Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sumber belajar sebagai salah satu komponen atau unsure


pembelajaran (learning) memegang peranan penting dalam rangka
terselenggaranya
kegitan
pembelajaran
yang
menarik
dan
bermakna bagi anak. Sumber belajar tersebut menjadi sangat
penting karena tersedianya beragam sumber belajar yang
memungkinkan dibutuhkannya budaya belajar anak secara mandiri
sebagai dasar untuk pembiasaan dalam kehidupan dikemudian hari,
serta mencioptakan komunikasi antara anak dengan orang dewasa
dan teman sebayanya.
Peranan sumber belajar seringkali dilupakan. Padahal sumber belajar
dapat diperoleh dimana-mana termasuk disekitar anak. Sumber belajar yang
ada disekitar anak tidak selalu perlu pengawasan dari guru memberi
keterangan sumber-sumber belajar tersebut. Kecuali jika sumber belajar
terletak di perpustakaan diperlukan bimbingan terdahulu dari guru.Karena
hal itu membutuhkan pembiasaan.
Selain sumber belajar yang ada dilingkungan sekitar anak, media cetak
dan narasumber pun dapat dijadikan alternatif sumber belajar.Khusus
narasumber,mereka dapat menceritakan berbagai pengalaman yang
menarik sehingga dapat memperkaya wawasan anak. Bagaimana halnya
dengan sumber belajar pada Pendidikan Agama Islam? Selanjutnya akan
dibahas lebih jauh pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang merupakan kalimat kunci dari isi
makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud sumber belajar PAI?

2. Bagaimana klasifikasi sumber belajar PAI?


3. Bagaimana peranan sumber belajar PAI?
4. Bagaimana pengembangan sumber belajar PAI?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, disamping untuk
menggugurkan tugas dari dosen mata kuliah Perencanaan Pendidikan Islam
sebagai tujuan formal. Penyusunan makalah ini tentunya juga bertujuan
nonformal yaitu:
1. Mengetahui pengertian sumber belajar PAI
2. Mengetahui macam-macam sumber belar PAI
3. Mengetahui peranan sumber belajar PAI
4. Mengetahi pengembangan sumber belajar PAI
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sumber Belajar PAI
Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa
data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik
dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga
mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai
kompetensi tertentu.
Edgar Dale (1969) seorang ahli pendidikan mengemukakan sumber
belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi
belajar seseorang.[1] Pendapat lain dikemukakan oleh Association
Educational Comunication and Tehnology AECT (1977) bahwa sumber belajar
merupakan berbagai atau semua sumber baik berupa data, orang dan wujud
tertentu yang dapat digunakan siswa dalam belajar, baik secara terpisah
maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai
tujuan belajar.
Sementara itu, pengertian pendidikan agama Islam Menurut Ahmad
Tafsir, adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa agar memahami ajaran
Islam, terampil melakukan atau mempraktekkan ajaran Islam, dan
mengamalkan ajaran Islam.[2]
Sedangkan definisi pendidikan agama Islam disebutkan dalam kurikulum
2004 standar kompetensi mata pelajaran agama Islam adalah upaya sadar
dan terencana dalam mempersiapkan peserta didik untuk mengenal,
memahami menghayati, mengimani, bertaqwa, berakhlaq mulia ,
mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan
Hadits,melalui kegiatan bimbingan.[3]

Dari pengertian tersebut di atas, maka dapat ditari kesimpulan bahwa


sumber belajar pendidikan agama Islam adalah semua sumber baik berupa
data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik
untuk mengenal, memahami menghayati, mengimani, bertaqwa, berakhlaq
mulia , mengamalkan ajaran Islam yang berlandaskan Al-Quran dan Hadits
sebagai sumber belajar yang utama.
B. Macam-macam Sumber Pembelajaran PAI
Dalam proses perencanaan program pembelajaran PAI, terdapat 2
sumber pembelajaran yaitu sumber pokok dan sumber tambahan.[4]
1. Sumber Pokok Pembelajaran PAI yaitu al-Qur'n dan al-Hadits.
Kedudukan al Quran, sebagai sumber belajar yang paling utama
dijelaskan oleh Allah dalam al Quran. Dalam salah satu firman Allah surat
al-Nahl ayat 64 yaitu:
Dan kami tidak menurunkan kepadamu Alkitab (al-Quran) ini melainkan
agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka perselisihan itu dan menjadi
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.[5]
2. Sumber tambahan, yang meliputi beberapa komponen penting
dalamterselenggaranya proses pembelajaran. Diantaranya:
a. Manusia
Manusia dewasa dapat mempengarui anak yang sedang belajar
melalui pergaulan. manusia dapat menjadi sumber belajar , karena
merupakan tempat untuk mendapatkan sesuatu yang baru bagi anak atau
orang lain. dengan mempergunakan bahasa, manusia merupakan sumber
belajar yang paling lengkap karena orang lain ( anak ) dapat memperoleh
sesuatu yang lebih banyak. Manusia sebagai ahli merupakan sumber belajar
yang hidup sehingga dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetauan dan teknologi, Zaman alam dan sekitarnya. Mereka itu
merupakan sumber belajar utama karena kemampuan dan kecendiaan yang
dimilikinya.
Mengingat jumlah manusia itu tidak terbatas, maka sumber-sumber
belajar dari manusia inipun tidak terbatas jumlahnya dan karena
kemampuan manusia itu berbeda-beda, maka sebagai sumber belajar setiap
manusia tidak mempunyai mutu yang sama, namun demikian untuk
mendapatkan sesuatu yang baru manusia harus dimanfaatkan sebaik
baiknya. Manusia sebagai sumber belajar terdapat pada ketiga lingkungan
pendidikan, yaitu: keluarga, sekolah/madrasah dan masyarakat.
b. Buku/Perpustakaan
Buku adalah hasil budi manusia untuk mengasetkan dan meneruskan
kebudayaan umat manusia, khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan demikian buku dapat berfungsi sebagai sumber-sumber belajar bagi

manusia. Mutu buku itu bergantung pada penulisnya. Penerbit dan


percetakan mempunyai peran yang besar dalam masalah pembukuan ini.
Agar buku itu terpelihara dan tahan lama sehingga dapat digunakan dimana
saja diperlukan, didirikan oranglah perpustakaan pribadi maupun
perpustakaan sekolah/madrasah atau umum.
c. Media Massa
Media Massa (Mass Media) singkatan dari Media Komunikasi Massa
(Mass Communication Media), yaitu sarana, channel, atau media untuk
berkomunikasi kepada publik.[6]
Mass media dapat dijadikan sumber belajar bagi anak maupun orangorang yang memerlukannya. Di zaman modern ini telah merupakan
kebutuhan hampir setap orang terhadap mass media Pengaruhnya besar dan
sering sensitif. Jangkauannya luas sampai ke desa- desa. Gerakannya cepat
seolah olah dunia ini semakin mengecil. Karena kemajuan teknologi di
bidang telekomunikasi.
Mass media merupakan sumber informasi dan mengetengahkan hal
hal yang aktual dan serba baru dari berbagai penjuru dunia serta digunakan
untuk berbagai kepentingan, sehingga penggunaannya perlu selektif.
Penggunaan mass media sebagai sumber belajar untuk bidang pengajaran
agama memerlukan pengolahan, karena umumnya pengkomunikasian
melalui mass media untuk kehidupan keagamaan masih relatif sedikit. Wujud
dari mass media berbentuk, surat kabar, majalah, radio, tv, tape recorder,
vidio tape dll.
d. Alam lingkungan
Alam lingkungan dapat berfungsi sebagai sumber belajar bagi anak
didik. kita dapat membedakan tiga alam lingkungan sebagai sumber belajar
yaitu:
1. Alam lingkungan terbuka.
yang dimaksud dengan alam lingkungan terbuka, ialah alam itu sendiri
tanpa kehadiran manusia, dimana anak dapat mengenal dan menikmati
alam sehingga ia dapat melihat, merasakan dan menikmati keagungan
tuhan. Anak dapat menemukan sesuatu yang baru dari kehidupan makhluk
tuhan untuk bersyukur kepada-Nya.
2. Alam lingkungan sejarah/ Peninggalan sejarah.
Baik berupa tempat-tempat bersejarah maupun peninggalanpeninggalannya yang telah disusun seperti museum. Dari alam lingkungan
sejarah ini dapat memperoleh iktibar atau pengajaran sehingga ia
memperole nilai-nilai baru bagi dirinya.
3. Alam lingkungan manusia.

e.

C.

1.

a.
b.

c.

Alam lingkungan manusia, disini dimaksudkan dengan masyarakat,


dari mulai yang terkecil (keluarga) hingga lingkungan pendidikan. Pengaruh
maayarakat terhadap anak sangat besar. Terutama pengaruh lingkungan
keluarga. Pengaruh yang beraneka ragam karena keanekaragaman
mayarakat tidak selalu menguntungkan anak. Dengan demikian
penggunaannya sebagai sumber belaja harus selektif
Media pengajaran
Dimaksud media pengajaran ialah segala alat bantu siswa, termasuk
laboratorium[7]. Segala macam bentuk alat peragaan dan alat-alat yang
dipergunakan dalam proses belajar mengajar, selain berfungsi sebagai alat
bantu juga dapat berfungsi sebagai sumber belajar bagi siswa. Pada
umumnya semakin maju suatu sekolah atau madrasah semakin banyak
memiliki alat pelajaran dan semakin tersedia pula berbagai tempat/ruang
fasilitas belajar. Sekolah yang memiliki kelengkapan dan fasilitas yang baik
merupakan sumber belajar yang baik pula bagi siswa.
Peranan Sumber Belajar PAI
Peranan sumber belajar PAI dalam proses pembelajaran mempunyai
peran yang sangat erat dengan pembelajaran yang dilakukan, adapun
peranan tersebut dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
Peranan sumber belajar dalam pembelajaran Individual.
Pola komunikasi dalam belajar individual sangat dipengaruhi oleh
peranan sumber belajar yang dimanfaatkan dalam proses belajar. Titik berat
pembelajaran individual adalah pada peserta didik, sedang guru mempunyai
peranan sebagai penunjang atau fasilitator. Sehingga peranan sumber
belajar sangat penting, pola komunikasi dalam pembelajaran individual
adalah sebagai berikut:
Front line teaching method, dalam pendekatan ini guru berperan
menunjukkan sumber belajar yang perlu dipelajari.
Keller Plan, yaitu pendekatan yang menggunakan teknik personalized
system of instruksional (PSI) yang ditunjang dengan berbagai sumber
berbentuk audio visual yang didesain khusus untuk belajar individual.
Metode proyek, peranan guru cenderung sebagai penasehat dibanding
pendidik, sehingga peserta didiklah yang bertanggung jawab dalam memilih,
merancang dan melaksanakan berbagai kegiatan belajar.

2. Peranan Sumber Belajar dalam Belajar Klasikal


Pola komunikasi dalam belajar klasikal yang dipergunakan adalah
komunikasi langsung antara guru dengan peserta didik. Hasil belajar sangat
tergantung oleh kualitas guru, karena guru merupakan sumber belajar
utama.

3.

a.

b.

c.

Pemanfaatan sumber belajar selain guru, sangat selektif dan sangat


ketat di bawah petunjuk dan kontrol guru. Di samping itu guru sering
memaksakan penggunaan sumber belajar yang kurang relevan dengan ciriciri peserta didik dan tujuan belajar, hal ini terjadi karena sumber belajar
yang tersedia terbatas. Peranan Sumber Belajar secara keseluruhan seperti
terlihat dalam pola komunikasinya selain guru rendah. Keterbatasan
penggunaan sumber belajar terjadi karena metode pembelajaran yang
utama hanyalah metode ceramah. Menurut Percipal and Ellington (1984),
bahwa perhatian yang penuh dalam belajar dengan metode ceramah
(attention spannya) makin lama makin menurun drastis. Misalnya dalam 50
menit belajar, maka pada awal belajar attention spannya berkisar antara 1215 menit, kemudian makin mendekati akhir pelajaran turun menjadi 3-5
menit.[8]
Di samping itu British Audio Visual Association (1985), menyatukam
bahwa 75 % pengetahuan diperoleh melalui indera penglihatan, 13 % indera
pendengaran, 6 % indera sentuhan dan rabaan dan 6 % indera penciuman
dan lidah. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh perusahaan
Sovocom Company di Amerika dalam Sadiman (1989: 155-156), tentang
kemampuan manusia dalam menyimpan pesan adalah : verbal (tulisan) 20%,
Audio saja 10%, visual saja 20%, Audio visual 50%. Tetapi kalau proses
belajar hanya menggunakan metode (a) Membaca saja, maka pengetahuan
yang mengendap hanya 10% (b) Mendengarkan saja pengetahuan yang
mengendap hanya 20%. (c) Melihat saja pengetahuan yang mengendap bisa
50%. Dan (e) Mengungkapkan sendiri pengetahuan yang mengendap bisa
80%. (f) Mengungkapkan sendiri dan mengulang pada kesempatan lain 90%.
Dari penjelasan tersebut di atas, bahwa guru harus pandai memilih dan
mengkombinasikan metode pembelajaran dengan belajar yang ada.[9]
Peranan Sumber Belajar dalam Belajar Kelompok
Pola komunikasi dalam belajar kelompok, menurut Derek Rowntere
dalam bukunya Educational Technologi in Curriculum Development (1982),
menyajikan pola komunikasi yang secara umum ditetapkan dalam belajar
yaitu pola:
Buzz (diskusi singkat) adalah kemampuan yang diperoleh peserta didik
untuk didiskusikan sessions singkat sambil jalan. Sumber belajar yang
digunakan adalah materi yang digunakan sebelumnya.
Controllet discussion (diskusi dibawah kontrol guru), sumber belajarnya
antara lain adalah bab dari suatu buku, materi dari program audio visual,
atau masalah dalam praktek laboratorium
Tutorial adalah belajar dengan guru pembimbing, sumber belajarnya adalah
masalah yang ditemui dalam belajar, harian, bentuknya dapat bab dari buku,
topik masalah dan tujuan instruksional tertentu.

4. Team project (tim proyek) adalah suatu pendekatan kerjasama antar


anggota kelompok dengan cara mengenai suatu proyek oleh tim.
5. Simulasi (persentasi untuk menggambarkan keadaan yang sesungguhnya).
D. Pengembangan Sumber Belajar PAI
Pengembangan sumber belajar Pendidikan Agama Islam dapat
dilakukan diantaranya sebagai berikut:
1. Pembelajaran melalui Karya Wisata / Study Tour
Karyawisata adalah meluaskan wawasan siswa & guru sendiri,
membawa siswa keluar sekolah/ keluar kampus ke tempat-tempat yang
dapat menambah Ilmu siswa & guru sendiri. Secara berencana 2x atau lebih
dalam 1 tahun, misalnya guru bidang studi tertentu dapat membawa siswa
ke museum, perpustakaan nasional, ke pabrik-pabrik tertentu yang berkaitan
dengan kurikulum, museum ABRI, TMII, ke PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga
Air), PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Udara), PLTG (Pembangkit Listrik
Tenaga Gas), obyek-obyek wisata tertentu seperti ; ke kebun raya, Kebun
binatang, kebun bunga, kebun the, pabrik tekstil, ke sekolah-sekolah favorit,
ke masjid-masjid yang mengandung sejarh.
Pergi ke tempat-tempat tersebut memerlukan persiapan matang
seperti kendaraan (bus), biaya, hari dan tanggal, guru pembimbing dari
pemberitahuan sekolah, kepala orang tua siswa, sebelum berangkat ke
tempat tujuan kepada siswa diberikan Informasi mengenai tujuan yang
hendak dicapai, tugas-tugas siswa selama ditempat wisata, dengan demikian
study tour bukan untuk tamasya saja, observasi, wawancara dengan
orangtua tertentu ditempat tujuan tentang sesuatu yang telah diarahkan
guru. Setelah pulang dari studi tour diadakan laporan perkelompok yang
telah ditugaskan guru dan diskusi kelas sehingga siswa memperoleh manfaat
dari studi tour ini.
2. Pembelajaran melalui hukum belajar Edward L.Thorndike
The Law of Learning melalui Pertama The Law of Readness yaitu
mempersiapkan siswa dengan pokok bahasan, buku murid, alat-alat
pelajaran. Kedua The Law of Effect yaitu guru memberikan nilai-nilai Ilmu
yang bermanfaat bagi siswa. Dan Ketiga The Law of Exercise yaitu banyak
memberikan tugas-tugas dan latihan, sehingga siswa terbiasa mengerjakan
PR atau tugas pribadi dan tugas bersama.
3. Pembelajaran melalui belajar dan banyak mendengar dan melihat
Semakin sering anak didik mengulang maka akan semakin terekam
dalam pikirannya. Dibarengi dengan banyak menyaksikan dan mendengar
maka pola pikirnya akan semakin terstruktur.
Sementara itu, pengembangan sumber Pendidikan Agama Islam dari
sudut pandang isi pembelajaran diuraikan sebagai berikut:

a.

Model Dikotomis
Pada model ini, aspek kehidupan dipandangan sangat sederhana, dan
kata kuncinya adalah dikotomi atau diskrit. Segala sesuatu hanya dilihat dari
dua sisi yang berlawanan. Pandangan dikotomis tersebut pada gilirannya
dikembangkan dalam memandang aspek kehidupan dunia dan akhirat,
kehidupan jasmani dan rohani, sehingga pendidikan agama Islam hanya
diletakkan pada aspek kehidupan akhirat saja atau kehidupan rohani saja.
Dengan demikian, pendidikan agama dihadapkan dengan pendidikan non
agama, pendidikan keislaman dengan nonkeislaman, demikian seterusnya.
[10]
Pandangan semacam itu akan berimplikasi pada pengembangan
pendidikan agama Islam yang hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrowi
yang terpisah dengan kehidupan duniawi, atau aspek kehidupan rohani yang
terpisah dari kehidupan jasmani. Pendi dikan (agama) Islam hanya
mengurusi persoalan ritual dan spiritual, sementara kehidupan ekonomi,
politik, seni-budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan sebagainya
dianggap sebagai urusan duniawi yang menjadi garapan bidang pendidikan
non agama.
Pandangan dikotomis inilah yang menimbulkan dualism dalam sistem
pendidikan, yaitu istilah pendidikan agama dan non agama. Sikap dikotomi
(Dualisme) ini terkait erat dengan world view umat Islam dalam memandang
dan menempatkan dua sisi ilmu, yaitu ilm al-dnyah dan ilm ghair aldnyah.[11]
Demikian pula pendekatan yang dipergunakan lebih bersifat
keagamaan yang normatif, doktriner dan absolutis. Peserta didik diarahkan
untuk
menjadi
pelaku
(actor)
yang
loyal,
memiliki
sikap commitment (keberpihakan), dan dedikasi (pengabdian) yang tinggi
terhadap agama yang dipelajari. Sementara itu, kajian-kajian keilmuan yang
bersifat empiris, rasional, analitis-kritis, dianggap dapat menggoyahkan
iman, sehingga perlu ditindih oleh pendekatan yang normatif dan doktriner
tersebut. Pola dikotomi yang demikian, telah menimbulkan sejumlah efek
negatif.
Abdurrahman Masud dalam salah satu penelitiannya sebagaimana
dikutip Maarif menunjukkan bahwa cara pandang yang dikotomik tersebut
akhirnya telah membawa kemunduran dalam dunia pendidikan Islam. Di
antaranya adalah menurunnya tradisi belajar yang benar di kalangan
muslim, layunya intelek tualisme Islam, melanggengkan supremasi ilmu-ilmu
agama yang berjalan secara monotomik, kemiskinan penelitian empiris serta
menjauhkan disiplin filsafat dari pendidikan Islam.[12]
b. Model Mekanisme

Model mekanisme memandang kehidupan terdiri atas berbagai aspek,


dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan
seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan
menurut fungsinya, bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa
komponen atau elemen-elemen, yang masing-masing menjalankan
fungsinya sendiri-sendiri, dan antara satu dengan lainnya bisa berkonsultasi
atau tidak.[13]
Aspek-aspek atau nilai-nilai kehidupan itu sendiri terdiri atas nilai
agama, nilai individu, nilai sosial, nilai politik, nilai ekonomi, nilai rasional,
nilai estetik, nilai biofisik, dan lain-lain. Demikian juga dalam proses
pendidikan dibutuhkan sistem nilai agar dalam pelaksanaannya berjalan
dengan arah yang pasti, karena berpedoman pada garis kebijaksanaan yang
ditimbulkan oleh nilai-nilai fundamental, misalnya nilai agama, ilmiah, sosial,
ekonomi, kualitas kecerdasan dan sebagainya.[14]
Oleh karena itu, jika kita membahas nilai-nilai pendidikan, akan jelas
melalui rumusan dan uraian tentang tujuan pendidikan, sebab di dalam
rumusan tujuan pendidikan itu tersimpul dari semua nilai pendidikan yang
hendak diwujudkan di dalam pribadi peserta didik. Demikian pula, jika
berbicara tentang tujuan pendidikan Islam, berarti berbicara nilai-nilai ideal
yang bercorak Islami. Hal ini mengandung makna bahwa tujuan pendidikan
Islam adalah tujuan yang merealisasi idealitas Islami. Sedang idealitas Islami
itu sendiri pada hakikatnya adalah mengandung nilai perilaku manusia yang
didasari atau dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Allah sebagai sumber
kekuasaan mutlak yang harus ditaati. Dengan demikian, aspek atau nilai
agama merupakan salah satu aspek atau nilai kehidupan dari aspek-aspek
kehidupan lainnya. Hubungan antara nilai agama dengan nilai-nilai lainnya
kadang-kadang bersifat horizontal-lateral (independent) atau bersifatlateralsekuensial, tetapi tidak sampai pada vertikal linier.[15]
Relasi yang bersifat horizontal-lateral (independent), mengandung arti
bahwa beberapa mata pelajaran yang ada dan pendidikan agama
mempunyai hubungan sederajat yang independen, dan tidak saling
berkonsultasi. Relasi yang bersifat lateral-sekuensial, berarti di antara
masing-masing mata pelajaran tersebut mempunyai relasi sederajat yang
bisa
saling
berkonsultasi.
Sedangkan
relasivertikal
linier berarti
mendudukkan pendidikan agama sebagai sumber nilai atau sumber
konsultasi, sementara seperangkat mata pelajaran yang lain termasuk
pengembangan nilai insani yang mempunyai relasi vertikal linier dengan
agama.
Dalam konteks tersebut, selama ini di sekolah-sekolah masih ada
proses sekularisasi ilmu, yakni pemisahan antara ilmu agama dan
pengetahuan umum. Nilai-nilai keimanan dan ketakwaan seolah-olah hanya

merupakan bagian dari mata pelajaran pendidikan agama, sementara mata


pelajaran yang lain mengajarkan ilmunya seolah-olah tidak ada
hubungannya dengan masalah nilai keimanan dan ketakwaan. Dampak
berupa gejala kegersangan batin dan kejiwaan modern adalah konsekuensi
dari hal itu. Bahkan pendidikan di dunia muslim pun berurat berakar
mengadopsi konsep sekuler yang dikotomis dan tidak utuh.[16] Model
tersebut tampak dikembangkan pada sekolah yang di dalamnya diberikan
seperangkat mata pelajaran atau ilmu pengetahuan, yang salah satunya
adalah mata pelajaran pendidikan agama yang hanya diberikan 2 atau 3 jam
pelajaran per minggu, dan didudukkan sebagai mata pelajaran, yakni
sebagai upaya pembentukan kepribadian yang religius. Kebijakan ini sangat
prospektif dalam membangun watak, moral dan peradaban bangsa yang
bermartabat. Namun demikian, dalam realitasnya pendidikan agama Islam
sering termarginalkan, bahkan guru PAI di sekolah pun kadang-kadang
terhambat karirnya untuk menggapai jabatan fungsional tertinggi, karena
tidak tersedia program studi sebagai induknya.[17]
Kebijakan tentang pembinaan pendidikan agama Islam secara terpadu
di sekolah umum misalnya, antara lain menghendaki agar pendidikan agama
dan sekaligus para guru agamanya mampu memadukan antara mata
pelajaran agama dengan pelajaran umum.Kebijakan ini akan sulit
diimplementasikan pada sekolah yang cukup puas hanya mengembanhkan
pola relasi horizontal-lateral (independent). Barangkali kebijakan tersebut
relatif mudah diimplementasikan pada lembaga pendidikan yang
mengembangkan pola lateral-sekuensial. Hanya saja implikasi dari kebijakan
tersebut adalah para guru agama harus menguasai ilmu agama dan
memahami substansi ilmu-ilmu umum, sebaliknya guru umum dituntut untuk
menguasai ilmu umum (bidang keahliannya) dan memahami ajaran dan
nilai-nilai agama. Bahkan guru agama dituntut untuk mampu menyusun
buku-buku teks keagamaan yang dapat menjelaskan hubungan antara
keduanya.
c. Model Organism/Sistemik
Organism dapat berarti susunan yang bersistem dari berbagai bagian
jasad hidup untuk suatu tujuan. Dalam konteks pendidikan Islam, model
organism bertolak dari pandangan bahwa aktivitas kependidikan merupakan
suatu system yang terdiri atas komponen-komponen yang hidup bersama
dan bekerja sama secara terpadu menuju tujuan tertentu, yaitu terwujudnya
hidup yang religius atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama.[18]
Pandangan tersebut menggaris bawahi pentingnya kerangka pemikiran
yang dibangun dari fundamental doctrines dan fundamental values yang
tertuang
dan
terkandung
dalam
al-Quran
dan al-Sunnah
alShahhah sebagai sumber pokok. Ajaran dan nilai-nilai ilahi didudukkan

sebagai sumber konsultasi yang bijak, sementara aspek kehidupan lainnya


didudukkan sebagai nilai-nilai insane yang mempunyai hubungan vertikallinier dengan nilai ilahi/agama.[19]
Nilai Ilahi dalam aspek teologi tak pernah mengalami perubahan,
sedangkan aspek amaliahnya mungkin mengalami perubahan sesuai dengan
tututan zaman dan lingkungan. Sebaliknya nilai insani selamanya mengalami
perkembangan dan perubahan menuju ke arah yang lebih maju dan lebih
tinggi. Tugas pendidikan adalah memadukan nilai- nilai baru dengan nilainilai lama secara selektif, inovatif, dan akomodatif guna mendinamisasikan
perkembangan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman dan
keadaan, tanpa meninggalkan nilai fundamental yang menjadi tolok ukur
bagi nilai-nilai baru. Melalui upaya semacam itu, maka sistem pendidikan
Islam diharapkan dapat mengintegrasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, nilainilai agama dan etik, serta mampu melahirkan manusia-manusia yang
menguasai dan menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki
kematangan profesional, dan sekaligus hidup di dalam nilai-nilai agama.
Paradigma tersebut tampaknya mulai dirintis dan dikembangkan dalam
sistem pendidikan di madrasah, yang dideklarasikan sebagai sekolah umum
yang berciri khas agama Islam, atau sekolah-sekolah (swasta) Islam
unggulan.
Kebijakan
pengembangan
madrasah
berusaha
mengakomodasikan tiga kepentingan utama, yaitu: pertama, sebagai
wahana
untuk
membina
roh
atau
praktik
hidup
keislaman;kedua, memperjelas dan memperkokoh keberadaan madrasah
sederajat dengan sistem sekolah, sebagai pembinaan warga negara yang
cerdas berpengetahuan, berkepribadian, serta produktif; dan ketiga, mampu
merespon tuntutan-tuntutan masa depan dalam arti sanggup melahirkan
manusia yang memiliki kesiapan memasuki era globalisasi, industrialisasi
maupun era informasi.[20]
Maka dari itu, model organisme/sistemik dapat diimplementasikan
dalam pengembangan pendidikan agama Islam di sekolah, mengingat
kegiatan pendidikan agama yang berlangsung selama ini lebih banyak
bersikap menyendiri, kurang berinteraksi dengan kegiatan-kegiatan
pendidikan lainnya. Cara kerja semacam ini kurang efektif untuk keperluan
penanaman suatu perangkat nilai yang kompleks. Selain itu, metodologi
pendidikan agama kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai
kegamaan serta terbatasnya bahan-bahan bacaan keagamaan. Buku-buku
paket pendidikan agama saat ini belum memadai untuk membangun
kesadaran beragama, memberikan keterampilan fungsional keagamaan dan
mendorong perilaku bermoral dan berakhlak mulia pada peserta didik.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah membaca makalah ini secara seksama, maka dapatlah
disumpulkan bahwa bahwa sumber belajar pendidikan agama Islam adalah
semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat
digunakan oleh peserta didik untuk mengenal, memahami menghayati,
mengimani, bertaqwa, berakhlaq mulia , mengamalkan ajaran Islam yang
berlandaskan Al-Quran dan Hadits sebagai sumber belajar yang utama.
Terdapat dua sumber Pendidikan Agama Islam yaitu sumber utama
atau pokok yang terdiri dari Al-Quran dan Al-Hadits dan yang kedua adalah
sumber tambahan yang terdiri atas manusia, buku, lungkungan, media
massa, media pengajaran dan tentunya sumber tambahan lain yang tidak
tertulis dalam makalah ini.
Peranan sumber belajar PAI dapat diuraikan menjadi peranan
dalambentuk individual, dalam bentuk klasikal dan juga dalam bentuk
kelompok.
Sementara itu, pengembangan sumber belajar Pendidikan Agama
Islam dapat dilakukan pada dua aspek, yaitu pengembangan dari segi teknisi
pelaksanaan misalnya study tour, menanamkan nilai-nilai pribadi siswa
misalnya tanggungjwab, disiplin, mandiri dll., pemberian tugas dan
sebagainya. Serta pengembangan dari sumber belajar PAI dari segi konten
pembelajaran yang meliputi 3 model, yaitu: model dikotomis, model
mekanisme dan model organism atau sistemik.
B. Saran
Setelah mempelajari makalah ini, maka tentunya sebagai seorang
pendidik, diharapkan mampu memanfaatkan segala sumber-sumber belajar
yang tersedia demi tercapainya tujuan pendidikan Agama Islam yang
diharapkan. Tidak hanya sampai di situ, pengembangan sumber-sumber
pendidikan Agama Islam adalah mutlak dilakukan agar pemahaman
pendidikan Agama Islam berjalan secara dinamis dan menyeluruh.
16

Daftar Pustaka
Abdurrahmansyah,2005, Wacana Pendidikan Islam,
Implementasi
Kurikulum
Metodologi
dan
Moralitas.Yogyakarta: Global PustakaUtama

Khasanah, Filosofi dan


Tantangan
Pendidikan

Agus,Bustanuddin.1999, Pengembanga. Ilmu-ilmu Sosial Studi Banding antara


Pandangan Ilmiah dan Ajaran Islam.Jakarta: Gema Insani
Aziz,Abdul.PengertiandanTujuanPendidikanAgamaIslam,http://islamblogku.blogspot
.com/2009/07. Diakses 05 Januari 2014
Departemen Agama RI, 2002, Mushaf Al-Quran dan Terjemah. Depok:Al-Huda
Haryanto. Pengertian Media Pembelajaran, http://belajarpsikologi.com/pengertianmedia-pembelajaran/. Diakses 05 Januari 2014
Karwono.Seminar
Sumber
Belajar,http://karwono.wordpress.com/2007/11/09/seminar-sumber-belajar/,
Diakses 05 Januari 2014
Maarif, Syamsul.2007, Revitalisasi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu
Muhaimin.2004, Paradigma Pendidikan Agama Islam, Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya
Muhaimin.2009, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Muhaimin Dkk.1993, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka
Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya
Mutahhari, Murtadha. 1984, Perspektif al-Quran tentang Manusia dan Agama.
Bandung: Mizan
Nata,Abuddin.2011, Prespektif
Kencana

Islam

tentang

Strategi

Pembelajaran. Jakarta:

Romli,ASM.PengertianMediaMassa,http://www.komunikasiuinbandung.info/2013/05
/pengertian-media-massa.html. Diakses 05 Januari 2014
Rohani HM, Ahmad. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Tafsir, Ahmad.2004,
Press

Metode Khusus Pengajaran Agama Islam.Bandung: Raja Wali

Zuhairini. 1992, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

[1] Drs. Ahmad Rohani HM, M. Pd., Pengelolaan Pengajaran, (PT. Rineka Cipta, Jakarta,)hal. 161162.

Ahmad Tafsir, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam,(Bandung, Raja


Wali Press,2004) hal. 86.
[3]Abdul
Aziz, Pengertian
dan
Tujuan
Pendidikan
Agama
Islam,http://islamblogku.blogspot.com/2009/07. Diakses 05 Januari 2014
[4] Abuddin Nata, Prespektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta:
Kencana, 2011), Cet-2, h.297
[5] Departemen Agama RI, Mushaf Al-Quran dan Terjemah, (Depok:Al-Huda,
2002) h.274
[6] ASM.Romli, Pengertian
Media
Massa,http://www.komunikasiuinbandung.info/2013/05/pengertian-media-massa.html. Diakses
05 Januari 2014
[7] Haryanto,
S.Pd.,
Pengertian
Media
Pembelajaran, http://belajarpsikologi.com/pengertian-media-pembelajaran/. Diakses 05
Januari 2014
[8]Prof.Dr.Karwono,
M.Pd., Seminar
Sumber
Belajar,http://karwono.wordpress.com/2007/11/09/seminar-sumber-belajar/,
Diakses 05 Januari 2014
[9] Ibid.
[10] Muhaimin, Paradigma
Pendidikan
Agama
Islam,
Upaya
Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004), hlm. 60
[2]

[11]Bustanuddin Agus, Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Studi Banding antara Pandangan


Ilmiah dan Ajaran Islam (Jakarta: Gema Insani, 1999), hlm. 12
[12] Syamsul Maarif, Revitalisasi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hlm.15.
[13]Murtadha Mutahhari, Perspektif al-Quran tentang Manusia dan Agama (Bandung: Mizan,
1984), hlm. 82-93
[14]Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka
Dasar Operasionalisasinya (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm.124.
[15] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di

Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009),


hlm.36
[16] Abdurrahmansyah, Wacana Pendidikan Islam, Khasanah, Filosofi dan Implementasi
Kurikulum Metodologi dan Tantangan Pendidikan Moralitas (Yogyakarta: Global Pustaka Utama,
2005), hlm. 145.
[17] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum, Op.Cit. hlm. 37
[18] Muhaimin,Rekonstruksi Pendidikan Islam, Op.Cit. hlm. 67.
[19] Ibid.
[20] Zuhairini, et.al. Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm.56.

Anda mungkin juga menyukai