Anda di halaman 1dari 5

Sebenarnya pertanyaan apakah kehadiran investasi asing, khususnya investasi

langsung, umum disebut Penauaman Modal Asing (PMA) atau Foreign Direct Investment (FDI) di
suatu negara menguntungkan negara tersebut, khususnya dalam hal pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi tidak perlu dipertanyakan lagi. Banyak bukti empiris seperti pengalamanpengalaman di Korea Selatan, Malaysia, Thailand, China, dan banyak lagi negara lainnya yang
menunjukkan bahwa kehadiran PMA memberi banyak hal positif terhadap perekonomian
dari negara tuan rumah. Untuk kasus Indonesia, bukti paling nyata adalah semasa
pemerintahan Orde Baru. Tidak mungkin ekonomi Indonesia bisa bangkit kembali dari
kehancuran yang dibuat oleh pemerintahan Orde Lama dan bisa mengalami pertumbuhan
ekonomi rata-rata 7% per tahun selama periode 1980-an kalau tidak ada PMA. Tentu banyak
faktor lain yang juga berperan sebagai sumber pendorong pertumbuhan tersebut seperti bantuan
atau utang luar negeri dan keseriusan pemerintah Orde Baru untuk membangun ekonomi
nasional saat itu yang tercerminkan oleh adanya Repelita dan stabilitas politik dan sosial
(Tambunan,2006).
Bergabung dengan ekonomi global dapat diibaratkan dengan menjadikan'negara sebagai
perusahaan publik yang pemegang sahamnya setiap orang dimanapun berada. Para pemegang
saham tersebut tidak memberikan suara setiap empat atau lima tahun tetapi setiap jam, setiap
hari melalui pialang dari teras rumah mereka. Bila para pemegang saham ini berpendapat
penyelenggara negara atau pemerintah suatu negara tidak lagi kredibel maka mereka beramai
ramai akan menjual saham sehingga mengakibatkan goncangan pada perekonomian dan
bahkan dapat menjatuhkan pemerintah negara seperti misalnya terjadi di negara Asia
termasuk Indonesia pada tahun 1997/98. Singkat kata, globalisasi telah menghilangkan batasbatas tradisional kedaulatan negara dimana modal tidak lagi memiliki bendera nasional. Dana

mengalir dari satu negara ke negara lain secara cepat, bergerak melewati batas-batas negara.
(Djiwandono, 2001)

'

Untuk Indonesia, Undang-undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
yang kemudian diperbaharui dengan Undang-undang No 25 tahun 2007 tentang Penanaman
Modal dapat dikatakan tonggak sejarah pengintegrasian ekonomi Indonesia ke dalam
perekonomian dunia.
Dalam proses pembangunan perlu ada kemauan keras serta kemampuan untuk
memanfaatkan potensi yang tersedia dalam masyarakat untuk keperluan pembangunan.
Perencanaan perlu disusun dan digelar dalam rangka menghimpun kekuatan masyarakat
untuk berpartisipasi dalam usaha guna mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Di
dalam pembangunan sasaran untuk mencapai taraf hidup yang baik, maka dapat ditempuh
beberapa cara di bawah : 1.Struktural (perencanaan, pembentukan, dan evaluasi, lembaga
masyarakat, prosedurnya serta pembangunan secara kebendaan). 2.Spritual (pembentukan
watak, pendidikan di dalam penggunaan cara berpikir dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi) dan atau kedua duanya. Pada awal rezim militer orde baru berkuasa, Freeport
mengajukan izin dan menjadi penanaman modal asing (PMA) pertama di Indonesia untuk
memulai / penambangan emas dan tembaga di Ertsberg, Tembagapura kabupaten Mimika
provinsi Papua. Kebijakan Kontrak karya didasarkan pada ayat 3 pasal 33 UUD 1945 yang
mengatakan "bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat" Bersumber dari UU itulah semua
peraturan tentang pertambangan di derivikasi. Propinsi Papua yang luasnya tiga setengah kali
pulau Jawa memberikan kontribusi teritorial dan potensi kekayaan alam, sekaligus
menghadapkan berbagai tantangan dan masalah yang tidak kalah besarnya. Desa Banti di

Tembagapura merupakan daerah yang didalamnya terdapat Sumber Daya Alam '(SDA)
yang melimpah khususnya tambang, dan emas. Sehinga daerah Tembagapura merupakan
salah satu daerah penghasil tambang emas terbesar nomor 3 di dunia. Pada tahun 1967
-1989, pembangunan masyarakat di berbagai sektor tidak dapat diwujudkan selama hampir
30 tahun. Dan pada tahun 1989 program community PT. Freeport Indonesia mulai sedikit
berjalan, diantaranya Kesehatan di Tembagapura dan Pendidikan di SD Inpres Kwamkilama, dan
pada tahun 1996, pembangunan pemukiman warga mulai nampak ketika terjadi demonstrasi
di Timika. (Tajudin,2011).

Tahun 1996 merupakan tonggak sejarah baru bagi PT Freeport Indonesia untuk
memberikan perhatian yang sebesar-besarnya kepada masyarakat dari tujuh suku
(Amungme, Kamoro, Mee, Damal, Moni, Nduga dan Dani) pemilik hak ulayat di areal tambang
tembaga,emas dan perak di Kabupaten Mimika,Propinsi Papua. Perhatian dan keberpihakan
PT.Freeport Indonesia kepada tujuh suku itu dinyatakan dalam bentuk digulirkannya dana
satu persen dari pendapatan kotor tahunan yang disebut "Dana Kemitraan" guna membiayai
tiga program primadona pengembangan masyarakat tujuh suku yakni Pendidikan, Kesehatan
dan Pemberdayaan Ekonomi yang berkelanjutan. Semula, lembaga ini bernama Lembaga
Pengembangan Masyarakat Irian Jaya namun \ dalam perjalanan sejarahnya, pada tahun 2002
berubah nama menjadi Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro
(LPMAK).( Bintang Papua Selasa, 03 Mei 2011).
Melalui program berkelanjutan, salah satunya melalui dana kemitraan yang
dikelola LPMAK dengan berbagai program pemberdayaan ekonomi melalui Biro tuju suku,

program pendidikan melalui pemberian beasiswa kepada anak-anak tujuh suku disemua
kota studi, pemberdayaan SDM guru-guru di Kabupaten Mimika bekerjasama dengan Dinas
Pendidikan dan Pengajaran, pendirian sekolah di Timika, program kesehatan melalui Biro
Kesehatan bekerjasama dengan Keuskupan Timika Yayasan Caritas mengelola Rumah
Sakit RSMM dan dengan Manajemen SOS mengelola Rumah Sakit Waa Banti. Selain itu
LPMAK juga bersama lembaga donor dan mitra lainnya berperan aktif memberantas
penyakit mematikan HHIV/AIDS,malaria,TBC,dan beberapa penyakit endemis lainnya di
Kabupaten Mimika. (laporan LPMAK 2009).
Persoalan sering muncul di perusahaan itu antara lain juga karena perhatian
terhadap PTFI melalui LPMAK masih sangat terbatas sehingga wajar saja kalau warga
masyarakat asli Papua lainnya merasa dipinggirkan oleh Freeport, persoalan sering
muncul di areal operasional PTFI di bidang kesejahteraan, bukan karena perusahaan ini belum
memberikan perhatian melainkan karena masyarakat penerima bantuan dari PTFI melalui
LPMAK tidak maksimal dan tidak optimal memanfaatkan dana bantuan tersebut. "Kita
harus bersikap realistic dalam menilai suatu persoalan atau, sebuah lembaga. Jika benar
maka kita katakana benar tetapi apabila salah, kita pun harus berani memberikan
koreksi. Apabila, PTFI belum memberikan perhatian maksimal kepada banyak warga asli
Papua di Provinsi papua dan Papua Barat maka kita wajib mengatakan hal itu. Namun,
apabila PTFI sudah memberikan perhatian kepada orang asli Papua melalui LPMAK atau
lembaga nirlaba lainnya namun perhatian tersebut disalahgunakan oleh penerima bantuan
maka kita pun wajib mengkritik diri sendiri. PTFI telah membantu lembaga nirlaba LPMAK
sebagai wujud komitmen perusahaan tambang tembaga, perak dan emas ini untuk
menyediakan peluang di bidang pengembangan sosial, pendidikan dan ekonomi namun

masih sebatas warga masyarakat di wilayah operasional PTFI. Komitmen PTFI untuk
menghormati masyarakat adat Papua dan budayanya sudah terlaksana namun jangkauan program
untuk hal ini masih sangat terbatas.
Kehadiran LPMAK seharusnya secara ekonmis membawa kesejatraan masyarakat papua
pada umumnya dan masyarakat dan Amugme serta Komoro pada kususnya, namun kenyataan
yang ada di lapanga sangat jauh berbeda. Masyrakat Amugme dan Komoro yang seharurnya
mendapat perhatian lebih dari PTFI kini hanya dengan pendapatan satu persen dari perusahan
asing tersebut. Hasil tambang yang berlimpah ruah namun masyarakt papua masih hidup dalam
garis kemiskinan. Tingkat pendidikanpun belum terlalu jauh berkembang jika di bandingkan
dengan hasil kekayaan alam yang dimiliki oleh masyarakat papua tersebut. Yang menjadi
pertanyaan mendasar apakah dengan dana satu persen yang di kelolah oleh LPMAK
mampu mensejahterakan masyarakat Komoro dan Amugme?
Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut diatas maka penulis merasa tertarik untuk
mengambil pokok bahasan penelitian dengan menitikberatkan pada

: PERANAN

LEMBAGA PENGEMBANGAN MASYARAKAT AMUNGME DAN KAMORO (LPMAK)


DALAM MENINGKATKAN SUMBER DAYA MANUSIA DI KABUPATEN MIMIKA
PROPINSI PAPUA.

Anda mungkin juga menyukai