Anda di halaman 1dari 50

Panduan Praktik Klinis

INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)


1.

Nama Penyakit /Diagnosis

SINDROMA KORONER AKUT

2.

Batasan dan Uraian

Suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi


klinis perasaan tidak enak di dada atau gejala gejala lain
sebagai akibat iskemia miokard :
Sindrom koroner akut mencakup:
1. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST
2. Infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST
3. Angina pectoris tak stabil ( unstable angina pectoris)

3.

Kriteria Diagnosis

Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal,
retrosternal, dan prekordial. Nyeri seperti ditekan, ditindih
benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan
dipelintir. Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula,
gigi, punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan
kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau
obat nitrat, atau tidak nyeri dicetuskan oleh latihan fisik,
stress emosi, udara dingin dan sesudah makan. Dapat
disertai gejala mual, muntah, sulit bernafas, keringat
dingin, dan lemas.
Elektrokardigram :
Angina pectoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan
atau tanpa inverse gelombang T, kadang-kadang elevasi
segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang
Q.
Infark miokard ST elevasi : hiperakut T, elevasi segmen
ST, gelombang Q inverse gelombang T
Infark miokard non ST elevasi : depresi segmen ST,
inverse gelombang T dalam.
Petanda Biokimia :
CK, CKMB, Troponin-T, dll
Enzim meningkat minimal 2 x nilai batas atas normal.

4.

Diagnosis Diferensial

Angina pectoris tak stabil : infark miokard akut


Infark miokard akut : diseksi aorta, perikarditis akut,
emboli paru akut, penyakit dinding dada, Sindrom Tietze,
gangguan gastrointestinal seperti : hiatus hernia dan
refluks esofagitis, spasme atau rupture esophagus,
kolesistitis akut, tukak lambung, dan pankreatitis akut

5.

Pemeriksaan Penunjang

EKG
Foto rontgen dada
Petanda biokimia : darah rutin, CK, CKMB, Troponin T,
dll, profil lipid, gula darah, ureum kreatinin.
Echocardiografi
Tes Treadmill (untuk stratifikasi setelah infark miokard)
Angiografi koroner.

Panduan Praktik Klinis


6.

Tata Laksana

Tirah baring di ruang rawat intensif jantung ( ICCU)


Pasang infuse intravena dengan NaCl 0,9 % atau
dekstrosa 5 %
Oksigenisasi dimulai dengan 2 liter/menit 2-3 jam,
dilanjutkan bila saturasi oksigen arteri rendah (< 90 %).
Diet : puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair.
Selanjutnya diet jantung.
Pasang monitor EKG secara kontinue.
Atasi nyeri dengan :
Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena
titrasi (kontra indikasi bila TD sistolik < 90 % mmHg).
Bradikardia, < 50 kali/menit), takikardia.
Atau
Morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5
menit sampai dosis total 20 mg atau petidine 25-50 mg
intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.
Antitrombotik
Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi/tidak
responsif diganti dengan tiklopidin atau klopidogrel.
Trombolitik dengan streptokinase 1,5 juta U dalam 1 jam
atau activator plasminogen jaringan (t-PA) bolus 15 mg,
dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgBB (maksimal 50 mg)
Dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 50 mg )
dalam 60 menit jika
Elevasi segmen ST > 0,1 mv pada dua atau lebih sadapan
prekordial berdampingan, waktu mulai nyeri dada sampai
tatalaksana < 12 jam, usia < 75 tahun. Blok cabang
(BBB) dan anemnesis dicurigai infark miokard akut.
Antikoagulan
Heparin direkomendasikan untuk pasien yang menjalani
revaskularisasi perkutan atau bedah, pasien dengan risiko
tinggi terjadi emboli sistemik seperti infark miokard
anterior atau luas, fibrilasi atrial, riwayat emboli , atau
diketahui ada thrombus ventrikel kiri yang tidak ada
kontraindikasi heparin. Heparin diberikan dengan target
aPTT 1,5 -2 kali kontrol. Pada angina pectoris tak stabil h
eparin 5000 unit bolus IV dilanjutkan dengan drip 1000
unit/ jam sampai angina terkontrol dengan menyesuaikan
aPTT 1,5-2 kali nilai kontrol. Pada infark miokard akut
yang ST elevasi > 12 jam diberikan hepatin bolus IV 5000
unit dilanjutkan dengan infuse selama rata-rata 5 hari
dengan menyesuaikan aPTT 1,5 -2 kali nilai kontrol.
Pada infark miokard anterior transmural luas antikoagulan
diberikan sampai saat pulang rawat. Pada penderita
dengan thrombus ventricular atau dengan diskinesi yang
luas di daerah apeks ventrikel kiri antikoagulan oral
diberikan secara tumpang tindih dengan heparin sejak
beberapa hari sebelum heparin dihentikan.
Antikoagulan oral diberikan sekurang-kurangnya 3 bulan
dengan menyesuaikan nilai INR (2-3).

Panduan Praktik Klinis

1.

2.

3.

4.

Atasi rasa takut atau cemas


Diazepam 3 x 2-5 mg oral atau IV
Pelunak tinja laktulosa (laksadin) 2 x 15 ml
Beta bloker diberikan bila tidak ada kontaindikasi
ACE inhibitor diberikan bila keadaan mengizinkan
terutama pada infark miokard akut yang luas, atau
anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat infark
miokard.
Antagonis kalsium : verapamil untuk infark miokard non
ST elevasi atau angina pectoris tak stabil bila nyeri tidak
teratasi.
Atasi komplikasi :
1.Fibriliasi atrium
Kardioversi elektrik untuk pasien dengan gangguan
hemodinamik berat atau iskemia intraktabel
Digitalisasi cepat
Beta bloker
Diltiazem atau verapamil beta bloker dikontra
indikasikan Heparinisasi
2.Fibrilasi ventrikel
DC shock unsynchronized dengan energi awal 200 J,
jika tak berhasil harus diberikan shock kedua 200-300 J
dan jika perlu shock ketiga 360 J
3.Takikardia ventrikel
VT polimorfik menetap ( > 30 detik) atau menyebabkan
gangguan hemodinamik : DC Shock unsynchronized
dengan energi awal 200 J, jika gagal harus diberikan
shock kedua 200-300J dan jika perlu shock ketiga 360 J
VT monomorfik yang menetap diikuti angina, edema
paru atau hipotensi harus ditata laksana dengan DC
shock synchronized energi awal 100 J. Energi dapat
ditingkatkan jika dosis awal gagal.
Fibriliasi atrium
Kardioversi elektrik untuk pasien dengan gangguan.
VT monomorfik yang tidak disertai angina, edema paru
atau hipotensi dapat diberikan :
Lidokain bolus 1-15 mg/kgBB. Bolus tambahan 0,5
-0,75 mg/kgBB tiap 5-10 menit sampai dosis loading
total maksimal 3 mg/kgBB. Kemudian loading
dilanjutkan dengan infuse 2-4 mg/menit (30-50
mg/kg/BB/menit)
Atau
Disopiramid : bolus 1-2 mgkg/BB dalam 5-10 menit
dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kg/BB/jam.
Atau
Amiodaron 150 mg infus selama 10-20 menit atau 5
ml/kgBB 20-60 menit dilanjutkan infuse tetap 1
mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus
pemeliharaan 0,5 mg/menit

Panduan Praktik Klinis


Atau
Kardioversi elektrik synchronized dimulai dosis 50 J
(anestesi sebelumnya).
5. 4.Bradiaritmia dan blok
Bradikardia sinus simtomatik (frekuensi jantung < 50
kali/menit disertai hipotensi, iskemia aritmia ventrikel
escape)
Asistol ventrikel
Blok AV simtomatik terjadi pada tingkat nodus AV
(derajat dua tipe 1 atau derajat tiga dengan ritme escape
kompleks sempit).
Tata laksana dengan sulfas atropine 0,5-2 mg
Isoprotenol 0,5-4 mg/menit bila tropin gagal sementara
menunggu pacu jantung sementara.
5. Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik di
Tata laksana sesuai standar pelayanan medis mengenai
kasus ini.
6 6. Perikarditis
Aspirin (160-325 mg/hari)
Indometasin, Ibuprofen
Kortikosteroid
6.
Komplikasi mekanik
Ruptur muskulus papilaris. Rupture septum ventrikel,
rupture dinding ventrikel ditatalaksana operasi
1. Angina pektoris tak stabil : payah jantung, syok
kardiogenik, aritmia, infark miokard akut
2. Infark miokard akut ( dengan atau tanpa ST elevasi) :
gagal jantung, syok kardiogenik , rupture korda,
ruptur hantaran , aritmia gangguan , pembentukan
rangsang, perikarditis, sindrom dressier, emboli paru.

Panduan Praktik Klinis


1.

Nama Penyakit /Diagnosis

HEMATEMESIS MELENA

2.

Batasan dan Uraian

Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam ter


yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Melena yaitu
buang air besar berwarna hitam ter yang berasal dari
saluran cerna bagian atas yang dimaksud dengan saluran
cerna bagian atas adalah saluran cerna diatas (proksimal)
ligamentum trettz mulai dari jejunum proksimal,
duodenum, gaster dan oesophagus.

3.

Kriteria Diagnosis

Muntah dan BAB darah warna hitam ter, syndrome


dyspepsia, bila ada riwayat makan obat NSAID, jamu
pegal linu, alkohol yang menimbulkan erosi/ulkus
peptikum riwayat sakit kuning/hepatitis.
Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, dapat
disertai gangguan kesadaran (prekoma/koma hepatikum)
dapat terjadi syok hipovolemik.

4.

Diagnosis Deferensial

5.

Pemeriksaan Penunjang

Darah perifer lengkap hemostosis lengkap atau masa


perdarahan , masa pembekuan, masa protrombin, elektrolit
(Natrium, Kalium, Clorida). Pemeriksaan fungsi hati
(Cholinesterase, Albumin, Globulin, SGOT/SGPT)
petanda hepatitis B dan C, endoskopi, SCBH diagnostik
atau foto rontgen, OMD, USG hati.

6.

Tata Laksana

Non farmakologis : tirah baring, puasa diet hati /lambung,


pasang NGT untuk dikompresi, pantau perdarahan.
Farmalogis :
- Transfusi darah PRC/ sesuai perdarahan yang terjadi
dan Hemoglobin pada kasus varises transfuse sampai
dengan Hb 10 gr % . Pada kasus non varises transfusi
sampai dengan Hb 12 gr %.
- Sementara menunggu darah dapat diberikan penganti
plasma ( misalnya dekstran (huma cel) atau NaCl 0,9 %
atau Rh

Hemoptoe
Hematoshezia

Untuk penyebab non varises :


1. Infeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat
pompa protein ( losec)
2. Sitoprotektor : sukralfat 3-4 x 1 gram atau Trepenon
3 x 1 tab
3. Antasida
4. Injeksi vit K untuk pasien dengan penyakit hati
kronis atau sirosis hati

Panduan Praktik Klinis


Untuk penyebab varises :
1.Somastostatin bolus 250 mg + drip 250 mikro
gram/jam IV atau ocreotik ( Sandostatin) 0,1 mg/2 jam.
Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti atau
bila mampu diteruskan 3 hari setelah sklero tata laksana
/ ligasi varises.
2.Propanolol dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat
ditingkatkan sampai tekanan diastolik turun 20 mmHg
atau denyut nadi turun 20 % ( setelah keadaan stabil
hematemesis melena (-)
3.Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tab/hari Keadaan
umum stabil
4.Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari
Bila ada gangguan hemostasis obat sesuai kelainan
Pada pasien dengan pecah varises/penyakit hati
kronik/sirosis Hepatis diberikan :
1. Laktulosa 4 x 1 sdm
2. Neomisin 4 x 500 mg
Obat ini diberikan sampai tinja normal

7.

Komplikasi

Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi


atau elektif bedah emergensi di indikasikan bila pasien
masuk dalam keadaan gawat
Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal
akut, sindrom hepatorenal, koma hepatikum, anemia
karena perdarahan

Panduan Praktik Klinis

1.

Nama Penyakit/Diagnosis

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK ( PPOK)

2.

Batasan dan Uraian

Penyakit yang ditandai dengan adanya perlambatan aliran


udara yang tidak sepenuhnya reversible. Perlambatan aliran
udara umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan
respon inplamasi yang abnormal terhadap partikel atau gas
iritan.

3.

Kriteria Diagnosis

Keluhan
- Sesak nafas
- Batuk-batuk kronis
- Sputum yang produktif
- Faktor resiko
- PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala
Anamnesis riwayat paparan dengan factor resiko, riwayat
penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat
eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya.
Komorbiditas dampak penyakit terhadap aktifitas dll,
kemungkinan mengurangi faktor resiko.
Pemeriksaan fisik :
- Pernafasan pursed lips
- Takipnea
- Dada empisemataous atau barrel chest
- Dengan tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
- Bunyi nafas vesikuler melemah
- Ekspirasi memanjang
- Ronki kering atau wheezing
Bunyi jantung jauh
Diagnosis pasti dengan uji spirometri
- FEV1/FVC < 70 %
- Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : FEV 1
pasca bronkodilator < 80 % prediksi.
Uji coba kortikosteroid
Analisis gas darah pada :
- Semua pasien dengan VEP1 < 40 % prediksi
- Secara klinis diperkirakan gagal napas atau payah
jantung kanan
PPOK Eksaserbasi Akut
- Gejala eksaserbasi : bertambah, kadang-kadang disertai
mengi, bertambahnya batuk disertai meningkatnya
sputum dan sputum menjadi lebih purulen atau berubah
warna
- Gejala non spesifik: malaise, insomnia, fatique, depresi
- Spirometri : fungsi paru sangat menurun
Etiologi Eksaserbasi :
Infeksi mukosa trakeobronkial, terutama streptococcus,
Pneumonia, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis.
Pajanan polusi udara.
Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood
Institute dan WHO (lihat tabel 1)

Panduan Praktik Klinis


4.

Diagnosis Diferesial

5.

Pemeriksaan Penunjang

6.

Tata Laksana

Asma bronchial
Bronkiektasis
Gagal jantung kongestif
Pneumonia
Sprirometri
Foto toraks
Bila eksaserbasi akut :
Analisa gas darh
DPL
Sputum gram, kultur MOR
Usaha mengurangi faktor risiko
Edukasi motivasi berhenti merokok
Farmako Tatalaksana stop merokok
Tata Laksana PPOK Stabil
Tata Laksana Farmakologis
a. Bronkodilator
Secara inhalasi ( MDI), kecuali preparat tak tersedia/tak
terjangkau
Rutin (bila gejala menetap)atau hanya bila diperlukan
( gejala intermitten).
3 golongan :
Agonis -2 fenopterol, salbutamol, albuterol,
terbutalin, formoterol, salmeterol.
Antikolinergik, ipratropium bromide, oksitroprium
bromide
Metilxantin ; teofilin lepas lambat, bila kombinasi
-2 dan steroid belum memuaskan
dianjurkan
bronkodilator
kombinasi
daripada
meningkatkan dosis bronkodilator mono Tata Laksana
b. Steroid Pada :
- PPOK yang menunjukkan respons pa uji steroid,
- PPOK dengan FEV1 < 50 % prediksi ( stadium II B
dan III)
- Eksaserbasi akut
c. Obat-obat tambahan lain
- Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroxol,
karbonsistein, gliserol iodida
- Antioksidan : N-asetil-sistein
- Immunoregulator(Imunostimulator, imunomodulator)
: tidak rutin
- Antitusif : tidak rutin
- Vaksinasi : influenza, pneumokok

Panduan Praktik Klinis

Tata Laksana Non Farmakologis


a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan
pernafasan, rehabilitasi psikososial
b.Tata laksana oksigen jangka ( > 15 jam sehari) : Pada
PPOK stadium III, AGD =
- Pa O2 < 55 mmHg, atau Sa O2 < 88 % dengan/tanpa
hiperkapnia
Pa O2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88 %
disertai hipertensi pulmonal, edema
perifer karena gagal jantung, polisitemia.
c. Nutrisi
d.
Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat
memperbaiki fungsi paru atau gerakan mekanik paru).
Tata Laksana PPOK Eksaserbasi Akut
Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut di rumah :
Bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4
hirup sehari.
Steroid oral dapat diberikan sealam 10-14 hari.
Bila infeksi : diberikan antibiotika spectrum luas
(termasuk S pneumonie, H. influenzae, M catarrhalis).
Tata Laksana Eksaserbasi Akut di Rumah Sakit
- Tata Laksana oksigen terkontrol, melalui kanul nasal
atau venture mask.
- Bronkodilator : inhalasi agonis 2 (dosis dan frekuensi
ditingkatkan) + antikolinergik. Pada eksaserbasi akut
berat : + Aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)
- Steroid : Prednisolon 30-40 mmHg PO selama 10-14
Steroid intra vena : pada keadaan berat
Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenzae, M
catarrhalis
- Ventilasi mekanik indikasi : gagal nafas akut atau
kronik.
7.

Komplikasi

Gagal nafas
Kor pulmonal
Septikemia

Panduan Praktik Klinis


1.

Nama Penyakit/Diagnosis

KEJANG DEMAM

2.

Batasan dan Uraian

Kejang demam adalah kejang yang terjadi saat demam


(suhu rectal diatas 38oC) tanpa adanya infeksi susunan
saraf pusat (SSP) atau gangguan elektrolit akut, terjadi
pada anak diatas umur 1 bulan dan tidak ada riwayat
kejang tanpa demam sebelumnya, kejang demam terjadi
pada 2-5 % anak dengan umum berkisar antara 6 bulan
sampai 5 tahun insiden tertinggi pada umum 18 bulan.
Kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks, kejang demam kompleks adalah
kejang demam fokal, lebih dari 15 menit atau berulang
dalam 24 jam. Pada kejang demam sederhana kejang
bersifat umum singkat dan hanya sekali dalam 24 jam.
Manifestasi klinis
Anamnesa
- Ada kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang frekwensi, interval, pasca kejang
penyebab kejang diluar SSP.
- Riwayat kelahiran, perkembangan, kejang demam
dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga (kakak-adik,
orang tua).
- Singkirkan dengan anamnesis penyebab kejang yang
lainnya.
Pemeriksaan fisik
Kesadaran suhu tubuh tanda rangsang meningeal, tanda
peningkatan tekanan intra kranial dan tanda infeksi diluar
SSP.
Pemeriksaan nervi kranialis
Umumnya tidak dijumpai adanya kelumpuhan nervi
kranialis

3.

Kriteria Diagnosis

- Kejang didahului oleh demam


- Pasca kejang anak sadar kecuali kejang lebih dari 15
menit
- Pemeriksaan punksi lumbal normal

4.

Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan laboratorium dilakukan sesuai indikasi


untuk mencari penyebab demam. Periksa dapat
meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit,
serum kalsium, forfor, magnesium, ureum, creatinin,
urinalisis, biakan darah, urin feces
- Punksi lambung (LP) sangat dianjurkan pada anak
dibawah umur 21 bulan, dianjurkan pada umur 12 bulan
18 bulan dan diperteimbangkan pada anak umur
diatas 18 bulan atau dicurigai meningitis.

10

Panduan Praktik Klinis


- Pemeriksaan pencitraan (CT Scan atau MRI kepala)
dapat diindikasikan pada keadaan :
Adanya riwayat atau tanda klinis trauma kepala
Kemungkinan lesi struktural di otak (mikrosefal,
spastis)
- EEG elektro ensefalografi dipertimbangkan pada
keadaan kejang demam atipikal ( misal kejang demam
kompleks pada anak usia 8 tahun).
5.

Tata Laksana

Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada


bagan tatalaksana penghentian kejang (lihat algoritma)
pengobatan kejang demam terdiri dari profilaksis
intermiten pada saat demam dan profilaksis terus menerus
( jangka panjang).
a. Profilaksisi intermiten
Antipiretik
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka
tujuan utama pengobatan adalah mencegah demam
meningkat. Pemberian obat panas asetaminofen 10-15
mg/kg/hari setiap 4-6 jam atau ibuprofen 5-10
mg/kg/hari tiap 4-6 jam.
Anti kejang
Diberikan diazepam oral 0,3 mg/kg/hari tiap 8 jam saat
demam atau diazepam rektal 0,5 mg/kg/hari setiap 8
jam bila demam diatas 38oC.
b. Profilaksis jangka panjang
Pengobatan jangka panjang diberikan bila ada >
keadaan berikut :
1. Kejang demam > 15 menit
2. Adanya defisit neuroligis yang jelas baik sebelum
maupun sesudah kejang (misal palsi serebral,
retardasi mental atau mikrosefal).
3. Kejang demam fokal
4. Adanya riwayat epilepsi dalam keluarga
5. Dipertimbangkan bila
- Kejang demam pertama pada umur dibawah 12
bulan
- Kejang berulang dalam 24 jam
- Kejang demam berulang ( > 4 x pertahun).
Adapun obat antikonvulsan yang diberikan adalah asam
valproat 15-40 mg/kg/hari atau fenobarbital 3-5
mg/kg/hari dengan lama pengobatan satu tahun.

11

Panduan Praktik Klinis


PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA SAAT TERJADI KEJANG DEMAM
I. 5-15 menit

Kejang
Perhatikan jalan nafas kebutuhan O2 atau bantuan
pernafasan
Bila kejang menetap dalam 3-5 menit :
Diazepam rectal 5 mg/kg
5 - 10 kg : 5 mg
> 10 kg : 10 mg
atau
Diazepam IV (0,2-0,5 mg/kg/dosis)
Dapat diberikan 2 kali dosis dengan interval
5-10 menit

II. 15-20 menit


(Pencarian akses vena dan pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi)

Kejang (-)

Kejang (+)
Fenitoin IV (15-20 mg/kg)
diencerkan dengan NaCl 0,9 %
diberikan selama 20 menit atau
dengan kecepatan 50 mg/menit

III. > 30 menit : Status Konvulsivus

Kejang (-)

Kejang (+)

Dosis pemeliharaan
Fenitoin IV 5-7 mg/kg
diberikan
12
jam
kemudian

Kejang (-)

Fenobarbital IV/IM
10-20 mg/kg

Kejang (+)

Dosis pemeliharaan
PERAWATAN RUANG INTENSIF
Fenobarbital IV/IM 5-7 mg/kg
Diberikan 12 jam kemudian
Gambar : Algoritma pengobatan medikamentosa saat terjadi kejang demam
Sumber : Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, 2005

12

Panduan Praktik Klinis

Pencegahan dan Pendidikan


Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 18 bulan
3. Tingginya suhu saat kejang
4. Lamanya demam
5. Riwayat epilepsi dalam keluarga
Adapun faktor resiko kemungkinan menjadi epilepsi adalah :
1. Gangguan neuroclevelop mental
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi dalam keluarga
4. Lamanya demam
5. Adanya lebih dari gejala kejang demam kompleks
Angka berulang kejang demam adalah 30-40 %, sedangkan resiko menjadi epilepsi antara 2-4 % .
Bila didapatkan empat atau lebih faktor resiko resiko berulangnya adalah 80 % bila tidak ada
resiko berulangnya 10-15 %

13

Panduan Praktik Klinis

1.

Nama Penyakit/Diagnosis

KETO ASIDOSIS DIABETIKUM

2.

Batasan dan Uraian

Kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi insulin


absolute atau relative dan merupakan komplikasi akut
diabetes mellitus yang serius. Gambaran klinis utama
KAD adalah Hiperglikemia, ketosis dan asidosis
metabolik
Faktor pencetus :
- Infeksi , infark miokard akut, pankreatitis akut
- Penggunaan obat golongan steroid
- Penghentian atau pengurangan dosis insulin
Diagnosis klinis :
- Keluhan poliuri polidipsi
- Riwayat berhenti menyuntik insulin
- Demam / infeksi
- Muntah
- Nyeri perut
- Kesadaran : compos mentis, delirium, koma
- Pernafasan cepat dan dalam (kussmaul)
- Dehidrasi (turgor kulit , lidah dan bibir kering)
Dapat disertai syok hipovolemik

3.

Kriteria Diagnosis

Kadar glukosa > 250 mg/dl


PH < 7,35
HCo3 : rendah
Aniton gap : tinggi
Keton serum : (+) dan atau keton urin

4.

Diagnosis Deferensial

- Ketosis diabetik
- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik /hiperglikemik
hiperosmolar state
- Ensefalopati uremikum, asidosis uremikum
- Minum alkohol, ketosis alkoholik
- Ketosis hipoglikemia
- Ketosis starvasi
- Asidosis laktat
- Asidosis hiper kloremik
- Kelebihan salisilat
- Drug induced asidosis
- Encefalopati karena infeksi
- Trauma capitis

5.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan cito
- Gula darah
- Elektrolit
- Ureum, kreatinin
- Aseton darah
- Urin rutin
- AGD
- EKG

14

Panduan Praktik Klinis


Pemantauan
- Gula darah tiap jam
- Natrium, kalium, clorida tiap 6 jam selama 24 jam
selanjutnya sesuai keadaan
- AGD bila PH < 7 saat masuk diperiksa tiap 6 jam
s/d PH > 7,1 selanjutnya setiap hari sampai stabil.
Pemeriksaan lain :
- Kultur darah
- Kultur urin
- Kultur pus
6.

Tata Laksana

Akses IV 2 jalur, salah satunya dicabang 2 way


1.Cairan
- NaCl 0,9 % diberikan + 1-2 liter pada 1 jam pertama
lalu + 1 liter pada jam kedua lalu + 0,5 liter pada jam
ketiga dan keempat dan 0,25 liter pada jam kelima
dan keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan.
- Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5
L , jika Na > 155 mEq/l ganti cairan dengan NaCl
0,45 % , Jika GD < 200 mg/dl ganti cairan dengan
dextrose 5 %

2.

Insulin (regular insulin : RI)


Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan
RI bolus 180 mu/kgBB IV dilanjutkan.
RI drip 90 mg/kgBB/jam dalam NaCl 0,9 %
Jika GD < 200 mg/dl kecepatan dikurangi RI drip
45 mg/kg/BB/jam dalam NaCl 0,9 %
- Jika GD stabil 200-300 mg/dl selama 12 jam RI
drip 1-2 u/jam IV, disertai sliding scale setiap 6 jam
GD (mg/dl
RI (Unit Subkutan)
< 200
0
200-250
5
250-300
10
300-350
15
> 350
20
-

- Jika kedua GD ada yang < 100 mg/dl drip RI


dihentikan.
- Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan
kebutuhan insulin sehari, dibagi 3 dosis sehari SC
sebelum makan
3. Kalium
- Kalium ( Kcl) drip dimulai bersamaan dengan drip
RI dengan dosis 50 mg/6 jam syarat tidak ada gagal
ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan
tinggi pada EKG dan jumlah urine cukup adekuat

15

Panduan Praktik Klinis

- Bila kadar K pada pemeriksaan elektrolit kedua :


< 3,5 drip Kcl 75 meq/6 jam
3,0 - 4,5 drip Kcl 50 meq/6 jam
4,5 - 6,0 drip Kcl 25 meq/6 jam
> 6,0 drip di stop
- Bila sudah sadar diberikan K oral selama seminggu
4. Bicarbonat
Drip 100 meq bila pH < 7,0 disertai Kcl 26 meq drip
80 meq bila pH 7,0 7,1 disertai Kcl 13 meq drip
Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemia
yang mengancam
5. Tata Laksana Umum
O2 bila PO2 < 80 mmHg
Antibiotika adekuat
Heparin bila ada DIC atau hiperosmolar
( > 380 mosm/L)
Tata Laksana disesuaikan dengan pemantauan klinis
Tekanan darah frekuensi nadi pernafasan
temperatur setiap jam
Kesadaran setiap jam
Keadaan hidrasi (turgor lidah) setiap jam
Produksi urin setiap jam
Cairan infus yang masuk setiap jam
Dan pemantauan lab (lihat pemeriksaan penunjang)
7.

Komplikasi

Syok hipovolemik
Edema paru
Hipertrigliseridemia
Infark miokard akut
Hipoglikemia
Hipokalemia
Edema otak
Hipokalsemia

16

Panduan Praktik Klinis

1.

Nama Penyakit /Diagnosis

GANGGUAN
(STROKE)

2.

Kriteria Diagnosis

Kelainan Neurologik fokal yang timbul mendadak akibat


gangguan aliran darah lokal di otak (klinis dapat berupa :
Hemiparesis/plegi. Hemi hipestesi, Asfasia, Amurosis
fugax, kelumpuhan saraf-saraf otak, vertigo, disertai
gangguan kesadaran/tidak, dll).

Non Hemoragik dapat


berupa

Gangguan peredaran otak sepintas (Transient Ischemic


Arrack : TIA) dan Reversible Ischemic Neurological
Defisit : RIND).
Trambosis serebri
Embolis serebri

Hemorhagik

Peredaran intraserebral
Peredaran sub trakhnoid

3.

Diagnosis Diferensial

Trauma ( Kontusio serebri)


Infeksi otak/selaput otak
Tumor otak

4.

Pemeriksaan Penunjang

5.

Konsultasi

6.

Perawatan RS

7.

Terapi

PEREDARAN

DARAH

OTAK

Pungsi Lumbal, CT Scan Otak, Arteriografi, MRI


Dopler, dll ( bila ada).
Laboratorium : darah tepi rutin, trombosit,
Hematokrit, agregasi platelet (bila mungkin ), Ureum,
Kreatinin, Asam Urat, Kholesterol (Total, HDE, dan
LDL) , Gula darah urine rutin
Foto Toraks, EKG
Penyakit Dalam bagian ginjal dan hipertensi,
jantung, endokrin)
Bedah saraf (bagi yang hemoragik)
Bedah Vaskuler (trombektomi, dll) tapi jarang
dilakukan
Untuk penderita baru (kurang dari 10 hari) dan
penderita dengan progresifitas penyakitnya, segera
dirawat.
Untuk penderita yang sudah lama atau yang
ringan , dapat berobat jalan, atau tergantung keadaan
Memperbaiki oksigenasi jaringan otak dengan
mengoreksi gangguan pernafasan (sesuai dengan
hasil pemeriksaan astrup), dan lain-lain.
Memperbaiki aliran darah ke otak (tekanan darah
yang optimal, kekentalan darah, memperbaiki
gangguan fungsi otak), dan lain-lain
Anti Edema : Pada yang baru (kurang dari 10 hari)
diberi Glycerol, manitol, steroid dan lain-lain, bila
tak ada kontra indikasi.

17

Panduan Praktik Klinis

- Memperbaiki keadaan umum


- Memperbaiki gangguan metabolik (sesuai dengan
pemeriksaan gula, ureum dan lain-lain).
- Fisioterapi dan latihan bicara pada afasis.
- Untuk memperbaiki metabolisme otak dapat ditambah
dengan obat-obatan Piracetam, Citicholin, Pentaksifilin,
Kodergokrin dan lain-lain.
- Pada Perdarahan subarakhnoid ditambah dengan obatobatan golongan anti fibrinolitik misal : Transamin.
- Pada perdarahan dipertimbangkan tindakan operasi
- Pada yang non hemoragik dengan hiperagregasi
trombosit, diberi anti platelet agregasi misalnya asam
salisilat, dan lain-lain.
8.

Standard RS

9.

Penyulit

9.1. Karena Penyakit

- Peredaran atau infark makin luas


- Infark yang diikuti perdarahan (infark Hemoragik).
- Ada komplikasi penyakit lain (jantung, ginjal, diabetus
mellitus, dan lain-lain)

9.2 Karena Tindakan

Jarang

Informed Consent (tertulis)

Perlu

10.

Semua RS, bila ada penyulit atau ada indikasi operasi


rujuk ke RS yang lebih lengkap

11.

Standard Tenaga

Dokter umum bila tak ada dokter spesialis

12.

Lama Perawatan

13.

Masa Pemulihan

1-3 bulan, sebagian tak dapat bekerja lagi

14.

Output

- TIA dan RIND dapat sembuh total secara klinis


- Yang lainnya umumnya sembuh parsial (ada sequale)
- Karena biasanya disertai penyakit lainnya (jantung,
ginjal dan hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain)
komplikasi jadi tumpang tindih

15.

PA

Bila dilakukan tindakan bedah (tidak begitu penting)

16.

Autopsi

Bila perlu (permintaan polisi, badan hukum, asuransi, atau


yang berwenang lainnya, seizin keluarga).

Non Hemoragik : 2 minggu


Hemoragik : 3-4 minggu, tergantung keadaan

18

Panduan Praktik Klinis

1.

Nama Penyakit /Diagnosis


A. Saraf Pusat
a.Trauma kapitis ( Kepala )
1. Komosio Serebri
ICD 850-854
2. Kontusio Srebri
ICD 851
3. Edema Serebri Taumatika
ICD 854
4. Perdarahan Epidura
ICD 852

: TRAUMA SUSUNAN SYARAF


- ICD 850-854 Intracranial Injury
:

Concussion

Cerebral Laceration and Contusion

Intracanial injury

Subarachnoid, subdural and extradural haemorrhage,


following injury.

5. Perdarahan Subdura
ICD 852

Subarachnoid, subdural and extradural, Haemorrhage,


following injury.

6. Disertai fraktur tengkorak


terbuka atau tertutup

ICD800.1

Fraktur linier, fraktur impresi atau fraktur dasar


tengkorak
Fracture of skull closed with intracranial injury

800.3

Fracture of skull open with intracranial injury

1. Komosio Medula Spinalis


ICD 907.2

Late effect of spinal cord injury

2. Kontusio Medulla Spinalis


ICD 907.2

Late effect of spinal cord injury

3. Disertai luksasi atau


fraktur vertebra
ICD 806

Fracture of vertebral columns with spinal cord lesion

Late effect of injury to nerve root (s) spinal plexus (es)


and other nerves of trunk.

Late effect of injury to peripheral nerve of shoulder


girdle and upper limb
Late effect of injury to peripheral nerve of pelvic girdle
and lower limb

b.Trauma Medula Spinalis

B. Saraf Perifer :
1. Avulsi Radiks ICD 907.3
2. Lesi Pleksus
3. Lesi Saraf Perifer
ICD 907.4
907.5

19

Panduan Praktik Klinis

2.

Kriteria Diagnosis
A. Anamnesis/dilihat sendiri

a. Trauma kapitis (kepala) :


- Pingsan, muntah, amnesia, retrograde, pusing, dll.
- Gangguan fungsi saraf (kesadaran menurun,
kelumpuhan, kejang, dll).
b. Trauma tulang belakang :
- Gangguan medula spinalis (kelumpuhan anggota
gerak dengan gangguan nivo sensibilitas serta
gangguan antonom miksi dan defekasi

B. Anamnesis trauma dan ditemukan kelumpuhan neuron motorik perifer. Biasanya sebagian
saraf perifer saja
3.

Diagnosis Diferensial

- Gangguan peredaran darah otak, tumor otak atau


epilepsi yang dicetuskan waktu trauma.
- Mono Neuropati Akut

4.

Pemeriksaan Penunjang

- Foto rontgen tengkorak/vertebra. CT


Otak/Medula spinalis.
- EEG, Arteriografi
- Pungsi Lumbal (bila tak ada kontra indikasi)

5.

Konsultasi

: Bedah saraf/bedah (tergantung indikasi)

6.

Terapi
6.1 Untuk Komosio serebri ( a.1)
6.2 Untuk yang lainnya ( a.2
dan b.3)

Scan

: - Istirahat dan Observasi


- Simptomatis
: - Mencegah dan mengatasi edema yang sering terjadi,
misal Deksamegaton, manitol dan lain-lain.
- Fisioterapi terutama pada trauma medulla spinalis (b)
- Yang disertai fraktur terbuka, langsung dikirim ke
bagian bedah saraf. Pada Fraktur impresi, tindakan
bedah saraf tergantung dari dalamnya impresi
(mengenai jaringan otak atau tidak).

6.3 Untuk trauma saraf perifer

: Roboransia dan fisioterapi


Anti edema bila perlu, kadang-kadang ditambahkan obatobat yang dapat memperbaiki aliran darah ke bagian
perifer. Konsultasi bedah saraf

7.

Perawatan RS

: Sebaiknya segera dirawat untuk observasi. Bila timbul


komplikasi agar segera dapat ditanggulangi, minimal tiga
hari pertama (masa yang sering terjadi pemburukan pada
perdarahan epidura). Bila hanya saraf perifer saja yang
terganggu dan tidak total penderita dapat berobat jalan
saja.

8.

Standard RS

: Pada Komosio Serebri: Semua RS


Yang lainnya
: Minimal RS Kelas C

20

Panduan Praktik Klinis

9.

Penyulit
9.1 Karena penyakit

:
:

9.2. Karena Tindakan

- Fungsi lumbal pada tekanan intra kranial yang tinggi,


dapat menyebabkan herbiasi otak melalui foramen
magnum yang dapat menyebabkan kematian mendadak
- Kematian mendadak dapat pula terjadi akibat
manipulasi yang berlebihan pada penderita cedera
medula spinalis terutama cedera di daerah servikal atas

10.

Informed Consent (tertulis)

Terutama untuk yang dicurigai berat

11.

Standard Tenaga

Dokter spesialis, dokter umum ditempat yang tidak ada


dokter spesialis

12.

Lama Perawatan

Untuk yang ringan 3 hari


Untuk yang berat : tergantung keadaan

13

Output

: Komosio ringan : sembuh total


Yang lainnya sering ada keluhan /gejala sisa

14.

PA

: Bila ada tindakan operatif

15.

Autopsi

: Sering diperlukan, karena kausanya suatu kekerasan,


sering diperlukan untuk kepentingan hukum.

- Perdarahan yang makin banyak misalnya perdarahan


epidura
- Edema serebri yang makin luas
- Gangguan jiwa organik

21

Panduan Praktik Klinis

1.

Nama Penyakit/Diagnosis

PERDARAHAN ANTE PARTUM


Perdarahan pervaginam pada usia kehamilan 20
minggu atau lebih

2.

Kriteria Diagnosis

2.1 Anamnesis

a. Perdarahan pervaginam pada usia kehamilan 20 minggu


atau lebih, perdarahan spontan tanpa aktifitas atau
akibat, trauma pada abdomen.
b.Nyeri atau tanpa nyeri kontraksi uterus
c. Beberapa faktor predisposisi :
Riwayat Solusio Plasenta
Perokok
Hipertensi
Multi paritas
Pemeriksaan fisik Umum :
Keadaan tensi, nadi, pernafasan .

Obstetrik

1. Periksa luar :
- Bagian terbawah janin belum/sudah masuk PAP
- Apakah aa kelainan letak /tidak
2. Inspekulo : Apakah perdarahan berasala dari ostioum
uteri atau dari kelainan serviks dan vagina
3. Perabaan Fornises : hanya dikerjakan pada presentasi
kepala
4. PDMO : BIla akan mengakhiri kehamilan/persalinan
5. USG

3.

Diagnosis Diferensial
3.1. Solusio Plasenta

:
:

Terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada fundus


uteri/corpus uterin sebelum janin lahir.
a. Ringan : Perdarahan kurang dari 100-200 cc. Uterus
tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup,
pelepasan plasenta kurang dari 1/6 bagian permukaan,
kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg %
b. Sedang : Perdarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang
terdapat tanda renjatan gawat janin atau janin telah
mati, pelepasan plasenta sampai 2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg %
c. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik,
terdapat tanda renjatan, biasanya janin telah mati,
pelepasan plasenta bisa terjadi pada lebih dari 2/3
bagian permukaan atau kesleuruhan bagian
permukaan.

22

Panduan Praktik Klinis

3.2. Plasenta Previa

3.3. Vasa Previa

4.

Plasenta yang letaknya tidak normal sehingga menutupi


sebagian atau keseluruhan pembukaan jalan lahir (ostium
uteri internum). Pembukaan jalan lahir.
Tali pusat berinsersi pada selaput ketuban dimana
pembuluh darahnya berjalan diantara lapisan amnion dan
korion melalui pembukaan serviks

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Kardiotokografi

Laenek, Dopler, untuk menilai status janin

USG

Menilai letak plasenta, usia gestasi, keadaan janin

5.

Konsultasi

Spesialis anak, anestesi, penyakit dalam

6.

Perawatan RS

Rawat nginap, segera

7.

Terapi

Medik dan bedah

7.1. Tidak terdapat renjatan

Usia gestasi kurang dari < 36 minggu/ Taksiran Berat


Fetus kurang dari 2500 gr :

7.1.1. Solusio Plasenta


a. Ringan

b. Sedang / Berat

:
:

Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Waktu pembekuan darah
Waktu Protrombin
Waktu Tromboplastin parsial
Elektrolit plasma

- Ekspektatif, tunggu persalinan spontan, Bila ada


perbaikan , perdarahan berhenti, kontraksi uterus tidak
ada, janin hidup :
- Tirah baring
- Atasi anemi
- USG dan KTG serial, kalau menungkinkan
Aktif, mengakiri kehamilan, bila keadaan
memburuk, perdarahan berlangsung terus, kontraksi
uterus terus berlangsung, dapat mengancam ibu/janin :
- Partus pervaginam (Amniotomi/ Oksitosin infus)
- Seksio Sesarea bila pelvik scor < 5 atau persalinan
masih > 6 jam
-

Resusitasi cairan
Atasi anemi (Transfusi darah)
Partus pervaginam : ila diperkirakan partus dapat
berlangsung dalam 6 jam ( amniotomi dan infus
Oksitosin)
Partus Perabdominal : Bila partus pervaginam
diperkirakan tidak dapat berlangsung dalam 6 jam.

23

Panduan Praktik Klinis

7.1.2. Plasenta Previa

a. Perdarahan sedikit, dirawat sampai usia kehamilan 38


minggu, mobilisasi bertahap. Bila ada kontraksi, lihat
penanganan persalinan preterm
b. Perdarahan banyak :
- Resusitasi cairan
- Atasi Anemia ( transfusi darah).
- PDMO : Plasenta Previa : partus
Preabdominal
Bukan Plasenta Previa :
partus pervaginam
(Amniotomi Pitosin infus).

7.1.3. Vasa Previa

7.2 Tidak terdapat renjatan

Test ( Apt) positif (terdapat darah janin)


Pembuluha darah janin dapat diraba melalui
pembukaan serviks
Vasa
previa
terlihat
melalui
spekulum/Amnioskopi
Bila janin mati : partus pervaginam
janin hidup : partus perabdominal

:
Usia gestasi 37 minggu atau lebih / Taksiran Berat Fetus
2500 gr atau lebih :

7.2.1. Solusio Plasenta

:
Ringan/sedang/berat : Partus perabdominal bila persalinan
pervaginam diperkirakan berlangsung lama.

7.2.2. Plasenta Previa

7.2.3. Vasa Previa

Janin mati Partus pervaginam


Jainin hidup Partus perabdominal

7 ..3. Terdapat Renjatan


7.3.1. Solusio Plasenta

7.3.2. Plasenta Previa

PDMO :
Plasenta Previa Partus
Perabdominal Seksio Sesarea
Bukan Plasenta Previa Partus Pervaginam

Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi darah


Bila ada renjatan tidak teratasi, upayakan tindakan
penyelamatan yang optimal
Bila renjatan dapat teratasi : pertimbangan untuk
partus perabdominal bila janin masih hidup atau bila
persalinan pervaginam diperkirakan berlangsung
lama.
Atasi renjatan, Resusitasi cairan dan transfusi darah
Bila
tidak
teratasi,
upayakan
tindakan
penyelamatan optimal
Bila teratasi : Partus Perabdominal.

24

Panduan Praktik Klinis

8.

Penyulit
8.1. Karena Penyakit
a. Pada Ibu

:
:
:

b. Pada Janin

8.2. Karena Tindakan /terapi


a. Pada Ibu

b. Pada janin
9.

Renjatan
Gagal ginjal akut/akut tubular nekrosis
DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
Plasenta Acreta
Atonia Uteri /Uterus Couvelaire
Perdarahan pada implantasi uterus di segmen
bawah

Asfiksia
BBLR
RDS

Reaksi Transfusi
Kelebihan cairan
Renjatan
Infeksi

Asfiksia
Infeksi

Inform Consent (tertulis)


Diperlukan, saat pasien masuk RS

10. Lama perawatan

:
7 hari (tanpa komplikasi)

11.

Masa pemulihan
:

6 minggu setelah tindakan/melahirkan

- Komplikasi : Diharapkan minimal / tidak ada


- Kesembuhan : Diharapkan sempurna

12. Output
13. PA

14. Autopsi /Risalah Rapat

Tidak ada yang khusus


Tidak ada yang khusus

25

Panduan Praktik Klinis

1.

Nama Penyakit/Diagnosis

NYERI AKUT ABDOMEN KANAN ATAS

2.

Kriteria Diagnosis

Riwayat nyeri mendadak daerah abdomen kanan


atas/epigastrium.
Nyeri dapat menjalar ke daerah pinggang dan kearah bahu
atau dirasakan menembus ke belakang. Nyeri dapat
bersifat kolik atau terus menerus.
Demam
Mual dan muntah
Pemeriksaan fisik :
Tanda-tanda peritonitis lokal daerah abdomen kanan atas

3.

Diagnosis Diferensial

Kolisistitis akut
Pankreatitis akut
Perforasi tukak peptic

4.

Pemeriksaan Penunjang

4.1. Laboratorium :
- rutin
- khusus : faal hati
amilase darah & urin
4.2. USG
4.3. Foto polos abdomen 3 posisi

5.

Konsultasi

Spesialis bedah

6.

Perawatan RS

Rawat inap segera

7.

Terapi

8.

Standard RS

RS Tipe C

9.

Penyulit

Peritonitis umum dan sepsis

10. Informed Concent ( tertulis)

Perlu

11.

Standard tenaga

Spesialis Bedah

12. Lama Perawatan

3-5 hari

13. Masa Pemulihan

7-10 hari

14. Output

Bila diagnosis kolesistitis


kolesistektomi setelah 2 bulan

15. PA

Puasa
Pemasangan pipa lambung
IVFD
Pembedahan akan dilakukan bila peritonitis meluas
melebihi satu kuadran atau ada udara bebas pada foto
abdomen.

akut,

perlu

tindakan

26

Panduan Praktik Klinis


16. Autopsi /Risalah rapat

1.

Nama Penyakit/Diagnosis

EDEMA PARU AKUT

2.

Batas dan Uraian

Akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat


peninggian tekanan intravascular

3.

Diagnosis

Riwayat sesak nafas yang bertambah hebat dalam waktu


singkat (jam atau hari) disertai gelisah, batuk dengan
sputum berbusa kemerahan
Pemeriksaan fisik :
1. Sianosis sentral
2. Sesak nafas dengan bunyi napas melalui mukus
berbuih
3. Ronkhi basah nyeri di basal paru kemudian
memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadangkadang disertai ronki kering dan ekspirasi yang
memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut
asma kardial
4. Takikardia dengan gallop S3
5. Murmur bila ada kelainan katup
Elektrokardiografi :
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau
fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung.
Gambaran infark, LVH atau aritmia bisa ditemukan
Laboratorium :
Gas darah menunjukkan pO2 rendah, pCO2 mula-mula
rendah dan kemudian hiperkapnia.
Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya
miokard
Foto toraks :
Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian makin
ke arah aspeks paru.
Kadang-kadang timbul efusi pleura
Ekokardiografi tergantung penyebab gagal jantung
Kelainan katup
Hipertrofi ventrikel (hipertensi)
Segmental wall motio abnormality (PJK)
Umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan
atrium kiri

4.

Diagnosis Diferensial

Edema paru akut non kardiak


Emboli paru
Asma bronchial

5.

Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin , ureum, kreatinin, analisa gas darah,


elektrolit, urinalisa, foto toraks, EKH, Enzim jantung, CK-

27

Panduan Praktik Klinis


CKMB, Troponin
angiografi koroner.
6.

Tata Laksana

7.

Komplikasi

T,

Echocardiografi

transtorakal,

1. Posisi duduk
2. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu
dengan masker. Jika memburuk : pasien makin sesak,
takipnu, ronki bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan > 60 mmHg dengan O2 konsentrasi
dan aliran tinggi, retensi CO 2, hipoventilasi, atau
tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat : dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan
ventilator/bipep.
3. Infus emergensi
4. Monitor tekanan darah , monitor EKG, oksimetri bila
ada
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena
Nitrogliserin peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika
tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika
tidak memberi hasil memuaskan maka dapat
diberikan nitroprusid. Nitroprusid IV dimulai dari
dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon
dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan
perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik
85-90 mmHg pada pasien yang terjadinya
mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ organ
vital.
6. Morfin sulfat : 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25
menit sampai total dosis 15 mg
7. Diuretik: furosemid 40-80 mg IV bolus dapat
diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau
dilanjutkan drip kontinu sampai dicapai produksi urin
1 ml/kg/BB/jam.
8. Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hipoperfusi) :
Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2-10
ug/kg/BB/menit untuk menstabilkan hemodinamik.
Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau
keduanya.
9. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark
miokard
10. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia
berat, asidosis atau tidak berhasil dengan Tata laksana
oksigen.
11. Atasi aritmia atau gangguan konduksi
12. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut,
seperti regurgitasi, VSD, dan ruptur dinding ventrikel
atau kordatendinae.
Gagal napas

28

Panduan Praktik Klinis

1.

Nama Penyakit /Diagnosis

: DIARE AKUT

2.

Definisi

: Diare akut adalah buang air besar > 3 kali dalam 24


jam dengan konsistensi cair dan berlangsung < 1
minggu.

3.

Kriteria Diagnosis

: 1.Tentukan derajat dehidrasi dari anamnesis dan


pemeriksaan fisik
2. Tentukan rencana terapi :
- Tanpa dehidrasi (kehilangan < 5% BB)
- Dengan dehidrasi ringan sedang ( kehilangan
5-10% BB).
- Dehidrasi berat (kehilangan > 10% BB)

4.

Pemeriksaan Penunjang

5.

Konsultasi

: Spesialis anak

6.

Terapi

Pada sebagian besar kasus tanpa dehidrasi atau


dengan dehidrasi ringan tidak diperlukan
pemeriksaan penunjang.
- Pada dehidrasi berat perlu dilakukan pemeriksaan
elektrolit serum, ureum dan kreatinin, kadar gula
darah, dan analisis gas darah.
- Pemeriksaan tinja rutin atau analisis tinja.
-

1.

Rehidrasi oral bila tidak ada kontraindikasi, bila


ada kontraindikasi maka harus pemberian secara
parenteral.
Volume cairan disesuaikan derajat dehidrasi.
- Tanpa dehidrasi : oralit dan ASI, oralit
diberikan sesuai usia setiap kali buang air besar
atau muntah dengan dosis :
< 1 tahun 50 100 cc
1 5 tahun 100 200 cc
> 5 tahun : semaunya
Dehidrasi tidak berat : rehidrasi dengan oralit 75
cc/Kg BB dalam 3 jam pertama dilanjutkan
pemberian kehilangan cairan yang sedang
berlangsung sesuai umur seperti diatas setiap kali
buang air besar.
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral dengan
cairan RL atau ringer asetat 100 cc /Kg BB. Cara
pemberian :
< 1 tahun 30 cc/KgBB dalam 1 jam pertama,
dilanjutkan 70 cc/KgBB dalam 5 jam berikutnya.
> 1 tahun 30 cc/KgBB dalam jam pertama,
dilanjutkan 70 cc/KgBB dalam 2
jam
berikutnya.
Minum diberikan jika pasien sudah mau minum 5
cc/KgBB selama proses rehidrasi.

29

Panduan Praktik Klinis

7.

Penyulit

2. Pemberian makanan secepatnya


3. Medikamentosa :
- antiemetik, antimotilitas, antidiare kurang
bermanfaat bahkan dapat menyebabkan
komplikasi yang serius.
- Antibiotik tidak efektif pada infeksi virus dan
terindikasi hanya pada keadaan :
a.
Pa
togen telah diindentifikasi
b.
Pa
sien dengan defek imun
c.
K
olera
d.
B
ayi < dari 3 bulan dengan biakan tinja
yang positip.
Antibiotik sesuai dengan hasil pemeriksaan
penunjang.
Sebagai
pilihan
adalah
kotrimoksasol, amoksisilin dan atau sesuai
hasil uji sensitifitas.
- Antiparasit : metronidasol
4. Pemberian Zn bermanfaat pada anak malnutrisi
dengan diare.
5. Pemberian imunoglobulin oral untuk terapi
:
diare akut
6. Penggunaan probiotik
7. Pencegahan dan edukasi
Asidosis, hipokalemi, shok, kejang.

30

Panduan Praktik Klinis

1.

Nama Penyakit /Diagnosis

: DEMAM BERDARAH DENGUE

2.

Kriteria Diagnosis

3.

Diagnosa Diferensial

: Kriteria klinis ( WHO tahun 1997 ) :


a.
Dem
am tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas,
berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
b.
Terd
apat manifestasi perdarahan, termasuk uji
bendung positip, petekie, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, melena.
c.
Pem
besaran hati.
d.
Syo
k, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan
tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin,
kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
Kriteria laboratorium
a. Trombositopenia ( 100.000 / L atau kurang ).
b.
Hem
okonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit
20% menurut standar umur dan jenis kelamin.
c. 2 kriteria klinis pertama dan trombositopenia dan
:
hemokonsentrasi, serta dikonfirmasi secara uji
serologic hemaglutinasi.
-

4.

5.

Pemeriksaan Penunjang

Konsultasi

Selama fase akut penyakit, sulit untuk


membedakan DBD dari demam dengue dan
penyakit virus lain yang ditemukan di daerah
tropis.
- Penyakit infeksi lain seperti sepsis, meningitis
meningokokkus.
: - Penyakit darah seperti trombositopenia purpura
idiopatik, leukemia, anemia aplastik.
- Darah tepi perifer.
- Pada apusan darah perifer juga dapat dinilai
limfosit plasma peningkatan 15 % menunjuang
diagnosis DBD
- Pemeriksaan uji serologis, uji hemaglutinasi
inhibisi dilakukan saat fase akut dan fase
konvalesen.
- Pemeriksaan radiologis :
- Foto toraks dilakukan atas indikasi
:
- USG : efusi pleura, kelainan dinding vesika
felia dan dinding buli buli.

31

Panduan Praktik Klinis


Spesialis anak
Rujuk ICU anak atas indikasi :
- Syok berkepanjangan (syok tidak teratasi lebih
dari 60 menit ).
- Syok berulang (pada umumnya disebabkan oleh
perdarahan internal).
- Perdarahan saluran cerna
- DBD ensefalopati
6.

Perawatan rumah sakit

7.

Terapi

:
Rawat inap
Terapi DBD tanpa syok (derajat I dan II)
a. Medikamentosa :
- Antipiretik, dianjurkan pemberian parasetamol
- Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang
tidak diperlukan untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati.
- Kortikosteroid dan antibiotik diberikan pada
DBD ensefalopati.
- Kortikosteroid tidak diberikan apabila terdapat
perdarahan saluran cerna.
b. Supportif
- Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai
akibat peningkatan permiabilitas kapiler dan
perdarahan
Cairan intra vena diperlukan apabila (1)
anak terus menerus muntah, tidak mau minum,
demam tinggi, dehidrasi dapat mempercepat
terjadinya syok. (2) nilai hematokrit cenderung
meningkat pada pemeriksaan berkala.
Terapi DBD disertai syok (Sindrom Syok
Dengue, derajat III dan IV ) :

- Penggantian volume plasma segera, cairan


intra vena larutan ringer laktat 10 20
ml/Kg BB secara bolus dalam waktu 30
menit. Apabila syok belum teratasi tetap
berikan ringer laktat 20 ml/Kg BB
ditambah koloid 20 30 ml/Kg BB/jam
maksimal 1500ml/hari.
- Pemberian cairan 10 ml/KgBB/jam tetap
diberikan sampai 24 jam pasca syok. Volume
cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB/jam dan
selanjutnya 5 ml, dan 3 ml apabila tanda vital
baik.
- Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan
lagi 48 jam setelah syok teratasi
- Jumlah urin 1 ml/KgBB/jam merupakan
indikasi bahwa sirkulasi membaik.
- Oksigen 2-4 L/menit
- Koreksi asidosis metabolik dan elektrolit

32

Panduan Praktik Klinis


- Tranfusi darah atas indikasi.
Terapi DBD Ensefalopati
- Pada ensefalopati cenderung terjadi edem otak
dan alkalosis, maka bila syok telah teratasi,
cairan diganti dengan cairan yang tidak
mengandung HCO3- dan jumlah cairan segera
dikurangi.
8.

9.

Penyulit

Lama Perawatan

:
- Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD
dengan syok atau tanpa syok.
- Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan
dapat terjadi gagal ginjal akut
: - Edema paru, sering kali terjadi akibat
overloading cairan
Dipulangkan bila :
- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Klinis tampak perbaikan
- Hematokrit setabil
- 3 hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit lebih dari 50.000 / L
- Tidak dijumpai distress pernapasan

33

Panduan Praktik Klinis

K E R AC U N AN
I.

Identifikasi; dilakukan cepat,singkat, sambil menyiapkan dan melakukan resusitasi A, B, C.


1.Anamnesis cari data jenis racun, jumlah, lamanya, dll.
2.Bau gas/bahan tertentu ( Gas masak / CO, racun serangga, dll ).
3.Warna kulit / mukosa ( cherry red CO ).
4. Pupil mengecil (narkotik ? ).
5.Napas depresi (narkotik ).

II.

Penanggulangan Umum :
1.Gagal nafas diatasi dengan menjamin air-way, O2
bantuan ventilasi bila perlu.
2. Shock : Pasang akses vena ( coba perifer dulu, bila gagal boleh vena central ).
Ambil pemeriksaan lab : AGD, DR, Elektrolit, ureum, creatinin, gula darah
dan analisa racun.
Bolus RL : Dewasa 1 2 liter
Anak anak 20 cc / kg /BB, bila belum memadai ulang lagi
20 cc / kg /BB.( lihat BAB penganggulangan shock, waspadai
kemungkinan overload ).
3. Cegah absorpsi racun lebih lanjut, dengan :
a. Pasang NGT dan bilas lambung, bila racun tertelan kurang dari 4 jam. Bila perlu
cairan lambung dikirim ke Lab. Untuk analisa kimia. Kontra indikasi : bahan-bahan
korosif.
b. Pemberian Norit sesudah selesai bilas lambung.
c. Pemberian Luxan untuk mempercepat exkresi.
4. Perbaikan terhadap gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
5. Mempercepat / meningkatkan eliminasi racun dari tubuh :
a. Diuresis paksa : diexkresi melalui ginjal, tidak ada shock dan payah jantung, serta
fungsi ginjal masih lumayan bisa dilakukan loading test, pada anak : 20 cc / kg
BB dalam 1 jam.
b. Dialisis peritoneal dikonsulkan tim ginjal dan pasien dirawat di ruang dialisis.
c. Hemodialisis.
lihat tabel I

34

Panduan Praktik Klinis


III.

Penanggulangan Khusus / Pemberian antidotum.


lihat tabel II

TABEL II
GEJALA KERACUNAN DENGAN TINDAKAN TERAPINYA
Nama Zat

Perkiraan
Dosis Letal

Alkohol

Anilin ( lain-lain :
assetanilid,
fenasetin,
asetaminofen ).

6 20 g

Tanda dan Gejala

Terapi

Muntah, delirium dan depresi


SSP

Simtomatik. Beri kopi


tubruk, emetik dengan
mustard
satu
sendok
makan dalam air atau
garam dapur.

Akut :
dengan
berwaran
tekanan
lemah,
dangkal.

Vitamin C 1g IV
Biru metelin 1 % 1 mg/kg
BB IV perlahan- lahan.
Simtomatik,
dengan
perhatian
perhatian
terhadap sirkulasi dan
pernafasan.

methemoglobinemis
sianosis.
Darah
coklat, kulit dingin,
darah tururn, nadi
pernafasan
cepat,

Dilirium dan perangsangan SSP,


Koma
Nefritis menahun,

Hentikan obat dan


selanjutnya simtomatik.

Depresi SSP sampai koma.


Kejang disudut dengan depresi
pernafasan.
Mulut
kering.
Takikardi

Simtomatik,
perhatikan
pernafasan : Bila kejang
diberi
antikonvulsan,
gunakan 3 4 ml tiopental
2 5 %, secara IV luminal
tidak boleh diberikan.

Akut : Tenggorokan tercekik


dan sukar menelan . Kolik usus,
dinding perut sakit, dire
berdarah, muntah, oliguria,
kejang, koma dan syok.

Morfin untuk menghilang


kan nyeri. Bilas lambung.
Beri susu.
Berikan BAL 2.5 mg /kg
BB IM, tiap 4 jam sampai
10 mg/ kg /BB.

Kronik : Lemah, mual. Gejal


seperti koriza akut. Stimatitis,
salvias, dermatitis, arsenic
melanosis.
Udem lokal pada kelopak mata
dan pergelangan kaki. Keratosis
palmaris
dan
plataris,
hepatomegali, sitoris, kerusakan
ginjal dan ensefalopati.

Berikan
BAL 2.5
mg/kg /BB IM, diulangi
sampai 4 kal;i. Bila gejala
timbul,
pengobatan
diulangi lagi.

Kronik
anemia
Antihistamin

Arsen trioksida

200 300 mg

35

Panduan Praktik Klinis


Asam dan basa
kuat ( HCL,
H2SO4, KOH,
NaOH )

Korosif
Simtomatik : Beri susu.
Bila tertelan dalam larutan
pekat, jangan melalukan
bilas lambung.

Asam borat

Nama Zat

Aspirin

Atropin (alkaloid
beladona dan anti
kolinergik lain ).

15 g

Muntah, diare, sakit kepala,


tidak tenang, rash erithemateus.

Perkiraan
Dosis Letal

Tanda dan Gejala

Terapi

20 30 g

Hiperventilasi, keringat, muntah,


delirium dan koma. Akhirnya
depresi nafas.

Simtomatik
(awasi
pernafasan )
Beri susu. Bilas lambung
dengan Na- bikarbonat 5
%, vitamin K bila ada
perdarahan. Antikonvulsi
tidak boleh diberikan.

Mulut kering, kulit merah dan


nafas mirip beludru pada
perabaan ; penglihatan kabur
dan midriasis ; takikardi, retensi

Simtomatik. Beri susu.


Bilas lambung dengan air.
Kateter
air
seni.
Perhatikan pernafasan dan

500-1000 mg
jumlah lebih
kecil mungkin
sudah

Simtomatik,
paksa.

diuresis

36

Panduan Praktik Klinis


berbahaya)
Barbiturat :
Fenobarbital

5g

Fenobarbital dan
sekobarbital

3g

Bensin

urin, delirium, halusinasi dan


koma.

sisitem kardiovaskular.

Refleks
berkurang,
depresi
nafas, koma, syok. Pupil kecil,
dilatasi pada akhirnya.

Bilas lambunag walaupun


sudah lebih dari 4 jam.
Tinggalkan 30 g MgSO4
dalam usus. Beri kopi
tubruk.

Sama dengan Fenobarbital,


hanya berlangsung lebih pendek.

Diuresis paksa
hanya
pada
keracunan
fenobarbital. Hemodialisis
paling baik. Bila perlu
berikan 2 ml niketamid
untuk
memperbaiki
pernafasan.

Inhalasi atau oral :


mual,
muntah,
sakit
kepala,
penglihatan terganggu, mabuk,
koma, depresi sentral dan
depresi nafas.

Simtomatik Epinefrin dan


norepinefrin tidak boleh
diberikan karena bisa
menimbulkan
fibrilasi
ventrikel.

Kronik : lihat keracunan timbal


Bromida
(Karbromal,
Bromisovalum )

Dipiron

Nama Zat

1g

Perkiraan
Dosis Letal

Akut :
Jarang karena
dimuntahkan.
Subkutan atau kronik
:
muntah, sakit perut, gelisah,
drlirium dan kelainan mental
serta neurologik lain ; dapat
menjurus ke bunuh diri, koma.

Bila mungkin beri oral :


NaCL atau NH4CL 6g/
hari . HCT 2x 25 Mg

Udem Angionsurotik
dan
kelainan kulit , ekstasi, kadangkadang agranulositosis

Simtomatik :
Gejala
gejala
kulit dan udem
angioneurotik
dapat
diberikan antihistamin dan
0,3 ml epinefrin 1 per mil
subcutan

Tanda dan Gejala

Terapi

Fenol

1g

Korotif (sel lendir mulut dan


usus ).
Sakit hebat, muntah, koma dan
syok, kerusakan ginjal.

Simtomatik : Beri susu.


Bilas lambung dengan
hati hati, bila ada
gunakan oleum olivarum.

Insektisida
Golongan
organofosfat
misalnya, DDVP,
diazinon, malation
dan paration

Setiap dosis
berbahaya

Keracunan lewat oral, muntah,


diare,
hipersalivasi,
bronkokonstriksi,
keringat
banyak,
miosis,
bradikardi
(kadang kadang takikardi ) ;
tensi menurun, kejang atau
paralysis.
Depresi nafas.

Bersihkan jalan nafas.


Berikan segera 2 mg
atropin sulfat IV diulang
tiap 10 15 menit sampai
terlihat muka merah,
hipersalivasi berhenti dan
bradikardi
berubah
menjadi takikardi dan

37

Panduan Praktik Klinis


kulit tidak berkeringat
lagi.
Observasi penderia terus
menerus dan bila gejala
kembali,
ulangi
pemberian atropin..
Berikan juga pralidoksim
1000 mg IV perlahan
lahan , bila ada.
Golongan karbamat
( karbaril, baygon )

Seperti organofosfat

Beri cepat atropin sulfat 2


mg IV, diulangi tiap 10
15
menit
sampai
atropinisasi penuh.

Kejang
,
tremor,
koma,
kemudian dapat timbul paralisis

Simtomatik.
Bilas
lambung dan tinggalkan
larutan MgSO4 30 g
Fenobarbital 100 200
mg IM atau 5 - 10
diazepam IV

Jamur

Tergantung jenis jamur.


Gejala muskarinik
Degenerasi sel hepar dan ginjal.

Atropin sulfat 2 mg SK
dan simtomatik

Jengkol

Kolik
ureter
dan
renal,
hematuria, oliguria, kadang
kadang anuria dengan bahaya
uremia

Natrium bikarbonat 4 x 2
g per oral sehari. Bila ada
anuria
pengobatan
tersebut
diatas
tidak
berguna. Obatilah sebagai
penderita uremia.

Kalium
permanganat

Kristal
:
bekerja korosif
(
larutan : tidak berbahaya ),
muntah, nadi lemah, kulit dingin,
kolopas, udem glottis.

Beri putih telur, susu dan


laksan, bilas lambung.
Persiapan
untuk
trakeostomi.

Kejang

Simtomatik luminal 100


200 mg IM

Golongan
organoklorin
misalnya : aldrin,
BHC,
DDT,
dieldrin,
endrin,
klordan,
tiodan,
dan toksafen.

Kamfer

Nama Zat

DDT 15-30 g
Endrin : 1.5 g

2 g oral

Perkiraan
Dosis Letal

KarbonMonoksida

KarbontetraKlorida

Codein ( opiat

2-10 ml

Tanda dan Gejala

Terapi

Sakit kepala,
koma, depresi
nafas dan syok..

Pernafasan
buatan
dengan O2
murni
dibawah
tekanan
(oronasal mask )

Mual, muntah, sakit kepala, kulit


dingin, kejang, koma, fibrilasi
ventrikel. Gangguan fungsi hati
dan ginjal. Kematian karena
depresi nafas.

Simtomatik,
pernafasan
buatan
dengan
O2,
infus
glukosa.
Epinefrin
dan
norepinefrin
tidak
boleh diberikan.

Mual, muntah, pusing, kulit

Bila ada depresi nafas

38

Panduan Praktik Klinis


lain )

Marihuana

Metilalkohol
(dalam bahan bakar
: 5 - 10 % )

Minyak tanah

Morfin
Natrium fluorida
( racun kecoa )

dingin, pupil
nafas, koma.

Depresi

berikan nalokson HCL


5 10 mg.
Bila tidak ada depresi
nafas simtomatik saja.

Tinggi sekali

Menyerupai keracunan atropin


dengan perdarahan ( lihat
atropine) :
halusinasi nyata
sebelum koma, mulut kering
tidak begitu hebat ; retensi urin
tidak ada ; midriasis tidak ada.

Simtomatik. Tidak
berbahaya kesadaran
pulih setelah - 1 hari
tanpa amnesia.

30 ml

Setelah periode laten 8 32 jam


: depresi SSP, asidosis, retinitis,
butra, sakit kepala, sakit perut,
kulit dingin, mengigau, koma.
Bradikardi
menandakan
prognosis buruk

Diuresis paksa.
Simtomatik dengan
memperbaiki asidosis
pernafasan diawasi.
Berikan
etilalkohol
untuk menghambat
oksidasi
methanol.
Berikan asam nikotin
IV untuk dilatasi
arteri retina sesudah
koma diatasi.

120-150 mg
Dua sendok teh
bila teraspirasi

Aspirasi dalam paru paru paling


berbahaya. Iritasi saluran cerna.
Depresi SSP dengan depresi
nafas. Muntah : aspirasi dengan
akibat dispnea, asfiksia, udem
paru, dan
pnemunitis, dan
kadang kadang kejang.

Bilas lambung tidak


boleh.
Simtomatik
saja.
Berikan O2 under
pressure
bila ada
udem
paru.
Antibiotika.

Seperti kodein

Seperti kodein

Kolik usus, muntah, diare,


kejang tetaniform (chosteks
sign) ; paralis pernafasan

Berikan infus glukosa


5 % dan CaCL210 %
IV( bisa diulang )
Simtomatik, berikan
AL- hidroksida gel
secara oral.

120-150 mg
60 mg
berbahaya
2-5 g

kecil.

Nama Zat

Perkiraan
Dosis Letal

Tanda dan Gejala

Terapi

Natrium hipoklorit
( pemutih pakaian,
bukan detergan )

30 ml larutan
15 %

Bila pekat lebih berbahaya, dan


bersifat korosif pada selaput
lendir.
Perforasi
lambung,
perdarahan, syok dan striktur
(kemudian )

Simtomatik, beri susu,


putih telur atau Mg O.
Jangan diberi Na
bikarbonat.
Bilas
lambung harus hati
hati.

Hipotensi, sianosis
karena
methemoglobinemia, kejang dan
koma.

Bilas
lambung.
Berikan
500 mg
vitamin C IV. Biru
metilen 1 %, 1
mg/kgBB/IV.

Natrium nitrit

1 gram

39

Panduan Praktik Klinis

Nikotin

Sakit kepala pusing, tremor,


kejang, paralysis pernafasan,
koma.

Tidak ada antidotum.


Bilas lambung dan
laksan dengan MgSO4
30 g . Pernafasan
buatan.

Nitrogen dioksida

Sebagai gas menimbulkan iritasi


mata dan saluran nafas. Udem
paru
dispnea,
bronkiolitis
obliterans, koma.

Bersihkan jalan nafas.


Berikan
O2
dan
Prednison dosis besar.

Reaksi obat

Bermacam macam
reaksi
kulit: obat, udem angineurotik,
reaksi serum; reaksi anafilaktik
dan lain-lain.

Beri 0,3 ml adrenalin


1 % subcutan, harus
diulangi tiap 7 10
menit sampai ada
perbaikan.
Antihistamin.
Deksametason
2 x
1mg oral selama 4
hari.

Sianida (singkong )

Mual, muntah, pernafasan cepat,


delirium, sianosis, koma.

Beri segera 50 ml Na
tiosulfat 25 % I

Timbal

Akut : jarang
Kronik : sakit kepala, rsa
logam dalam mulut. Garis biru
pada gusi, sakit perut ( kolik ),
diare,
anemia,
basophilic
stipping dari eritrosit. Paralisis
dan kejang.
Koproporfirin uria, kelainan
radiologik pada tulang.

Berikan 1 g NaCa2
EDTA dalam infus 500
ml glucose 5 % dua
kali sehari salama 3
hari.
Ca glukonat 2 g IV.
Laksan
dengan
MgSO4, Luminal 100
- 200 mg IM bila ada
kejang.

Tanda dan Gejala

Terapi

Berikan air tajin dan


susu dengan segera.
Bilas
lambung
dengan larutan Na
tiosulfat 10 %.

Nama Zat

60 mg = 3 btg
sigaret yang
dilarutkan dalam
air

Perkiraan
Dosis Letal

Tingtur yodium
Tingtur yodium
pekat

30 60 ml

Bila pekat bersifat korosif,


Hipotensi, takikardi, delirium,
stupor, nefritis

Warfarin atau
derivat dikumarol
(racun tikus )

Dosis
Berbahaya 1 2
mg/kg BB untuk
6 hari

Perdarahan kulit dan mukosa.

Vitamin K 50 mg IM
atau 3 kali 50
mg
oral sehari.
Fitomenadion,
jauh
lebih poten
dan
bermanfaat.

40

Panduan Praktik Klinis

Keracunan ( tambahan )
1. Terapi Simptomatik :
a. Airway
: Membebaskan jalan nafas
b. Sirkulasi : IVFD atasi shock, kalau perlu digitalis dan diuertik jika ada payah
jantung. Hati-hati ada payah ginjal mendadak.
2. Terapi spesifik :
a. Menghilangkan racun : cuci dengan air dan sabun.
b. Mengeluarkan racun dari saluran pencernaan : bilasan lambung kecuali pada
keracunan bahan korosif, air keras asam/basa pekat.
( minyak tanah )
- Strihnin
- Bila ada kejang
3. Tindakan Detoksikasi :
a. Keracunan sianida
b. Keracunan meramik/organofosfat
c. Keracunan narkotik
d. Keracunan garan barin
e. Keracunan alkoloid belladonna
f. Keracunan logam berat
g. Keracunan methegobulinamine
h. Keracunan Wartorin
i. Keracunan methanol

:
:
:
:
:
:
:
:
:

Amiliantrit, Sodium tiosulfat


Atropin
Narcan
Sodium sulfat
Fisostigmin
BAL
Biru metilin
Vitamin K
Etmol

4. Mempercepat pengeluaran racun :


a. Minum banyak atau dengan IVFD
b. Kalau perlu diuretika
5. Dialisis :
Indikasi : Bila racun mencapai dosis lethal
a. Metabolit zat racun bersifat lebih toksik
b. Shock, kerusakan hati atau payah ginjal
c. Kedaruratan bayi ( neonatus )
d. Kedaruratan obsgyn
1.

Nama Penyakit /Diagnosis

: LUKA BAKAR

2.

Kriteria Diagnosis

: Anamnesis
- Riwayat trauma/terpapar pada sumber panas
(api,air panas, minyak panas, zat kimia, listrik,
radiasi).
- Riwayat terkurung dalam ruang tertutup
- Riwayat terpapar pada suatu ledakan
- Riwayat terjatuh dari ketinggian tertentu setelah
terpapar pada sumber panas
Pemeriksaan Fisik
1. Survai Primer
- Deteksi adanya tanda tanda cedera inhalasi
- Deteksi adanya eskar melingkar pada rongga

41

Panduan Praktik Klinis


torak dengan tanda tanda distress pernafasan
- Deteksi adanya tanda tanda syok
2. Survai Sekunder
- Penentuan lokasi luka bakar
- Penentuan luas dan kedalaman luka
* Luas luka dalam % luas permukaan tubuh
terkena, ditentukan menurut rumus 9
(untuk dewasa) dan tabel Lund dan
Browder (untuk anak-anak)
* Kedalaman luka ditentukan berdasarkan
derajat kerusakan kulit/dan jaringan tubuh.
- Derajat I, eritema superfisial
- Derajat II, kerusakan sebagian dermis
o Derajat II dangkal, meliputi sepertiga
permukaan dermis.
o Derajat II dalam, meliputi lebih dari
duapertiga ketebalan dermis.
o Derajat III, meliputi seluruh ketebalan
dermis, disertai jaringan dibawah kulit,
bahkan sampai mencapai tulang.
- Khusus untuk luka bakar listrik, dintentukan
luka masuk arus listrik dan luka keluar arus
listrik.
3.

Diagnosis

: Dalam diagnosis dicantumkan derajat dan luas luka


bakar, penyebab luka bakar serta masalah yang ada
pada saat pemeriksaan pertama.
Contoh masalah :
a. Cedera inhalasi
b. Eskar melingkar di dada
c. Syok

4.

Pemeriksaan Penunjang

: a.

Pemeriksaan penunjang untuk membantu


menegakkan diagnosis tidak diperlukan.
b.
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk
membantu memperjelas masalah yang ada.

Laboratorium
- Lab darah
* Pemeriksaan darah tepi
o Kadar hemoglobin (Hb)
o Kadar hematokrit ( Ht)
o Jumlah leukosit
o Jumlah trombosit
* Analisa Gas darah
* Fungsi sistem /organ
o Fungsi metabolisme : kadar
glukosa darah sewaktu, kortisol,
asam laktat
o Fungsi hati : serum transaminase,
SGOT/SGPT, GT, Bilirubin.

42

Panduan Praktik Klinis


o Fungsi ginjal : ureum dan kreatinin
Lab urin
* Berat jenis urin
* Keasaman (pH)
* Sedimen
- Mikrobiologi : kultur dan resistensi
dengan bahan dari luka tempat masuk
jalur intravena dan kateter urin.
Radiologi
Foto torak AP posisi tegak atau setengah
duduk, untuk evaluasi gambaran paru:
* Deteksi adanya ARDS dan edema paru
(biasanya dikerjakan sesudah hari
kelima)
*Cek ujung kanul Central Venous Pressure
-

5.

Konsultasi

: - Dokter Spesialis Bedah


- Dokter Spesialis Penyakit Dalam

6.

Terapi

: Penatalaksanaan
1.Triage
2.Penatalaksanaan berdasarkan prioritas :
a. Gangguan A :
Deteksi adanya tanda tanda obstruksi
saluran pernafasan dengan gejala distress
pernafasan.
Kecurigaan adanya cedera inhalasi didasari
adanya :
Riwayat terpapar pada sumber panas di
ruangan tertutup.
Luka bakar di daearah muka dengan bulu
hidung terbakar dan adanya jelaga pada
hidung dan atau rongga mulut.
b. Gangguan B :
Deteksi adanya distress pernafasan akibat
adanya eskar melingkar pada dinding toraks.
c. Gangguan C :
Deteksi adanya tanda tanda syok (jenis
hipovolemik), dengan gejala :
Penurunan tingkat kesadaran, gelisah
Pernafasan cepat, dangkal
Takhikardi
Suhu akral dan core dingin
3.
Penatalakasaan lanjutan
a. Penatalaksanaan Gangguan A
Pemantauan dan penatalaksanaan terhadap
adanya dan atau kemungkinan adanya
cedera inhalasi
Gejala :
- Manifestasi gangguan saluran nafas

43

Panduan Praktik Klinis


bagian atas, kurang dari 8 jam.
- Manifestasi gangguan saluran nafas
bagian bawah, antara 8 hingga 24 jam
Tatalaksana bila dicurigai ada cedera
inhalasi :
- Pemberian oksigen dengan sungkup 810 liter per menit.
- Nebulizer
- Bronkhodilator
- Posisi duduk atau setengah duduk
Bila ada tanda tanda obstruksi, lakukan:
- Krikotoroidotomi atau
- Pemasangan pipa Endotrakheal
- Dilanjutkan :
1. Penghisapan lendir secara periodic
2. Penberian O2 dengan sungkup 8-10
liter per menit.
b. Penatalaksaan Gangguan B
Gangguan mekanisme bernafas
- Adanya eskar melingkar yang
membatasi ekspansi dinding torak
memerlukan eskarotomi.
- Adanya trauma tumpul yang
menyebabkan hemato/pneumo torak,
antara lain fraktur tulang iga multiple
yang menyebabkan flail chest
sehingga memerlukan tindakan.
c. Penatalaksaaan Gangguan C
Kasus dibedakan :
- Berdasarkan kelompok usia :
* Dewasa
* Anak-anak
- Berdasarkan ada/tidaknya syok
* Dengan syok
* Tanpa syok
Penatalaksanaan resusitasi cairan
* Dewasa dengan syok
1. Mengatasi syok dengan pemberian
cairan dalam sesingkat-singkatnya.
- Cairan Ringers lactate atau
ringers acetate
- Melalui 2 jalur intra vena
- Jumlahnya 3 kali minimal 25 %
jumlah total cairan tubuh (70
% dari Berat badan penderita).
2.Dilanjutkan
dengan
regimen
resusitasi cairan.
* Desawa tanpa syok
Regimen resusitasi cairan menurut
Baxter /Parkland

44

Panduan Praktik Klinis


Hari Pertama :
Jumlah cairan yang diperlukan
adalah 4 ml per kilogram untuk
setiap presentasi luas luka bakar.
Separuh dari jumlah ini diberikan
dalam waktu 8 (delapan) jam
pertama. Separuh sisanya diberikan
dalam waktu 16 jam kemudian.
Pemantauan
Pemantauan tingkat kesadaran
Pemantauan sirkulasi sentral dengan
memperhatikan tekanan vena sentralis
(Central Venous Pressure/CVP)
Pemantauan sirkulasi perifer dengan
memperhatikan
- Produksi dan Berat jenis urin setiap jam,
mengambarkan glomerular filtration rate,
dipantau jumlah urin yang ditampung dari
kateter
- Retensi cairan yang diberikan melalui pipa
nasaogastrik, menggambarkan gangguan
sirkulasi splanikus.
- Suhu rectal
Pemantauan konsentrasi darah melalui
pemeriksaan darah tepi
Pemantauan analisis gas darah
Tindakan yang diperlukan dalam tujuan
memperbaiki sirkulasi :
Pemberian glukosa 5-10 %
Pemberian cairan hipertonik (Natrium Klorida
3 %)
Pemberian Plasma ( Fresh Frozen Plasma/FFP)
Pemberian komponen darah lengkap (Whole
blood) untuk memperbaiki perfusi.

Pemberian obat-obatan yang diberikan untuk


memperbaiki sirkulasi
- Vasodilator perifer (Dopamin atau
Dolbutamin ).
- Diuretikum (Furosemide)

4. Penatalaksanaan Lanjutan
1.
Penatalaksaaan perawatan di ruangan
(UPKLB), terdiri dari :
a. Perawatan Luka
Pencucian luka
Dikerjakan setelah masalah gangguan
pernafasan
dan
syok
teratasi;
menggunakan air mengalir dan sabun

45

Panduan Praktik Klinis

mengandung antiseptikum.
Perawatan luka tertutup dengan kasa
absorben setelah aplikasi vaselin atau
krim silversulfadiazin
Pengantian balutan disesuaikan dengan
kondisi luka, bila kotor (jenuh/penuh
dengan
eksudat)
diperlukan
penggantian sesering mungkin (2-4
kali dalam 24 jam); bila bersih tidak
diganti selama 2-3 hari.
Perawatan luka dikerjakan sampai
dengan
saat
dilakukan
eksisi
(debridement) dan penutupan luka
(skin grafting).

b. Pemberian Nutrisi
Regimen Pemberian Nutrisi Enteral
Dini dalam 8 jam pertama pasca
trauma melalui pipa nasogastrik, dalam
bentuk makanan saring melalui
tekanan kontinu.
Dimulai dengan 200 kal yang
kemudian ditingkatkan secara bertahap
setiap harinya.
c. Tindakan Operatif
Eksisi
-Dikerjakan sebagai upaya
memutuskan rantai perkembangan
Sindrom
Res-pons
Inflamasi
Sistemik (SRIS) dan Sindrom
Disfungsi Organ Multipel (SDOM)
- Eksisi dini dikerjakan dalam waktu 37 hari pertama
- Tindakan eksisi dikerjakan dengan
prosedur eksisi tangensial, maksimal
15% dari luas luka, mengingat
komplikasi
perdarahan
yang
mungkin terjadi.
- Dikerjakan dalam narkose

Skin Grafting
- Dikerjakan sebagai upaya
* Mengatasi proses penguapan
disertai Kebocoran energi
melalui
luka
terbuka
(evaporative heta loss).
* Mengantisipasi infeksi
* Mempercepat fase inflamasi
- Dengan metode split thickness skin
grafting (stsg)
- Tindakan ini dikerjakan dalam
narkose

46

Panduan Praktik Klinis

d. Tindakan rehabilitatif
Tindakan rehabilitatif untuk tujuan
optimalisasi fungsi pernafasan
Prosedur chest fisiotherapy, dikerjakan
dalam 2-3 hari pertama pasca cedera,
khususnya pada kasus dengan gejala
dan tanda distress pernafasan.
Tindakan rehabilitatif untuk tujuan
prevemtif terhadap kekakuan dan
kontraktur sendi-sendi.
- Latihan gerak sendi-sendi terkena
-Penggunaan
splint/brace
dengan
posisi fungsional
- Dikerjakan dalam waktu 2-3 hari
pertama pasca trauma, 2 minggu
setelah tindakan operatif (skin
grafting)
Tindakan rehabilitatif untuk kejiwaan
dan sosial
2.

7.

Penyulit

Penatalaksanaan di ruangan perawatan


bedah/IRNA
Perawatan lanjutan dimana tidak diperlukan
perawatan intensif, sampai dengan fase dimana
pasien/keluarga dapat menolong dirinya
sendiri.

Penyulit yang timbul dibedakan menurut fasenya .


1. Fase awal, fase akut, fase syok
a. Distress
pernafasan
menyebabkan
kematian dalam waktu singkat. Distress
pernafasan ini dapat disebabkan oleh
adanya :
Obstruksi saluran pernafasan bagian
atas maupun bawah, yang disebabkan
cedera inhalasi
Adanya hambatan ekspansi dinding
dada karena eskar melingkar.
b. Syok menyebabkan gangguan sirkulasi dan
perfusi organ sistemik menyebabkan
kerusakan pada :
Sistem susunan saraf pusat
Sirkulasi perifer, dengan akibat :
- Nekrosis tubuler akut
- Iskemi splanikus, disintegrasi
mukosa usus translokasi bakteri
sepsis
2. Fase kedua
Fase setelah syok teratasi

47

Panduan Praktik Klinis


a. Stres metabolisme
b. Infeksi
c. Sindrom Respon Inflamasi Sistemik
(SRIS), Sindrom Disfungsi Organ Multipel
(SDOM) dan Sepsis, berakhir dengan
kematian

ii. 3. Fase lanjut

8.

9.

Informed Consent

Standar Tenaga

iii.
iv.
v.
vi.:

a. Parut hipertrofik
b. Kontraktur
- Desmogen
- Arthrogen

Diperlukan penjelasan kondisi pasien dan


kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi dalam
setiap fase, rencana tindakan dan maksud serta
: tujuan perawatan /tindakan/dsb.
Tenaga yang menyelenggarakan penatalaksanaan
pada kasus ini adalah :
1. Tenaga spesialis atau asisten bedah (umum)
Tindakan triage
Tindakan
penyelamatan
(ABC
traumatologi) termasuk krikotiroidotomi,
tindakan vena seksi
Tindakan resusistasi cairan
Tindakan perawatan lanjut (temasuk
melakukan debridement, eksisi dini dan
skin grafting).
2. Tenaga spesialis atau asisten bedah plastik
Tindakan triage
Tindakan
penyelamatan
(ABC
traumatologi), termasuk krikotiroidotomi,
tindakan vena seksi
Tindakan resusitasi cairan
Tindakan perawatan lanjut (termasuk
melakukan debridement, eksisi dini dan
skin grafting)
3. Tenaga spesialis atau asisten bedah anak
Tindakan triage
Tindakan
penyelamatan
(ABC
traumatologi), termasuk krikotiroidotomi,
tindakan vena seksi.
Tindakan resusitasi cairan
Tindakan perawatan lanjut (termasuk
melakukan debridement, eksisi dini dan
skin grafting).
4. Tenaga spesialis atau asisten anestesi dan
perawatan intensif.
Tindakan triage

48

Panduan Praktik Klinis

5.

6.

7.

8.

9.
10.
11.
12.

10

Lama Perawatan

: 13.

11

Masa Pemulihan

Tindakan
penyelamatan
(ABC
traumatologi)
Tindakan resusitasi cairan dan perawatan
lanjut, termasuk tindakan-tindakan:
o Pemasangan Central Venous Pressure set
o Pemasangan Pipa Endotrakheal
o Pembiusan untuk tindakan operatif
o Perawatan intensif
Tenaga spesialis atau asisten dalam bidang
ilmu penyakit dalam ginjal dan hipertensi
Penilaian dan pengendalian fungsi system
dan organ organ vital seperti paru, hepar,
ginjal.
Tenaga spesialis atau asisten dalam bidang
ilmu gizi
Penilaian dan pengendalian kebutuhan gizi
Melaksanakan tindakan untuk pemberian
nutrisi enteral.
Tenaga spesialis atau asisten dalam ilmu
rehabilitasi medik
Penilaian
dan
pengendalian
fungsi
pernafasan, fungsi gerak dan sendi
Melaksanakan tindakan pemeliharaan
fungsi pernafasan, fungsi gerak dan sendi
Tenaga spesialis atau asisten dalam bidang
ilmu jiwa.
Penilaian
dan
pengendalian
fungsi
kejiwaan
Tenaga perawat intensif
Sebagai pelaksana tugas perawatan intensif
Tenaga perawat bedah
Sebagai pelaksana tugas perawatan bedah
Tenaga peata gizi
Sebagai pelaksana tugas perawatan gizi
Tenaga peata anestesi
Sebagai pelaksana tugas perawatan intensif
dan anestesi
Petugas sosial
Sebagai pelaksana tugas rehabilitasi sosial

Sangat bervariasi, tergantung masa pemulihan


12

Luaran

13

Autopsi

Sangat bervariasi , tergantung dari kondisi umum,


luka, gizi, kejiwaan
Kembalinya fungsi sosial, fungsi gerak dan sendi
sebagaimana keadaan sebelum terjadinya trauma.
Diperlukan untuk mengetahui kematian untuk
tujuan ilmiah

49

Panduan Praktik Klinis

50

Anda mungkin juga menyukai