Anda di halaman 1dari 4

Latar belakang dan Perkembangan Kedokteran Keluarga

Jika ditinjau dari prinsip pokok yang dimiliki, maka pelayanan dokter keluarga yang
memusatkan perhatian pada masalah masalah kesehatan keluarga secara keseluruhan,
sebenarnya bukanlah merupakan hal yang baru. Perhatikan misalnya ungkapan Somers and
Somers (1970) tentang pelayanan kesehatan tempo dulu yang secara singkat diuraikannya
sebagai ...the traditional symbol of medical care the kindly old family doctor with big heart
and little bag, part healer, part priest, part family counselor.
Pada tahap selanjutnya, ketika ilmu dan teknologi kedokteran berkembang dengan
pesat, setelah Versaliusdikenal anatomi, setelah Harveydikenal fisiologi, setelah Malpighi
dikenal patologi, setelah Virchow dikenal patologi sel, setelah Pasteur dan Kochdikenal
bakteriologi, setelah Claude Bernarddikenal endokrinologi, setelah Wohler dikenal biokimia,
setelah Chusing dikenal bedah otak, ... demikian seterusnya yang kemudian makin dipacu
oleh rekomendasi yang mengharuskan pendidikan kedokteran diselenggarakan di Lembaga
Pendidikan Tinggi, maka bersamaan dengan makin banyak dilaksanakannya berbagai
penelitian, munculah berbagai spesialisasi dan sub-spesialisasi dalam ilmu kedokteran.
Perkembangan spesialisasi dan atau sub-spesialisasi ini berjalan dengan amat pesat
sekali, yang sampai dengan tahun 1988, sebagaimana yang tercatat dalarn The American
Medical Dictionary, adalah sebanyak 33 macam. Pada saat ini jumlah spesialisasi dan sub-
spe-sialisasi tersebut telah makin meningkat, yakni tidak kurang dari 57 macam (Somers and
Somers, 1970).
Perkembangan spesialisasi dan atau sub-spesialisasi yang seperti ini, di samping
mendatangkan banyak manfaat yakni makin meningkatnya mutu pelayanan kesehatan, yang
antara lain ditandai oleh turunnya angka kesakitan, angka cacat dan angka kematian, ternyata
juga mendatangkan banyak masalah. Salah satu dari masalah yang dimaksud yang dipandang
cukup penting ialah makin berkurangnya minat dokter menyelenggarakan pelayanan dokter
umum.
Sesungguhnyalah, dengan makin berkembangnya spesialisasi dan sub spesialisasi
tersebut, secara bertahap minat dokter menyelenggarakan pelayanan dokter umum, makin
berkurang. Oleh komisi Millis (1966) penyebab makin berkurangnya minat dokter
menyelenggarakan pelayanan dokter umum ini, disimpulkan sebagai:
1. Karena makin menurunnya harga diri seorang dokter umum dibandingkan dengan
dokter spesialis.
2. Karena kesempatan memperdalam pengetahuan dan ketrampilan sebagai dokter
umum dibandingkan dengan dokter spesialis makin kurang.
3. Karena makin buruknya kondisi kerja dokter umum dibandingkan dengan dokter
spesialis.
Penyebab lain dari makin berkurangnya minat dan sekaligus jumlah dokter umum,
yang dikemukakan oleh Robert Haggery (1963) adalah:
1. Komisi penerimaan mahasiswa baru terdiri dari para dokter spesialis, yang lebih
mengutamakan calon mahasiswa yang lebih berorientasi pada keilmuan.
2. Tidak adanya bagian dokter keluarga (departemen of familiy medicine) di fakultas
kedokteran.
3. Terbatasnya fasilitas yang berafiliasi dengan fakultas kedokteran yang dapat dipakai
untuk menyelenggarakan pendidikan dokter keluarga.
4. Makin meningkatnya proporsi mahasiswa yang langsungmengikuti pendidikan dokter
spesialis.
5. Perhatian terhadap dokter spesialis lebih baik daripada dokter umum, misalnya pada
wajib militer dan asuransi kesehatan.
6. Status dokter umum di rumah sakit lebih rendah daripada dokter spesialis, serta jam
kerja lebih lama daripada dokter spesialis.
Demikianlah akibat makin berkurangnya jumlah dokter yang menyelenggarakan
pelayanan dokter umum, dan sementara itu jumlah dokter yang menyelenggarakan pelayanan
dokter spesialis makin bertambah, menyebabkan timbulnya berbagai masalah lainnya.
Berbagai masalah yang dimaksud, jika diperinci menurut subsistem kesehatan secara singkat
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Sub-sistem Pelayanan Kesehatan
Masalah yang paling menonjol yang diketemukan pada sub-sistem pelayanan
kesehatan ialah pelayanan kesehatan tersebut menjadi terkotak kotak (fragmented
health services), amat tergantung pada berbagai peralatan kedokteran canggih serta
cenderung mengorganisir pelayanan kesehatan yang lebih majemuk. Keadaan yang
seperti ini tentu merugikan masyarakat, karena masyarakat akan sulit mendapatkan
pelayanan kesehatan yang menyeluruh (comprehensive health services).
Pasien akhirnya bagaikan berbelanja ke banyak toko. Berpindah dari satu
tempat ke tempat lain, tanpa tahu kegunaan dan manfaatnya. Lebih lanjut lagi karena
pelayanan yang terkotak - kotak ini, maka hubungan dokter-pasien (doctor-patient
relationship) menjadi renggang. Sering ditemukan perhatian dokter hanya terhadap
belahan yang disampaikan, bukan terhadap diri penderita secara keseluruhan.
Sesungguhnyalah sebagaimana dikemukakan oleh Ward Darley (1954)
barriers to the concept of continuing comprehensive care because of pragmentation
of patient care that has resulted from specialization, practice habits that limit interest
to the episodic care of illness, and efficiency measures that limit the amount of time a
physician gives to the individual patients.
2. Sub-sistem Pembiayaan Kesehatan
Masalah yang paling menonjol yang ditemukan pada sub-sistem pembiayaan
kesehatan ialah biaya kesehatan menjadi meningkat. Peningkatan biaya kesehatan
tersebut bukan saja karena telah dipergunakannya berbagai peralatan canggih, tetapi
juga karena pelayanan kesehatan tersebut telah terkotak-kotak. Akibatnya
pemeriksaan kedokteran yang sama sering dilakukan berulang - ulang, yang tentu saja
akan memberatkan pasien.
Lebih daripada itu, untuk para dokter yang tetap menyelenggarakan pelayanan
dokter umum, ditemukan pula masalah lainnya. Masalah tersebut ialah mutu
pelayanan yang diselenggarakan ternyata jauh dari memuaskan. Penelitian yang
dilakukan oleh University of North Carolina and Rockefeller Fondation yang
dilaksanakan pada tahun 1953-1954 membuktikan keadaan ini. Hasil penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa 44% dari dokter umum yang diteliti
menyelenggarakan pelayanan yang di bawah standar. Penyebabnya adalah karena para
dokter umum tersebut tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan klinis serta tidak
mengikuti perkernbangan ilmu dan teknologi kedokteran.
Adanya keadaan yang seperti ini tentu tidak membahagiakan semua pihak. Jalan
keluar yang diajukan, secara umum dapat dibedakan atas 4 macam, yakni (Somers and
Somer, 1970):
1. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dokter umum sehingga dapat mengejar
berbagai ketinggalan yang dimilikinya.
2. Menggantikan dokter umum dengan dokter keluarga yang terdidik secara khusus.
3. Melatih semua dokter (termasuk spesialis) dalam filosofi dan teknik pelayanan
kesehatan yang menyeluruh.
4. Menciptakan keadaan lingkungan yang dapat memacu terselenggaranya pelayanan
kesehatan yang menyeluruh dan terpadu.
Jalan keluar yang pertama, di Amerika Serikat dimotori oleh The American Academy
of General Practice yang didirikan pada tahun 1947. Organisasi ini aktif menyelenggarakan
berbagai program pendidikan tambahan untuk dokter umum. Lebih daripada itu, organisasi
ini juga serta mengusahakan adanya hubungan praktek dokter umum dengan rumah sakit.
Hasil yang diperoleh cukup menggembirakan karena secara bertahap berbagai ketinggalan
yang dimiliki oleh dokter umum dapat diatasi.
Pada tahun 1959, dalam rangka lebih meningkatkan bobot dan nilai pelayanan
kesehatan yang menyeluruh tersebut The American Medical Association menyusun suatu
rancangan pendidikan khusus yang bersifat lebih formal. Rancangan ini pada tahun 1969
berhasil disahkan, dan sejak tahun 1969 tersebut, di Amerika Serikat, dokter keluarga
dipandang sebagai salah satu dokter spesialis.
Demikianlah, sesuai dengan latar belakang yang seperti ini dan juga berbagai
peristiwa khusus yang terjadi di masing - masing negara, akhirnya gerakan dokter keluarga
tersebut mulai bermunculan. Ringkasan sejarah perkembangan yang dimaksud untuk
beberapa negara, secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Inggris
Kehendak untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di Inggris telah
dimulai sejak tahun 1844, tetapi pada waktu itu banyak mendapat tantangan. Barulah
kemudian pada tahun 1952, praktek dokter keluarga ini mendapat pengakuan yakni
dengan berhasil didirikannya Royal College of General Practise.
2. Australia
Kehendak untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di Australia telah
dimulai sejak tahun 1958, yakni dengan didirikannya The College of General
Practice yang pada waktu itu aktif menyelenggarakan program pendidikan
kedokteran berkelanjutan berikut ujiannya yang telah dimulai sejak tahun 1960.
Kegiatan ini secara resmi diakui pada tahun 1973, yakni dengan mulai
diselenggarakannya Family Medicine Program oleh pemerintah federal.
3. Filipina
Kegiatan untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di Filipina telah
dimulai sejak tahun 1960 tetapi secara melembaga baru dikenal sejak tahun 1972,
yakni dengan didirikannya The Philipine Academy of Family Physicians. Organisasi
ini aktif menyelenggarakan pendidikan dokter keluarga, yang lulusan angkatan
pertamanya dilantik tahun 1975.
4. Singapura
Kegiatan untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di Singapura telah
dimulai sejak tahun 1971, dan sejak tahun 1972 aktif menyelenggarakan program
pendidikan. Sayang sekali sampai saat ini program tersebut belum mendapat
pengakuan resmi dari pemerintah.
5. Indonesia
Kegiatan untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di Indonesia telah
dimulai sejak tahun 1981, yakni dengan didirikannya Kelompok Studi Dokter
Keluarga. Pada tahun 1990, melalui kongresnya yang kedua di Bogor, nama
organisasi diubah menjadi Kolese Dokter Keluarga Indonesia. Sekalipun organisasi
ini sejak tahun 1988 telah menjadi anggota IDI, tetapi pelayanan dokter keluarga di
Indonesia belum secara resmi mendapat pengakuan, baik dari profesi kedokteran dan
ataupun dari pemerintah.

Untuk lebih meningkatkan program kerja, terutama pada tingkat internasional, maka
didirikanlah organisasi internasional dokter keluarga pada tahun 1972, yang dikenal dengan
nama World Organization of National College, Academic and Academic Assiciation of
General Practitioners / Family Physician (WONCA).Indonesia adalah anggota WONCA
yang diwakili oleh Kolese Dokter Keluarga Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai