Anda di halaman 1dari 9

NUZULUL QUR'AN

Diposkan oleh KUMPULAN MAKALAH di 18:30


ADSENSE HERE!

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Allah s.w.t. menurunkan al-Quran kepada Rasul kita Muhammad s.a.w. untuk memberi petunjuk kepada
manusia. Turunnya al-Quran merupakan peristiwa besar yang sekaligus menyatakan kedudukannya bagi
penghuni langit dan penghuni bumi. Turunnya al-Quran pada malam lailatul qadar merupakan
pemberitahuan kepada alam tingkat tinggi yang terdiri dari Malaikat-Malaikat akan kemuliaan umat
Muhammad s.a.w. Turunnya al-Quran yang kedua kalinya secara bertahap, berbeda dengan kitab yang
sebelumnya, sangat mengagetkan orang dan menimbulkan keraguan terhadapnya, sebelum jelas bagi
mereka rahasia hikmah ilahi yang ada dibalik itu. Rasulullah tidak menerimarisalah agung ini sekaligus dan
kaumnya pun tidak puas dengan risalah tersebut karena kesombongan dan permusuhan mereka. Olehnya itu
wahyupun turun berangsur-angsur untuk menguatkan hati rasul dan menghiburnya serta mengikuti
peristiwa dan kejadian-kejadian sampai Allah menyempurnakan agama ini dan mencukupkan nikmat-Nya.
1.
Berbicara tentang Nuzul al-Quran (turunnya al-Quran) seakan kita membicarakan suatu peristiwa yang
sakral yang terjadi pada beribu-ribu tahun yang lampau. Olehnya itu pantas seorang Nasr Hamid Abu Zaid,
mempertanyakan eksistensi peristiwa tersebut, sebagaimana ia katakana bahwa konsep tentang Nuzul al-
Quran masih menyisakan pertanyaan mengenai bagaimana komunikasi antara Allah dan Malaikat-Nya :
pertama, berkaitan dengan kode yang digunakan dalam komunikasi tersebut, dan kedua, komunikasi antara
Malaikat dengan Rasul mengenai proses penerimaan wahyu selama kode yang dipergunakan oleh keduanya
adalah bahasa Arab. Pertanyaan-pertanyaan sulit ini merupakan masalah sentral dari salah satu Ulum al-
Quran, yaitu bagaimana proses inzal dan maknanya2.

B. Rumusan Masalah
Dengan demikian, dari permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa makna Nuzul al-Quran ?
2. Apakah fungsi Nuzul al-Quran?
3. Bagaimanakah proses turunnya al-Quran itu?
4. Apakah hikmah diturunkannya al-Quran secara berangsur-angsur?
5. Kapankah masa turunnya al-Quran itu?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Makna Nuzul al-Quran


Nuzul al-Quran terdiri dari dua kata yaitu Nuzul dan al-Quran. Menurut bahasa, kata Nuzul dalam kamus
lisan al-Arab berarti (al-hulul) berdiam atau tinggal3. Sedangkan menurut Az-Zarqani, penggunaan Nuzul
itu sendiri mengandung dua pengertian. Pertama berarti: tinggal disuatu tempat dan berdiam atau
beristirahat ditempat itu. Kedua berarti: turunnya sesuatu dari tempat yang tinggi menuju ke tempat yang
rendah4.
Sedangkan makna al-Quran secara bahasa banyak diperselisihkan oleh para ulama, ada yang mengatakan
Musytaq dan ada yang mengatakan Jamid. Akan tetapi, secara sederhana apabila kita buka dalam kamus
Arab al-Munawwir misalnya, kata tersebut berarti bacaan karena makna tersebut diambil dari makna
Qiraatun atau Quran , yaitu bentuk masdar dari Qaraa.
Rangkaian dua kata tersebut yang terdiri dari susunan idhofah memberikan pemahaman bahwa yang
dimaksudkannya adalah turunnya al-Quran sendiri. Akan tetapi kata sebahagian ulama khalaf: kebanyakan
orang telah menafsirkan Nuzul pada beberapa tempat dalam al-Quran bukan dengan maknanya yang
terkenal, lantaran kesamaran yang terjadi bagi mereka ditempat-tempat itu, lalu menjadilah tafsiran mereka
hujjah bagi orang yang menafsirkan Nuzul al-Quran itu dengan tafsir mutakallimin. Diantara mereka ada
yang mengatakan, bahwa yang dikehendaki dengan menurunkan al-Quran ialah melahirkan dari tempat
yang tertinggi, kemudian malaikat Jibril menurunkannya dari tempat tersebut, dan diantara mereka ada
yang berkata, yang dikehendaki dengan menurunkan al-Quran ialah memberitahu kepada malaikat,
sehingga mereka paham, kemudian mereka membawa turun apa yang telah mereka pahamkan itu6.
Untuk menolak keraguan, Hasbi Ash Shiddiqy memberikan pernyataan bahwa hakikat keadaan turun yang
terdapat dalam kitab Allah ada tiga macam:
Pertama: Turun yang ditegaskan bahwa dia itu diturunkan dari Allah.
Kedua: Turun yang ditegaskan bahwa dia itu diturunkan dari langit.
Ketiga: Turun yang tidak dikaitkan dengan turunnya dari Allah dan tidak pula dikaitkan dengan turunnya
dari langit.7 Ketiga pernyataan tersebut semuanya bisa kita temui dalam al-Quran.
Pertama, firman Allah dalam surah Al-Anam, ayat 114 yang berbunyi:

Artinya:
Bahwa al-Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenar-benarnya, maka janganlah kamu sekali-
kali termasuk orang yang ragu-ragu.
Kedua, firman Allah dalam surah Al-Hijr, ayat 22 yang berbunyi :


Artinya:
Dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah
kamu yang menyimpannya.
Ketiga, firman Allah dalam surah Al-Fath, ayat 4 yang berbunyi:

Artinya:
Dialah (Allah) yang telah menurunkan ketenangan kedalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan
mereka bertambah disamping keimanan mereka (yang telah ada).
Diantara ketiga ayat yang dikutip diatas, ketika kita memperbincangkan masalah makna Nuzul dalam
kaitannya dengan Nuzul al-Quran, menurut hemat penulis ayat yang pertamalah yang paling mendekati
kebenaran, karena memang pada kenyataannya al-Quran itu diturunkan dari Allah merupakan kalam Allah
yang tidak bisa diganggu gugat, bukan kalam orang lain. Dan tidaklah kita katakan bahwa al-Quran itu
ibarah dari kalamnya, dan apabila dibaca oleh seorang pembaca, tidaklah dikatakan kalam pembaca itu
sendiri, karena kalam itu disandarkan kepada orang yang mengatakannya pada permulaan, bukan kepada
orang yang menyampaikannya. Adapun cara Allah menurunkannya akan dibahas pada pembahasan
berikutnya.
Kemudian pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah kalau al-Quran itu diturunkan, terus apanyakah
yang diturunkan? Apakah lafadznya ataukah maknanya? Karena hal ini mengundang perdebatan dikalangan
ulama, diantaranya ada yang berpendapat bahwa:
a. Pendapat pertama, menetapkan bahwa yang diturunkan itu lafadz dan makna. Jibril menghafal al-
Quran dari Lauh al-Mahfudz kemudian menurunkannya.
b. Pendapat kedua, menetapkan bahwa Jibril menurunkan maknanya saja. Rasul memahami makna-
makna itu, lalu beliau mentabirkan dengan bahasa Arab.
c. Pendapat ketiga, menetapkan bahwa Jibril menerima lalu Jibril mentakbirkannya dengan bahasa
Arab. Dan ada paham bahwa isi langit membaca al-Quran itu dengan bahasa Arab. Lafadz Jibril itulah
yang diturunkan kepada Nabi s.a.w.8
Ketiga pendapat tersebut kalau kita tengok dalam al-Quran sebenarnya sudah dijelaskan. Hal ini juga
terkait dengan al-Quran apakah ia sebagai lafadz atau makna. Diantaranya firman Allah sebagai berikut:

Artinya :
Tetapi dia (sebenarnya) Quran yang mulia (termaktub) di Lauh al-Mahfudz.
(Q.S. al-Buruj:21-22)

Artinya:
Sesungguhnya al-Quran itu adalah benar-benar wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul yang mulia.
(Q.S. al-Haqqah:40).


Artinya:
Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), kedalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah
seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan. (Q.S. Asy-Syuara:193-194).
Ayat pertama dipahami oleh sebagian ulama bahwa al-Quran itu dinisbahkan kepada Allah. Allah
menjadikannya di Lauh al-Mahfudz, sementara ayat kedua dipahami oleh sebagian ulama, bahwa lafadz al-
Quran adalah lafadz Jibril, sementara ayat ketiga dipahami juga oleh sebagian ulama, bahwa lafadz al-
Quran itu adalah lafadz Rasul sendiri. Kalau demikian, tentulah yang diturunkan kepada Nabi s.a.w.
adalah makna al-Quran, lalu Nabi menyebutnya dengan memakai lafadz Nabi sendiri.9
Para muhaddits berpendapat bahwa, pendapat yang terdekat kepada kebenaran dan keagungan al-Quran,
ialah pendapat yang pertama. Itulah yang lebih tepat dan lebih sesuai dengan kedudukan al-Quran sebagai
kalamullah dan sebagai suatu mukjizat.
Al-Juwainy berkata: kalamullah itu (yang diturunkan) terbagi dua yaitu:
Pertama, bahagian yang Allah sampaikan kepada Jibril: katakanlah kepada Nabi yang engkau diutus
kepadanya, bahwa Allah SWT, berkata begini, atau menyuruh mengerjakan begini, atau memerintahkan
begini. Jibril memahami apa yang difirmankan oleh Allah s.w.t., kemudian ia membawa turun kepada Nabi
dan lalu menyampaikannya apa yang difirmankan Allah s.w.t. kepadanya. Akan tetapi, bukan dengan ibarat
yang didengar oleh Allah s.w.t., yakni yang disampaikan itu hanya maknanya saja.
Kedua, bahagian yang Allah sampaikan kepada Jibril: Bacalah kepada Nabi kitab ini, maka Jibril turun
membawa yang disuruh baca itu dengan tidak mengubah lafadz. Hal ini serupa dengan utusan yang
diserahkan kepadanya suatu surat dan diperintahkan ia membaca surat itu kepada orang yang dimaksudkan,
maka yang membawa surat dan yang membacanya, tentulah membacanya persis sebagai isi surat sendiri,
sedikitpun tidak berubah.10
Al-Ashfahani mengatakan dalam muqaddimah tafsirnya bahwa Ahlu Sunnah wal Jamaah telah sepakat
bahwa kalamullah itu diturunkan, tetapi mereka berbeda pendapat dalam mengartikan inzal (turunnya) al-
Quran. Sebahagian lagi mengatakan bahwa Allah mengilhamkan kalam-Nya kepada Jibril, dengan
mengajarkan bacaan kalam itu kepada Jibril. Setelah itu Jibril melakukan bacaan tadi di bumi, yang sudah
barang tentu ia turun ke bumi.11
Ringkasnya, bahwa makna diturunkannya al-Quran ialah, diturunkannya dari alam gaib kedalam alam
syahadah dengan jalan menzahirkan rupanya yang bersifat alam kepada para utusan-utusan (para malaikat
yang dijadikan utusan), atau dengan jalan dilahirkan di Lauh al-Mahfudz, atau dihujamkan dalam jiwa
Nabi. Beginilah makna diturunkan al-Quran yang dipegang oleh ulama khalaf. Sebagaimana juga
diterangkan oleh pengarang al-Kulliyat, bahwa makna diturunkan al-Quran, bukanlah dia diangkat dari
satu tempat kesatu
tempat yang lain melainkan hanya maknanya saja, Jibril menurunkan apa yang ia pahami dari kalamullah
di atas langit tujuh lalu turun untuk mengajarkan yang demikian kepada para Nabi di atas bumi.12
2. Fungsi Nuzul al-Quran
Ada beberapa fungsi al-Quran itu diturunkan Allah yang fungsi-fungsinya itu sangat berguna bagi manusia
sebagai khalifah dibumi ini antara lain adalah:13
1. Allah menurunkan al-Quran kepada nabi Muhammad sebagai petunjuk bagi ummat manusia
sebagaimana firman-Nya dalam surah al-baqarah ayat 185:

2. Al-Quran sebagai pembawa berita yang sangat menakjubkan bagi penghuni bumi dan langit.
3. Menjadi penawar atau obat penenang jiwa yang gelisah sebagaimana firman-Nya:

3. Proses Nuzul al-Quran
a. Cara turunnya wahyu Allah (al-Quran) kepada Jibril
Dalam al-Quran terdapat beberapa nash mengenai kalam Allah kepada para malaikat-Nya14. Nash-nash
tersebut dengan tegas menunjukkan bahwa Allah berbicara kepada para malaikat tanpa perantaraan dan
dengan pembicaraan yang dipahami oleh para malaikat itu. Hal itu diperkuat oleh hadits dari Nawas bin
Saman r.a. yang mengatakan: Rasulullah s.a.w. bersabda yang artinya: Apabila Allah hendak memberikan
wahyu mengenai suatu urusan, dia berbicara melalui wahyu, maka langit pun bergetar dengan getaran yang
dahsyat karena takut kepada Allah s.w.t. Apabila penghuni langit mendengar hal itu, maka pingsan dan
jatuh bersujudlah mereka itu kepada Allah. Yang pertama sekali mengangkat muka diantara mereka itu
adalah Jibril, maka Allah membicarakan wahyu itu kepada Jibril menurut apa yang dikehendaki-Nya.
Kemudian Jibril berjalan melintasi para malaikat. Setiap kali ia melalui satu langit, maka bertanyalah
kepadanya malaikat langit itu: apakah yang telah dikatakan kepada tuhan kita wahai Jibril? Jibril menjawab
: Dia mengatakan yang hak dan Dialah Yang Maha Tinggi Lagi Maha Besar. Para malaikat pun mengatakan
seperti apa yang dikatakan oleh Jibril, alu Jibril menyampaikan wahyu itu seperti yang diperintahkan Allah
s.w.t.15.
Olehnya itu, para ulama berpendapat mengenai cara turunnya wahyu Allah yang berupa al-Quran kepada
Jibril dengan beberapa pendapat:
a. Bahwa Jibril menerimanya dengan cara mendengar dari Allah dengan lafalnya yang khusus.
b. Bahwa Jibril menghafalnya dari Lauh al-Mahfudz.
c. Bahwa maknanya disampaikan kepada Jibril, sedang lafalnya adalah lafal Jibril, atau lafal Muhammad
s.a.w.
Menurut pandangan al-Qattan, kalau dilihat dari ketiga pendapat tersebut, maka pendapat pertamalah yang
benar, karena diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Nawas bin Samaan diatas, dan pendapat ini
juga dijadikan pegangan oleh Ahlus Sunnah wal Jamaah16.
Dalam hal ini az-Zarqani memberikan pandangan bahwa : Allah memberikan pemahaman kepada
Jibril mengenai kalam-Nya pada saat berada dilangit, namun Dia tidak berada disuatu tempat, Allah
mengajarinya cara membaca, kemudian Jibril menyampaikannya ke bumi, dan dia turun pada suatu
tempat17.
Sedangkan al-Ghazali mengatakan : Jibril menghafalkan al-Quran dari Lauh al-Mahfudz dan
membawanya turun, sebagian diantara mereka menyebutkan bahwa masing-masing huruf al-Quran dalam
Lauh al-Mahfudz seukuran gunung Qaf, dan bahwa dibalik setiap huruf terdapat makna-makna yang hanya
diketahui oleh Allah s.w.t., dan huruf-huruf itulah merupakan pembungkus makna-makna al-Quran18.
b. Cara Wahyu Allah (al-Quran) turun kepada Nabi Muhammad s.a.w..
Secara garis besar, cara wahyu Allah (al-Quran) turun kepada Nabi, ada yang melalui perantara dan ada
pula tanpa melalui perantara, sebagaimana yang dijelaskan al-Qattan dalam bukunya Mabahits fi Ulum
al-Quran. Turunnya wahyu dengan melalui perantara sebagimana yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa al-Quran turun kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril. Menurut al-Qattan ada
dua cara penyampaian wahyu oleh malaikat Jibril kepada Nabi yaitu:19
Cara Pertama: Datang kepadanya suara seperti dencingan lonceng dan suara yang amat kuat yang
mempengaruhi faktor-faktor kesadaran, sehingga ia dengan segala kekuatannya siap menerima pengaruh
itu. Cara ini yang paling berat buat Rasulullah s.a.w. dengan cara ini, maka ia mengumpulkan segala
kekuatan kesadarannya untuk menerima, menghafal, dan memahaminya. Suara itu mungkin suara kepakan
sayap-sayap malaikat, seperti diisyaratkan dalam hadits:



.
Artinya:
Apabila Allah menghendaki suatu urusan dilangit, maka para malaikat memukul-mukulkan sayapnya
karena tunduk kepada firman-Nya, bagaikan gemerincingnya mata rantai diatas batu-batu yang licin20.
Cara kedua: malaikat menjelma kepada Rasul sebagai seorang laki-laki dalam bentuk manusia. Cara yang
demikian itu, lebih ringan daripada cara yang sebelumnya, karena adanya kesesuaian antara pembicara dan
pendengar. Rasul s.a.w. merasa senang sekali mendengarkan dari utusan pembawa wahyu itu, karena
merasa seperti manusia yang berhadapan dengan saudaranya sendiri.
Keadaan Jibril menampakkan diri seperti seorang laki-laki itu tidaklah mengharuskan ia melepaskan sifat
kerohaniaannya, dan tidak pula berarti bahwa zatnya telah berubah menjadi seorang laki-laki, tetapi yang
dimaksudkan ialah bahwa dia menampakkan diri dalam bentuk manusia tadi untuk menyenangkan
Rasulullah sebagai manusia. Yang sudah pasti keadaan pertama, tatkala wahyu turun seperti dencingan
lonceng, tidak menyenangkan karena keadaan yang demikian menuntut ketinggian rohani dari Rasulullah
yang seimbang dengan tingkat kerohaniaan malaikat, dan inilah yang paling berat.
Pertanyaannya ialah bagaimana komunikasi ini dapat terjadi, padahal terdapat perbedaan watak karena
perbedaan tingkat eksistensi? Jawabannya bahwa ada perubahan yang terjadi pada salah satu dari dua pihak
yang terlibat dalam proses komunikasi sehingga komunikasi dengan pihak lain dapat dimungkinkan. Salah
satunya, Rasulullah berubah dari status kemanusiaannya dan masuk kedalam status kemalaikatan,
kemudian menerima wahyu dari Jibril. Kedua, malaikat mengubah diri masuk ke status kemanusiaan
sehingga Rasulullah dapat menerima wahyu dari Jibril. Yang pertama merupakan situasi yang paling
berat21.
Kata Ibnu Khaldun: Dalam keadaan yang pertama, Rasulullah melepaskan kodratnya sebagai manusia
yang bersifat jasmani untuk berhubungan dengan malaikat yang rohani sifatnya. Sedang dalam keadaan
lain sebaliknya, malaikat berubah dari yang rohani semata menjadi manusia jasmani. Kemudian Ibnu
Khaldun membedakan kedua situasi ini dan mengaitkan masing-masing dari dua situasi tersebut dengan
kode yang dipergunakan dalam komunikasi. Situasi pewahyuan memerlukan kesiapan khusus yang dalam
konteks para nabi merupakan kesiapan fitri yang berasal dari seleksi Ilahiyah terhadap manusia. Dengan
kesiapan ini, nabi yang juga manusia dapat mentransformasikan diri dari kemanusiaannya menjadi malaikat
sehingga, ia dapat menerima wahyu dari malaikat22.
Setelah mereka (para nabi) bergerak dalam tahapan tersebut, melepaskan diri dari kemanusiaan dan
menerima di alam malaikat langit, yang mereka terima (wahyu) dan membawa wahyu itu menurungi
tangga-tangga kemampuan persepsi kemanusiaan, untuk disampaikan kepada manusia. Kadang-kadang
terjadi semacam suara gemuruh yang didengar nabi. Suara tersebut seperti kata-kata yang tidak jelas. Dari
kata-kata itu, ia mengambil ide(pesan) yang disampaikan kepadanya. Suara dengungan itu tidak akan
melenyapkan ide tersebut yang diterima dan dipahaminya itu. Kadang-kadang malaikat yang
menyampaikan wahyu itu muncul dalam rupa seorang laki-laki, kemudian berbicara kepadanya dan ia
memahami (menangkap) apa yang dikatakan kepadanya. Belajar dari malaikat dan kembali ke tingkat
persepsi kemanusiaan serta menangkap apa yang disampaikan kepadanya, semuanya seolah-olah terjadi
dalam sekejap saja, bahkan lebih cepat daripada kelipan mata. Peristiwa itu tidak berada dalam dimensi
waktu. Bahkan seluruhnya terjadi secara simultan dan sedemikian cepat. Oleh karena itu, disebut wahyu
karena wahyu menurut bahasa adalah mempercepat23.
Kedua cara penyampaian wahyu( al-Quran) dari malaikat ke Nabi s.a.w. itu tersebut dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Aisyah Ummul Mukminin r.a. bahwa Harits bin Hisyam r.a. bertanya kepada Rasulullah
s.a.w. mengenai hal itu, Nabi menjawab:



.
Artinya:
Kadang-kadang ia datang kepadaku bagaikan dencingan lonceng, dan itulah yang paling berat bagiku, lalu
ia pergi, dan aku telah menyadari apa yang dikatakannya. Dan terkadang malaikat menjelma sebagai
seorang laki-laki, lalu dia berbicara kepadaku, dan aku pun memahami apa yang dia katakan.
Al-Khattabi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan suara gemerincing lonceng ialah, suara riuh/bising
kedengarannya, sehingga keadaan yang demikian itu menegangkan beliau. Setelah itu barulah beliau dapat
memahaminya24.
Kemudian turunnya wahyu tanpa melalui perantara, ada kalanya melalui dengan mimpi yang benar, dan
ada kalanya melalui dari balik tabir. Peristiwa mimpi yang benar yang dialami Nabi telah dijelaskan dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a. yang berbunyi:

:

Artinya:
Dari Aisyah r.a. dia berkata : Sesungguhnya apa yang mula-mula terjadi pada diri Rasulullah s.a.w. adalah
mimpi yang shalih didalam tidurnya tidak melihat mimpi itu kecuali mimpi itu datang bagaikan terangnya
pagi hari.
Hal ini merupakan persiapan bagi Rasulullah untuk menerima wahyu dalam keadaan sadar, dan tidak tidur.
Kemudian peristiwa yang dapat diambil contoh turunnya wahyu dari balik tabir, seperti yang dialami nabi
s.a.w. ketika beliau menerima perintah shalat pada peristiwa isra dan miraj. Demikianlah pendapat ulama
yang paling sah.
Secara singkat proses turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad s.a.w. telah dijelaskan dalam al-Quran:


.
Artinya:
Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan
wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya
dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.
(Q.S. Asy-Syuara:51).
As-Shobuni dalam kitabnya al-Tibyan fi Ulum al-Quran membagi dua tahap turunnya al-Quran
yaitu:
1. Dari Lauh al-Mahfudz ke sama (langit) dunia secara sekaligus pada malam lailatul qadar.

Dari sama dunia ke bumi secara bertahap dalam masa dua puluh tiga tahun.
Penurunan pertama, dimaksudkan pada malam mubarakah yaitu malam lailatul qadar diturunkanlah al-
Quran secara sempurna ke Baitul Izzah di langit pertama, alasan yang demikian adalah didasarkan dari
nash sebagai berikut:
a. Firman Allah s.w.t. :

.
Artinya:
Haa Miim. Demi Kitab (al-Quran) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu
malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (Q.S. al-Dukhan:1-3).
Firman Allah s.w.t.:
.
Artinya:
Sesungguhnya kami telah menurunkan (al-Quran) pada malam kemuliaan, dan tahukah kamu apakah
malam kemuliaan itu?(Q.S. al-Qadr:1-2)
c. Firman Allahs.w.t.:


.
Artinya:
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan al-Quran
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda(antara yang
hak dan yang bathil). (Q.S. al-Baqarah:185).
Tiga ayat diatas menyatakan bahwa al-Quran diturunkan pada satu malam mubarakah serta dinamai
dengan lailatul qadar yaitu salah satu malam pada bulan Ramadhan. Hal ini menyatakan bahwa turunnya
al-Quran ialah turun tahap pertama keBaitul Izzah dilangit pertama. Sebagai alasannya apabila yang
dimaksud dalam penurunan ini adalah penurunan pada tahap kedua yaitu kepada nabi s.a.w. maka tidaklah
tepat bila dikatakan satu malam dan satu bulan yaitu bulan ramadhan, karena al-Quran diturunkan kepada
nabi dalam masa yang lama yaitu selama masa kerasulan 23 tahun serta diturunkan bukan saja pada bulan
ramadhan tetapi juga pada bulan lainnya. Dari itu nyatalah bahwa yang dimaksudkan adalah penurunan
pada tahap pertama25.
Adapun hadits-hadits shahih yang menguatkan analisa diatas adalah sebagai berikut:
a. Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia berkata : al-Quran itu dipisahkan dari dzikir lalu diturunkan ke Baitul
Izzah dilangit pertama kemudian disampaikan oleh Jibril kepada nabi s.a.w. (Hadits riwayat Hakim).
b. Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia berkata: al-Quran diturunkan sekaligus kelangit pertama (tempat turun
secara berangsur ). Dari sinilah Allah menurunkan kepada Rasul-Nya sedikit demi sedikit. (Hadits riwayat
ThabranY).
c. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas pula bahwa ia berkata : al-Quran diturunkan pada malam lailatul qadar di
bulan suci Ramadhan kelangit pertama secara sekaligus, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur.
(Hadits riwayat Hakim dan Baihaqy).

Penurunan tahap pertama ini, banyak diperselisihkan oleh para ulama. Setidaknya ada tiga pendapat yaitu:
a. Al-Quran itu diturunkan kelangit dunia pada malam al-Qadar sekaligus, yakni lengkap dari awal sampai
akhirnya. Kemudian diturunkan berangsur-angsur sesudah itu dalam tempo 20 tahun atau 23 tahun atau 25
tahun. Berdasar kepada perselisihan yang terjadi tentang berapa lama Nabi bermukim di Makkah sesudah
beliau diangkat menjadi Rasul.
b. Al-Quran itu diturunkan kelangit dunia dalam 20 kali lailatul qadar dalam 20 tahun, atau dalam 23 kali
lailatul qadar dalam 23 tahun, atau dalam 25 kali lailatul qadar dalam 25 tahun. Pada tiap-tiap malam
diturunkan kelangit dunia sekedar yang hendak diturunkan dalam tahun itu kepada Muhammad s.a.w.
dengan syarat berangsur-angsur.
c. Al-Quran itu permulaan turunnya ialah dimalam lailatul qadar. Kemudian diturunkan sesudah itu
dengan berangsur-angsur dalam berbagai waktu26.
Penurunan tahap kedua adalah dari langit pertama ke lubuk hati Nabi s.a.w. dengan cara berangsur-angsur
yang memakan waktu selama 23 tahun yaitu sejak kebangkitannya sebagai rasul sampai beliau wafat.
Adapun alasan bahwa al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur adalah:
a. Firman Allah s.w.t. dalam surat al-Isra:
.

Artinya:
Dan al-Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-
lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.(Q.S. al-Isra:106).
b. Firman Allah dalam surat al-Furqan:


.
Artinya :
Berkatalah orang-orang kafir: Mengapa al-Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja ?;
demikianlah supaya Kami perkuat hati dengannya dan kami membacakannya secara tartil( teratur dan
benar)(Q.S. al-Furqan :32).
Dikatakan bahwa orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik mencela Nabi s.a.w. karena diturunkannya
al-Quran secara terpisah-pisah. Mereka menghendaki agar diturunkannya secara sekaligus sebagaimana
diturunkannya Taurat kepada Musa? Dari peristiwa itu, maka turunlah dua ayat tersebut diatas sebagai
bantahan terhadap mereka. Bantahan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh az-Zarqany mengandung dua
pengertian : (1). Bahwa al-Quran diturunkan kepada Nabi s.a.w. secara berangsur-angsur dan(2). Kitab
samawi sebelumnya diturunkan secara sekaligus, sebagaimana telah populer dikalangan jumhur ulama
bahkan dapat dikatakan ijma.
Analisa dari dua pengertian diatas adalah; (1). Allah membenarkan apa yang dikemukakan oleh mereka
bahwa turunnya kitab-kitab samawi terdahulu adalah sekaligus. Dapat ditandai bahwa Allah menjawab
pertanyaan mereka secara filosofis bahwa turunnya al-Quran adalah berangsur-angsur dan andaikata
turunnya kitab-kitab samawi sebelum al-Quran secara berangsur-angsur pula sebagaimana halnya al-
Quran, niscaya Allah akan memberi bantahan terhadap mereka bahwa mereka tidak membenarkannya
(mendustakannya). (2) Penurunan secara berangsur-angsur adalah merupakan sunnatullah, sebagaimana
Dia menurunkan sekaligus kitab-kitab kepada para Nabi terdahulu.
4. Hikmah diturunkannya al-Quran secara berangsur-angsur
a. Menetapkan hati Rasul yang menjadi pertanyaan kenapa hati Rasul perlu dinisbahkan? Hal itu Nabi
dikarenakan berdakwah kepada orang banyak selalu saja mendapat tantangan dari orang-orang yang anti
kepadanya, tambah lagi sifat orang-orang tersebut kasar dan bengis serta tidak menunjukkan sikap yang
bersahabat. Maka hal seperti itu perlu diberi semangat dan kekuatan kepada Rasul bahwa apa yang dia
alami itu sama dengan yang dialami oleh Nabi-nabi dan para Rasul terdahulu.
b. Untuk melemahkan lawan-lawannya, orang-orang yang anti kepadanya Rasulullah senantiasa
melakukan upaya yang dapat menyudutkannya. Diantara upaya tersebut adalah dengan menunjukkan
tantangan yang sepertinya Rasulullah tidak dapat membuktikannya. Misalnya tantangan mereka agar
Rasulullah minta kepada Allah untuk menurunkan azab kepada mereka. Apa yang mereka minta itu
dibuktikan oleh Rasulullah dan Allah menurunkan azab kepada mereka pada waktu itu juga.
c. Mudah dipahami dan dihafal, bagi bangsa yang buta huruf sulit dapat menghafal dan memahami sesuatu
yang harus dipahami atau dihafal. Oleh karena itu, diturunkan al-Quran itu secara berangsur-angsur
menjadi mudah dihafal dan dipahami serta diamalkan.
d. Sesuai dengan lalu lintas peristiwa atau kejadian, al-Quran diturunkan sesuai dengan kejadian atau
peristiwa-peristiwa yang muncul pada waktu itu, misalnya peristiwa tayammum sebagai pengganti wudhu
ketika tidak diperoleh air27.
5. Masa Turunnya Al-Quran
Al-Quran mulai diturunkan kepada Nabi ketika sedang berkhalwat di gua hira pda malam senin,
bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. = 6 Agustus 610
M.
Ibnu Ishaq, seorang pujangga tarikh Islam yang ternama menetapkan bahwa malam itu, ialah malam ke-17
Ramadhan. Penetapan ini dapat dikuatkan dengan isyarat al-Quran sendiri. Sebagaimana firman Allah
s.w.t.:
.
Artinya :
Jika kamu telah beriman kepada Allah dan kepada sesuatu yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami
pada hari al-Furqan, yaitu hari bertemunya dua pasukan.
(Q.S. al-Anfal:41)
Dikehendaki dengan hari bertemunya dua pasukan yaitu hari bertemunya tentara Islam dengan tentara
Quraisy Musyrikin dalam pertempuran di Badar. Yang demikian itu tepat jatuhnya pada hari Jumat tanggal
17 Ramadhan, walaupun tidak dalm setahun28.
Masa turunnya al-Quran ini terbagi dua yaitu sebelum hijrah Nabi s.a.w. dan sesudahnya.
Pertama: Masa Rasul s.a.w. tinggal di Makkah, selama 12 tahun 5 bulan 12 hari, terhitung sejak tanggal 17
Ramadhan tahun ke- 14 dari kelahirannya, sampai awal Rabiul Awal tahun ke-54 sejak kelahirannya.
Semua ayat yang diturunkan di Makkah dan sekitarnya, sebelum hijrah, disebut ayat Makkiyah29.
Kedua: Ayat-ayat yang turunnya sesudah Nabi s.a.w. yang telah hijrah di Madinah, sekalipun tidak persis
turun di Madinah, disebut ayat Madaniyyah, yaitu selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, yakni dari permulaan
Rabiul Awwal tahun 54 dari Milad Nabi, hingga 9 Dzulhijjah tahun 63 dari Milad Nabi, tahun 10
Hijriyah30
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan yang tersebut diatas, maka dapat disimpulkan beberapa pernyataan
sekaligus menjadi kesimpulan sebagai berikut:
1. Makna yang terkandung dalam istilah Nuzul al-Quran sebenarnya bukan hanya terkait dengan
turunnya al-Quran itu saja, akan tetapi terkait juga dengan sesuatu yang diturunkan, yaitu berupa lafadz
dan makna, dan proses turunnya al-Quran mulai dari Allah sebagai sumber aslinya dengan perantaraan
malaikat Jibril, kemudian disampaikan kepada Nabi Muhammad s.a.w., sehingga sampai kepada kita
semua.

2. Salah satu fungsi yang paling mendasar diturunkannya al-Quran ialah, untuk menjadi petunjuk dan
pedoman hidup bagi manusia semuanya, baik dalam kehidupan duniawi maupun ukhrawi.

3. Proses turunnya al-Quran dikenal melalui dua tahap yaitu dari Lauh al-Mahfudz ke sama (langit) dunia
secara sekaligus pada malam lailatul qadar, dan dari sama dunia ke bumi secara bertahap dalam masa dua
puluh tiga tahun, selama masa kerasulan Nabi s.a.w.
4. Salah satu hikmah yang paling mendasar diturunkannya al-Quran secara berangsur-angsur adalah
untuk memperteguh hati nabi Muhammad s.a.w., sebab wahyu yang diturunkan pada setiap kejadian, itu
akan lebih memperteguh kepercayaan dalam hati, memperkuat inayah kepada Rasul yang menerimanya dan
menambah seringnya kedatangan Malaikat Jibril kepadanya. Sehingga hubungan Rasulullah dengan Jibril
sebagai pembawa tugas risalah akan selalu baru.

5. Masa turunnya al-Quran dikenal dengan dua masa yaitu sejak Rasulullah tinggal di Makkah dan
setelah beliau hijrah ke Madinah.

B. Implikasi
Penulis yakin dan percaya, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu penulis sangat
mengharapkan sumbangsih pemikiran kepada para pembaca yang bernilai konstruktif untuk perbaikan
makalah ini di kemudian hari. Akhirnya hanya kepada Allahlah penulis senantiasa memohon hidayah dan
taufiq-Nya, semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada penulis khususnya dan para pembaca yang
budiman pada umumnya. Amin Yaa Rabbal Alamin

DAFTAR PUSTAKA

Abu, Zaid, Hamid Nasr, Mafhum an-Nash, Diratsah fii Ulum al-Quran, diterjemahkan oleh, Khoiron
Nahdliyyin, dengan judul, Tekstualitas Al-Quran, Yogyakarta: LKIS, 2003

Abu Anwar, Ulumul Quran sebuah pengantar, Cet. 1, Pekan Baru: PT. Amzah, 2002.

Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran, bulan Bintang, Jakarta: 1992.
Al-Qathan, Manna, Mabahits fi Ulum al-Quran, diterjemahkan oleh Mudzakkir AS dengan judul Studi
Ilmu-Ilmu Al-Quran, Cet.V, Jakarta: PT. Pustaka Literatur Antar Nusa, 2002.

As-Shalih Subhi, Mabahits fi Ulum al-Quran, diterjemahkan oleh Tim Pustaka Firdaus, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1996.

Az-Zarkasyi (Badaruddin Muhammad bin Abdillah), al-Burhan fi Ulumi al-Quran, Cet. III, Beirut: dar al-
Marifat li at-Tibaahwa an-Nasyr,1972.

Az-Zanji, Abdullah Abu, Wawasan Baru Tarikh al-Quran, Bandung : PT. Mizan, 1986.

Al-Zarqani, Muhammad Abd al-Azim, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Quran, Jilid 1, Dar al-Fikr; Beirut :
1998.

Muhammad, Aly Ash-Shabuny, At-Tibyan fi Ulum Al-Quran, Terjemahan, Pengantar Study Al-Quran,
Jakarta: PT. Al-Maarif, 1982.

Munawwir, Ahmad Warson, al-Munawwir, kamus Arab-Indonesia, Pustaka Progressif, Surabaya: 2002.

Iqbal, Mashuri Sirajuddin, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: PT. Angkasa, 1987.

Ibnu Mantsur, Lisan al-Arab (Program CD).

Ibnu Khaldun, (Abdurrahman), Al-Muqaddimah, PT. Beirut, Libanon: Dar Ihya at-Turats al-Arabi.1975.

Ibrahim al-Abyari, Tarikh al-Quran, Cairo: Dar al-Qalam, 1964.

Anda mungkin juga menyukai