Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

2.1 Jarak Pandang


Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada
saat mengemudi sedemikian rupa sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan
yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu (antisipasi) untuk
menghindari bahaya tersebut dengan aman. Jarak pandang terdiri dari:

Jarak Pandang Henti (JPH)


Jarak Pandang Menyiap/Mendahului (JPM)

2.1.1 Jarak Pandang Henti


Jarak pandang henti merupakan jarak pandang minimum yang diperlukan oleh
setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat
adanya halangan di depannya. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi
ketentuan jarak pandang henti (JPH). JPH diukur dengan asumsi tinggi mata
pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm yang diukur dari permukaan
jalan (Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Departemen Pekerjaan
Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, September 1997). JPH terdiri dari 2 elemen
jarak, yaitu Jarak Tanggap (Jht) yang merupakan jarak selama pengemudi mengenali
rintangan atau halangan yang ada di depannya, sampai saat pengemudi menginjak
pedal rem yang sering disebut dengan waktu PIEV (Perception,Intelection,
Emotion,Volition) dan Jarak Pengereman (Jhr) yaitu jarak yang diperlukan pada saat
pengemudi melakukan pengereman sampai kendaraan tersebut berhenti secara aman.
Formula yang digunakan dalam menghitung jarak pandang henti (JPH) adalah
sebagai berikut:
JPH = J + J
V
V 3,6
JPH = T+
3,6 2gf

JPH = 0,278V T + (untuk Jalan Datar)

JPH = 0,278V T + (untuk Jalan dengan Kelandaian Tertentu)


( )

Dengan:
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap (2,5 detik)
g = percepatan gravitasi (9,8 m/det 2)
fp = koefisien gesekan memanjang antara ban kendaraan dengan perkerasan
(menurut Bina Marga fp = 0,35 0,55)
L = landai jalan (%)
Jika diketahui kecepatan rencana sebesar 80 km/jam seperti yang tertera pada
kriteria perancangan, maka Jarak Pandang Henti (JPH) dapat dihitung sebagai berikut:
Diketahui:

VR = 80 km/jam
T = 2,5 detik
g = 9,8 m/det2
fp = 0,4 (Berdasarkan Referensi Perencanaan Teknik Jalan (Geometrik)
Ir.Hartom.M,Sc. UP Press halaman 56. Grafik koefisien gesek permukaan jalan yang
digunakan adalah kondisi basah karena sebagai kriteria sehingga nilai f didapat dari
pembacaan grafik dengan VR = 80 km/jam adalah 0,4)
Ditanya:
Jarak Pandang Henti (JPH) pada jalan datar?
Jawab:
V (80)
JPH = 0,278V T + = 0,278(80)(2,5) + = 118,5437 m
254f 254(0,4)
Jarak Pandang Henti Minimum : 120 m untuk VR = 80 km/jam

(Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Departemen Pekerjaan Umum,
Direktorat Jendral Bina Marga, September 1997)
Karena JPH hasil perhitungan < JPH minimum menurut peraturan maka ditetapkan
JPH sebesar 120 m.

2.2.2 Jarak Pandang Menyiap


Jarak pandang menyiap atau mendahului adalah jarak yang memungkinkan
suatu kendaraan mendahului kendaraan lain di depannya dengan aman sampai
kendaraan tersebut kembali ke lajur semula. Jarak pandang menyiap (JPM) diukur
berdasarkan asumsi tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan adalah
105 cm (Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Departemen Pekerjaan
Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, September 1997).

Formula yang digunakan dalam menghitung jarak pandang menyiap (JPM)


adalah sebagai berikut:
JPM = d1 + d2 + d3 + d4
Dengan:
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)
d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai kembali ke lajur semula
(m)
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari
arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m)
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan
Formula untuk masing-masing jarak tersebut adalah sebagai berikut:
.
d = 0,278T V m +

d = 0,278V T
d3 = antara 30 100 m (75 m untuk 80 95 km/jam)
d4 = 2/3d2
Dengan:
T1 = 2,12 + 0,026VR
T2 = waktu kendaraan berada di jalur lawan (detik) = 6,56 + 0,048VR
a = percepatan rata-rata km/jam/detik = 2,052 + 0,0036VR
m = perbedaan kecepatan dari kendaraan yang menyiap dan kendaraan yang
disiap (biasanya diambil 10-15 km/jam)
Jika diketahui kecepatan rencana sebesar 80 km/jam seperti yang tertera pada
kriteria perancangan, maka Jarak Pandang Menyiap (JPM) dapat dihitung sebagai
berikut:
Diketahui:

VR = 80 km/jam
m = 15 km/jam (asumsi kecepatan kendaraan yang disiap = 65 km/jam)
a = 2,052 + 0,0036(80) = 2,34 km/jam/detik
T1 = 2,12 + 0,026(80) = 4,2 detik
T2 = 6,56 + 0,048(80) = 10,4 detik
Ditanya:
Jarak pandang menyiap (JPM)?
Jawab:
a. T 2,34.4,2
d = 0,278T V m + = 0,278(4,2) 80 15 + = 81,63159 m
2 2
d = 0,278V T = 0,278(80)(10,4) = 231,296 m
d3 = 75 m (untuk 80 95 km/jam)
d4 = 2/3(231,296) = 154,1973 m
sehingga JPM = d1 + d2 + d3 + d4 = 81,63159 + 231,296 +75 +154,1973 =
542,1249 m
Jarak Pandang Mendahului Minimum : 550 m untuk VR = 80 km/jam

(Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Departemen Pekerjaan Umum,
Direktorat Jendral Bina Marga, September 1997)
Karena JPM hasil perhitungan < JPM minimum menurut peraturan maka ditetapkan
JPH sebesar 550 m.
2.2 Klasifikasi Medan Jalan
Untuk menentukan klasifikasi medan jalan dilakukan perhitungan analisis
medan untuk perancangan geometrik medan jalan. Medan jalan dapat diklasifikasikan
berdasarkan kondisi dari sebagian medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Untuk
mendapatkan kemiringan medan dilakukan perhitungan elevasi titik-titik station
sepanjang trase jalan. Titik tiap station berada pada garis yang menghubungkan titik
A, B C dan D yang digunakan sebagai terase jalan rencana. Dari tiap titik dilakukan
interpolasi dari ketinggian yang terdapat pada peta kontur.
Station Kontur Elevasi h/s

bb ba kiri kanan
0/A 40 45 41.73077 45.96154 0.192308
1 35 40 36.38889 38.42593 0.092593
2 30 35 29.6875 31.97917 0.104167
3 40 35 36.55 35.45 0.05
4 45 35 42.85714 41.42857 0.064935
5 50 45 48.94231 46.82692 0.096154
6/PI 55 50 55.64815 53.61111 0.092593
7 45 50 44.96032 45.83333 0.039683
8 35 30 32.73148 31.71296 0.046296
9 45 40 40.73214 40.33929 0.017857
10 50 50 50 50 0
11 60 65 61.34259 62.36111 0.046296
12 70 75 71.875 76.45833 0.208333
13/PI 80 80 80 80 0
14 80 85 83.75 84.58333 0.037879
15 80 85 84.47917 85.24306 0.034722
16 80 85 83.47701 84.1092 0.028736
17 80 85 80.52296 80.80357 0.012755
18 70 75 71.71154 72.13462 0.019231
19 60 65 63.16346 63.375 0.009615
20 55 60 56.225 56.775 0.025
21/D 50 55 52.47222 53.08333 0.027778
rata-rata 0.056679
Dari perhitungan didapat kemiringan medan sebesar 5,7 %. Berdasarkan Tata
Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Departemen Pekerjaan Umum,
Direktorat Jendral Bina Marga, September 1997 untuk kemiringan medan 3 % 25 %
jenis medan jalannya adalah perbukitan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis
medan jalan pada peta kontur adalah perbukitan.

2.3 Perencanaan Alinemen Horizontal


2.3.1 Perencanaan Tikungan
Saat melalui suatu tikungan dengan kecepatan tertentu, kendaraan akan
menerima gaya sentrifugal yang akan menyebabkan kendaraan terlempar keluar jalan.
Untuk mengimbangi gaya sentrifugal tersebut diperlukan suatu kemiringan melintang
jalan pada tikungan yang disebut superelevasi (e). Pada saat kendaraan melalui daerah
dengan superelevasi tertentu, akan terjadi gesekan arah melintang jalan antara
permukaan aspal dengan ban kendaraan yang menimbulkan gaya gesek melintang.
Perbandingan gaya gesek melintang dengan gaya normal kendaraan di atas jalan
disebut koefisien gesekan melintang (fm)
Dalam merencanakan tikungan sebagai elemen alinemen horizontal suatu
jalan, seorang perancang harus memulih nilai superelevasi (e) dan koefisien gesekan
melintang (fm) yang tepat untuk kecepatan rencana (VR) tertentu untuk menjamin
keamanan, kenyamanan, dan faktor ekonomis. Sebelum memilih nilai-nilai tersebut,
ukuran jari-jari minimum (R min) dari tikungan yang akan dirancang sesuai standar
harus dihitung sebagai batas bawah jari-jari rencana (Rc).
Jika diketahui kecepatan rencana suatu jalan arteri antar kota sebesar 80
km/jam seperti yang tertera pada kriteria perancangan, maka panjang jari-jari
minimum (Rmin) tikungan yang akan dirancang dapat dihitung sebagai berikut:
Diketahui:
VR = 80 km/jam
emax = 10 % = 0,1 (emax untuk VR = 80 km/jam Jalan Arteri Antar-Kota)
fmax = 0,14 (fm untuk VR = 80 km/jam di Indonesia)
Ditanya:
Rmin untuk tikungan?
Jawab:
V (80)
R = = = 209,97 210 m
127(e +f ) 127(0,1 + 0,14)
Berdasarkan kriteria perancangan yang telah dibuat pada BAB 1, Rmin yang telah
dihitung sesuai dengan nilai Rmin yang telah ditetapkan untuk VR = 80 km/jam

(Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Departemen Pekerjaan Umum,
Direktorat Jendral Bina Marga, September 1997)

Langkah selanjutnya dalam merancang tikungan adalah menghitung jarak


lurus antara titik awal dengan titik yang dijadikan sebagai titik perpotongan (point of
intersection/PI) sepanjang trase jalan. Jarak lurus ini dapat diukur pada peta jalan
yang akan dibuat atau dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (jarak) di
antara dua titik, jika kedua titik tersebut diketahui koordinatnya.
Jika masing-masing koordinat titik dari trase jalan diketahui, maka jarak lurus
antara titik-titik tersebut dapat dihitung sebagai berikut:

Diketahui:

Koordinat 4 titik yang harus dilewati oleh trase jalan:

A (-768,430)

B (-360,872)

C (144,470)

D (800,824)
Ditanya:

Jarak Lurus antara A-B, B-C, dan C-D?

Jawab:

Panjang Bagian Lurus dari Titik A ke PI-1 (B)

dA-PI1 dihitung dengan cara menghitung jarak antara 2 titik yang diketahui
koordinatnya.

dA PI1 = (X X ) + (Y Y ) = (360 (768)) + (872 430)


= 601,5214 m

Panjang Bagian Lurus dari Titik PI-1 (B) ke PI-2 (C)

dPI1-PI2 dihitung dengan cara menghitung jarak antara 2 titik yang diketahui
koordinatnya.

dPI1 PI2 = (X X ) + (Y Y ) = (144 (360)) + (470 872)


= 644,686 m

Panjang Bagian Lurus dari Titik PI-2 (C) ke D

dPI2 D dihitung dengan cara menghitung jarak antara 2 titik yang diketahui
koordinatnya.

dPI2 D = (X X ) + (Y Y ) = 800 (144) + (824 470)

= 745,4207 m

Apabila panjang jarak lurus masing-masing titik tersebut telah diketahui, maka
sudut luar pada pertemuan antar garis tersebut dapat diukur dip eta jalan yang akan
dirancang maupun dihitung dengan pendekatan metematis.

Berdasarkan data dan kriteria yang diberikan, maka perhitungan sudut luar PI-
1 dan PI-2 trase jalan yang akan dirancang adalah sebagai berikut:

Diketahui:

Koordinat 4 titik yang harus dilewati oleh trase jalan:


A (-768,430)

B (-360,872)

C (144,470)

D (800,824)

Ditanya:

Sudut luar (D) ABC dan BCD?

Jawab:

Sudut Luar (D) ABC:

Titik A PI1 PI2


X -768 -360 144
Y 430 872 470
X 0 408 912
Y 0 442 40
arc tan 0 42.7 38.6
azimuth 42.7 128.6
delta 85.9

Sudut Luar (D) BCD:

Titik PI1 PI2 D


X -360 144 800
Y 872 470 824
X 0 504 1160
Y 0 -402 -48
arc tan 0 38.6 61.7
azimuth 128.6 61.7
delta 66.9

Perhitungan tikungan yang akan dirancang pada trase jalan tersebut dibuat
dalam beberapa alternatif, apabila suatu alternatif gagal (tidak memenuhi kriteria/
standar yang telah ditetapkan) maka perhitungan beralih pada alternatif lain. Pada
perancangan jalan ini, alternatif jenis tikungan pertama yang dipilih adalah tikungan
berbentuk lingkaran penuh (full circle) untuk kedua tikungan.

Jika diketahui kecepatan rencana suatu jalan arteri antar kota sebesar 80
km/jam, maka perhitungan tikungan pertama dan kedua pada trase jalan tersebut
dengan menggunakan jenis tikungan full circle (FC) adalah sebagai berikut:

Diketahui:

VR = 80 km/jam
Rmin = 900 m (Rmin yang tidak memerlukan lengkung peralihan untuk VR = 80
km/jam)
D1 = 85,9o
D2 = 66,9o
Ditanya:
Rc, Tc, Ec, dan Lc?
Posisi Stasiun?
Apakah rancangan tersebut feasible?
Jawab:
Rc yang digunakan untuk kedua tikungan sebesar 900 m karena Rmin tanpa lengkung
spiral untuk VR = 80 km/jam = 900 m > Rmin untuk VR = 80 km/jam = 210 m dan nilai
R ini adalah batas bawah nilai R untuk lengkung full circle sehingga ketika nilai ini
memberikan posisi stasiun komponen-komponen tikungan seperti TC sesuai standar
dan kriteria perancangan, maka R ini mungkin dapat ditingkatkan.
Komponen Tikungan Pertama (D1 = 85,9o)
Tc = Rctan1/2D = 900.tan(1/2. 85,9o) = 837,8 m
Ec = Rctan1/4D = 900.tan(1/4. 85,9o) = 354,07 m
Lc = (D2pRc)/360o = 1348,63 m
Posisi Stasiun Tikungan Pertama:
Sta. A = 0 + 000
Sta. TC = 0 236,275
Sta. CT = 1 + 112,355
Komponen Tikungan Kedua (D2 = 66,9o)
Tc = Rctan1/2D = 900.tan(1/2. 66,9o) = 594,6 m
Ec = Rctan1/4D = 900.tan(1/4. 66,9o) = 178,7 m
Lc = (D2pRc)/360o = 1050,33 m
Posisi Stasiun Tikungan Kedua:
Sta. TC = 0 + 324,7
Berdasarkan posisi stasiun TC tikungan kedua, rancangan kedua tikungan
menggunakan jenis tikungan full circle tidak feasible karena posisi TC tikungan
kedua berada sebelum posisi CT tikungan pertama sehingga posisi kedua tikunga
tidak saling bertemu (over lap). Padahal menurut kriteria yang ditetapkan bahwa di
antara 2 tikungan gabungan berbalik arah harus terdapat sisipan jarak lurus minimal
20 m atau suatu lengkung spiral.
Karena rancangan menggunakan jenis tikungan full circle untuk kedua
tikungan tidak dapat digunakan pada trase jalan yang diinginkan, maka rancangan
kedua yang akan dicoba adalah membuat tikungan pertama menjadi tikungan SCS
dan tikungan kedua tetap sebagai tikungan full circle.

Diketahui:

VR = 80 km/jam
Rmin = 210 m (Rmin untuk VR = 80 km/jam)
emax = 10 %
fm = 0,14
e = 0,09
D1 = 85,9o
D2 = 66,9o
Ditanya:
Rc dan Komponen Tikungan SCS untuk tikungan pertama?
Komponen Tikungan FC untuk tikungan kedua?
Posisi Stasiun?
Apakah rancangan tersebut feasible?
Jawab:
Rc untuk Tikungan Pertama:
V (80)
R = = = 219,1 220 m
127(e + f ) 127(0,09 + 0,14)
Rc > Rmin maka Rc dapat digunaka dalam perencanaan tikungan pertama
Komponen Tikungan SCS untuk Tikungan Pertama:
Dalam menggunakan lengkung tipe SCS harus dihitung panjang lengkung peralihan
yang dibutuhkan (Ls) dengan mencari nilai terbesar di antara tiga metode di bawah
ini:
o Ls berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan
V
L = T
3,6
Dengan:
T = waktu tempuh di lengkung peralihan (3 detik)
80
L = (3) = 66,7 m
3,6
o Ls berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal
V V e
L = 0,022 2,727
RC C
Dengan:
C = perubahan percepatan (disarankan 0,4 m/det 2)
(80) 80(0,09)
L = 0,022 2,727 = 78,914 m
220(0,4) 0,4
o Ls berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian
(e e )
L = V
3,6r
Dengan:
em = superelevasi maksimum
en = superelevasi normal
re = tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan untuk V R
80 km/jam remax = 0,025 m/m/det
(0,09 0,02)
L = (80) = 62,2 m
3,6(0,025)
Sehingga digunakan Ls sebesar 78,914 m
Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan komponen lengkung
SCS lainnya agar dapat digambarkan pada gambar kerja.
L (78,914 )
X =L 1 = 78,914 1 = 78,66 m
40R 40(220 )
L (78,914 )
Y = = = 4,72 m
6R 6(220 )
90 90 78,914
= = = 10,28
220
L
p= R (1 cos ) = 4,72 220(1 cos10,28) = 4,73 m
6R
L (78,914 )
k=L R sin = 78,914 (220sin10,28)
40R 40(220 )
= 39,4 m
T = (R + p)tan 1 2 + k = (220 + 4,73)tan 1 2 (85,9) + 39,4
= 248,6 m
E = (R + p)sec 1 2 R = (220 + 4,73)tan 1 2 (85,9) 220
= 87,03 m
( 2 ) (85,9 2.10,28)
L = . . R = . . (220) = 250,75 m
180 180
L = L + 2L = 408,58 m
Posisi Stasiun Tikungan Pertama (SCS)
Sta A = 0 + 000
Sta TS = 0 + 353
Sta SC = 0 + 432
Sta CS = 0 + 682,6
Sta ST = 0 + 761,5
Komponen Tikungan kedua dengan menggunakan full circle telah dihitung
sebelumnya sehingga dapat langsung ditentukan posisi stasiunnya.
Posisi Stasiun Tikungan Kedua (FC)
Sta TC = 0 + 563
Berdasarkan posisi stasiun TC tikungan kedua, rancangan tikungan pertama
menggunakan SCS dan tikungan kedua menggunakan jenis tikungan full circle tidak
feasible karena posisi TC tikungan kedua berada sebelum posisi ST tikungan pertama
sehingga posisi kedua tikunga tidak saling bertemu (over lap). Padahal menurut
kriteria yang ditetapkan bahwa di antara 2 tikungan gabungan berbalik arah harus
terdapat sisipan jarak lurus minimal 20 m atau suatu lengkung spiral.
Karena rancangan menggunakan jenis tikungan SCS untuk kedua tikungan
tidak dapat digunakan pada trase jalan yang diinginkan, maka rancangan ketiga yang
akan dicoba adalah membuat tikungan pertama tetap menjadi tikungan SCS dan
tikungan kedua sebagai tikungan SCS juga.
Diketahui:

VR = 80 km/jam
Rmin = 210 m (Rmin untuk VR = 80 km/jam)
emax = 10 %
fm = 0,14
e = 0,03
D1 = 85,9o
D2 = 66,9o
Ditanya:
Rc dan Komponen Tikungan SCS untuk tikungan kedua?
Posisi Stasiun?
Apakah rancangan tersebut feasible?
Jawab:
Rc untuk Tikungan Kedua:
V (80)
R = = = 296,43 300 m
127(e + f ) 127(0,03 + 0,14)
Rc > Rmin maka Rc dapat digunaka dalam perencanaan tikungan kedua
Komponen Tikungan SCS untuk Tikungan Kedua:
Dalam menggunakan lengkung tipe SCS harus dihitung panjang lengkung peralihan
yang dibutuhkan (Ls) dengan mencari nilai terbesar di antara tiga metode di bawah
ini:
o Ls berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan
V
L = T
3,6
Dengan:
T = waktu tempuh di lengkung peralihan (3 detik)
80
L = (3) = 66,7 m
3,6
o Ls berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal
V V e
L = 0,022 2,727
RC C
Dengan:
C = perubahan percepatan (disarankan 0,4 m/det 2)
(80) 80(0,03)
L = 0,022 2,727 = 77,5 m
300(0,4) 0,4
o Ls berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian
(e e )
L = V
3,6r
Dengan:
em = superelevasi maksimum
en = superelevasi normal
re = tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan untuk V R
80 km/jam remax = 0,025 m/m/det
(0,03 0,02)
L = (80) = 8,89 m
3,6(0,025)
Sehingga digunakan Ls sebesar 77,5 m
Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan komponen lengkung
SCS lainnya agar dapat digambarkan pada gambar kerja.
L (77,5 )
X =L 1 = 77,5 1 = 77,38 m
40R 40(300 )
L (77,5 )
Y = = = 3,34 m
6R 6(300 )
90 90 77,5
= = = 7,4
300
L
p= R (1 cos ) = 3,34 300(1 cos7,4) = 0,84 m
6R
L (77,5 )
k=L R sin = 77,5 (300sin7,4) = 38,71 m
40R 40(300 )
T = (R + p)tan 1 2 + k = (300 + 0,84)tan 1 2 (66,9) + 0,84
= 237,5 m
E = (R + p)sec 1 2 R = (300 + 0,84)tan 1 2 (66,9) 300
= 60,55 m
( 2 ) (66,9 2.7,4)
L = . . R = . . (300) = 272,6 m
180 180
L = L + 2L = 427,6 m
Posisi Stasiun Tikungan Kedua (SCS)
Sta TS = 0 + 920,2
Sta SC = 0 + 997,65
Sta CS = 1 + 270,26
Sta ST = 1 + 347,76
Sta D = 1 + 855,73
Berdasarkan posisi stasiun TS tikungan kedua, rancangan tikungan pertama
menggunakan SCS dan tikungan kedua juga menggunakan SCS feasible karena posisi
TC tikungan kedua berada setelah posisi ST tikungan pertama (Sta ST = 0 + 761,5)
dengan sisipan sebesar 158,64 m (hampir 160 m) sehingga posisi kedua tikungan
telah memenuhi kriteria yang ditetapkan bahwa di antara 2 tikungan gabungan
berbalik arah harus terdapat sisipan jarak lurus minimal 20 m atau suatu lengkung
spiral. Namun demikian, spasi yang tersedia tersebut besarnya lebih kecil dari jarak
pandang menyiap yang telah dihitung (JPM = 550 m) sehingga pada spasi tersebut
kendaraan dilarang menyiap dengan diberikan rambu.

2.4 Perencanaan Alinemen Vertikal


2.4.1 Kelandaian
Dalam merencanakan alinemen vertical, harus diperhatiakan kelandaian
maksimum yang diperkenankan untuk kecepatan rencana yang telah diberikan
sehingga pengurangan kecepatan kendaraan ketika sedang menanjak tidak lebih dari
setengah kecepatan rencana. Dengan mengacu pada kelandaian maksimum ini,
perancang akan mendesain potongan longitudinal jalan dengan
menaikkan/menurunkan elevasi sumbu jalan rencana sesuai dengan kelandaian
maksimum tersebut. Kelandaian maksimum untuk kecepatan rencana 80 km/jam
adalah 5 %.
2.4.2 Lengkung Vertikal
Lengkung vertikal direncanakan untuk mengubah secara bertahap perubahan
dua macam kelandaian arah memenjang jalan pada setiap lokasi yang diperlukan. Hal
ini bertujuan untuk mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian dengan
menyediakan jarak pandang henti yang cukup sesuai dengan yang telah
diperhitungkan untuk keamanan dan kenyamanan
Lengkung vertikal terdiri dari lengkung cembung dan lengkung cekung. Pada
profil memanjang jalan yang direncanakan, terdapat tiga buah perubahan kelandaian
yang cukup ekstrem sehingga harus dibuat lengkung, yaitu sebuah lengkung cekung
dan dua buah lengkung cembung. Berikut adalah perhitungan ketiga lengkung vertikal
yang terdapat pada jalan rencana.
Lengkung Vertikal 1 (Cekung)
Diketahui

JPH = 120 m
JPM = 550 m
G1 = -4 %
G2 =3%
Ditanya:
Panjang Lengkung Vertikal?
Jawab:
= |4% 3%| = 7%
Untuk JPH < L
AJPH 7(120 )
L= = = 186,7 m
(120 + 3,5JPH) 120 + 3,5(120)
JPH = 120 m
L = 186,7 m
JPH < L OK
Untuk JPH > L
(120 + 3,5JPH) (120 + 3,5(120))
L = 2JPH = 2(120) = 162,9 m
A 7
JPH = 120 m
L = 162,9 m
JPH < L TIDAK OK
Panjang lengkung dengan memperhatikan kenyamanan
A80 7(80 )
L= = = 115,17 m
389 389
Maka diambil panjang lengkung vertikal pertama (cekung) sebesar 186,7 m

Lengkung Vertikal 2 (Cembung)


Diketahui
JPH = 120 m
JPM = 550 m
G1 =3%
G2 =0%
Ditanya:
Panjang Lengkung Vertikal?
Jawab:
= |3% 0%| = 3%
Untuk JPH < L
AJPH 3(120 )
L= = = 106,7 m
405 405
JPH = 120 m
L = 106,7 m
JPH > L TIDAK OK
Untuk JPH > L
405 405
L = 2JPH = 2(120) = 105 m
A 3
JPH = 120 m
L = 105 m
JPH > L OK
Lmin = 8A = 8(3) = 24 m
Lmin < L maka diambil panjang lengkung kedua sebesar 105 m

Lengkung Vertikal 3 (Cembung)


Diketahui
JPH = 120 m
JPM = 550 m
G1 =0%
G2 = -2 %
Ditanya:
Panjang Lengkung Vertikal?
Jawab:
= |0% + 2%| = 2%
Untuk JPH < L
L= = = 71 m

JPH = 120 m
L = 71 m
JPH > L TIDAK OK
Untuk JPH > L
405 405
L = 2JPH = 2(120) = 37,5 m
A 2
JPH = 120 m
L = 37,5 m
JPH > L OK
Lmin = 8A = 8(2) = 16 m
Lmin < L maka diambil panjang lengkung kedua sebesar 37,5 m

Berikut adalah profil memanjang jalan rencana (alinemen vertikal)

Alinemen Vertikal Jalan Rencana


90
85
80
75
70
65
60
55
Elevasi

50 potongan memanjang tanah


45
40 asli
35
30
25 potongan memanjang jalan
20
15 rencana-1
10
5
0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
Stasiun

2.5 Analisis Galian dan Timbunan

Volume galian dan timbunan didapat berdasarkan atas rencana alinemen


vertikal dalam merencanakannya, diusahakan agar perbedaan volume galian dan
timbunan sekecil mungkin. Volume galian harus lebih besar daripada volume
timbunan agar tidak terlalu membebankan biaya mengambil tanah dari tempat lain.

Pedoman :

Tebal perkerasan : 38 cm = 0,38 m (berdasarkan perhitungan BAB 3


Perancangan Struktur Perkerasan Jalan)
Tebal Stripping : 10 cm
Lebar jalur : 4 x 3,5 m = 14 m
Lebar bahu :2x3m=6m
Lebar drainase : 2 x 0,5 m = 1 m
Median :1m
Kedalaman drainase : 0,5 m
Lebar damaja : 22 m
Analisa galian dan timbunan ini menggunakan end-area method yaitu dengan
mengalikan rata-rata luas galian dan timbunan netto antara dua stasiun dengan jarak
yang memisahkan kedua stasiun tersebut. Luas galian dan timbunan netto pada setiap
stasiun ditentukan dengan formula berikut.
L. Galian Netto = L. Galian Bruto Tebal Stripping + Tebal Perkerasan
L. Timbunan Netto = L. Timbunan Bruto + Tebal Stripping Tebal Perkerasan
Luas Total Netto = L. Galian Netto L. Timbunan Netto
Volume = (L. Total Netto Sta. A + L. Total Netto Sta. B)/2
Berikut adalah Tabel Perhitungan Galian dan Timbunan yang terjadi:
Luas Netto Volume Volume Volume Volume
Station Jarak Total
Gali Timbun Netto Kumulatif Galian Timbunan
0 16.3475 7.6861 8.6614 0
100 -1865.93 -1865.93 1634.75 768.61
1 0 45.98 -45.98
100 -7431 -9296.93 0 4598
2 0 102.64 -102.64
100 -7882 -17178.93 0 10264
3 0 55 -55
52.9286078 -2975.117044 -20154.04704 0 2911.073429
4/TS 0 57.42 -57.42
78.914 -2921.39628 -23075.44332 0 4531.24188
5/SC 0 16.62 -16.62
125.375556 -2049.263456 -25124.70678 0 2083.741733
6/pusat 0 16.07 -16.07
125.375556 -19515.95898 -44640.66576 0 2014.785178
7/CS 0 295.25 -295.25
78.914 -25299.8284 -69940.49416 0 23299.3585
8/ST 0 345.95 -345.95
100 -28197.5 -98137.99416 0 34595
9 0 218 -218
58.6407914 -10803.9794 -108941.9736 0 12783.69252
10/TS 0 150.48 -150.48
77.5046667 -9447.04382 -118389.0174 0 11662.90224
11/SC 0 93.3 -93.3
136.302667 12921.4928 -105467.5246 0 12717.0388
12/Pusat 282.9 0 282.9
136.302667 38950.53154 -66516.99304 38560.0244 0
13/CS 288.63 0 288.63
Luas Netto Volume Volume Volume Volume
Station Jarak Total
Gali Timbun Netto Kumulatif Galian Timbunan
77.5046667 22353.50844 -44163.4846 22370.17194 0
14/ST 288.2 0 288.2
100 27148.5 -17014.9846 28820 0
15 254.77 0 254.77
100 21599.5 4584.515397 25477 0
16 177.22 0 177.22
100 10341 14925.5154 17722 0
17 29.6 0 29.6
100 -588 14337.5154 2960 0
18 0 41.36 -41.36
107.968305 -8912.78354 5424.731857 0 4465.569076
19 0 123.74 -123.74
Setelah dilakukan perhitungan analisa galian timbunan, kemudian dapat ditentukan
persentase kelebihan galian atau timbunan yang terjadi. Berdasarkan data tersebut
didapatkan:
Jumlah Volume Galian = 137.543,95 m3
Jumlah Volume Timbunan = 126.695,01 m3
Selisih = 10.848,93 m3 (Berlebih pada galian)
Persentase kelebihan galian = 10.848,93/137.543,95 x 100 % = 7,89 % (masih
dalam batas toleransi) sehingga desain jalan ini baik dari aspek galian dan timbunan.
Berikut adalah diagram massa galian dan timbunan pada jalan ini

Mass Diagram
40000

20000

0
0 5 10 15 20
-20000
Elevasi (m)

-40000

-60000 mass diagram

-80000

-100000

-120000

-140000
Station

Anda mungkin juga menyukai