Anda di halaman 1dari 3

A.

Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah sebuah kondisi peningkatan kadar bilirubin dengan manifestasi klinis
pewarnaan ikterus (kuning) pada kulit dan sklera yang sering dijumpai pada bayi baru lahir. 1
Blackburn et al mendefinisikan hyperbilirubinemia sebagai peningkatan kadar plasma bilirubin
sebanyak 2 SD atau lebih dari kadar normal berdasarkan umur bayi. 2 Menurut Pan et al,
hyperbilirubinemia adalah peningkatan total serum bilirubin (TSB) >5 mg/dL pada bayi baru lahir
dan >3 mg/dL pada anak, sedangkan conjugated hyperbilirubinemia adalah peningkatan kadar
bilirubin direk >2 mg/dL atau >20% TSB.3 Kondisi kuning pada bayi baru lahir tidak selalu bersifat
patologis, sebanyak 50-60% bayi cukup bulan dan 80% bayi preterm mengalami ikterus fisiologis. 1
Pada hyperbilirubinemia fisiologis, terjadi peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi atau
unconjugated bilirubin (UCB) sebanyak >2 mg/dl pada minggu pertama kelahiran bayi. Pada bayi
baru lahir, dapat terjadi ikterus neonatorum/ikterus fisiologis akibat kadar UCB yang berlebih,
biasanya manifestasi klinis muncul bila kadar TSB pada 5-7 mg/dL. 1
B. Patofisiologi
1. Metabolisme bilirubin
Bilirubin merupakan pigmen hasil akhir pemecahan heme dari sel darah merah oleh makrofag. Heme
yang dioksidasi membentuk biliverdin dengan bantuan enzim heme oksigenase. Biliverdin kemudian
direduksi oleh enzim biliverdin reductase menjadi bilirubin (unconjugated) yang bersifat lipofilik.
Setelah itu, bilirubin dilepaskan ke sirkulasi darah. Umumnya bilirubin akan berikatan dengan
albumin sehingga ditranspor ke hepatosit, namun terdapat sedikit bilirubin bebas dalam darah.
Bilirubin tak terkonjugasi (UCB) dalam hepatosit akan diubah menjadi bilirubin terkonjugasi (CB)
oleh enzim uridine diphosphate glucuronosyl transferase (UDPG-T). CB yang bersifat hidrofil
kemudian ditranspor ke kanalikuli empedu dan disimpan dalam kantung empedu.
Saat bayi meminum ASI atau susu formula, kantung empedu akan mengeluarkan cairan empedu yang
mengandung CB ke dalam usus halus. CB akan berubah menjadi urobilinogen dengan bantuan
mikroba usus, namun hal ini tidak terjadi pada bayi baru lahir karena belum memiliki mikroba usus.
CB dapat berubah menjadi UCB dengan bantuan enzim β -glukoronidase sehingga dapat direabsorbsi
ke dalam sirkulasi enterohepatik. Urobilinogen yang direabsorbsi ke dalam sirkulasi dan berubah
menajdi urobilin. Kemudian, urobilin disimpan dalam liver atau diekskresikan melalui urin sehingga
urin menjadi warna kuning. Urobilinogen di dalam usus juga dapat direduksi menjadi stercobilin yang
keluar melalui feses sehingga menghasilkan warna kecokelatan pada feses.
2. Bilirubin pada bayi baru lahir
Pada neonates, 75% produksi bilirubin merupakan hasil katabolisme heme dari eritrosit sirkulasi,
sisanya berasal dari pelepasan hemoglobin akibat eritropoiesis yang tidak efektif pada sumsum tulang.
Secara fisiologis, neonates memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dewasa (3-4 mg/kgBB/hari). Peningkatan produksi bilirubin pada neonatus disebabkan
oleh:
1. Masa hidup eritrosit yang lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dewasa (120 hari)
2. Peningkatan degradasi heme
3. Peningkatan reabsorbsi bilirubin dari usus
4. Peningkatan turn over sitokrom
Ketidakseimbangan dari berbagai proses fisiologis bilirubin menentukan kadar UCB dan CB dalam
serum. Pada ikterus fisiologis, terjadi penurunan kapasitas pengambilan hepatic UCB akibat defisiensi
ligandin sehingga ditandai dengan peningkatan UCB dalam serum.
Dalm penelitian in vitro, enzim UDPG-T pada bayi baru lahir memiliki penurunan aktivitas enzim
dalam 24 jam pertama, sehingga kadar UCB meningkat. Setelah 24 jam pasca kelahiran, aktivitas
enzim UDPG-T akan meningkat hingga setara dengan kapasitas total konjugasi dengan orang dewasa
pada hari ke-4 kehidupan.
Proses ekskresi bilirubin melalui feses dalam bentuk sterkobilin tidak dapat dilakukan pada bayi baru
lahir karena ususnya steril, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi bilirubin dalam meconium.

3. Patofisiologi Ikterus Fisiologis


Ikterus fisiologis merupakan kondisi kuning pada bayi dalam minggu pertama kehidupan yang tidak
bersifat patologis dan umumnya membaik tanpa pengobatan. Kondisi ini dapat ditemukan pada bayi
cukup bulan maupun kurang bulan, namun lebih sering ditemukan pada bayi kurang bulan. Ikterus
fisiologis disebabkan oleh multifaktor yang berkaitan dengan maturitas fisiologis bayi baru lahir.
Pada bayi baru lahir, terjadi peningkatan bilirubin dan penurunan klirens bilirubin dengan penyebab
yang dapat dilihat pada Tabel 1.1
Tabel 1.1. Faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis 1

4. Patofisiologi Hiperbilirubinemia Patologis


Dalam kondisi patologis, hiperbilirubinemia terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Direk (Peningkatan CB)
Peningkatan CB dalam serum menandakan terjadinya obstruksi pada traktus empedu atau kolestasis.
Obstruksi pada neonatus dapat disebabkan oleh atresia bilier. Cairan empedu yang tidak dapat keluar
akan menyebabkan penumpukan yang meningkatkan tekanan pada kanalikuli empedu. Akibatnya,
cairan empedu akan melewati tight junction dari hepatosit dan menyebabkan masuknya CB ke dalam
sirkulasi sehingga terjadi jaundice.4
b. Indirek (Peningkatan UCB)
Peningkatan UCB yang patologis disebabkan oleh proses hemolisis yang berlebihan atau masalah
dalam proses konjugasi. Hemolisis yang berlebihan akan menyebabkan peningkatan kadar bilirubin
dan dapat dijumpai pada inkompabilitas rhesus, ABO, hingga malformasi hemoglobin. Kadar
bilirubin yang berlebihan menyebabkan proses konjugasi tidak optimal sehingga terjadi peningkatan
UCB serum yang berujung pada manifestasi klinis kuning. Pada proses konjugasi, dapat terjadi
masalah seperti defisiensi total dari enzim UDGP-T pada Crigler Najjar Syndrome tipe 1. Kondisi ini
menyebabkan UCB tidak dapat berubah menjadi CB, sehingga kadar UCB serum naik dan tampak
klinis jaundice.4
Kadar UCB yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan neurotoksisitas apabila terdeposisi pada
basal ganglia. Kadar bilirubin indirek yang tinggi, durasi pajanan yang panjang, etiologi jaundice, dan
kondisi klinis bayi yang buruk meningkatkan resiko kernicterus (bilirubin ensefalopati). 4

Dalam setting klinis, hiperbilirubinemia fisiologis dan patologis harus dapat dibedakan agar tidak
terlambat melakukan tata laksana. Secara umum, hyperbilirubinemia patologis ditandai dengan
keadaan:1
1. Ikterus di bawah usia 24 jam
2. Peningkatan TSB >0.5 mg/dL/jam
3. Tanda-tanda penyakit yang mendasari ikterus (muntah, letargis, penurunan berat badan yang
cepat, malas menetek, takipnea, apnea, suhu tidak stabil)
4. Durasi ikterus >8 hari pada bayi aterm atau >14 hari pada bayi preterm
5. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
Apabila ditemukan kondisi di atas, maka diperlukan tindak lanjut berupa pemeriksaan, penegakan
diagnosis ikterus, dan tata laksana yang sesuai.

Anda mungkin juga menyukai