Pendahuluan
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan,
proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan penyakit
yang artificial atau man mad disease. World Health Organization (WHO) membedakan empat
kategori penyakit akibat kerja: penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, seperti
Pneumokoniosis, penyakit yang salah satunya penyebabnya ialah pekerjaan, seperti
carcinomaBronkhogenik, penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab diantara
faktor-faktor penyebab lainnya seperti Bronchitis kronis, penyakit dimana pekerjaan
memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya seperti Asma.Faktor penyebab Penyakit
Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja,
lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan
dalam 5 golongan antara lain: golongan fisik (suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin),
tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik), golongan kimiawi
(bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan
kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut), golongan biologis (bakteri,
virus atau jamur), golongan fisiologis (biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara
kerja), golongan psikososial (lingkungan kerja yang mengakibatkan stres). Penyakit Akibat Kerja
pada akhirnya dapat mempengaruhi kesehatan individu pekerja dalam menjalani kehidupan
sehari-hari seperti dalam produktivitas kerja yang sebetulnya sangat diharapkan konsistensinya.
Melalui tinjauan pustaka ini diharapkan pembaca dapat memahami pentingya mengetahui
penyakit-penyakit akibat kerja serta faktor-faktor yang mempengaruhi
Isi
Anamnesis
Anamnesis adalah wawancara seksama yang dilakukan pasien yang berguna untuk
menunjang diagnosis penyakit seorang pasien. Seringkali, diagnosis yang baik sudah dapat
menentukan penyakit seseorang. Anamnesis merupakan gabungan dari keahlian mewawancarai
dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala dan tanda suatu penyakit sehingga dapat
melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang yang sesuai untuk penyakit tersebut.
Dalam penegakkan diagnosis penyakit paru lingkungan atau penyakit paru kerja, maka
anamnesis tentang riwayat pekerjaan atau lingkungan merupakan suatu alat yang amat berguna
dalam menentukan apakah suatu problem respirasi ada hubungannya dengan suatu paparan debu
tertentu. Pertanyaan pada anamnesis harus sistematis, lengkap,kronologis.2
Pemeriksaan
1. Fisik
Sebagian besar kasus tidak menunjukkan adanya tanda gangguan fisik. Hal tersebut
tidak berarti bahwa langkah pemeriksaan fisik dapat dihilangkan atau hanya sepintas.
Observasi menyeluruh terhadap pasien akan mengungkapkan pasien yang napasnya
memburuk pada waktu istirahat atau setelah melakukan tes fungsi paru. Hal ini juga penting
dalam menentukan diagnosis banding atau mencari kemuginan terjadinya komplikasi,
misalnya gagal jantung ataustenosis katup mitral yang mungkin tidak berhubungan dengan
kerja.2
2.
Pemeriksaan Penunjang1-3
Pemeriksaan Rontgen paru
Computed Tomography (CT) Scanning
Tes Fungsi Paru
Tes fungsi paru saat istirahat (spirometri, volume paru, kapasitas difusi) merupakan tes
diagnostik yang penting untuk menentukan status fungsi paru pasien dengan penyakit
paru kerja, terlebih pada proses interstitial.Meskipun hasil tes fungsi paru tidak spesifik
untuk beberapa penyakit paru akibat kerja, tetapi pemeriksaan ini amat penting untuk
Diagnosis Klinis
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang bersifat menahun, disebabkan oleh kuman
mycobacterium tuberculosis, yang sering dihinggapi adalah paru-paru. Pada tingkat awal TB
paru hanya dapat diketahui dengan tuberculine test (untuk balita) dan dengan rontgen. Pada
tingkat selanjutnya ditemukan ditemukan mycobacterium tuberculosis dalam dahak, disamping
gejala-gejala : batuk, batuk darah, sesak nafas, nyeri dalam dada, demam, keringat malam hari,
berat badan menurun, dsb.5
Klasifikasi pasien TB
Diagnosis Okupasi
Untuk mendiagnosis suatu Penyakit Akibat Kerja (PAK) dapat melalui 7 langkah
berikut:1,4
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan
penyakit tersebut.
6. Cari adanya kemungkinan lain yang mungkin dapat merupakan penyebab penyakit.
Keluhan pernafasan bisa memburuk dalam waktu 2-5 tahun setelah penderita
berhenti bekerja. Kerusakan di paru-paru bisa mengenai jantung dan menyebabkan gagal
jantung yang bisa berakibat fatal. Jika terpapar oleh organisme penyebab tuberkulosis
(Mycobacterium Tuberculosis, penderita silikosis mempunyai resiko 3 kali lebih besar
untuk menderita tuberkulosis. 4,6
demam,
batuk,
penurunan berat badan, dan
gangguan pernafasan yang berat.
2. Silikosis akselerata, terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang lebih banyak
selama waktu yang lebih pendek (5-10 tahun). Peradangan, pembentukan jaringan parut
dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat.
3. Silikosis akut, terjadi akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar, dalam
waktu yang lebih pendek. Paru-paru sangat meradang dan terisi oleh cairan, sehingga
timbul sesak nafas yang hebat dan kadar oksigen darah yang rendah.
Pada berbagai jenis pekerjaan yang berhubungan dengan silika penyakit ini dapat terjadi, pada:
Industri yang memakai silika sebagai bahan misalnya pabrik amplas dan gelas.
Pabrik semen
Diagnosis Diferensial
Asbestosis
Pekerjaan beresiko
Derajat pajanan terhadap asbes yang tinggi dapat timbul pada pembuatan produk
berbahan semen asbes, pertambangan, dan pemrosesan serat asbes, pembongkaran
gedung dan renovasi bangunan dengan membuang bahan yang terbuat dari asbes,
pekerjaan isolasi seperti pelapisan katel uap, penggantian isolasi tungku pembakaran,
dsb. Pekerja lain yang terpaja termasuk pekerja perbaikan dan pemeliharaan d galangan
kapal, kilang minyak, stasiun tenaga listrik, dan pekerja bangunan.
Tatalaksana
Diagnosis
II. Stanosis
Pada stanosis biasanya tidak terdapat fibrosis yang massif, tidak ada tanda-tanda
cacat paru, dan jarang terjadi komplikasi. Pada keadaan sakit tingkat permulaan,
gambaran Ro paru menunjukkan penambahan corakkan danpelebaran hilus. Kemudian
menampak noduli di daerah antar iga ketiga, mula-mula di paru kanan, lalu di paru kiri.
Lebih lanjut, penambahan corakan hilang, sedangkan noduli semakin jelas dan opak.7
Manifestasi Klinik
Etiologi
1. Jenis debu
a. Debu non-fibrogenik
Debu yang tidak menimbulkan reaksi jaringan paru (debu, besi, timah, kapur).
Pada dosis tetap merangsang dan menimbulkan reaksi jaringan, memproduksi
lender banyak, menyebabkan perubahan jaringan retikulin, disebut
pneumoconiosis non-kolagen.
b. Debu fibrogenik
Adalah debu yang menimbulkan reaksi jaringan paru (fibrosis), juga disebut
pneumoconiosis kolagen seperti batubara, silica bebas dan asbes.
Jenis Etiologi
Coal Worker Pneumokoniosis Batu bara
Silikosis Silica
Asbestosis Asbes
Siderosis Besi
Berryliosis Berilium
2. Sifat debu
Penyakit atau gangguan saluran nafas akibat inhalasi debu, dipengaruhi oleh:
a. Factor debu: sifat kimiawi, bentuk, ukuran partikel, daya larut, konsentrasi dan
lama pajanan.
b. Factor individu: mekanisme pertahan paru
Debu Industri
o Deposite particulate matter: debu yang sementara di udara, kemudian
mengendap karena gaya tarik bumi.
o Suspended particulate matter: debu yang tetap di udara dan tidak mudah
mengendap.
Patofisiologi
Dengan menri napas, udara yang mengandung debu masuk kedalam paru-paru. Apa yang
terjadi dengan debu itu, sangat tergantung dari pada besarnya ukuran debu. Debu-debu berukuran
diantara 5-10 mikron akan ditahan oleh jalan pernafasan bagian atas, sedangkan yang berukuran
3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah jalan pernapasan. Partkel-pertikel yang besarnya diantara
1 dan 3 mikron berukuran 0,1-1 mikron tidak begitugampang hinggap dipermukaan alveoli, oleh
karena debu-debu ukuran demikian tidak mengendap. Debu-debu yang partikel-partikelnya
berukuran kurang dari 0,1 mikron bermassa terlalu kecil, sehingga tidak hinggap di permukaan
alveoli atau selaput lendir, oleh karena gerakan Brown, yang menyebabkan debu demikian
bergerak ke luar masuk alveoli.5,8
Beberapa mekanisme dapat dikemukakan sebagai sebab hingga dan tertimbunnya debu
dalam paru-paru. Salah satu mekanisme itu adalah inertia atau kelembanan dari partikel-partikel
debu yang bergerak, yaitu pada waktu udara membelok ketika melalui jalan pernafasan yang
tidak lurus, maka partikel-partikel debu yang bermassa ukup besar tidak dapat membelok
mengikuti aliran udara, melainkan terus lurus dan akhirnya menumbuk selaput lendir dan
akhirnya hinggap disana. Mekanisme lain adalah sedimentasi, yang terutama benar untuk
Nasib partikel-partikel debu ini tergantung dari tempatnya berada dalam paru-paru dan
sifat-sifat debu itu sendiri. Debu-debu yang mengendap dipermukaan bronchi dan bronchioli
akan dikembalikan keatas dan akhirnya keluar oleh cilia-cilia yang bergetar, dengan kecepatan 3
cm/jam dijalan pernafasan sebelah atas dan 1 cm/jam di dalam bronchus tertius dan bronchioli.
Selain itu, juga batuk merupakan satu mekanisme untuk mengeluarkan debu-debu tersebut.
Debu-debu dialveoli mengalami beberapa kemungkinan.
Salah satu kemungkinan menyusui permukaan alveoli dan setelah berada dekat batas
bronchioli tertangkap oleh cilia, yang lalu dikembalikan kejalan pernafasan tengah dan atas, lalu
keluar. Kalau bahan-bahan kimia penyusun debu mudah larut dalam air, maka bahan-bahan itu
akan larut dan langsung masuk pembuluh-pembuluh darah kapiler alveoli. Apabila bahan-bahan
tersebut tidak mudah larut, tetapi ukurannya kecil, maka partikel-partikel itu dapat memasuki
dinding alveoli, lalu kesalauran limfe atau keruang peribronchial. Satu kemungkinan lain ialah
ditelan oleh phagocyt, yang biasanya histiocyt atau inti atau sel-sel mesenchym yang tidak
berdifferrensiasi. Sel-sel phagocyt ini mungkin msuk ke dalam saluran limfa, atau melalui
dinding alveoli ke ruang peribronchial, atau ke luar dari tempat itu ke bronchioli, lalu oleh
rambut-rambut getar dikembalikan ke atas.
Promotif
Pada promotif dapat dilakukan penyuluhan kepada tenaga kerja seperti
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja, penyuluhan mengenai kesehatan
para tenaga kerja berdasarkan pekerjaan yang dilakukannya.
Preventif
Ventilasi, baik lokal, maupun umum. Ventilasi umum antara lain dengan
mengalirkan udara ke ruang kerja melalui pintu dan jendela, tapi cara ini biasanya
mahal harganya. Cara ventilasi lokal, yang disebut pompa keluar setempat, biasanya
biayanya tidak seberapa sedangkan manfaatnya besar dalam melindungi para pekerja.
Silicosis dapat dicegah dengan memastikan kadar silika selalu di bawah ambang
batas. Itu sebab, dust sampling (uji debu) perlu dilakukan berkala untuk memantau
kadar silika pada suatu area kerja. Jika ditemukan kadar diatas ambang batas,
tindakan perbaikan mesti dilakukan.
a) Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu diruang kerja dengan Local Exhauster
atau dengan melengkapi water sprayer pada cerobong asap.
b) Substitusi alat yang mengeluarkan debu dengan yang tidak mengeluarkan debu.
Upaya paling praktis dalam pencegahan debu adalah menggunakan air. Air dapat
digunakan untuk menyemprot coal face dan loose rock, dan pada permukaan setelah
blasting, dumping, atau berbagai rock handling process. Akan tetapi, banyak
pekerjaan underground kekurangan supply air yang cukup.
a). Memakai metode basah yaitu,penyiraman lantai dan pengeboran basah (Wet
Drilling).
Wet drilling sudah menjadi prosedur standard dalam hard rock mining dan hal itu
memiliki kontribusi yang besar dalam pencegahan pneumoconiosis, akan tetapi
beberapa pekerja masih ragu-ragu untuk menjalankannya ketika bekerja dengan dasar
kontrak karena hal tersebut melambatkan proses produksi.
e. Tahan lama, pemeliharaan mudah, dan bagian-bagian mudah diganti atau diperoleh.
Pre-worker check-up
Semua penambang harus menjalani pemeriksaan medis sebelum bekerja dan berkala
dengan mengutamakan upaya untuk mendeteksi pre-existing lung disease dan
perkembangan pneumoconiosis.
Kuratif
Tidak ada pengobatan khusus untuk silikosis. Untuk mencegah semakin
memburuknya penyakit, sangat penting untuk menghilangkan sumber pemaparan.
Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Jika terjadi
infeksi, bisa diberikan antibiotik.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah:
Membatasipemaparan terhadap silika
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
Rehabilitatif
Komplikasi
Prognosis
Prognosisnya kurang baik,terlebih jika ada infeksi tuberkulosis (diagnosis sukar dan
tentunya berakibat pengobatan tidak tuntas). Usaha pencegahan penyakit dilakukan dengan
menghindari paparan debu silika dan para pekerja sulit bekerja memakai masker basah.9
Kesimpulan
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa pasien di diagnosis
secara okupasi menderita penyakit akibat kerja pneumoconiosis et causa silica dan diagnosis
klinis yaitu TB Resisten karena pengobatan obat TB yang pasien jalani selama 3 bulan tidak
mendapatkan perbaikan. Diagnosis okupasi ditetapkan berdasarkan 7 langkah diagnosis dimana
didapatkan faktor-faktor penting seperti pekerjaan pasien yang selama 10 tahun berada di
tambang bagian terowongan dimana rawan sekali terkena bahan-bahan seperti silicon yang
menyebabkan pasien terpapar terlalu sering. Diagnosis klinis yang sebelumnya sudah diterapkan
Tatalaksana simptomatik dan suportif yang tepat sepatutnya segera dilaksanakan bagi
pasien agar prognosis yang diharapkan semakin membaik. Perlu juga dibarengi oleh usaha-usaha
pencegahan oleh tempat bekerja pasien, agar menghindari kejadian sakit yang sama bagi pekerja
yang lain
Daftar Pustaka