Anda di halaman 1dari 22

MODUL KULIAH FARMASI FISIKA II

Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
SKS
Waktu Perrtemuan
Pertemuan Ke

: Farmasi Fisika II
:
:2
: 4X50 menit
: 11 dan 12

A. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa dapat menjelaskan berbagai masalah yang berkaitan dengan sediaan suspensi
dan emulsi
B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Menjelaskan tentang emulsi dan suspensi


Menjelaskan tentang adanya sifat antar muka dari partikel
Formulasi sediaan suspensi
Stabilitas fisik suspensi dan emulsi
Pengawet dalam emulsi
Kesetimbangan fase dan formulasi sediaan emulsi
Sediaan semi-padat

C. POKOK BAHASAN: DISPERSI KASAR


Subpokok Bahasan:
a. Sediaan Suspensi
b. Sediaan Emulsi
c. Sediaan salep (semi padat)
D. TEORI
PENDAHULUAN
Istilah dispersi menunjukkan adanya suatu sistem yang homogen antara fase dispers
(fase internal, fase tersdispersi) dengan medium dispers (fase pendispersi, fase eksternal, fase
kontinyu). Untuk menghasilkan kondisi yang homogen, kadang-kadang perlu penambahan
komponen ketiga misalnya emulgator, suspending agen, ataupun solubilizing agen. Sistem
dispersi dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu:
Dispersi moleculer (larutan):
Fase dispers berukuran < 1 nm, tdk terlihat dg mikroskop elektron
melewati ultrafiltrasi dan membran semipermaeble, difusi cepat
Dispersi koloid:
Fase dispers 1,0 nm 0,5 mikron, tampak dg microscop elektron, tdk tampak dengan
mikroskop biasa, melewati kertas saring, tdk melewati membran semipermeable, difusi
sangat lambat
Dispersi kasar:
Fase dispers > 0,5 mikron, tampak dengan mikroskop biasa, tidak melewati kertas saring,
apalagi membran semipermeable, hampir tidak ada difusi sehingga fase didpers cenderung
mengendap. Dispersi kasar dibagi dua yaitu suspensui dan emulsi.

SUSPENSI
Suspensi adalah dispersi kasar dengan fase dispers berupa padatan yang terdispersi
dalam cairan medium dispers.

Untuk membuat suspensi stabil perlu ditambahkan

suspending agen. Suspensi mempunyai beberapa persyaratan, diantaranya

tidak boleh cepat mengendap

jika mengendap tidak boleh membentuk gumpalan padat

tidak terlalu kental untuk dituang/mengalir dalam syringe

suspensi topical harus mudah menyebar

Warna dan bau nyaman

Sifat antar muka suspensi


Pengecilan ukuran partikel menyebabkan suspensi tidak stabil secara thermodinamik
partikel cenderung beraglomerasi (berflokulasi atau beragregasi).

Flokulat adalah suatu

gumpalan yang lunak dan ringan yang terjadi karena adanya gaya van der waals. Jika gaya
yang mengikat antara partikel semakin besar, maka akan terbentuk agregat. Kenaikan harga
W (energi bebas permukaan)W atau E terjadi karena peningkatan luas area(ingat W= SL.
A). Agar E = 0 partikel beraglomerasi. Untuk mencegah aglomerasi maka harga W dapat
dikurangi dengan penambahan surfaktan (tidak bisa sampai 0).
Gaya pada permukaan suatu partikel mempengaruhi derajat flokulasi dan
penggumpalan dalam suatu suspensi. Gaya tarik menarik itu adalah gaya gravitasi, gaya
London, dan gaya van Der Waals. Gaya tolak menolak timbul karena interaksi lapisan listrik
rangkap disekitar partikel. Dua gaya ini akan bersaing.
Listrik antarmuka dan tipe suspensi
Ion penentu potensial menempel di permukaan padatan (biasanya positif)
membentuk lapisan aa Gegenion/counter ion membentuk permukaan sejati/bidang iris jika
lapisan diaduk (bb) Lapisan ganda listrik terdiri dari lapisan pertama yang dimulai dari ion
penentu ke permukaan sejati yang terikat kuat oleh padatan, dan lapisan kedua dimulai dari
permukaan sejati ke jarak tertentu (cc) yang menghambur. Setelah lapisan cc disebut
daerah kenetralan listrik. Potensial Nernst (elektrodinamik) adalah selisish potensial di
lapisan aa dengan daerah

kenetralan listrik, sedangakn potensial Zeta (elektrokinetik)

adalah dari bb ke daerah kenetralan listrik. Potensial Zeta inilah yang mengatur derajat
tolak menolak.. Pengaturan zeta potensial akan menyebabkan suspensi dapat terflokulasi
atau terdeflokulasi.
Jika Zeta potensial tinggi (positif ataupun negatif), maka gaya tolak menolak akan
tinggi.

Akibatnya antar partikel tidak bisa bergabung dan terbentuklah suspensi

terdeflokulasi, setelah mengendap partikel dipaksa berdekatan terjadi ikatan yang kuat
sehingga terbentukklah cake.

Jika Zeta potensial diturunkan (dikurangi positifnya atau negatifnya, sehingga Zeta
potensial menuju nol), maka tolak-menolak antar fase dispersi akan turun. Akibatnya gaya
tarik antar partikel menjadi dominan karena partikel akan saling berdekatan. Pada jarak
antar partikel sangat dekat (1000 2000 A) tarik-menarik bertambah kuat sehingga partikel
akan saling berikatan, terbentuklah suspensi terflukolasi. Flokulat akan mengendap cepat
karena ukuran partikelnya yang besar, tetapi endapannya renggang, sehingga tidak
membentuk cake. Pembentukan flokulasi akan diuraikan kemudian.
Pengendapan dalam suspensi
Dalam suspensi ada dua gerakan yang terjadi pada fase dispers, yaitu gerak Brown
dan gerakan karena tarikan gravitasi (Pengendapan). Kedua berhubungan dengan kecepatan
pembentukan endapan.
Menurut Stokes, kecepatan pengendapan (v) berbanding lurus dengan kuadrat
diameter partikel, dengan asumsi partikel berbentuk bola (d 2), selisih densitas fase dispers
(s) dan medium dispers (0) dan konstanta percepatan gravitasi (g) dan berbanding terbalik
dengan viscositas medium (0) sesuai dengan persamaan berikut:
v = d2 (s- 0) g
18 0
Atau untuk partikel yang tidak beraturan:
v = d2 (s- 0) K
0
Gerak Brown: adalah gerak tidak beraturan dari fase dispers dengan ukuran 2 5
mikron. Gerakan ini dapat melawan sedimentasi. Kecepatan gerak ini tergantung dari
viscositas medium. Pada viscositas 5 cps (gliserin 5 %) gerak brown dianggap 0.
Ada dua parameter pengendapan yang berguna untuk menyelidiki endapan, yaitu
volume sedimentasi dan derajat flokulasi. Volume sedimentasi adalah perbandingan volume
akhir dari endapan terhadap volume awal dari suspensi (F=Vu/Vo)

Jika suspensi

terdeflokulasi maka Vu sangat kecil, sehingga disebut sebagai V sehingga persamaan


menjadi F= V/Vo. Pada suspensi terflokulasi harga F cukup besar. Derajat flokulasi
adalah perbandingan F suspensi terflokulasi dengan F deflokulasi (=F/ F). Jika volume
mula-mula dibuat sama maka harga =Vuflokulasi /V
Formulasi Suspensi
Suspensi terdeflokulasi jika mengendap akan membentuk cake, sehingga
pengurangan laju pengendapan merupakan hal yang sangat penting. Sesuai dengan hukum
Stokes maka peningkatan viscositas medium bisa dilakukan, maka digunakanlah pembawa
yang berstruktur dengan tipe alir pseudoplastis/plastis, atau lebih baik lagi jika bersifat

thiksotropi. Bahan yang sering digunakan adalah hidrokoloid seperti CMC, Carbopol 934,
Veegum, dan Tragacant, juga sering ditambahkan bentonit.
Suspensi terflokulasi memerlukan flokulating agen. Walaupun suspensi ini mudah
mengendap, tetapi tidak membentuk cake, sehingga bisa dengan mudah terdispersi kembali
jika digojok. Beberapa flokulating agen yang bisa dipakai dikelompokkan menjadi 3 yaitu
elektrolit, surfaktan, dan polimer.

Elektrolit bekerja dengan teradsorbsi dipermukaan

sehingga zeta potensial akan turun dan pembentukan jembatan. Akibatnya tolak-menolak
akan turun dan partikel saling berikatan untuk membentuk flokulat.
Berikut adalah contoh metode ini:
1.

Fase dispers bismuth subnitrat dalam suspensinya akan mempunyai zeta potensial
yang tinggi (positif).

Penambahan KH 2PO4 (Kalium fosfat berbasa satu) akan

menyebabkan adsorbsi ion H 2PO4- oleh bismuth subnitras sehingga Zeta potensial akan
turun. Peningkatan konsentrasi Kalium dihirogen fosfat akan menurunkan zeta potensial
sampai melewati nol. Jika konsentrasi ditingkatkan terus zeta potensail akan menjadi
negatif dan harga negatif ini akan semakin tinggi sehingga terjadi tolak menolak lagi.
Suspensi menjadi terdeflokulasi lagi.
2.

Fase dispers sulfamerazin dalam suspensinya akan mempunyai zeta potensial yang
tinggi (negatif).

Penambahan AlCL3 akan menyebabkan adsorbsi ion Al 3+ oleh

sulfamerazin sehingga Zeta potensial akan turun negatifnya (naik).

Peningkatan

konsentrasi AlCl3 akan menaikkan zeta potensial sampai melewati nol. Jika konsentrasi
ditingkatkan terus zeta potensail akan menjadi positif dan harga positif ini akan semakin
tinggi sehingga terjadi tolak menolak lagi. Suspensi menjadi terdeflokulasi lagi.
Penjelasan proses di atas dapat diketahui dengan mengitung besarnya volume sedimentasi
(F) tiap formula yang berbada kadar flokulating agennya, kemudian dihitung harga derajat
flokulasinya dengan mengambat suspensi dengan konsentrasi elektrolit = 0 sebagai suspensi
terdeflokulasi. Perhatikan gambart berikut:

Polimer merupakan suatu senyawa berantai panjang dan mempunyai bobot molekul
yang tinggidan mengandung gugus aktif yang ditempatkan disepanjang rantainya. Zat ini
bekerja sebagai zat pemflokulasi karena sebagian dari rantai tersebut diabsorbsi pada
permukaan partikel, sedangkan sebagian yang lain tersisa mengarah ke medium dispers.
Jembatan antara bagian-bagian yang terakhir ini mengakibatkan terbentuknya flokulasi.
Beberapa polimer yang sering dipakai adalah Gum Xantan (suatu heteropolisakarida
anionik) dan gelatin pada pH rendah.
Mekanisme surfaktan sebagai flokulating agen belum jelas, tetapi ada beberapa
penelitian yang menunjukkan bahwa surfaktan anionik maupun ionik mampu menjadikan
suspensi menjadi terflokulasi.
Suspensi yang lebih disenangi adalah yang lambat mengendap, tetapi jika
mengandap tidak membentuk cake. Untuk tujuan ini maka suspensi dibuat terflokulasi
dalam pembawa berstruktur (suspending agen).

Hal ini mungkin bisa mengakibatkan

terjadinya inkompatibilitas (tidak tercampurkannya bahan), tergantung dari muatan partikel


awal dan muatan yang dibawa oleh flokulating agen dan suspending agen. Penambahan
hidokoloid dalam suspensi terflokulasi bismuth subnitrat dengan flokulating agen dalam
jumlah kecil adalah contoh yang baik (fase dispers mempunyai zeta potensial positif,
flokulating agen negative, dan suspending agen hidrokoloid juga negative. Penambahan
hidrokoloid dalam suspensi terflokulasi sulfamerazin dengan flokulating agen AlCl 3 tidak
dapat membantu karena justru terbentuk massa tegang suspending agen yang akan
mengendap sendiri dengan cepat. Untuk mengatasinya maka seharusnya muatan zeta dari
fase dispers dibuat positif dengan penambahan amin asam lemak yang dapat diadsorbsi
dipermukaannya.

Perhatikan gambar berikut

Wetting Agents juga diperlukan dalam formulasi suspensi terflokulasi maupun


terdeflokulasi.

Senyawa ini berfungsi untuk menghilangkan gas dipermukaan dan

menurunan sudut kontak (padatan akan mengambang jika sudut kontak > 90 o). Wetting agen
berfungsiuntukmembasahi serbuk-serbuk hidrofobik seperti arang aktif, sulfur, dan mg
stearat. Sedangkan serbuk-serbuk hidrofilik seperti Zn oksida, talk, dan mg carbonat tidak

perlu wetting egen. Wetting agen bisa berupa surfaktan maupun yang bukan surfaktan
seperti gliserin, gum dalam alkohol atau gliserin, dan propilen glikol.
Pertimbangan Rheologis
Suatu sifat fisika suspensi yang baik adalah mudah cukup kental sehingga
pengendapan lambat sesuai dengan hukum Stokes, tetapi tidak terlalu kental supaya mudah
dituang.

Pengendapan terjadi

pada waktu pemyimpanan, sehingga pada penyimpanan

diusahakan viscositasnya tinggi, sedangkan pada waktu penuangan diusahakan viscositasnya


kecil. Tipe alir yang sesuai dengan hal tersebut adalah pseudoplastis thiksotropi atau plastis
thiksotropi.

Pada thiksotropi adanya shear (penggojokan) akan menyebabkan beberapa

ikatan menjadi putus dan tidak segera terbentuk kembali saat penggojokan dihentikan untuk
segera menuang suspensi, sehingga penuangan mudah karena cukup encer (kecil
viscositasnya). Pada pendiaman satu-satunya shear adalah gerakan pengendapan partikel
fase dispers, dan ini sangat kecil sehingga sehingga bisa diabaikan. Tidak adanya shear ini
menyebabkan suspensi sangat kental sehingga sulit mengendap. Bahan-bahan yang bersifat
thiksotropi agen sehingga diperlukan untuk memperbaiki sifat reologis suspensi adalah
Tragacan, CMC Na, veegum, campuran bentonit dan CMC, dan Natrium alginate. Gliserin
tidak disukai dipakai walaupun cukup kental karena dia bersifat alir Newton.
EMULSI
Emulsi adalah suatu system yang tidak stabil secara thermodinamika karena terdiri
dari tetesan minyak yang terdispersi dalam air atau sebaliknya air dalam minyak. Sistem ini
dibuat stabil dengan penam,bahan emulgatoer (zat pengemulsi). Baik fase dispers maupun
medium disperse bisa berkisar dari suatu cairan mobile sampai semi padat. Jadi system
emulsi berkisar dari lotio (cair) sampai semi padat seperti cream atau salep. Umumnya fase
disperse berukuran 0,1 mikron sampai 10 mikron.
Tipe Emulsi
Sesuai dengan definisi di atas maka emulsi bisa bertipe O/W (fase disperse Oil
dalam medium disperse Water, dan ini adalah umumnya emulsi) atau bertipe W/O
(contohnya mentega, salad), atau tipe emulsi ganda O/W/O atau W/O/W. Penentuan tipe
emulsi bisa dilakukan dengan beberapa metode yaitu

Pewarnaan, penambahan pewarna larut air (misalnya metilen blue dan brilian blu)
dalam emulsi tipe O/W akan menyebabkan pewarna berdifusi dalam medium dispers dan
akan menghasilkan warna yang homogen seperti halnya penambahan pewarna larut
minyak (seperti sudan) dalam emulsi tipe W/O. Jika pewarna tidak larut dalam medium
dispers maka dia akan bergerombol dipermukaan.

Pengenceran, pengenceran bisa berhasil baik jika emulsi diencerkan dengan medium
disperse.

Daya hantar listrik, emulsi mempunyai daya hantar listrik yang baik jika medium
dispers adalah konduktor (yaitu tipe O/W)

Metode metode lain seperti pencucian dan pembentukan cincin pada penetesan
emulsi tipe W/O, dalam kertas saring dilanjutkan penguapan.
Tipe emulsi bukan tergantung dari sedikit banyaknya fase minyak dan fase air

(seperti yang sering dianggap mahasiswa ), tetapi tergantung sifat dari emulgator.

Jika

emulgator suka dengan air maka akan terbentuk emulsi tipe O/W dan sebaliknya.
Jenis jenis Emulgator
Surfaktan
Surfaktan akan menstabilkan emulsi dengan cara teradsorbsi di permukaan fase
dispersi membentuk lapisan monomolekuler dan menurunkan tegangan antar muka. Proses
pembentukan bola-bola fase dispers menyebabkan luas kontak antara cairan fase dispers
dengan cairan medium dispers semakin tinggi.

Meningkatnya antar muka (A) ini

menyebabkan peningkatan energi bebas permukaan (W), sesuai dengan persamaan


W= x A. Sistem menjadi tidak stabil dan cenderung untuk mengelompok lagi untuk
memperkecil A supaya energi bebas permukaan turun.

Penambahan surfaktan dapat

menurunkan tegangan permukaan () sehingga sistem menjadi lebih stabil dan kecepatan
penggabungan turun.
Surfaktan juga bekerja dengan membentuk lapisan monomolekuler dipermukaan
fase dispers. Karena surfaktan mempunyai dua gugus (sehingga disebut amfifil), maka
bagian polar akan menghadap ke fase yang polar, sedangkan bagian yang hidrofil mengarah
ke lipid. Surfaktan memiliki suatu nilai yang disebut HLB (Hidrofilik Lipophilic Balance).
Pemilihan surfaktan tergantung minyak yng akan diemulsikan. Minyak memeliki suatu nilai
yang dsebut RHLB (Requared HLB), yaitu HLB surfaktan yang paling baik dalam
menghasilkan emulsi untuk minyak tersebut. Jika minyaknya terdiri dari beberapa minyak
maka perlu dicari RHLB campuran dengan persamaan sebagai berikut (campuran minyak 1
dengan porsi f1 dan minyak 2 dengan porsi f2) : RHLB1 x fi + RHLB2 x f2 = RHLBc
Kadang tidak ditemukan surfaktan yang mempunyai HLB sebesar RHLB minyak
atau campuran minyak. Maka dua surfaktan bisa digabung untuk menghasilkan campuran
surfaktan yang HLB-nya sesuai dengan RHLB.

Besarnya fraksi surfaktan 1 (misatnya

tween, fT) dan surfaktan 2 (misalnya Span, fS) dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
HLBT x fT + HLBS x fS = HLBc
Jumlah surfaktan minimal yang diperlukan untuk membuat emulsi yang baik dapat
diperkirakan dengan persamaan Bonadeo
6(s/i)
Qs = ------------------------ + 4Q m/1000
10 0,5 RHLB

Qs : jumlah surfaktan untuk 100 g campuran minyak-air


s : densitas surfaktan, s : densitas fase internal
Qm:jumlah medium dispers untukk 100 g campuran
minyak-air

Contoh soal
Akan dibuat suatu formula emulsi tipe o/w yang mengandung 40 gram campuran minyak
dan 60 gram air, campuran minyak terdiri dari 70 % paraffin (RHLB 10, densitas 0,85 g/ml)
dan 30 % beeswax (RHLB 9, densitas 0,85 g/ml). Berapakah jumlah Tween 80 (HLB 15,
densitas 0,87) dan Diethilen glikol monolaurat/DGM (HLB 6,1, densitas 0,87) yang
diperlukan untuk suspensi ini.
Penyelesaian
Hitung RHLB campuran minyak = 0,7 x10 + 0,3 x 9 = 9,7
Hitung jumlah minyak yang diperlukan
6(0,87/0,85)
Qs = ------------------------ + 4 x 60/1000 = 1,68 gram
10 0,5 x 9,7
Hitung jumlah Tween dan DGM supaya HLB nya sesuai RHLB
HLBT x fT + HLBD x fD = HLBc
15 x fT + 6,1 (1 fT) = 9,7, maka fT = 0,4 dan fD = 1 0,4 = 0,6
Maka jumlah tween yang dibutuhkan adalah 0,4 x 1,68 gram, dan jumlah DGM adalah 0,6 x
1,68 gram.
Penggunaan surfaktan kombinasi sering digunakan dari pada surfaktan tunggal
Penggunaan surfaktan kombinasi ini digambarkan sebagai berikut:

Kombinasi dari natrium setil sulfat dan kolesterol mengakibatkan suatu lapisan yang
kompleks yang menghasilakan suatu emulsi yang baik. Natrium setil sulfat dan oleil alkohol
tidak membentuk lapisan yang baik sehingga emulsi yang dihasilkan jelek. Kombinasi dari
setil alkohol dan natrium oleat juga tidak membentuk lapisan yang kompleks, sehingga
emulsi juga jelek.
Atlas Surfactans-ICI merekomendasikan pencampuran Tween hidrofilik dengan span
lipofilik dengan variasi perbandingan tertentu akan memberikan emulsi yang baik. Bagian

hidrokarbon dari molekul Span 80 (sorbitan mono-oleat) berada dalam bola minyak dan
radikal sorbitanberada dalam fase air. Bagian kepala sorbitan dari span mencegah ekor
hidrokarbon dari penggabinagn yang erat dalam fase minyak. Bila tween 40 (polioksietilen
sorbitan monopalmitat) ditambahkan, ia mengarah pada batas sedemikina rupa sehingga
sebagian dari ekor hidrokarbon ada dalam fase minyak, sedangkan cincin sorbitan dan rantai
polioksietilen berada dalam fase air. Perhatikan gambar berikut

Tipe emulsi tergantung dari HLB surfaktan yang digunakan. Surfaktan dengan HLB
lebih dari 7 cenderung menghasilkan emulsi tipe o/w, sebaliknya utuk surfaktan dengan HLB
dibawah 7. Teori emulsifikasi dari Davies menyebutkan sebagai berikut
Jika minyak dan air dicampur, akan terbentuk kedua tipe emulsi.

Antar minyak akan

bergabung dengan kecepatan penggabungan minyak r 1(jika dianggap tipe o/w) = C 1e-w1/RT
sedangkan anatar air akan bergabung dengan kecepatan r 2 = C2e-w2/RT, C adalah faktor
tumbukan yang dipengaruhi oleh perbandingan volume dan viscositas medium dispersi. W
adalah energi barier yang harus di atasi, w 1 adalah fungsi dari potensial listrik, w2 adalah
fungsi dari jumlah gugus lipofil. Emulsi akhir tergantung laju mana yang lebih cepat. Jika
laju 1 lebih cepat, terbentuk emulsi tipe w/o, dan sebaliknya. Terbukti jika surfaktan ber
HLB > 7 laju 2 lebih cepat.
Hidrofilik Koloid
Emulgator golongan ini akan teradsorbsi multimolekuler dan membentuk film koloid
liofilik.. Emulgator ini tidak menurunkan tegangan antar muka minyak-air, tetapi dengan
membentuk lapisan film yang kuat, menghambat terjadinya penggabungan. Lapisan ini tidak
hanya monomolekur.
sebagai emulgator.

Pembentukan lapisan multimolekuler inilah efek utama kerjanya


Efek lain adalah dengan meningkatnya viscositas medium dispers.

Lapisan multilayer yang terbentuk bersifat hidrofilik sehingga emulgator ini cenderung
membentuk emulsi tipe o/w. Beberapa contoh emulgator golongan ini adalah Akasia dan
gelatin.

Emulgator golongan Partikulat


Emulgator golongan ini bekerja dengan membentuk lapisan partikulat (padat) yaitu
serbuk halus yang terbasahi oleh minyak maupun air di antara dua fase. Akibatnya tetesan
minyak (jika serbuk mudah dibasahi oleh air, sehingga tipe emulsinya o/w) terhambat untuk
bergabung. Contoh emulgator golongan ini adalah bentonit dan veegum.
Kerusakan Fisik Emulsi (Instabilitas Fisik dari Emulsi)
Kemungkinan besar pertimbangan yang terpenting bagi emulsi di bidang farmasi
dan kosmetika adalah stabilitas dari produk jadi. Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak
adanya penggabungan fase dalam, tidak adanya creaming, dan memberikan penampilan, bau,
warna dan sifat-sifat fisik lainnya yang baik. Beberapa peneliti mendefinisikan
ketidakstabilan suatu emulsi hanya dalam hal terbentuknya penimbunan dari fase dalam dan
pemisahannya dari produk. Creaming yang diakibatkan oleh flokulasi dan konsentrasi bolabola fase dalam, kadang-kadang tidak dipertimbangkan sebagai suatu tanda ketidakstabilan.
Tetapi suatu emulsi adalah suatu sistem yang dinamis, dan flokulasi serta creaming yang
dihasilkan menggambarkan tahap-tahap potensial terhadap terjadinya penggabungan fase
dalam yang sempurna. Lebih-lebih lagi dalam hal emulsi farmasi, creaming mengakibatkan
ketidakrataan dari distribusi obat dan, tanpa pengocokan yang sempurna sebelum digunakan,
berakibat tenjadinya pemberian dosis yang berbeda. Tentunya bentuk penampilan dari suatu
emulsi dipengaruhi oleh creaming, dan ini benar-benar merupakan suatu masalah nyata bagi
pembuatannya jika terjadi pemisahan dari fase dalam.
Fenomena penting lainnya dalam pembuatan dan penstabilan dari emulsi adalah
inversi fase, yang dapat membantu atau merusak dalam teknologi emulsi. Inversi fase
meliputi perubahan tipe emulsi dari o/w menjadi w/o atau sebaliknya. Begitu terjadi inversi
fase setelah pembuatan, secara logis hal ini dapat dipertimbangkan sebagai suatu pertanda
dari ketidakstabilan.
Dalam pertimbangan-pertimbangan ini, ketidakstabilan dari emulsi farmasi bisa
digolongkan sebagai berikut:
(a) flokulasi dan creaming
(b) penggabungan dan pemecahan
(c) berbagai jenis perubahan kimia dan fisika
(d) inversi fase.
Creaming dan Hukum Stokes. Faktor-faktor yang ternyata penting dalam creaming
dari suatu emulsi dihubungkan oleh hukum Stokes. Batasan dari persamaan ini untuk sistem
yang sebenamya telah dibicarakan sebelumnya untuk suspensi dan ini dapat diterapkan untuk
sistem emulsi.
Analisis dari persamaan menunjukkan bahwa jika fase terdispersi kurang rapat
dibandingkan dengan fase kontinu, yang merupakan hal umum pada emulsi o/w, kecepatan
sedimentasi menjadi negatif, yakni, dihasilkannya creaming yang mengarah ke atas. Jika fase

dalam lebih berat dari fase luar, bola-bola akan mengendap, fenomena ini sering terdapat
pada emulsi tipe w/o di mana fase dalamnya lebih rapat danipada fase kontinu minyak. Efek
ini dikenal sebagai creaming yang mengarah ke bawah. Makin besar perbedaan antara
kerapatan dari kedua fase tersebut, makin besar bola-bola minyak, dan makin menunun
viskositas dari fase luar, menyebabkan laju creaming makin besar. Dengan menaikkan gaya
gravitasi dengan cara mensentrifugasi, Iaiu creaming juga bisa ditingkatkan. Diameter dari
bola-bola fase dispers merupakan faktor utama dalam menentukan laju creaming.
Penggandaan diameter dan bola-bola minyak akan meningkatkan laju creaming sebesar
empat kalinya.
Contoh 1. Suatu emulsi o/w mengandung minyak mineral dengan bobot jenis 0,90
terdispersi dalam suatu fase air yang mempunyai bobot jenis 1,05. Jika partikel minyak
mempunyai diameter rata-rata 5 mikron atau 5 X 10 -4cm, fase luar mempunyai viskositas
0,5 pois (0,5 dyne detik/cm2 atau 0,5 g/cm detik) dan konstanta gravitasi 981 cm/detik 2,
berapakah kecepatan creaming dalam cm per-han?
(5 x 10-4)2 x (0,90 - 1,05) X 981
V = --------------------------------------------= 4,1 x 106 cm/detik
18 x 0,5
dan karena 24 jam adalah 86.400 detik, laju pembentukan krim ke arah atas, -v,
adalah
- v = 4,1 xl 0-6 cm/detik x 86.400 detik/hari = 0,35 cm/han.
Faktor-faktor dalam persamaan Stokes bisa diubah untuk mengurangi laju creaming
dalam suatu emulsi. Viskositas dan fase luar dapat ditingkatkan tanpa melewati batas-batas
konsistensi yang dapat diterima dengan menambahkan suatu zat pengemulsi (viskosity
improver atau thickening agent) seperti metilselulosa, tragacanth atau natnium alginat.
Ukuran partikel dari bola-bola tersebut bisa dikurangi dengan menghomogenkannya; keny
ataannya, hal ini adalah dasar untuk kestabilan terhadap creaming dari susu homogen. Jika
ukuran partikel rata-rata dari emulsi dalam contoh di atas dikurangi sampai 1 mikron atau
1/5 dari nilai awalnya, laju creaming berkurang sampai 0,014 cm per hari atau kira-kira 5 cm
per tahun. Sebenamya, jika diameter partikel dikurangi sampai di bawah 2 sampai 5 mikron,
gerak Brown pada temperatur kamar cukup mempengaruhi sehingga partikel-partikel
tersebut mengendap atau krim terjadi lebih lambat daripada yang diperkirakan oleh hukum
Stokes.
Sedikit pertimbangan telah diberikan untuk menyesuaikan kerapatan dari kedua fase
sebagai suatu upaya untuk mengurangi laju creaming. Secara teoretis, penyesuaian kerapatan
fase luar dan fase dalam sampai nilainya sama harus menghilangkan kecenderungan untuk
terbentuknya knim tersebut. Tetapi keadaan ini jarang menjadi kenyataan, karena perubahan
temperatur mengubah juga kerapatan. Beberapa peneliti telah meningkatkan kerapatan fase
minyak dengan menambahkan zat-zat yang larut dalam minyak, seperti bromonaftalen,
bromoform, dan karbon tetrakiorida, tetapi tidak dapat digunakan dalam produk obat.

Mullins dan Becker menambahkan suatu minyak yang dibrominasi yang dapat dimakan
untuk menyesuaikan kerapatan dalam emulsi farmasi.
Penggabungan (koalesensi) dan Pemecahan (breaking). Creaming harus dilihat
secara terpisah dari pemecahan, karena creaming merupakan suatu proses bolak-balik,
sedangkan pemecahan merupakan proses searah. Krim yang menggumpal bisa didispersikan
kembali dengan mudah, dan dapat terbentuk kembali suatu campuran yang homogan, karena
bola-bola minyak masih dikelilingi oleh suatu lapisan pelindung dan zat pengemulsi. Jika
terjadi pemecahan, pencampuran biasa tidak bisa mendispersikan kembali bola-bola tersebut
dalam suatu bentuk emulsi yang stabil, karena lapisan yang mengelilingi partikel-partikel
tersebut telah dirusak dan minyak cenderung untuk bergabung. Telah dilakukan suatu usaha
yang dapat dipertimbangkan untuk mempelajari ketidakstabilan pemecahan. Pengaruh
faktor-faktor tertentu pada pemecahan akan diringkas dalam alinea berikut mi.
King menunjukkan bahwa pengurangan ukuran partikel tidak perlu berakibat
kestabilannya meningkat. Tapi ia menyimpulkan bahwa suatu derajat dispersi optimum
untuk setiap sistem tertentu ada stabilitas maksimumnya. Seperti dalam hal partikelpartikel
padat, jika dispersi tidak merata, partikel-partikel kecil akan mengganjal di antara partikelpartikel besar sehingga kohesi bertambah kuat, dan penggabungan fase dalam bisa terjadi
dengan mudah. Maka suatu dispersi kasar yang berukuran partikel sama, harus mempunyai
kestabilan yang paling balk. Viskositas saja tidak menghasilkan einulsi yang stabil, emulsi
kental mungkin lebih stabil daripada emulsi yang mobil, lantaran terjadinya hambatan
flokulasi dan penggabungan. Pengemulsi yang kental atau tacky emulsifier bertindak
mempermudah shearing dari bola-bola ketika emulsi tersebut dibuat pada mortir, tapi hal ini
sedikit atau tidak ada hubungannya sama sekali dengan kestabilan. Knoechel dan Wurster
telah membuktikan viskositas memainkan peran yang kecil dalam kestabilan emulsi o/w
secara keseluruhan. Kemungkinan besar yang diperlukan untuk mendorong teradinya
kestabilan adalali viskositas optimum, bukan viskositas yang tinggi.
Perbandingan volume-fase dari suatu emulsi mempunyai pengaruh sekunder
terhadap kestabilan produk. Hal mi dikenal dengan volume relatif dari air dan minyak dalam
emulsi. Partikel-partikel berbentuk bulat yang sama besar dalarn suatu susunan yang longgar
mempunyai porositas 48% dari total volume bulk. Volume yang ditempati oleh bulatanbulatan tersebut jadi harus 52%.
Jika bulatan disusun berdekat-dekatan, secara teoritis bulatan-bulatan tersebut tidak
dapat melebihi 74% total volume tanpa melihat ukurannya. Walaupun harga mi tidak
memperhitungk andistorsi dari bentuk dan ukuran serta kemungkinan partikel-partikel kecil
yang terdapat di antara bulatan-bulatan yang lebili besar, nilai ini mempunyai beberapa arti
terhadap emulsi yang nyata. Ostwald dan teman-temannya telah membuktikan bahwa jika
seseorang berusaha untuk rnenggabungkan lebih dari 74% minyak dalam suatu emulsi o/w,
bola-bola minyak seringkali menggabung dan emulsi tersebut pecah. Harga ini dikenal
sebagai titik kritis, yang didefinisikan sebagai konsentrasi dari fase dalam di atas konsentrasi

mana zat pengemulsi tidak dapat menghasilkan suatu emulsi yang stabil dan tipe yang
diinginkan. Dalam beberapa emulsi yang stabil, harga tersebut mungkin lebih besar dan
74%, yang disebabkan karena bentuk dan ukuran bola yang tidak beraturan. Tetapi umumnya
suatu perbandingan fase volume 50/50 (yang mendekati susunan yang longgar)
menghasilkan emulsi yang paling stabil. Kenyataan mi ditemukan secara empiris oleh ahli
farmasi bertahun-tahun yang lalu, dan emulsi-emulsi obat umumnya dibuat dengan
perbandingan 50 bagian minyak dengan 50 bagian air.
Walaupun muatan dan diffuse double layer sangat penting dalam suspensi, hal mi
tidak terlalu penting pada emulsi pekat. Jika partikel-partikel minyak yang biasanya
bermuatan negatif, dikelilingi oleh satu lapisan pengemulsi dalam suatu emulsi o/w, terutama
suatu zat nonionik, efek elektrokinetik kemungkinan besar tidak begitu bermakna seperti
dalam suspensi, dalam menjaga kestabilan dan sistem tersebut. Tetapi belum ada
kesepakatan umum mengenai hal ini pada waktu sekarang.
Kemungkinan besar faktor yang paling penting dalam menstabilkan suatu emulsi
adalah sifat fisik dari lapisan pengemulsi pada antarmuka. Agar menjadi efektif, suatu
lapisan pengemulsi harus kuat dan elastis dan harus terbentuk dengan cepat selama proses
pengemulsian. Serrallach, Jones, dan Owen telah mengukur kekuatan lapisan pada
antarmuka. Mereka menemukan bahwa suatu zat pengemulsi atau kombinasi zat pengemulsi
yang baik mengakibatkan penurunan tegangan antarmuka awal untuk menghasilkan bolabola kecil yang sama dan terbentuk dengan cepat sehingga melindungi bola-bola tersebut
untuk tidak berkumpul kembali selama pembuatan. Lapisan tersebut kemudian perlahanlahan meningkat kekuatannya setelah suatu periode beberapa hari atau beberapa minggu.
Penilaian Kestabilan. Menurut King dan Mukheijee satu-satunya metode yang
tepat untuk menentukan kestabilan meliputi analisis frekuensi-ukuran fase bdispers dari
emulsi tersebut dari waktu ke waktu dengan makin lamanya produk tersebut. Untuk emulsi
yang pecah dengan cepat, penyelidikan mikroskopis dari fase dalam yang terpisah adalah
cukup, walaupun pemisahan sulit untuk dibaca dengan suatu ukuran ketelitian. Dalam
metode mikroskopis, diameter partikel dikelompokkan menjadi kisaran 0,0-0,9 mikron, 1,01,9mikron, 2,0 - 2,9mikron, dan seterusnya.
Ukuran partikel atau diameter bola-bola dalam mikrometer diplot pada sumbu
horizontal terhadap frekuensi atau banyaknya bola-bola dalam tiap kisaran ukuran pada
sumbu vertikal (ordinat). Finkle, Draper dan Hildebrand mungkin adalah peneliti pertama
yang menggunakan metode ini untuk menentukan kestabilan dari emulsi. Sejak saat itu
banyak dibuat penelitian yang serupa. Pada tahun 1937, Cooper mengulangi metode
frekuensi ukuran untuk menentukan kestabilan dan melakukan percobaannya pada 60 emulsi
Ia mendapatkan hasil bahwa distribusi luas permukaan spesifik lebih dapat diterima sebagai
suatu kriteria kestabilan dari pada distribusi ukuran.
Suatu analisis distribusi frekuensi awal terhadap suatu emulsi bukan merupakan uji
kestabilan yang cukup, karena kestabilan tidak berhubungan dengan ukuran partikel awal.

Sebagai ganti, seseorang barangkali harus rnempertimbangkan penggabungan dari bola-bola


yang terdispers dari suatu emulsi yang telah berumur, atau pemisahan fase dalam dari emulsi
tersebut setelah suatu periode waktu tertentu. Tetapi Boyd et al.,menganggap metode mi
tidak memuaskan karena bola-bola tersebut mungkin telah mengumpul sebelum pemisahan
terlihat. Peneliti mi melakukan analisis ukuran partikel dengan alat Coulter sentrifugal
fotosedimentometer. Diameter volume rata-rata diperoleh. dan ini diubah menjadi jumlah
bola-bola per miliiter. King dan Mukherice menentukan luas antarmuka spesifik. yakni. luas
antarmuka per gram minyak yang teremulsi, dan tiap emulsi pada waktu waktu yang
berurutan. Mereka memilih kebalikan dari penurunan luas antarmuka spesifik terhadap
waktu sebagai suatu ukuran kestabilan dari suatu emulsi.
Inversi Fase (Pengubahan Fase). Jika dikontrol dengan tepat selama pembuatan
suatu emulsi. inversi fase seringkali menghasilkan suatu produk yang lebih halus. tapi jika
pembuatan sudah selesai dan dipengaruhi oleh faktor lain ketika emulsi sudah terbentuk, hal
ini dapat menyebabkan masaiah yang besar.
Suatu emulsi o/w yang distabilkan dengan natrium stearat dapat diubah menjadi tipe
w/o dengan menambahkan kalsium kiorida untuk membentuk kalsium stearat. Inversi bisa
juga dihasilkan dengan mcngubah perbandingan volume-fase, Dalam pembuatan suatu
emulsi. seseorang dapat mencampur suatu zat pengemulsi o/w dengan minyak. kemudian
menamhahkan sejumlah kecil air. Kanena volume air sedikit dibandingkan dengan volume
minyak, air tersebut didispersikan dalam minyak dengan pengocokan, walaupun
pengemulsinya lebih suka membentuk sistem minyak dalam air. Ketika ditambahkan air
lebih banyak lagi secara perlahan-lahan. lama kelamaan tercapai titik inversi, dan air serta
pengemulsi menyelimuti minyak sebagai bulatan-bulatan kecil untuk membentuk emulsi 0/w
yang diinginkan. Prosedur mi kadang-kadang digunakan dalam pembuatan emulsi di
perdagangan. dan ini adalah prinsip dari Continental method yang digunakan dalam praktek
pencampuran..
PENGAWETAN EMULSI
Biar pun tidak selalu perlu untuk mencapai keadaan steril dalam suatu emulsi,
bahkan jika produk tersebut digunakan untuk kulit atau oral, perubahan-perubahan tertentu
dalam sifat-sifat emulsi yang tidak dikehendaki dapat diakibatkan oleh pertumbuhan
mikroorganisme. Ini meliputi pemisahan fisik dan fase, hilang/berubahnya warna
terbentuknya gas dan bau, dan perubahan sifat-sifat rheologi. Emulsi untuk penggunaan
parenteral jelas harus steril.
Pembiakan mikroorganisme dalam produk yang diemulsikan ditunjang oleh salah
satu atau lebih konponen yang ada dalam pembuatan tersebut. Jadi, bakteria telah terbukti
menguraikan zat pengemulsi nonionik dan anionik, gliserin, serta guru turnbuhan yang
digunakan sebagai zat pengental, dengan akibat rusaknya emulsi tersebut. Oleh karena itu
emulsi penting diformulasi sedemikian rupa, untuk mencegah serangan mikroba dengan
menambahkan pengawet dalarn konsentrasi yang cukup. Bila diketahui bahwa pengawet

mempunyai aktivitas yang tidak dapat dipisahkan terhadap tipe kontaminasi yang dijumpai,
masalah utama adalah mernperoleh konsentrasi pengawet yang cukup dalam produk tersebut.
Beberapa faktor yang hams dipertirnbangkan agar tercapai rnaksud tersebut akan disajikan di
sini.
Emulsi merupakan sistem heterogen di mana akan terjadi pernbagian pengawet
antara fase minyak dan fase air. Bakteri terutama tumbuh dalarn fase air dari sistem yaing
diemulsikan, dengan akibat bahwa pengawet yang terbagi lebih banyak untuk fase minyak
bisa jadi tidak ada gunanya pada konsentrasi normalnya, karena pada fase air hanya ada
dalam konsentrasi rendah. Perbandingan volume-fase dalam hal ini bermakna. Tambahan
pula, pengawet harus dalam keadaan tidak terion untuk dapat mempenetrasi membran
bakteri. Oleh karena itu aktivitas pengawet yang berupa asam lemah berkurang jika pH dan
fase air meningkat. Akhirnya, molekul pengawet tidak boleh terikat dengan komponen lain
dari emulsi tersebut, karena kompleks yang terbentuk tidak akan efektif sebagai pengawet
Hanya pengawet dalam bentuk bebas saja yang efektif. Hal mi sudah dibicarakan sebelum
ini secara rinci.
SIFAT RHEOLOGI DARI EMULSI
Produk yang diemulsikan mungkin mengalami berbagai shear-stress selama
pembuatan atau penggunaannya. Pada kebanyakan proses ini sifat aliran produk akan
menjadi sangat penting untuk penampilan emulsi yang tepat pada kondisi penggunaan. Jadi
penyebaran produk dermatologik dan produk kosmetik harus dikontrol agar didapat suatu
preparat yang memuaskan. Aliran emulsi parenteral melalui jarum hipodermik, pemindahan
suatu emulsi dari botol atau tube, dan sifat dari suatu emulsi dalam berbagai proses
penggiingan yang digunakan dalam pembuatan produk ini secara besar-besaran,
menunjukkan perlunya karakteristik aliran yang tepat. Oleh karena itu, penting bagi ahli
famasi untuk menghargai bagaimana formulasi dapat mempengaruhi sifat rheologi dari
emulsi.
Kebanyakan emulsi, kecuali emulsi encer, menunjkkan aliran non- Newton yang
mempersulit interpretasi data dan perbandingan kuantitatif antara sistem-sistem dan
forrnulasi-formulasi yang berbeda. Dalam suatu pengulangan menyeluruh, Sherman telah
membicarakan faktor-faktor prinsip yang mempengaruhi sifat-sifat aliran dari emulsi. Materi
dan bagian ini membicarakan secara garis besar beberapa sifat viskositas yang berhubungan
dengan fase terdispers, fase kontinu dan zat pengemulsi. Untuk pembicaraan lebih lengkap
tentang hal ini dan faktor-faktor lain yang dapat memodifikasi sifat aliran dari emulsi.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan fase terdispers meliputi perbandingan
volume fase, distnibusi ukuran partikel, dan viskositas dari fase dalam itu sendiri. Jadi, jika
konsentrasi volume dan fase terdispers rendah (kurang dan 0,05), sistem tersebut adalah
Newton. Dengan naiknya konsentrasi volume, sistem tersebut menjadi lebih tahan terhadap
aliran dan menunjukkan karakteristik aliran pseudoplastis. Pada konsentrasi yang cukup
tinggi, terjadi aliran plastis. Jika konsentrasi volume mendekati 0,74, mungkin tenjadi inversi

dengan berubahnya viskositas secara nyata. Pengurangan ukuran partikel rata-rata akan
menaikkan viskositas. Makin luas distribusi ukuran partikel, makin rendah viskositasnya jika
dibandingkan dengan sistem yang memiliki ukuran partikel rata-rata serupa tetapi dengan
distribusi ukuran partikel yang lebih sempit.
Sifat utama fase kontinu yang mempengaruhi sifat-sifat aliran dan suatu emulsi
adalah bukan pada viskositasnya (menakjubkan). Tetapi efek viskositas dari fase kontinu
mungkin lebih besar dari yang diramalkan dengan menentukan viskositas bulk dari fase
kontinu itu sendini. Ada indikasi bahwa viskositas dari suatu lapisan cair yang tipis,
katakanlah 100 200 A adalah beberapa kali harga viskositas dari cairan bulk. Oleh karena
itu viskositas yang lebih tinggi bisa terdapat pada emulsi yang mem.punyai konsentrasi
tinggi, jika ketebalan fase kontinu antara tetesan-tetesan yang berdekatan mendekati dimensi
mi. Sherman menekankan bahwa pengurangan viskositas dengan penaikan shear sebagian
bisa disebabkan oleh penununan viskositas dari fase kontinu karena jarak pemisahan antara
bola-bola yang meningkat.
Komponen ketiga yang mungkin mempengaruhi viskositas emulsi adalah zat
pengemulsi. Tipe zat akan mempengaruhi flokulasi partikel dan daya tarik-menanik
antarpartikel, dan ini, sebaliknya akan mengubah aliran. Tambahan pula, untuk sistem
membicarakan faktor-faktor prinsip yang mempengaruhi sifatsifat aliran dan emulsi. Mateni
dan bagian mi membicarakan Secara garis besar beberapa sifat viskositas yang berhubungan
dan fase terdispers, fase kontinu dan zat pengemulsi. Untuk pembicaraan lebih lengkap
tentang hal mi dan faktor-faktor lain yang dapat memodifikasi sifat aliran dan emulsi,
pembaca dapat melihat artikel aslinya yang dibuat oleh Sherman4 dan buku Rheology of
Emulsions.4
Faktor-faktor yang berhubungan dengan fase terdispers meliputi perbandingan
volume fase, distnibusi ukuran partikel, dan viskositas dan fase dalam itu sendiri. Jadi, jika
konsentrasi volume dan fase terdispers rendah (kurang dan 0,05), sistem tersebut adalah
Newton. Dengan naiknya konsentrasi volume, sistem tersebut menjadi lebih tahan terhadap
aliran dan menunjukkan karakteristik aliran pseudoplastis. Pada konsentrasi yang cukup
tinggi, terjadi aliran plastis. Jika konsentrasi volume mendekati 0,74, mungkin tenjadi inversi
dengan berubahnya viskositas secara nyata. Pengurangan ukuran partikel rata-rata akan
menaikkan viskositas. Makin luas distribusi ukuran partikel, makin rendah viskositasnya jika
dibandingkan dengan sistem yang memiliki ukuran partikel rata-rata serupa tetapi dengan
distribusi ukuran partikel yang lebih sempit.
Sifat utama fase kontinu yang mempengaruhi sifat-sifat aliran dan suatu emulsi
adalali bukan pada viskositasnya (menakjubkan). Tetapi efek viskositas dan fase kontinu
mungkin lebih besar dan yang diramalkan dengan menentukan viskositas bulk dan fase
kontinu itu sendini. Ada indikasi bahwa viskositas dan suatu lapisan cair yang tipis,
katakanlah 100 200 A adalah beberapa kali harga viskositas dan cairan bulk. Oleh karena
itu viskositas yang lebih tinggi bisa terdapat pada emulsi yang mem.punyai konsentrasi

tinggi, jika ketebalan fase kontinu antara tetesantetesan yang berdekatan mendekati dimensi
mi. Sherman menekankan bahwa pengurangan viskositas dengan penaikan shear sebagian
bisa disebabkan oleh penununan viskositas dan fase kontinu karenajarak pemisahan antara
bola-bola yang meningkat.
Komponen ketiga yang mungkin mempengaruhi viskositas emulsi adalah zat
pengemulsi. Tipe zat akan mempengaruhi flokulasi partikel dan daya tarik-menanik
antarpartikel, dan thi, sebaliknya akan mengubah aliran. Tambahan pula, untuk
sistemmembicarakan faktor-faktor prinsip yang mempengaruhi sifatsifat aliran dan emulsi.
Mateni dan bagian mi membicarakan Secara garis besar beberapa sifat viskositas yang
berhubungan dan fase terdispers, fase kontinu dan zat pengemulsi. Untuk pembicaraan lebih
lengkap tentang hal mi dan faktor-faktor lain yang dapat memodifikasi sifat aliran dan
emulsi, pembaca dapat melihat artikel aslinya yang dibuat oleh Sherman4 dan buku
Rheology of Emulsions.4
Faktor-faktor yang berhubungan dengan fase terdispers meliputi perbandingan
volume fase, distnibusi ukuran partikel, dan viskositas dan fase dalam itu sendiri. Jadi, jika
konsentrasi volume dan fase terdispers rendah (kurang dan 0,05), sistem tersebut adalah
Newton. Dengan naiknya konsentrasi volume, sistem tersebut menjadi lebih tahan terhadap
aliran dan menunjukkan karakteristik aliran pseudoplastis. Pada konsentrasi yang cukup
tinggi, terjadi aliran plastis. Jika konsentrasi volume mendekati 0,74, mungkin tenjadi inversi
dengan berubahnya viskositas secara nyata. Pengurangan ukuran partikel rata-rata akan
menaikkan viskositas. Makin luas distribusi ukuran partikel, makin rendah viskositasnya jika
dibandingkan dengan sistem yang memiliki ukuran partikel rata-rata serupa tetapi dengan
distribusi ukuran partikel yang lebih sempit.
Sifat utama fase kontinu yang mempengaruhi sifat-sifat aliran dan suatu emulsi
adalali bukan pada viskositasnya (menakjubkan). Tetapi efek viskositas dan fase kontinu
mungkin lebih besar dan yang diramalkan dengan menentukan viskositas bulk dan fase
kontinu itu sendini. Ada indikasi bahwa viskositas dan suatu lapisan cair yang tipis,
katakanlah 100 200 A adalah beberapa kali harga viskositas dan cairan bulk. Oleh karena
itu viskositas yang lebih tinggi bisa terdapat pada emulsi yang mem.punyai konsentrasi
tinggi, jika ketebalan fase kontinu antara tetesantetesan yang berdekatan mendekati dimensi
mi. Sherman menekankan bahwa pengurangan viskositas dengan penaikan shear sebagian
bisa disebabkan oleh penununan viskositas dan fase kontinu karena jarak pemisahan antara
bola-bola yang meningkat.
Komponen ketiga yang mungkin mempengaruhi viskositas emulsi adalah zat
pengemulsi. Tipe zat akan mempengaruhi flokulasi partikel dan daya tarik-menanik
antarpartikel, dan ini, sebaliknya akan mengubah aliran.
SISTEM EMULSI KHUSUS
Emulsi Ganda. Emulsi air dalam minyak dalam air (w/o/w), juga dikenal sebagai
ernulsi gainda, dapat dibuat dengan mencampur suatu pengemulsi w/o seperti sorbitan

mono-oleat dengan suatu fase minyak seperti petrolaturn cair dalam suatu mikser dan
perlahan-lahan menambahkan fase air untuk membentuk suatu emulsi air dalarn minyak.
Emulsi air w/o dalam minyak tersebut kemudian didispersikan dalam suatu larutan air dan
suatu zat pengemulsi o/w, seperti polisorbat 80 (Tween 80), dalam suatu homogenizer atau
penggiing koloid sehingga membentuk emulsi air dalam minyak dalam air. Seriyawa obat
atau zat-zat lainnya dapat disatukan dengan fase dalam yang merupakan fase air.
Mikroemulsi. Penggunaan kata rnikroemulsi bisa jadi salah kaprah, karena
mikroemulsi terdiri dan inisel-misel besar atau swollen micelles yang mengandung fase
dalam, mirip seperti yang ditemukan dalam larutan yang dilarutkan (solubilized solution).
Tidak seperti emulsi, mikroemulsi maupun solubilized solution tampak jemih seperti larutan
transparan, tapi berbeda dengan solubilized system, mikroemulsi barangkali tidak stabil
secara termodinamik. Keadaan mikroemulsi kelihatannya berada di antara solubilized
solution yang stabil secara termodinamik dan emulsi yang relatif tidak stabil. Mikroemulsi
mengandung tetesan-tetesan minyak dalam fase air (o/w) atau tetesan-tetesan air dalam
minyak (w/o) dengan diameter kira-kira 10200 nm dan fraksi volume dan fase terdispers
bervariasi 0,2 0,8.
SETENGAH-PADATAN (SEMISOLID)
Gel. Gel adalah sistem padat atau setengah padat dari paling sedikit dua konstituen
yang terdiri dari massa seperti agar yang rapat dan diselusupi oleh cairan. Jika matniks yang
saling melekat kaya akan cairan, maka produk ini seringkali disebut jelly. Contoh, jelly
efedrin sulfat dan jelly yang biasa dimakan. Jika cairannya hilang dan hanya tinggal
kerangkanya saja, gel mi dikenal sebagai xerogel. Contohnya lembaran gelatin, pita
tragacanth dan tetesan akasia.
Gel bisa digolongkan baik dalam sistem dua fase atau dalam sistem satu fase. Massa
gel dapat terdiri dari gumpalan (flokulat) partikel-partikel kecil dan bukan molekul-molekul
besar seperti ditemukan pada gel alumunium hidroksida, magma bentonit dan magma
magnesium. Struktur gel dalam sistem dua fase ini tidak selalu stabil. Gel-gel tersebut
mungkin tiksotropik yang membentuk massa setengah padat pada pendiaman, dan menjadi
cairan jika dikocok.

Gambar struktur gel. (a) Partikel yang terflokulasi dalam struktur gel dua fase. (b) Jaringan
partikel-partikel yang berbentuk lonjong atau batang-batang yang membentuk struktur suatu

gel. (C) Serat-serat anyaman seperti yang terdapat dalam gel sabun. (d) Bagian amorf dan
kristal dalam suatu gel karboksnnetilselulosa (diambil dan H. R. Kruyt, Colloid Science, vol.
II, Elsevier, New York, 1949).
Sebaliknya, suatu gel mungkin terdiri dari makromolekul-makromolekul yang
berupa jalinan/anyaman benang-benang (Gambar c). Unit-unit tersebut seringkali terikat
bersama-sama dengan gaya van der Walls yang lebih kuat sehingga membentuk daerah
kristal dan daerah amorf di seluruh sistem tersebut seperti terlihat pada Gambar d. Contoh
gel seperti itu ialah tragacanth dan karboksimetilselulosa. Gel-gel ini dianggap sebagai
sistem satu fase, karena tidak ada batas-batas yang jelas antara makromolekul terdispers dan
cairan.
Gel bisa dibagi dua golongan, yakni: gel anorganik dan gel organik. Gel anorganik
umumnya merupakan sistem dua-fase, sedangkan gel organik merupakan sistem satu-fase,
karena matriks padat dilarutkan dalam cairan membentuk suatu campuran gelatin yang
homogen. Gel bisa juga mengandung air, dan ini disebut hidrogel, contohnya: gelatin gel.
Gel bisa juga mengandung cairan organik, dalam hal ini disebut organogel, misalnya:
petrolatum.
Sineresis dan Penggembungan. Jika suatu gel didiamkan beberapa saat, maka gel
tersebut seringkali mengerut secara alamiah dan sebagian dan cairannya terperas ke luar.
Fenomena mi dikenal sebagai sineresis, diperkirakan ini karena terjadinya struktur
matriks/serat gel yang terus mengeras dan akhirnya mengakibatkan terperasnya air ke luar.
Sineresis dapat diamati pada jelly yang kita makan sehari-hari atau gelatin pencuci mulut.
Istilah bleeding yang berhubungan dengan pembebasan minyak atau air dari dasar salep
biasanya akibat dari struktur gel yang kurang, bukan karena kontraksi seperti pada sineresis.
Kebalikan dan sineresis adalah diserapnya cairan oleh suatu gel dengan peningkatan
volume. Fenomena mi dikenal sebagai penggembungan (swelling). Gel bisa juga menyerap
sejumlah cairan tanpa pembesaran volume yang dapat diukur, ini disebut imbibisi. Cairancairan yang dapat mengakibatkan penggembungan ialah cairan-cairan yang dapat mensolvasi
suatu gel. Penggembungan gel- gel protein dipengaruhi oleh pH dan adanya elektrolit.
Penggolongan Semisolid Farmasetis. Sediaan-sediaan semi solid, terutama
preparat semisolid yang digunakan sebagai basis untuk jelly, salep-salep dan suppositoria,
dapat digolongkan seperti yang terlihat pada Tabel berikut

Rheologi Salep. Instrumen yang paling baik untuk menentukan sifat-sifat rheologi
dari semisolid di bidang farmasi adalah viskometer putar (rotational viscometer). Untuk
analisis semisolid yang berbentuk emulsi dan suspensi digunakan cone-plate viscometer
(hIm. 1106). Viscometer Stormer terdiri dari cup yang stationer dan bob yang berputar, alat
ini juga baik untuk semisolid jika dimodifikasi seperti yang disarankan oleh Kosterbauder
dan Martin.
Kurva konsistensi untuk basis salep yang dapat mengemulsi, Petrolatum Hidrofilik
dan Petrolatum Hidrofilik yang telah d campur dengan air, terlihat pada Gambar berikut

Akan terlihat bahwa penambahan air ke dalam petrolatum hidrofilik menurunkan


yieldpoint (perpotongan antara ekstrapolasi kurva menurun dan sumbu horizontal, muatan
dalam gram) dan 520 sampai 340 g. Viskositas plastis (kebalikan dari kemiringan kurva yang

menurun ke bawah) dan tiksotropi (daerah lengkung histeresis) ditingkatkan dengan


penambahan air ke dalam Petrolatum Hidrofilik.

Efek temperatur terhadap konsistensi dari suatu basis salep dapat dianalisis dengan
menggunakan suatu viskometer putar yang didesain dengan tepat. Kedua basis menunjukkan
bahwa temperatur berpengaruh pada viskositas plastis yang pengaruhnya sama untuk setiap
basis. Hasil mi menerangkan suatu kenyataan bahwa basis tersebut mempunyai derajat
kelembutan (softness) yang hampir sama jika diraba di antara duajari. Kurva yield value
terhadap temperatur ternyata mengikuti pola hubungan yang hampir sama. Kurva pada
Gambar memperlihatkan dengan jelas perubahan tiksotropi terhadap temperatur yang
membedakan kedua basis tersebut (Petrolatum dan Plastibase). Karena tiksotropi merupakan
suatu akibat dan struktur gel, Gambar 20-18 menunjukkan bahwa matriks malam (wax) dan
petrolatum kemungkinan besar pecah dengan naiknya temperatur, sedangkan struktur resin
dan Plastibase tahan terhadap perubahan temperatur pada percobaan tersebut.
Berdasarkan data dan kurva seperti ini, ahli farmasi dapat memformulasi salep
dengan karakteristik konsistensi yang lebih diinginkan, para pekerja pada bagian produksi
dapat mengontrol keseragaman dan produk akhir yang lebih balk, dan ahli dermatologi dan
pasien dapat mengandalkan adanya suatu basis yang menyebar secara merata dan halus pada
berbagai lklim, tapi melekat baik pada daerah di mana obat itu bekerja dan tidak sulit untuk
dihilangkan Sesudah obat tersebut digunakan.
E. EVALUASI
1. Apa perbedaan emulsi dan suspensi!
2.

Jelaskan tentang listrik antar muka dari partikel yang tersuspensi dalam cairan!

3.

Terangkan bahan bahan yang diperlukan dalam formulasi sediaan suspensi yang
lambat mengendap tapi tidak membentuk cake!

4.

Bagaimana penilaian stabilitas fisik suspensi dan emulsi!

F. Referensi:
Martin, A., Bustamante, P., dan Chun, A.H.C., 1993, Physical Pharmacy: Physical Chemical
Principles in the Pharmaceutical Sciences, 212 425, Lea & Febiger, Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai