuhan Kolektif (PPK) atau Coolective Labour Agreement
(CLA);
c. Persetujuan Perburuhan Bersama (PPB); dan
d. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).
Semua istilah tersebut di atas pada hakikatnya sama karena yang
dimaksud adalah perjanjian perburuhan sebagaimana tercantum pada Pasal 1 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 21 tahun 1954 (di mana undang-undang ini sudah
tidakberlaku sejak memberlakukan undang-undang Nomor 13 tahun 2003).
2.7.3

Hubungan Bipartit dan Tripartit


Hubungan bipartite dan tripartite yaitu forum komunikasi dan konsultasi

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan,


yang anggotanya terdiri atas pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang
sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau
unsur pekera/buruh (periksa Kaputusan Menteri Tenaga dan Transmigrasi Nomor
Kep-255/Men/2003 tentang Tata Cara Pembentukan dan Susunan Keanggotaan
Lemaga Kera Sama Bipartit). Sedangkan Tripartit yaitu forum komunikasi,
lonsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan, yang anggotanya
9

terdiri atas unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan


pemerintah (periksa Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2005 tentang Tata kerja
dan Susunan Organisasi Lembaga kerja sama Tripartit).
Pengertian bipartit dalam hal ini sebagai mekanisme adalah tata cara atau
proses perundingan yang dilakukan antara dua pihak, ayitu pihak pengusaha
dengan pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, antara lain, apabila
terjadi perselisihan antara pengusaha dengan pekera/buruh diperusahaan (surat
edaran

Direktur

Jendral

Pembinaan

Hubungan

Industrial

Nomor

SE-

01/D.PHI/XI/2004. perundingan bipartit pada hakikatnya merupakan upaya


musyawrah untuk mufakat antara pihak pengusaha dan pihak pekerja/buruh atau
serikat pekerja/serikat buruh.
2.7.4

Tata Cara Menyusun Kesepakatan Kerja Bersama


Dalam Organisasi Seperti lazimnya perjanjian, pembuatan peraturan

perusahaan dan perjanjian kerja sama juga ada ketentuan-ketentuannya.


Ketentuan-ketentuan dimaksud adalah:
1. Pembuatan peraturan perusahaan
d. Wajib bagi perusahaan yang memperkerjakan minimal sepuluh orang
pekerja/buruh.
e. Kewajiban butir (1) tidak berlaku bagi perusahaan yang sudah memiliki
perjanjian kerja sama.
f. Memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh, atau
serikat pekerja/buruh. Disamping iru dapat juga berkonsultasi kepada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
g. Materi yang diatur adalah syarat kerja yang belum diatur dalam peraturan
perundang-undangan dan rincian pelaksanaan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan.
h. Sekurang-kurangnya memuat:
Hak dan kewajiban pengusaha;
Hak dan kewajiban pekera/buruh;
Syarat pekerja;
Tata tertib perusahaan ; dan
10

Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.


i. Pembuatnya dilarang:
Menggantikan perjanjian kerja bersama yang sudah ada sebelumnya;
Bertentangan denganperaturan perundang-undangan yang berlaku.
j. Pembuatan peraturan perusahaan tidak dapat diperselisihkan karena
merupakan kewajiban dan menjadi tanggung jawab pengusaha.
k. Wajib mengjajukan pengesahan kepada menteri atau pejabat yang
ditunjuk (yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan).
l. Wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah
peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
BELUM

11

3.2

Saran

BELUM

DAFTAR PUSTAKA

Emje, Dewi Ayu. 2012. Makalah Pemeliharaan Tenaga Kerja. Dalam:


http://ayuwidigda.blogspot.com/2012/07/v-behaviorurldefaultvmlo.html.
Fitridewi, Wuland. 2012. Pemeliharaan Karyawan. Dalam:
http://wulandwords.blogspot.com/2012/12/pemeliharaan-karyawan.html.

12

13

Anda mungkin juga menyukai