Fraktur zygoma merupakan cedera pada daerah wajah yang sering terjadi, dan merupakan
fraktur wajah yang paling sering terjadi, atau berada pada urutan ke dua setelah fraktur nasal.
Tingginya insidensi fraktur pada daerah ini dapat disebabkan karena posisi zygoma yang
menonjol pada tulang wajah, sehingga seringkali terpapar ketika terdapat tekanan yang
traumatis. Insidensi, penyebab, dan predileksi jenis kelamin pada cedera di daerah zygoma
sangat bervariasi, secara luas tergantung pada tingkat sosial-ekonomi, politik, dan dan status
pendidikan orang-orang yang diteliti. Banyak penelitian yang memperlihatkan predileksi
pada pria dengan rasio sekitar 4:1 dibandingan dengan wanita. Kebanyakan penulis juga
setuju bahwa puncak insidensi cedera di daerah zygoma terjadi pada dekade kedua dan ketiga
kehidupan. Pada beberapa penelitian, cedera zygoma seringkali disebabkan oleh perkelahian,
penyebab lainnya yaitu kecelakaan kendaraan bermotor. Penyebab cedera sangat dipengaruhi
oleh sifat populasi yang diteliti; penelitian sebelumnya dilakukan pada populasi dari area
peindustrian dengan angka pengangguran yang tinggi, dimana kekerasan interpersonal sangat
tinggi.
Pada cedera zygoma yang disebabkan karena perkelahian, area yang sering terkena adalah
zygoma sebelah kiri, hal ini mungkin disebabkan karena tingginya insiden yang disebabkan
oleh individu yang mengunakan tangan kanan. Predileksi ini tidak berlaku pada fraktur
unilateral yang disebabkan karena kecelakaan kendaraan bermotor. Fraktur zygoma bilateral
termasuk jarang ditemukan, ditemukan sekitar 4% dari 2067 kasus trauma zygoma pada
penelitian selama 10 tahun yang dilakukan oleh Ellis, et.al. fraktur bilateral lebih sering
disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor dibandingkan dengan perkelahian, hal ini
memperlihatkan bahwa trauma yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor lebih
parah dibandingkan perkelahian.
Karena bentuk wajah secara umum dipengaruhi oleh struktur tulang di bawahnya,
zygoma memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk kontur wajah. Terganggunya
posisi zygoma juga dapat mempengaruhi fungsi yang cukup besar karena terganggunya
fungsi mandibular dan ocular. Oleh karena itu, untuk alasan kosmetik dan fungsional, cedera
pada zygoma sangat penting untuk didiagnosis secara tepat dan ditangani secara adekuat.
Anatomi
Zygoma adalah struktur penting midfasial bagian lateral dan merupakan penopang
besar pada tulang wajah. Zygoma merupakan tulang yang tebal dan kuat, secara kasar
berbentuk quadrilateral (memiliki 4 sisi), dengan permukaan luar yang cembung (pipi) dan
permukaan dala yang cekung (temporal). Kecembungan pada permukaan luar zygoma
membentuk tonjolan pipi. Oleh karena itu, zygoma memiliki peran penting pada kontur
wajah.
Bentuk dari zygoma kurang lebih menyerupai piramida dengan empat sisi. Zygoma
memiliki prosesus temporal, orbital, maksilar, dan frontal, serta berartikulasi dengan empat
tulang frontal, sphenoid, maksila, dan temporal. Zygoma memmbentuk sendi dengan
maksila di sepanjang maksila bagian anterior dan sepanjang dinding orbita. Sutura antara dua
tulang tersebut terletak di sebelah lateral foramen orbita dan berjalan secara lateral dari
infraorbital rim ke permukaan bawah zygomaticomaxillary buttress. Bagian tersebut
mempentuk aspek superolateral dan aspek superoanterior dari sinus maksilaris. Zygoma juga
membentuk persendian yang sempit dan rapuh dengan puncak zygomatik dari greater wing
tulang sphenoid pada aspek lateral fisura orbitalis inferior. Hal ini membentuk bagian besar
dari aspek lateral dasar dari orbita. Prosesus frontalis memiliki bentuk yang tebal dan
triangular di perpotongannya dengan permukaan fasial, orbital, dan temporal. Ketebalannya
tesebut menjadikannya tempat untuk kawat atau fiksasi tulang setelah fraktur. Prosesus
temporal lebih tipis dan menonjol ke posterior untuk berartikulasi dengan prosesus zygomatic
pada tulang temporal; kombinasi dari dua tulang tersebut membentuk arkus zygomatik.
Artikulasi zygomaticotemporal adalah persambungan yang tipis dan halus, yang seringkali
mengalami fraktur karena tekanan yang minimal.
Zygoma merupakan origo bagi otot masseter yaitu di sepanjang lengkung dan
prosesus temporalis. Selain itu, fascia temporalis melekat di sepanjang lengkung dan tepi
posterolateral dari prosesus temporalis. Zygoma juga menyediakan perlekatan bagi otot
temporal dan zygomatic. Cincin orbita lateral dan infraorbita yang kuat memberikan
perlindungan bagi organ yang terdapat pada orbita.
orbita, kebanyakan melalui prosesus orbita dari maksila menuju ke infraorbital rim. Dinding
medial dan dasar orbita biasanya pecah, memperlihatkan garis fraktur yang multipel pada
internal orbit. Canalis infraoribita biasanya dilewati oleh garis-garis fraktur karena fraktur
seringkali meluas melalui infraorbital rim ke permukaan facial maksila, tepat diatas foramen
infraorbita atau sedikit ke medial. Fraktur tersebut meluas dari infraorbital rim ke maksila di
bagian lateral atau inferior di bawah zygomatic buttress pada maksila. Kehancuran pada
infraorbital rim dan tulang di sepanjang bagian anterior dan lateral maksila sangat sering
ditemukan, dan seringkali ditemukan keterlibatan foramen infraorbita. Fraktur yang
melibatkan tulang zygoma di sepanjang dasar orbita dan aspek anterior dan lateral wajah
jarang ditemukan. Garis fraktur lebih sering ditemukan pada maksila.
Garis fraktur kedua berjalan dari fisura orbitalis inferior melalui aspek posterior
(infratemporal) dari mkasila dan bergabung dengan garis fraktur dari aspek anterior maksila,
dibawah zygomaticomaxillary buttress.
Garis fraktur ketiga meluas ke arah superior dari fisura infraorbitalis inferior
sepanjang dinding orbita lateral di sebelah posterior infraorbital rim, biasanya memisahkan
sutura zygomaticosphenoid. Fraktur ini biasanya memisahkan sutura frontozgomatic karena
adanya perluasan ke arah superior, anterior dan lateral menuju ke orbital rim bagian lateral.
Namun, fraktur yang melaui orbital rim bagian lateral kadang-kadang terjadi di superior atau
inferior dari sutura frontozygomatic.
Fraktur zygomaticomaxillary complex dengan pola tersebut diatas biasanya memiliki
garis fraktur tambahan yang melalui lengkung zygomatic. Karena titik yang memiliki
resistensi terendah terhadap fraktur bukan pada sutura zygomaticotemporal, namun lebih ke
posterior kurang lebih 1,5 cm, maka titik fraktur ketika terjadi fraktur tunggal biasanya ada
pada pertengahan lengkung zygoma, yaitu pada prosesus zygomatic tulang temporal. Namun,
seringkali ketiga garis fraktur berada pada lengkung, menghasilkan dua segmen tulang ketika
terjadi fraktur lengkap. Segmen-segmen tersebut dapat bergeser oleh otot-otot disekitarnya,
menjauh atau tertekan ke arah medial menuju fossa infratemporal. Seringkali terjadi fraktur
tidak lengkap atau fraktur greenstick, menyebabkan pembengkokan lateral atau medial pada
zygoma tanpa pergeseran yang terlihat jelas.
Deskripsi diatas merupakan penjelasan untuk fraktur kompleks zygoma yang paling
sering terjadi. Namun, variabilitas dari fraktur zygoma sangat tinggi karena perbedaan besar
dan arah gaya, banyaknya jaringan lunak yang menutupi tulang, dan densitas tulang lain di
sekitar zygoma. Sering ditemukan garis fraktur yang berada di lokasi yang berbeda dengan
lokasi yang dijelaskan diatas. Meyer, et al. menggunakan radiograf untuk merangkum arah
garis-garis fraktur pada 100 cedera yang hanya terjadi pada zygoma, dan ditemukan fraktur
pada tulang zygoma pada 40% kasus. garis fraktur tunggal dan multipel ditemukan pada
kasus-kasus tersebut. Ditemukan kasus dengan pergeseran tulang yang kasar, atau tanpa
pergeseran tulang sama sekali. Karena tingginya variasi yang mungkin terjadi, maka setiap
fraktur zygoma harus diperiksa secara terpisah dan ditentukan lokasi yang tepat dan luasnya
fraktur.
Setiap klinisi wajib mengevaluasi setiap kasus secara terpisah. Perawatan yang
diberikan kepada pasien harus didasarkan kepada analisis pencitraan sebelum pembedahan
dan temuan-temuan saat prosedur pembedahan.
Pemeriksaan Klinis
Jika operator telah memastikan status neurologis dari pasien yang diduga mengalami
fraktur pada kompleks zygomaticomaxillary, maka prioritas utama operator adalah
menentukan status visual mata yang terlibat. Pemeriksaan ocular dan funduscopic harus
dilakukan secara menyeluruh, serta hasilnya didokumetasikan secara lengkap. Cedera ocular,
seperti vitreous hemorrhage, hyphema, laserasi bola mata, terputusnya nervus opticus, dan
abrasi kornea, ditemukan sebanyak 4% pada pasien yang mengalami trauma midfacial yang
diteliti oleh Turvey, serta ditemukan sebanyak 5% pada fraktur zygomaticoorbital yang
diteliti oleh Livingston, et al. Konsultasi ophtalmologi sangat diperlukan pada sekitar 5% dari
2067 kasus yang dilaporkan oleh Ellis, et al. Ioannides, et al., menemukan cedera ocular dan
adneksa pada 26% kasus fraktur orbita. Al-Qurainy et al., melakukan pemeriksaan
ophtalmologi secara prospektif pada 363 pasien yang mengalami fraktur midfacial. Pada
pemeriksaan tersebut ditemukan cedera ophtalmic minor, seperti abrasi kornea, chemosis,
gangguan ringan pada akomodasi mata dan ketajaman penglihata, serta emfisema pada 63%
pasien. Sedangkan cedera ophtalmic sedang, seperti enophtalmos, abrasi konjuctiva,
perubahan pupil traumatik, iridiolysis, kerusakan lensa, macular edema, serta gangguan seang
pada akomodasi mata dan ketajaman penglihatan ditemukan pada 16% pasien. Selain itu
ditemukan juga cedera ophtalmic berat, seperti proptosis berat, retrobulbal hemorrhage,
laserasi kornea, hypema, angle recession, gangguan penglihatan yang berat hingga hilangnya
penglihatan, visual field loss, robeknya lapisan choroid yang meliputi makula,dan cedera
nervus opticus ditemukan pada 12% pasien. Satu per tiga dari seluruh pasien yang mengalami
fraktur comminuted pada kompleks zyomaticomaxillary mengalami cedera ocular yang berat.
Oleh karena itu, jika seorang klinisi menemukan temuan klinis yang signifikan maupun yang
meragukan pada kasus fraktur kompleks zygomaticomaxillary sangat disarankan untuk
melakukan konsultasi ophtalmologi.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada zygoma meliputi inspeksi dan palpasi.
Inspeksi dilakukan dari arah frontal, lateral, superior, dan inferior. Operator harus melihat
kesimetrisan, kesejajaran pupil, adanya edema di daerah orbita serta ekimosis
subkonjunctiva, dan adanya penonjolan zygoma ke arah anterior dan lateral. Metode yang
paling membantu untuk mengevaluasi posisi zygoma adalah ispeksi dari arah superior. Pasien
dapat diposisikan telentang atau disandarkan pada kursi. Operator melakukan inspeksi dari
posisi superior, mengevaluasi apakah terdapat penonjolan zygoma ke arah anterior atau
lateral terhadap supraorbital rim, bandingkan juga kedua posisi zygoma. Operator harus
meletakkan jari telunjuknya dibawah margin infraorbita, lalu dilakukan sedikit penekanan
disepanjang tulang zygoma, hal ini dilakukan untuk mempalpasi tulang zygoma dan secara
tidak langsung membantu mengurangi efek visual dari pembengkakan selama berjalannya
pemeriksaan. Pemeriksaan dari arah superior juga sangat membantu dalam mengevaluasi
kemungkinan tejadinya depresi pada arkus zygoma. Operator juga tidak boleh lupa untuk
melakukan pemeriksaan intraoral, karena fraktur zygoma seingkali diikuti oleh terjadinya
ekimosis pada sulkus buccal dan fraktur dentoalveolar pada maksila.
Palpasi harus dilakukan secara sistematik dan menyeluruh, serta harus dilakukan
perbandingan antara satu sisi dengan sisi yang lain. orbital rims harus dipalpasi pertama kali.
Operator melakukan palpasi pada infraorbital rims dengan menggunakan jari telunjuk yang
digerakkan secara ritmis dari satu sisi ke sisi lainnya di sepanjang rim. Lateral orbital rim
dipalpasi dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari. Operator juga harus menggunakan
jari telunjuknya di sepanjang aspek dalam dari lateral orbital rim karena seringkali fraktur
dapat terdeteksi melalui palpasi pada aspek dalam orbital rim bersamaan dengan
dilakukannya palpasi di sepanjang aspek lateral. Palpasi akan diikuti dengan nyeri tekan
apabila dilakukan pada tulang yang mengalami fraktur. Tulang zygoma sebaiknya dipalpasi
dengan menggunakan dua atau tiga jari dengan gerakan sirkuler, dan dibandingkan dengan
sisi lawannya. Zygomatic buttress dari maksila dipalpasi secara intraoral dengan satu jari, dan
dilihat juga apakah terjadi hematoma dan struktur yang ireguler.
2.
Tanda yang menjadi ciri khas dari cedera fraktur zygoma adalah area penonjolan
normal di daerah malar yang terlihat datar. Pada kasus cedera zygomaticomaxillary
ditemukan tanda tersebut pada 70 86% kasus, terutama pada kasus dimana terjadinya
distraksi pada sutura frontozygomatic dan rotasi medial dan/atau terjadi kehancuran tulang.
Jika terdapat edema, maka tanda ini akan sulit terlihat segera setelah terjadinya cedera,
namun operator biasanya dapat mengetahui dengan cara menekan jari telunjuk ke jaringan
lunak pada area zygoma dan membandingkannya dengan sisi yang lain.