Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan bentuk fisiologik dan
patologik. Yang bersifat patologik dikenal sebagai hiperbilirubinemia
yang dapat mengakibatkan gangguan saraf pusat atau kematian.
Sampai saat ini ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir,
terjadi sekitara 25% 50% pada bayi lahir cukup bulan dan lebih tinggi
lagi pada bayi lahir kurang bulan. Pemeriksaan adanya ikterus pada bayi
muda dapat dilakukan di rumah dan pada waktu kunjungan neonatal. Untuk
pemeriksaan gejala kuning di rumah adalah dengan membawa bayi ke dalam
ruangan yang memiliki penerangan yang jelas atau dengan lampu
fluorescent. Bila kulit bayi tergolong putih, tekanlah jari anda secara
perlahan-perlahan ke bagian dahi, dada, telapak tangan dan telapak kaki.
Kemudian angkat tangan anda dan perhatikan adakah semburat warna kuning
pada bagian tubuh bayi yang ditekan tadi. Bila kulit bayi tergolong
hitam, paling jelas bisa diteliti pada gusi atau bagian putih di area
mata. Sedangkan pemeriksaan di klinik, dokter anak akan memeriksa
kesehatannya. Kadar bilirubin sendiri baru bergerak pada hari ke 3 atau
ke 5 setelah kelahiran. Jadi apakah tingkat bilirubin bayi anda normal
atau tidak, baru diketahui 3 atau 5 hari. Untuk mengetahuinya, perlu
dilakukan pemeriksaan dalam. Bayi akan diambil darahnya sedikit,
biasanya di ujung jari kaki, kemudian diteliti dan diperiksa di
laboratorium.
Hal ini normal terjadi pada bayi jika:
Warna kuning muncul setelah 224 jam kelahiran.
Derajat bilirubin sekitar 10 mg%
Jika bayi mendapat susu formula, warna kuning akan mencapai
puncaknya yakni sekitar 6-8mg% pada hari ketiga.
Jika bayi diberikan ASI, kadar bilirubin puncak dapat mencapai 714 mg%.
Untuk bayi dalam keadaan yang normal, warna kuning ini akan hilang bila
fungsi organ hatibayi sudah benar-benar matang. Karena pada saat itu
hati sudah mampu mengubah bilirubin menjadi larut dalam air dan
membuangnya dari tubuh. Normalnya, warna kuning itu akan hilang di hari
ke-7.Tidak normal. Orang tua perlu waspada jika warna kuning itu
muncul:
Sebelum 24 jam pertama setelah bayi lahir.
Melalui pemeriksaan laboratorium, peningkatan kadar bilirubin
terjadi sangat cepat, melebihi 5 mg% per hari.
Warna urin kuning tua atau cokelat.
Warna kuning atau tingkat bilirubin yang tinggi ini bisa disebabkan
karena berbagai hal, antara lain:
Atau bisa juga dikarenakan usia ibu yang sudah lanjut, ibu dengan
diabetes atau tekanan darah tinggi, ibu yang kekurangan zat seng,obatobatan tertentu, proses persalinan dengan menggunakan alat, bayi
prematur, atau pemotongan tali pusat yang terlambat.
Perlu Fototerapi? Jika kadar bilirubin bayi tinggi, maka fototerapi
(terapi sinar biru) perlu dilakukan. Karena kadar bilirubin yang tinggi
dapat menyebabkan keracunan pada otak bayi, yang akhirnya dapat
menyebabkan retardasi mental atau palsi serebral.Dan jika kadar
bilirubin sudah pada tahap yang membahayakan, bisa dilakukan transfusi
tukar, yaitu menukar darah bayi dengandarahgolongan
Odengankadartertentu dansebelumnyatelahdilakukanujisilang.Namun jika
kadar bilirubin masih tidak terlalu tinggi, pemberian ASI bisa sangat
membantu. Dengan memberikan ASI sesering mungkin, maka proses
transportasi bilirubin ke sel hati bayi menjadi lancar.
Selain itu bila ada matahari, Anda bisa menjemur bayi sekitar 15-30
menit pada pukul 07.00 09.00.
(mg/dL)
Observasi
Fototerapi
12
15
18
+++
15-18
18-20
20
Transfusituka
r
Fototerapi +
transfusi
tukar
20
25
25
25
30
30
Perlu diketahui bahwa selain karena proses normal, kuning pada bayi bisa
juga terjadi akibat terganggunya aliran empedu (kolestasis) yang
ditandai dengan peningkatan bilirubin direk (fraksi dari bilirubin
total). Jika ini terdeteksi, jangan tunda konsultasi lebih detail dengan
dokter spesialis anak, agar dapat segera ditangani sesuai problemnya.
PENATALAKSANAAN HIPERBILIRUBINEMIA
DENGAN FOTOTERAPI
Januari 13, 2012
22. Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan
dengan baik dan tidak ada masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi.
23. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa
kembali bayi bila bayi bertambah kuning
I. PENDAHULUAN
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada
sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60%
bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan
32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin
bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus
mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam
pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl
dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang
berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl
juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus
patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus
dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.
II. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga
yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernicterus dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau
kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
B. Metabolisme Bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada
neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada
neonatus.
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan
oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi
hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau eritropoesis yang
tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi
yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah
yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX
alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya
mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui
membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas
B. Diagnosa keperawatan
1. Resiko peningkatan kadar bilirubin dalam darah berhubungan dengan
kondisi fisiologis/patologis
Tujuan/Kriteria
Tidak ada peningkatan hiperbilirubinemia
Rencana Tindakan
a.Monitor tanda-tanda vital
b.Monitor bilirubin serum
c.Monitor bila ada muntah, kaku otot atau tremor
d.Kolaborasi terapi dengan tim medis
e.Berikan minum ekstra
f.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian fototerapi
2. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan malas
menghisap
Tujuan/Kriteria
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Rencana Tindakan
a.Berikan minum melalui sonde(ASI yang diperah atau PASI)
b.Lakukan oral hygiene dan olesi mulut dengan kapas basah
c.Monitor intake dan output
d.Monitor berat badan tiap hari
e.Observasi turgor dan membran mukosa
3. Resiko perubahan suhu Tubuh berhubungan dengan efek samping
fototerapi
Tujuan/Kriteria:
Suhu tubuh tetap normal
Rencana Tindakan:
a.Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam
b.Perhatikan suhu lingkungan dan gunakan isolasi
c.Berikan minum tambahan
4. Resiko terjadi trauma persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan
efek samping fototerapi
Tujuan/Kriteria:
Tidak terjadi gangguan pada retina pada masa perkembangan
Rencana Tindakan:
1.Kaji efek samping fototerapi
2.Letakkan bayi 45 cm dari sumber cahaya/lampu
3.Selama dilakukan fototerapi tutup mata dan genital dengan bahan yang
tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena
jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir <
2500 g atau usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu
pertama kehidupannya. Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih
50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis
dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus ikterus
neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan
pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut
ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama
kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab
seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus nonfisiologis).
A. Definisi
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu
bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila
konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.
Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.
Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah
fisiologis, kecuali:
Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau
bayi kurang bulan >10 mg/dL.
Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.
Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.
Ikterus menetap pada usia >2 minggu.
Terdapat faktor risiko.
Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara umum.
Bilirubin dapat masuk ke jaringan otak. Ensefalopati bilirubin adalah
terdapatnya tanda-tanda klinis akibat deposit bilirubin dalam sel otak.
Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronik.
Bentuk akut terdiri atas 3 tahap;
tahap 1 (1-2 hari pertama): refleks isap lemah, hipotonia, kejang;
tahap 2 (pertengahan minggu pertama): tangis melengking, hipertonia,
epistotonus;
tahap 3 (setelah minggu pertama): hipertoni.
Bentuk kronik
: pada tahun pertama: hipotoni, motorik terlambat. Sedang setelah tahun
pertama didapati gangguan gerakan, kehilangan pendengaran sensorial.
B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar
65% mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada
tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada
minggu pertama.
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah
sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah
Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003,
menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk
kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas
12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan
sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5
mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan
dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin
setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82%
dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan
ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun
2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus
yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.
Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana
insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya
merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka
kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%. Didapatkan juga data
insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang
bulan 22,8%.
Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada
tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini
mungkin disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto
Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5
mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode spektrofotometrik pada hari
ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus berdasarkan metode
visual.
C. Etiologi dan Faktor Risiko
1. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir,
karena:
Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak
dan berumur lebih pendek.
Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim
glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum
adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim
-> glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis)
dapat disebabkan oleh faktor/keadaan:
Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus,
defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.
Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih,
infeksi intra uterin.
Polisitemia.
Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma
lahir.
Ibu diabetes.
Asidosis.
Hipoksia/asfiksia.
Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi
enterohepatik.
2. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
a.
Faktor Maternal
b.
c.
Prematuritas
Faktor genetik
Polisitemia
D. Patofisiologi
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit.
Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya
pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati
nilai normal dalam beberapa minggu.
1. Ikterus fisiologis
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin
serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan
sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir
sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak
pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun
kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul
peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin
terkonyugasi < 2 mg/dL.
Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan
faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak
bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan
berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina
cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4
dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus
fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena
polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari
dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar
yang belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gambar berikut menunjukan metabolisme pemecahan hemoglobin dan
pembentukan bilirubin.
Berat
Penilaian Klinis
Dokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala
Referensi:
1.
Health Technology Assessment Unit Medical Development Division
Ministry of Health Malaysia, 2002. Management of neonatal
hyperbilirubinemia.
2.
Masukan berdasarkan hasil rapat tim ahli HTA Indonesia.
3.
Dennery PA, Seidman DS, Stevenson DK. Neonatal
hyperbilirubinemia. N Engl J Med 2001;344:581-90.
4.
Suradi R, Situmeang EH, Tambunan T. The association of neonatal
jaundice and breast-feeding. Paedatr Indones 2001;41:69-75.
5.
Laporan RS Dr. Sardjito Yogyakarta.
6.
Laporan RS Dr. Kariadi Semarang.
7.
Managing newborn problems:a guide for doctors, nurses, and
midwives. Departement of Reproductive Health and Research, World Health
Organization, Geneva 2003.
8.
Briscoe L, Clark S. Yoxall CW. Can transcutaneous bilirubinometry
reduce the need for blood tests in jaundiced full term babies? Arch Dis
Child Fetal Neonatal 2002;86:F190-2.
9.
Suresh GK, Clark RE. Cost-effectiveness of strategies that are
intended to prevent kernicterus in newborn infants. Pediatrics
2004;114:917-24.
10.
Surjono A. Hiperbilirubinemia pada neonatus:pendekatan kadar
bilirubin bebas. Berkala Ilmu Kedokteran 1995;27:43-6.
11.
Martin CR, Cloherty JP. Neonatal Hyperbilirubinemia. In:
Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, editors. Manual of Neonatal
Care, 5th edition. Philadelphia, Lippincott Williams and
Wilkins;2004,185-222.
12.
Masukan Dr. Ali Usman, Sp
Info ikterus neonatorum
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat
penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah
lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam
Ikterus neonatorum
I. Definisi
Pada
BBLR
selama dalam proses terapi. Tata laksana yang dilakukan pada BFJ
meliputi (1) pemantauan jumlah ASI yang diberikan apakah sudah mencukupi
atau belum, (2) pemberian ASI sejak lahir dan secara teratur minimal 8
kali sehari, (3) pemberian air putih, air gula dan formula pengganti
tidak diperlukan, (4) pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi
BAB dan BAK, (5) jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu melakukan
penambahan volume cairan dan stimulasi produksi ASI dengan melakukan
pemerasan payudara, (6) jika kadar bilirubin mencapai kadar 20 mg/dL,
perlu melakukan terapi sinar jika terapi lain tidak berhasil, dan (7)
pemeriksaan komponen ASI dilakukan jika hiperbilirubinemia menetap lebih
dari 6 hari, kadar bilirubin meningkat melebihi 20 mg/dL, atau riwayat
terjadi BFJ pada anak sebelumnya.
Yang dimaksud dengan fototerapi intensif adalah radiasi dalam spektrum
biru-hijau (panjang gelombang antara 430-490 nm), setidaknya 30 W/cm2
per nm (diukur pada kulit bayi secara langsung di bawah pertengahan unit
fototerapi) dan diarahkan ke permukaan kulit bayi seluas-luasnya.
Pengukuran harus dilakukan dengan radiometer spesifik dari manufaktur
unit fototerapi
tersebut.
Selanjutnya pertanyaan yang sering timbul adalah kapan terapi sinar
harus dihentikan. Sampai saat ini belum ada standar pasti untuk
menghentikan terapi sinar, akan tetapi terapi sinar dapat dihentikan
bila kadar BST sudah berada di bawah nilai cut off point dari setiap
kategori. Untuk bayi yang dirawat di rumah sakit pertama kali setelah
lahir (umumnya dengan kadar BST > 18 mg/dL (308 mol/L) maka terapi
sinar dapat dihentikan bila BST turun sampai di bawah 13 - 14 mg/dL (239
mol/L). Untuk bayi dengan penyakit hemolitik atau dengan keadaan lain
yang diterapi sinar di usia dini dan dipulangkan sebelum bayi berusia 34 hari, direkomendasikan untuk pemeriksaan ulang bilirubin 24 jam
setelah dipulangkan. Bayi yang dirawat di rumah sakit untuk kedua kali
dengan hiperbilirubinemia dan kemudian dipulangkan, jarang terjadi
kekambuhan yang signifikan sehingga pemeriksaan ulang bilirubin
dilakukan berdasarkan indikasi klinis.
Sebagian besar unit neonatal di Indonesia masih memberikan terapi sinar
pada setiap bayi baru lahir cukup bulan dengan BST 12 mg/dL atau
bayi prematur dengan BST 10 mg/dL tanpa melihat usia. Diharapkan
agar penggunaan terapi sinar atau transfusi tukar disesuaikan dengan
anjuran AAP. Gartner dan Auerbach merekomendasikan jika kadar bilirubin
> 20 mg/dL pada bayi cukup bulan, maka penting untuk menurunkan kadar
bilirubin secepatnya. Terapi sinar harus segera dilakukan bersamaan
dengan pemeriksaan laboratorium darah untuk penegakan diagnosis BFJ dan
BMJ. Pada beberapa kasus, pemberian cairan intra vena dapat
dipertimbangkan misalnya ada dehidrasi atau sepsis. Terapi sinar dapat
dilakukan bila ada riwayat pada saudara sebelumnya mengalami BMJ. Batas
kadar bilirubin untuk melakukan terapi sinar biasanya lebih rendah pada
kasus tersebut (< 12 mg/dL). Pemantauan lanjut saat bayi sudah di rumah
juga penting dilakukan. Pemantauan dapat berlangsung selama kurang lebih
14 hari. Pemantauan dilakukan terutama jika kadar bilirubin mencapai >
12 mg/dL.
Kesimpulan
Hiperbilirubinemia dapat terjadi pada bayi cukup bulan sehat yang
menyusui. Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat
berupa breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ).
Penyebab BFJ adalah kekurangan asupan ASI, biasanya timbul pada hari ke2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak. Penyebab BMJ belum begitu
jelas. The American Academy of Pediatrics (AAP) tidak menganjurkan
penghentian ASI dan merekomendasikan pemberian ASI terus menerus
(minimal 8-10 kali dalam 24 jam). Sedangkan Gartner dan Auerbach
merekomendasikan dilakukan penghentian ASI sementara pada sebagian kasus
BMJ dan tetap mendapat ASI selama dalam proses terapi BFJ.