Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat di tubuh dan
memiliki fungsi yang sangat penting untuk pergerakan normal. Tulang ini
terdiri atas tiga bagian, yaitu femoral shaft atau diafisis, metafisis proximal,
dan metafisis distal. Femoral shaft adalah bagian tubular dengan slight
anterior bow, yang terletak antara trochanter minor hingga condylus
femoralis. Ujung atas femur memiliki caput, collum, dan trochanter major
dan minor.
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan
epifisis dan atau tulang rawan sendi baik yang bersifat total maupun yang
parsial. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang
berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik).
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau
tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Neglected fraktur adalah yang penanganannya lebih dari 72 jam. sering
terjadi akibat penanganan fraktur pada extremitas yang salah oleh bone setter.

1.2

RUMUSAN MASALAH
Bagaimana etiologi, patogenesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan
penatalaksanaan neglected fractur femur?

1.3

TUJUAN
Mengetahui etiologi, patogenesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan
penatalaksanaan neglected fractur femur.

1.4

MANFAAT
1.4.1

Menambah wawasan mengenai penyakit

bedah khususnya

neglected fractur femur.


1.4.2

Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang


mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah
orthopedi.

BAB II
STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Sdr.S

Umur

: 27 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Swasta

Agama

: Islam

Alamat

: Desa Gunung Sari, Tajinan

Status perkawinan : Belum Menikah


Suku

: Jawa

Tanggal MRS

: 23 Desember 2013

No. Reg

: 338334

B. ANAMNESA
1. Keluhan utama

: Nyeri pada paha kanan sejak satu tahun yang lalu

2. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke Poli Orthopedi RSUD kanjuruhan kepanjen
dengan keluhan nyeri pada paha kanan dan sakit bila digerakkan. Keluhan
tersebut dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu. Pasien mengaku

sekitar 1 tahun yang lalu pernah jatuh dari sepeda motor dengan posisi
jatuh paha kanan pasien terbentur tugu dan pasien jatuh kearah samping,
tidak ada benturan pada kepala pasien, mual (-), muntah (-). Pada saat
jatuh pasien mengaku masih dalam keadaan sadar, namun pasien kesulitan
menggerakkan paha kanannya karena paha terasa nyeri dan pasien merasa
paha kanannya agak menonjol. Pasien mengobati keluhannya tersebut di
pengobatan sangkal putung sebanyak 2 kali dan dilakukan tarikan pada
paha kanan, namun keluhan tersebut tidak berkurang atau sembuh.

3. Riwayat penyakit dahulu


Trauma disangkal
Operasi disangkal
DM disangkal
Hipertensi disangkal
4. Riwayat pengobatan
Riwayat terapi sangkal putung
Penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama
disangkal
5. Riwayat Keluarga
DM disangkal
Hipertensi disangkal
C. STATUS GENERALIS
1) Keadaan Umum
Kesadaran compos mentis (GCS 456).
2) Tanda Vital
Tensi

: 110/60 mmHg

Nadi

: 76 x / menit, reguler, isi cukup

Pernafasan

: 20 x /menit

Suhu

: 37 oC

Kepala

Bentuk mesocephal, simetris, rambut tidak mudah dicabut,


Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-). Hematom palpebra (-/-).
Telinga
Bentuk normotia, sekret (-), pendengaran berkurang (-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fraktur os nasal (-)
Mulut dan tenggorokan
Bibir luka (-), perdarahan (-),
Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
jejas (-)
Paru
Suara nafas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung
Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi

: perut tampak mendatar, tidak tampak adanya


massa, jejas (-)

Palpasi

: Supel (+), nyeri tekan (-)

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal

D. STATUS LOKALIS
Regio femoris dextra
Look
(-),

Scar (-), oedem (-), sianosis pada bagian distal lesi

deformitas

(+),

tampak

pemendekan

femoris

dextra

dibandingkan dengan femoris sinistra, penonjolan femur proximal


dekstra abnormal (-), angulasi (-), sinus (-).
Feel

Nyeri tekan setempat (+), krepitasi sulit dievaluasi,

sensibilitas (+), terasa lebih tebal dibandingkan dengan femoris

sinistra (-), suhu rabaan hangat (+), NVD (neurovaskuler


disturbance) (-), kapiler refil (+) normal, arteri dorsalis pedis
teraba, panjang kaki kanan 87 cm, panjang kaki kiri 96 cm, LLD 9
cm,.
Move

Gerakan aktif dan pasif regio femoralis abduksi

terhambat, adduksi terhambat, fleksi terhambat dan ekstensi


terhambat karena terasa nyeri saat digerakkan.

E. RESUME
Pasien laki-laki umur 27 tahun datang ke Poli Orthopedi RSUD
kanjuruhan kepanjen dengan keluhan paha kanan terasa nyeri dan sakit bila
digerakkan. Keluhan tersebut dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu.
Pasien mengaku sekitar 1 tahun yang lalu pernah jatuh dari sepeda motor
dengan posisi jatuh paha kanan pasien terbentur tugu dan pasien jatuh kearah
samping.
Dari status lokalis regio femoris dextra deformitas (+), tampak
pemendekan femoris dextra dibandingkan dengan femoris sinistral, Nyeri
tekan setempat (+), krepitasi sulit dievaluasi, sensibilitas (+),kapiler refil (+)
normal, arteri dorsalis pedis teraba, panjang kaki kanan 87 cm, panjang kaki
kiri 96 cm, LLD 9 cm, Gerakan aktif dan pasif regio femoralis abduksi
terhambat, adduksi terhambat, fleksi terhambat dan ekstensi terhambat karena
terasa nyeri saat digerakkan.
F. DIAGNOSIS KERJA
Neglectecd non union fraktur femur dextra
G. PLANNING
1. Planning diagnosa
Foto Rontgen Regio Femoris dextra AP-lateral

Lab

: DL, CT, BT, HBsAg

2. Planning Terapi
a. Non operatif
-

Medikamentosa

Analgesik

Non medikamentosa

Istirahat

Edukasi kepada pasien beserta keluarganya tentang


penyakit yang diderita pasien

b. Operatif: 1. Traksi
2. Reposisi terbuka dan fiksasi interna (ORIF)

BAB III
PEMBAHASAN PENYAKIT
A. ANATOMI FEMUR
Femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat di tubuh dan
amat penting untuk pergerakan normal. Tulang ini terdiri atas tiga bagian,
yaitu femoral shaft atau diafisis, metafisis proximal, dan metafisis distal.
Femoral shaft adalah bagian tubular dengan slight anterior bow, yang terletak
antara trochanter minor hingga condylus femoralis. Ujung atas femur memiliki
caput, collum, dan trochanter major dan minor.
Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan
berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae.
Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu
tempat perlekatan ligamen dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput
femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan
kebawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat
(pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur.
Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher
dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea

intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di


bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum. Bagian batang
femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat
pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat
rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.
Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis
menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis. Tepian lateral
menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan
posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas
glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang
melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada
permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di
bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior
condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus
ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus
lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung
dengan epicondylus medialis.
B. FISIOLOGI TULANG
Tulang dibentuk oleh sebuah matriks dari serabut-serabut dan protein
yang diperkeras dengan kalsium, magnesium fosfat, dan karbonat. Tulang
terdiri atas tiga jenis sel dasar yaitu osteoblas, osteosit dan osteocklas.
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang atau disebut juga sel tulang
muda yang akan membentuk osteosit. Osteosit merupakan sel tulang dewasa
yang terlibat dalam pemeliharahan fungsi tulang dan terletak ostion. 8
Osteoklas adalah sel tulang yang berperan dalam panghancuran,
reabsorpsi dan remodeling tulang. Terdapat 206 tulang di tubuh yang
diklasifikasikan menurut panjang, pendek, datar dan tak beraturan, sesuai
dengan bentuknya. Permukaan tulang yang keras disebut periosteum,
terbentuk dari jaringan pengikat fibrosa. Periosteum mengandung pembuluh
darah yang memberikan suplai oksigen dan nutrisi ke sel tulang. Rongga

tulang bagian dalam diisi dengan sumsum kuning dan sumsum merah.
Sumsum merah adalah tempat hematopolesis yang memproduksi sel darah
putih dan merah (RBCs / red blood cells, WBCs / white blood cells) serta
platelet.
C. DEFINISI DAN INSIDENSI
Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot , kondisi-kondisi
tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Batang Femur dapat
mengalami fraktur akibat trauma langsung, puntiran, atau pukulan pada bagian
depan yang berada dalam posisi fleksi ketika kecelakaan lalu lintas.
Dimana kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya trauma rata-rata setiap penduduk 60 juga penduduk Amerika
Serikat mengalami trauma dan 50% memerlukan tindakan medis, 3,6 juta
(12%) membutuhkan perawatan di rumah sakit didapatkan 300 juta orang
diantaranya menderita kecacatan yang menetap (1%) dan 8,7 juta orang
menderita kecacatan sementara (30%). Sedang di Indonesia tercatat kurang
lebih lebih 12 ribu orang pertahunnya mengalami kecelakaan lalu lintas,
dilihat dari banyaknya kecelakaan sebagai akibatnya selain kematian adalah
kondisi patah tulang atau fraktur.
D. ETIOLOGI
Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana
trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur
akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian,
kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan
tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik
tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Menurut Sachdeva
(1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik

10

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :


i. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
ii. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
iii. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.

b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
i. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
ii. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
iii. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan
kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau
fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
E. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
11

Ada 2 tipe fraktur femur, yaitu :

Fraktur intrakapsuler, fraktur femur yang terjadi di dalam tulang sendi,


panggul dan kapsula. (melalui kepala femur, hanya dibawah kepala femur,
melalui leher dari femur).

Fraktur ekstrakapsuler, terjadi diluar sendi dan kapsul, melalui trochanter


mayor/minor/pada daerah intertrochanter. Terjadi dibagian distal menuju
ke leher femur tetapi tidak lebih 2 inchi dibawah trochanter minor.

F. MEKANISME FRAKTUR
Mekanisme terjadinya fraktur dapat terjadi akibat: 1) peristiwa trauma
tunggal, 2) tekanan yang berulang ulang, 3) kelemahan abnormal pada tulang,
dalam kasus fraktur femur sepertiga dextra kemungkinan mekanisme
terjadinya fraktur ada dua cara, yaitu karena trauma maupun kecelakaan
langsung yang mengenai tungkai atas pada batang femur, sehingga
mengakibatkan perubahan posisi pada fragmen tulang.
Tulang merupakan jaringan dinamis, dimana secara kontinyu bereaksis
terhadap suatu tekanan. Berdasarkan data dari Maitra dan Johnson, fraktur
stress atau tekanan merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara resorbsi
tulang dan deposit tulang selama tulang menerima tekanan yang berulang.
Sebagian besar tekanan pada kortek termasuk tension atau torsi;
bagaimanapun, tulang lemah dalam tension dan cenderung patah sepanjang
garis semen. Maitra dan Johnson melaporkan bahwa paksaan tension memicu
resorbsi osteoklas, sementara paksaan kompresi memicu respon osteoblas.
Dengan tekanan yang berulang, pembentukan tulang baru tidak dapat
seimbang dengan resorbsi tulang. Ketidakmampuan ini menyebabkan
penipisan dan kelemahan kortek tulang, dengan propragasi retakan melalui
garis semen, dan bahkan berkembang menjadi mikrofraktur. Tanpa istirahat
untuk memperbaiki ketidakseimbangan ini, mikrofraktur dapat berkembang
menjadi fraktur klinis.

12

Tulang bersifat terlalu rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan


daya tahan pegas untuk menahan tekanan, tulang yang mengalami fraktur,
biasanya diikuti kerusakan jaringan sekitarnya. Fraktur ini suatu permasalahan
yang kompleks karena pada fraktur tersebut tidak dilukai luka terbuka,
sehingga dalam mereposisi fraktur tersebut perlu pertimbangan dengan fiksasi
yang baik agar tidak timbul komplikasi selama reposisi. Penggunaan fiksasi
yang tepat yaitu dengan internal fiksasi jenis plate and screw. Dilakukan
operasi terhadap tulang ini bertujuan mengembalikan posisi tulang yang patah
ke normal atau posisi tulang sudah dalam keadaan sejajar sehingga akan
terjadi proses penyambungan tulang.
G. PEMERIKSAAN KLINIS
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur),
baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidak mampuan
untuk menggunakan anggota gerak. Penderita biasanya datang karena adanya
nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan
gerak, krepitasi atau datang dengan gejala lain.
Pada pemeriksaan awal penderita perlu diperhatikan:
Syok, anemia atau perdarahan
Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum
tulang belakang atau organ-organ dalam rongga thoraks,
panggul dan abdomen
Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
Pemeriksaan lokal
a. Inspeksi (look)
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan
Ekspresi wajah karena nyeri
Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka

13

Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai


beberapa hari
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
kependekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada
organ-organ lain
Perhatikan kondisi mental penderita
Keadaan vaskularisasi
b. Palpasi (feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita
biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam
akibat fraktur pada tulang
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus
dilakukan secara hati-hati
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa
palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis
posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena.
Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada
bagian distal daerah trauma, temperatur kulit
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.
c. Pergerakan (move)
Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk
menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal
dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan
fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji
pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga

14

dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti


pembuluh darah dan saraf.
H. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur.
Tujuan pemeriksaan radiologis:
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
Untuk konfirmasi adanya fraktur
Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen
serta pergerakannya
Untuk menentukan teknik pegobatan
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstraartikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
Dua posisi proyeksi: dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada
antero-posterior dan lateral
Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan
di bawah sendi yang mengalami fraktur
Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada
ke dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis
Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur
pada dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau
femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang
belakang
Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur
tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya
diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian.

15

I. INDIKASI OPERASI
Indikasi operasi antara lain:
1) Penanggulangan non-operatif gagal
2) Fraktur multipel
3) Robeknya arteri femoralis
4) Fraktur patologik
5) Fraktur pada orang yang tua
Indikasi terapi operatif ORIF :
Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus, olekranon,
patella
Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur radius
dan ulna disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang tidak stabil
Bila terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen
Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur
Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik
sebaiknya dengan reduksi tertutup misalnya fraktur Monteggia dan
fraktur Bennett
Fraktur terbuka
Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan
diperlukan mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur pada orang tua
Eksisi fragmen yang kecil
Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis
avaskuler misalnya fraktur leher femur pada orang tua
Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri
Fraktur multiple
Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi.
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Fraktur yang
berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi, misalnya fraktur femur.

16

J. KOMPLIKASI FRAKTUR
1. Komplikasi Dini
Syok: dapat terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur
bersifat tertutup.
Emboli lemak.
Trauma Pembuluh darah.
Trauma Saraf.
Infeksi.
2. Komplikasi Lanjut
2.1. Non-Union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terdapat penyambungan.
Tipe I ( hypertophic non union ) tidak terjadi proses penyembuhan
fraktur, tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk
union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
Tipe II ( atrophic non union ) disebut juga sendi palsu
( pseudoarthritis ) terdapat jaringan synovial sebagai kapsul sendi beserta
rongga synovial yang berisi cairan, proses union tidak akan tercapai
meskipun dilakukan imobilisasi dalam waktu yang lama.
Beberapa factor yang menyebabkan non union seperti disrupsi
periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur,
waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak
memadai, infeksi dan penyakit tulang..
2.2. Avascular Nekrosis
Nekrosis Avascular kepala femur adalah komplikasi yang tak
terduga

setelah

dilakukan

semua

jenis

fiksasi

internal.

Pasien

mengeluhkan rasa sakit di pinggul dan pincang. Ada pembatasan semua


gerakan dari pinggul dengan kejang otot. Pada radiografi tampak densitas
meningkat di kepala femur. Perawatan pada tahap awal adalah dengan
beristirahat, traksi. Ketika diindikasikan, osteotomy atau arthroplasty dapat
dilakukan. Nekrosis avaskular terjadi sekitar 30% pasien dengan
pergeseran fraktur dan 10% pasien fraktur tanpa pergeseran. Tidak ada
17

cara untuk mendiagnosis hal ini pada saat terjadi fraktur. Beberapa minggu
kemudian,

scan

nanokoloid

dapat

memperlihatkan

berkurangnya

vaskularitas. Perubahan pada sinar-X yaitu meningkatnya kepadatan kaput


femoris mungkin tidak nyata selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Baik fraktur itu menyatu atau tidak, kolapnya kaput femoris akan
menyebabkan nyeri dan semakin hilangnya fungsi. Terapinya adalah
dengan penggantian sendi total.

DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham and Solomon, Louis. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur
Sistem Apley. Jakarta : Widya Medika.
De Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC
Netter, Frank. 2002. Netters Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy. USA : ICON
learning system
Reksoprodjo, Soelarto, dkk. 2002. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif Watampone; 2007.

18

Anda mungkin juga menyukai