Oleh :
Nindy Yuliawati
150070300011037
1.2 Klasifikasi
Klasifikasi menurut CKDNational Kidney Foundation-K/DOQI :
a. Stadium 1 (Kerusakan ginjal dengan GFR normal/meningkat) : GFR=
90ml/mnt/1,73 m2
b. Stadium 2 (Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan) : GFR= 60-
89ml/mnt/1,73 m2
c. Stadium 3 (Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang) : GFR= 30-
59ml/mnt/1,73 m2
d. Stadium 4 (Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat) : GFR= 15-
29ml/mnt/1,73 m2
e. Stadium 5 (dialisis Gagal ginjal): GFR= < 15ml/mnt/1,73 m2
Pria
Wanita
pada wanita sedikit berbeda,
1.3 Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi, etiologi yang sering menjadi
penyebab penyakit ginjal kronik antara lain:
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis (GN) adalah penyakit parenkim ginjal progesif dan difus
yang sering berakhir dengan gagal ginjal kronik, disebabkan oleh respon
imunologik dan hanya jenis tertentu saja yang secara pasti telah diketahui
etiologinya. Secara garis besar dua mekanisme terjadinya GN yaitu
circulating immune complex dan terbentuknya deposit kompleks imun
secara in-situ. Kerusakan glomerulus tidak langsung disebabkan oleh
kompleks imun, berbagai faktor seperti proses inflamasi, sel inflamasi,
mediator inflamasi dan komponen berperan pada kerusakan glomerulus
Glomerulonefritis ditandai dengan proteinuria, hematuri, penurunan fungsi
ginjal dan perubahan eksresi garam dengan akibat edema, kongesti aliran
darah dan hipertensi. Manifestasi klinik GN merupakan sindrom klinik yang
terdiri dari kelainan urin asimptomatik, sindrom nefrotik dan GN kronik. Di
Indonesia GN masih menjadi penyebab utama penyakit ginjal kronik dan
penyakit ginjal tahap akhir.
b. Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh
darah. Masalah yang akan dihadapi oleh penderita DM cukup komplek
sehubungan dengan terjadinya komplikasi kronis baik mikro maupun
makroangiopati. Salah satu komplikasi mikroangiopati adalah nefropati
diabetik yang bersifat kronik progresif. Perhimpunan Nefrologi Indonesia
pada tahun 2000 menyebutkan diabetes mellitus sebagai penyebab nomor 2
terbanyak penyakit ginjal kronik dengan insidensi 18,65%
c. Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor pemburuk fungsi ginjal disamping
faktor lain seperti proteinuria, jenis penyakit ginjal, hiperglikemi dan faktor
lain.Penyakit ginjal hipertensi menjadi salah satu penyebab penyakit ginjal
kronik. Insideni hipertensi esensial berat yang berakhir dengan gagal ginjal
kronik (Kristanto, 2001)
Penyebab lain dari gagal ginjal kronis meliputi:
a. Adanya infeksi : pielonefritis kronik. Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada
salah satu atau kedua ginjal.
b. Mempunyai penyakit peradangan : Glumerulonefritis
c. Penyakit vascular hipertensi : nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna
stenosis arteria renalis. Nefrosklerosis Maligna adalah suatu keadaan yang
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi maligna), maligna
atau penurunan tekanan darah yang berlebihan menyebabkan aliran darah
ginjal berkurang sehingga arteri-arteri yang terkecil (arteriola) di dalam
ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal.
d. Gangguan jaringan penyambung : lupus eritematosus sistematik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistematik progresif. Lupus ini terjadi ketika
antibodi dan komplemen terbentuk di ginjal yang menyebabkan terjadinya
proses peradangan yang biasanya menyebabkan sindrom nefrotik
(pengeluaran protein yang besar) dan dapat cepat menjadi penyebab gagal
ginjal.
e. Gangguan kongerital dan hereditas : penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
f. Penyakit metabolic : hipertensi,diabetes militus, gout, hiperparatiroidisme,
amyloidosis (Price&Wilson, 2006)
Semua faktor tersebut akan merusak jaringan ginjal secara bertahap dan
menyebabkan gagalnya ginjal. Apabila seseorang menderita gagal ginjal akut
yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, maka akan terbentuk
gagal ginjal kronik.
1.4 Faktor risiko
Kondisi-kondisi yang meningkatkan risiko mengalami CKD:
Riwayat penyakit ginjal polikistik atau penyakit ginjal genetik lainnya di
keluarga
Bayi dengan berat badan lahir rendah
Anak-anak dengan riwayat gagal ginjal akut akibat hipoksia perinatal atau
serangan akut lainnya pada ginjal
Hipoplasia atau displasia ginjal
Gangguan urologis, terutama uropati obstruktif
Refluks vesikoureter yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih
berulang dan parut di ginjal
Riwayat menderita sindrom nefrotik dan nefritis akut
Riwayat menderita sindrom uremik hemolitik
Riwayat menderita purpura Henoch-Schnlein
Diabetes Melitus
Lupus Eritermatosus Sistemik
Riwayat menderita hipertensi
Penggunaan jangka panjang obat anti inflamasi non steroid (Suhardjono dkk,
2001)
Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh adanya anemi dan
hipoalbuminemia.
Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang menurun.
Ureum darah dan kreatinin serum meninggi.
Biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1.
Perbandingan ini bisa meninggi (ureum > kreatinin) pada perdarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, penyakit berat dengan
hiperkatabolisme, pengobatan steroid dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang (ureum > kreatinin), pada diet rendah protein
(TKU) dan tes kliren kreatinin (TKK) menurun.
Hiponatremia, umumnya karena kelebihan cairan.
Hiperkalemia biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut (TKK < 5 ml/menit)
bersama dengan menurunnya diuresis. Hipokalemia terjadi pada penyakit
ginjal tubuler atau pemakaian diuretik yang berlebihan.
Hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
Hipokalsemia terutama terjadi akibat berkurangnya absorbsi kalsium di
dalam usus halus karena berkurangnya sintesis 1,25 (OH)2. Hiperfosfatemia
terjadi akibat gangguan fungsi ginjal sehingga pengeluaran fosfor berkurang.
Antara hipokalasemia, hiperfosfatemia, vitamin D, parathormon serta
metabolisme tulang terdapat hubungan saling mempengaruhi.
Fosfatase lindi meninggi, akibat gangguan metabolisme tulang, yang
meninggi terutama isoensim fosfatalase lindi tulang.
Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diit yang tidak cukup / rendah protein.
Peninggian gula darah akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal, yang diperkirakan desebabkan oleh intoleransi terhadap glukosa
akibat resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer dan
pengaruh hormon somatotropik.
Hipertrigliseridemia, akibat gangguan metabolisme lemak, yang disebabkan
oleh peninggian hormon insulin, hormon somatotropik dan menurunnya
lipapase lipoprotein.
Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, base exercise (BE) yang menurun, HCO yang menurun dan
PCO yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam asam organik
pada gagal ginjal dan kompensasi paru paru (Mansjoer, 2002)
Seiring penderita gagal ginjal kronik mengalami mual dan muntah oleh
karena itu porsi makanan diusahakan kecil tapi bernilai gizi dan diberikan
dalam frekuensi yang lebih sering. Makanan dihidanhkan secara menarik,
bervariasi, sesuai dengan kebutuhan penderita. Karena penderita sering
mengalami malnutrisi maka perlu diperhatikan asupan energi dan protein.
Karbohidrat, protein, dan lemak merupakan sumber energi. Pemenuhan
asupan energi terutama diperoleh dari bahan makanan pokok. Masukan yang
adekuat sangat diperlukan untuk mencapai status gizi optinal.
Syarat diet :
Energi cukup yaitu 30 - 35 kkal/kg BB. Asupan energi harus harus optimal
dari golongan bahan makanan non protein. Ini dimaksudkan untuk
mencegah gangguan protein sebagai sumber energi, bahan bahan ini
biasa diperoleh dari minyak, mentega, margarin, gula, madu, sirup, jamu
dan lain lain.
Protein 0,6 - 0,75 g/kg BB. Pembatasan protein dilakukan berdasarkan
berat badan, derajat insufisiensi renal, dan tipe dialisis yang akan dijalani.
Protein hewani lebih dianjurkan karena nilai biologisnya lebih tinggi
ketimbang protein nabati. Mutu protein dapat ditingkatkan dengan
memberikan asam amino esensial murni.
1. Diet protein rendah I : 30 g protein , untuk BB 50 kg.
2. Diet protein rendah II : 35 g protein, untuk BB 60 kg.
3. Diet protein rendah III : 40 g protein, untuk BB 65 kg
Sumber protein ini biasanya dari golongan hewani misalnya telur, daging,
ayam, ikan, susu, dan lain dalam jumlah sesuai anjuran. Untuk
meningkatkan kadar albuminnya diberikan bahan makanan tambahan
misalnya ekstrak lele atau dengan putih telur 4 kali sehari.
1.9 Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2001)
yaitu :
a. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diet berlebihan
b. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem rennin-
angiostensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan
darah selama hemodialysis
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.
2. KONSEP HEMODIALISA
2.1 Definisi
Dialisi adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui
suatu membran berpori dari satu kompartemen cair lainnya. Hemodialisi adalah
suatu mesin ginjal buatan (atau alat hemodialisis) terutama terdiri dari
membran semipermeabel dengan darah di satu sisi dan cairan dialisis di sisi lain.
(Price, 2005) Hemodoalisis adalah suatu dialisis eksternal terdiri dari sebuah coil
yang berfungsi sebagai membran semipermeable (tembus air). Darah pasien
mengalir keluar dari tubuh dan melalui coil dan kemudian kembali ke dalam
tubuh. Selain coil, terdapat juga solusi hipertonic yang disebut dialysate yang
menarik produk-produk buangan yang berasal dari darah melintasi membran
semipermeable. (Reeves, 2001) Hemodialisa adalah suatu tindakan yang
digunakan pada gagal ginjal untuk menghilangkan sisa toksik, kelebihan air,
cairan, dan untuk memperbaiki keseimbangan elektrolit, dengan prinsip filtrasi,
osmosis, dan difusi, dengan menggunakan sistem dialisa eksternal; terdapat
beberapa tipe akses vaskular yang dapat digunakan: pirau-sementara;
sambungan eksternal diantara arteri dan vena; fistula-permanen, sambungan
internal atau tandur diantara arteri dan vena dilengan atau paha; jalur subklavia
atau femoral-sementara, kateter eksternal pada vena besar (Turker, 1999) .
2.3 Penatalaksanaan
a. Prinsip Dialise
Dialise berdasarkan tiga prinsip : difusi, osmose dan ultrafiltrasi. Difusi
berhubungan dengan pergeseran partikel-pertikel dari daerah konsentrasi
yang tinggi ke daerah yang lebih rendah. Didalam tubuh ini terjadi melewati
membran semipermiabel. Difusi berhubungan dengan keperluan pembersihan
bahan yang terlarut dari tubuh pasien ke hemodialise dan peritoneal dialise.
Difusi menyebabkan pergeseran urea, kreatinin dan uric acid dari darah
pasien ke larutan dialisat. Larutan mengandung lebih sedikit partikel-partikel
yang harus dibuang dari aliran darah dan harus ditambah konsentrasi
partikel-partikel yang lebih tinggi. Karena dialisis tidak mengandung produk
sisa protein, konsentrasi dari zatzat ini di dalam darah akan berkurang karena
peergeseran random partikel-partikel lewat membran semipermiabel ke
dialisat. Prinsip yang sama berlaku untuk ionion potasium. Walaupun
konsentrasi sel-sel eritrosit dan protein lebih tinggi didalam darah, molekul-
molekulnya lebih besar dan tidak bisa berdisfusi melalui pori-pori dari
membran karena itu tidak terbuang dari darah.
2.4 Komplikasi
Komplikasi dari hemodialisa menurut Jevon (2004) adalah sebagai berikut :
- Hemodialisis, akibat kerusakan sel darah merah ketika melewati pompa,
dapat menyebabkan hiperkalemia dan henti jantung. Amati adanya nyeri
dada dan
dispnea. Darah didalam sirkuit vena mungkin memiliki tampilan port wine
(Adam & Obsborne 1999)
- Embolisme udara : amati adanya nyeri dada dan dispnea
- Reaksi terhadap membran : jika menggunakan cuprophane (membran
dializer) berbahandasar selulosa, dapat menyebabkan sindrom respon
inflamasi sistemik (Hakim 1993) yang dapat menyebabkan lambatnya
pemulihan ginjal dan peningkatan mortalitas (Hakim et al. 1994)
- Diskuilibrium : komplikasi ini disebabkan oleh pengeluaran ureum dan toksin
uremik secara tiba-tiba dan pasien dapat mengalami nyeri kepala, muntah,
gelisah, konvulsi dan koma (Adam 7 Osborne 1999)
- Infeksi : perhatian yang ketat harus diberikan untuk mempertahankan kondisi
aseptik setiap saat
- Hipoglikemia
- Hipertensi
- Malnutrisi
- Peningkatan berat badan berlebihan saat dialisa
3.1 Penatalaksanaan
1. Non-Farmakologik
Penatalaksanaan utama pada hipoglikemia adalah mengatasi
hipoglikemia dan mencari penyebabnya, penilaian keadaan pasien yang
meliputi keadaan umum pasien, tingkat kesadaran, tanda vital (tekanan
darah, frekuensi pernafasan, frekuensi nadi, dan suhu), pengukuran
konsentrasi glukosa darah, pemasangan jalur intravena, riwayat penggunaan
insulin dan obat antidiabetik oral (waktu dan jumlah yang diberikan) dan
penilaian riwayat nutrisi yang diberikan kepada pasien serta tatalaksana
sesuai dengan alur pengelolaan hipoglikemi harus segera dilakukan. Terapi
insulin atau obat antidiabetik lainnya yang menyebabkan hipoglikemia
segera dihentikan.
Jika pasien masih sadar dapat diterapi menggunakan sumber
karbohidrat oral, pilihlah jenis terapi yang tepat, atau menggunakan terapi
yang paling sederhana yaitu menggunakan larutan glukosa murni 20-30
gram. Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu
gawat, pemberian made atau gel glukosa lewat mukosa rongga mulut
(buccal) dapat dicoba (Waspadji, 2002).
2. Farmakologik
Jika pasien tidak sadar atau tidak dapat mengkonsumsi apapun melalui
oral (nil per os-NPO), jalur intravena harus terpasang. Pemberian 50 cc
dekstrosa 40% secara bolus merupakan terapi awal yang dianjurkan. Terapi
ini diteruskan setiap 10-20 menit jika pasien belum sadar sampai pasien
sadar. Selain itu diberikan cairan dekstrosa 10% per infuse 6 jam per kolf
untuk mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal atau di atas
normal disertai pemantauan glukosa darah. Apabila pasien tetap tidak sadar
tetapi glukosa sudah dalam batas normal, maka dilakukan pemberian
hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau deksametason 10 mg iv
bolus, dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan manitol iv 1,5-2 g/kgBB setiap 6-8
jam. Selanjutnya cari penyebab lain dari hipoglikemia. Untuk menghindari
hipoglikemia berulang, setiap selesai menatalaksana pasien DM dengan
hipoglikemia, perlu dilakukan pencarian penyebab timbulnya hipoglikemia,
atasi penyebab tersebut, dan jika terdapat indikasi, dapat dilakukan evaluasi
dosis dan waktu pemberian insulin atau obat antidiabetik oral. Selain itu
perlu diperhatikan jumlah dan waktu pemberian nutrisi dan olahraga pada
pasien (Waspadji, 2002)
4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia
muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan
(anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau
(ureum), gatal pada kulit.
Riwayat penyakit
1) Sekarang
Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
2) Dahulu
Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign
Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
3) Keluarga
Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat
dan dalam (Kussmaul), dyspnea.
Pemeriksaan Fisik :
1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala:
Tanda:
2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala:
Tanda
Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak
tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik,
friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning.kecendrungan perdarahan.
3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai
koma.
6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala:
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat
malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda:
Tg No Diagnosa
Tujuan Kriteria Standart Interven
l Dx Keperawatan
3 : Moderate
4 : Mild deviation
5 : None.
Tg No Diagnosa
Tujuan Kriteria Standart Interven
l Dx Keperawatan
1 : Severe compromised
2 : Substantial compromised
3 : Moderate compromised
5 : No compromised
Tg No Diagnosa
Tujuan Kriteria Standart Interven
l Dx Keperawatan
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1-4.1 monitor TTV
b.d prosedur 1x24 jam, tidak terdapat tanda tanda infeksi
invasif 1-4.2 hindari menguku
hemodialisa NOC lengan yang terdapat
Keterangan Penilaian :
1 : Severe compromised
2 : Substantial compromised
3 : Moderate compromised
5 : No compromised
Daftar Pustaka
Almatsier, S .2007 .Penuntun Diet, Instalasi Gizi Perjan RSCM .Jakarta : Gramedia .
Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Volume 3 Edisi 13.
Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.
Hartono, Andry .2004 . Terapi Gizi dan Diett Rumah Sakit .Jakarta : Buku Kedokteran
EGC .
Kristanto, David . 2011. Gagal Ginjal Kronik .Bekasi : Media Komunitas Info .
Mansjoer A, et al. 2002. Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Smeltzer SC dan Bare BG. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth.Ed.8. Vol.2. Jakarta: Kedokteran EGC
Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP.2001. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI
Suwitra K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit
Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003.