Anda di halaman 1dari 5

Perang Banjar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kapal uap Celebes berperang melawan benteng rakit apung yang disebut Kotamara
dikemudikan orang Dayak pada tanggal 6 Agustus 1859 di pulau Kanamit, sungai Barito.

Perang Banjar (1859-1905)[1][2][3] adalah perang perlawanan terhadap penjajahan kolonial


Belanda yang terjadi di Kesultanan Banjar yang meliputi wilayah provinsi Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Tengah.

Perang Banjar[4][5][6] berlangsung antara 1859 -1905 (menurut sumber Belanda 1859-1863[7][8]).
Konflik dengan Belanda sebenarnya sudah mulai sejak Belanda memperoleh hak monopoli
dagang di Kesultanan Banjar. Dengan ikut campurnya Belanda dalam urusan kerajaan,
kekalutan makin bertambah. Pada tahun 1785, Pangeran Nata yang menjadi wali putra
mahkota, mengangkat dirinya menjadi raja dengan gelar Sultan Tahmidullah II (1785-1808)
dan membunuh semua putra almarhum Sultan Muhammad. Pangeran Amir, satu-satunya
pewaris tahta yang selamat, berhasil melarikan diri lalu mengadakan perlawanan dengan
dukungan pamannya Arung Turawe, tetapi gagal. Pangeran Amir (kakek Pangeran Antasari)
akhirnya tertangkap dan dibuang ke Srilangka.[9][10]

Daftar isi
1 Penyebab

2 Strategi Perang

3 Tokoh-tokoh

4 Medan Perang

5 Akhir perang

6 Akibat perang

7 Referensi

8 Pranala luar
Penyebab
Sebab umum :

Rakyat tidak senang dengan merajalelanya Belanda yang mengusahakan perkebunan


dan pertambangan di Kalimantan Selatan.

Belanda terlalu banyak campur tangan dalam urusan intern kesultanan.

Belanda bermaksud menguasai daerah Kalimantan Selatan karena daerah ini


ditemukan pertambangan batubara. (Karena ditemukan Batubara di kota Martapura
Belanda telah merencanakan untuk memindah ibukota kesultanan ke kota Negara -
bekas ibukota pada zaman Hindu), bahkan jauh sebelumnya Belanda telah berencana
bahwa kerajaan ini tidak lagi diberi jabatan Sultan yang bertahta (dihapuskan).

Sebab Khusus:
Karena Pangeran Hidayatullah yang seharusnya menjadi Sultan Banjar tidak disetujui oleh
Belanda yang kemudian menganggap Tamjidullah sebagai sultan yang sebenarnya tidak
berhak menjadi sultan. Kemudian setelah Belanda mencopot Tamjidullah dari kursi sultan,
Belanda membubarkan Kesultanan Banjar.[11]

Strategi Perang
Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Antasari menggunakan strategi perang gerilya dengan
membuat kerajaan baru di pedalaman dan membangun benteng-benteng pertahanan di hutan-
hutan.

Tokoh-tokoh
Tokoh rakyat Banjar:

1. Pangeran Hidayatullah

2. Pangeran Antasari

3. Aling

4. Tumenggung Antaludin - pemimpin benteng Gunung Madang

5. Tumenggung Surapati

6. Demang Lehman

7. Panglima Bukhari

8. Tumenggung Jalil - pemimpin benteng Tundakan

9. Panembahan Muhammad Said


10. Panglima Batur

11. Panglima Umbung

12. Panglima Wangkang

13. Penghulu Muda

14. Penghulu Rasyid

15. Penghulu Suhasin

16. Raden Djaija - Kepala Pulau Petak Hilir

17. Tagab Obang

18. Pambakal Sulil - pemimpin perjuangan di sungai Kapuas Murung

19. Muhammad Seman.

20. Kiai Suta Kara - pemimpin benteng Martagiri-Tapin

21. Pangeran Tjitra Kasoema - pemimpin benteng Gunung Jabuk

22. Kiai Raksapati

23. Toemenggoong Aria Pattie - Kepala Dusun Hilir)

24. Ratu Zaleha

25. Wulan Jihad - pejuang wanita Dayak Kenyah

26. Tumenggung Gamar

27. Pangeran Miradipa - gugur dalam pertempuran Paringin

28. Pangeran Syarif Umar (ipar P. Hidayatullah) - gugur dalam pertempuran Paringin

29. Tumenggung Naro

30. Haji Buyasin[12]

31. Kiai Tjakrawati

32. Galuh Sarinah - isteri Kiai Tjakrawati

33. Aji Pangeran Kusumanegara - Raja Cantung-Buntar Laut

Tokoh pihak kolonial Belanda :


1. Augustus Johannes Andresen
2. George Frederik Willem Borel
3. Karel Cornelis Bunnik
4. F.P. Cavalj
5. P.P.H. van Ham
6. Karel van der Heijden
7. Christiaan Antoon Jeekel
8. H.L. Kilian
9. Franz Lodewijk Ferdinand Karel von Pestel
10. Evert Willem Pfeiffer
11. Joost Hendrik Romswinckel
12. Charles de Roy van Zuydewijn
13. C.E. Uhlenbeck
14. Gustave Verspijck
15. Johannes Jacobus Wilhelmus Eliza Verstege
16. Jacobus Agustinus Vetter
17. Stephanus Johannes Boers
20. Pangeran Djaija Pamenang - Regent Martapura
18. Radhen Adipati Danoe Redjo - Regent Amuntai
19. Toemenggoeng Nicodemus Djaija Negara - Kepala distrik Pulau Petak
20. Pangeran Sjarif Hamid - Raja Batulicin
21. Soeto Ono - Kepala distrik Sihoeng
22. Toemenggoeng Djaja Kartie - Kepala distrik Patai

Medan Perang
Daerah pertempuran berada di daerah Kalimantan Selatan dan sebagian Kalimantan Tengah.
Termasuk di daerah sungai Barito.

Akhir perang
Setelah Pangeran Hidayatullah tertangkap dan Pangeran Antasari wafat, perjuangan tetap
berlanjut yang di pimpin oleh Gusti Mat Seman, Gusti Acil, Gusti Muhammad Arsyad, dan
Antung Durrahman. Oleh pemimpin-pemimpin tersebut, rakyat masih bergerilya dengan se-
sekali melakukan serangan kepada Belanda sampai awal abad ke-20.

Akibat perang
Bidang politik.

1. Daerah Kalimantan Selatan dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah kolonial Belanda.

2. Dibubarkannya negara Kesultanan Banjar.

Bidang ekonomi

Dikuasainya tambang batubara dan perkebunan di daerah Kalimantan Selatan

Anda mungkin juga menyukai