Anda di halaman 1dari 53

Surah Al Infithar

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-5: Peristiwa yang akan disaksikan pada hari Kiamat dan peristiwa setelahnya
berupa hisab dan pembalasan.
) ( ) ( ) ( ) ( )
Terjemah Surat Al Infithar Ayat 1-5
1. Apabila langit terbelah,
2. dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan,
3. dan apabila lautan dijadikan meluap[1],
4. dan apabila kuburan-kuburan dibongkar[2],
5. (maka) setiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya[3].
Ayat 6-12: Celaan terhadap manusia yang durhaka kepada Allah dan penjelasan bahwa Allah Subhaanahu
wa Ta'aala telah menugaskan para malaikat untuk mencatat amal manusia.
( ) ( )
( ) ( )
) ( ) ( )
Terjemah Surat Al Infithar Ayat 6-12
6. [4]Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu
Yang Maha Pengasih[5].
7. Yang telah menciptakanmu[6] lalu menyempurnakan kejadianmu[7] dan menjadikan (susunan
tubuh)mu seimbang[8],
8. dalam bentuk apa saja yang dikehendaki, Dia menyusun tubuhmu[9].
9. Sekali-kali jangan begitu! Bahkan kamu mendustakan hari pembalasan[10].
10. Dan sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu),
11. Yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (perbuatanmu),
12. Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat 13-19: Keadaan orang-orang yang baik dan keadaan orang-orang yang buruk pada hari
Kiamat.
( ) ( )
( ) ( )

) ( ) ( )
Terjemah Surat Al Infithar Ayat 13-19

13. Sesungguhnya orang-orang yang berbakti[11] benar-benar berada dalam (surga yang penuh)
kenikmatan[12],
14. dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka[13] benar-benar berada dalam neraka[14].
15. Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan.
16. Dan mereka tidak mungkin keluar dari neraka itu.
17. Dan tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?
18. Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?[15]
19. (Yaitu) pada hari (ketika) seseorang tidak berdaya (menolong) orang lain[16]. Dan segala urusan pada
hari itu dalam kekuasaan Allah[17]
[1] Sehingga menjadi satu kesatuan lautan, dimana yang rasanya segar dan yang rasanya asin menyatu.
[2] Yakni dibalik tanahnya dan dibangkitkan serta dikeluarkan orang-orang yang telah mati yang ada di
dalamnya untuk dikumpulkan di hadapan Allah Subhaanahu wa Ta'aala agar diberi-Nya balasan terhadap
amal yang mereka kerjakan.
[3] Ketika itu segala tutupan terbuka dan tampak segala sesuatu yang tersembunyi, dan setiap jiwa
mengetahui apa yang akan diperolehnya berupa keuntungan atau kerugian. Ketika itu, orang kafir
menggigit tangannya saat melihat amalnya sia-sia, timbangan kebaikannya sedikit, keburukan dihadapkan
kepadanya dan mengetahui bahwa ia akan mendapatkan kesengsaraan yang kekal dan azab selamalamanya. Dan ketika itu, orang-orang yang bertakwa mendapatkan keberuntungan, memperoleh
kenikmatan yang kekal dan keselataman dari azab neraka.
[4] Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman mencela manusia yang meremehkan hak-Nya dan berani
mengerjakan perbuatan yang dimurkai-Nya.
[5] Apakah karena kamu menganggap remeh hak-hak-Nya atau menganggap ringan azab-Nya ataukah
karena kamu tidak beriman kepada pembalasan-Nya?
[6] Sedangkan kamu sebelumnya tidak ada.
[7] Sehingga anggota badanmu sempurna; tanpa cacat.
[8] Misalnya tangan yang satu tidak lebih panjang daripada tangan yang lain, demikian pula kaki yang
satu tidak lebih panjang daripada yang lain. Jika demikian, apakah pantas bagimu mengkufuri nikmat
Allah yang telah memberikan berbagai nikmat kepadamu dan mengingkari kebaikan-Nya? Itu tidak lain
karena kebodohanmu, kezalimanmu, sikapmu yang keras kepala dan tindakanmu yang tidak dipikirkan
lebih dahulu.
[9] Oleh karena itu, pujilah Allah yang tidak menjadikan rupamu seperti rupa keledai atau hewan lainnya.
[10] Yakni meskipun kamu sudah dinasihati dan diingatkan berkali-kali, namun kamu masih saja
mendustakan hari pembalasan. Padahal amal kamu pasti akan dihisab, dan Allah Subhaanahu wa Ta'aalah

telah mengangkat para malaikat yang mulia yang mencatat ucapan dan amalmu; mereka mengetahui apa
yang kamu kerjakan.
[11] Yaitu mereka yang memenuhi hak Allah dan hak hamba-hamba-Nya; yang senantiasa melazimi
kebaikan baik pada hati mereka maupun amal mereka.
[12] Baik kenikmatan bagi hati, ruh maupun badan. Demikian pula baik di dunia, di alam barzakh
maupun di akhirat.
[13] Yaitu mereka yang tidak memenuhi hak Allah dan hak hamba-hamba-Nya; yang buruk hati dan
amalnya.
[14] Yakni azab yang pedih, baik di dunia, di alam barzakh maupun di akhirat.
[15] Pertanyaan dan pengulangan ini untuk memperbesar malasahnya.
[16] Meskipun orang lain itu kerabat atau kekasihnya. Masing-masing sibuk mengurus dirinya sendiri.
[17] Dialah yang memutuskan masalah di antara hamba-hamba-Nya, Dia akan mengambil hak dari orang
yang zalim untuk orang yang dizalimi, wallahu alam.

Surah Al Muthaffifin

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-6: Ancaman terhadap orang-orang yang curang dalam menakar dan
menimbang.
() ( ) ( ) ( )
()
( )
Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 1-6
1. [1]Celakalah[2] bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)
[3],
2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi[4],
3. dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka
mengurangi[5].
4. [6]Tidakkah orang-orang itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan
dibangkitkan,

5. pada suatu hari yang besar[7],


6. (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit[8] menghadap Tuhan seluruh
alam[9].
Ayat 7-17: Keadaan orang-orang yang celaka dan balasan untuk mereka pada hari
Kiamat.

) ( ) ( ) ( ) ( )
) ( ) ( ) (
()
( )
( ) (
Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 7-17
7. Sekali-kali jangan begitu![10] Sesungguhnya catatan orang yang durhaka[11]
benar-benar tersimpan dalam Sijjin[12].
8. Dan tahukah engkau apakah Sijjin itu?
9. (Yaitu) kitab yang berisi catatan (amal)[13].
10. Celakalah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan!
11. (yaitu) orang-orang yang mendustakan hari pembalasan[14].
12. Dan tidak ada yang mendustakannya (hari pembalasan) kecuali setiap orang
yang melampaui batas[15] dan berdosa[16],
13. yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami[17], dia berkata[18], "Itu
adalah dongeng orang-orang dahulu[19]."
14. Sekali-kali tidak![20] Bahkan apa yang mereka kerjakan[21] itu telah menutupi
hati mereka[22].
15. Sekali-kali tidak![23] Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang
dari (melihat) Tuhannya.
16. Kemudian[24], sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka.
17. Kemudian, dikatakan (kepada mereka), "Inilah (azab) yang dahulu kamu
dustakan[25].
Ayat 18-28: Keadaan kaum mukmin dan kenikmatan yang mereka peroleh.
) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) (
( ) ( )
) ( ) ( )

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 18-28


18. [26]Sekali-kali tidak![27] Sesungguhnya catatan orang-orang yang berbakti
benar-benar tersimpan dalam 'Illiyyin[28].
19. Dan tahukah engkau apakah 'Illiyyin itu?
20. (yaitu) kitab yang berisi catatan (amal),
21. yang disaksikan oleh (malaikat-malaikat) yang didekatkan (kepada Allah).
22. [29]Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga
yang penuh) kenikmatan,
23. mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan[30].
24. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup yang penuh
kenikmatan[31].
25. Mereka diberi minum dari khamr murni (tidak memabukkan)[32] yang
(tempatnya) masih dilak (disegel)[33],
26. Laknya dari kesturi. Dan untuk yang demikian itu[34] hendaknya orang
berlomba-lomba[35].
27. Dan campurannya dari tasnim,
28. (yaitu) mata air yang diminum oleh mereka yang dekat (kepada) Allah[36].
Ayat 29-36: Ejekan-ejekan orang-orang yang berdosa terhadap orang-orang mukmin
di dunia dan balasan terhadapnya di akhirat.

() ( ) ( )

( ) ( )
( )

()
( )
Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 29-36
29. [37]Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulu
menertawakan orang-orang yang beriman[38].
30. Dan apabila mereka (orang-orang yang beriman) melintas di hadapan mereka,
mereka saling mengedip-ngedipkan matanya.
31. Dan apabila kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira ria[39].
32. Dan apabila mereka melihat (orang-orang mukmin), mereka mengatakan,
"Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang sesat,

33. Padahal (orang-orang yang berdosa itu), mereka tidak diutus sebagai penjaga
(orang-orang mukmin dan perbuatannya).
34. Maka pada hari ini[40], orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang
kafir[41],
35. Mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan[42].
36. Bukankah orang-orang kafir telah mendapat balasan (hukuman) terhadap apa
yang telah mereka kerjakan[43]?
[1] Ibnu Majah berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Bisyr bin
Al Hakam dan Muhammad bin Uqail bin Khuwailid, keduanya berkata: Telah
menceritakan kepada kami Ali bin Al Husain bin Waqid, (ia berkata): telah
menceritakan kepadaku bapakku Yazid An Nahwiy, bahwa Ikrimah menceritakan
kepadanya dari Ibnu Abbas ia berkata: Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba
di Madinah, mereka (penduduk Madinah) adalah manusia yang paling buruk dalam
menakar, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menurunkan firman-Nya, Celakalah
bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang). Maka setelah itu,
mereka memperbaiki takarannya. (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Nasai
sebagaimana dikatakan Al Haafizh Ibnu Katsir juz 4 hal. 483 dari jalan Muhammad
bin Uqail. Para perawinya adalah tsiqah kecuali Ali bin Al Husain bin Waqid, maka
padanya terdapat pembicaraan. Ibnu Hibban juga meriwayatkan di halaman 438 di
Mawaariduzh Zhamaan, demikian pula Ibnu Jarir di juz 29 hal. 91, di sana terdapat
mutabaah (penguat dari jalan yang sama) bagi Ali bin Al Husain bin Waqid, ia telah
dimutabaahkan oleh Yahya bin Wadhih, dimana ia adalah seorang hafizh dan
termasuk para perawi jamaah, akan tetapi Syaikhnya Ibnu Jarir yaitu Muhammad
bin Humaid Ar Raaziy terdapat pembicaraan. Hakim di juz 2 hal. 23 juga
meriwayatkan dan ia berkata, Shahih isnadnya. Dan didiamkan oleh Adz
Dzahabiy. Dalam Mustadrak Hakim disebutkan mutabaah Ali bin Al Husain bin
Syaqiq yang termasuk perawi jamaah sebagaimana dalam Tahdzibut Tahdzib, akan
tetapi pada jalan kepadanya terdapat Muhammad bin Musa bin Hatim Al
Qaasyaaniy, yang muridnya berkata, Ia di sini adalah Al Qaasim bin Al Qaasim As
Sayyaariy yang aku lepas tangan darinya. Ibnu Abi Sadan berkata, Muhammad
bin Ali Al Haafizh berpandangan buruk terhadapnya. Demikian yang disebutkan
dalam Lisaanul Miizaan. Syaikh Muqbil berkata, Tetapi keseluruhan mutabaah ini
menunjukkan bahwa hadits tersebut tsabit (sah), wallahu alam. (lihat Ash Shahihul
Musnad hal. 266), Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah (2223) menghasankan
hadits tersebut.)
[2] Kata Wail artinya ucapan azab dan ancaman atau sebuah lembah di neraka
Jahannam, seperti yang diterangkan oleh penyusun tafsir Al Jalaalain. Ada pula yang
menafsirkan, bahwa kata wail artinya kebinasaan dan kehancuran.
[3] Apabila ancaman keras ini ditujukan kepada orang-orang yang mengurangi
harta orang lain dalam hal takaran dan timbangan, dimana di dalamnya terdapat

pengambilan harta orang lain secara tersembunyi, maka orang yang mengambil
harta orang lain secara terang-terangan atau secara paksa dan atau mencuri harta
mereka, tentu lebih berhak mendapatkan ancaman yang keras ini.
[4] Tanpa dikurangi sedikit pun.
[5] Termasuk pula ke dalam hal ini orang-orang yang ingin dipenuhi hak mereka
secara sempurna, tetapi mereka tidak mau memenuhi hak orang lain yang menjadi
tanggung jawabnya (tidak seimbang antara hak dan kewajiban) atau selalu
menuntut hak, namun kewajiban tidak dilakukan.
[6] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam kembali orang-orang
yang berlaku curang itu, dan mengapa mereka masih saja melakukan kecurangan.

[7] Yaitu hari Kiamat. Dengan demikian, yang membuat mereka berani melakukan
kecurangan tersebut adalah karena tidak beriman kepada hari Akhir. Kalau
sekiranya mereka beriman kepada hari Akhir dan mengetahui bahwa mereka akan
berdiri di hadapan Allah untuk dihisab-Nya amal mereka besar atau kecil, tentu
mereka tidak akan melakukannya dan akan bertobat darinya. Inilah di antara
hikmah, mengapa Allah Subhaanahu wa Ta'aala sering menyebutkan hari Akhir
dalam Al Quran, yaitu karena beriman kepada hari akhir memiliki pengaruh yang
kuat dalam memperbaiki keadaan seseorang sehingga ia akan mengisi hari-harinya
dengan amal saleh, ia pun akan lebih semangat untuk mengerjakan ketaatan itu
sambil berharap akan diberikan pahala di hari itu, demikian juga akan membuatnya
semakin takut ketika mengisi hidupnya dengan kemaksiatan apalagi sampai merasa
tenteram dengannya. Beriman kepada hari akhir juga membantu seseorang untuk
tidak berlebihan terhadap dunia dan tidak menjadikannya sebagai tujuan hidupnya.
Di antara hikmahnya juga adalah menghibur seorang mukmin yang kurang
mendapatkan kesenangan dunia, karena di hadapannya ada kesenangan yang lebih
baik dan lebih kekal.
[8] Dari kubur mereka.
[9] Untuk dihisab dan diberikan pembalasan.
[10] Kata Kalla di ayat ini bisa diartikan Tentu atau pasti.
[11] Seperti orang-orang kafir, orang-orang munafik dan orang-orang fasik.
[12] Kitab yang mencatat perbuatan orang-orang yang durhaka seperti para setan,
orang-orang kafir dan orang-orang munafik tersimpan di Sijjin. Ada yang
berpendapat, bahwa Sijjin adalah sumur di neraka Jahannam, dan ada pula yang
berpendapat bahwa Sijjin adalah tempat paling bawah di bumi ketujuh yang
merupakan tempat kembali orang-orang yang durhaka. Menurut Ibnu Katsir, yang
benar bahwa Sijjiin diambil dari kata sajn yang artinya sempit. Karena semua

makhluk setiap kali ke bawah, maka tempatnya semakin sempit, sedangkan jika
semakin ke atas, maka (tempatnya) semakin luas, demikian juga karena tempat
kembali orang-orang durhaka adalah ke neraka Jahannam yang tempatnya berada
di paling bawah atau rendah. Ayat ini menunjukkan bahwa neraka berada di bawah,
sedangkan surga berada di atas.
[13] Yakni kitab yang disebutkan di sana amal mereka yang buruk.
[14] Yakni hari yang di sana Allah membalas amal mereka.
[15] Dari yang halal kepada yang haram.
[16] Yakni yang banyak berdosa. Inilah yang membuatnya mendustakan hari
pembalasan.
[17] Yang menunjukkan kepada kebenaran dan menunjukkan benarnya apa yang
dibawa para rasul. \
[18] Dengan sombong sambil mendustakan dan menentangnya.

[19] Yakni cerita-cerita bohong orang-orang terdahulu. Berbeda dengan orang-orang


yang adil dan sadar, yang maksudnya adalah mencari kebenaran, maka dia tidak
akan mendustakan hari pembalasan, karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah
menegakkan dalil-dalilnya yang qathi (pasti) dan bukti-buktinya yang menjadikan
hal itu sebagai haqqul yaqin (kebenaran yang pasti) yang saking jelasnya seperti
matahari di siang hari. Adapun orang yang ditutup hatinya oleh keburukan dan
kemaksiatan yang dilakukannya, maka ia terhalangi dari melihat yang hak (benar).
Oleh karena itu, ia dibalas dengannya, yakni ditutupi dari melihat Allah
sebagaimana hatinya dihalangi dari ayat-ayat-Nya di dunia.
[20] Ibnu Katsir berkata, Yakni perkaranya tidaklah seperti yang mereka sangka,
dan tidak seperti yang mereka katakan, yaitu bahwa Al Quran adalah dongengandongengan orang-orang terdahulu, bahkan ia adalah firman Allah, wahyu-Nya, dan
kitab yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan
sesungguhnya yang menghalangi hati mereka dari beriman kepadanya adalah
karena Ar Raan yang menutupi hati mereka karena banyaknya dosa dan kesalahan.
Oleh karena itu, Allah berfirman, apa yang mereka kerjakan. Rain menimpa hati
orang-orang kafir, ghaim menimpa hati orang-orang baik, sedangkan ghain
menimpa hati orang-orang yang dekat (dengan Allah)
[21] Berupa kemaksiatan.
[22] Sehingga hati mereka seperti berkarat. Syaikh As Sadiy berkata, Dalam
beberapa ayat ini terdapat peringatan terhadap dosa, karena ia akan menutupi hati
sedikit demi sedikit sampai hilang cahayanya dan mati ketajaman pandangannya

sehingga hakikat menjadi terbalik atasnya, ia akan melihat kebatilan sebagai


kebenaran dan kebenaran sebagai kebatilan, dan ini di antara hukuman terhadap
dosa.
Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda:

:
Sesungguhnya seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka akan
digoreskan satu titik hitam di hatinya. Apabila dia berhenti, beristighfar dan
bertobat, maka akan mengkilap lagi hatinya, dan jika ia mengulangi lagi, maka akan
ditambah lagi (titik itu) sampai menutupi hatinya. Itulah Ar Raan yang disebutkan
Allah (dalam Al Quran), yaitu firman-Nya, Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang
mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka. (Tirmidzi berkata, Hadits ini
hasan shahih. Syaikh Al Albani menghasankan hadits ini dalam Shahih At Tirmidzi
(3334). Hadits ini menurut penyusun Tuhfatul Ahwadzi diriwayatkan pula oleh
Ahmad, Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim, ia berkata, Shahih sesuai
syarat Muslim.)
Penyusun Tuhfatul Ahwadzi berkata, Asal kata Raan dan Rain adalah tutupan, ia
seperti karat yang menimpa sesuatu yang mengkilap. Ath Thiibiy berkata, Ar Raan
dan Ar Rain adalah sama seperti kata Aab dan Aib. Ayat tersebut adalah
berkenaan dengan orang-orang kafir, akan tetapi orang-orang mukmin ketika
melakukan dosa, maka seperti mereka dalam hal hitamnya hati dan bertambahnya
hal itu dengan bertambahnya dosa. Ibnul Malak berkata, Ayat ini disebutkan
berkenaan dengan orang-orang kafir, akan tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam menyebutkannya untuk menakut-nakuti orang-orang mukmin agar mereka
berhati-hati dari terjatuh ke dalam banyak dosa agar hati mereka tidak menghitam
sebagaimana menghitamnya hati orang-orang kafir. Oleh karena itu, dikatakan
bahwa kemaksiatan-kemaksiatan adalah pengantar kekafiran.
[23] Kata Kalla di ayat ini bisa diartikan Tentu atau pasti.
[24] Di samping hukuman yang disebutkan sebelumnya (dihalangi dari melihat
Allah).
[25] Dengan demikian, mereka ditimpa tiga macam azab; azab neraka, azab celaan,
dan azab dihalangi dari melihat Rabbul aalamin yang di dalamnya mengandung
marah dan murka Allah kepada mereka, dan yang demikian lebih besar dari azab
neraka. Kebalikan dari itu adalah, bahwa kaum mukmin dapat melihat Tuhan
mereka pada hari Kiamat dan ketika mereka di surga, dan mereka juga merasa
nikmat karena melihat kepada-Nya bahkan hal itu melebihi semua kenikmatan.
Mereka juga merasa senang dengan pembicaraan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan
merasa gembira dengan dekatnya mereka dengan-Nya.

[26] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan bahwa kitab catatan amal
orang-orang yang durhaka berada di tempat paling bawah dan paling sempit, maka
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan bahwa kitab catatan amal orang-orang
yang berbakti berada di tempat paling atas dan paling luas, dan bahwa kitab
catatan amal mereka itu disaksikan oleh makhluk yang didekatkan (lihat ayat ke 21)
seperti para malaikat, ruh para nabi, para shiddiqin dan para syuhada, dan bahwa
Allah Subhaanahu wa Ta'aala meninggikan nama mereka di hadapan makhluk di
sisi-Nya.
[27] Kata Kalla di ayat ini bisa diartikan Tentu atau pasti.
[28] Kitab yang mencatat perbuatan orang-orang yang berbakti tersimpan di
'Illiyyin. Ada yang berpendapat, bahwa Illiyyin artinya tempat di langit ketujuh di
bawah Arsy. Al Amasy meriwayatkan dari Hilal bin Yasaf ia berkata: Ibnu Abbas
pernah bertanya kepada Kaab tentang Sijjin, sedangkan saya hadir di situ? Ia
(Kaab) menjawab, Ia adalah bumi yang ketujuh dan di sana terdapat ruh-ruh
orang-orang kafir. Lalu Ibnu Abbas bertanya kepadanya tentang Sijjin? Ia
menjawab, Ia adalah langit ketujuh, dan di sana terdapat ruh-ruh orang-orang
mukmin.Ibnu Abbas berkata tentang ayat, Benar-benar tersimpan dalam 'Illiyyin.
Yaitu surga. Dan dalam sebuah riwayat darinya, bahwa maksudnya amal-amal
mereka di langit di sisi Allah. Qatadah berkata, Illiyyun adalah betis/tonggak kanan
Arsy. Yang lain berpendapat, Illiyyun adalah di dekat Sidratul Muntaha. Menurut
Ibnu Katsir, yang tampak, bahwa Illiyyin diambil dari kata uluw (tinggi), dan setiap
kali sesuatu tinggi dan naik, maka semakin besar dan luaslah tempatnya.
[29] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan kitab catatan amal orangorang yang berbakti, maka Dia menyebutkan bahwa mereka berada di dalam naiim
atau kenikmatan; yang mencakup kenikmatan bagi hati, bagi ruh dan bagi badan.
[30] Kepada kenikmatan yang Allah sediakan untuk mereka.

[31] Hal itu karena berulang-ulang dan terus-menerusnya mereka mendapatkan


kesenangan dapat mencerahkan muka, menghiasnya dan memperindahnya.
[32] Yang merupakan minuman yang paling enak dan paling nikmat.
[33] Bisa maksud makhtum adalah ditutup dari dimasuki sesuatu yang
mengurangi kenikmatannya atau merusak rasanya. Penutupnya adalah minyak
kesturi. Bisa juga maksudnya akhir gelas atau ampas yang mereka minum khamr
murni darinya adalah minyak kesturi yang sangat wangi yang biasanya di dunia
ampas itu ditumpahkan.
[34] Yakni kenikmatan yang kekal itu, yang tidak diketahui indah dan besarnya
kecuali oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

[35] Dengan bersegera mengerjakan amal yang dapat memasukkan ke dalamnya.


Kenikmatan inilah yang seharusnya disiapkan segala yang berharga untuknya dan
dikejar oleh orang-orang yang berakal.
[36] Mereka yang dekat kepada Allah adalah manusia yang paling tinggi
kedudukannya dimana minuman mereka adalah minuman penduduk surga yang
paling utama.
[37] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan balasan orang-orang yang
berdosa dan balasan orang-orang yang beriman serta menerangkan perbedaan
besar antara keduanya, maka Dia memberitahukan bahwa orang-orang yang
berdosa itu adalah mereka yang dahulu di dunia menertawakan orang-orang
mukmin dan mengolok-olok mereka, bahkan ketika orang-orang mukmin lewat,
maka mereka mengedipkan matanya sambil menghinanya.
[38] Sambil mengolok-olok mereka.
[39] Mereka sungguh tertipu karena mereka menggabung antara bersikap buruk
dengan merasa aman di dunia, seakan-akan mereka telah mendapatkan informasi
dan jaminan dari Allah, bahwa mereka tergolong orang-orang yang berbahagia,
bahkan mereka menyatakan bahwa diri merekalah yang mendapat petunjuk
sedangkan orang-orang beriman adalah orang-orang yang sesat dengan
mengadakan kedustaan terhadap Allah Subhaanahu wa Ta'aala serta berani berkata
terhadap-Nya tanpa ilmu.
[40] Yaitu pada hari Kiamat.
[41] Ketika orang-orang yang beriman melihat orang-orang kafir berada dalam
azab, dan apa yang mereka ada-adakan ternyata tidak terwujud, sedangkan orangorang mukmin berada dalam kesenangan, kenikmatan dan ketenangan.
[42] Kepada kenikmatan yang Allah siapkan.
[43] Yakni bukankah mereka telah diberi balasan sesuai yang mereka kerjakan?
Oleh karena mereka (orang-orang kafir) menertawakan orang-orang mukmin di
dunia serta menuduh mereka telah sesat, maka orang-orang mukmin akan
menertawakan mereka di akhirat dan akan melihat mereka dalam azab dan siksaan
akibat kesesatan mereka. Mereka benar-benar telah dibalas sesuai yang mereka
kerjakan sebagai keadilan Allah dan kebijaksanaan-Nya, dan Allah Maha Mengetahui
lagi Mahabijaksana

Tafsir Al Muthaffifin

Surah Al Muthaffifin (Orang-Orang Yang Curang)

Surah ke-83. 36 ayat. Makkiyyah

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-6: Ancaman terhadap orang-orang yang curang dalam menakar dan
menimbang.

() ( ) ( ) ( )
()
( )

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 1-6

1. [1]Celakalah[2] bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)


[3],

2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi[4],

3. dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka
mengurangi[5].

4. [6]Tidakkah orang-orang itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan


dibangkitkan,

5. pada suatu hari yang besar[7],

6. (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit[8] menghadap Tuhan seluruh
alam[9].

Ayat 7-17: Keadaan orang-orang yang celaka dan balasan untuk mereka pada hari
Kiamat.

) ( ) ( ) ( ) ( )
) ( ) ( ) (
()
( )
( ) (

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 7-17

7. Sekali-kali jangan begitu![10] Sesungguhnya catatan orang yang durhaka[11]


benar-benar tersimpan dalam Sijjin[12].

8. Dan tahukah engkau apakah Sijjin itu?

9. (Yaitu) kitab yang berisi catatan (amal)[13].

10. Celakalah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan!

11. (yaitu) orang-orang yang mendustakan hari pembalasan[14].

12. Dan tidak ada yang mendustakannya (hari pembalasan) kecuali setiap orang
yang melampaui batas[15] dan berdosa[16],

13. yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami[17], dia berkata[18], "Itu
adalah dongeng orang-orang dahulu[19]."

14. Sekali-kali tidak![20] Bahkan apa yang mereka kerjakan[21] itu telah menutupi
hati mereka[22].

15. Sekali-kali tidak![23] Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang
dari (melihat) Tuhannya.

16. Kemudian[24], sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka.

17. Kemudian, dikatakan (kepada mereka), "Inilah (azab) yang dahulu kamu
dustakan[25].

Ayat 18-28: Keadaan kaum mukmin dan kenikmatan yang mereka peroleh.

) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) (
( ) ( )
) ( ) ( )

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 18-28

18. [26]Sekali-kali tidak![27] Sesungguhnya catatan orang-orang yang berbakti


benar-benar tersimpan dalam 'Illiyyin[28].

19. Dan tahukah engkau apakah 'Illiyyin itu?

20. (yaitu) kitab yang berisi catatan (amal),

21. yang disaksikan oleh (malaikat-malaikat) yang didekatkan (kepada Allah).

22. [29]Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga


yang penuh) kenikmatan,

23. mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan[30].

24. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup yang penuh
kenikmatan[31].

25. Mereka diberi minum dari khamr murni (tidak memabukkan)[32] yang
(tempatnya) masih dilak (disegel)[33],

26. Laknya dari kesturi. Dan untuk yang demikian itu[34] hendaknya orang
berlomba-lomba[35].

27. Dan campurannya dari tasnim,

28. (yaitu) mata air yang diminum oleh mereka yang dekat (kepada) Allah[36].

Ayat 29-36: Ejekan-ejekan orang-orang yang berdosa terhadap orang-orang mukmin


di dunia dan balasan terhadapnya di akhirat.


() ( ) ( )
( ) ( )
( )

()
( )

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 29-36

29. [37]Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulu


menertawakan orang-orang yang beriman[38].

30. Dan apabila mereka (orang-orang yang beriman) melintas di hadapan mereka,
mereka saling mengedip-ngedipkan matanya.

31. Dan apabila kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira ria[39].

32. Dan apabila mereka melihat (orang-orang mukmin), mereka mengatakan,


"Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang sesat,

33. Padahal (orang-orang yang berdosa itu), mereka tidak diutus sebagai penjaga
(orang-orang mukmin dan perbuatannya).

34. Maka pada hari ini[40], orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang
kafir[41],

35. Mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan[42].

36. Bukankah orang-orang kafir telah mendapat balasan (hukuman) terhadap apa
yang telah mereka kerjakan[43]?

[1] Ibnu Majah berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Bisyr bin
Al Hakam dan Muhammad bin Uqail bin Khuwailid, keduanya berkata: Telah
menceritakan kepada kami Ali bin Al Husain bin Waqid, (ia berkata): telah
menceritakan kepadaku bapakku Yazid An Nahwiy, bahwa Ikrimah menceritakan
kepadanya dari Ibnu Abbas ia berkata: Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba
di Madinah, mereka (penduduk Madinah) adalah manusia yang paling buruk dalam
menakar, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menurunkan firman-Nya, Celakalah
bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang). Maka setelah itu,
mereka memperbaiki takarannya. (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Nasai
sebagaimana dikatakan Al Haafizh Ibnu Katsir juz 4 hal. 483 dari jalan Muhammad
bin Uqail. Para perawinya adalah tsiqah kecuali Ali bin Al Husain bin Waqid, maka
padanya terdapat pembicaraan. Ibnu Hibban juga meriwayatkan di halaman 438 di
Mawaariduzh Zhamaan, demikian pula Ibnu Jarir di juz 29 hal. 91, di sana terdapat
mutabaah (penguat dari jalan yang sama) bagi Ali bin Al Husain bin Waqid, ia telah
dimutabaahkan oleh Yahya bin Wadhih, dimana ia adalah seorang hafizh dan
termasuk para perawi jamaah, akan tetapi Syaikhnya Ibnu Jarir yaitu Muhammad
bin Humaid Ar Raaziy terdapat pembicaraan. Hakim di juz 2 hal. 23 juga
meriwayatkan dan ia berkata, Shahih isnadnya. Dan didiamkan oleh Adz
Dzahabiy. Dalam Mustadrak Hakim disebutkan mutabaah Ali bin Al Husain bin
Syaqiq yang termasuk perawi jamaah sebagaimana dalam Tahdzibut Tahdzib, akan
tetapi pada jalan kepadanya terdapat Muhammad bin Musa bin Hatim Al
Qaasyaaniy, yang muridnya berkata, Ia di sini adalah Al Qaasim bin Al Qaasim As
Sayyaariy yang aku lepas tangan darinya. Ibnu Abi Sadan berkata, Muhammad
bin Ali Al Haafizh berpandangan buruk terhadapnya. Demikian yang disebutkan
dalam Lisaanul Miizaan. Syaikh Muqbil berkata, Tetapi keseluruhan mutabaah ini
menunjukkan bahwa hadits tersebut tsabit (sah), wallahu alam. (lihat Ash Shahihul
Musnad hal. 266), Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah (2223) menghasankan
hadits tersebut.)

[2] Kata Wail artinya ucapan azab dan ancaman atau sebuah lembah di neraka
Jahannam, seperti yang diterangkan oleh penyusun tafsir Al Jalaalain. Ada pula yang
menafsirkan, bahwa kata wail artinya kebinasaan dan kehancuran.

[3] Apabila ancaman keras ini ditujukan kepada orang-orang yang mengurangi
harta orang lain dalam hal takaran dan timbangan, dimana di dalamnya terdapat
pengambilan harta orang lain secara tersembunyi, maka orang yang mengambil

harta orang lain secara terang-terangan atau secara paksa dan atau mencuri harta
mereka, tentu lebih berhak mendapatkan ancaman yang keras ini.

[4] Tanpa dikurangi sedikit pun.

[5] Termasuk pula ke dalam hal ini orang-orang yang ingin dipenuhi hak mereka
secara sempurna, tetapi mereka tidak mau memenuhi hak orang lain yang menjadi
tanggung jawabnya (tidak seimbang antara hak dan kewajiban) atau selalu
menuntut hak, namun kewajiban tidak dilakukan.

[6] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam kembali orang-orang


yang berlaku curang itu, dan mengapa mereka masih saja melakukan kecurangan.

[7] Yaitu hari Kiamat. Dengan demikian, yang membuat mereka berani melakukan
kecurangan tersebut adalah karena tidak beriman kepada hari Akhir. Kalau
sekiranya mereka beriman kepada hari Akhir dan mengetahui bahwa mereka akan
berdiri di hadapan Allah untuk dihisab-Nya amal mereka besar atau kecil, tentu
mereka tidak akan melakukannya dan akan bertobat darinya. Inilah di antara
hikmah, mengapa Allah Subhaanahu wa Ta'aala sering menyebutkan hari Akhir
dalam Al Quran, yaitu karena beriman kepada hari akhir memiliki pengaruh yang
kuat dalam memperbaiki keadaan seseorang sehingga ia akan mengisi hari-harinya
dengan amal saleh, ia pun akan lebih semangat untuk mengerjakan ketaatan itu
sambil berharap akan diberikan pahala di hari itu, demikian juga akan membuatnya
semakin takut ketika mengisi hidupnya dengan kemaksiatan apalagi sampai merasa
tenteram dengannya. Beriman kepada hari akhir juga membantu seseorang untuk
tidak berlebihan terhadap dunia dan tidak menjadikannya sebagai tujuan hidupnya.
Di antara hikmahnya juga adalah menghibur seorang mukmin yang kurang
mendapatkan kesenangan dunia, karena di hadapannya ada kesenangan yang lebih
baik dan lebih kekal.

[8] Dari kubur mereka.

[9] Untuk dihisab dan diberikan pembalasan.

[10] Kata Kalla di ayat ini bisa diartikan Tentu atau pasti.

[11] Seperti orang-orang kafir, orang-orang munafik dan orang-orang fasik.

[12] Kitab yang mencatat perbuatan orang-orang yang durhaka seperti para setan,
orang-orang kafir dan orang-orang munafik tersimpan di Sijjin. Ada yang
berpendapat, bahwa Sijjin adalah sumur di neraka Jahannam, dan ada pula yang
berpendapat bahwa Sijjin adalah tempat paling bawah di bumi ketujuh yang
merupakan tempat kembali orang-orang yang durhaka. Menurut Ibnu Katsir, yang
benar bahwa Sijjiin diambil dari kata sajn yang artinya sempit. Karena semua
makhluk setiap kali ke bawah, maka tempatnya semakin sempit, sedangkan jika
semakin ke atas, maka (tempatnya) semakin luas, demikian juga karena tempat
kembali orang-orang durhaka adalah ke neraka Jahannam yang tempatnya berada
di paling bawah atau rendah. Ayat ini menunjukkan bahwa neraka berada di bawah,
sedangkan surga berada di atas.

[13] Yakni kitab yang disebutkan di sana amal mereka yang buruk.

[14] Yakni hari yang di sana Allah membalas amal mereka.

[15] Dari yang halal kepada yang haram.

[16] Yakni yang banyak berdosa. Inilah yang membuatnya mendustakan hari
pembalasan.

[17] Yang menunjukkan kepada kebenaran dan menunjukkan benarnya apa yang
dibawa para rasul.

[18] Dengan sombong sambil mendustakan dan menentangnya.

[19] Yakni cerita-cerita bohong orang-orang terdahulu. Berbeda dengan orang-orang


yang adil dan sadar, yang maksudnya adalah mencari kebenaran, maka dia tidak
akan mendustakan hari pembalasan, karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah
menegakkan dalil-dalilnya yang qathi (pasti) dan bukti-buktinya yang menjadikan
hal itu sebagai haqqul yaqin (kebenaran yang pasti) yang saking jelasnya seperti
matahari di siang hari. Adapun orang yang ditutup hatinya oleh keburukan dan
kemaksiatan yang dilakukannya, maka ia terhalangi dari melihat yang hak (benar).
Oleh karena itu, ia dibalas dengannya, yakni ditutupi dari melihat Allah
sebagaimana hatinya dihalangi dari ayat-ayat-Nya di dunia.

[20] Ibnu Katsir berkata, Yakni perkaranya tidaklah seperti yang mereka sangka,
dan tidak seperti yang mereka katakan, yaitu bahwa Al Quran adalah dongengandongengan orang-orang terdahulu, bahkan ia adalah firman Allah, wahyu-Nya, dan
kitab yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan
sesungguhnya yang menghalangi hati mereka dari beriman kepadanya adalah
karena Ar Raan yang menutupi hati mereka karena banyaknya dosa dan kesalahan.
Oleh karena itu, Allah berfirman, apa yang mereka kerjakan. Rain menimpa hati
orang-orang kafir, ghaim menimpa hati orang-orang baik, sedangkan ghain
menimpa hati orang-orang yang dekat (dengan Allah)

[21] Berupa kemaksiatan.

[22] Sehingga hati mereka seperti berkarat. Syaikh As Sadiy berkata, Dalam
beberapa ayat ini terdapat peringatan terhadap dosa, karena ia akan menutupi hati
sedikit demi sedikit sampai hilang cahayanya dan mati ketajaman pandangannya
sehingga hakikat menjadi terbalik atasnya, ia akan melihat kebatilan sebagai
kebenaran dan kebenaran sebagai kebatilan, dan ini di antara hukuman terhadap
dosa.

Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda:

Sesungguhnya seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka akan


digoreskan satu titik hitam di hatinya. Apabila dia berhenti, beristighfar dan
bertobat, maka akan mengkilap lagi hatinya, dan jika ia mengulangi lagi, maka akan
ditambah lagi (titik itu) sampai menutupi hatinya. Itulah Ar Raan yang disebutkan
Allah (dalam Al Quran), yaitu firman-Nya, Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang
mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka. (Tirmidzi berkata, Hadits ini
hasan shahih. Syaikh Al Albani menghasankan hadits ini dalam Shahih At Tirmidzi
(3334). Hadits ini menurut penyusun Tuhfatul Ahwadzi diriwayatkan pula oleh
Ahmad, Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim, ia berkata, Shahih sesuai
syarat Muslim.)

Penyusun Tuhfatul Ahwadzi berkata, Asal kata Raan dan Rain adalah tutupan, ia
seperti karat yang menimpa sesuatu yang mengkilap. Ath Thiibiy berkata, Ar Raan
dan Ar Rain adalah sama seperti kata Aab dan Aib. Ayat tersebut adalah
berkenaan dengan orang-orang kafir, akan tetapi orang-orang mukmin ketika
melakukan dosa, maka seperti mereka dalam hal hitamnya hati dan bertambahnya
hal itu dengan bertambahnya dosa. Ibnul Malak berkata, Ayat ini disebutkan
berkenaan dengan orang-orang kafir, akan tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam menyebutkannya untuk menakut-nakuti orang-orang mukmin agar mereka
berhati-hati dari terjatuh ke dalam banyak dosa agar hati mereka tidak menghitam
sebagaimana menghitamnya hati orang-orang kafir. Oleh karena itu, dikatakan
bahwa kemaksiatan-kemaksiatan adalah pengantar kekafiran.

[23] Kata Kalla di ayat ini bisa diartikan Tentu atau pasti.

[24] Di samping hukuman yang disebutkan sebelumnya (dihalangi dari melihat


Allah).

[25] Dengan demikian, mereka ditimpa tiga macam azab; azab neraka, azab celaan,
dan azab dihalangi dari melihat Rabbul aalamin yang di dalamnya mengandung
marah dan murka Allah kepada mereka, dan yang demikian lebih besar dari azab
neraka. Kebalikan dari itu adalah, bahwa kaum mukmin dapat melihat Tuhan
mereka pada hari Kiamat dan ketika mereka di surga, dan mereka juga merasa
nikmat karena melihat kepada-Nya bahkan hal itu melebihi semua kenikmatan.
Mereka juga merasa senang dengan pembicaraan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan
merasa gembira dengan dekatnya mereka dengan-Nya.

[26] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan bahwa kitab catatan amal
orang-orang yang durhaka berada di tempat paling bawah dan paling sempit, maka
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan bahwa kitab catatan amal orang-orang
yang berbakti berada di tempat paling atas dan paling luas, dan bahwa kitab
catatan amal mereka itu disaksikan oleh makhluk yang didekatkan (lihat ayat ke 21)
seperti para malaikat, ruh para nabi, para shiddiqin dan para syuhada, dan bahwa
Allah Subhaanahu wa Ta'aala meninggikan nama mereka di hadapan makhluk di
sisi-Nya.

[27] Kata Kalla di ayat ini bisa diartikan Tentu atau pasti.

[28] Kitab yang mencatat perbuatan orang-orang yang berbakti tersimpan di


'Illiyyin. Ada yang berpendapat, bahwa Illiyyin artinya tempat di langit ketujuh di
bawah Arsy. Al Amasy meriwayatkan dari Hilal bin Yasaf ia berkata: Ibnu Abbas
pernah bertanya kepada Kaab tentang Sijjin, sedangkan saya hadir di situ? Ia
(Kaab) menjawab, Ia adalah bumi yang ketujuh dan di sana terdapat ruh-ruh
orang-orang kafir. Lalu Ibnu Abbas bertanya kepadanya tentang Sijjin? Ia
menjawab, Ia adalah langit ketujuh, dan di sana terdapat ruh-ruh orang-orang
mukmin.Ibnu Abbas berkata tentang ayat, Benar-benar tersimpan dalam 'Illiyyin.
Yaitu surga. Dan dalam sebuah riwayat darinya, bahwa maksudnya amal-amal
mereka di langit di sisi Allah. Qatadah berkata, Illiyyun adalah betis/tonggak kanan
Arsy. Yang lain berpendapat, Illiyyun adalah di dekat Sidratul Muntaha. Menurut
Ibnu Katsir, yang tampak, bahwa Illiyyin diambil dari kata uluw (tinggi), dan setiap
kali sesuatu tinggi dan naik, maka semakin besar dan luaslah tempatnya.

[29] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan kitab catatan amal orangorang yang berbakti, maka Dia menyebutkan bahwa mereka berada di dalam naiim
atau kenikmatan; yang mencakup kenikmatan bagi hati, bagi ruh dan bagi badan.

[30] Kepada kenikmatan yang Allah sediakan untuk mereka.

[31] Hal itu karena berulang-ulang dan terus-menerusnya mereka mendapatkan


kesenangan dapat mencerahkan muka, menghiasnya dan memperindahnya.

[32] Yang merupakan minuman yang paling enak dan paling nikmat.

[33] Bisa maksud makhtum adalah ditutup dari dimasuki sesuatu yang
mengurangi kenikmatannya atau merusak rasanya. Penutupnya adalah minyak
kesturi. Bisa juga maksudnya akhir gelas atau ampas yang mereka minum khamr
murni darinya adalah minyak kesturi yang sangat wangi yang biasanya di dunia
ampas itu ditumpahkan.

[34] Yakni kenikmatan yang kekal itu, yang tidak diketahui indah dan besarnya
kecuali oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

[35] Dengan bersegera mengerjakan amal yang dapat memasukkan ke dalamnya.


Kenikmatan inilah yang seharusnya disiapkan segala yang berharga untuknya dan
dikejar oleh orang-orang yang berakal.

[36] Mereka yang dekat kepada Allah adalah manusia yang paling tinggi
kedudukannya dimana minuman mereka adalah minuman penduduk surga yang
paling utama.

[37] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan balasan orang-orang yang


berdosa dan balasan orang-orang yang beriman serta menerangkan perbedaan
besar antara keduanya, maka Dia memberitahukan bahwa orang-orang yang
berdosa itu adalah mereka yang dahulu di dunia menertawakan orang-orang
mukmin dan mengolok-olok mereka, bahkan ketika orang-orang mukmin lewat,
maka mereka mengedipkan matanya sambil menghinanya.

[38] Sambil mengolok-olok mereka.

[39] Mereka sungguh tertipu karena mereka menggabung antara bersikap buruk
dengan merasa aman di dunia, seakan-akan mereka telah mendapatkan informasi
dan jaminan dari Allah, bahwa mereka tergolong orang-orang yang berbahagia,
bahkan mereka menyatakan bahwa diri merekalah yang mendapat petunjuk
sedangkan orang-orang beriman adalah orang-orang yang sesat dengan
mengadakan kedustaan terhadap Allah Subhaanahu wa Ta'aala serta berani berkata
terhadap-Nya tanpa ilmu.

[40] Yaitu pada hari Kiamat.

[41] Ketika orang-orang yangTafsir Al Muthaffifin

Surah Al Muthaffifin (Orang-Orang Yang Curang)

Surah ke-83. 36 ayat. Makkiyyah

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-6: Ancaman terhadap orang-orang yang curang dalam menakar dan
menimbang.

() ( ) ( ) ( )
()
( )

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 1-6

1. [1]Celakalah[2] bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)


[3],

2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi[4],

3. dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka
mengurangi[5].

4. [6]Tidakkah orang-orang itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan


dibangkitkan,

5. pada suatu hari yang besar[7],

6. (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit[8] menghadap Tuhan seluruh
alam[9].

Ayat 7-17: Keadaan orang-orang yang celaka dan balasan untuk mereka pada hari
Kiamat.

) ( ) ( ) ( ) ( )
) ( ) ( ) (
()
( )
( ) (

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 7-17

7. Sekali-kali jangan begitu![10] Sesungguhnya catatan orang yang durhaka[11]


benar-benar tersimpan dalam Sijjin[12].

8. Dan tahukah engkau apakah Sijjin itu?

9. (Yaitu) kitab yang berisi catatan (amal)[13].

10. Celakalah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan!

11. (yaitu) orang-orang yang mendustakan hari pembalasan[14].

12. Dan tidak ada yang mendustakannya (hari pembalasan) kecuali setiap orang
yang melampaui batas[15] dan berdosa[16],

13. yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami[17], dia berkata[18], "Itu
adalah dongeng orang-orang dahulu[19]."

14. Sekali-kali tidak![20] Bahkan apa yang mereka kerjakan[21] itu telah menutupi
hati mereka[22].

15. Sekali-kali tidak![23] Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang
dari (melihat) Tuhannya.

16. Kemudian[24], sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka.

17. Kemudian, dikatakan (kepada mereka), "Inilah (azab) yang dahulu kamu
dustakan[25].

Ayat 18-28: Keadaan kaum mukmin dan kenikmatan yang mereka peroleh.

) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) (
( ) ( )
) ( ) ( )

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 18-28

18. [26]Sekali-kali tidak![27] Sesungguhnya catatan orang-orang yang berbakti


benar-benar tersimpan dalam 'Illiyyin[28].

19. Dan tahukah engkau apakah 'Illiyyin itu?

20. (yaitu) kitab yang berisi catatan (amal),

21. yang disaksikan oleh (malaikat-malaikat) yang didekatkan (kepada Allah).

22. [29]Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga


yang penuh) kenikmatan,

23. mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan[30].

24. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup yang penuh
kenikmatan[31].

25. Mereka diberi minum dari khamr murni (tidak memabukkan)[32] yang
(tempatnya) masih dilak (disegel)[33],

26. Laknya dari kesturi. Dan untuk yang demikian itu[34] hendaknya orang
berlomba-lomba[35].

27. Dan campurannya dari tasnim,

28. (yaitu) mata air yang diminum oleh mereka yang dekat (kepada) Allah[36].

Ayat 29-36: Ejekan-ejekan orang-orang yang berdosa terhadap orang-orang mukmin


di dunia dan balasan terhadapnya di akhirat.


() ( ) ( )
( ) ( )
( )

()
( )

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 29-36

29. [37]Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulu


menertawakan orang-orang yang beriman[38].

30. Dan apabila mereka (orang-orang yang beriman) melintas di hadapan mereka,
mereka saling mengedip-ngedipkan matanya.

31. Dan apabila kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira ria[39].

32. Dan apabila mereka melihat (orang-orang mukmin), mereka mengatakan,


"Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang sesat,

33. Padahal (orang-orang yang berdosa itu), mereka tidak diutus sebagai penjaga
(orang-orang mukmin dan perbuatannya).

34. Maka pada hari ini[40], orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang
kafir[41],

35. Mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan[42].

36. Bukankah orang-orang kafir telah mendapat balasan (hukuman) terhadap apa
yang telah mereka kerjakan[43]?

[1] Ibnu Majah berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Bisyr bin
Al Hakam dan Muhammad bin Uqail bin Khuwailid, keduanya berkata: Telah
menceritakan kepada kami Ali bin Al Husain bin Waqid, (ia berkata): telah
menceritakan kepadaku bapakku Yazid An Nahwiy, bahwa Ikrimah menceritakan
kepadanya dari Ibnu Abbas ia berkata: Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba
di Madinah, mereka (penduduk Madinah) adalah manusia yang paling buruk dalam
menakar, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menurunkan firman-Nya, Celakalah
bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang). Maka setelah itu,
mereka memperbaiki takarannya. (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Nasai
sebagaimana dikatakan Al Haafizh Ibnu Katsir juz 4 hal. 483 dari jalan Muhammad
bin Uqail. Para perawinya adalah tsiqah kecuali Ali bin Al Husain bin Waqid, maka
padanya terdapat pembicaraan. Ibnu Hibban juga meriwayatkan di halaman 438 di
Mawaariduzh Zhamaan, demikian pula Ibnu Jarir di juz 29 hal. 91, di sana terdapat
mutabaah (penguat dari jalan yang sama) bagi Ali bin Al Husain bin Waqid, ia telah
dimutabaahkan oleh Yahya bin Wadhih, dimana ia adalah seorang hafizh dan
termasuk para perawi jamaah, akan tetapi Syaikhnya Ibnu Jarir yaitu Muhammad
bin Humaid Ar Raaziy terdapat pembicaraan. Hakim di juz 2 hal. 23 juga
meriwayatkan dan ia berkata, Shahih isnadnya. Dan didiamkan oleh Adz
Dzahabiy. Dalam Mustadrak Hakim disebutkan mutabaah Ali bin Al Husain bin
Syaqiq yang termasuk perawi jamaah sebagaimana dalam Tahdzibut Tahdzib, akan
tetapi pada jalan kepadanya terdapat Muhammad bin Musa bin Hatim Al
Qaasyaaniy, yang muridnya berkata, Ia di sini adalah Al Qaasim bin Al Qaasim As
Sayyaariy yang aku lepas tangan darinya. Ibnu Abi Sadan berkata, Muhammad
bin Ali Al Haafizh berpandangan buruk terhadapnya. Demikian yang disebutkan
dalam Lisaanul Miizaan. Syaikh Muqbil berkata, Tetapi keseluruhan mutabaah ini
menunjukkan bahwa hadits tersebut tsabit (sah), wallahu alam. (lihat Ash Shahihul
Musnad hal. 266), Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah (2223) menghasankan
hadits tersebut.)

[2] Kata Wail artinya ucapan azab dan ancaman atau sebuah lembah di neraka
Jahannam, seperti yang diterangkan oleh penyusun tafsir Al Jalaalain. Ada pula yang
menafsirkan, bahwa kata wail artinya kebinasaan dan kehancuran.

[3] Apabila ancaman keras ini ditujukan kepada orang-orang yang mengurangi
harta orang lain dalam hal takaran dan timbangan, dimana di dalamnya terdapat
pengambilan harta orang lain secara tersembunyi, maka orang yang mengambil
harta orang lain secara terang-terangan atau secara paksa dan atau mencuri harta
mereka, tentu lebih berhak mendapatkan ancaman yang keras ini.

[4] Tanpa dikurangi sedikit pun.

[5] Termasuk pula ke dalam hal ini orang-orang yang ingin dipenuhi hak mereka
secara sempurna, tetapi mereka tidak mau memenuhi hak orang lain yang menjadi
tanggung jawabnya (tidak seimbang antara hak dan kewajiban) atau selalu
menuntut hak, namun kewajiban tidak dilakukan.

[6] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam kembali orang-orang


yang berlaku curang itu, dan mengapa mereka masih saja melakukan kecurangan.

[7] Yaitu hari Kiamat. Dengan demikian, yang membuat mereka berani melakukan
kecurangan tersebut adalah karena tidak beriman kepada hari Akhir. Kalau
sekiranya mereka beriman kepada hari Akhir dan mengetahui bahwa mereka akan
berdiri di hadapan Allah untuk dihisab-Nya amal mereka besar atau kecil, tentu
mereka tidak akan melakukannya dan akan bertobat darinya. Inilah di antara
hikmah, mengapa Allah Subhaanahu wa Ta'aala sering menyebutkan hari Akhir
dalam Al Quran, yaitu karena beriman kepada hari akhir memiliki pengaruh yang
kuat dalam memperbaiki keadaan seseorang sehingga ia akan mengisi hari-harinya
dengan amal saleh, ia pun akan lebih semangat untuk mengerjakan ketaatan itu
sambil berharap akan diberikan pahala di hari itu, demikian juga akan membuatnya
semakin takut ketika mengisi hidupnya dengan kemaksiatan apalagi sampai merasa
tenteram dengannya. Beriman kepada hari akhir juga membantu seseorang untuk
tidak berlebihan terhadap dunia dan tidak menjadikannya sebagai tujuan hidupnya.
Di antara hikmahnya juga adalah menghibur seorang mukmin yang kurang
mendapatkan kesenangan dunia, karena di hadapannya ada kesenangan yang lebih
baik dan lebih kekal.

[8] Dari kubur mereka.

[9] Untuk dihisab dan diberikan pembalasan.

[10] Kata Kalla di ayat ini bisa diartikan Tentu atau pasti.

[11] Seperti orang-orang kafir, orang-orang munafik dan orang-orang fasik.

[12] Kitab yang mencatat perbuatan orang-orang yang durhaka seperti para setan,
orang-orang kafir dan orang-orang munafik tersimpan di Sijjin. Ada yang
berpendapat, bahwa Sijjin adalah sumur di neraka Jahannam, dan ada pula yang
berpendapat bahwa Sijjin adalah tempat paling bawah di bumi ketujuh yang
merupakan tempat kembali orang-orang yang durhaka. Menurut Ibnu Katsir, yang
benar bahwa Sijjiin diambil dari kata sajn yang artinya sempit. Karena semua
makhluk setiap kali ke bawah, maka tempatnya semakin sempit, sedangkan jika
semakin ke atas, maka (tempatnya) semakin luas, demikian juga karena tempat
kembali orang-orang durhaka adalah ke neraka Jahannam yang tempatnya berada
di paling bawah atau rendah. Ayat ini menunjukkan bahwa neraka berada di bawah,
sedangkan surga berada di atas.

[13] Yakni kitab yang disebutkan di sana amal mereka yang buruk.

[14] Yakni hari yang di sana Allah membalas amal mereka.

[15] Dari yang halal kepada yang haram.

[16] Yakni yang banyak berdosa. Inilah yang membuatnya mendustakan hari
pembalasan.

[17] Yang menunjukkan kepada kebenaran dan menunjukkan benarnya apa yang
dibawa para rasul.

[18] Dengan sombong sambil mendustakan dan menentangnya.

[19] Yakni cerita-cerita bohong orang-orang terdahulu. Berbeda dengan orang-orang


yang adil dan sadar, yang maksudnya adalah mencari kebenaran, maka dia tidak
akan mendustakan hari pembalasan, karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah
menegakkan dalil-dalilnya yang qathi (pasti) dan bukti-buktinya yang menjadikan
hal itu sebagai haqqul yaqin (kebenaran yang pasti) yang saking jelasnya seperti
matahari di siang hari. Adapun orang yang ditutup hatinya oleh keburukan dan
kemaksiatan yang dilakukannya, maka ia terhalangi dari melihat yang hak (benar).
Oleh karena itu, ia dibalas dengannya, yakni ditutupi dari melihat Allah
sebagaimana hatinya dihalangi dari ayat-ayat-Nya di dunia.

[20] Ibnu Katsir berkata, Yakni perkaranya tidaklah seperti yang mereka sangka,
dan tidak seperti yang mereka katakan, yaitu bahwa Al Quran adalah dongengandongengan orang-orang terdahulu, bahkan ia adalah firman Allah, wahyu-Nya, dan
kitab yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan
sesungguhnya yang menghalangi hati mereka dari beriman kepadanya adalah
karena Ar Raan yang menutupi hati mereka karena banyaknya dosa dan kesalahan.
Oleh karena itu, Allah berfirman, apa yang mereka kerjakan. Rain menimpa hati
orang-orang kafir, ghaim menimpa hati orang-orang baik, sedangkan ghain
menimpa hati orang-orang yang dekat (dengan Allah)

[21] Berupa kemaksiatan.

[22] Sehingga hati mereka seperti berkarat. Syaikh As Sadiy berkata, Dalam
beberapa ayat ini terdapat peringatan terhadap dosa, karena ia akan menutupi hati
sedikit demi sedikit sampai hilang cahayanya dan mati ketajaman pandangannya
sehingga hakikat menjadi terbalik atasnya, ia akan melihat kebatilan sebagai
kebenaran dan kebenaran sebagai kebatilan, dan ini di antara hukuman terhadap
dosa.

Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda:

Sesungguhnya seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka akan


digoreskan satu titik hitam di hatinya. Apabila dia berhenti, beristighfar dan
bertobat, maka akan mengkilap lagi hatinya, dan jika ia mengulangi lagi, maka akan
ditambah lagi (titik itu) sampai menutupi hatinya. Itulah Ar Raan yang disebutkan
Allah (dalam Al Quran), yaitu firman-Nya, Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang
mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka. (Tirmidzi berkata, Hadits ini
hasan shahih. Syaikh Al Albani menghasankan hadits ini dalam Shahih At Tirmidzi
(3334). Hadits ini menurut penyusun Tuhfatul Ahwadzi diriwayatkan pula oleh
Ahmad, Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim, ia berkata, Shahih sesuai
syarat Muslim.)

Penyusun Tuhfatul Ahwadzi berkata, Asal kata Raan dan Rain adalah tutupan, ia
seperti karat yang menimpa sesuatu yang mengkilap. Ath Thiibiy berkata, Ar Raan
dan Ar Rain adalah sama seperti kata Aab dan Aib. Ayat tersebut adalah
berkenaan dengan orang-orang kafir, akan tetapi orang-orang mukmin ketika
melakukan dosa, maka seperti mereka dalam hal hitamnya hati dan bertambahnya
hal itu dengan bertambahnya dosa. Ibnul Malak berkata, Ayat ini disebutkan
berkenaan dengan orang-orang kafir, akan tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam menyebutkannya untuk menakut-nakuti orang-orang mukmin agar mereka
berhati-hati dari terjatuh ke dalam banyak dosa agar hati mereka tidak menghitam
sebagaimana menghitamnya hati orang-orang kafir. Oleh karena itu, dikatakan
bahwa kemaksiatan-kemaksiatan adalah pengantar kekafiran.

[23] Kata Kalla di ayat ini bisa diartikan Tentu atau pasti.

[24] Di samping hukuman yang disebutkan sebelumnya (dihalangi dari melihat


Allah).

[25] Dengan demikian, mereka ditimpa tiga macam azab; azab neraka, azab celaan,
dan azab dihalangi dari melihat Rabbul aalamin yang di dalamnya mengandung
marah dan murka Allah kepada mereka, dan yang demikian lebih besar dari azab
neraka. Kebalikan dari itu adalah, bahwa kaum mukmin dapat melihat Tuhan

mereka pada hari Kiamat dan ketika mereka di surga, dan mereka juga merasa
nikmat karena melihat kepada-Nya bahkan hal itu melebihi semua kenikmatan.
Mereka juga merasa senang dengan pembicaraan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan
merasa gembira dengan dekatnya mereka dengan-Nya.

[26] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan bahwa kitab catatan amal
orang-orang yang durhaka berada di tempat paling bawah dan paling sempit, maka
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan bahwa kitab catatan amal orang-orang
yang berbakti berada di tempat paling atas dan paling luas, dan bahwa kitab
catatan amal mereka itu disaksikan oleh makhluk yang didekatkan (lihat ayat ke 21)
seperti para malaikat, ruh para nabi, para shiddiqin dan para syuhada, dan bahwa
Allah Subhaanahu wa Ta'aala meninggikan nama mereka di hadapan makhluk di
sisi-Nya.

[27] Kata Kalla di ayat ini bisa diartikan Tentu atau pasti.

[28] Kitab yang mencatat perbuatan orang-orang yang berbakti tersimpan di


'Illiyyin. Ada yang berpendapat, bahwa Illiyyin artinya tempat di langit ketujuh di
bawah Arsy. Al Amasy meriwayatkan dari Hilal bin Yasaf ia berkata: Ibnu Abbas
pernah bertanya kepada Kaab tentang Sijjin, sedangkan saya hadir di situ? Ia
(Kaab) menjawab, Ia adalah bumi yang ketujuh dan di sana terdapat ruh-ruh
orang-orang kafir. Lalu Ibnu Abbas bertanya kepadanya tentang Sijjin? Ia
menjawab, Ia adalah langit ketujuh, dan di sana terdapat ruh-ruh orang-orang
mukmin.Ibnu Abbas berkata tentang ayat, Benar-benar tersimpan dalam 'Illiyyin.
Yaitu surga. Dan dalam sebuah riwayat darinya, bahwa maksudnya amal-amal
mereka di langit di sisi Allah. Qatadah berkata, Illiyyun adalah betis/tonggak kanan
Arsy. Yang lain berpendapat, Illiyyun adalah di dekat Sidratul Muntaha. Menurut
Ibnu Katsir, yang tampak, bahwa Illiyyin diambil dari kata uluw (tinggi), dan setiap
kali sesuatu tinggi dan naik, maka semakin besar dan luaslah tempatnya.

[29] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan kitab catatan amal orangorang yang berbakti, maka Dia menyebutkan bahwa mereka berada di dalam naiim
atau kenikmatan; yang mencakup kenikmatan bagi hati, bagi ruh dan bagi badan.

[30] Kepada kenikmatan yang Allah sediakan untuk mereka.

[31] Hal itu karena berulang-ulang dan terus-menerusnya mereka mendapatkan


kesenangan dapat mencerahkan muka, menghiasnya dan memperindahnya.

[32] Yang merupakan minuman yang paling enak dan paling nikmat.

[33] Bisa maksud makhtum adalah ditutup dari dimasuki sesuatu yang
mengurangi kenikmatannya atau merusak rasanya. Penutupnya adalah minyak
kesturi. Bisa juga maksudnya akhir gelas atau ampas yang mereka minum khamr
murni darinya adalah minyak kesturi yang sangat wangi yang biasanya di dunia
ampas itu ditumpahkan.

[34] Yakni kenikmatan yang kekal itu, yang tidak diketahui indah dan besarnya
kecuali oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

[35] Dengan bersegera mengerjakan amal yang dapat memasukkan ke dalamnya.


Kenikmatan inilah yang seharusnya disiapkan segala yang berharga untuknya dan
dikejar oleh orang-orang yang berakal.

[36] Mereka yang dekat kepada Allah adalah manusia yang paling tinggi
kedudukannya dimana minuman mereka adalah minuman penduduk surga yang
paling utama.

[37] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan balasan orang-orang yang


berdosa dan balasan orang-orang yang beriman serta menerangkan perbedaan
besar antara keduanya, maka Dia memberitahukan bahwa orang-orang yang
berdosa itu adalah mereka yang dahulu di dunia menertawakan orang-orang
mukmin dan mengolok-olok mereka, bahkan ketika orang-orang mukmin lewat,
maka mereka mengedipkan matanya sambil menghinanya.

[38] Sambil mengolok-olok mereka.

[39] Mereka sungguh tertipu karena mereka menggabung antara bersikap buruk
dengan merasa aman di dunia, seakan-akan mereka telah mendapatkan informasi

dan jaminan dari Allah, bahwa mereka tergolong orang-orang yang berbahagia,
bahkan mereka menyatakan bahwa diri merekalah yang mendapat petunjuk
sedangkan orang-orang beriman adalah orang-orang yang sesat dengan
mengadakan kedustaan terhadap Allah Subhaanahu wa Ta'aala serta berani berkata
terhadap-Nya tanpa ilmu.

[40] Yaitu pada hari Kiamat.

[41] Ketika orang-orang yang beriman melihat orang-orang kafir berada dalam
azab, dan apa yang mereka ada-adakan ternyata tidak terwujud, sedangkan orangorang mukmin berada dalam kesenangan, kenikmatan dan ketenangan.

[42] Kepada kenikmatan yang Allah siapkan.

[43] Yakni bukankah mereka telah diberi balasan sesuai yang mereka kerjakan?
Oleh karena mereka (orang-orang kafir) menertawakan orang-orang mukmin di
dunia serta menuduh mereka telah sesat, maka orang-orang mukmin akan
menertawakan mereka di akhirat dan akan melihat mereka dalam azab dan siksaan
akibat kesesatan mereka. Mereka benar-benar telah dibalas sesuai yang mereka
kerjakan sebagai keadilan Allah dan kebijaksanaan-Nya, dan Allah Maha Mengetahui
lagi Mahabijaksana

Tafsir Al Muthaffifin

Surah Al Muthaffifin (Orang-Orang Yang Curang)

Surah ke-83. 36 ayat. Makkiyyah

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-6: Ancaman terhadap orang-orang yang curang dalam menakar dan
menimbang.

() ( ) ( ) ( )
()
( )

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 1-6

1. [1]Celakalah[2] bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)


[3],

2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi[4],

3. dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka
mengurangi[5].

4. [6]Tidakkah orang-orang itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan


dibangkitkan,

5. pada suatu hari yang besar[7],

6. (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit[8] menghadap Tuhan seluruh
alam[9].

Ayat 7-17: Keadaan orang-orang yang celaka dan balasan untuk mereka pada hari
Kiamat.

) ( ) ( ) ( ) ( )
) ( ) ( ) (
()
( )
( ) (

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 7-17

7. Sekali-kali jangan begitu![10] Sesungguhnya catatan orang yang durhaka[11]


benar-benar tersimpan dalam Sijjin[12].

8. Dan tahukah engkau apakah Sijjin itu?

9. (Yaitu) kitab yang berisi catatan (amal)[13].

10. Celakalah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan!

11. (yaitu) orang-orang yang mendustakan hari pembalasan[14].

12. Dan tidak ada yang mendustakannya (hari pembalasan) kecuali setiap orang
yang melampaui batas[15] dan berdosa[16],

13. yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami[17], dia berkata[18], "Itu
adalah dongeng orang-orang dahulu[19]."

14. Sekali-kali tidak![20] Bahkan apa yang mereka kerjakan[21] itu telah menutupi
hati mereka[22].

15. Sekali-kali tidak![23] Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang
dari (melihat) Tuhannya.

16. Kemudian[24], sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka.

17. Kemudian, dikatakan (kepada mereka), "Inilah (azab) yang dahulu kamu
dustakan[25].

Ayat 18-28: Keadaan kaum mukmin dan kenikmatan yang mereka peroleh.

) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) (
( ) ( )
) ( ) ( )

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 18-28

18. [26]Sekali-kali tidak![27] Sesungguhnya catatan orang-orang yang berbakti


benar-benar tersimpan dalam 'Illiyyin[28].

19. Dan tahukah engkau apakah 'Illiyyin itu?

20. (yaitu) kitab yang berisi catatan (amal),

21. yang disaksikan oleh (malaikat-malaikat) yang didekatkan (kepada Allah).

22. [29]Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga


yang penuh) kenikmatan,

23. mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan[30].

24. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup yang penuh
kenikmatan[31].

25. Mereka diberi minum dari khamr murni (tidak memabukkan)[32] yang
(tempatnya) masih dilak (disegel)[33],

26. Laknya dari kesturi. Dan untuk yang demikian itu[34] hendaknya orang
berlomba-lomba[35].

27. Dan campurannya dari tasnim,

28. (yaitu) mata air yang diminum oleh mereka yang dekat (kepada) Allah[36].

Ayat 29-36: Ejekan-ejekan orang-orang yang berdosa terhadap orang-orang mukmin


di dunia dan balasan terhadapnya di akhirat.


() ( ) ( )

( ) ( )
( )

()
( )

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 29-36

29. [37]Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulu


menertawakan orang-orang yang beriman[38].

30. Dan apabila mereka (orang-orang yang beriman) melintas di hadapan mereka,
mereka saling mengedip-ngedipkan matanya.

31. Dan apabila kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira ria[39].

32. Dan apabila mereka melihat (orang-orang mukmin), mereka mengatakan,


"Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang sesat,

33. Padahal (orang-orang yang berdosa itu), mereka tidak diutus sebagai penjaga
(orang-orang mukmin dan perbuatannya).

34. Maka pada hari ini[40], orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang
kafir[41],

35. Mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan[42].

36. Bukankah orang-orang kafir telah mendapat balasan (hukuman) terhadap apa
yang telah mereka kerjakan[43]?

[1] Ibnu Majah berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Bisyr bin
Al Hakam dan Muhammad bin Uqail bin Khuwailid, keduanya berkata: Telah
menceritakan kepada kami Ali bin Al Husain bin Waqid, (ia berkata): telah
menceritakan kepadaku bapakku Yazid An Nahwiy, bahwa Ikrimah menceritakan
kepadanya dari Ibnu Abbas ia berkata: Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba
di Madinah, mereka (penduduk Madinah) adalah manusia yang paling buruk dalam
menakar, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menurunkan firman-Nya, Celakalah

bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang). Maka setelah itu,
mereka memperbaiki takarannya. (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Nasai
sebagaimana dikatakan Al Haafizh Ibnu Katsir juz 4 hal. 483 dari jalan Muhammad
bin Uqail. Para perawinya adalah tsiqah kecuali Ali bin Al Husain bin Waqid, maka
padanya terdapat pembicaraan. Ibnu Hibban juga meriwayatkan di halaman 438 di
Mawaariduzh Zhamaan, demikian pula Ibnu Jarir di juz 29 hal. 91, di sana terdapat
mutabaah (penguat dari jalan yang sama) bagi Ali bin Al Husain bin Waqid, ia telah
dimutabaahkan oleh Yahya bin Wadhih, dimana ia adalah seorang hafizh dan
termasuk para perawi jamaah, akan tetapi Syaikhnya Ibnu Jarir yaitu Muhammad
bin Humaid Ar Raaziy terdapat pembicaraan. Hakim di juz 2 hal. 23 juga
meriwayatkan dan ia berkata, Shahih isnadnya. Dan didiamkan oleh Adz
Dzahabiy. Dalam Mustadrak Hakim disebutkan mutabaah Ali bin Al Husain bin
Syaqiq yang termasuk perawi jamaah sebagaimana dalam Tahdzibut Tahdzib, akan
tetapi pada jalan kepadanya terdapat Muhammad bin Musa bin Hatim Al
Qaasyaaniy, yang muridnya berkata, Ia di sini adalah Al Qaasim bin Al Qaasim As
Sayyaariy yang aku lepas tangan darinya. Ibnu Abi Sadan berkata, Muhammad
bin Ali Al Haafizh berpandangan buruk terhadapnya. Demikian yang disebutkan
dalam Lisaanul Miizaan. Syaikh Muqbil berkata, Tetapi keseluruhan mutabaah ini
menunjukkan bahwa hadits tersebut tsabit (sah), wallahu alam. (lihat Ash Shahihul
Musnad hal. 266), Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah (2223) menghasankan
hadits tersebut.)

[2] Kata Wail artinya ucapan azab dan ancaman atau sebuah lembah di neraka
Jahannam, seperti yang diterangkan oleh penyusun tafsir Al Jalaalain. Ada pula yang
menafsirkan, bahwa kata wail artinya kebinasaan dan kehancuran.

[3] Apabila ancaman keras ini ditujukan kepada orang-orang yang mengurangi
harta orang lain dalam hal takaran dan timbangan, dimana di dalamnya terdapat
pengambilan harta orang lain secara tersembunyi, maka orang yang mengambil
harta orang lain secara terang-terangan atau secara paksa dan atau mencuri harta
mereka, tentu lebih berhak mendapatkan ancaman yang keras ini.

[4] Tanpa dikurangi sedikit pun.

[5] Termasuk pula ke dalam hal ini orang-orang yang ingin dipenuhi hak mereka
secara sempurna, tetapi mereka tidak mau memenuhi hak orang lain yang menjadi
tanggung jawabnya (tidak seimbang antara hak dan kewajiban) atau selalu
menuntut hak, namun kewajiban tidak dilakukan.

[6] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam kembali orang-orang


yang berlaku curang itu, dan mengapa mereka masih saja melakukan kecurangan.

[7] Yaitu hari Kiamat. Dengan demikian, yang membuat mereka berani melakukan
kecurangan tersebut adalah karena tidak beriman kepada hari Akhir. Kalau
sekiranya mereka beriman kepada hari Akhir dan mengetahui bahwa mereka akan
berdiri di hadapan Allah untuk dihisab-Nya amal mereka besar atau kecil, tentu
mereka tidak akan melakukannya dan akan bertobat darinya. Inilah di antara
hikmah, mengapa Allah Subhaanahu wa Ta'aala sering menyebutkan hari Akhir
dalam Al Quran, yaitu karena beriman kepada hari akhir memiliki pengaruh yang
kuat dalam memperbaiki keadaan seseorang sehingga ia akan mengisi hari-harinya
dengan amal saleh, ia pun akan lebih semangat untuk mengerjakan ketaatan itu
sambil berharap akan diberikan pahala di hari itu, demikian juga akan membuatnya
semakin takut ketika mengisi hidupnya dengan kemaksiatan apalagi sampai merasa
tenteram dengannya. Beriman kepada hari akhir juga membantu seseorang untuk
tidak berlebihan terhadap dunia dan tidak menjadikannya sebagai tujuan hidupnya.
Di antara hikmahnya juga adalah menghibur seorang mukmin yang kurang
mendapatkan kesenangan dunia, karena di hadapannya ada kesenangan yang lebih
baik dan lebih kekal.

[8] Dari kubur mereka.

[9] Untuk dihisab dan diberikan pembalasan.

[10] Kata Kalla di ayat ini bisa diartikan Tentu atau pasti.

[11] Seperti orang-orang kafir, orang-orang munafik dan orang-orang fasik.

[12] Kitab yang mencatat perbuatan orang-orang yang durhaka seperti para setan,
orang-orang kafir dan orang-orang munafik tersimpan di Sijjin. Ada yang
berpendapat, bahwa Sijjin adalah sumur di neraka Jahannam, dan ada pula yang
berpendapat bahwa Sijjin adalah tempat paling bawah di bumi ketujuh yang
merupakan tempat kembali orang-orang yang durhaka. Menurut Ibnu Katsir, yang
benar bahwa Sijjiin diambil dari kata sajn yang artinya sempit. Karena semua

makhluk setiap kali ke bawah, maka tempatnya semakin sempit, sedangkan jika
semakin ke atas, maka (tempatnya) semakin luas, demikian juga karena tempat
kembali orang-orang durhaka adalah ke neraka Jahannam yang tempatnya berada
di paling bawah atau rendah. Ayat ini menunjukkan bahwa neraka berada di bawah,
sedangkan surga berada di atas.

[13] Yakni kitab yang disebutkan di sana amal mereka yang buruk.

[14] Yakni hari yang di sana Allah membalas amal mereka.

[15] Dari yang halal kepada yang haram.

[16] Yakni yang banyak berdosa. Inilah yang membuatnya mendustakan hari
pembalasan.

[17] Yang menunjukkan kepada kebenaran dan menunjukkan benarnya apa yang
dibawa para rasul.

[18] Dengan sombong sambil mendustakan dan menentangnya.

[19] Yakni cerita-cerita bohong orang-orang terdahulu. Berbeda dengan orang-orang


yang adil dan sadar, yang maksudnya adalah mencari kebenaran, maka dia tidak
akan mendustakan hari pembalasan, karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah
menegakkan dalil-dalilnya yang qathi (pasti) dan bukti-buktinya yang menjadikan
hal itu sebagai haqqul yaqin (kebenaran yang pasti) yang saking jelasnya seperti
matahari di siang hari. Adapun orang yang ditutup hatinya oleh keburukan dan
kemaksiatan yang dilakukannya, maka ia terhalangi dari melihat yang hak (benar).
Oleh karena itu, ia dibalas dengannya, yakni ditutupi dari melihat Allah
sebagaimana hatinya dihalangi dari ayat-ayat-Nya di dunia.

[20] Ibnu Katsir berkata, Yakni perkaranya tidaklah seperti yang mereka sangka,
dan tidak seperti yang mereka katakan, yaitu bahwa Al Quran adalah dongengandongengan orang-orang terdahulu, bahkan ia adalah firman Allah, wahyu-Nya, dan

kitab yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan


sesungguhnya yang menghalangi hati mereka dari beriman kepadanya adalah
karena Ar Raan yang menutupi hati mereka karena banyaknya dosa dan kesalahan.
Oleh karena itu, Allah berfirman, apa yang mereka kerjakan. Rain menimpa hati
orang-orang kafir, ghaim menimpa hati orang-orang baik, sedangkan ghain
menimpa hati orang-orang yang dekat (dengan Allah)

[21] Berupa kemaksiatan.

[22] Sehingga hati mereka seperti berkarat. Syaikh As Sadiy berkata, Dalam
beberapa ayat ini terdapat peringatan terhadap dosa, karena ia akan menutupi hati
sedikit demi sedikit sampai hilang cahayanya dan mati ketajaman pandangannya
sehingga hakikat menjadi terbalik atasnya, ia akan melihat kebatilan sebagai
kebenaran dan kebenaran sebagai kebatilan, dan ini di antara hukuman terhadap
dosa.

Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda:

Sesungguhnya seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka akan


digoreskan satu titik hitam di hatinya. Apabila dia berhenti, beristighfar dan
bertobat, maka akan mengkilap lagi hatinya, dan jika ia mengulangi lagi, maka akan
ditambah lagi (titik itu) sampai menutupi hatinya. Itulah Ar Raan yang disebutkan
Allah (dalam Al Quran), yaitu firman-Nya, Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang
mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka. (Tirmidzi berkata, Hadits ini
hasan shahih. Syaikh Al Albani menghasankan hadits ini dalam Shahih At Tirmidzi
(3334). Hadits ini menurut penyusun Tuhfatul Ahwadzi diriwayatkan pula oleh
Ahmad, Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim, ia berkata, Shahih sesuai
syarat Muslim.)

Penyusun Tuhfatul Ahwadzi berkata, Asal kata Raan dan Rain adalah tutupan, ia
seperti karat yang menimpa sesuatu yang mengkilap. Ath Thiibiy berkata, Ar Raan
dan Ar Rain adalah sama seperti kata Aab dan Aib. Ayat tersebut adalah

berkenaan dengan orang-orang kafir, akan tetapi orang-orang mukmin ketika


melakukan dosa, maka seperti mereka dalam hal hitamnya hati dan bertambahnya
hal itu dengan bertambahnya dosa. Ibnul Malak berkata, Ayat ini disebutkan
berkenaan dengan orang-orang kafir, akan tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam menyebutkannya untuk menakut-nakuti orang-orang mukmin agar mereka
berhati-hati dari terjatuh ke dalam banyak dosa agar hati mereka tidak menghitam
sebagaimana menghitamnya hati orang-orang kafir. Oleh karena itu, dikatakan
bahwa kemaksiatan-kemaksiatan adalah pengantar kekafiran.

[23] Kata Kalla di ayat ini bisa diartikan Tentu atau pasti.

[24] Di samping hukuman yang disebutkan sebelumnya (dihalangi dari melihat


Allah).

[25] Dengan demikian, mereka ditimpa tiga macam azab; azab neraka, azab celaan,
dan azab dihalangi dari melihat Rabbul aalamin yang di dalamnya mengandung
marah dan murka Allah kepada mereka, dan yang demikian lebih besar dari azab
neraka. Kebalikan dari itu adalah, bahwa kaum mukmin dapat melihat Tuhan
mereka pada hari Kiamat dan ketika mereka di surga, dan mereka juga merasa
nikmat karena melihat kepada-Nya bahkan hal itu melebihi semua kenikmatan.
Mereka juga merasa senang dengan pembicaraan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan
merasa gembira dengan dekatnya mereka dengan-Nya.

[26] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan bahwa kitab catatan amal
orang-orang yang durhaka berada di tempat paling bawah dan paling sempit, maka
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan bahwa kitab catatan amal orang-orang
yang berbakti berada di tempat paling atas dan paling luas, dan bahwa kitab
catatan amal mereka itu disaksikan oleh makhluk yang didekatkan (lihat ayat ke 21)
seperti para malaikat, ruh para nabi, para shiddiqin dan para syuhada, dan bahwa
Allah Subhaanahu wa Ta'aala meninggikan nama mereka di hadapan makhluk di
sisi-Nya.

[27] Kata Kalla di ayat ini bisa diartikan Tentu atau pasti.

[28] Kitab yang mencatat perbuatan orang-orang yang berbakti tersimpan di


'Illiyyin. Ada yang berpendapat, bahwa Illiyyin artinya tempat di langit ketujuh di

bawah Arsy. Al Amasy meriwayatkan dari Hilal bin Yasaf ia berkata: Ibnu Abbas
pernah bertanya kepada Kaab tentang Sijjin, sedangkan saya hadir di situ? Ia
(Kaab) menjawab, Ia adalah bumi yang ketujuh dan di sana terdapat ruh-ruh
orang-orang kafir. Lalu Ibnu Abbas bertanya kepadanya tentang Sijjin? Ia
menjawab, Ia adalah langit ketujuh, dan di sana terdapat ruh-ruh orang-orang
mukmin.Ibnu Abbas berkata tentang ayat, Benar-benar tersimpan dalam 'Illiyyin.
Yaitu surga. Dan dalam sebuah riwayat darinya, bahwa maksudnya amal-amal
mereka di langit di sisi Allah. Qatadah berkata, Illiyyun adalah betis/tonggak kanan
Arsy. Yang lain berpendapat, Illiyyun adalah di dekat Sidratul Muntaha. Menurut
Ibnu Katsir, yang tampak, bahwa Illiyyin diambil dari kata uluw (tinggi), dan setiap
kali sesuatu tinggi dan naik, maka semakin besar dan luaslah tempatnya.

[29] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan kitab catatan amal orangorang yang berbakti, maka Dia menyebutkan bahwa mereka berada di dalam naiim
atau kenikmatan; yang mencakup kenikmatan bagi hati, bagi ruh dan bagi badan.

[30] Kepada kenikmatan yang Allah sediakan untuk mereka.

[31] Hal itu karena berulang-ulang dan terus-menerusnya mereka mendapatkan


kesenangan dapat mencerahkan muka, menghiasnya dan memperindahnya.

[32] Yang merupakan minuman yang paling enak dan paling nikmat.

[33] Bisa maksud makhtum adalah ditutup dari dimasuki sesuatu yang
mengurangi kenikmatannya atau merusak rasanya. Penutupnya adalah minyak
kesturi. Bisa juga maksudnya akhir gelas atau ampas yang mereka minum khamr
murni darinya adalah minyak kesturi yang sangat wangi yang biasanya di dunia
ampas itu ditumpahkan.

[34] Yakni kenikmatan yang kekal itu, yang tidak diketahui indah dan besarnya
kecuali oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

[35] Dengan bersegera mengerjakan amal yang dapat memasukkan ke dalamnya.


Kenikmatan inilah yang seharusnya disiapkan segala yang berharga untuknya dan
dikejar oleh orang-orang yang berakal.

[36] Mereka yang dekat kepada Allah adalah manusia yang paling tinggi
kedudukannya dimana minuman mereka adalah minuman penduduk surga yang
paling utama.

[37] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan balasan orang-orang yang


berdosa dan balasan orang-orang yang beriman serta menerangkan perbedaan
besar antara keduanya, maka Dia memberitahukan bahwa orang-orang yang
berdosa itu adalah mereka yang dahulu di dunia menertawakan orang-orang
mukmin dan mengolok-olok mereka, bahkan ketika orang-orang mukmin lewat,
maka mereka mengedipkan matanya sambil menghinanya.

[38] Sambil mengolok-olok mereka.

[39] Mereka sungguh tertipu karena mereka menggabung antara bersikap buruk
dengan merasa aman di dunia, seakan-akan mereka telah mendapatkan informasi
dan jaminan dari Allah, bahwa mereka tergolong orang-orang yang berbahagia,
bahkan mereka menyatakan bahwa diri merekalah yang mendapat petunjuk
sedangkan orang-orang beriman adalah orang-orang yang sesat dengan
mengadakan kedustaan terhadap Allah Subhaanahu wa Ta'aala serta berani berkata
terhadap-Nya tanpa ilmu.

[40] Yaitu pada hari Kiamat.

[41] Ketika orang-orang yang beriman melihat orang-orang kafir berada dalam
azab, dan apa yang mereka ada-adakan ternyata tidak terwujud, sedangkan orangorang mukmin berada dalam kesenangan, kenikmatan dan ketenangan.

[42] Kepada kenikmatan yang Allah siapkan.

[43] Yakni bukankah mereka telah diberi balasan sesuai yang mereka kerjakan?
Oleh karena mereka (orang-orang kafir) menertawakan orang-orang mukmin di
dunia serta menuduh mereka telah sesat, maka orang-orang mukmin akan
menertawakan mereka di akhirat dan akan melihat mereka dalam azab dan siksaan
akibat kesesatan mereka. Mereka benar-benar telah dibalas sesuai yang mereka
kerjakan sebagai keadilan Allah dan kebijaksanaan-Nya, dan Allah Maha Mengetahui
lagi Mahabijaksana

Surah Al Insyiqaaq

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-5: Peristiwa pada hari Kiamat dan keadaan alam ketika itu yang goncang.
()

( ) ( )
( ) ( )

Terjemah Surat Al Insyiqaq Ayat 1-5


1. [1]Apabila langit terbelah,
2. dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya patuh[2],
3. dan apabila bumi diratakan[3],
4. dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya[4] dan menjadi kosong[5],
5. dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya patuh[6], (pada waktu itu
manusia akan mengetahui akibat perbuatannya).
Ayat 6-9: Orang-orang mukmin menerima catatan amalnya dari sebelah kanannya
dan akan menerima pemeriksaan yang mudah.
( ) ( ) ( )
)
Terjemah Surat Al Insyiqaq Ayat 6-9
6. Wahai manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja keras menuju Tuhanmu, maka
kamu akan menemui-Nya[7].
7. [8]Maka adapun orang yang catatannya diberikan dari sebelah kanannya[9],
8. maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah[10],
9. dan dia akan kembali kepada keluarganya[11] (yang sama-sama beriman)
dengan gembira[12].

Ayat 10-15: Orang-orang durhaka menerima catatan amalnya dari sebelah belakang
dan akan dimasukkan ke dalam neraka.
( ) ( )
( ) ( )
)
( )
Terjemah Surat Al Insyiqaq Ayat 10-15
10. Dan adapun orang-orang yang catatannya diberikan dari sebelah belakang[13],
11. maka dia akan berteriak[14], "Celakalah aku!
12. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)[15].
13. Sungguh, dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan keluarganya[16] (yang
sama-sama kafir).
14. Sesungguhnya dia mengira bahwa dia tidak akan kembali (kepada Tuhannya).
15. Tidak demikian, sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya[17].
Ayat 16-25: Sumpah Allah Subhaanahu wa Ta'aala bahwa kaum musyrik akan
menerima balasan terhadap amal mereka, celaan kepada mereka karena tidak
beriman padahal ayat-ayat begitu jelas.
()
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
)

Terjemah Surat Al Insyiqaq Ayat 16-25
16. [18]Maka Aku bersumpah demi cahaya merah pada waktu senja[19],
17. demi malam dan apa yang diselubunginya,
18. demi bulan apabila jadi purnama,
19. sungguh, akan kamu jalani tingkat demi tingkat (dalam kehidupan),[20]
20. Maka mengapa mereka[21] tidak mau beriman?[22]
21. Dan apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka tidak (mau) bersujud,
22. bahkan orang-orang kafir itu mendustakan(nya)[23].
23. Padahal Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan (dalam hati mereka).
24. Maka sampaikanlah kepada mereka (ancaman) azab yang pedih,

25. Tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka akan
mendapat pahala yang tidak putus-putusnya[24].

[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman menerangkan peristiwa yang akan


terjadi pada hari Kiamat berupa terjadinya perubahan pada makhluk-makhluk yang
besar, langit terbelah, bintang-bintang berjatuhan, matahari digulung dan bulan
diredupkan cahayanya.
[2] Karena ia diatur dan ditundukkan oleh Allah Tuhannya, ia tidak mendurhakai
perintah-Nya dan tidak akan menyelisihi ketetapan-Nya.
[3] Sehingga tidak ada lagi bangunan maupun pegunungan, dan bumi pun menjadi
semakin luas sehingga dapat menampung orang-orang yang berada di mauqif
(tempat pemberhentian atau padang mahsyar) meskipun banyak jumlah mereka.
[4] Seperti orang-orang yang telah mati dan segala perbendaharaan.
[5] Hal itu, karena ketika sangkakala ditiup, lalu keluarlah orang-orang yang telah
mati ke permukaan bumi dan bumi pun memuntahkan perbendaharaannya
sehingga bumi menjadi seperti piringan gepeng yang besar.
[6] Ini semua terjadi pada hari Kiamat.
[7] Maksudnya, manusia di dunia ini disadari atau tidak adalah dalam perjalanan
kepada Tuhannya. Dan dia akan menemui Tuhannya untuk menerima pembalasanNya terhadap perbuatannya yang baik maupun yang buruk.
[8] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan lebih rinci balasan-Nya.
[9] Ia adalah orang mukmin.
[10] Yaitu dengan disodorkan amalnya kepadanya lalu dimaafkan. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
. : :

. :




"Sesungguhnya Allah akan mendekatkan orang mukmin, lalu Dia meletakkan tiraiNya dan menutupinya (dari keramaian), Dia berfirman, "Kamu kenal dosa ini? Kamu
kenal dosa ini? Ia menjawab, "Ya, wahai Tuhanku." Sehingga apabila ia telah
mengakui dosa-dosanya dan merasakan bahwa dirinya akan binasa, Allah
berfirman, "Aku telah menutupi dosamu di dunia dan Aku akan mengampuninya
pada hari ini." Maka ia diberikan catatan amal kebaikannya. Sedangkan orang-orang

kafir dan munafik, maka para saksi berkata (di hadapan seluruh manusia),
"Merekalah orang-orang yang mendustakan Tuhan mereka. Ingatlah! Sesungguhnya
laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim." (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, dari
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa Beliau bersabda:



Barang siapa yang dihisab, maka ia akan diazab. Aisyah berkata, Aku bertanya,
Bukankah Allah Taala berfirman, Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan
yang mudah? Maka Beliau menjawab, Itu (pemeriksaan yang mudah) adalah
disodorkan amal (lalu dimaafkan), akan tetapi barang siapa yang diperiksa secara
mendalam hisabnya, maka ia akan binasa.
[11] Di surga.
[12] Karena ia telah selamat dari azab dan memperoleh pahala.
[13] Ia adalah orang kafir, tangan kanannya dibelenggu ke lehernya dan tangan
kirinya dijadikan ke belakang punggungnya, lalu ia mengambil catatan amal dengan
tangan kirinya dari belakang punggungnya.
[14] Ketika melihat catatan amalnya.
[15] Api itu mengelilinginya dari segala penjuru.
[16] Di dunia. Tidak terpikirkan dalam hatinya, bahwa dirinya akan dibangkitkan, ia
pun tidak merasa akan kembali kepada Tuhannya dan berdiri di hadapan-Nya.
[17] Oleh karena itu, tidak layak bagi-Nya jika Dia membiarkan makhluk ciptaanNya (manusia) begitu saja, tidak diperintah dan tidak dilarang serta tidak diberi
balasan.
[18] Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah di ayat ini dengan tanda-tanda
malam, dari mulai syafaq, malam dan apa yang diselubunginya atau ditutupinya
seperti hewan-hewan atau lainnya, serta bulan ketika cahayanya penuh. Yang
disumpahi adalah apa yang disebutkan di ayat 19.
[19] Yaitu cahaya merah yang berada di ufuk langit setelah terbenam matahari.
[20] Yang dimaksud dengan tingkat demi tingkat ialah dari setetes air mani sampai
dilahirkan, kemudian melalui masa kanak-kanak, remaja dan sampai dewasa. Dari
hidup menjadi mati kemudian dibangkitkan kembali untuk diberikan balasan.
Tingkat demi tingkat yang dilalui hamba menunjukkan bahwa Allah Subhaanahu wa
Ta'aala saja yang berhak disembah, Yang Mahaesa dan yang mengatur hambahamba-Nya dengan hikmah dan rahmat-Nya, dan bahwa hamba sangat fakir serta

lemah di bawah pengaturan Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. Namun


sayang, kebanyakan manusia tidak beriman, dan ketika dibacakan Al Quran kepada
mereka, mereka tidak tunduk kepada Al Quran itu serta tidak mau tunduk kepada
perintah-perintahnya.
[21] Yakni orang-orang kafir.
[22] Padahal bukti-buktinya begitu jelas.
[23] Setelah jelas kebenarannya.
[24] Di antara sekian manusia itu ada segolongan yang Allah berikan hidayah,
mereka beriman kepada Allah dan menerima apa yang dibawa para rasul, mereka
pun beriman dan mengerjakan amal saleh. Mereka inilah yang mendapatkan pahala
yang tidak putus-putusnya; untuk mereka pahala yang kekal.

Anda mungkin juga menyukai