KELOMPOK A – 6
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2019-2020
Skenario
PEMBIAYAAN KESEHATAN
Seorang pasien, perempuan berusia 38 tahun dengan kehamilan trimester 1
pada G5P2A2 datang ke klinik Dr. Ahmad. Pasien ingin melakukan pemeriksaan
kehamilan secara rutin di klinik Dr. Ahmad karena pasien mendapat informasi bahwa
pelayanan di klinik ini baik. Pasien mempunyai keluhan sering mual, muntah, lemas,
cepat lelah, dan sesak. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan fisik bersama bidan.
Pada pemeriksaan ditemukan bahwa kandungan dalam kondisi yang baik namun ibu
tampak pucat, takikardi, murmur, takipnea, dan terdapat nyeri tekan epigastrium. Dr.
Ahmad, 31 tahun, praktek di sebuah klinik dokter keluarga yang bekerja sama dengan
BPJS. Klinik ini dikelola dengan baik sehingga dalam waktu yang relative singkat
mengalami kemajuan yang cukup pesat dan dikenal luas masyarakat.
Dr. Ahmad menyarankan agar pasien mengikuti pemeriksaan ANC yang
teratur sampai saat melahirkan. Pasien menanyakan ke dokter tentang pilihan
pembiayaan persalinan, mengingat kemungkinan membutuhkan biaya yang lebih
besar.
1
KATA SULIT
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yaitu badan hukum public yang
bertanggung jawab langsung kepada presiden dan kepada program penyelenggara
kesehatan
PERTANYAAN
1. Apa saja penyakit yang tidak ditanggung BPJS?
2. Bagaimana system pembiayaan kesehatan pada klinik keluarga?
3. Apa saja syarat klinik dokter keluarga?
4. Siapa saja yang berhak mendapat tanggungan BPJS?
5. Apakah persalinan dapat ditanggung dengan BPJS?
6. Bagaimana adab dalam islam ketika memeriksa pasien?
7. Apa saja kerugian bekerjasama dengan BPJS?
8. Bagaimana kriteria merujuk pasien?
9. Apa perbedaan klinik yang menggunakan BPJS dengan yang bukan?
10. Bagaimana etika merawat pasien dalam islam?
2
JAWABAN
1. Caesar tanpa indikasi, perawatan kulit, kosmetik
2. Pribadi, asuransi kesehatan, perusahaan
3. - 2 dokter umum
- 1 bidan
- 1 analis
- 1 administrasi keuangan
- 1 apoteker
- 1 office boy
4. PBI (Penerima Bantuan Iuran), Berkewarganegaraan Indonesia (Identitas
KTP/ administratif lainnya)
5. Ya ditanggung, kecuali persalinan caesar tanpa indikasi
6. Bagi dokter laki-laki yang memeriksa lawan jenis didampingi perawat/ wali
pasien dan begitu juga sebaliknya pada dokter perempuan.
7. - Penanganan terbaas
- Pengobatan terbatas
- Pasien tidak sakit masih harus membayar iuran
- Defisit pada rumah sakit
8. Jika sudah diluar kompetensi dokter yang menangani, ketersediaan alat
penunjang tidak memadai
9. - Struktural berbeda
- Pendapatan berbeda
- System pembayaran berbeda
- Birokrasi berbeda
- Administrasi berbeda
10. Tidak melihat latar belakang pasien, sebelum melakukan tindakan membaca
basmalah dan sesudah melakukan tindakan membaca hamdalah.
3
HIPOTESIS
BPJS merupakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang merupakan badan
hukum public yang bertanggung jawab langsung kepada presiden dan kepada
program penyelenggara kesehatan. Orang-orang yang berhak mendapat BPJS adalah
PBI (Penerima Bantuan Iuran), Berkewarganegaraan Indonesia (Identitas KTP/
administratif lainnya). Penyakit yang tidak ditanggung BPJS yaitu Caesar tanpa
indikasi, perawatan kulit, kosmetik. BPJS juga mempunyai kerugian seperti
Penanganan terbaas, pengobatan terbatas, pasien tidak sakit masih harus membayar
iuran, defisit pada rumah sakit.
Pada klinik dokter keluarga system pembayaran yang berlaku secara pribadi,
asuransi kesehatan, maupun perusahaan. Adapun syarat-syarat untuk mendirikan
klinik dokter keluarga yaitu ada 2 dokter umum, 1 bidan, 1 analis, 1 administrasi
keuangan, 1 apoteker, 1 office boy. Sebagai dokter muslim, ketika melakukan
pemeriksaan sebaiknya menerapkan adab seperti tidak melihat latar belakang pasien,
sebelum melakukan tindakan membaca basmalah dan sesudah melakukan tindakan
membaca hamdalah.
4
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan menjelaskan Klinik Dokter keluarga
1.1 Management
1.2 Standard Pelayanan
1.3 Prosedur
1.4 Sistem pembayaran
1.5 Sistem rujukan
2. Memahami dan menjelaskan Peran Dokter Keluarga dan Mitra Kerja
3. Memahami dan menjelaskanadab dokter muslim pada pasien dan
pandangan islam mengenai BPJS
5
1.1 Memahami Dan Menjelaskan Manajemen Klinik Dokter Keluarga
Pada dasarnya klinik dokter keluarga ini ada dua macam. Pertama, klinik
keluarga mandiri (free-standing family clinic). Kedua, merupakan bagian dari
rumah sakit tetapi didirikan diluar komplek rumah sakit (satelite family clinic). Di
luar negeri klinik dokter keluarga satelit ini mulai banyak didirikan. Salah satu
tujuannya adalah untuk menopang pelayanan dan juga penghasilan rumah sakit.
Terlepas apakah klinik dokter keluarga tersebut adalah suatu klinik mandiri
atau hanya merupakan klinik satelit dari rumah sakit, lazimnya klinik dokter
keluarga tersebut menjalin hubungan kerja sama yang erat dengan rumah sakit.
Klinik dokter keluarga ini dapat diselenggarakan secara sendiri (solo practice)
atau bersama-sama dalam satu kelompok (group practice). Dari dua bentuk klinik
dokter keluarga ini, yang paling dianjurkan adalah klinik dokter keluarga yang
dikelola secara berkelompok. Biasanya merupakan gabungan dari 2 sampai 3
orang dokter keluarga.
Pada klinik dokter keluarga berkelompok ini diterapkan suatu sistem
manajernen yang sama. Dalam arti para dokter yang tergabung dalam klinik
dokter keluarga tersebut secara bersama-sama membeli dan memakai alat-alat
praktek yang sama. Untuk kemudian menyelenggarakan pelayanan dokter
keluarga yang dikelola oleh satu sistem manajemen keuangan, manajemen
personalia serta manajemen sistem informasi yang sama pula. Jika bentuk praktek
berkelompok ini yang dipilih, akan diperoleh beberapa keuntungan sebagai
berikut (Clark, 1971) :
1) Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutu.
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang
dikelola secara kelompok, para dokter keluarga yang terlibat akan dapat
saling tukar menukar pengalaman, pengetahuan dan keterampilan. Di
samping itu, karena waktu praktek dapat diatur, para dokter mempunyai
cukup waktu pula untuk menambah pengetahuan dan keterampilan.
Kesemuannya ini, ditambah dengan adanya kerjasama tim (team work)
6
disatu pihak, serta lancarnya hubungan dokter-pasien di pihak lain,
menyebabkan pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih
bermutu.
2) Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih terjangkau.
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang
dikelola secara berkelompok, pembelian serta pemakaian berbagai
peralatan medis dan non medis dapat dilakukan bersama-sama (cost
sharing). Lebih dari pada itu, karena pendapatan dikelola bersama,
menyebabkan penghasilan dokter akan lebih terjamin. Keadaan yang
seperti ini akan mengurangi kecenderungan penyelenggara pelayanan
yang berlebihan. Kesemuanya ini apabila berhasil dilaksanakan, pada
gilirannya akan menghasilkan pelayanan dokter keluarga yang lebih
terjangkau.
8
c. Unsur proses. Yang dimaksud dengan unsur proses di sini adalah
semua tindakan yang dilakukan pada pelayanan kesehatan. Tindakan
ini secara umum dapat dibedakan atas dua macam. Pertama, tindakan
medis (medical procedure) mulai dari anamesis sampai dengan
pengobatan. Kedua, tindakan non medis (non medical procedure)
seperti tata cara rekam medis, persetujuan tindakan medis,
penerimaan dan perawatan pasien dan lain selanjutnya yang seperti
ini.
d. Unsur keluaran. Yang dimaksud dengan unsur keluaran adalah yang
menunjukan pada penampilan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan. Penampilan pelyanan tersebut dibedakan atas dua
macam :
- Penampilan aspek media (medical performance) seperti misalnya
kesembuhan penyakit, kecacatan dan atau kematian.
- Penampilan aspek non medis (non mediacal performance) seperti
misalnya kepuasan dan keluhan pasien.
9
Pelayanan dokter keluarga merupakan praktik umum dengan pendekatan
kedokteran keluarga yang memenuhi standar pelayanan dokter keluarga dan
diselenggarakan oleh dokter yang sesuai dengan standar profesi dokter keluarga
serta memiliki surat ijin pelayanan dokter keluarga dan surat persetujuan tempat
praktik.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memperhatikan pemeliharaan
kesehatan dan peningkatan kesehatan pasien dan keluarganya.
c. Pencegahan penyakit dan proteksi khusus
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk menggunakan segala
kesempatan dalam menerapkan pencegahan masalah kesehatan pada pasien dan
keluarganya.
d. Deteksi dini
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk menggunakan segala
kesempatan dalam deteksi dini penyakit dan melakukan penatalaksanaan yang
tepat untuk itu.
e. Kuratif medik
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk melaksanakan pemulihan
kesehatan dan pencegahan kecacatan pada strata pelayanan tingkat pertama,
termasuk kegawatdaruratan medik, dan bila perlu akan dikonsultasikan dan /
atau dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan dengan strata yang lebih tinggi.
f. Rehabilitasi medik dan sosial
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk menerapkan segala
kesempatan rehabilitasi pada pasien dan/atau keluarganya setelah mengalami
masalah kesehatan atau kematian baik dari segi fisik, jiwa maupun sosial.
g. Kemampuan sosial keluarga
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memperhatikan kondisi sosial
pasien dan keluarganya.
10
h. Etik medikolegal
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim yang sesuai dengan mediko legal
dan etik kedokteran.
11
kepedulian terhadap perasaan dan persepsi pasien (dan keluarga) pada keadaan di
saat itu.
f. Konsultasi
Pada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan konsultasi ke dokter lain
yang dianggap lebih piawai dan / atau berpengalaman. Konsultasi dapat
dilakukan kepada dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter
spesialis, atau dinas kesehatan, demi kepentingan pasien semata.
g. Rujukan
Pada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan rujukan ke dokter lain
yang dianggap lebih piawai dan/atau berpengalaman. Rujukan dapat dilakukan
kepada dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, rumah
sakit atau dinas kesehatan, demi kepentingan pasien semata.
h. Tindak lanjut
Pada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga menganjurkan untuk dapat
dilaksanakan tindak lanjut pada pasien, baik dilaksanakan di klinik, maupun di
tempat pasien.
i. Tindakan
Pada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga memberikan tindakan medis yang
rasional pada pasien, sesuai dengan kewenangan dokter praktik di strata pertama,
dan demi kepentingan pasien.
j. Pengobatan rasional
Pada setiap anjuran pengobatan, dokter keluarga melaksanakannya dengan
rasional, berdasarkan tanda bukti (evidence based) yang sahih dan terkini, demi
kepentingan pasien.
k. Pembinaan keluarga
Pada saat-saat dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan berhasil lebih baik, bila
adanya partisipasi keluarga, maka dokter keluarga menawarkan pembinaan
keluarga, termasuk konseling keluarga.
3. Standar Pelayanan Menyeluruh (standard of holistic of care)
12
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga bersifat menyeluruh, yaitu peduli
bahwa pasien adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental,
sosial dan spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
a. Pasien adalah manusia seutuhnya
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memandang pasien sebagai
manusia yang seutuhnya.
b. Pasien adalah bagian dari keluarga dan lingkungannya
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memandang pasien sebagai
bagian dari keluarga pasien, dan memperhatikan bahwa keluarga pasien dapat
mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh situasi dan kondisi kesehatan pasien.
Pelayanan menggunakan segala sumber di sekitarnya
Pelayanan dokter keluarga mendayagunakan segala sumber di sekitar
kehidupan pasien untuk meningkatkan keadaan kesehatan pasien dan
keluarganya.
13
Pelayanan dokter keluarga bekerja sebagai mitra penyedia pelayanan kesehatan
dengan berbagai sektor pelayanan kesehatan formal di sekitarnya.
d. Mitra lintas sektoral alternatif dan komplimenter medik
Pelayanan dokter keluarga mempedulikan dan memperhatikan kebutuhan dan
perilaku pasien dan keluarganya sebagai masyarakat yang menggunakan
berbagai pelayanan kesehatan nonformal di sekitarnya.
14
Pelayanan dokter keluarga mempunyai seorang dokter keluarga sebagai pimpinan
manajemen untuk mengelola klinik secara profesional
a. Standar perilaku terhadap pasien (patient-physician relationship standard)
Pelayanan dokter keluarga menyediakan kesempatan bagi pasien untuk
menyampaikan kekhawatiran dan masalah kesehatannya, serta memberikan
kesempatan kepada pasien untuk memperoleh penjelasan yang dibutuhkan guna
dapat memutuskan pemilihan penatalaksanaan yang akan dilaksanakannya :
1. Informasi memperoleh pelayanan
Pelayanan dokter keluarga memberikan keterangan yang adekuat mengenai
cara untuk memperoleh pelayanan yang diinginkan
2. Masa konsultasi
Waktu untuk konsultasi yang disediakan oleh dokter keluarga kepada
pasiennya adalah cukup bagi pasien untuk menyampaikan keluhan dan
keinginannya, cukup untuk dokter menjelaskan apa yang diperolehnya pada
anamnesa dan pemeriksaan fisik, serta cukup untuk menumbuhkan partisipasi
pasien dalam melaksanakan penatalaksanaan yang dipilihnya, sebisanya 10
menit untuk setiap pasien.
3. Informasi medik menyeluruh
Dokter keluarga memberikan informasi yang jelas kepada pasien mengenai
seluruh tujuan, kepentingan, keuntungan, resiko yang berhubungan dalam hal
pemeriksaan, konsultasi, rujukan, pengobatan, tindakan dan sebagainya
sehingga memungkinkan pasien untuk dapat memutuskan segala yang akan
dilakukan terhadapnya secara puas dan terinformasi.
4. Komunikasi efektif
Dokter keluarga melaksanakan komunikasi efektif berlandaskan rasa saling
percaya
15
Dokter keluarga memperhatikan hak dan kewajiban pasien, hak dan
kewajiban dokter termasuk menjunjung tinggi kerahasiaan pasien
16
Pelayananan dokter keluarga melaksanakan praktik dengan mempunyai
hubungan profesional dengan profesi medik lainnya untuk kepentingan
pasien.
2. Hubungan baik sesama dokter
Pelayanan dokter keluarga menghormati keputusan medik yang diambil oleh
dokter lain dan memperbaiki penatalaksanaan pasien atas kepentingan pasien
tanpa merugikan nama dokter lain
3. Perkumpulan profesi
Dokter keluarga dalam pelayanan dokter keluarga adalah anggota
perkumpulan profesi yang sekaligus menjadi anggota Ikatan Dokter
Indonesia dan berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan yang ada
17
Pelayanan dokter keluarga melakukan program jaga mutu secara mandiri
dan/atau bersama-sama dengan dokter keluarga lainnya, secara teratur
ditempat praktiknya
3. Partisipasi dalam kegiatan pendidikan
Pelayaanan dokter keluarga mempunyai itikad baik dalam pendidikan dokter
keluarga, dan berusaha untuk berpartisipasi pada pelatihan mahasiswa
kedokteran atau pelatihan dokter
4. Penelitian dalam praktik
Pelayanan dokter keluarga mempunyai itikad baik dalam penelitian dan
berusaha untuk menyelenggarakan penelitian yang sesuai dengan etika
penelitian kedokteran, demi kepentingan kemajuan pengetahuan kedokteran
5. Penulisan ilmiah
Dokter keluarga pada pelayanan dokter keluarga berpartisipasi secara aktif
dan/atau pasif pada jurnal ilmiah kedokteran
c. Fasilitas praktik
19
Pelayanan dokter keluarga memiliki fasilitas pelayanan kesehatan strata
pertama yang lengkap serta beberapa fasilitas pelayanan tambahan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat sekitarnya.
1. Fasilitas untuk praktik
Fasilitas pelayanan dokter keluarga sesuai untuk kesehatan dan keamanan
pasien, pegawai dan dokter yang berpraktik.
2. Kerahasiaan dan privasi
Konsultasi dilaksanakan dengan memperhitungkan kerahasiaan dan
privasi pasien.
3. Bangunan dan interior
Bangunan untuk pelayanan dokter keluarga merupakan bangunan
permanen atau semi permanen serta dirancang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan medis strata pertama yang aman dan terjangkau oleh berbagai
kondisi pasien.
4. Alat komunikasi
Klinik memiliki alat komunikasi yang biasa digunakan masyarakat
sekitarnya.
5. Papan nama
Tempat pelayanan dokter keluarga memasang papan nama yang telah
diatur oleh organisasi profesi.
- Posisi papan nama mudah dibaca
- Tidak ada hiasan maupun lampu warna
- Ukuran minimal 40x60cm maksimal 60x90cm
- Warna dasar putih dengan huruf balok warna hitam
- Memuat nama dokter,sip,alamat praktek ,dan jadwal praktek.
d. Peralatan klinik
Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan klinik yang sesuai dengan
20
fasilitas pelayanannya, yaitu pelayanan kedokteran di strata pertama (tingkat
primer).
1. Peralatan medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki beberapa peralatan medis yang
minimal harus dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai
penyedia layanan strata pertama.
2. Peralatan penunjang medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki beberapa peralatan penunjang medis
yang minimal harus dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik
sebagai penyedia pelayanan strata pertama.
3. Peralatan non medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan non medis yang minimal
harus dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia
pelayanan strata pertama.
21
1.3 Memahami dan Menjelaskan Prosedur Pemeriksaan Klinis
a. Anamnesis
Pelayanan dokter keluarga melaksanakan anamnesis dengan pendekatan
pasien (patient-centered approach) dalam rangka memperoleh keluhan
utama pasien, kekhawatiran dan harapan pasien mengenai keluhannya
tersebut, serta memperoleh keterangan untuk dapat menegakkan diagnosis
d. Prognosis
Pada setiap penegakkan diagnosis, dokter keluarga menyimpulkan
prognosis pasien berdasarkan jenis diagnosis, derajat keparahan, serta tanda
bukti terkini (evidence based).
e. Konseling
Untuk membantu pasien (dan keluarga) menentukan pilihan terbaik
penatalaksanaan untuk dirinya, dokter keluarga melaksanakan konseling
dengan kepedulian terhadap perasaan dan persepsi pasien (dan keluarga)
pada keadaan di saat itu.
22
f. Konsultasi
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan konsultasi ke
dokter lain yang dianggap lebih piawai dan / atau berpengalaman.
Konsultasi dapat dilakukan kepada dokter keluarga lain, dokter keluarga
konsultan, dokter spesialis, atau dinas kesehatan, demi kepentingan pasien
semata.
g. Rujukan
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan rujukan ke dokter
lain yang dianggap lebih piawai dan/atau berpengalaman. Rujukan dapat
dilakukan kepada dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter
spesialis, rumah sakit atau dinas kesehatan, demi kepentingan pasien
semata.
h. Tindak lanjut
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga menganjurkan untuk dapat
dilaksanakan tindak lanjut pada pasien, baik dilaksanakan di klinik,
maupun di tempat pasien.
i. Tindakan
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga memberikan tindakan medis
yang rasional pada pasien, sesuai dengan kewenangan dokter praktik di
strata pertama, dan demi kepentingan pasien.
j. Pengobatan rasional
23
Pada setiap anjuran pengobatan, dokter keluarga melaksanakannya dengan
rasional, berdasarkan tanda bukti (evidence based) yang sahih dan terkini,
demi kepentingan pasien.
k. Pembinaan keluarga
Pada saat - saat dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan berhasil lebih
baik, bila adanya partisipasi keluarga, maka dokter keluarga menawarkan
pembinaan keluarga, termasuk konseling keluarga
Tenaga pelaksana
2. Tenaga paramedis
24
Untuk lancaranya pelayanan dokter keluarga, perlu mengikut sertakan
tenaga paramedis. Disarankan tenaga paramedis tersebut seyogoyanya yang
telah mendapatkan pendidikan dan latihan prinsip-prinsip pelayanan dokter
keluarga, baik aspek medis dan ataupun aspek non medis. Jumlah tenaga
paramedis yang diperlukan tergantung dari jumlah dokter keluarga yang
menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga secara umum disebutkan untuk
setiap satu orang dokter keluarga, diperlukan 2 sampai 3 tenaga paramedis
terlatih.
3. Tenaga non-medis
Sama halnya dengan tenaga paramedis, untuk lancarnya pelayanan dokter
keluarga, perlu pula mengikutsertakan tenaga non-medis. Pada umumnya ada
dua katagori tenaga non-medis tersebut. Pertama, tenaga administrasi yang
diperlukan untuk menangani masalah–masalah administrasi. Kedua,
pekerjasosial (social worker) yang diperlukan untuk menangai program
penyuluhan/nasehat kesehatan dan atau kunjungan rumah misalnya. Jumlah
tenaga non medis yang diperlukan tergantung dari jumlah dokter keluarga,
dibutuhkan sekurang-kurangnya satu orang tenaga administrasi serta satu orang
pekerja social.
Syarat ketenagaan :
Pimpinan klinik merupakan penanggung jawab klinik dan merangkap
sebagai pelaksana pelayanan.
Pimpinan Klinik Pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi.
Pimpinan Klinik Utama adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis
yang memiliki kompetensi sesuai dengan jenis kliniknya.
Ketenagaan klinik terdiri dari : tenaga medis, tenaga kesehatan lain dan
tenaga non kesehatan.
25
Tenaga medis pada klinik pratama minimal terdiri dr 2 org dokter dan/atau
dokter gigi.
Tenaga medis pada Klinik Utama minimal terdiri dari 1 orang dokter
spesialis dari masing-masing spesialisasi sesuai dengan jenis pelayanan yang
diberikan.
Klinik utama dapat mempekerjakan dokter dan/atau dokter gigi sebagai
tenaga pelaksana pelayanan medis.
Dokter atau dokter gigi harus memiliki kompetensi setelah mengikuti
pendidikan/pelatihan sesuai dg jenis pelayanan yg diberikan oleh klinik.
Jenis, kualifikasi & jumlah tenaga kesehatan lain serta tenaga non medis
disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan klinik.
Setiap tenaga medis yang praktik di klinik harus mempunyai Surat Tanda
Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dokter/dokter gigi yang ingin memperoleh SIP dapat mengajukan
permohonan kpd Dinas Kesehatan Kab/Kota tempat praktik kedokteran
dilaksanakan.
Lampiran berkas yang dibutuhkan untuk permohonan SIP, terdiri dari :
Fotokopi surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi
yang masih berlaku dan diterbitkan dan dilegalisir asli oleh Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI);
a) Surat Pernyataan memiliki tempat praktik, atau surat keterangan dari
sarana pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya;
b) Surat rekomendasi dari organisasi profesi, sesuai tempat praktik;
Pas Foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 3 lembar, dan 3x4 sebanyak 2
lembar
26
Terdapat 3 jenis pembiayaan kesehatan berdasarkan ideologi negara di dunia, yaitu :
1. Sosialis (welfare state). Pada negara-negara tersebut, negara mempunyai
kewajiban penuh untuk memenuhi biaya kesehatan. Bisa juga disebut
tanggungan negara 100%.
2. Liberalis-kapitalis. Di sini biaya kesehatan diserahkan pada mekanisme
pasar atau pemerintah tidak menanggung biaya kesehatan) sehingga
pelayanan kesehatan menjadi berorientasi pada keuntungan semata.
3. Kombinasi antara sosialis dan kapitalis. Biaya kesehatan pada negara yang
mengacu sistem pembiayaan kombinasi ditanggung oleh pemerintah, swasta,
dan masyarakat.
Berdasarkan dari jenis pembiayaan kesehatan tersebut, dapat
ditentukan Indonesia mengikuti sistem kombinasi dimana pihak pemerintah,
swasta, dan masyarakat sama-sama menanggung beban pembiayaan kesehatan.
27
2. Sistem paket (packet system)
Yang dimaksud dengan sistem paket adalah sistem pembayaran di muka yang
dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
berdasarkan kesepakatan harga yang dihitung untuk suatu paket pelayanan
kesehatan tertentu. Dengan sistem pembayaran ini, maka besarnya
28
1. Penataan Terpadu (managed care)
Merupakan pengurusan pembiayaan kesehatan sekaligus dengan pelayanan
kesehatan. Pada saat ini penataan terpadu telah banyak dilakukan di
masyarakat dengan program Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat atau
JPKM. Managed care membuat biaya pelayanan kesehatan yang dikeluarkan
bisa lebih efisien.
Persyaratan agar pelayanan managed care di perusahaan dapat berhasil baik,
antara lain:
a. Para pekerja dan keluarganya yang ditanggung perusahaan harus sadar
bahwa kesehatannya merupakan tanggung jawab masing-masing atau
tanggung jawab individu. Perusahaan akan membantu upaya untuk
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
b. Para pekerja harus menyadari bahwa managed care menganut sistem
rujukan.
c. Para pekerja harus menyadari bahwa ada pembatasan fasilitas berobat,
misalnya obat yang digunakan adalah obat generik kecuali bila keadaan
tertentu memerlukan life saving.
d. Prinsip kapitasi dan optimalisasi harus dilakukan
2. Sistem reimbursement
Perusahaan membayar biaya pengobatan berdasarkan fee for services. Sistem
ini memungkinkan terjadinya over utilization. Penyelewengan biaya kesehatan
yang dikeluarkan pun dapat terjadi akibat pemalsuan identitas dan jenis
layanan oleh karyawan maupun provider layanan kesehatan.
3. Asuransi
Perusahaan bisa menggunakan modal asuransi kesehatan dalam upaya
melaksanakan pelayanan kesehatan bagi pekerjanya. Dianjurkan agar asuransi
yang diambil adalah asuransi kesehatan yang mencakup seluruh jenis
29
pelayanan kesehatan (comprehensive), yaitu kuratif dan preventif. Asuransi
tersebut menanggung seluruh biaya kesehatan, atau group health insurance
(namun kepada pekerja dianjurkan agar tidak berobat secara berlebihan).
4. Pemberian Tunjangan Kesehatan
Perusahaan yang enggan dengan kesukaran biasanya memberikan tunjangan
kesehatan atau memberikan biaya kesehatan kepada pegawainya dalam bentuk
uang. Sakit maupun tidak sakit tunjangannya sama. Sebaiknya tunjangan ini
digunakan untuk mengikuti asuransi kesehatan (family health insurance).
Tujuannya adalah menghindari pembelanjaan biaya kesehatan untuk
kepentingan lain, misalnya untuk membeli rokok, minuman beralkohol, dan
hal – hal lain yang malah merugikan kesehatannya.
30
a. Dokter keluarga melakukan pembinaan kesehatan pada keluarga
yang menjadi kliennya. Targetnya adalah penurunan angka kesakitan.
Bentuknya berapa kunjungan secara berkala ke rumah asien dan
memberikan penyuluhan.
b. Dokter dibayar secara flat setiap bulannya, bukan berdasarkan jumlah
kasus yang ditangani.
c. Bila jumlah kasus sedikit maka dokter untung, namun bila banyak
maka dokter tidak akan memperoleh keuntungan.
d. Premi ditetapkan secara kapitasi, yaitu dihitung berdasarkan faktor
resiko dari setiap individu, frekuensi terjadinya penyakit dalam setahun,
dan kemungkinan biaya yang dibutuhkan bila ia sakit.
Asuransi Kesehatan
Asuransi adalah suatu mekanisme pengalihan resiko (sakit) dari resiko
perorangan menjadi resiko kelompok. Dengan cara mengalihkan resiko individu
menjadi resiko kelompok, beban ekonomi yang harus dipikul oleh masing-
masing peserta asuransi akan lebih tetapi mengandung kepastian karena
memperoleh jaminan.
31
- Iuran/premi berdasarkan persentase gaji/pendapatan. Idealnya harus
dihitung 5% dari GDP
- Premi untuk tenaga kerja ditanggung bersama (50%) oleh pemberi
kerja dan tenaga kerja.
- Premi tidak ditentukan oleh resiko perorangan tetapi didasarkan pada
resikokelompok (collective risk sharing)
- Tidak diperlukan pemeriksaan awal
- Jaminan pemeliharaan kesehatan yang diperoleh bersifat menyeluruh
(universal coverage)
- Peran pemerintah sangat besar untuk mendorong berkembangnya
asuransi kesehatansosial di Indonesia. Semua pegawai negeri diwajibkan
untuk mengikuti asuransi kesehatan
5. Asuransi kesehatan komersial perorangan (private voluntary health
insurance) jenis asuransi ini dapat dibeli preminya baik individu maupun
segmen masyarakat kelas menengah keatas.
Prinsip kerja:
- Kepersertaan bersifat perorangan dan sukarela
- Iuran/premi berdasarkan angka absolut, ditetapkan berdasarkan jenis
tanggunganyang dipilih.
- Premi berdasarkan atas resiko perorangan dan ditentukan faktor usia,
jenis kelamin, jenis pekerjaan.
- Dilakukan pemeriksaan kesehatan awal
- Santunan diberikan sesuai kontrak
- Peranan pemerintah relatif kecil
6. Asuransi kesehatan komersial kelompok (regulated private health
insurance) ini merupakan alternatif lain sistem asuransi kesehatan komersial
Prinsip-prinsip dasar:
- Keikutsertaan bersifat sukarela berkelompok
32
- Iuran/preminya dibayar berdasarkan atas angka absolut
- Perhitugan premi bersifat community rating yang berlaku untuk
kelompok masyarakat
- Santunan (jaminan pemeliharaan kesehatan) diberikan sesuai dengan
kontrak
- Tidak diperlukan pemeriksaan awal
BPJS
Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN , Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) adalah:
1. Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial (Pasal 1 angka 6)
2. Badan hukum nirlaba (Pasal 4 dan Penjelasan Umum)
3. Pembentukan dengan Undang-undang (Pasal 5 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (UU BPJS), secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk
dengan UU BPJS adalah badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU
BPJS adalah BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Kedua BPJS tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi
hak konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan
program jaminan yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penyelenggaraan jamianan sosial yang adekuat dan berkelanjutan merupakan
salah satu pilar Negara kesejahteraan, disamping pilar lainnya, yaitu pendidikan
bagi semua, lapangan pekerjaan yang terbuka luas dan pertumbuhan ekonomi
yang stabil dan berkeadilan.
Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program
jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS
33
memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS.
Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas tanggung jawabnya dan
sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua BPJS tersebut
secara transparan.
Fungsi BPJS
UU BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN
diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip
ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4
program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
pensiun, dan jaminan kematian.
Menurut UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila
seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat
kerja.
Selanjutnya program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk
menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun,
mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Kemudian program jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan
derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang
penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.
Jaminan pensiun ini diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.
34
Sedangkan program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santuan
kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.
Tugas BPJS
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:
a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;
b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
c. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;
d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;
e. Mmengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;
f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan program jaminan sosial; dan
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial
kepada peserta dan masyarakat.
Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan
pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk
menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan Dana jaminan Sosial,
pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas
penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan
keterbukaan informasi.
Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti
menerima pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.
Wewenang BPJS
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamksud di atas BPJS berwenang:
a. Menagih pembayaran Iuran;
b. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka
panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-
hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
35
c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi
kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan jaminan sosial nasional;
d. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran
fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh
Pemerintah;
e. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
f. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang
tidak memenuhi kewajibannya;
g. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan
program jaminan sosial.
Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran
dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran,
kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi
administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai
badan hukum publik.
` Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme
asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap
orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial.
36
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) adalah Dewan yang berfungsi untuk
membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi
penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir
miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang
iurannya dibayari Pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan.
Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh Pemerintah dan diatur
melalui Peraturan Pemerintah.
37
Pelayanan Promotif, Preventif yaitu: penyuluhan, Imunisasi (BCG, DOT-
HB, Polio dan Campak), Keluarga Berencana (kontrasepsi, vasektomi dan
tubektomi) dan skrining kesehatan (selektif).
Pelayanan Kuratif dan Rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis, yaitu
(1) Rawat Jalan dengan dokter spesialis dan subspesialis, dan (2) Rawat
Inap di ruang intensif dan non intensif.
Manfaat Non Medis meliputi akomodasi dan ambulans.
Prosedur BPJS
Pendaftaran Bagi Penerima Bantuan Iuran / PBI
Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak mampu yang menjadi peserta PBI
dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang
statistik (Badan Pusat Statistik) yang diverifikasi dan divalidasi oleh Kementerian
Sosial.
Selain peserta PBI yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, juga terdapat
penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah
berdasarkan SK Gubernur/Bupati/Walikota bagi Pemda yang mengintegrasikan
program Jamkesda ke program JKN.
Pendafataran Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah / PPU
1. Perusahaan / Badan usaha mendaftarkan seluruh karyawan beserta anggota
keluarganya ke Kantor BPJS Kesehatan dengan melampirkan :
a. Formulir Registrasi Badan Usaha / Badan Hukum Lainnya
b. Data Migrasi karyawan dan anggota keluarganya sesuai format yang
ditentukan oleh BPJS Kesehatan.
2. Perusahaan / Badan Usaha menerima nomor Virtual Account (VA) untuk
dilakukan pembayaran ke Bank yang telah bekerja sama (BRI/Mandiri/BNI)
38
3. Bukti Pembayaran iuran diserahkan ke Kantor BPJS Kesehatan
untuk dicetakkan kartu JKN ataumencetak e-ID secara mandiri oleh
Perusahaan / Badan Usaha.
Pendaftaran Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah / PBPU dan
Bukan Pekerja
Pendaftaran PBPU dan Bukan Pekerja
1. Calon peserta mendaftar secara perorangan di Kantor BPJS Kesehatan
2. Mendaftarkan seluruh anggota keluarga yang ada di Kartu Keluarga
3. Mengisi formulir Daftar Isian Peserta (DIP) dengan melampirkan:
Fotokopi Kartu Keluarga (KK)
Fotokopi KTP/Paspor, masing-masing 1 lembar
Fotokopi Buku Tabungan salah satu peserta yang ada didalam
Kartu Keluarga
Pasfoto 3 x 4, masing-masing sebanyak 1 lembar.
4. Setelah mendaftar, calon peserta memperoleh Nomor Virtual Account
5. Melakukan pembayaran iuran ke Bank yang bekerja sama
(BRI/Mandiri/BNI)
6. Bukti pembayaran iuran diserahkan ke kantor BPJS Kesehatan untuk
dicetakkan kartu JKN.
Pendaftaran Bukan Pekerja Melalui Entitas Berbadan Hukum
(Pensiunan BUMN/BUMD)
Proses pendaftaran pensiunan yang dana pensiunnya dikelola oleh entitas
berbadan hukum dapat didaftarkan secara kolektif melalui entitas berbadan
hukum yaitu dengan mengisi formulir registrasi dan formulir migrasi data
peserta..
39
Adapun alur Pelayanan BPJS adalah sebagai berikut:
Prosedur Umum
40
Prosedur Pelayanan Obat
Sistem Biaya
Iuran yang dibayarkan ke bank disesuaikan dengan jenis kepesertaan, yang
diantaranya adalah:
41
persen dan 5% ditanggung pekerja. Sedangkan PNS dan pensiunan PNS
membayar iuran sebesar 5 %, sebanyak 3 % ditanggung pemerintah dan 2 %
ditanggung pekerja.
Untuk peserta bukan penerima upah seperti pekerja sektor informal besaran
iuran yang harus dibayarkan, sesuai dengan jenis kelas perawatan yang
diambil. Untuk ruang perawatan kelas III Rp 25.500, kelas II Rp 42.500 dan
kelas I Rp59.500.
Dengan adanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS bertujuan untuk
memberikan perlindungan kesehatan agar setiap peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan . Pengertian definisi jaminan kesehatan, dengan prinsip
asuransi social berdasarkan:
Kegotongroyongan antara masyarakat kaya dan miskin, yang sehat dan sakit,
yang tua dan muda, dan yang beresiko tinggi dan rendah.
Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip ekuitas adalah kesamaan anggota dalam
memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang terikat dengan besaran
iuran yang dibayarkan. Dan ini adalah bagian dari Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) yang masuk dalam program kesehatan Pemerintah Indonesia pada tahun 2014
oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) nantinya.
Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka oleh BPJS
Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan (Faskes) Tingkat Pertama (primer) berdasarkan
jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan
42
kesehatan yang diberikan kepada pasien. Yang untuk selanjutnya dikelola untuk
penanganan dan pencegahan penyakit atau preventif.
Sebagai contoh apabila 5.000 peserta BPJS Kesehatan yang terdaftar pada satu faskes
dengan kapitasi Rp 8.000 per orang per bulan. Idealnya 1 orang dokter bisa
menangani 5.000 orang perbulan waktu pelayanan 6 jam. Kemudian dilihat yang sakit
berapa, yang pasti dia dibayar sesuai dengan jumlah peserta terdaftar 5.000 dikalikan
Rp 8.000 berarti dokter mengelola Rp 40.000.000. Dana ini yang setiap akhir bulan
akan ia kelola untuk bayar lab, apotek, bidan, dokter dan keperluan medis dan
administrasi lainnya.
Ketika sebuah klinik memiliki dana dengan jumlah tertentu dan semakin sedikit orang
yang sakit maka akan besar pula penghasilan per bulannya. Artinya dokter
bertanggung jawab terhadap kesehatan dan harus mendorong 5.000 orang yang
terdaftar di Faskes miliknya untuk tidak sakit sehingga penghasilannya tetap.
Besar pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama berdasarkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Namun
besar tarif belum dibahas secara jelas.
Tarif Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-
CBG’s
Tarif INACBGs adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada
pengelompokan diagnosis penyakit. Perhitungan tarif ini diberlakukan di fasilitas
kesehatan lanjutan dalam hal ini adalah rumah sakit baik itu milik pemerintah atau
milik swasta.
43
Perhitungannya lebih objektif berdasarkan pada biaya sebenarnya. INACBGs
merupakan sistem pengelompokkan penyakit berdasarkan ciri klinis yang sama dan
sumber daya yang digunakan dalam pengobatan. Pengelompokkan ini ditujukan
untuk pembiayaan kesehatan pada penyelenggara jaminan kesehatan sebagai pola
pembayaran yang bersifat prospektif. Dan agar lebih mudah, paket INACBGs
mencakup seluruh komponen biaya rumah sakit.
Berbasis pada data costing dan coding penyakit mengacu pada International
Classification of Diseases yang disusun WHO, Sehingga menggunakan ICD 10 untuk
mendiagnosis 14.500 kode dan ICD 9 Clinical Modification yang mencakup 7.500
kode. Sedangkan tarif INACBGs terdiri dari 1.077 kode CBG yang terdiri dari 789
rawat inap dan 288 rawat jalan dengan tingkat keparahannya.
Tarif INACBGs untuk JKN dikelompokkan menjadi 6 jenis rumah sakit (rumah sakit
kelas D, C, B dan A, rumah sakit umum dan rumah sakit rujukan nasional). Selain itu
Tarif Pelayanan Kesehatan Progjam JKN juga disusun berdasarkan perawatan kelas
1, 2 dan 3, yang saat ini memang tersedia pada program JKN.
Macam-Macam
Jumlah peserta dan anggota yang ditanggung oleh JKN adalah paling banyak 5 (lima)
orang dalam satu keluarga peserta BPJS. Kelima orang tersebut adalah peserta itu
44
sendiri, satu istri atau suami yang sah ditambah tiga anak (anak kandung/anak
tiri/anak angkat yang sah). Untuk anak yang ditanggung BPJS mempunyai ketentuan:
belum menikah, belum bekerja, dan belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25
tahun bagi anak yang masih melanjutkan pendidikan formal.
Apabila peserta JKN memiliki anggota keluarga lebih dari lima orang, tetap dapat
dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain (anak keempat, orang tua,
mertua, saudara kandung / ipar, asisten rumah tangga, dll), dengan membayar iuran
tambahan. Adapun besarnya iuran tambahan yang harus dibayar untuk peserta yang
bekerja adalah 1% dari gaji atau upah per bulan dan ditanggung oleh peserta yang
bersangkutan. Sedangkan untuk peserta bukan pekerja, adalah sebesar:
Rp 25.500 tiap orang per bulan dengan pelayanan di ruang perawatan kelas
tiga
Rp 42.500 tiap orang per bulan dengan pelayanan di ruang perawatan kelas
dua
Rp 59.500 tiap orang per bulan dengan pelayanan di ruang perawatan kelas
satu
Pembayaran iuran BPJS dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Bagi
PPU (Pekerja Penerima Upah), akan dikenai denda sebesar 2% per bulan dari total
iuran, dan paling banyak tertunggak selama 3 bulan. Sedangkan bagi PBPU,
dikenakan denda sebesar 2% per bulan dari total iuran dan tertunggak paling banyak
untuk waktu 6 bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.
Apabila dalam jangka waktu batas tempo, peserta tidak juga melakukan pelunasan,
maka pelayanan kesehatan akan dihentikan sementara.
45
Sistem Rujukan Secara Keseluruhan
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.032/Birhup/72 tahun 1972
yang dimaksud dengan rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung
jawab pengelolaan suatu kasus penyakit dan ataupun masalah kesehatan secara
timbal balik, yang dapat dilakukan secara vertikal, dalam arti antar sarana
pelayanan kesehatan yang berbeda stratanya, atau secara horizontal, dalam arti
antar sarana pelayanan kesehatan yang sama stratanya.
46
Pengiriman dokter/ tenaga kesehatan yang lebih ahli dari strata pel.
kes. Yang lebih mampu ke strata pelayanan kesehatan yang kurang
mampu untuk bimbingan dan diskusi atau sebaliknya, untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan
Rujukan bahan pemeriksaan laboratorium (transfer of
specimens)
Pengiriman bahanbahan pemeriksaan bahan laboratorium dari strata
pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata yang lebih
mampu atau sebaliknya, untuk tindak lanjut.
47
kurang mampu ke strata pelayanan kesehatan yang lebih mampu
atau sebaliknya untuk pelayanan tindak lanjut.
48
Karakteristik
1. Ruang lingkup kegiatan : konsultasi memintakan bantuan profesional dari
pihak ke tiga. Rujukan melimpahkan wewenang dan tanggung jawab
penanganan kasus penyakit yang sedang dihadapi kepada pihak ketiga.
2. Kemampuan dokter : konsultasi ditujukan kepada dokter yang lebih ahli
atau yang lebih berpengalaman. Pada rujukan hal ini tidak mutlak.
3. Wewenang dan tanggung jawab : konsultasi wewenang dan tanggung jawab
tetap pada dokter yang meminta konsultasi. Pada rujukan sebaliknya.
49
5. Apabila ada pembatas dalam melakukan konsultasi dan ataupun rujukan.
Ada yang berasal dari dokter, misalnya sikap dan perilaku yang tidak
menunjang. Ada yang berasal dari pasien, misalnya tidak bersedia dan
ataupun yang terpenting karena tidak cukup biaya atau karena kesulitan
transportasi. Atau ada pula yang berasal dari pihak ketiga, misalnya
berbagai ketentuan program asuransi kesehatan, dan ataupun perusahaan
yang menanggung biaya pelayanan kesehatan. Penyelesaian terhadap
berbagai pembatas ini harus dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya,
dengan catatan seyogyanya sikap dan perilaku dokter sendiri tidak
bersifat negatif terhadap konsultasi atau rujukan.
6. Apabila pasien tidak bersedia untuk dikonsultasikan dan ataupun dirujuk.
Banyak yang berperan di sini. Mulai dari hambatan sosial budaya sampai
dengan hambatan sosial ekonomi. Di Indonesia hambatan yang paling
banyak ditemukan adalah karena keadaan ekonomi penduduk yang belum
memuaskan, dan karenanya tidak bersedia dan atau tidak dapat memenuhi
anjuran konsultasi dan atau rujukan tersebut.
Tatacara Rujukan
Pasien harus dijelaskan selengkap mungkin alasan akan dilakukan konsultasi dan
rujukan. Penjelasan ini sangat perlu, terutama jika menyangkut hal-hal yang
peka, seperti dokter ahli tertentu.
• Dokter yang melakukan konsultasi harus melakukan komunikasi
langsung dengan dokter yang dimintai konsultasi. Biasanya berupa surat
atau bentuk tertulis yang memuat informasi secara lengkap tentang
identitas, riwayat penyakit dan penanganan yang dilakukan oleh dokter
keluarga.
• Keterangan yang disampaikan tentang pasien yang dikonsultasikan harus
selengkap mungkin. Tujuan konsultasi pun harus jelas, apakah hanya
50
untuk memastikan diagnosis, menginterpretasikan hasil pemeriksaaan
khusus, memintakan nasihat pengobatan atau yang lainnya.
• Sesuai dengan kode etik profesi, seyogianya dokter dimintakan konsultasi
wajib memberikan bantuan profesional yang diperlukan. Apabila merasa
diluar keahliannya, harus menasihatkan agar berkonsultasi ke dokter ahli
lain yang lebih sesuai.
• Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja
• Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta
rujukan
• Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-
masing pihak
51
- Komponen system yang lain termasuk masyarakat pasien dibenarkan dan
bahkan diharuskan saling kontrol saling mengingatkan agat tidak terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan
52
kebutuhan akan upaya kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih
solid dengan semangat kepentingan pasien.
▪ Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat
profesional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi
sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional
dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi
lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga
iklim dan kondisi sosial masih medukung dominasi dokter. Inti
sesungguhnya dari konflik perawat dan dokter terletak pada perbedaan
sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara
keduanya.
▪ Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat
klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan
dalam lingkup praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan
supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau
mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu negara dimana pelayanan
diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan bersama
sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup
praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap
orang lain yang berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan
masyarakat.
▪ Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat
digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team :
a) Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional.
b) Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
c) Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
d) Meningkatnya kohesifitas antar profesional
e) Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
53
f) Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan
memahami orang lain
▪ Kesuksesan kolaborasi dalam suatu pelayanan kesehatan dipengaruhi
oleh faktor-faktor
a) Faktor interaksi ( interactional determinants), yaitu hubungan
interpersonal diantara anggota tim yang terdiri dari kemauan untuk
berkolaborasi, percaya, saling menghargai dan berkomunikasi .
b) Faktor Organisasi ( organizational determinants) yaitu kondisi di
dalam organisasi tersebut yang terdiri dari:
1. Organizational structure (struktur horisontal dianggap lebih
berhasil daripada struktur hierarkis);
2. Organization’s philosophy (nilai nilai keterbukaan, kejujuran,
kebebasan berekspresi, saling ketergantungan, integritas dan sikap
saling percaya;
3. administrative support ( kepemimpinan);
4. team resource (tersedianya waktu untuk bertemu dan
berinteraksi, membagi lingkup praktek dengan profesional lain,
bekerja dalam suatu unit yang kecil) ;
5. coordination mechanism ( pertemuan formal untuk diskusi,
standarisasi prosedur dalam bekerja ).
c) Faktor lingkungan organisasi ( organization’s environment/ systemic
determinants) yaitu elemen diluar organisasi, seperti sistem sosial,
budaya, pendidikan dan profesional.
Komunikasi Dokter-Apoteker
Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, dokter perlu mengetahui apa yang
menjadi tanggung jawab profesi apoteker dalam pelayanan farmasi. Pelayanan
farmasi dapat dilakukan di berbagai tempat seperti rumah sakit, Puskesmas,
Poliklinik, Apotek, dll. Adanya pemahaman masing-masing pada profesi mitra
kerjanya akan memudahkan terjadinya komunikasi yang baik antar profesi
Empat unsur Pelayanan Farmasi :
- Pelayanan Farmasi yang baik.
- Pelayanan profesi apoteker dalam penggunaan obat.
- Praktik dispensing yang baik.
- Pelayanan profesional apoteker yg proaktif dalam berbagai kegiatan yg
bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.
55
badan yang bukan mahramnya atau menyentuh badannya (dan tidak memungkinkan
dia menggunakan kaos tangan atau semacamnya, dengan maksud menyentuh secara
tidak langsung), dalam hal ini menyentuh dan memandang tidak ada masalah.
Akan tetapi jika dalam masalah ini dokter mampu mengobati hanya dengan
memandang saja dan atau hanya dengan menyentuh pasien yang bukan mahramnya
tersebut maka dokter harus mencukupkan dengan memandang saja atau menyentuh
saja (itupun sebatas darurat) dan lebih daripada itu tidak boleh. Dokter perempuan
dalam hal memandang dan menyentuh pasien laki-laki yang bukan mahramnya juga
berlaku hukum demikian. Begitu para ulama mengatakan.
Karena orang yang sakit sengaja menemui dan menaruh kepercayaan terhadap
dokter, para terapis atau ahli medis harus memberikan pelayanan dan perlindungan
yang terbaik bagi pesiennya. Namun harus tetap menjaga syariat. Misalnya tidak
boleh memberikan obat yang haram. Juga harus menjaga hubungan lawan jenis. Jika
pasiennya bukan muhrimnya, hendaklah ada pihak ketiga yang menemani. Jangan
hanya berdua didalam kamar pengobatan.
Telah di nukil dari Imam Musa ibnu Ja’far yang mengatakan: Seorang lelaki
buta dengan lebih dahulu meminta izin telah memasuki rumah Fatimah (sepertinya
dia perlu dengan Rasulullah SAW) Fatimah mengambil kerudungnya dan beliau
bersembunyi di dalam kerudung tersebut (mengambil hijab), Nabi SAW berkata:
Putriku mengapa engkau menutup dirimu sedangkan dia tidak melihatmu? Beliau
berkata: Apabila dia tidak melihat saya, tapi saya melihat dia dan dia (jika tidak
melihat dan buta) tetapi dia mencium bau wanita. Rasulullah SAW sedemikian
gembiranya sambil berkata: Saya bersaksi bahwa engkau adalah belahan jiwaku.
(Hayaatu Al-Imam Husain,Khutbah Hadrat Zaenab)
Lihatlah begitu diagungkannya urusan hijab oleh Rasulullah SAW.
56
َوقَ ْد فَص ََّل لَ ُك ْم َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ْم إِال َما اضْ طُ ِررْ تُ ْم إِلَ ْي ِه
"Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-
Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya".
Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa, Islam memang membolehkan
untuk menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan. Selama mendatangkan
maslahat, seperti untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya.
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus mengikuti
rambu-rambu yang wajib untuk ditaati. Tidak berlaku secara mutlak. Keberadaan
mahram adalah keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga tatkala seorang
muslim/muslimah terpaksa harus bertemu dan berobat kepada dokter yang berbeda
jenis, ia harus didampingi mahramnya saat pemeriksaan. Tidak berduaan dengan sang
dokter di kamar praktek atau ruang periksa.
Syarat ini disebutkan Syaikh Bin Baz rahimahullah untuk pengobatan pada bagian
tubuh yang nampak, seperti kepala, tangan, dan kaki. Jika obyek pemeriksaan
menyangkut aurat wanita, meskipun sudah ada perawat wanita misalnya, maka
keberadaan suami atau wanita lain (selain perawat) tetap diperlukan, dan ini lebih
baik untuk menjauhkan dari kecurigaan.
Adab pergaulan antara laki-laki dan perempuan berguna agar kaum Muslim tidak
tersesat di dunia. Adab-adab tersebut antara lain :
1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis
Allah berfirman: “Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendaklah mereka
menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan katakalah
kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan
memelihara kemaluannya.” (QS. An-Nur: 30-31)
2. Tidak berdua-duaan
57
Rasulullah saw bersabda: “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (khalwat)
dengan wanita kecuali bersama mahromnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Tidak menyentuh lawan jenis
Di dalam sebuah hadits, Aisyah ra berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak
pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji
setia kepada pemimpin).” (HR. Bukhari)
Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah
satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah bersabda, “Seandainya
kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada
menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad
hasan).
58
e. Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek
riba.
f. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
g. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya
dengan mendahului takdir Allah.
2) Asuransi konvensional diperbolehkan. Pendapat kedua ini dikemukakan
oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum
Islam Fakultas Syari‘ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa
(guru besar Hukum Isalm Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman
Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka
beralasan :
a. Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi.
b. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
c. Saling menguntungkan kedua belah pihak.
d. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-
premi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang
produktif dan pembangunan.
e. Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil).
f. Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah).
g. Asuransi dianalogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti
taspen.
3) Asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan dan yang bersifat komersial
diharamkan. Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu
Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo). Alasan
kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang
bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua,
dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).
59
DAFTAR PUSTAKA
Anies. 2006. Kedokteran Keluarga & Pelayanan Kedokteran yang
Bermutu. Semarang.
Gani A. Pembiayaan Kesehatan. FKM UI. 1996
Sistem Pembiayaan Kesehatan Indonesia. 2010
Tristantoro L. Prinsip-Prinsip Asuransi Kesehatan Untuk Mahasiswa Kedokteran Dan
Residen. FK UGM.
Ali Akbar, 1988, Etika Kedokteran dalam Islam, Pustaka Antara, Jakarta.
Majid Ramadhan, 2004, Karakteristik Dokter Muslim, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.
Muzhoffar Akhwan, 1987, Perawatan Orang Sakit dan Sakharatul Maut dalam
Perawatan Jenazah menurut Islam/Medis, Badan Pembina dan Pengembangan
Keagamaan, UII, Yogyakarta.
60