Anda di halaman 1dari 24

HEMATEMESIS MELENA

I. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam seperti bubuk kopi. Melena
adalah buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal. Hematemesis
menandakan perdarahan saluran cerna bagian atas (di atas ligamen Treitz). 4 Melena
menandakan darah telah berada dalam saluran cerna selama minimal 14 jam.
Sehingga lebih proksimal lokasi perdarahan, lebih mungkin terjadi melena. Tanda
lain dari perdarahan saluran cerna adalah hematochezia yaitu buang air besar
berwarna merah marun dan tanda-tanda kehilangan darah atau anemia, seperti
sinkope. Hematochezia biasanya menandakan perdarahan saluran cerna bagian
bawah, meskipun dapat ditemui pula pada lesi SCBA yang berdarah masif dimana
transit time dalam usus yang pendek.
Hematemesis melena merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di
tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi
karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum.4
II. Epidemiologi
Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang terbanyak dijumpai di
Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh
perdarahan saluran cerna bagian atas, kemudian menyusul gastritis hemoragika
dengan 20 - 25%. ulkus peptikum dengan 15 - 20%, sisanya oleh keganasan, uremia
dan sebagainya.4
III. Etiologi
Traumatik
Kelainan esofagus: varises, esofagitis, keganasan.
Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan
lain-lain.
Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura
trombositopenia dan lain-lain.

Varises Esofagus
Perdarahan varises esophagus merupakan proses yang panjang dimulai dari
peningkatan tekanan vena portal, pembentukan kolateral yang kemudian menjadi
varises, dilatasi progresif dari varises, dan berakhir dengan rupture dan pendarahan.
Pembentukan varises memerlukan waktu yang lama, dengan insiden varises baru
per tahun sebesar 5%.
Fakta-fakta diatas memberikan kesimpulan bahwa pengelolaan PVO merupakan
bagian yang terintegrasi dari penanganan penyakit sirosis dengan hipertensi portal.
Penanganan PVO meliputi pengenalan dini terhadap varises esophagus yang baru
terbentuk, pencegahan primer terhadap serangan perdarahan pertama, mengatasi
perdarahan aktif, dan prevensi perdarahan ulang setelah perdarahan pertama terjadi.
Ada beberapa klasifikasi varises esophagus yang dibuat untuk menentukan
keparahan varises yang terjadi dan memprediksi kemungkinan timbulnya
perdarahan di kemudian hari. Palmer dan Brick mengusulkan penggolongan varises
menjadi ringan, sedang, dan berat berdasarkan bentuk, warna, tekanan, dan panjang
varises. Sementara itu Baker mengusulkan untuk membagi varises menjadi 0, 1+,
2+, dan 3+. Akan tetapi kedua klasifikasi diatas dibuat dengan menggunakan
endoskopi kaku, sehingga dibuatlah klasifikasi baru oleh Omed dengan
menggunakan endoskopi fiber optic. Klasifikasi ini didasarkan pada pengamatan
besar dan bentuk varises. Bahkan persatuan peneliti hipertensi portal di Jepang
menambahkan variable warna, red color sign, lokasi, dan ada tidaknya erosi. Untuk
kemudahan

penggolongan

varises,

konsensus

Inggris

dan

Beveno

I-III

menganjurkan penggunaan klasifikasi seperti berikut


o Tingkat 1 : varises yang kolaps pada saat inflasi esophagus oleh udara
o Tingkat 2 : varises antara tingkat 1 dan 3
o Tingkat 3 : varises yang cukup untuk menutup lumen esophagus
Gambaran perdarahan pada endoskopi dapat berupa oozing atau spurting,
dimana perdarahan terlihat nyata, atau dapat juga terlihat white nipple sebagai tanda
perdarahan baru. Batasan perdarahan varises adalah perdarahan dari varises
esophagus atau lambung yang tampak pada saat endoskopi, atau ditemukan adanya
varises yang besar dengan darah di lambung tanpa ditemukan sumber perdarahan

lain. Perdarahan dikatakan bermakna bila membutuhkan transfusi 2 unit dalam 24


jam disertai tekanan darah dibawah 100 mmHg, atau penurunan tekanan darah > 20
mmHg dengan perubahan posisi, atau nadi > dari 100 x/mnt.
Gastritis Erosif
Gastritis yaitu peradangan lokal atau menyebar pada mukosa lambung yang
berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan
iritan lain.
Lapisan lambung menahan iritasi dan biasanya tahan terhadap asam yang kuat.
Tetapi lapisan lambung dapat mengalami iritasi dan peradangan karena beberapa
penyebab. Gastritis bakterialis biasanya merupakan akibat dari infeksi oleh
Helicobacter pylori (bakteri yang tumbuh di dalam sel penghasil lendir di lapisan
lambung). Tidak ada bakteri lainnya yang dalam keadaan normal tumbuh di dalam
lambung yang bersifat asam, tetapi jika lambung tidak menghasilkan asam,
berbagai bakteri bisa tumbuh di lambung. Bakteri ini bisa menyebabkan gastritis
menetap atau gastritis sementara.
Gastritis karena stres akut, merupakan jenis gastritis yang paling berat, yang
disebabkan oleh penyakit berat atau trauma (cedera) yang terjadi secara tiba-tiba.
Cederanya sendiri mungkin tidak mengenai lambung, seperti yang terjadi pada luka
bakar yang luas, operasi besar, gagal ginjal, gagal nafas, penyakit hari yang berat,
septicemia atau cedera yang menyebabkan perdarahan hebat. Gambaran yang sama
tentang gasstritis ini disebut gastritis akut erosif. Kira-kira 90% pasien yang dirawat
di ruang intensif menderita gastritis akut erosif ini.
Gastritis erosif kronis bisa merupakan akibat dari bahan iritan seperti obatobatan, terutama aspirin dan obat anti peradangan non-steroid lainnya, penyakit
Crohn, serta infeksi virus dan bakteri. Gastritis ini terjadi secara perlahan pada
orang-orang yang sehat, bisa disertai dengan perdarahan atau pembentukan ulkus
(borok, luka terbuka). Gastritis ini paling sering terjadi pada alkoholis.
Biasanya penderita gastritis mengalami gangguan pencernaan (indigesti) dan
rasa tidak nyaman di perut sebelah atas. Pada gastritis karena stres akut,

penyebabnya (misalnya penyakit berat, luka bakar atau cedera) biasanya menutupi
gejala-gejala lambung; tetapi perut sebelah atas terasa tidak enak.
Segera setelah cedera, timbul memar kecil di dalam lapisan lambung. Dalam
beberapa jam, memar ini bisa berubah menjadi ulkus. Ulkus dan gastritis bisa
menghilang bila penderita sembuh dengan cepat dari cederanya. Bila penderita
tetap sakit, ulkus bisa membesar dan mulai mengalami perdarahan, biasanya dalam
waktu 2-5 hari setelah terjadinya cedera. Perdarahan menyebabkan tinja berwarna
kehitaman seperti aspal, cairan lambung menjadi kemerahan dan jika sangat berat,
tekanan darah bisa turun. Perdarahan bisa meluas dan berakibat fatal. Pada sebagian
besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimptomatis. Keluhan itu misalnya
nyeri pada ulu hati yang biasanya ringan.
Gejala dari gastritis erosif kronis berupa mual ringan dan nyeri di perut sebelah
atas. Tetapi banyak penderita (misalnya pemakai aspirin jangka panjang) tidak
merasakan nyeri. Penderita lainnya merasakan gejala yang mirip ulkus, yaitu nyeri
ketika perut kosong. Jika gastritis menyebabkan perdarahan dari ulkus lambung,
gejalanya bisa berupa tinja berwarna kehitaman seperti aspal (melena), serta
muntah darah (hematemesis) atau makanan yang sebagian sudah dicerna, yang
menyerupai endapan kopi. Gejala lainnya dari gastritis kronik adalah anoreksia,
mual-muntah, diare, sakit epigastrik dan demam. Perdarahan saluran cerna yang tak
terasa sakit dapat terjadi setelah penggunaan aspirin.
Diet pada gastritis
Diet pada penderita gastritis adalah diet lambung. Prinsip diet pada penyakit
lambung bersifat ad libitum, yang artinya adalah bahwa diet lambung dilaksanakan
berdasarkan kehendak pasien. Prinsip diet diantaranya pasien dianjurkan untuk
makan secara teratur, tidak terlalu kenyang dan tidak boleh berpuasa. Makanan
yang dikonsumsi harus mengandung cukup kalori dan protein (TKTP) namun
kandungan lemak/minyak, khususnya yang jenuh harus dikurangi. Makanan pada
diet lambung harus mudah dicernakan dan mengandung serat makanan yang halus
(soluble dietary fiber). Makanan tidak boleh mengandung bahan yang merangsang,
menimbulkan gas, bersifat asam, mengandung minyak/ lemak secara berlebihan,

dan yang bersifat melekat. Selain itu, makanan tidak boleh terlalu panas atau
dingin.

Beberapa makanan yang berpotensi menyebabkan gastritis antara lain garam,


alkohol, rokok, kafein yang dapat ditemukan dalam kopi, teh hitam, teh hijau,
beberapa minuman ringan (soft drinks), dan coklat. Beberapa macam jenis obat juga
dapat memicu terjadinya gastritis. Garam dapat mengiritasi lapisan lambung.
Beberapa penelitian menduga bahwa makanan begaram meningkatkan resiko
pertumbuhan infeksi Helicobacter pylori. Gastritis juga biasa terjadi pada
alkoholik. Perokok berat dan mengkonsumsi alkohol berlebihan diketahui
menyebabkan gastritis akut. Makanan yang diketahui sebagai iritan, korosif,
makanan yang bersifat asam dan kopi juga dapat mengiritasi mukosa labung.
Tukak Peptik
Tukak peptik adalah suatu penyakit terkait asam lambung yang dapat
menyebabkan luka hingga bagian muskularis mukosa lambung atau duodenum.
ETIOLOGI
Ada beberapa penyebab terjadinya tukak peptik, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Infeksi Helicobacter pylori (HP)


Penggunaan NSAID
Hipersekresi Asam Lambung
Kondisi Stress-Related Erosive Syndrome (SRES)

FAKTOR RESIKO
1. Pasien dengan sejarah penyakit tukak peptik, pendarahan GI bagian atas,
komplikasi akibat NSAID, atau penggunaan ulcerogenic medications (seperti
kortikosteroid) atau antikoagulan yang meningkatkan risiko pendarahan (seperti
warfarin dan clopidogrel) berisiko besar menyebabkan tukak peptik.
2. Usia, kebiasaan merokok, alkohol, dan penyakit kardiovaskular dapat
meningkatkan risiko komplikasi GI dengan NSAID.
3. Beberapa makanan seperti kopi, teh, soda, minuman beralkohol, susu, dan
makanan rempah dapat menaikkan sekresi asam lambung dan menyebabkan
dispepsia.
4. Faktor genetik dapat berisiko menyebabkan tukak peptik, namun belum diketahui
secara jelas.
5. Penderita Zollinger-Ellisons syndrome (ZES)
PATOFISIOLOGI

Tukak petik terjadi akibat ketidakseimbangan faktor penyerang (asam lambung dan
pepsin) dan mekanisme yang menjaga integritas mukosa (pertahanan dan perbaikan
mukosa).
Asam lambung (HCl) dihasilkan oleh sel-sel parietal. Sel ini memiliki reseptor histamin,
gastrin, dan asetilkolin (ACh). Sekresi asam diukur dalam beberapa parameter: basal
acid output (BAO), maximal acid output (MAO), dan sekresi sebagai respon dari adanya
makanan. Rasio BAO:MAO merepresentasikan kelebihan sekresi asam lambung.
Pepsinogen, yang disekresi oleh chief cell, diaktifkan menjadi pepsin oleh produksi asam
(pH 1,8 3,5). Pepsin memiliki aktivitas proteolitik yang dapat mengakibatkan tukak.
Pertahanan mukosa meliputi sekresi mukus dan bikarbonat, pertahanan sel epitel
intrinsik, dan mucosal blood flow. Mukosa mengalami perbaikan setelah terjadi luka
dengan cara regenerasi. Kedua proses tersebut dibantu oleh prostaglandin (PG).
HP adalah bakteri aerofilik yang menempati ruang antara lapisan mukus dan permukaan
sel epitel. HP memproduksi urease dalam jumlah besar, yang menghidrolisis urea menjadi
amonia dan CO2 dalam lambung. Infeksi HP menigkatkan sekresi asam lambung melalui
mekanisme yang melibatkan sitokin (seperti TNF-).
NSAID menyebabkan kerusakan mukosa saluran cerna melalui dua mekanisme: iritasi
topikal, dan inhibisi sistemik sintesis PG. Siklooksigenase (COX) berperan dalam
pembentukan PG. COX terdapat dalam dua bentuk: COX-1 dan COX-2. COX-1
menghasilkan PG yang dapat melindungi mukosa saluran cerna, sedangkan COX-2
merupakan enzim yang merespon stimulus inflamasi dan menghasilkan PG yang
berhubungan dengan inflamasi. Penghambatan COX-1 dapat menyebabkan penurunan
agregasi platelet dan terjadinya pendarahan mukosa saluran cerna.
Komplikasi yang dapat terjadi dari tukak peptik adalah pendarahan akibat erosi bagian
ulkus hingga ke arteri, perforasi, penetrasi hingga ke struktur sekitar saluran cerna
(pankreas, empedu, hati), dan obstruksi akibat luka atau udem.
TANDA DAN GEJALA
Tanda-tanda dan gejala tukak peptik bervariasi, tergantung tingkat keparahan dan
komplikasi yang terjadi. Secara umum gejalanya berupa rasa sakit epigastrik, dan dapat
juga terjadi komplikasi akut pada saluran cerna bagian atas. Pada tukak duodenal, rasa
sakit dapat terjadi 1 hingga 3 jam setelah makan. Sedangkan pada tukak gastrik, rasa sakit
langsung terasa ketika makanan masuk. Dapat juga terjadi nyeri abdominal dan
dyspepsia.
Untuk tukak peptik kronis, tanda dan gejalanya yaitu:
1. Penurunan berat badan disertai mual, muntah, dan anoreksia.
2. Komplikasi meliputi pendarahan, perforasi, penetrasi, atau obstruksi.

3. Sakit abdominal (umumnya epigastrik) disertai perasaan terbakar, perut terasa


penuh, kram.
4. Sakit nokturnal yang dapat membangunkan penderita sekitar pukul 24.00 03.00
5. Periode ketidaknyamanan biasanya terjadi selama seminggu hingga beberapa
minggu, diikuti dengan periode bebas sakit (dapat bertahan berminggu-minggu
hingga bertahun-tahun). Tingkat keparahan rasa sakit tukak bervariasi pada setiap
individu, dan dapat terjadi musiman.
6. Perubahan karakteristik sakit yang dapat timbul akibat komplikasi.
7. Heartburn, sendawa, dan bloating saat sakit.
DIAGNOSIS
Diagnosis tukak peptik terdiri atas uji endoskopik dan non-endoskopik. Diagnosis infeksi
HP dapat dilakukan dengan beberapa pengujian, sedangkan untuk tukak peptik selain
akibat infeksi HP lebih sederhana.
Pengujian untuk HP, dapat dilakukan secara endoskopik maupun nonendoskopik.
Pada pengujian endoskopik, sampel jaringan diambil dari tiga lokasi dari lambung untuk
uji histologi, kultur, dan menganalisis aktivitas urease. Uji histologi dilakukan untuk
mengetahui klasifikasi keparahan gastritis, sedangkan kultur dilakukan untuk
menentukan terapi yang sesuai dan atau adanya resistensi antibiotik, dan uji aktivitas
urease dilakukan untuk mendeteksi adanya HP.
Pengujian non endoskopik meliputi uji deteksi antibodi serologi, urea breath test (UBT),
dan stool antigen test. Uji serologi mendeteksi antibodi yang dihasilkan akibat infeksi HP.
UBT didasarkan pada aktivitas urease dari HP, dimana pasien akan menghirup urea
yang kemudian diuraikan menjadi amonia dan bikarbonat. Bikarbonat yang dihasilkan
akan terabsorpsi ke dalam darah dan diekskresikan melalui nafas. Jumlah bikarbonat
yang dihasilkan kemudian dihitung. Stool antigen test dilakukan untuk mendeteksi
antigen HP pada feses.
Radiologi dan Endoskopi
Diagnosis tukak peptik dengan cara visualisasi luka tukak dapat dilakukan dengan
radiografi atau endoskopi. Radiografi digunakan sebagai prosedur diagnostik awal pada
pasien yang suspek tukak peptik karena metode ini lebih murah dan lebih aman. Tetapi,
jika terjadi komplikasi atau jika diinginkan diagnosis yang akurat, dapat dilakukan
endoskopi bagian atas.
Uji laboratorium
Uji laboratorium dapat mendukung diagnosis tukak peptik. Pengujian ini antara lain studi
sekresi asam lambung, konsentrasi gastrin serum puasa, nilai hematokrit dan hemoglobin
(umumnya rendah).

TERAPI NON FARMAKOLOGI


Pengaturan pola makan dan pola hidup
Langkah awal adalah dengan mengkonsumsi sedikit makanan tetapi berulang (sering).
Tukak dapat dicegah dengan mengkonsumsi makanan secara teratur. Pasien juga harus
menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan dispepsia atau dapat
merangsang terjadinya tukak, misalnya makanan pedas, asam, kafein, dan alkohol. Pasien
dianjurkan cukup istirahat dan menghindari atau mengurangi stress.
Menghindari merokok
Merokok dapat memicu pengeluaran asetilkolin yang dapat mempengaruhi pelepasan
histamin di sel parietal sehingga meningkatkan sekresi asam lambung.
Pembedahan
Penderita yang tidak memberikan respon terhadap terapi medik atau mengalami
komplikasi lain seperti perforasi perdarahan atau obstruksi diobati secara pembedahan.
TERAPI FARMAKOLOGI
Pengobatan Akibat HP
Tujuan utama terapi HP adalah sepenuhnya membasmi organisme menggunakan
antibiotik yang efektif dengan beberapa regimen terapi. Umumnya menggunakan terapi
kombinasi, yaitu:
Regimen 2 obat: Klaritromisin + PPI / RBC (Ranitidin Bismuth Citrate), atau
Amoksisilin + PPI
Regimen 3 obat: 2 Antibiotik + PPI atau 2 Antibiotik + RBC
Regimen 4 obat: 2 Antibiotik + BSS (Bismuth Subsalisilat) + PPI / H2RA.
Pengobatan Akibat Induksi NSAID
Sasaran terapi adalah menghilangkan nyeri tukak, mengobati ulkus, mencegah
kekambuhan dan mengurangi komplikasi yang berkaitan dengan tukak.
Obat-obatan yang digunakan dalam terapi tukak peptik yaitu H 2RA, PPI, kelator dan
senyawa kompleks, analog PG, antimuskarinik, dan antibiotik.
1. Antagonis Reseptor H2 (H2RA H2 Reseptor Antagonist)

Terapi menggunakan antagonis reseptor histamin H2 merupakan terapi yang digunakan


untuk mengurangi sekresi asam lambung berlebih. Mekanisme aksi obat golongan
antagonis reseptor histamin H2 yaitu dengan cara mem-blok kerja dari histamin atau
berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel parietal
sehingga mengurangi sekresi asam lambung.
Ada 4 antagonis reseptor histamin H2 yang sering digunakan dalam pengobatan tukak
peptik, yaitu simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin.
2. Penghambat pompa Proton (PPI Proton Pump Inhibitor)
Penghambat pompa proton mengurangi sekresi asam dengan jalan menghambat enzim
adenosin trifosfat hidrogen kalium (pompa proton) secara efektif dalam sel-sel parietal
lambung. Penghambat pompa proton merupakan pengobatan jangka pendek yang efektif
untuk tukak lambung dan duodenum. Selain itu penghambat pompa proton juga
digunakan dalam kombinasi dengan antibiotik untuk eradikasi HP.
Contoh obat golongan PPI adalah omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, rabeprazol, dan
esomeprazol.
3. Kelator dan senyawa kompleks
Sucralfat merupakan obat lain untuk tukak lambung dan usus. Mekanisme kerjanya
melindungi mukosa dari serangan pepsin asam. Senyawa ini merupakan kompleks
alumunium hidroksida dan sukrosa sulfat.
4. Analog Prostaglandin
Misoprostol merupakan suatu analog PG sintetik yang memiliki sifat antisekresi dan
proteksi, mempercepat penyembuhan tukak lambung dan duodenum. Senyawa ini dapat
mencegah terjadinya tukak karena NSAID. Penggunaanya sesuai untuk pasien lemah atau
lanjut usia, dimana penggunaan NSAID tidak dapat dihentikan.
5. Antimuskarinik
ACh dapat mempengaruhi pelepasan histamin di sel parietal sehingga meningkatkan
sekresi asam lambung. Pirenzepin adalah suatu obat antimuskarinik yang selektif yang
telah digunakan untuk mengobati tukak lambunng dan tukak duodenum. Pirenzepin akan
menghambat aktivitas asetilkolin yakni menghambat meningkatkan sekresi asam
lambung.
6. Antibiotik
Amoksisilin

Amoksisilin merupakan bakterisid turunan penisilin yang memiliki efek spektrum luas.
Mekanisme kerjanya yakni menghambat sintesis dinding sel bakteri. Sintesa dinding sel
terganggu sehingga dinding sel yang terbentuk kurang sempurna dan tidak tahan terhadap
tekanan osmotik dari plasma (dalam sel) sehingga akibatnya sel pecah dan bakteri akan
mati.
Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan bakteriotatik yang bekerja menghambat sintesa protein dengan
berikatan pada ribosomal subunit 30S sehingga menghambat ikatan aminoasil-tRNA ke
sisi A pada kompleks ribosomal. Hambatan ikatan ini menyebabkan hambatan sintesis
ikatan peptida.
Klaritromisin
Klaritromisin merupakam antibiotik golongan makrolida. Mekanisme kerjanya
menghambat sintesa protein pada subunit 50S ribosom.
Metronidazol
Metronidazol merupakan antimikroba yang memiliki aktivitas yang sangat baik terhadap
bakteri anaerob dan protozoa. Mekanisme kerjanya yakni berinteraksi dengan DNA
bakteri menyebabkan perubahan struktur heliks DNA dan putusnya rantai sehingga
sintesa protein dihambat dan mengakibatkan kematian sel.
ALGORITMA

IV. Patofisiologi

Varises esofagus
terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang(pada sirosis hepatis Aliran
tersebut akan mencari jalanataupun gagal jantung kongestif) ke pembuluh
darah di esofagus, lambung, atau rektum yang lebihlain kecil dan lebih
mudah pecah. Tidak imbangnya antara tekanan aliran darah dengan
kemampuan pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah
(varises).

gastritis
inflamasi (pembengkakan) dari mukosa lambung termasuk gastritis erosiva
yang disebabkan oleh iritasi, refluks cairan kandung empedu dan pankreas,
haemorrhagic gastritis, infectious gastritis, dan atrofi mukosa lambung.

Inflamasi ini mengakibatkan sel darah putih menuju ke dinding lambung


sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian tersebut. Mekanisme
kerusakan mukosa pada gastritis diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara
faktor-faktor pencernaan, seperti asam lambung dan pepsin dengan produksi
mukous, bikarbonat dan aliran darah. Banyak hal yang dapat menjadi
penyebab gasttritis. Beberapa penyebab utama dari gastritis adalah Infeksi,
iritasi dan reaksi autoimun

V. Diagnosis
Anamnesis
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lemah atau
kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat penyakit
hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat konsumsi NSAID, obat rematik, jamu,
alkohol, obat untuk penyakit jantung, stroke. Kemudian ditanya riwayat penyakit
ginjal, riwayat penyakit paru dan adanya perdarahan di tempat lainnya. Riwayat
muntah-muntah sebelum terjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan
sindroma Mallory-Weiss. Biasanya pada perdarahan saluran cerna bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di
daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil
anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai takaran
yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran cerna bagian atas yang perlu diperhatikan
adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan gejalagejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya
rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi
portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti,eritema palmaris, caput
medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.
Perdarahan
<8%
8 15 %

Hemodinamik
Stabil
Hipotensi ortostatik

15 25 %
Shock
25 40 %
Shock + penurunan kesadaran
> 40 %
Moribund
Pemeriksaan fisik lain yang penting yaitu mencari stigmata penyakit hati kronis
(ikterus, spider naevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai),
massa abdomen, nyeri abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit
jantung, rematik, dll. Colok dubur untuk menilai warna feses memiliki nilai
prognostik.
Warna aspirat NGT dapat membantu memprediksi mortalitas pasien. Aspirat
putih keruh meandakan perdarahan tidak aktif, aspirat merah marun menandakan
perdarahan masif, sangat mungkin perdarahan arteri. Namun sekitar 30 %
perdarahan tukak duodeni menunjukkan aspirat jernih pada NGT.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan

laboratorium

seperti

kadar

hemoglobin,

hematokrit,

leukosit,sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala
untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah
esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan duodenum.
Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal
esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin,
dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.
Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan
sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat
dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi
untuk pemeriksaan sitopatologik. Pemeriksaan endoskopi selain merupakan
prosedur diagnostik dapat dipakai juga untuk terapi, dan merupakan gold
standard untuk diagnostik perdarahan SCBA. Prosedur ini bukan prosedur

emergensi, dapat dilakukan dalam 12-24 jam setelah pasien masuk dan
hemodinamik stabil.
Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit hati
kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran cerna
bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatandan tenaga khusus yang sampai
sekarang hanya terdapat dikota besar saja.
VI. Diagnosis Banding
Hemoptoe, hematoskezia
VII. Terapi
Tindakan umum :
Penilaian dan resusitasi ABC jika perlu. Untuk pasien risiko tinggi :
-

IV line minimal 2, dengan kateter besar minimal no 18. Hal ini untuk
kepentingan transfusi.

Pemasangan CVP

Oksigen sungkup/kanul. Bila perlu intubasi.

Monitor intake-output dengan kateter urine.

Monitor tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan keadaan lain sesuai
komorbid.

Bilas lambung untuk mempermudah tindakan endoskopi.

Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%

Vitamin K

Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)

Terapi lain sesuai komorbid

Pemasangan pipa naso-gastrik


Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah
lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan

aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti.


Kumbah lambung ini akan dilakukanberulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml
sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap
1-2 jam.Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi
lambung sudah jernih
Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infusakan
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena
porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa
pitresin dapat menrangsang ototpolos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner,
karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit
jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis
terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik
Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan
kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat
tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan
selama pemasangan..
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube inidalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnyavarises esofagus.
Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasidan ruptur esofagus, obstruksi
jalan napas tidak pernah dijumpai.
Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %sebanyak 3 ml
dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikandipermukaan varises kemudian ditekan
dengan balon SB tube. Tindakan initidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang
beberapa kali. Carapengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu

pengobatanyang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas


yangdisebabkan pecahnya varises esofagus
Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalandan perdarahan
tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi .Tindakan operasi yang basa dilakukan
adalah : ligasi varises esofagus,transeksi esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif
dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hati membaik.
Varises Esofagus
Sama halnya dengan kasus kegawatan lainnya, hal yang pertama dilakukan
dalam menangani pasien PVO adalah memastikan patensi jalan nafas, mencegah
aspirasi, dan resusitasi cairan termasuk transfusi bila diperlukan. Perlu diingat
overtransfusi pada kasus PVO dapat meningkatkan tekanan porta dan perburukan
control perdarahan, sehingga transfusi harus dievaluasi secara cermat. Pemberian
antibiotic berspektrum luas ternyata secara bermakna mengurangi resiko infeksi
dan menurunkan mortalitas. Jika memungkinkan, dapat dilakukan endoskopi segera
untuk menentukan sumber perdarahan dan memberikan terapi secara tepat. Apabila
perdarahan masih berlangsung dan besar kecurigaan adanya hipertensi portal, dapat
diberikan obat vasopressin IV dalam dosis 0,1-1 U/menit ditambah
nittrogliserin IV 0,3 mg/mnt untuk mengurangi efek konstriksi pada jantung dan
pembuluh darah perifer. Octeotrid, suatu analog somatostatin, dapat menurunkan
tekanan portal tanpa menimbulkan efek samping seperti vasopressin. Obat ini
diberikan secara bolus IV 50-100 mcg dilanjutkan dengan drip 25-200 mcg/jam.
Penatalaksanaan definitive yang
utama adalah dengan ligasi varises
secara endoskopik (LVE). Apabila
LVE

sulit

dilakukan

karena

perdarahan yang massif dan terus


berlangsung, atau teknik yang tidak
memungkinkan,

maka

dapat

dilakukan skleroterapi endoskopik (STE). STE adalah menyuntikan zat sklerosan


(1,5% sodium tetradecyl sulfate atau 5% ethanolamine oleat) ke daerah varises
dengan harapan pembuluh darah yang melebar tersebut tertutup dan perdarahan
berhenti. Kondisi akan semakin sulit bila pada endoskopi juga ditemukan varises
gaster.
Apabila endoskopi tidak memungkinkan, maka obat-obat vasokonstriktor
seperti dijelaskan sebelumnya atau pemasangan balon tamponade (SangestakenBlakemore tube) dapat dikerjakan sampai terapi definitive dapat dilakukan.
Balloning
Pada kasus-kasus dimana endoskopi
tidak dapat menghentikan perdarahan,
jalan terakhir adalah dilakukan tindakan
bedah

Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS).


Tindakan ini hampir
pasti

dapat

mengatasi

perdarahan, namun pada


penderita dengan penyakit
hati lanjut dan kegagalan
multiorgan

dapat

menimbulkan

bahaya

ensefalopati

sampai

kematian

PROFILAKSIS PRIMER (MENCEGAH PERDARAHAN PERTAMA)


Pencegahan perdarahan varises merupakan tujuan utama pengelolaan sirosis,
seiring dengan data yang memperlihatkan peningkatan mortalitas karena perdarahan
aktif dan menurunnya survival secara progresif sesuai dengan indeks perdarahan.
Apabila pada pasien sirosis ditemukan varises tingkat 3, pasien harus mendapatkan
profilaksis primer tanpa melihat beratnya gangguan faal hati. Pasien dengan varises
tingkat 2 pun perlu mendapatkan profilaksis primer jika gangguan faal hatinya
Child kelas B atau C.
Kategori
1
2
Ensefalopati
I/II
III/IV
Asites
Ringan-sedang
Berat
Bilirubin (mMol/l) < 34
34-51
>51
Albumin (g/l)
>35
28-35
<28
INR
<1,3
1,3-1,5
>1,5
Skor Child-Pugh. Kelas A= <6, Kelas B= 7-9, Kelas C= >10

Profilaksis primer dapat dilakukan dengan medikamentosa berupa beta bloker


(propranolol, atenolol, atau nadolol). Propranolol bekerja sebagai vasokonstriktor
arteriol mesenterika sehingga diharapkan dapat menurunkan tekanan portal. Dosis
dimulai dengan 2 x 40 mg/hari, kemudian dinaikan menjadi 2 x 80 mg. penggunaan
beta bloker long acting dapat memperbaiki ketaatan. Pada kasus dimana beta bloker
menjadi kontraindikasi, LVE menjadi pilihan utama. Apabila beta bloker dan LVE
tidak dapat digunakan, maka dapat diberikan isosorbide mononitrat sebagai pilihan
utama dengan dosis 2 x 20 mg. terapi kombinasi antara beta bloker dengan
isosorbide mononitrate secara bermakna dapat menekan perdarahan lebih baik
dibandingkan dengan beta bloker tunggal, tetapi tidak berbeda dalam angka
mortalitas.
PROFILAKSIS SEKUNDER (MENCEGAH PERDARAHAN ULANG)
Terapi endoskopi (LVE dan STE) secara berkala dapat mengeradikasi varises,
menekan perdarahan ulang, dan memperbaiki survival pasien sirosis, tetapi terbatas
pada pasien dengan Child score A dan B. sementara pasien dengan Child score C,

saat ini belum ada pilihan pengobatan yang dapat memperbaiki survival. Beberapa
modalitas yang dapat digunakan sebagai profilaksis sekunder adalah LVE, STE,
beta bloker, isosorbide mononitrat, dan terakhir adalah TIPS. Kombinasi terapi
antara medikamentosa dengan endoskopi, dalam beberapa penelitian terakhir,
dikatakan lebih baik daripada terapi tunggal. Tentunya pemilihan modalitasmodalitas diatas tetap mempertimbangkan tersedianya sarana, tenaga ahli, dan
kondisi pasien secara keseluruhan.
Gastritis Erosif
Gastritis erosif kronis bisa diobati dengan antasid. Penderita sebaiknya
menghindari obat tertentu (misalnya aspirin atau obat anti peradangan non-steroid
lainnya) dan makanan yang menyebabkan iritasi lambung. Misoprostol mungkin
bisa mengurangi resiko terbentuknya ulkus karena obat anti peradangan nonsteroid. Untuk meringankan penyumbatan di saluran keluar lambung pada gastritis
eosinofilik, bisa diberikan kortikosteroid atau dilakukan pembedahan.
Untuk memprediksi perdarahan ulang serta mortalitas :
Variable
Age (y)
<60
60-79
>80
Shock
None
Tachycardia
Hypotension (SBP <100mmHg)
Comorbidity
None
CAD, CHF, other major
Renal failure, liver failure, malignancy
Diagnosis
Mallory-Weiss or no lesion observed
All other diagnoses
Malignant lesions
Stigmas of recent hemorrhage
None or spot in ulcer base
Blood in GIT, clot, visible or spurting vessel in ulcer

Score
0
1
2
0
1
2
0
2
3
0
1
2
0
2

base
Untuk pasien dengan skor >4 harus dilakukan penanganan secara tim melibatkan
IPD, Bedah, ICU, Radiologi dan laboratorium.
Pencegahan perdarahan ulang
1. Varises esofagus
-

Terapi medikamentosa dengan betabloker nonselektif

Terapi endoskopi dengan skleroterapi atau ligasi

2. Tukak peptik
-

Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8 minggu

Eradikasi helicobacter pylori

Bila pasien perlu NSAID ganti dulu dengan analgetik, kemudian pilih
NSAID selektif + PPI atau misoprostol

Realimentasi tergantung hasil endoskopi. Pasien bukan risiko tinggi dapat diet
segera setelah endoskopi, pasien dengan risiko tinggi puasa antara 24-48 jam,
kemudian diberikan makanan secara bertahap.
Sebagian besar pasien pulang pada hari ke 1-4 perawatan. Bila tidak ada
komplikasi, perdarahan telah berhenti dan hemodinamik stabil serta risiko
perdarahan ulang rendah pasien dapat dipulangkan. Perlu ditambahkan preparat Fe
bila pasien pulang dalam keadaan anemis.
VIII. Komplikasi
Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut. sindrom hepatorenal
koma hepatikum, anemia karena perdarahan.
IX. Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas yang disebabkan
pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk/terganggu sehingga setiap perdarahan
baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang
mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah
selama perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian menunjukan bahwa angka kematian

penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb
waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus,
ensefalopati dan golongan menurut kriteria Child. Mengingat tingginya angka kematian
dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan sakuran makan bagian atas maka perlu
dipertimbangkan tindakanyang bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati.
X.
XI.

Daftar Pustaka
1. Adi, Pangestu. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Pengelolaan Perdarahan
Saluran Cerna Bagian Atas. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI/RSCM. 2007. hal 289-292
2. Banez, VP. Upper Gastrointestinal Bleeding. In : Ong WT, Ong ALR, Nicolasora
NP. Medicine Blue Book 5th Edition. Mandaluyong City : Cacho Hermanos Inc
2001. p 63-65.
3. Djumhana, HA. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. In : Course on
Medical Emergencies and Treatment. Bandung : Pusat Informasi Ilmiah Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FK Unpad/RSHS 2007. p 71-80.
4. Laine, L. Gastrointestinal Bleeding. In : Kasper DL, Braunwald E, et al.
Harrisons Principles of Internal Medicine 16th Edition. New York : McGraw-Hill
2005. p 235-238.
5. PAPDI. Panduan Pelayanan Medik, Hematemesis Melena. Jakarta : Interna
Publishing. 2009. hal 305-306
6. Perngaraben, Tarigan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Pengelolaan
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2007. hal 338-344

Anda mungkin juga menyukai