Anda di halaman 1dari 5

Penyebab dan Penanganan Bayi Kuning (Ikterus Neonatorum)

Penyebab dan Penanganan Bayi Kuning (Ikterus Neonatorum)


Ikterus neonatorum (bayi baru lahir berwarna kuning) adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru
lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah
(hiperbilirubinemia). Keadaan kuning pada bayi lahir ini dalam istilah umum sering disebut jaundice.
Kata jaundice berasal dari bahasa Perancis, dari kata jaune yang berarti kuning. Sakit kuning (jaundice) yang juga dikenal dengan ikterus
adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin
yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah
Bayi kuning atau jaundice adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah tinggi dan terjadi pada minggu pertama kehidupan
sang bayi. Kadar bilirubin dalam darah bersifat toksik bagi perkembangan system saraf pusat bayi, hal tersebut dapat mengakibatkan
kerusakan saraf yang tidak bisa diperbaiki lagi. Oleh karena itu, butuh penanganan dokter dengan segera dan tepat. Hampir 60%-70%
bayi yang baru lahir akan terlihat kuning pada minggu pertama setelah mereka lahir. Sekitar 5-10% dari mereka membutuhkan
penanganan khusus karena kadar bilirubinnya yang secara signifikan tinggi, sehingga dibutuhkan fototerapi. Pada kebanyakan kasus
kondisi tersebut tidak berbahaya sehingga tidak dibutuhkan penanganan khusus.
Kuning pada bayi adalah sesuatu masalah yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Kuning pada bayi baru lahir bayi terkadang sulit untuk
mendeteksi atau menilai secara benar. Secara umum penilaian kunging bisa dilihat pada warna putih mata dan kulit yang bewarna kuningkekuningan. Warna kuning-kekuningan ini dapat dilihat dengan lebih jelas apabila kulit bayi ditekan lembut, biasnya tampak kelihatan
kekuningan.
Warna kekuningan pada bayi baru lahir adakalanya merupakan kejadian alamiah (fisologis), adakalanya menggambarkan suatu penyakit
(patologis).
Bayi berwarna kekuningan yang alamiah (fisiologis) atau bukan karena penyakit tertentu dapat terjadi pada 25% hingga 50% bayi baru
lahir cukup bulan (masa kehamilan yang cukup), dan persentasenya lebih tinggi pada bayi prematur. Referensi lain menyebutkan angka
kejadian bayi kuning alamiah (fisiologis) mencapai 80%.
Disebut alamiah (fisiologis) jika warna kekuningan muncul pada hari kedua atau keempat setelah kelahiran, dan berangsur menghilang
(paling lama) setelah 10 hingga 14 hari. Ini terjadi karena fungsi hati belum sempurna (matang) dalam memproses sel darah merah.
Selain itu, pada pemeriksaan laboratorium kadar bilirubin (pigmen empedu) dalam darah tidak melebihi batas yang membahayakan
(ditetapkan).
Ada beberapa batasan warna kekuningan pada bayi baru lahir untuk menilai proses alamiah (fisiologis), maupun warna kekuningan yang
berhubungan dengan penyakit (patologis), agar kita lebih mudah mengenalinya.
Secara garis besar, batasan kekuningan bayi baru kahir karena proses alamiah (fisiologis) adalah sebagai berikut:

Warna kekuningan nampak pada hari kedua sampai hari keempat.


Secara kasat mata, bayi nampak sehat

Warna kuning berangsur hilang setelah 10-14 hari.

Kadar bilirubin (pigmen empedu) dalam darah kurang dari 12 mg%.

Adapun warna kekuningan pada bayi baru lahir yang menggambarkan suatu penyakit (patologis), antara lain:

Warna kekuningan nampak pada bayi sebelum umur 36 jam.


Warna kekuningan cepat menyebar kesekujur tubuh bayi.

Warna kekuningan lebih lama menghilang, biasanya lebih dari 2 minggu.

Adakalanya disertai dengan kulit memucat (anemia).

Kadar bilirubin (pigmen empedu) dalam darah lebih dari 12 mg% pada bayi cukup bulan dan lebih dari 10 mg% pada bayi
prematur.

Jika ada tanda-tanda seperti di atas (patologis), bayi kurang aktif, misalnya kurang menyusu, maka sebaiknya segera periksa ke dokter
terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan dan perawatan.

Disamping itu, beberapa kondisi yang dapat beresiko terhadap bayi, antara lain:

Infeksi yang berat.


Kekurangan enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase(G 6 PD).

Ketidaksesuaian golongan darah antara ibu dan janin

Beberapa penyakit karena genetik (penyakit bawaan atau keturunan).

MEKANISME TERJADINYA PENYAKIT


Bagaimana terjadi kuning pada bayi , baik pada proses alamiah (fisiologis) maupun warna kekuningan yang berhubungan dengan penyakit
Pada dasarnya warna kekuningan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain:

Proses pemecahan sel darah merah (eritrosit) yang berlebihan.


Gangguan proses transportasi pigmen empedu (bilirubin).

Gangguan proses penggabungan (konjugasi) pigmen empedu (bilirubin) dengan protein.

Gangguan proses pengeluaran pigmen empedu (bilirubin) bersama air.

Hal; lain yang berpengaruh adalah pembuangan sel darah merah yang sudah tua atau rusak dari aliran darah dilakukan oleh empedu.
Selama proses tersebut berlangsung, hemoglobin (bagian dari sel darah merah yang mengangkut oksigen) akan dipecah menjadi bilirubin.
Bilirubin kemudian dibawa ke dalam hati dan dibuang ke dalam usus sebagai bagian dari empedu. Gangguan dalam pembuangan
mengakibatkan penumpukan bilirubin dalam aliran darah yang menyebabkan pigmentasi kuning pada plasma darah yang menimbulkan
perubahan warna pada jaringan yang memperoleh banyak aliran darah tersebut. Kadar bilirubin akan menumpuk kalau produksinya dari
heme melampaui metabolisme dan ekskresinya. Ketidakseimbangan antara produksi dan klirens dapat terjadi akibat pelepasan perkursor
bilirubin secara berlebihan ke dalam aliran darah atau akibatproses fisiologi yang mengganggu ambilan (uptake) hepar, metabolisme
ataupun ekskresi metabolit ini. Gangguan pada proses di atas (dan proses lain yang lebih rumit) menyebabkan kadar pigmen empedu
(bilirubin) dalam darah meningkat, akibatnya kulit bayi nampak kekuningan.

Jaundice Fisiologi. Keadaan ini disebabkan oleh ketidakmampuan bayi dalam menangani terjadinya peningkatan produksi
bilirubin, karena fungsi-fungsi organnya yang belum sempurna. Bayi akan terlihat kuning pada kurun waktu 24-72 jam setelah
lahir. Normalnya kadar bilirubin dalam darah pada bayi yang lahir cukup waktu akan mencapai puncaknya di level 6-8 mg/dL
pada hari ketiga lalu akan turun di hari berikutnya. Sedangkan bayi dikatakan mengalami jaundice fisiologi jika peningkatan
kadar bilirubin mencapai 12 mg /dL, dan tidak lebih dari 15 mg/dL. Setelah hari ke-14 bayi sudah tidak tampak kuning
lagi.Dalam keadaan jaundice fisiologi sebenarnya tidak dibutuhkan perawatan, hanya saja peran sang ibu sangat dibutuhkan.
Dalam hal ini, ibu harus senantiasa menyusui bayinya. Bayi yang kuning harus disusui secara eksklusif, tanpa tambahan asupan
yang lain, baik itu air atupun dextrose. Pada dasarnya jaundice fisiologi tidak berbahaya, pemberian ASI akan sangat membantu
bayi dalam menangani tingginya kadar bilirubin dalam tubuhnya. Tetapi perlu diingat, jika kuningnya sudah menyebar sampai
bagian kaki, maka bayi harus segera dibawa lagi ke rumah sakit, karena hal itu pertanda bahwa kadar bilirubin sudah semakin
tinggi dan segera butuh penanganan tim medis. Saya mengalami hal tersebut, bayi saya harus mendapat fototerapi selama 2 hari
karena kadar bilirubinnya yang meningkat lagi menjadi 15 mg/dL setelah 2 hari di rumah.

Jaundice Patologi. Pada keadaan ini kadar bilirubin sudah melebihi 17 mg/dL, sehingga harus segera diobservasi penyebabnya
dan juga dibutuhkan penanganan khusus, seperti fototerapi. Jika bayi terlihat kuning dalam kurun waktu 24 jam, peningkatan
kadar bilirubin melebihi batas normal (5 mg/dL/hari), dan bayi masih terlihat kuning bahkan setelah 3 minggu usia kelahirannya,
maka hal tersebut sudah dikategorikan sebagai jaundice patologi. Tidak hanya itu, feses bayi yang seperti tanah liat dan urine-nya
yang berwarna gelap sehingga pakaian bayi menjadi kuning adalah tanda lain dari jaundice patologi. Pada jaundice patologi juga
akan didapati kadar bilirubin yang lebih dari 2 mg/dL ketika sampel darah diambil kapan saja / direct bilirubin (tidak ada interval
waktu).Semua bayi yang mendapat perawatan fototerapi harus melalui serangkaian pengujian, seperti tes golongan darah dan
Coombs test (uji deteksi antibodi dan protein komplemen pada penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir, untuk lebih
lengkapnya lihat di Wikipedia); perhitungan darah komplit dan smear for hemolysis serta morfologi sel darah merah; perhitungan
retikulosit dan estimasi enzim G6PD. Hal tersebut dilakukan guna mengetahui penyebab jaundice pada si kecil. Pengulangan
pengukuran kadar bilirubin dalam darah, biasanya pada interval 24 jam, harus dilakukan selama bayi difototerapi.

Hemolytic Jaundice. Ada beberapa tanda dari hemolitik jaundice, yaitu jaundice muncul dalam waktu 24 jam, bayi tampak
pucat, terjadinya hepato-splenomegali, meningkatnya jumlah retikulosit (>8%), peningkatan bilirubin yang cepat (>5 mg/dL
dalam waktu 24 jam atau > 0,5 mg/dL/jam), serta adanya riwayat jaundice pada keluarganya. Hemolytic jaundice disebabkan
oleh beberapa hal, diantaranya seperti penyakit hemolitik rhesus (Rh), ABO inkompatibiliti, serta defisiensi enzim G6PD.Bayi
yang lahir dari ibu dengan Rh-negatif dan ayah Rh-positif harus dilakukan identifikasi Rh dan uji Direct Coombs. Begitu juga
dengan bayi yang lahir dari ibu dengan golongan darah O dan Rh-positif harus terus dimonitor dan dilakukan serangkaian
pengujian, seperti test golongan darah dan uji direct antibody. Hemolitik jaundice akibat ABO inkompatibiliti biasanya muncul

dalam waktu 24 jam pertama (cirri yang sama dengan jaundice patologi). Penanganan hemolitik jaundice akibat defisiensi G6PD
serupa dengan hemolitik jaundice akibat ABO inkompatibiliti. Pemeriksaan defisiensi G6PD harus ditegakkan pada bayi yang
diberikan terapi cahaya (fototerapi), baik itu pada bayi yang lahirnya cukup waktu (full-term) ataupun yang hampir cukup waktu
(near-term).

Menyusui dan jaundice. Jaundice pun juga bisa terjadi pada bayi yang disusui oleh ibunya. Jaundice ini biasanya muncul antara
24-72 jam dengan puncaknya pada hari ke-5 sampai hari ke-15 dan akan hilang pada minggu ketiga. Studi yang dilakukan
Schneider menunjukkan bahwa 13% bayi yang menyusui memiliki kadar bilirubin puncak sebesar 12 mg/dL atau lebih tinggi 4%
jika dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula. Hal tersebut dapat terjadi bukan karena kandungan zat di dalam
ASI, tetapi lebih karena pola menyusui yang belum optimal. Frekuensi menyusui yang kurang dapat menyebabkan munculnya
jaundice fisiologi. Oleh karena itu, ibu harus selalu senantiasa berusaha untuk menyusui bayinya, meskipun terkadang pada awalawal kelahiran ASI ibu belum keluar. Itulah sebabnya dukungan suami mutlak diperlukan mengingat perannya yang tidak sedikit.

Breast Milk jaundice. Sekitar 2-4% bayi yang secara eksklusif disusui oleh sang ibu memiliki jaundice dengan kadar bilirubin
lebih dari 10 mg/dL pada minggu ketiga. Jaundice yang tetap ada setelah 3 minggu pertama kehidupan seorang bayi disebut
prolonged jaundice (jaundice diperpanjang). Seiring dengan waktu kadar bilirubin akan berkurang. Tetapi jika si kecil semakin
kuning (sudah sampai ke kaki) atau kadar bilirubin sudah melebihi 20 mg/dL segera hubungi dokter.

PENANGANAN
Pada bayi baru lahir dengan warna kekuningan karena proses alami (fisiologis), tidak berbahaya dan tidak diperlukan pengobatan
khusus, kondisi tersebut akan hilang dengan sendirinya.
Prinsip pengobatan warna kekuningan pada bayi baru lahir adalah menghilangkan penyebabnya.

Terapi Sinar (fototerapi). Fototerapi dilakukan dengan cara meletakkan bayi yang hanya mengenakan popok (untuk menutupi
daerah genital) dan matanya ditutup di bawah lampu yang memancarkan spektrum cahaya hijau-biru dengan panjang gelombang
450-460 nm. Selama fototerapi bayi harus disusui dan posisi tidurnya diganti setiap 2 jam. Pada terapi cahaya ini bilirubin
dikonversi menjadi senyawa yang larut air untuk kemudian diekskresi, oleh karena itu harus senantiasa disusui (baik itu langsung
ataupun tidak langsung). Keuntungan dari fototerapi ini adalah non-invasiv (tidak merusak), efektif, relative tidak mahal, dan
mudah dilaksanakan. Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke
ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa
harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga
menimbulkan risiko yang lebih fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang
gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca
yang disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih efektif. Sinar yang muncul dari
lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup
dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari lampu-lampu tersebut. Seperti
diketahui, pertumbuhan mata bayi belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya. Begitu pula alat
kelaminnya, agar kelak tak terjadi risiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan. Pada saat dilakukan fototerapi, posisi
tubuh bayi akan diubah-ubah; telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Dokter akan terus mengontrol
apakah kadar bilirubinnya sudah kembali normal atau belum. Jika sudah turun dan berada di bawah ambang batas bahaya, maka
terapi bisa dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu dua hari si bayi sudah boleh dibawa pulang. Meski relatif efektif, tetaplah
waspada terhadap dampak fototerapi. Ada kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi karena
malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan meningkatkan pengeluarkan cairan empedu ke organ usus.
Alhasil, gerakan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare. Memang tak semua bayi akan mengalaminya, hanya pada
kasus tertentu saja. Yang pasti, untuk menghindari terjadinya dehidrasi dan diare, orang tua mesti tetap memberikan ASI pada si
kecil.
Terapi Transfusi. Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20
mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan
sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan.
Misalnya keterbelakangan mental, cerebral palsy, gangguan motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan pendengaran.
Untuk itu, darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain. Proses tukar darah akan dilakukan
bertahap. Bila dengan sekali tukar darah, kadar bilirubin sudah menunjukkan angka yang menggembirakan, maka terapi transfusi
bisa berhenti. Tapi bila masih tinggi maka perlu dilakukan proses tranfusi kembali. Efek samping yang bisa muncul adalah
masuknya kuman penyakit yang bersumber dari darah yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Meski begitu, terapi ini terbilang
efektif untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
Terapi Obat-obatan. Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat phenobarbital atau luminal untuk meningkatkan
pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi direct. Ada juga obat-obatan yang
mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ
hati. Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan maka terapi
obat-obatan ini dikurangi bahkan dihentikan. Efek sampingnya adalah mengantuk. . Akibatnya, bayi jadi banyak tidur dan kurang
minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam darah yang justru memicu peningkatan bilirubin.

Disamping itu manfaat atau efek dari pemberian obat biasanya terjadi setelah 3 hari pemberian obat. Sehingga, terapi obat-obatan
bukan menjadi pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerapi si kecil sudah bisa ditangani.

Menyusui Bayi dengan ASI. Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi harus
mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan
kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru
meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice). Di dalam ASI terdapat hormon pregnandiol yang dapat mempengaruhi
kadar bilirubinnya.

Meski demikian dalam keadaan bilirubin yang tidak terlalu tinggi penghentian ASI tidak direkomendasikan.

Terapi Sinar Matahari Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya dianjurkan setelah bayi
selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat jam
dalam keadaan telentang, misalnya, seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan antara jam 7.00 sampai 9.00. Inilah waktu
dimana sinar surya efektif mengurangi kadar bilirubin. Di bawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan di
atas jam sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak kulit. Bila pagi hari dalam keadaan mendung sinar
matahari sore atau akhir matahari mungkin masih dianggap aman, sekitar jam 16.00 s/d 17.00. Hindari posisi yang membuat bayi
melihat langsung ke matahari karena dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan udara harus bersih.
Apapun penyebab kuning, sebaiknya jangan diremehkan . Bila keadaan semakin tidak membaik sebaiknya konsultasi kepada
dokter atau dokter spesialis anak.
Meski disebutkan bahwa bayi kuning sebagian besar diantaranya karena proses alami (fisiologis) dan tidak perlu pengobatan,
seyogyanya para orang tua tetap waspada, mengingat bayi masih dalam proses tumbuh kembang. Karenanya, konsultasi kepada
dokter atau dokter spesialis anak adalah langkah penting yang jangan ditunda.

MITOS ATAU OPINI YANG BELUM TENTU BENAR :

KUNING DISEBABKAN KARENA KURANG MINUM. Minum yang kurang bukanlah penyebab kuning pada bayi baru
lahir, Tetapi pada bayi baru lahir dengan kuning yangb agak tinggi biasanya disertai oleh minum sus yang kurang atau malas
minum.
BILA DIBERI ASI YANG BANYAK KUNING AKAN BERKURANG. Penurunan atau pengobatan kuning pada bayi baru
lahir yang paling utama adalah penyinaran. Minum yang banyak atau pemberian ASI bukanlah upaya untuk penurunan kuning
pada bayi baru lahir.
BILA KUNING YANG TINGGI CUKUP DIJEMUR NANTI AKAN MEMBAIK SENDIRI. Dalam keadaan kuning yang
tidak tinggi, memang peningkatan kuning saat minggu pertama mungkin cukup dijemur di sinar martahari. Tetapi, bila dalam
keadaan kuning yang tinggi sinar matahari tidak banyak bermanfaat.

Kode ICD.10 (International Classification of Diseases) :


P58-59: Neonatal jaundice
BERBAGAI KATAREISTIK PENYEBAB KUNING PADA BAYI BARU LAHIR
Fisiologis jaundice
Penyebab

Onset

Puncak
Durasi
Terapi

Jaundice yang berhubungan Jaundice Breast milk Hemolitik desease


dengan Breast feeding
Fungsi hepatik immatur
Intake susu yang jelek
Faktor-faktor pada susu Incompatibilitas antigen
ditambah peningkatan
berhubungan dengan
ibu yang berubah,
yang menyebabkan
bilirubin dari hemolisis RBC konsumsi kalori yang sedikit bilirubin menjadi bentukhemolisis sebagian dari
pada bayi sebelum susu ibu lemak yang mana
RBC.Hati tidak mampu
keluar
direabsorbsi usus
untuk mengkonjugasikan
dan mengeksresikan
kelebihan bilirubin dari
hemolisis
Setelah 24 jam pertama
2 3 hari
4 5 hari
Selama 24 jam pertama
(bayi prematur, bayi lahir
lama)
72 jam
2 3 hari
10 15 hari
Bervariasi
Berkurang setelah 5-7 hari
Sampai seminggu
Fototherapi jika bilirubin
Berikan ASI sesering
Hentikan ASI selama 24 Posnatal: fototherapi, bila
meningkat dengan cepat
mungkin, berikan suplemen jam untuk
perlu transfusi
kalori, fototherapi untuk
mendeterminasi sebab, tukarPrenatal:Transfusi

kadar bilirubin 18 20 mg/dl jika kadar bilirubin


(fetus)
menurun pemberian ASI
dapat diulangi.Dapat
dilakukan fototherapi
tanpa menghentikan
pemberian ASI

Anda mungkin juga menyukai