serebri.[3] Nyeri post stroke sentral (CPSP) merupakan jenis dari nyeri sentral yang terjadi
setelah terjadi trauma pada serebrovaskular. Pasien dengan CPSP akan mengeluhkan nyeri
terus-menerus atau hilang timbul, dan akan terjadi perubahan dari sensasi suhu. Kualitas dari
nyeri yang dirasakan akan terasa seperti terbakar, dingin, dan beberapa orang kadang sulit
untuk mendeskripsikannya. Kesalahan diagnosis atau keterlambatan diagnosis biasa terjadi,
terutama jika pasien mengalami perubahan kognitif dan ekspresi post stroke. Pasien mungkin
akan merasakan sensasi spontan abnormal dan stimulus yang menyebabkan disestesia,
allodinia, dan hiperalgesia. Sindrom nyeri yang lain yang sering muncul seperti sakit kepala,
nyeri spasme, kontraktur, nyeri bahu hemiplegia, dan nyeri muskuloskeletal lain yang
merupakan gejala klinis dari komplikasi CPSP.[1]
Diagnosis Awal
795.000[5]
10.400
Semua nyeri
19-74%[4]
57.5%[8]
Nyeri sentral
1-10%[6]
27%[8]
~273.000[9]
(estimasi)
12.000[10]
81%[11]
34-67%[11,12]
adalah
jenis
tension.[18-19]
Tidak
terdapat
banyak
literatur
yang
merekomendasikan pengobatan untuk sakit kepala pada pasien post stroke. Kami
merekomendasikan sesuai dengan kriteria dari International headache society untuk
mendiagnosis jenis sakit kepala, dan untuk pegobatan yang sesuai.[20] Pengobatan yang
berlebihan pada sakit kepala, biasanya ditemukan pada pasien yang mengalami tanda klinis,
terutama pada pasien dengan riwayat migrain atau memiliki riwayat keluarga dengan
migrain, belum dimasukkan sebagai populasi dalam penelitian ini. Penelitian lebih lanjut
dibutuhkan untuk meneliti jika pada pasien dengan pengobatan sakit kepala yang berlebih
dimasukkan dan termasuk dari perburukan yang dirasakan. Pada beberapa pasien yang
mengalami migrain, ketika mendapat pengobatan berlebih untuk sakit kepala yang dirasakan,
akan berkembang menjadi siklus nyeri kepala yang dirasakan setiap hari.[21]
Insidensi dari nyeri post stroke sentral dilaporkan sekitar 2 hingga 8%;
kenyataannnya bisa menjadi lebih tinggi, namun kadang terdapat kesalahan diagnosis atau
kesulitan dalam mendiagnosis.[22-24] Jalur spinal-thalamus-kortikal merupakan penyebab
utama dari munculnya CPSP. Letak lesi akan berhubungan dengan gejala dan nyeri yang
dirasakan.[22] CPSP dapat terjadi setelah trauma serebrovaskular yang berefek pada jalur
somatosensorik pada otak termasuk medulla, thalamus, dan kortes cerebral. Kejadian CPSP
akan terjadi lebih sering apabila letak lesi pada medulla bagian lateral (Wellenbers sindrom)
atau thalamus (bagian ventral-posterior).[1]
3
Ketika ditemukan 1 tahun post stroke, spastisitas nyeri terdapat pada sekitar 27
hingga 36 % pasien stroke.[25]
Tabel 3.2. Gejala tersering yang muncul pada pasien nyeri post stroke
Jenis nyeri post stroke
Nyeri muskuloskeletal
Nyeri bahu
Sakit kepala
Nyeri post stroke sentral
Spastisitas
Gambar 3.1. Jenis tersering dari nyeri kronik post stroke, sesuai dengan frekuensi relatif dan
kesesuaiannya dengan pasien stroke
Nyeri post stroke sentral akan semakin meningkat sesuai banyakya faktor dengan
interaksi potensial kompleks. Terdapat banyak pendapat mengenai penyebab dari nyeri
sentral; meskipun sebagian besar belum dipahami. Nyeri sentral berkembang sesuai dengan
kombinasinya dengan patofisiologi dari proses modulasi berganda, yang mana termasuk
penghambatan sentral, ketidak seimbangan stimulus kimia, dan sensitisasi sentral.[27]
Sensitisasi sentral menjadi mekanisme utama yang paling memungkinkan untuk nyeri sentral
karena berhubungan dengan sistem saraf pusat. Hal ini sesuai dengan nyeri sentral termasuk
dimana terjadi peningkatan aktivasi N-metil-D-aspartase (NMDA) dan kanal sodium.[28]
Dari penelitian didapatkan bahwa nyeri sentral dapat mengubah fungsi otak.
Fenomena sensitisasi sentral dapat diperlama dengan menambahkan rangsangan
reversible dan efikasi sinaps neuron pada pusat jalur rangsang nyeri.[29] Perubahan pada otak
dapat dilihat pada penurunan ambang eksitasi neuron dan penambahan eksitasi spontan, serta
meningkatkan ambang eksitasi neuron selama pengulangan stimulasi.[30] Terdapat area
berbeda dalam sistem saraf pusat yang telah terasosiasi dengan sensitasi sentral yang
disebabkan oleh nyeri. Peningkatan plastisitas sinaps pada SSP, perubahan fungsi reseptor,
dan channelopathy didapat akan berperan pada proses sensitisasi sentral ini. Aktivasi pada
mikroglia dapat menyebabkan respon inflamasi yang akan membantu amplifikasi nyeri yang
tergantung aktivitas jaringa nosiseptif SSP.[31]
[35] Pada penelitian yang dilakukan Urban et al, spastisitas dilaporkan terjadi pada 42.6%
pasien dengan inisial paresis sentral. [35]
Diagnosis CPSP
Kunci untuk diagnosis CPSP adalah (1) gambaran neurologi (CT atau MRI) nyeri
dengan infark sesuai dengan area otak yang terkena dan (2) ekslusi dari penyebab lain yang
menyebabkan nyeri neuropati.[1] Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus dilakukan untuk
mencari tanda dari gangguan saraf perifer atau kerusakan jaringan, defisit fokal neurologi
yang mungkin tidak sesuai dengan area infark, dan gejala nyeri lain yang sudah disebutkan
diatas. Tanda tanda depresi dapat menimbulkan nyeri dan vice versa, serta informasi ini
mungkin dapat menjadi pilihan untuk terapi farmakologi.
gabapentin, yang mana keefektifan dari obat ini untuk mengobati sindrom nyeri neuropati.
[41] Tidak ada konklusi penelitian untuk keefektifan dari fenitoin, zonisamide, dan
topiramate pada CPSP. [42-44] Efek dari opioid pada CPSP masih dipertanyakan (Tabel 3.3).
[45]
Tabel 3.3. Pengobatan untuk nyeri post stroke
Obat
Amitrptyline[22]
Carbamazepine[22]
Dosis
75 mg[22]
dengan terapi
15
pasien;
10/15
750 mg[22]
berespon[22]
15 pasien; 5 dari 14 pasien yang
ada
statistik[22]
30
pasien;12/30
Lamotrigine[40]
200 mg[40]
Gabapentine[46]
sebagian[40]
Sampai dengan 23 pasien; hanya
7
signifikansi
merespon Tingkat
2
sedang
yang Sedang
keefektifan
2400 mg
diketahui
secara
pasti
Phenytoin[42]
Topiramate[44]
Zonisamide[43]
Pregabalin[47]
kali sehari[44]
200 mg[43]
150-600
mg/hari[47]
menjadi terbatas. Dari penelitian menunjukkan terjadinya penurunan pada derajat kesehatan
tergantung dengan kualitas hidup.[52] Nyeri bahu post stroke akan berhubugan dengan
penurunan kualitas hidup, meskipun pada pada penelitian ini tidak berhubungan dengan
gangguan fungsional.[53] Pada penelitian yang dilakukan di Korea, pasien yang 6 bulan atau
lebih mengidap stroke 42% akan merasakan nyeri kronis, namun kualitas hidupnya tidak
berubah secara signifikan dengan pasien yang lain.[54]
Populasi pasien stroke berubah secara demografi. Setengah pasien stroke berusia
dibawah 65 tahun, dengan angka signifikan pada pasien dibawah umur 55 tahun, dimana
masih termasuk dalam usia produktif. Secara tradisional pasien stroke akan mengalami
perubahan disebabkan keterbatasan fungsional yang bisa dilakukan, namun harapan yang
diinginkan relatif sederhana. Pasien dengan usia lebih muda dengan harapan hidup yang lebih
panjang dan stroke ringan memiliki harapan hidup lebih baik mengenai pemulihan fungsi dan
kualitas hidup. Mereka memiliki berbagai masalah psikososial kompleks disamping
rehabilitasi tradisional, termasuk perhatian mengenai hidup mandiri, hubungan sosial dan
pekerjaan yang menyenangkan, fungsional, dan kewajiban untuk mengisi peran dalam
keluarga.[55] Ini dibuktikan dengan keluarga pasien stroke juga akan menderita.[56] Kondisi
penyerta seperti nyeri post stroke dan depresi post stroke akan memberikan dampak kepada
pasien untuk menghadapi tantangan selanjutnya, namun isu ini kadang diabaikan, terutama
pada pasien yang tidak membutuhkan rehabilitas ekstensif dan lingkungan yang mendukung.
Banyak dari pasien stroke ketika kembali ke rumah tidak dapat melanjutkan kehidupan aktif
dan pekerjaannya.[57] Ini merupakan sebuah kerugian yang sangat besar untuk pasien, yang
sering memandang hal tersebut sebagai penanda penting dari pemulihan dan akan merasa
mengalami kehilangan yang sangat besar.[58,59] Selain itu juga hal ini membutuhkan biaya
yang besar: diperkirakan $65 miliar dibutuhkan setiap tahunnya untuk pembiayaan stroke di
USA, sepertiganya merupakan biaya tidak langsung dengan kehilangan produktifitas.[60] di
Uni Eropa, biaya tidak langsung untuk stroke serupa dengan 31% dari 27 miliar euro biaya
tahunan stroke. Disamping biaya yang tinggi dan dampak pada pribadi, sesuai dengan
penelitian yang dilakukan bahwa pasien stroke juga merasa sedikitnya perhatian mengenai
kelelahan, pekerjaan, dan fungsional.[61] Pasien stroke juga merasakan kerugian yang
signifikan pada kemampuan diri setelah stroke, serta dukungan untuk mandiri selama dan
setelah rehabilitasi.[62]
Kesimpulan
9
Stroke seperti yang sudah kita diskusikan, merupakan kondisi lazim yang
berhubungan dengan tingginya angka disabilitas, morbiditas, dan kematian pada orang
dewasa. Defisit neurlogis yang jelas terdapat pada pasien stroke adalah afasia, kehilangan
koordinasi atau fungsi pada anggota tubuh, keterbatasan dalam aktifitas sehari-sehari, selain
itu pada beberapa pasien stroke juga akan mengeluhkan nyeri kronik. [54] Selain akan
menyebabkan depresi, nyeri kronik merupakan salah satu dari komplikasi stroke yang akan
mempengaruhi kualitas hidup pasien. Diagnosis awal pada pasien dengan nyeri post stroke
merupakan hal yang sangat menantang. Nyeri muskuloskeletal mungkin tidak dikenali oleh
dokter atau pasien. Kualitas nyeri dan penyebaran nyeri yang dirasakan akan berbeda pada
setiap pasien, dan pada beberapa pasien biasanya memiliki lebih dari satu tipe nyeri. [22]
Hasil diagnosis tertinggi yang dapat dilakukan adalah penegakan diagnosis secara hati-hati
mengenai keluhan nyeri pasien, pemeriksaan respon sensorik, dan korelasinya dengan
gambaran radiologi.[1] Hal ini dilakukan untuk mengetahui penyebab nyeri dan penyebab
yang lain, namun tidak semua CPSP sesuai dengan stroke thalamus.[22]
Dengan besarnya jumlah pasien stroke yang memiliki nyeri post stroke, gejala nyeri
harus selalu ditanyakan oleh dokter. Faktor resiko nyeri pada pasien post stroke masih belum
dipahami sepenuhnya, meskipun muncul dan berhubungan dengan paresis dan perubahan
sensorik, serta depresi sebagai gejala penyerta. [63] Saat ini masih belum diketahui bahwa
CPSP dapat menyebabkan mekanisme atau faktor resiko dengan kondisi nyeri yang lain
sesuai dengan sensitisasi sentral. Manfaat klinis dari penggunaan antikonvulsan pada kedua
jenis nyeri menunjukkan bahwa terdapat beberapa patofisiologi yang biasa terjadi, bahwa
kemungkinan terjadi peningkatan sensitisasi dan eksitabilitas pada jalur saraf nosiseptif. Jika
hipotesis ini benar maka memungkinan untuk mengidentifikasi lebih awal pasien yang
memiliki peningkatan resiko menjadi nyeri post stroke, dan untuk melakukan pencegahan
lebih awal.[29]
Tidak adanya baku emas untuk kriteria diagnosis atau terapi untuk nyeri kronik post
stroke, maka digunakan terapi empiris, sesuai dengan diagnosis dan respon pasien.
Diperkirakan terdapat 795.000 orang setiap tahunnya di USA yang mengalami stroke, baik
pertama kali atau relaps, maka ini merupakan kondisi nyeri yang signifikan.[64] Penting
untuk diingat bahwa pada pasien nyeri post stroke dapat berefek simultan dengan keluhan
lain, termasuk kelelahan, abnormalitas motorik dan sensorik, labilitas emosional, hubungan
yang tidak erat, disabilitas, dan depresi. [65] Beberapa masalah ini dapat berespon dengan
terapi; tantangannya adalah membuatnya komprehensif. Masih dibutuhkan penelitian untuk
meneliti menangani komplikasi pada pasien stroke.
10
11