Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bersuci merupakan hal yang sangat erat kaitannya dan tidak
dapat dipisahkan dengan ibadah. Shalat dan haji misalnya, tanpa
bersuci orang yang hadats tidak dapat menunaikan ibadah
tersebut.
Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa sesungguhnya
bersuci memiliki tata cara atau aturan yang harus dipenuhi.
Kalau tidak dipenuhi, tidak akan sah bersucinya dan secara
otomatis ibadah yang dikerjakan juga tidak sah. Terkadang ada
problema ketika orang itu tidak menemukan air, maka Islam
mempermudahkan orang tersebut untuk melakukan tayamum
sebagai ganti dari mandi, yang mana alat bersucinya dengan
mengunakan debu.
Tetapi bagaimana jika ada orang yang tidak menemukan
kedua alat bersuci? Lalu bagaimana orang tersebut bersuci?
Tidak hanya orang yang tidak menemukan kedua alat bersuci,
yang dalam istilah fiqihnya disebut dengan faaqiduth
thohuuroini. Bagaimana tata cara bersuci yang benar bagi orang
sakit, misal kakinya diperban atau pasien rawat inap di rumah
sakit yang biasanya tidak boleh terkena air?
Pertanyaan-pertanyaan di atas mungkin sering kita jumpai
di kalangan masyarakat, dan bukan tidak mungkin kita pun akan
mengalaminya. Tanpa adanya kajian khusus tentang hal-hal di
atas bukan tidak mungkin kita sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi
Islam berbasis pesantren tidak dapat menyelesaikan kasus-kasus
tersebut.
Berawal dari deskripsi di atas ditambah dengan tugas, kami
mencoba menguraikan hal-hal di atas, walau pun tidak dapat
dikatakan menyeluruh. Minimal dengan adanya makalah ini, kita

1
mengetahui gambaran status hukum kasus-kasus tersebut,
semoga tergerak untuk melaksanakan studi yang mendalam
tentang hukum peribadatan Islam ini atau menarik hal positif lain
yang nanti akan berguna di kehidupan kita nanti. Aamiin.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi
pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian wudhu?
2. Apa sajakah fardhu-fardhu wudhu?
3. Apa sunnat-sunnat wudhu?
4. Apa pengertian tayammum?
5. Bagaimana syarat-syarat tayammum?
6. Apa fardhu tayammum?
7. Apa sunnah tayammum?
8. Perkara apa sajakah yang membatalkan wudhu?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian wudhu
2. Untuk mengetahui fardhu-fardhu wudhu
3. Untuk mengetahui sunnat-sunnat wudhu
4. Untuk mengetahui pengertian tayammum
5. Untuk mengetahui syarat-syarat tayammum
6. Untuk mengetahui fardhu tayammum
7. Untuk mengetahui sunnah tayammum
8. Untuk mengetahui Perkara -perkara yang membatalkan
wudhu

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Wudhu
2.1.1 Pengertian Wudhu

Pasal: menerangkan tentang fardlu-


( )




fardlu wudlu
Kata wudhu () dibaca






dhammah huruf wawunya menurut



pendapat yang lebih masyur yang
dimaksudkan disini ialah nama bagi






suatu perbuatan dan dibaca fathah


huruf wawunya berarti nama bagi




sesuatu benda yang dibuat wudhu.

Pengertian yang pertama tadi
mengandung beberapa fardhu dan
sunnah wudhu (wudhu, pen.).

2.1.2 Fardhu-Fardhu Wudhu

Pengarang kitab ini menerangkan





tentang fardhu-fardhunya wudhu :
dalam perkataannya, bahwa fardhu
(





)
wudhu itu ada 6 perkara:


1. Niat, menurut syarak hakikat niat
ialah menuju sesuatu yang dibarengi )
(



dengan mengerjakannya. Jika tidak

disertai mengerjakannya, maka ia




dinamai Azam. Niat tersebut

dikerjakan ketika membasuh

(
)

permulaan bagian muka, artinya ia
dilakukan bersamaan dengan


3
membasuh bagian muka (wajah),
(
)

tidak secara keseluruhan, tidak
sebelum membasuhnya dan juga







tidak sesudahnya (membasuh muka,
pen.).

Wajiblah niat bagi orang yang








menghilangkan hadats ddari
beberapa hadatsnya (wudlu). Atau







baginya niat mengerjakan fardlunya




wudhu saja atau pula niat bersesuci
dari hadats.










Apabila orang yang berwudhu tidak






mengucapkan niat menghilangkan

hadats, maka tidak sah whudhunya.






Oleh karena itu, sebaiknya niat



tersebut ditempuh dengan cara
sebagaimana yang sudah biasa






dikerjakan sehari-hari yakni niat
membersihkan (bersesuci) dari
hadats, mka hukumnya adalah shah
(wudhunya)

2. Membasuh seluruh (
bagian( )


muka.

)

Adapun yang disebut dengan Muka

(wajah) maka batasannya adalah



mulai tempat tumbuhnya rambut


kepala sampai bagian bawah dagu,

dan mulai dari sentil (tempat anting-








anting) telinga yang kanan sampai

4
telinga yang kiri.





















Apabila pada bagian muka tersebut


terdapat rambut yang tumbuh, baik
tumbuh tipis )(jarang-jarang atau
.
tebal, maka wajib membasuh bagian
luar dan bagian dalam yakni bagian
yang menjadi tempat tumbuhnya
rambut itu.

Adapun jenggot yang tebal, yakni


sekiranya orang yang berbicara (di
)hadapannya tidak mengetahui

kulitnya, maka cukuplah membasuh

pada bagian lahirnya saja. Berbeda
dengan (rambut) jenggot yang tipis
.
)(jarang-jarang yaitu rambut
sekiranya orang yang diajak
berbicara dapat melihat kulitnya,
maka wajiblah menyampaikam air
kekulitnya

Dan yang demikian itu


mengecualikan jenggotnya orang
perempuan dan orang banci, karena

itu wajib bagi keduanya membasuh
.
rambut jenggotnya sampai kulit-
kulitnya. Agar supaya pembasuhan

5
itu dapat merata sebaiknya air itu
senantiasa dimasukkan ke dalam
bagian-bagian yang harus terkena
air, seperti bagian kepala, leher dan
bagian-bagian yang ada di bawah
jenggot itu sendiri.

3. Membasuh dua tangan sampai siku- ( ) ( )


sikunya, apabila seseorang tidak
mempunyai dua siku-siku, maka

pembasuhan dapat dilakukan dengan

cukup memperkirakan saja. Dan juga
wajib membasuh benda-benda yang
.
terdapat pada dua tangan. Misalnya:
rambut (bulu), uci-uci, anak jari
tambahan, kuku. Dan semua benda
yang ada di bawah kuku (kotoran)
maka wajib dihilangkan, sebab hal itu
dapat mengakibatkan terhalangnya
air untuk sampai ke bagian (juz) yang
adadi bawah kuku.

4. Mengusap sebagian dari kepala, baik (( ) )


laki-laki maupun perempuan, juga


diperbolehkan mengusap sebagian

rambut yang ada pada batasan

kepala. Sedangkan cara
mengusapnya tidaklah harus dengan

tangan, akan tetapi diperkenankan
mengusap dengan memakai kain
bekas atau lainnya. Seandainya
terhadi seorang pembasuh kepalanya

6
(bukan mengusap) maka hukumnya
di perbolehkan. Demikian pula bila
orang tersebut memasukkan
tangannya yang sudah dibasahi air,
misalnya di dalam koalm (bak air)
sedang ia tidak menggerakkan
tangannya itu, maka hukumnya shah.

5. Membasuh dua kaki beserta ke dua mata ( (( )( ( (


((
kaki. Jka orang yang wudhu itu tidak memakai (( ( ( ( ( (
dua muzah. Apabila memakai dua muzah,
( ( ( ( ( (
maka wajib baginya mengusap kedua muzah
( ( ( ( (
tersebut atau membasuh kedua kaki.

Dan juga wajib membasuh setiap ( ( ( ( ( (


benda yang terdapat di atas kedua ( ( ( ( ( (
kaki: rambut, uci-uci dan anak jari
tambahan sebagaimana yang terjadi
pada pembasuhan kkedua tangan di
atas tadi.

5. harus tertib (urut) di dalam ()( ( ( )


mengerjakan wudhu sesuai dengan (( ( ( ( )() (
urutan rukun (fardhunya) yang telah
( ( ( ( (
diatur dalam syara. Seandainya
( ( ( ( ( (
terjadi orang yang berwudhu itu lupa
mengerjakan fardhunya secara tertib, ( ( ( ( ( (
maka hukumnya tidak sah. Demikian
pula jika terdapat empat orang,
mereka ini sama membasuh
beberapa anggotanya orang yang
wudhu meskipun hanya dengan
seizin dari yang berwudhu tersebut,

7
maka yang dihukumi hilang
hadastnya adalah hanya pada bagian
muka (wajah) saja.

2.1.3 Sunnat-Sunnat Wudhu

Adapun sunnatnya wudhu itu ada 10 (( ( )( )


macam perkara: ( ( ( ( (
1. membaca Bismillah pada
( )
( ( ( (
permulaannya. Paling tidak membaca
( ( ( ( (
Bismillah sempurnanya yaitu
Bismillahir rahmanir rahim, ( ( ( ( ( ( (
seandainya Bismillah pada ( ( ( ( ( ( ( ( (
permulaannya, maka boleh dibaca
ditengah-tengahnya. Bila sampai
selesai wudhu masih belum
membaca Bismillah. Maka cukup
tidak perlu membacanya.
2. Membasuh kedua telapak tangan (( ( ( ( )(
sampai dengan pergelangannya yang ( ( ( (
dikerjakan sebelum berkumur dan
( ( ( ( )( (
jika ragu-ragu dalam kesuciannya
( ( ( ( (
maka sunnatmembasuh 3 kali
sebelum dimasukkan ke dalam ( ( ( ( (
tempat air (sedang airnya) kurang ( ( ( ( ( (
dari 2 kulah. Apabila orang yang
berwudhu tersebut belum membasuh
kedua telapak tangannya, maka
makhruh hukumnya memasukkan ke
dalam air yang ada ditempat itu, dan
bila ia telah yakin kesucian kedua
telapak tangannya, maka hukumnya
tidak makhruh baginya untuk

8
membasuh kedua tangannya.

3. Berkumur sesudah membasuh kedua (( ( )


telapak tangan. Jika orang yang ( ( ( ( ( (
berwudhu itu memasukkan air ke
( ( ( ( ( ( ( ( (
dalam mulut, baik ia mengkumur-
( (
kumurkan air itu di dalam mulutnya
atau memuntahkannya, maka yang
demikian ini sudah termasuk
mendapatkan kesunnatan.
Sedangkan bila menghendaki yang
lebuh sempurna maka caranya yaitu
dengan mengkumurkan air tersebut
di dalam mulut terus dimuntahkan.

Menghirup air ke dalam hidung, dan ( ) (


dinyatakan berhasil kesunnatan ( ( ( ( ( (
dalam hal ini dengan memasukkan
( ( ( ( ( (
air ke dalam hidung sampai
( ( ( (
rongganya, baik mengerikan atau
tidak.
Apabila menghendaki yang lebih ( ( ( ( ( (
sempurna maka sebaiknya memang ( ( ( ( ( (
air tersebut dihirup sampai rongga
( ( ( (
( (
hidung, meskipun dalam keadaan
( ( ( (
yang mengerikan. Apabila keduanya
(menghirup air ke dalam hidung dan
berkumur) itu dikumpulkan
maksudnya dikerjakan secara
bersama, maka yang demikian itu
lebih baik daripada terpisah-
pisahkan.

4. Meratakan di dalam mengusap ( )( (


( (

9
kepala. Adapun mengusap sebagian ( ( (
( (
daripada kepala, maka hukumnya ( ( ( ( (
sudah jelas yaitu wajib. Apabila orang
( ( ( ( ( ( ( ( ( (
yang berwudhu itu tidak melepaskan
( ( ( (
atau membuka tutup kepala,
misalnya: Surban atau yang lainnya,
maka hukumnya cukup mengusap
pada bagian atasnya surban itu tadi.

5. Mengusap seluruh bagian kedua (( ( ( ( ( ( (


telinga, baik pada bagian muka atau ( ( (( ( ( (
belakang sampai ke lipat-lipatannya,
( ( ( ( (
juga sampai pada lobang-lobang
( ( ( ( (
telinga itu dengan memakai air yang
baru, tidak boleh menggunakan air ( ( .
yang terdapat pada bagian muka
(wajah) dan atau yang dikepala.
Adapun cara mengusap telinga
supaya dapat merata yaitu jari
penunjuk dimasukkan ke dalam
lobang telingan lalu diputarkan
(digerakkan dari arah bawah ke atas,
pen). Pada bagian lipat-lipatannya.

Kemudian ibu jarinya digerakkan ( ( ( ( (


untuk meratakan bagian telinga yang ( ( ( ( (
di belakang. Kemudian ke dua
(
telapak tangan dibasahi air terus
dipertemukan dengan dua telinga
secara jelas.

6. Memasukkan air ke dalam sela-sela (( )( (


rambut jenggot yang tebal bagi ( ( ( ( ( ( (

10
orang laki-laki dengan jalan ditekan- ( ( (
tekan dengan tangannya (jari-jarinya) ( ( ( ( ( ( ( (
pada sela-sela rambut jenggot.

Sedangkan rambut jenggot yang tipis
(jarang-jarang) yang terdapat pada
orang laki-laki, perempuan dan orang
yang banci, maka wajib
menyampaikan air pada sela-sela
rambut jenggot tersebut. Adapun
caranya yaitu dengan memasukkan
beberapa jarinya (ke sela-sela)
jenggot dari arah bagian bawah
jenggot itu.

7. Dan sunnat juga memasukkan air ()( ( ( (


pada sela-sela jari-jari kedua tangan ( ( ( ( ( (
dan kaki. Hal ini dilakukan jika
( ( ( ( ( ( (
memang air tersebut dapat sampai
( ( ( ( ( (
ke dalam sela-sela itu dengan tanpa
dimasukkan padanya. Apabila air itu ( ( ( (
tidak dapat sampai ke sela-sela
kecuali dengan dimasukkan, maka
menyampaikan air ke sela-sela
tersebut hukumnya wajib. Sedang
bila jari-jari itu dalam keadaan
berhimpitan sehingga tidak
memungkinkan air dapat sampai ke
dalam sela-selanya, maka haram
hukumnya membelah (merobek) jari-
jari tersebutkarena hendak menyelai-
nyelai.

Adapun caranya menyampaikan air ( ( (

11
ke dalam sela-sela jari yaitu dengan ( ( ( ( (
berpanca (memasukkan cari tangan ( ( ( ( ( ( (
ke dalam sela-sela jari tangan yang
( ( ( ( (
satunya) sedangkan caranya
menyelai-nyelai jari kaki yaitu
memasukkan kelingking tangan kiri
dari arah bawah, mulai dari
kelingking kaki kanan selesai

8. Sunnah mendahulukan anggauta (( ( )(


yang kanan darpada yang kiri. ( ) (
Seperti tangan dan kaki anggauta
( ( ( ( ( (
yang mudah mensucikannya dengan
( ( ( ( ( (
cara berbarengan (kanan dan kiri)
seperti dua telinga dan pipi, maka (
tidak sunnah mendahulukan yang
kanan atas kiri, tetapi keduanya
boleh disucikan (dibasuh) atau di
usap bersama-sama).

9. Sunnah mengulangi tiga kali pada ( ( (


setiap anggauta yang di basuh atau ( ( ( ( )
diusap. Hal ini sesuai dengan
( ( ( ( (
perkataan Mushannif sendiri bahwa:
( (
Bersuci itu sunnah mengulang tiga
kali. Dan menurut sebagian
keterangan bahwa mengulang itu
bagi anggauta yang dibasuh dan
diusap.

10. Sunnah sambung (( ( ( ( ( )


menyambung, artinya perbuatan ( ( ( ( (
wudhu (membasuh atau mengusap)
( ( ( (

12
di antara anggauta tidak boleh ( ( ( ( ( (
berhenti lama, tetapi segera (
dilakukan pencucian satu anggauta
dari anggauta sebelumnya, sekiranya
anggauta yang ada didepannya
belum kering kembali disertai cuaca
sedang juga situasi dan kondisinya.

Sunnatnya melakukan perbuatan ( ( ( (


(membasuh atau megusap) dalam
berwudhu itu tadi dengan mengulang
sampai tiga kali, maka yang
dinyatakan sebagai perbuatan
pembasuhan atau usapan adalahh
perbuatan yang akhir (yyang ketiga)

Sambung menyambung perbuatan ( ( ( ( ( (


dalam wudhu itu adalah disunnahkan ( ( (
bagi selain orang yang berada
( ( ( ( (
adalam keadaan dharurat, bahwa
( ( ( ( ( (
waktunya itu masih luas atau
(longgar). Sedang bagi orang yang
dalam keadaan dharurat, maka
perbuatan sambung menyambung
tersebut hukumnya wajib. Di samping
10 perbuatan sunnat yang ada di
dalam wudhu sebagaimana telah
diterangkan di dalam kitab-kitab
panjang lebar keterangannnya.

2.2 Tayammum
2.2.1 Pengertian Tayammum

Pengertian tayamum menurut bahasa adalah


13
menuju. Sedang menurut syara tayamum
ialah menyampaikan debu yang suci ke wajah .

dan kedua tangan sebagai gantinya wudlu,
amndi atau membasuh anggota disertai syarat-
syarat yang sudah ditentukan.

2.2.2 Syarat-Syarat (Tayammum


Syarat-syarat tayamum itu ada 5






macam perkara yaitu:
1. Adanya halangan (udzur) karena







berpergian atau sakit.


.






)

2. Masuk waktunya shalat, maka tidak


(
)
shah tayammumkarena waktu untuk (

shalat sebelum masuk waktunya.
.

3. Harus mencari air sesudah datang (


)
(
)
waktu shalat yang dilakukan oleh


dirinya sendiri atau dengan orang





yang telah mendapatkan izin untuk

mencarikan air. Maka hendaknya
mencari air dari upayanya sendiri




dan dari teman-temannya.
.

Jika orang tersebut sendirian, maka







hendaknya melihat kanan kirinya dari

empat arah bila berada di tempat


yang buminya datar. Sedang jika

berada ditempat yang naik turun,





maka hendaklah memperkirakan
.


berdasarkan penglihatannya.

14
(
4. Terhalang memaki air. Seperti takut
)
(
)
memakai air yang menyebabkan



hilang nyawanya atau hilang



manfaatnya anggota.
.



Termasuk juga terhalang memakai






air yaitu bila ada air di dekatnya, ia



akan takut dirinya jika menuju






tempat air itu seperti adanya
binatang buas, musuh, takut
.



hartanya tercuri orang atau
takutkepada orang yang pemarah..

Didapat sebagian keterangan


di








dalam kitab Matan adanya tambahan


dalam syarat ini sesudah
(





)


terhalangnya memakai air yaitu:
kebutuhan orang itu akan air sesudah
berusaha mencarinya

( 5. Harus dengan debu yang suci yang


()
)

tidak dibasahi. Perkataan Ath-
Thahiru artinya:yang suci itu

sejalan dengan pengertian debu
yang diperoleh dengan ghashab dan





debu kuburan yang belum digali. .



Dan terdapat dalam sebagian







keterangan ada ) tambahan dalam

syarat ini, yaitu tanah yang berdebu.






Jika debu itu bercampur dengan
(

gamping (kapur) atau apsir maka

15
debu itu tidak dapat dibuat
tayammum.

Keterangan ini (tidak dapat dibuat











tayammum, pen.) adalah sesuai

dengan pendapat Imam Nawawi

.



tersebut di dalam syarakh Muhadz-
dzab dan kitab Tash-heh Tetapi Imam
Nawawi dalam kitab Raudlah dan
kitab Fatawi telah menghukumi boleh
dibuat tayammum.

Dan juga dianggap shah










bertayammum dengan pasiryang ada




debunya. Perkataan mushannif




debu itu mengecualikan lainnya




seperti kapur dan semen merah. Juga

perkataan suci mengecualikan


debu dan najis. Adapun debu yang .




sudah terpakai, maka tidak shah
untuk bertayammum.

2.2.3 Fardhu Tayammum

Fardhunya tayammum itu ada 4 ((( )( ( (


perkara yaitu: (( ( ( )
( (
Pertama: Niat. Menurut sebagaian
( ( ( (
keterangan dikatakan :niat fardlu
(niat fardlu tayammum, pen)
( ( ( (
Apabila seseorang bertayammum ( ( (
dengan niat fardlu dan sunnah, maka ( ( .
hendaknya memenanngkan

16
keduanya atau memenangkan
fardlunya saja maka yang sunat
menyertai yang fardlu itu.

Demikian juga niat shalat jenazah ( ( ( ( (


atau niat shalat sunnat saja, maka ( ( ( (
tidak dapat memenangkan kepada
(

yang fardlu. Juga seandainya
seseorang itu niat shalat saja.
( ( ( ( (
Wajib melakukan niat tayammum ( ( ( (
berbarengan dengan memindahkan ( ( ( ( ( .
debu kearah muka (wajah) dan kedua
tangan dan harus mengekalkan niat
ini sampai dengan mengusap
sesuatu bagian dari wajah.

Seandainya orang tersebut berhadats ( ( ( ( ( (


sesudah memindahkan debu, maka ( ( ( ( (
tidak boleh mengusap dengan debu
itu, tetapi harus menggunakan debu
yang lainnya.

Kedua dan ketiga: yaitu mengusap (( ( ( )( ( )


muka dan mengusap ke dua tangan ( ( ( ( ((
sampai ke dua siku-siku dan
( ( ( ( ( (

mengusap keduanya itu dengan dua
( ( ( .
pukulan.

Seandainya orang tersebut ( ( ( ( ( ( ( ( (


meletakkan tangannya di atas debu ( ( ( ( ( ( .
yang halus, melekatlah debu itu
tanpa dipukulkan (ditekankan) maka

17
hukumnya boleh (cukup atau sah,
pen).

Keempat: yanitu harus urut, maka ((( )( (( ( ( )


wajib mendahulukan mengusap ( ( ( ( ( (
bagian muka atas ke dua tangan,
( (
baik tayammum itu karena hadats
(
kecil atau besar. Jika meninggalkan
tertib (tidak tertib, pen) maka tidak
sah hukumnya tayammum.

Adapun mengambil debu ke wajah ( ( ( (


dan ke dua tangan maka tidak ( ( (
disyaratkan harus tertib.
Seandainya seseorang memukulkan ( ( ( ( (
(menekankan) dengan kedua ( ( ( (
tangannya di atas debu sekali saja
.
dan mengusapkan kewajahnya dan
tangan kanannya dan mengusapkan
ke tangan kanannya dengan tangan
kirinya, maka hukumnya boleh
(shah).

2.2.4 Sunnah Tayammum

Sunnahnya Tayammum Itu Ada 3 (( ( )( ( ( )


Perkara, Demikian Juga Keterangan ( ( ( ( ( ( .
Yang Terdapat Di Dalam Kitab Matan:
(( )( (
1. Membaca Bismillah
2. Mendahulukan tangan yang (( ( ( ) (
kanan atas yang kiri dari kedua ( ( )(( (
tangan. Dan mendahulukan ( .
bagian atas wajah atas bagian

18
bawah.
3. Sambung menyambung. Dan
sudah diterangkan mengenai
sambung-menyambung ini
didalam bab wudhu.
Masih banyak sunnah yang lain ( ( ( ( (
dalam bertayammum yang ( ( ( ( ( ( ( (
diterangkan di dalam kitab yang
( ( ( ( (
panjang lebar keterangannya, yaitu,
( ( .
antar lain: orang yang bertayammum
tersebut melepas cincinnya ketika
dalam pukulan pertama. Sedangkan
bila sampai pada pukulan yang
kedua, maka wajib hukumnya
melepas cincin tersebut.

2.2.5 Perkara yang Membatalkan Tayammum

Perkara yang membatalkan ((( ( ( (


tayammum itu ada 3 perkara, yaitu ( ( )( ( (
1. Segala sesuatu yang membatalkan
( ( . (( ( ( (
wudlu. Hal ini sudah terdahulu
( ( ( ( ( ( .
keterangannya tersebut dalam pasal
perkara-perkara yang merusak
(membatalkan) wudlu. Oleh karena
itu sewaktu-waktuorang yang
mempunyai tayammum tersebut
dating hadats, maka menjadi bathal
tayammumnya

2. Melihat ada air. Menurut sebagian ((( ) )( ( (


keterangan kitab Matan ( ( ( ( ( (
menggunakan kata adnya air

19
bukan pada waktu shalat.
( ( ( ( ( (
Siapa saja yang bertayammum ( ( ( ( ( ( .
karena kesulitan menemukan air,
kemudian tiba-tiba melihat ada air
atau menduga-duga, sebelum
memasuki (memulai, pen) shalat
maka bathal tayammumnya.

Jika orang itu melihat (atau ( ( ( ( (


menduga-duga, pen.) adanya air ( ( ( ( ( ( (
sesudah berada di dalam shalat itu
( ( ( ( ( (

membutuhkan kepada adanya qadla
( ( ( ( (
(diulang lagi, pen.) sebagaimana
shalatnya orang yang mukim (berada
( ( ( ( ( ( ( .
di rumah, pen) yang dilakukan
dengan tayammum, maka wajib
membatalkan shalatnya, dan bila
shalat itu tidak membutuhkan qadla
seperti shalatnya musafir (orang
yang berpergian jauh, pen.), maka
shalatnya tidak bathal, baik shalat itu
fardlu atau sunnah.

Seandainya seseorang ( ( ( ( ( (
bertayammum karena sakit dan yang ( ( ( ( ( ( ( (
seperti itu, kemudian melihat ada air,
.
maka hal ini tidak akan berpengaruh
terhadap tayammumnya, bahkan
tayammumnya orang tersebut tetap
kekal dengan keadaan tayammum itu
sendiri.

20
3. Murtad, yaitu putus Islamnya apabila (( ) ( )( ( ( (
terhalang menurut pandangan syara ( ( ( ( (
untuk memakai air pada suatu
( ( ( ( ( (
anggauta, maka bila anggauta
( ( ( ( ( (
tersebut terdapat perkara yang
menutupi, wajib baginya .
bertayammum dan membasuh
anggautanya yang sehat. Dan tidak
ada keharusan tertib antara
melakukan tayammum dan
membasuh anggauta yang sehat
bagi orang yang junub.

Adapun orang yang dalam keadaan ( ( ( ( ( ( (


hadats, maka ia dapat melakukan ( .
tayammum pada waktu memasuki
mambasuh anggauta yang sakit.

Apabila terdapat perkara yang ( ( ( ( ( ( (


menutupi anggauta (misalnya: ( ( ( ( )( (
perban, pen) maka hukumnya
( ( ( ( ( (
disebutkan dalam perkataan
( ( ( ( ( (
mushannif bagi orang yang
memakai pembalut (Atau gip, pen)
( ( )( (( (
yaitu kayu atau bamboo yang ( ( ( ( ( (
dilekatkan dengan tali pada
anggauta badan yang pecah (atau
putus, pen) agar supaya dapat
melekat kembali, maka hendaknya
mengusap dengan air atas yang
dibalut itu. Hal ini jika memang tidak
memungkinkan untuk

21
melepaskannya karena rasa khawatir
sebagaimana yang telah diterangkan
di muka.

Bagi orang yang memakai pembalut, (( ( ( ( ( ( ( )


maka bertayammumlah pada bagian ( (
muka dan kedua tangan
sebagaimana keterangan yang
terdahulu.

Dan hendaknya mengerjakan shalat ( ( ( ( (


dan baginya tidak wajib mengulang (( ( ( ( ) ( (( (
kembali jika memang memasang
( ( ( ( ( .
pembalutnya itu dalam keadaan suci
dan pembalutannya itu tidak pada
anggauta tayammumnya dan bila
dalam keadaan tidak suci, maka
wajib baginya mengulang kembali
shalatnya.

Hokum tidak wajib mengulang ( ( ( ( ( ( (


kembali shalanya ini adalah ( ( ( ( (
pendapat Imam Nawawi tersebut di
( ( ( ( (
dalam Kitab Raudhlah. Tetapi beliau
( ( ( .
berpendapat dalam kitab Majmu,
bahwa sesungguhnya pendapat para
Ulama Jumhur yang memutlakkan
hokum tidak wajib mengulang
kembali shalatnya adalah sesuai
dengan tidak adnanya perbedaan
antara anggauta-anggauta
tayammum dan lainnya.

22
Diisyaratkan dalam hal pembalutan ( ( ( ( ( ( (
agar tidak mengambil (mengenai, ( ( ( ( .
(
pen) anggauta badan yang sehat,
kecuali bagian yang mengharuskan
terkena balutan karena tujuan untuk
memperkuat.

Adapun perbannya, talinya, obatnya ( ( ( ( ( ( (


dan sebagainya yang terdapat pada ( ( ( .
luka-luka, maka hukumnya sama
dengan pembalutnya.

Bagi orang yang bertayammum, (( ( . (( ( (


maka bertayammumlah untuk tiap- ( ( ( ( ( ( (
tiap fardlu satu dan nadzar satu,
( ( ( ( ( (
maka tidak shah mengumpulkan dua
( ( ( .
shalt fardlu dengan satu tayammum,
antara dua tawaf, antara dua shalat
dan thawaf, dan antara shalat jumah
dengan khuthbahnya

Bagi orang perempuan boleh ( ( ( (


bertayammum karena hendak ( ( ( ( (

memperkenalkan suaminya
( ( .
(mengumpuli) ini boleh dilakukan
perempuan secara berulang. Dan
boleh baginya mengumpulkan antara
tayammum karena hal tersebut dan
untuk mengerjakan shalat dengan
satu tayammum itu.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kata wudhu ( ) dibaca dhammah huruf wawunya
menurut pendapat yang lebih masyur yang dimaksudkan disini
ialah nama bagi suatu perbuatan dan dibaca fathah huruf
wawunya berarti nama bagi sesuatu benda yang dibuat wudhu.
Fardhu-fardhunya itu ada 6 perkara, yaitu: (1) Niat; (2)
Membasuh seluruh bagian muka; (3) Membasuh dua tangan
sampai siku-sikunya; (4) Mengusap sebagian dari kepala; (5)
Membasuh dua kaki beserta ke dua mata kaki; dan (6) harus
tertib (urut).
Adapun sunnatnya wudhu itu ada 10 macam perkara: (1)
membaca Bismillah pada permulaannya; (2) Membasuh kedua
telapak tangan sampai dengan pergelangannya; (3) Berkumur
sesudah membasuh kedua telapak tangan; (4) Meratakan di
dalam mengusap kepala; (5) Mengusap seluruh bagian kedua
telinga; (6) Memasukkan air ke dalam sela-sela rambut jenggot
yang tebal bagi orang laki-laki; (7) Dan sunnat juga memasukkan
air pada sela-sela jari-jari kedua tangan dan kaki; (8) Sunnah

24
mendahulukan anggauta yang kanan darpada yang kiri; (9)
Sunnah mengulangi tiga kali pada setiap anggauta yang di basuh
atau diusap; dan (10) Sunnah sambung menyambung.
Tayamum ialah menyampaikan debu yang suci ke wajah dan
kedua tangan sebagai gantinya wudlu, amndi atau membasuh
anggota disertai syarat-syarat yang sudah ditentukan. Syarat-
syarat tayamum itu ada 5 macam perkara yaitu: (1) Adanya
halangan (udzur) karena berpergian atau sakit; (2) Masuk
waktunya shalat; (3) Harus mencari air sesudah datang waktu
shalat yang dilakukan oleh dirinya sendiri atau dengan orang
yang telah mendapatkan izin untuk mencarikan air; (4) Terhalang
memaki air; dan (5) Harus dengan debu yang suci yang tidak
dibasahi.
Fardhunya tayammum itu ada 4 perkara yaitu: Pertama:
Niat, Kedua dan ketiga: yaitu mengusap muka dan mengusap ke
dua tangan sampai ke dua siku-siku dan mengusap keduanya itu
dengan dua pukulan dan Keempat: yaitu harus urut. Sedangkan,
sunnahnya tayammum itu ada 3 perkara, yaitu: (1) Membaca
Bismillah; (2) Mendahulukan tangan yang kanan atas yang kiri
dari kedua tangan; dan (3) Sambung menyambung. Perkara yang
membatalkan tayammum itu ada 3 perkara, yaitu: (1) Segala
sesuatu yang membatalkan wudlu; (2) Melihat ada air; dan (3)
Murtad

3.2 Saran
Pemakalah menyarankan bagi pembaca agar dapat
memahami pengertian thaharah, wudhu dan tayamum, landasan
hukum thaharah, wudhu dan tayamum, serta pembagian
thaharah, wudhu dan tayamum. Bagi pembaca dan mahasiswa
lain yang ingin mengetahui dan memahami lebih dalam lagi
mengenai materi ini, maka dapat menjadikan makalah ini
sebagai referensi. Pemakalah juga mengharapkan kritik dan

25
saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini
selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Suhendra. 2013. Makalah Thaharah, Wudhu, Dan Tayamum.


(http://suhendraaw.blogspot.co.id/2013/06/bab-i-
pendahuluan-1.html) (Online), diakses 13 Maret 2017.
Amar, Imran Abu. 1982. Terjemah Fathul Qarib Jilid 1. Kudus:
Menara Kudus.

26

Anda mungkin juga menyukai