Kontak
Privacy Policy
Search
Penggunaan ﺍﺫﺍyang begitu masif tentu meninggalkan sebuah tantangan besar bagi para pengkaji ilmu Nahwu, ushuh fiqh dan tentunya bagi calon
ahli tafsir al Quran. Sebuah tantangan yang tidak bisa dilewatkan begitu saja untuk mengetahui seluk beluk tentang َﺫﺍ
ِ
ﺍini.
Mengapa demikian? Tentu dengan pengetahuan yang benar tentang ﺍﺫﺍini akan sangat membantu para pengkaji dalam menganalisa tulisan Bahasa
Arab, dari segi susunan dan tentu berimbas pada sebuah pemahaman yang benar. Bagaimana? Jika tidak, maka sempatkan membaca bagian
kesimpulan. Jika tertarik, kami jabarkan tentang lafazh َﺫﺍ
ِ
ﺍini untuk kamu.
Namun sebelum masuk pada materi ini, perlu disepakati bahwa َﺫﺍ
ِ
ﺍini memiliki dua bentuk penulisan dalam alfabet (transliterasi), seperti idza atau iżā.
Untuk mempermudahnya akan kami gunakan idza sebagai ganti dari َﺫﺍ ِ
ﺍ.
Kesepakatan selanjutnya yang berkaitan penulisan ﻅﺭﻑada beberapa bentuk tulisan yang beredar, seperti dzorof, zhorof dan zharaf. Untuk
transliterasi dari ﻅﺭﻑini, kami gunakan bentuk tulisan ‘zharaf’ sebagai ganti dari teks arabnya.
Berikut kami sertakan beberapa pertanyaan menyangkut idza ﺍﺫﺍyang banyak sekali dipertanyakan.
Daftar Isi
Daftar Isi
َُ
ﻭﻥ ْﻧ
ِﺳﻠْﻡ ﻳ
َ ِﻬ
ِﺑ
ِّﺇﻟﻰَﺭ
ﺙ َ
َﻥْﺍﻷ
ِْﺟﺩﺍ ْﻡِﻣ َﺈ
ِﺫﺍُﻫﻭﺭ ﻓ
ِﺻ ِﻲ ﺍﻟﱡ
َﺦ ﻓُ
ِﻔ
َﻭﻧ
Surat Yasin ayat 51 artinya: Dan ditiuplah sangkalala, maka tibatiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka.
Sementara َﺫﺍ
ِ
ﺍyang berfaidah Fujaiyyah dapat dikategorikan sebagai kalimah huruf. Seperti dalam contoh: ﺏ ْﺎﻟﺑ
َِﺎ ِﻲ ﺑ
ِ ًَﺍْﺍﻷ
ُﺩ ﻓ
ﺳ َﺈ
ِﺫ ُْﺟ
ﺕﻓ َﺭ
ﺧ
َ
Makna َﺫﺍ
ِ
ﺍ. Dalam bahasa Indonesia, idza ﺍﺫﺍmemiliki beberapa arti atau penerjemahan. Perbedaan makna ini tentu dipengaruhi faktor fungsi idza.
Arti terjemahan idza diantaranya adalah: ketika, kala, apabila, manakala, pada saat, tibatiba, sekonyongkonyong.
Faidah ﺇﺫﺍ
Dalam fungsinya, idza memiliki 2 fungsi utama, yaitu zharfiyah ( )ﻅﺭﻓﻳﺔdan fuja’iyah ()ﻓﺟﺎﺋﻳﺔ. Maksud dari idza zharfiyah adalah idza mengandung unsur
waktu, baik waktu akan datang ()ﺍﻟﻣﺳﺗﻘﺑﻝ, sekarang ( atau zaman lampau ( )ﻣﺎﺽatau. Penentuan zaman; apakah lampau atau akan datang ditentukan
oleh susunan kalam.
Sementara maksud fujaiyah adalah makna mendadak. Makna ini tidak mengandung unsur zharaf di dalamnya.
Zharfiyah ()ﻅﺭﻓﻳﺔ
Idza ﺍﺫﺍzharfiyah ini memiliki zaman mustaqbal. Jenis idza ini yang banyak digunakan. Pada fungsi ini idza bisa diartikan dengan: ketika, kala, apabila,
Idza ﺍﺫﺍzharfiyah ini memiliki zaman mustaqbal. Jenis idza ini yang banyak digunakan. Pada fungsi ini idza bisa diartikan dengan: ketika, kala, apabila,
manakala, pada saat. Contoh:
ِﻳﻡ
ِﺣ
ﺍﻟﺭ
ﻣﻥ ﱠ
ِْﺣ
ﺍﻟﺭ ِ
ﱠ몭
ْﻡﱠ
ِﺳ
ِﺑ
َُ
ﻭﻥ ْﻁﻠ
ِ َﻙْﭐﻟ
ُﻣﺑ ِﻟَﺭُﻫﻧ
َﺎ َﺧ
ِﺳ ّ
ﻖَﻭ
ِ ْﺎﻟ
َﺣ ﻲﺑ
ِ ُِ
َﺿ ِ
ﻗ몭
ُﺭﱠَ
ْﻣ
َء ﺃ َﺈ
ِﺫﺍ ﺟﺎﻓ
Artinya: “.. maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orangorang yang berpegang
kepada yang batil”. Surah al Mu’min atau Ghafir ayat 78 (Qs.40/78)
1. Mengandung arti syarat sehingga butuh kepada Jawab. Selain itu ﺍﺫﺍmengejerkan lafadz yang menjadi syarat dan menashobkan jawabnya.
2. Masuk pada jumlah Fi’liyyah.
Namun demikian, idza zharfiyah ini kadang menunjukkan makna zaman madhi, seperti contoh:
ِ ُﻛﻭﻙ ﻗ
َﺎﺋ
ًﻣﺎ َﺭ
َﻬﺎَﻭﺗ
َ َ
ْﻳ
ﱡﻭﺍ ﺇﻟْﻧﻔ
َﺿ ًﻭﺍ ﺍَ
ْﻬ َ
ْﻭ ﻟ
ﺎﺭﺓ ﺃ
ََﺟ َ
َﺫﺍَﺭﺃ
ْﻭﺍ ﺗ
ِ ِﺇ
َﻭ
Surah al Jumu’ah ayat 11 Artinya: “Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka
tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah).” (Qs. 62:11)
Bermakna zaman lampau atau madhi karena ayat ini menceritakan tentang Nabi Muhammad saw. pada saat khutbah. Dimana ketika Beliau khutbah,
datang sekelompok pedagang ke kota Madinah sehingga para jamaah bubar dan hanya menyisakan beberapa orang yang masih mengikuti khutbah
Nabi. Kemudian turun lah ayat ini.
Fujaiyyah
Idza َﺫﺍ
ِ
ﺍFujaiyah ﱠﺔ
ﺇﺫﺍ ﺍﻟﻔﺟﺎﺋﻳberarti kejadian dengan mendadak. Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia memiliki arti tibatiba atau sekonyongkonyong.
Idza fujaiyyah adalah idza yang memiliki makna mufaja’ah/tibatiba dan khusus masuk pada jumlah ismiyah. Dimana isim setelah idza dibaca rafa’
berkedudukan sebagai mubtada’.
ﺏ ْﺎﻟﺑ
َِﺎ ِﻲِﺑ ًَﺍْﺍﻷ
ُﺩ ﻓ
ﺳ َﺈ
ِﺫ ُْﺟ
ﺕﻓ َﺭ
ﺧ
َ
Artinya: Saya keluar, tibatiba ada singa di pintu. Dalam contoh ini, idza dibaca idzan dengan tanwin. Sementara lafazh al asadu fil babi berupa jumlah
ismiyah, dimana al asadu berkedudukan sebagai ibtida’, dibaca rofa’ dengan alamat dhommah.
ٰﻰ
َ ٌﺗ
َ
ْﺳﻌ ﱠﺔ ََﺫﺍ ﻫ
ِﻰَﺣﻳ َﺈ
َِﻬﺎ ﻓْﻟﻘ
َ
ٰﯩ َ
َﺄ
ﻓ
fa alqāhā fa iżā hiya ḥayyatun tas’ā. Artinya: “Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tibatiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat”.
Surah at Thaha ayat 20. Hiyya hassyatun adalah contoh jumlah ismiyah yang jatuh setelah ﺍﺫﺍ.
Selain dua di atas; zharfiyah dan fujaiyah, ada jenis idza yang (umumnya) jatuh setelah qassam. Dan ini banyak terdapat pada juzamma. Idza ﺍﺫﺍini
tidak masuk kategori isim syarath. Contoh:
ﺳﺟﻰ
َِﺫﺍ
ِﻝ ﺇﱠ
ْﻳ
ﱡﺣﻰ *َﻭﺍﻟﻠ
َﻭﺍﻟﺿ
Artinya: “Demi waktu dhuha (1). dan demi malam apabila telah sunyi/gelap (2). Surah ad Dhuha ayat 1 dan 2 (Qs.93/2)
ﱠﻰ َ
َﺟﻠ
ِﺫﺍ ﺗ ِﱠ
ﻬﺎﺭ ﺇ ْﻐﺷﻰَﻭﺍﻟﻧ
ِﺫﺍ ﻳ
َ ِﻝ ﺇﱠ
ْﻳ
َﻭﺍﻟﻠ
Artinya: “Demi malam apabila menutupi (cahaya siang). dan siang apabila terang benderang”. Surah al Lail ayat 1 dan 2 (Qs. 92:12)
Pembagian ِﺇﺫﺍ
Pembagian ﺍﺫﺍ
Dari segi fungsi dapat disimpulkan terkait pembagian idza ini. Ada beberapa pendapat terkait jumlah idza. Tentu perbedaan ini bisa dimaklumi karena
sudut pandang masingmasing ulama.
Bagi ulama yang membagi idza berdasarkan kategori fungsi, maka idza ada 2; dzarfiyah dan fujaiyah.
Sementara bagi ulama yang memilih sudut pandang zaman, maka idza ada 3 sesuai macam zaman tersebut; madhi, hal dan istiqbal.
Dan yang membagi idza dari aspek syarthiyyahnya, idza dibagi menjadi 2; idza syartiyyah dan ghairu syartiyah. Jadi, berapa jumlah pembagian idza
itu tergantung sudut pandangnya. Tidak perlu diperdebatkan.
ْﻌﻧﺎَُﻭﺍ
ِﻣ
ﺳ ُﻧﺎ ﻗﺎﻟ
ْﻡ ﺁﻳﺎﺗ
ِﻬَ
ْﻳَْﻠﻰ
ﻋﻠ ُﺗ
ِﺇﺫﺍ ﺗ
َﻭ
wa iżā tutlā ‘alaihim āyātunā qālụ qad sami’nā. Arti: “Dan apabila dibacakan kepada mereka ayatayat Kami, mereka berkata:…”.
ْﻡ
ِﻬَ
ْﻳَْﻠﻰ
ﻋﻠ ُﺗ
ِﺇﺫﺍ ﺗ
َﻭ
ﺍﻟﻭﺍﻭhuruf athaf, ﺇﺫﺍisim syarat ghairu jazim memiliki zaman istiqbal, sebagai mudhof.
ْﻠﻰ
ُﺗ
ﺗfiil mudhori’ mabni majhul, sebagai fiil syarath. Naibul fai’ilnya adalah ﺁﻳﺎﺕdari lafazh ﺁﻳﺎﺗﻧﺎyang dituturkan kemudian.
ْﻡ
ِﻬَ
ْﻳَJar majrur. َﻲ
ﻋﻠ ﻋﻠ ِﻫMajrur. Jar majrur berta’aluq dengan ْﻠﻰ
َHarf jar. ْﻡ ُﺗ
ﺗ.
ْﻌﻧﺎَُﻭﺍ
ِﻣ
ﺳ ُﻧﺎ ﻗﺎﻟ
ﺁﻳﺎﺗ
ﺁﻳﺎﺗﻧﺎmurakkab idhofi. ﺁﻳﺎﺕnaibul fail, dibaca rafa ﺁﻳﺎﺗﻧﺎalamatnya dhommah pada akhir kalimah. ﻧﺎdhomir, mudhof ilaih. Mabni sukun mahal jar.
Jumlah fi’liyyah ﺗﺗﻠﻰ ﻋﻠﻳﻬﻡ ﺁﻳﺎﺗﻧﺎmahal jar karena menjadi mudhof ilaih dari mudhof berupa idza. Contoh ﺇﺫﺍlainnya banyak sekali ditemukan dalam juz
amma khususnya surat at Takwir, al Infitaar dan al Insyiqaq. Silahkan dicek.
Kesimpulan
Betapa berlikulikunya memahami al Quran. Dari satu lafazh seperti َﺫﺍ
ِ
ﺍsaja begitu kompleks dan ada beberapa perbedaan. Maka sungguh ironis jika
ada pihakpihak yang begitu mudah mempergunakan terjamahan menghakimi salah kepada pihak yang berbeda. Sementara itu, dalam al Quran tidak
hanya lafazh َﺫﺍ
ِ
ﺍsaja. Ada ribuan, bahkan lebih lafazh yang lainnya.
Tidak ada kata lain lagi yang mesti disampaikan selain belajar dan terus belajar. Sampai kapan? Sampai hembusan nafas terakhir. Bukankah indah,
jika ujung hayat masih dalam status tholabul ilmi? Semua bisa berawal dari َﺫﺍ
ِ
ﺍ.
Islami