DASAR TEORI
irisan bahan semi konduktor dengan kutub (+) positif dan kutub (-) negatif.
Apabila cahaya jatuh pada kedua kutub tersebut, maka akan terjadi beda tegangan
menghasilkan energi listrik yang berarus DC. Prinsip dasar pembuatan solar
yang
cell merupakan proses photovoltaic (efek yang dapat mengubah langsung cahaya
matahari menjadi energi listrik, prinsip ini ditemukan oleh Bacquerel
sambungan
p
Gambar 2.2 Solar Cell Dalam Keseimbangan (Tanpa Iluminasi).
Pada solar cell dibuatkan dua jenis semikonduktor. Hal ini dimaksudkan
untuk meningkatkan konduktifitas atau tingkat kemampuan daya hantar listrik dan
panas semikonduktor alami (disebut dengan semikonduktor intrinsik). Elektron
maupun hole memiliki jumlah yang sama. Jika terjadi kelebihan elektron atau hole
dapat meningkatkan daya hantar listrik maupun panas dari sebuah semikoduktor.
Semikonduktor intrinsik yang dimaksud ialah silikon (Si). Semikonduktor
jenis p, biasanya dibuat dengan menambahkan unsur boron (B), aluminum (Al),
gallium (Ga) atau Indium (In) ke dalam Si. Unsur-unsur tambahan ini akan
menambah jumlah hole. Sedangkan semikonduktor jenis n dibuat dengan
menambahkan
nitrogen (N), fosfor (P) atau arsen (As) ke dalam Si. Dari sini,
tambahan elektron dapat diperoleh. Sedangkan, Si intrinsik sendiri tidak
mengandung unsur tambahan. Usaha menambahkan unsur tambahan ini disebut
dengan doping yang jumlahnya tidak lebih dari 1 % dibandingkan dengan berat Si
yang hendak di-doping.
(http://www.panelsurya.com, Panel Surya Pembangkit Tenaga Surya, 2010)
Proses 2: Sesaat setelah dua jenis semikonduktor disambung.
Dapat dilihat, terjadi perpindahan elektron-elektron dari semikonduktor n
Gambar 2.7 Semikonduktor Setelah Disambung.
Sumber: www.panelsurya.com, 2010
Daerah negatif dan positif ini disebut dengan daerah deplesi (depletion
region) ditandai dengan huruf W. Elektron maupun hole yang ada pada daerah
deplesi disebut dengan pembawa muatan minoritas (minority charge carriers)
karena keberadaannya di jenis semikonduktor yang berbeda.
Dikarenakan adanya perbedaan muatan positif dan negatif di daerah deplesi, maka
timbul dengan sendirinya medan listrik internal E dari sisi positif ke sisi negatif,
yang mencoba menarik kembali hole ke semikonduktor p dan elektron ke
10
semikonduktor n. Medan listrik ini cenderung berlawanan dengan perpindahan
hole maupun elektron pada awal terjadinya daerah deplesi (nomor 1 di atas).
Proses
5: adanya medan listrik mengakibatkan sambungan pn berada pada titik
setimbang,
yakni saat di mana jumlah hole yang berpindah dari semikonduktor p
ke n dikompensasi dengan jumlah hole yang tertarik kembali kearah
semikonduktor p akibat medan listrik E. Begitu pula dengan jumlah elektron yang
berpindah dari smikonduktor n ke p, dikompensasi dengan mengalirnya kembali
elektron ke semikonduktor n akibat tarikan medan listrik E. Dengan kata lain,
medan listrik E mencegah seluruh elektron dan hole berpindah dari
semikonduktor yang satu ke semiikonduktor yang lain. Pada sambungan p-n
inilah proses konversi cahaya matahari menjadi listrik terjadi.
11
Ketika sambungan semikonduktor ini terkena cahaya matahari, maka
elektron mendapat energi dari cahaya matahari untuk melepaskan dirinya dari
semikonduktor n, daerah deplesi maupun semikonduktor. Terlepasnya elektron ini
meninggalkan
hole pada daerah yang ditinggalkan oleh elektron yang disebut
dengan
fotogenerasi elektron-hole (electron-hole photogeneration) yakni,
terbentuknya pasangan elektron dan hole akibat cahaya matahari.
12
kabel, lampu tersebut menyala dikarenakan mendapat arus listrik, dimana arus
listrik ini timbul akibat pergerakan elektron.
Gambar 2.12 Proses Konversi Energi Matahari Menjadi Listrik.
Sumber: www.panelsurya.com, 2010
Pada umumnya, untuk memperkenalkan cara kerja solar cell secara umum,
ilustrasi di atas menjelaskan segalanya tentang proses konversi cahaya matahari
menjadi energi listrik.
13
2.1.2.2 Efek Perubahan Temperatur Pada Solar Cell
Solar cell akan beroperasi secara maksimum jika temperatur sel tetap
normal (pada 250 C), kenaikan temperatur lebih tinggi dari temperatur normal
pada solar cell tegangan Voc akan melemah.
Pengoperasian solar cell agar didapatkan nilai yang maksimum juga tergantung
pada faktor-faktor antara lain
1. Orientasi dari rangkaian modul surya ke arah matahari secara optimum adalah
penting agar panel dapat menghasilkan energi maximum. Sebagai guidline: untuk
lokasi yang terletak di belahan Utara latitude, maka panel sebaiknya
diorientasikan ke Selatan.
14
Curve dibawah yang menggambarkan keadaan sebuah solar cell beroperasi
secara normal. Solar cell akan menghasilkan energi maximum jika nilai Vm dan
Im juga maximum. Sedangkan Isc adalah arus listrik maximum pada nilai volt =
nol; Isc berbanding langsung dengan tersedianya sinar matahari. Voc adalah volt
maximum
pada nilai arus nol; Voc naik secara logaritma dengan peningkatan sinar
matahari, karakter ini yang memungkinkan solar cell untuk mengisi accu.
2.1.3 Perhitungan
2.1.3.1 Efisiensi konversi energi
Tegangan yang dibangkitkan tergantung pada luas solar cell yang
digunakan. Jika dihitung, efisiensi konversi energi adalah sebagai berikut:
15
Efisiensi = Fi.Is.Vo ........................................ (2.2)
P.a
Keterangan :
Fi = faktor isi
Is = arus hubung singkat
ET = EA + rugi-rugi system
16
3. Kapasitas modul solar cell merupakan perhitungan dari beberapa faktor
yaitu kebutuhan energi sistem yang disyaratkan, insolasi matahari sebesar
3,91 (sumber BMG, BPPT), dan faktor penyesuaian yaitu 1,1 (Liem Ek
Bien, 2008: 43).
Kapasitas Daya Modul Surya
= (2.5)
2.2 Charger control
2.2.1 Prinsip kerja
Pada waktu solar cell mendapatkan energi dari cahaya matahari di siang
hari, rangkaian charger controller ini otomatis bekerja dan mengisi ( charge )
accu dan menjaga tegangan accu agar tetap stabil .
Contoh: Bila kita menggunakan accu 12V, maka rangkaian ini akan
menjaga agar tegangan charger 12 10% , tegangan charger yang dibutuhkan
antara 13,2 - 13,4 Volt. dan bila sudah mencapai tegangan tersebut, rangkaian ini
otomatis akan menghentikan proses pengisian accu tersebut. Sebaliknya apabila
tegangan accu turun / drop hingga 11 Volt , maka controller akan memutus
tegangan sehingga accu tidak sampai habis. Secara keseluruhan Fungsi dari
Controller ini yaitu dapat menjaga agar accu tidak kelebihan ( over charger ) dan
kehabisan tegangan ( under charger ) dengan begitu maka umur dari accu akan
bertambah lama.
2.2.2 Fungsi
Charge regulator ini memiliki dua fungsi yaitu:
1. Sebagai charging mode: Mengisi accu (kapan accu diisi, menjaga
pengisian kalau accu penuh).
2. Sebagai Operation mode: Penggunaan accu ke beban (pelayanan accu
ke beban diputus kalau accu sudah mulai 'kosong')
(http://www.panelsurya.com, charger controller, 2010)
17
2.2.2.1 Sebagai charging mode
Dalam charging mode, umumnya Accu diisi dengan metoda three stage
charging:
a) Fase bulk: accu akan di-charge sesuai dengan tegangan setup (bulk -
antara 14.4 - 14.6 Volt) dan arus diambil secara maksimum dari solar cell.
Pada saat accu sudah pada tegangan setup (bulk) dimulailah fase
absorption.
b) Fase absorption: pada fase ini, tegangan accu akan dijaga sesuai dengan
tegangan bulk, sampai solar charge controller timer (umumnya satu jam)
tercapai, arus yang dialirkan menurun sampai tercapai kapasitas dari accu.
c) Fase flloat: accu akan dijaga pada tegangan float setting (umumnya 13.4 -
13.7 Volt). Beban yang terhubung ke accu dapat menggunakan arus
maksimun dari solar cell pada stage ini.
18
Pada mode ini, accu akan melayani beban. Apabila ada over-discharge
atau over-load, maka accu akan dilepaskan dari beban. Hal ini berguna untuk
mencegah kerusakan dari accu.
2.3 Accu
Accu atau Storage Battery adalah sebuah sel atau elemen sekunder dan
merupakan sumber arus listrik searah yang dapat mengubah energi kimia menjadi
energy listrik. Accu termasuk elemen elektrokimia yang dapat mempengaruhi zat
pereaksinya, sehingga disebut elemen sekunder.
Kutub positif accu menggunakan lempeng oksida dan kutub negatifnya
menggunakan lempeng timbal sedangkan larutan elektrolitnya adalah larutan
asamsulfat.
Ketika accu dipakai, terjadi reaksi kimia yang mengakibatkan endapan
pada anode (reduksi) dan katode (oksidasi). Akibatnya, dalam waktu tertentu
antara anode dan katode tidak ada beda potensial, artinya accu menjadi kosong.
Supaya accu dapat dipakai lagi, harus diisi dengan cara mengalirkan arus listrik ke
arah yang berlawanan dengan arus listrik yang dikeluarkan Accu itu.
Ketika accu diisi akan terjadi pengumpulan muatan listrik. Pengumpulan
jumlah muatan listrik dinyatakan dalam ampere hour disebut tenaga accu. Pada
kenyataannya, pemakaian accu tidak dapat mengeluarkan seluruh energi yang
tersimpan aki itu. Oleh karenanya, accu mempunyai rendemen atau efisiensi.
2.3.1 Pengisian
Pengisian multi-stage, terdiri dari 3 stage/ tahap: constant-current charge,
topping charge dan float charge. Selama constant-current charge, Accu diisi
sampai 70 persen dalam waktu 5 jam; sisanya 30 persen adalah pengisian pelan-
pelan dalam topping charge. Topping charge butuh sekitar 5 jam yang lain dan ini
19
sangat penting untuk menjaga Accu tetap baik. Jika pola pengisian Accu tidak
lengkap sesuai dengan kedua stage diatas, maka accu akan kehilangan
kemampuan untuk menerima full charge dan kinerja accu akan berkurang. Tahap
adalah float charge, kompensasi self-discharge setelah accu terisi penuh.
ketiga
Accu terdiri dari beberapa sel. Accu 12 Volt, terdiri dari 6 sel. Batas
tegangan satu sel umumnya mulai dari 2.30V sampai 2.45V. Jadi accu 12 Volt,
tegangan sebenarnya adalah antara 13.8 V - 14.7 Volt. Kondisi accu tergantung
dari suhu. Suhu tinggi menyebabkan Accu cepat rusak. Pada saat charging accu
pada suhu ruangan melebihi 30 derajat celcius, tegangan yang direkomendasikan
2.35V/sel. Pada saat charging, dan suhu ruangan tetap dibawah 30 derajat
adalah
Celcius, tegangan charger untuk masing-masing sel disarankan 2.40 sampai
2.45Volt.
20
Level discharge accu yang direkomendasikan adalah sampai dengan
tegangan 1.75 Volt per sel. Accu akan rusak apabila tegangan per sel lebih kecil
a) 150 - 200 cycle dengan 100 persen depth of discharge (full discharge).
b) 400 - 500 cycle dengan 50 persen depth of discharge (partial discharge).
c) 1000 atau lebih dengan 30 persen depth of discharge (shallow discharge).
Ah = (2.6)
Hari otonomi yang ditentukan adalah satu hari, jadi accu hanya
menyimpan energi dan menyalurkannya pada hari itu juga. Besarnya deep of
discharge (DOD) pada accu adalah 80% (Mark Hankins, 1991: 68). Kapasitas
accu yang dibutuhkan adalah:
Cb = .(2.7)
21
perambatannya.
Sifat-sifat cahaya:
22
2.4.1.1 Hukum Pemantulan Cahaya
Mekanisme pemantulan yang terjadi dapat diselidiki dengan
menggunakan sebuah alat yang dinamakan cakra optik, dan berdasarkan hasil
pengukuran
diperoleh hukum pematulan sebagai berikut:
1.Berkas sinar datang, sinar pantul, dan garis normal berada pada bidang
datar dan berpotongan di satu titik.
Keterangan:
normal
c) Sudut pantul merupakan sudut antara sinar pantul dan garis
normal.
23
cahaya menyebabkan bayangan pada cermin datar, dan bayangan
benda terletak berpotongan perpanjangan sinar-sinar pantulnya.
Gambar 2.15 Pemantulan Dengan dua cermin.
Sumber: fisikamemangasyik.wordpress.com, 2012
Bila pada kasus khusus, jika terdapat dua buah cermin disusun
sedemikkian rupa sehingga membentuk sudut tetentu, maka
banyaknya bayangan yang terbentuk adalah:
n= 1 ............................. (2.8)
Keterangan :
n= banyaknya bayangan yang terbentuk
24
panjang jarak fokus.
Pembentukan bayangan pada cermin cekung dapat digambarkan oleh
Gambar 2.16 Sinar Istimewa I Cermin Cekung.
Sumber: fisikamemangasyik.wordpress.com, 2012
25
cekung dan cermin cembung. Pada cermin cembung terdapat
beberapa titik penting yang mirip dengan pada cermin cekung, yaitu
titik fokus (F), titik pusat kelengkungan (C), dan titik pusat optik (A).
Pada cermin cembung, jarak antara titik pusat optik terhadap titik
pusat kelengkungan dinamakan jari-jari kelengkungan (R) dan
nilainya negatif. Panjang jari-jari kelengkungan cermin cekung adalah
26
= ..(2.9)
Keterangan:
karena diketahui bahwa panjang jari-jari kelengkungan adalah dua kali jarak
fokusnya, R= 2f, atau f = R sehingga persamaan di atas dapat dituliskan:
= .................... (2.10)
Keterangan:
27
1. Untuk cermin cekung, f dan R bertanda positif (+)
2. Untuk cermin cembung, f dan R bertanda negatif (-)
3. Jarak benda (s) bertanda positif untuk benda nyata (di depan cermin) dan
bertanda negative untuk benda maya (di belakang cermin).
4. Jarak bayangan (s) bertanda positif untuk bayangan nyata (di depan
cermin) dan bertanda negatif untuk bayangan maya (di belakang cermin).
M= = ..................... (2.11)
28
Tabel 2.1 Indeks Bias Beberapa Zat.
Nama zat N Nama zat N
76 cmHg)
Karbondioksida 1.00045 Karbondisulfida 1,62
29
2. Apabila sinar melalui dua medium yang berbeda, maka hubungan sinar
datang, sinar bias, dan indeks bias medium dinyatakan oleh
persamaan:
= .................... (2.12)
2.5 Fotometri
Fotometri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran besaran-besaran
cahaya,
meliputi aspek-aspek psikofisis energi radiasi yang dapat terlihat oleh
mata
manusia. Besaran-besaran fotometri yang umum antara lain:
1. Fluks luminus
Fluks luminus atau fluks cahaya () adalah laju aliran energi cahaya, atau
energi radiasi yang telah dibebani dengan respon sensitivitas mata manusia per
satuan waktu. Fluks luminus memiliki satuan lumen (lm). Pada panjang
gelombang 555 nm, 1 watt daya radiasi suatu sumber cahaya setara nilainya
dengan fluks luminus sebesar 683 lumen.
Fluks luminus umumnya disebut juga keluaran cahaya, yaitu besaran yang
menyatakan kuantitas daya cahaya yang dihasilkan oleh suatu sumber cahaya.
2. Intensitas cahaya
Intensitas cahaya atau intensitas luminus (I) adalah fluks luminus per satuan
sudut ruang (, dalam steradian) dalam arah tertentu. Intensitas cahaya
memiliki satuan candela (cd), atau setara dengan lumen/steradian.
I= (cd) ...........................(2.13)
Sudut ruang (, dalam steradian) adalah sudut yang dibentuk oleh suatu bidang
pada permukaan bola, ditinjau dari titik pusat bola. Besarnya sudut ruang
tergantung dari luas bidang (A) dan radius (r) bola tersebut, yaitu:
30
= (rad)
..(2.14)
Suatu bola penuh memiliki sudut ruang sebesar 4 (= 4r2/r2) steradian,
sehingga
suatu sumber cahaya berbentuk titik yang memancarkan cahaya
secara merata ke segala arah, akan memiliki intensitas cahaya sebesar /(4)
candela, dengan adalah fluks luminus yang dipancarkan sumber cahaya
tersebut.
Umumnya
sumber cahaya memiliki intensitas cahaya yang berbeda jika dilihat
dari sudut ruang yang berbeda. Meskipun demikian, intensitas cahaya selalu
33. Iluminansi
Luminansi atau tingkat pencahayaan (E) adalah fluks luminus yang datang
pada suatu permukaan per satuan luas (A, dalam m2) permukaan yang
menerima cahaya tersebut. Iluminansi memiliki satuan lux (lx) atau setara
dengan lumen/m2.
E= (Lux) .(2.15)
Iluminansi adalah besaran fotometri yang paling mudah diukur, yaitu dengan
menggunakan alat fotometer/luxmeter yang terdiri dari suatu sensor dioda yang
peka cahaya, dihubungkan dengan meter pembacaan setelah terlebih dahulu
dibobotkan menurut kurva sensitivitas mata manusia.
31
Dari Gambar 2.23 terlihat bahwa sebuah sumber titik memancarkan cahaya
dengan intensitas I cd pada arah sudut ruang . Sebuah bidang penerima pada
jarak r1 dari sumber tersebut menerima fluks luminus sebesar lumen per
satuan luas bidang A1. Demikian juga sebuah bidang penerima pada jarak r2
dari sumber tersebut menerima menerima fluks luminus sebesar lumen per
satuan luas bidang A2.
E= ..(2.16)
dan
E=
E = = .........(2.17)
dan
E = =
32
sehingga, perbandingan antara E1 dan E2 adalah
= (r/ r) ......(2.18)
cahaya yang berbentuk titik, atau pada jarak minimal 5 kali dimensi terbesar dari
suatu sumber cahaya. Pada jarak kurang dari 5 kali dimensi terbesar sumber,
pendekatan sumber titik tidak lagi dapat digunakan, dan untuk itu pendekatan
sumber garis atau sumber bidang harus digunakan.
Gambar 2.24 Iluminansi Pada Bidang Yang Tidak Tegak Lurus Arah Datangnya Cahaya
(http://fisbang.tf.itb.ac.id, 2008)
Pada Gambar 2.24, titik P terletak pada suatu bidang yang normalnya
(N) membentuk sudut sebesar terhadap arah datangnya cahaya. Misalkan
bidang di mana titik P berada kini diputar sebesar sudut sehingga menjadi
tegak lurus arah datangnya cahaya, maka iluminansi di titik P mula-mula (EP)
memiliki hubungan dengan iluminansi di titik P setelah bidangnya diputar (EP)
sebagai berikut
EP = EP cos
..(2.19)
33
EP = I/r2 COS
..(2.20)
Persamaan
2.19 adalah gabungan dari Hukum Kuadrat Terbalik untuk cahaya
dengan
Hukum Cosinus Lambert. Persamaan ini juga hanya berlaku untuk
pendekatan sumber titik.
4. Luminansi
Luminansi (L) adalah intensitas cahaya dari suatu permukaan dalam arah
tertentu
(I, dalam cd) per satuan luas proyeksi permukaan tersebut jika dilihat
dari arah yang dimaksud (A, dalam m2). Luminansi memiliki satuan cd/m2.
L= (cd/m) ..(2.21)
Misalkan suatu bidang dengan luas penampang A diamati pada sudut dari
normal bidang. Maka luas proyeksi bidang tersebut ialah A = A cos , yaitu
luas permukaan yang tampak oleh mata. Jika permukaan bidang tersebut
bersifat difus atau memantulkan cahaya secara merata ke segala arah, maka
luminansinya bernilai tetap walaupun diamati dari berbagai arah.
5. Faktor absorbsi
Sebagian dari cahaya yang mengenai sesuatu permukaan akan diserap oleh
permukaan itu. Bagian yang diserap ini menimbulkan panas pada permukaan
34
tersebut. Permukaan yang gelap dan buram menyerap banyak cahaya. Bagian
fluks cahaya yang diserap oleh suatu permukaan ditentukan oleh faktor
6. Faktor refleksi
Jumlah cahaya yang dipantulkan tidak saja ditentukan oleh mengkilatnya
suatu permukaan, tetapi juga ditentukan oleh sifat-sifat bahan permukaan
tersebut. Permukaan difus kadang-kadang dapat memantulkan lebih banyak
cahaya daripada suatu permukaan yang mengkilat. Bagian fluks cahaya yang
dipantulkan ditentukan oleh faktor refleksi (r) suatu permukaan :
r= ... (2.23)
7. Faktor transmisi
Bahan-bahan tembus cahaya, seperti berbagai jenis kaca seluloida dan
sebagainya, akan memantulkan atau menyerap sebagian saja dari cahaya yang
mengenainya. Sebagian besar dari cahaya tersebut dapat menembus bahan
tersebut bagian fluks cahaya yang dapat menembus, ditentukan oleh faktor
transmisi (t) suatu bahan :
t= (2.24)
Dari persamaan 2.14, 2.15, 2.16 digabungkan dan didapatkan rumus untuk
mencari seberapa besar nilai absorsbsi yang di serap, yang dapat dianalisa
dengan rumus sebagai berikut :
a+r+t=1 ....(2.25)
8. Eksitansi luminus
Eksitansi luminus (M) adalah rasio antara fluks luminus yang dipantulkan (,
dalam lumen) atau yang ditransmisikan oleh suatu permukaan (, dalam
lumen) terhadap luas permukaan (A, dalam m2) yang menerima cahaya
tersebut. Eksitansi luminus memiliki satuan lumen/m 2
35
.(2.26)
9. Efikasi
Efikasi atau efisiensi luminus () adalah rasio antara fluks luminus yang
dihasilkan suatu sumber cahaya listrik (, dalam lumen) terhadap daya listrik
yang digunakan sebagai masukan (P, dalam Watt). Efikasi memiliki satuan
lumen/Watt.
Efikasi = (Lumen/Watt)
......(2.27)
Keterangan:
Ftotal = fluks luminous total dari semua lampu yang menerangi
bidang kerja (lumen)
A = luas bidang kerja (m)
Kp = koefisien penggunaan
Kd = koefisien depresiasi (penyusutan)
b. Koefiseien penggunaan(Kp)
sebagian dari cahaya yang dipancarkaan oleh lampu diserap oleh
armatur, sebagian sebagian dipancarkan ke arah atas dan sebagian lagi
dipancarkan ke arah bawah. Faktor penggunaan didefinisikan sebagai
perbandingan antara fliks luminous yang sampai di bidang kerja terhadap
36
keluaran cahaya yang dipancarkan oleh semua lampu.
Besarnya koefisien pengguna dipengaruhi oleh beberapa faktor di bawah
ini:
1. Distribusi dari cahaya armatur.
2. Perbandingan antara keluaran cahaya dari armatur dengan keluaran
cahaya dari lampu di dalam armatur.
dalam bentuk tabel yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat armatur yang
berdasarkan hasil pengujian dari instansi terkait.
Setiap pabrik atau instansi diharuskan untuk memberikan tabel Kp,
karena tanpa adanya tabel, perancangan pencahayan tidak dapat
dilakukan dengan baik.
c. Koefisien depresi
Koefisien depresi bisa disebut juga keofisien rugi-rugi cahaya atau
koeefisien pemeliharaan, disefinisikan sebagai pembandingan antara
tingkat pencahyaan setelah jangka waktu tertentu dari instalasi
pencahyaan digunakan terhadap tingkat pencahyaan pada waktu instalasi
baru.
Besarnya koefisiensi depresiasi dipengaruhi oleh:
1. Kebersihan dari lampu dan armatur.
2. Kebersihan dari permuakaan-permukaan ruangan.
3. Penurunan keluaran cahaya lampu selama waktu penggunaan.
4. Penurunan keluaran cahaya lampu karena penurunan tegangan
listrik.
37
d. Jumlah armatur yang diperluakan untuk mendapatkan tingkat
pencahayaan tertentu. Untuk menghitung jumlah armatur,
Fluks perarmatur =
Jumlah armatur perlampu fluks perlampu.....................(2.31)
Keterangan:
I = intensitas cahaya pada sudut
H = tinggi armatur di atas bidang kerja (meter)
38
Gambar 2.26 Titik Penerima Komponen Langsung Dari Sumber Cahaya Titik.
Sumber: SNI 04-0202-1987
39
c. Sistem pencahayaan gabungan antara merata dan setempat.
Sistem ini didapatkan dengan menambah sistem pencahayaan setempat pada
terhalang tersebut.
4. Tingkat pencahayaan yang lebih tinggi diperlukan untuk orang tua atau
Daya yang dibutuhkan untuk semua armatur dapat dihitung dengan persamaan :
40
2.5.4 Distribusi Luminasi
Distribusi luminansi didalam medan penglihatan harus diperhatikan
41
dinding yang dibutuhkan untuk mencapai luminansi dinding
yang optimum adalah antara 0,5 dan 0,8 untuk tingkat
pencahayaan rata-rata 500 lux, dan antara 0,4 dan 0,6 untuk
1000 lux.
2. Luminansi permukaan langit-langit
Luminansi langit-langit adalah fungsi dari iluminansi armatur,
Dari grafik ini terlihat jika luminansi armatur kurang dari 120 kandela/m
maka langit-langit harus lebih terang dari pada terang armatur. Nilai untuk
iluminansi langit-langit tidak dapat dicapai dengan hanya menggunakan
armatur yang dipasang masuk ke dalam langit-langit sedemikian hingga
400
100
Kandela/m
42
objek yang diberikan cahaya sebuah lampu.
Sumber cahaya mempunyai tampak warna yang sama dapat
(Kelvin)
>5300 Dingin
43
2.5.7 Renderasi warna
Disamping mengetahui tampak warna suatu lampu, diperlukan juga indeks
yang menyatakan apakah warna obyek tampak alami apabila diberi cahaya lampu.
Nilai
maksimum secara teoritis dari indeks senderasi suatu warna adalah 100.
Sedangkan
untuk aplikasi pada kehidupan sehari-hari, rederasi warna
dikelompokan berdasarkan tabel di bawah ini:
Tabel 2.4 Contoh Harga Ra Dan Temperatur Warna Untuk Beberapa Jenis Lampu.
Kelompok Rederasi Rentang indeks Tampak Warna
Sedang
Hangat
2 70 < Ra < 85 Dingin
Hangat
Sedang
3 40< Ra < 70
4 Ra < 40
Sumber: SNI 04-0202-1987
44
2.6 Lampu
2.6.1 Spektrum Cahaya Lampu
100, dimana angka 100 menyatakan warna benda yang dilihat akan sesuai
dengan warna aslinya. Misal: pada lampu pijar dan lampu halogen
mempunyai indeks renderasi warna mendekati 100.
(SNI No. 04-1704-1989)
45
d. Umur rata-rata pengenal.
Umur lampu juga bisa dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:
46
Untuk pemakaian umum, tersedia dua jenis yaitu : kaki lampu
berulir dan kaki lampu bayonet, yang diindentifikasikan dengan
Sumber: astudioarchitect.com/2011/11/mengenal-jenis-jenis-lampupijar.html
47
Lampu halogen merupakan lampu pijar biasa yang memiliki
filament bertemperatur tinggi dan dapat menyebabkan partikel
48
dari lampu konvensional yang sebelumnya sering digunakan seperti
neon, bohlam dan lainnya. Oleh karena itu, lampu LED biasa disebut
49
Sumber: astudioarchitect.com/2011/11/mengenal-jenis-jenis-lampu-pijar.html
50
terang (arus forward = 150mA, dibandingkan LED 5 mm biasa hanya
5mA). Memiliki focusing lens agar cahaya LED dapat terlihat jelas meski
Di bawah ini merupakan salah satu contoh gambar dari LED SMD
LED smd ukuran 5050 (sekitar 6x6 mm) dengan isi 3 chip LED, memiliki
anoda dan katoda yang terpisah untuk masing-masing chip LED. Led ini memiliki
variasi warna yaitu: super white, merah, hijau, biru , kuning,, dan RGB.
2.6.5 Armatur
Armatur adalah rumah lampu yang digunakan untuk mengendalikan dan
mendistribusikan cahaya yang dipancarkan oleh lampu yang dipasang di
dalamnya, dilengkapi dengan peralatan untuk melindungi lampu dan peralatan
pengendalian listrik
51
f. Ketahanan terhadap timbulnya ledakan dan kebakaran.
g. Kebisingan yang ditimbulkan.
besarnya intensitas terhadap arah dari intensitas tersebut. Untuk armatur yang
bidang vertikal yang terletak memanjang melalui sumbu armatur dan bidang
vertical yang tegak lurus pada sumbu tersebut. Seperti pada gambar di bawah ini:
52
Tabel 2.8 Klasifikasi Armatur Berdasarkan Arah Dari Distribusi Cahaya.
Kelas Armatur Jumlah Cahaya
Ke arah atas (%) Ke arah bawah (%)
Langsung 0 ~10 90 ~ 100
Semi langsung 10 ~ 40 60 ~ 90
Difus 40 ~ 60 40 ~ 60
Langsung-tidak 40 ~ 60 40 ~ 60
langsung
Semi tidak 60 ~ 90 10 ~ 40
langsung
53
d. Klasifikasi berdasarkan cara pemasangan
Berdasarkan cara pemasangan, armatur dapat dikelompokan menjadi:
54
2.7.1.1 Pengujian Tingkat Pencahayaan
Tingkat pencahayaan dihitung menggunakan persamaan 9 dengan
titik pengukuran.
55
menimbulkan silau. Cara untuk menghindari kesilauan tersebut, luminasi pada
lampu harus dikurangi.
Gambar 2.35 Zona Pandang Kritis.
Sumber: SNI 04-0202-1987
2.7.2 Pengoperasian
Pada pengoperasian instalasi sistem pencahayaan dalam suatu bangunan,
maka perencanaan penempatan alat kendali perlu mendapatkan perhatian.
Sehingga tata cahaya dapat dikendalikan dengan baik.
b). perubahan warna pada kedua permukaan tersebut akibat bertambahnya umur,
karena radiasi cahaya lampu atau korosi.
56