Laporan Kasus Kejang Demam Contoh
Laporan Kasus Kejang Demam Contoh
Disusun Oleh:
SAHMUL HIDAYAH S
0508112102
Pembimbing :
PEKANBARU
2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di
bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan
bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang demam dengan tepat
dan cepat. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak
menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga
menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), dapat menyebabkan
adanya gejala sisa di kemudian hari.
Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata laksana
kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau
sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur
berapa . Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau
fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang.
Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan
kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan
ibu serta kelahiran bayi.1
Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara spontan
sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan kejang yang paling
lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara seragam.2 Jumlah penderita kejang
demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan
Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara
jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih
teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang
anak laki-laki.3
1.2 Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Memahami mengenai kejang demam kompleks
2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di dalam bidang kedokteran
khususnya bagian ilmu kesehatan anak.
3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Definisi
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai
pada anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan
ekstrakranial.3 Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam
adalah 38 derajat celcius di atas suhu rektal atau lebih. Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.4
2.2 Epidemiologi3,5
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita
kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada
perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral
yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang
demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak
didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132
orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya
peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
2.3 Etiologi
3
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan
tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang.
Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang
demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya. 3
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan
demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan
kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis,
otitis media akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di
kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema
subitum dan infeksi saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak
(morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam. 6
2.4 Patofisiologi7
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid
dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -). Akibatnya konsentrasi ion K + dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na + rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan
sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari
ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
4
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan
makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
2.5 Klasifikasi
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua 4
- Berlangsung singkat
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan
kejang parsial
- Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara
bangkitan kejang.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan
saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat
5
bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya
kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa
detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik.
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak
mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara
tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-
5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang
dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi
pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis
atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan
berdiri.
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
2.7 Diagnosis6,9,10
Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-
penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat,
perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi
structural pada system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
6
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk
menegakkan diagnosis ini.
1. Anamnesis
- waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
- sifat kejang (fokal atau umum)
- Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
- Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau
naik turun)
- Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
- Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai
demam atau epilepsi)
- Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
- Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
- Trauma kepala
2. Pemeriksaan fisik
- Tanda vital terutama suhu
- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-
pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur
otak.
- Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol
menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh
pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran
menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel
enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
- Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
7
- Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam
(ISPA, OMA, GE)
- Pemeriksaan refleks patologis
- Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
3. Pemeriksaan laboratorium
- Darah tepi lengkap
- Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dpt mengganggu
keseimbangan elektrolit atau gula darah.
- Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan metabolisme
- Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat dicurigai
Ensefalitis akut / Ensefalopati.
4. Pemeriksaan penunjang
- Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis, umur kurang dari 12 bulan
sangat dianjurkan, dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.
- EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi
terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK. Tetapi
beberapa ahli berpendapat EEG tidak sensitif pada anak < 3 tahun.
- CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan
neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda peningkatan
tekanan intrakranial.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan
anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan
gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang
berakibat fatal dapat dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil
melalui pungsi lumbal.
Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang
demam atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.
8
Tabel Diagnosa Banding
3. Kejang berulang
(+) (+) (+)
4. Penurunan kesadaran
(+) (-) (+)
2.9 Penatalaksanaan4,10
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah
berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-
0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 3-5
menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering
digunakan di rumah sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75
mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg,
dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang
selang infus, 0,5 mg/kg per rektal
9
Jika kejang masih berlanjut :
2. Pengobatan penunjang
10
3. Memberikan pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara
mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Kejang
demam kompleks merupakan salah satu indikasi seorang pasien untuk dirawat di rumah
sakit selain adanya hiperpireksia, pasien < 6 bulan, kejang demam yang pertama kali, dan
terdapat kelainan neurologis. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
Profilaksis intermitten
1). Fenobarbital
11
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka
panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-
kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 1-2 tahun dan
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah
gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.
3). Fenitoin
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi
traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat
dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan
kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi
lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya
meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang
intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula
darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.
2. 10 Prognosis6,11
1. Kematian. Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya
baik, tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian
KDS 0,46 % s/d 0,74 %.
12
2. Terulangnya Kejang. Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25
s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.
3. Epilepsi. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari
kejang demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh
seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :
a. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b. kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS
c. kejang berlangsung lama atau kejang fokal.
5. Retardasi Mental. Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami
kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami
gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih
rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam,
kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.
13
LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
Identitas pasien
Nama Pasien : An NY / 71 40 10
Umur : 2 tahun 1 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Ayah/ibu : Ajang Yunus / Warni
Agama : Islam
Suku : minang
Tanggal masuk RS : 15/04/2012
Alamat : Jln. Limbungan Baru Gg. Assyukur Rumbai Pekanbaru.
Anamnesis
Diberikan Oleh : Ibu kandung pasien
Keluhan Utama
Kejang saat 8 jam SMRS
14
menoleh saat dipanggil oleh ibunya. Ibu pasien memberikan obat dengan merk
dumin melalui lubang anus pasien. Setelah kejang selesai, pasien sadar kembali
dan menangis kuat.
7 jam setelah itu pasien dibawa ibunya ke IGD RSUD AA untuk memeriksakan
keadaan pasien. Di IGD, pasien mengalami kejang kembali. Proses dan
gambaran kejang yang kedua, sama seperti kejang yang pertama dengan lama
kejang 5 menit. Pasien diberikan obat dengan merk dumin melalui anus dan
obat anti kejang melalui infus. Setelah kejang, pasien sadar kembali
Riwayat Orangtua
Pekerjaan ayah pasien swasta, ibu sebagai IRT.
Riwayat Kehamilan
Pasien lahir cukup bulan, secara spontan ditolong oleh bidan BBL 3.300 gram,
PB 51 cm, lahir langsung menangis.
Ibu pasien rutin memriksakan kehamilan kebidanRiwayat mengkonsumsi alkohol
(-), obat-obatan (-), merokok (-), jamu-jamuan (-),
Tidak ada riwayat demam selama kehamilan.
15
Riwayat Imunisasi
Hepatitis B 3x
BCG 1x
Polio 4x
DPT 4x
Campak 1x
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit ringan.
Kesadaran : Komposmentis
Vital Sign :
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 100x/i reguler, cukup
Nafas : 38x/i, reguler
Suhu : 37,8 oC
TB : 86 cm
BB : 12 kg
LILA : 16 cm
Lingkar kepala : 48 cm
Gizi : 12/12,2x100% = 98,42% (Normal)
16
Mata
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sclera : Tidak ikterik
- Pupil : Bulat, isokhor 3 mm/ 3 mm
- Reflek cahaya : +/+
Telinga : Sekret -/-
Hidung : Sekret -/-, tidak ada tanda-tanda perdarahan
Mulut
- Bibir : Basah
- Selaput lendir : Basah
- Palatum : Utuh
- Lidah : Tidak kotor
- Gigi : Tidak ada karies
- Tonsil : T2-T2, hiperemis
- Faring : hiperemis
Pemeriksaan leher :
- pembesaran KGB tidak ada
- Kaku kuduk tidak ditemukan.
Pemeriksaan Thoraks :
- Paru : Inspeksi gerakan dada simetris kiri dan kanan,retraksi(-)
Palpasi fremitus kanan=kiri
Perkusi sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi bronkhovesikuler, ronki-/-, wheezing -/-
- Jantung : Inspeksi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi ictus cordis teraba RIC V, 1 jari medial LMCS
Perkusi Batas jantung kanan : RIC V LSD
Batas jantung kiri : RIC V I jari medial LMCS
Auskultasi bunyi jantung normal, bising jantung (-).
Pemeriksaan Abdomen :
- Inspeksi datar, distensi (-), venektasi (-)
- Palpasi supel, organomegali (-)
- Perkusi tympani
- Auskultasi bising usus (+), normal.
Pemeriksaan alat kelamin : laki-laki, dalam batas normal
Pemeriksaan Ekstremitas : RCT < 3 detik, akral hangat.
STATUS NEROLOGIS
Tanda Rangsang meningeal : kaku kuduk (-), burdzinski I (-), burdzinski II (-),
kernique (-), laseque (-)
Refleks Patologis : babinski (-)
Openheim (-)
Refleks fisiologis : refleks biseps +/+
Refleks triseps +/+
Refleks patella +/+
Refleks achilles +/+
17
Darah Rutin
Hb: 10,4 gr/dl
Ht : 29,4 %
Leukosit : 3.200 /mm
Trombosit : 188.000/mm
GDS: 90 mg/dl
Urin
makroskopis:
Warna : kuning
Kejernihan : jernih
Mikroskopis : proteinuria (-), bilirubin (-), urobilinogen (-), eritrosit 0-
1/LPB, leukosit 0-1 /LPB , sel epitel 1-3/ LPB
Feses
Makroskopis : Warna kuning kecoklatan, lembek, berlendir (-), darah (-)
Mikroskopis : eritrosit 0-1/LPB , leukosit 0-1/LPB.
18
Leukosit : 3.200 /mm
Trombosit : 188.000/mm
GDS : 90 mg/dl
Diagnosis Kerja:
Kejang demam kompleks e.c tonsilofaringitis
Diagnosis Gizi :
Gizi baik
Diagnosis Banding :
Epilepsi
Meningoensepalitis
Penatalaksanaan
- Medikamentosa
IVFD D 5% + NaCl 0,9% +KCl 5meq : 15 tpm (mikro)
Asam Valproat (Depaken) syrup 360 mg/hari dalam 3 dosis= 3x 1/2 cth
Paracetamol syrup 120 mg: 3x1 cth
- Gizi
RDA : 90x12,5 = 1125 Kkal
Makanan biasa 3x Sehari
Pagi (pukul 08.00)
Siang (pukul 12.00)
Malam (pukul 18.00)
Makanan selingan 2x Sehari
PASI : Pukul 06.00 (bangun tidur )
Pukul 14.00 ( sebelum tidur siang)
Pukul 21.00 (sebelum tidur malam)
Prognosis
19
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Follow up
15 April 2012
S : Demam (+) naik turun, nafsu makan menurun, BAB (+) normal, BAK (+)
normal, kejang (-)
O : Nadi : 100x/mnt
Nafas : 30x/mnt
Suhu : 37,70C
A : Kejang Demam Kompleks.
P : IVFD D 5% + NaCl 0,9% +KCl 5meq : 15 tpm (mikro)
Depaken 3x 1/2 cth
Paracetamol syrup 3x1 cth
16 April 2012
S : Demam (+), nafsu makan menurun, BAB (+) normal, BAK (+) normal, kejang
(-)
O : Nadi : 100x/mnt
Nafas : 30x/mnt
Suhu : 37,70C
A : Kejang Demam Kompleks.
P : IVFD D 5% + NaCl 0,9% +KCl 5meq : 15 tpm (mikro)
Depaken 3x 1/2 cth
Paracetamol syrup 3x1 cth
17 April 2012
S : Demam (-), nafsu makan membaik, BAB (+) normal, BAK (+) normal, kejang
(-)
O : Nadi : 100x/mnt
Nafas : 30x/mnt
Suhu : 37,00C
A : Kejang Demam Kompleks.
P : IVFD D 5% + NaCl 0,9% +KCl 5meq : 15 tpm (mikro)
Depaken 3x 1/2 cth
18 April 2012
S : Keluhan (-)
20
O : Nadi : 100x/mnt
Nafas : 30x/mnt
Suhu : 36,80C
A : Kejang Demam Kompleks.
P : IVFD D 5% + NaCl 0,9% +KCl 5meq : 15 tpm (mikro)
Depaken 3x 1/2 cth
19 April 2012
S : Keluhan (-)
O : Nadi : 100x/mnt
Nafas : 30x/mnt
Suhu : 37,00C
A : Kejang Demam Kompleks.
P : Pasien dipulangkan
Obat rumatan Asam Valproat (Depaken) syrup 250mg/5ml: 3 x 1 cth
Pasien dianjurkan kontrol saat obat habis atau keluhan muncul kembali.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
21
infeksi pada tonsil dan faring disebabkan virus, sehingga berguna untuk penatalaksanaan
selanjutnya.
Pada pasien ini dianjurkan pemeriksaan kadar elektrolit dalam darah untuk
menyingkiran kemungkinan kejang akibat gangguan elektrolit. Pemeriksaan pungsi
lumbal juga dianjurkan pada pasien ini untuk memastikan tidak adanya penyebab
intrakranial untuk terjadinya kejang.
Penatalaksanaan pasien ini pemberian cairan infus D 5% + NaCl 0,9% +KCl. Hal
ini untuk memberikan kebutuhan glukosa, cairan, dan elektrolit pada pasien yang saat
demam, tidak terpenuhi asupannya. Pasien masuk keruangan bangsal dalam keadaan
tidak kejang lagi, sehingga seharusnya diberikan obat anti kejang profilaksis intermitten
yaitu diazepam dengan dosis 0,3mg/kgBB setiap 8 jam untuk oral atau 0,5 mg/kgBB
setiap 8 jam untuk rektal. Namun dari teori yang dikemukakan diatas, bahwa diazepam
diberikan pada saat tubuh > 38,50C, sehingga pada pasien ini dimana suhunya 37,80C
hanya diberikan obat profilaksis jangka panjang berupa asam valproat yang juga
diberikan kepada pasien saat pulang. Hal ini sesuai teori dimana riwayat pasien yang
mengalami kejang demam sebanyak 2 kali dalam 24 jam dipertimbangkan untuk
diberikan obat profilaksis jangka panjang berupa asam valproat. Mengingat efek samping
dari asam valproat dan penggunaannya dalam waktu yang lama (1 tahun), maka
disarankan pada pasien untuk rutin kontrol ke dokter. Pada pasien tidak diberikan
antibiotik karena dicurigai penyebab demamnya adalah infeksi pada tonsil dan faring oleh
virus, sehingga untuk mengatasi demamnya hanya diberikan obat penurun panas berupa
parasetamol.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3,
Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 2060
2. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia
Kedokteran No. 27. 1982 : 6 8.
3. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC,
2000. Hal 2059-2067.
4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
2006 : 1 14.
5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
EGC, Jakarta 2006.
6. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada
tanggal 23 April 2012. Didapatkan dari:
www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm
7. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2.
Blackwell pulblishing; 2006. Hal 72-90.
8. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan
Lange, 2002
23
9. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta. 2010. h. 150-
2.
10. Ministry of health service. Guidelines and protocols febrile seizure. British
columbia medical association. 2010.
11. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke
Diunduh pada tanggal 23 April 2012. Didapatkan dari:
www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm
24