Anda di halaman 1dari 46

FM-UII-AA-FKA-07/R2

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

MODUL XI
GERAKAN-GERAKAN MODERNISME ISLAM DI INDONESIA DAN GAGASAN
MENDIRIKAN SEKOLAH TINGGI ISLAM
DI INDONESIA

I. Petunjuk Umum
Petunjuk umum ini, memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut :
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah perkuliahan berakhir mahasiswa memahami gerakan-gerakan
modernis Islam di Indonesia.

2. Materi
Gerakan-gerakan Modernis Islam di Indonesia dan Gagasan Mendirikan
Perguruan Tinggi Islam.

3. Indikator Pencapaia
Setelah kuliah berakhir mahasiswa dapat menjelaskan dan mengkritis
gerakan-gerakan modernis Islam di Indonesia dan Gagasan Mendirikan
Perguruan Tinggi Islam

4. Sumber
Ary H. Gunawan,1996, Kebijakan-Kebijakan Pendidikan [Edisi Revisi], Cet.II,
Rineka Cipta, Jakarta.
Aunur Rahim Faqih dan Munthoha, 1997, Pemikiran dan Peradaban Islam,
UII Press, Yogyakarta.
Bob S.Hadiwinata, Masyarakat Sipil Indonesia: Sejarah, Kelangsungan, dan
Transformasinya, dalam Wacana, Jurnal Ilmu Sosial Transformatif,
Edisi 1.Vo.1,1999.
Craig Calhoun, Social Theory of the Politics of Identity, Blackwell Publihers,
USA,1994.
Dahlan Thaib dan Moh. Mahfud MD, 1984, [penyunting], 5 Windu UII,
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta 1945-1984, Liberty Offsit, Yogyakarta.
Delian Noer, 1995, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, cet.
Ketujuh, LP3ES, Jakarta
Fazlur Rahman, 1982, Islam & Modernity, Transformation of an Intellectual
Tradition, University of Chicago Press, Chicago, hlm. terj. Ahsin
Mohammad, 1985, Islam dan Modernitas, Tentang Transformasi
Intelektual, Pustaka, Bandung
Hujair AH. Sanaky, 2003, Paradigma Pendidikan Islam, Membangunan
Masyarakat Madani Indonesia, MSI dan Safiria Insania Press,
Yogyakarta.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 1 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

I. Djumhur dan H. Danasaputra,1979, Sejarah Pendidikan, CV.Ilmu, Bandung.


Mahmud Yunus,1979,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,Cet.Kedua,
Mutiara,Jakarta.
Mastuki HS, Sejarah Asal-Usul Madrasah, From: http://www.bagais. go.id/
index. htm. akses, 19 Oktober 2002.
Nezar Patria, dan Andi Arief, Antonio Gramci: Negara dan Hegemoni,
Pustaka Pelajar 1999.
Neera Chandoke, State and Civil Society: Exploration in Political Theory.
New Delhi dan London: Sage Publication,1955.
Nico Schulte Nordholt, Menyokong Civil Society dalam era Kegelisahan,
dalam Mengenang Y.B. Mangunwijaya, Sindhunata (eds.).Kanisius,
1999.
Nurcholis Madjid, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi, Paramadina,
1999. ?
Syafruddin Azhar, Gerakan Modernisasi Islam di Indonesia, From: http://rully-
indrawan.tripod.com/rully01.htm, akse, Sabtu, 16/8/2003.
Zuhairini,dkk, 1992, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. Ketiga, Bumi Aksara,
Jakarta.
Mahmud Yunus, 1979, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Cet.Kedua,
Mutiara, Jakarta.
Supardi, dkk.,Setengah Abad UII Sejarah Perkembangan Universitas Islam
Indonesia, (Yogyakarta:UII Press1994).

5. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran yang digunakan adalah Ceramah dan Active Debate.
Skenario kelas: dengan waktu 100 menit, langkah-langkah yang dilakukan,
sebagai berikut :
a. Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 [satu] minggu sebelum
perkuliahan. Mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami
materi tersebut agar memudahkan debat.
b. Dalam kegiatan debat, kelas dibagi menjadi 4 [empat] atau 5 [lima]
kelompok. Secara acak akan ditugaskan [1] kelompok pertama ditetapkan
sebagai penyaji, [2] kelompok kedua dan ketiga ditentukan sebagai
kontra atau penyangga, [3] kelompok keempat sebagai pembela
kelompok pertama, dan [4] kelompok kelima sebagai penengah. Masing-
masing kelompok terdiri 5 [lima] atau lebih mahasiswa atau lebih.
c. Sebelum debat dimulai dosen menyajikan global materi kuliah yang
akan didebatkan kepada mahasiswa dalam bentuk ceramah.
d. Sebelum debat dilaksanakan, masing-masing kelompok menetukan juru
bicaranya. Masing-masing kelompok mendikusikan materi pada
kelompoknya sendiri dan merumuskan arguman-argumen dari hasil
diskusinya.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 2 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

e. Setelah masing-masing kelompok selesai diskusi dan telah menemukan


argumentasi untuk disampaikan, kegiatan diskusi dihentikan dan seting
kelas dibuat dalam situasi yang berbeda.
f. Mulailah perdebatan dan dalam perdebatan ini dosen bertindak sebagai
pemandu. Langkah pertama, surulah juru bicara dari kelompok penyaji
untuk menyampaikan argumen-argumennya. Langkah kedua, meminta
kelompok kontra [2 dan 3 ] meberikan atau menyampaikan konter
terhadap argumentasi yang disampaikan. Buatlah situasi debat anatar
kelompok penyaji dengan kelompok kontra dan sesekali meminta
argumentasi dari kelompok penengah. Langkah ketiga, mintalah
kolompok pembela untuk menyampaikan argumentasi pembelaannya
dan buatlah situasi debat antara kelompok konta dengan kelompok
pembela dan sesekali meminta argumentasi dari kelompok penengah.
Doronglah peserta yang lain untuk mencatat dan disampaikan kepada
juru-juru debat mereka dengan berbagai argumen atau bantahan yang
disarankan kepada juru bicaranya. Juga, doronglah mereka unruk
menyambut dengan applaus terhadap argumen-argunen dari wakil atau
juru bicara tim mereka.
g. Ketika perdebatan dianggap sudah cukup, perdebatan diakhiri dan seluruh
kelompok digambungkan kembali dalam lingkaran penuh. Dosen
menyimpulkan dan memberi komentar terhadap permasalah yang diajukan
dalam perdebatan tersebut dan buatlah diskusi seluruh kelas tentang apa
yang telah dipelajai dari pengalaman debat itu dan kemudian rumuskan
argumen-argumen terbaik yang dibuat kedua kelompok [penyaji dan
kontra]. Maka, sebelum menutup perkuliahan, doronglah semua
mahasiswa untuk menyambut dengan applaus atas debat yang telah
dilakukan , setelah itu tutup kuliah dengan membaca doa.
h. Pendekatan pembelajaran ini dapat berubah sesuai dengan
perkembangan, materi dan kesepakatan dengan mahasiswa.

6. Lembar Kegiatan Pembelajaran


a. Pahami dan kuasai materi ini dengan baik, agar pada waktu debat di
kelas dan mengerjakan soal ujian saudara tidak banyak mengalami
kesulitas.
b. Mulailah memotivasi diri untuk membaca, dari yang mudah, dan mulai
membaca sekarang.
c. Bacalah skenario pada petunjuk umum, sehingga memudahkan
mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran di kelas.

7. Evaluasi
a. Setelah kegiatan belajar berakhir, mahasiswa diminta mengerjakan test
[post test], sehingga dapat diketahui seberapa jauh Tujuan Pembelajaran
dalam pembahasan materi tersebut dapat tercapai.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 3 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

b. Apabila mahasiswa dapat menjawab 70% dari soal-soal test dengan


betul, berarti mahasiswa telah mencapai Tujuan Pembelajaran dalam
pembahasan materi yang disampaikan dosen.

II. Materi Kuliah

GERAKAN-GERAKAN MODERNISME ISLAM DI INDONESIA DAN GAGASAN


MENDIRIKAN SEKOLAH TINGGI ISLAM
DI INDONESIA

A. GERAKAN-GERAKAN MODERNISME ISLAM DI INDONESIA

1. Gerakan-Gerakan Modernisme Islam


Gerakan medernisasi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari gerakan
pembaruan Islam yang disebut dengan gerakan Salaf di dunia Islam sebenarnya
telah dimulai sejak zaman Ibnu Taimiyah [1263-1328] dan kemudian
dikembangkan oleh murid-muridnya Ibnul Qoyyim [1292-1350] dan Muhammad
bin Abdul Wahab [1703-1787] yang menyebarluaskan ide-ide pembaruan
tersebut. Artinya konsep pembaruan sudah ada dan kemudian pada
perkembangan selanjutnya, "Said Jamaluddin al-Afghany [1838-1897] lebih
mengintensifkan gerakan kebangkitan ini dalam gerakan yang disebut dengan
Pan Islamisme yang secara terang-terang dan lantang meneriakan gerakan
pembebasan dunia Islam dari penjajahan dan kembali ke dalam kejayaan seperti
abad-abad pertengahan. Kemudian gerakan Pan Islamisme diteruskan oleh
murid al-Afghany, yaitu Rasyid Ridha [1856-1935] dengan menitik beratkan pada
reformasi ajaran-ajaran agama secara murni dan konsekuen serta
mengharmonisasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan politik"1.
Gerakan Pan Islamisme di Timur Tengah, sebenarnya telah menjadi kajian
analisis Snouck Horgronje, sehingga ada kekhawatiran gerakan ini akan masuk
ke Indonesia dan hal tersebut disampaikan kepada pemerintah Hindia Belanda
agar membendung pengaruh Pan Islamisme tidak masuk ke Indonesia. Analisis
Snouck Horgronje menjadi kenyataan, artinya pengaruh Pan Islamisme akhirnya
masuk ke Indonesia dan pemerintahan kolonial Belanda tidak dapat mebendung
arus informasi yang datang dari luar, yaitu: Pertama, pada pertengahan abad ke-
19 terbuka kesempatan bagi mahasiswa-mahasiswa Indonesia untuk
memperdalam Islam di beberapa pusat pendidikan Islam, khususnya di Kairo,

1
Dahlan Thaib dan Moh. Mahfud MD, 1984, [penyunting], 5 Windu UII, Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 1945-1984, Liberty Offsit, Yogyakarta., hlm. 7.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 4 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

Madinah, dan Makkah. Kesempatan belajar ini bukan saja menimbulkan kontak
intelektual di antara mahasiswa Indonesia di Timur Tengah, tetapi mereka
mengalami langsung suasana pembaruan yang disosialisasikan oleh tokoh-tokoh
seperti Afghany, Abduh, Rashid Ridha, Sayyid Qutb, dan lain-lain2. Kedua, banyak
tokoh-tokoh Islam Indonesia yang memperoleh informasi melalui brosur-brosur
dan majalah-majalah dari Timur Tengah serta negara-negara Islam lainnya. Para
mahasiswa yang belajar di Timur Tengah mengadakan koresponden dengan
teman-teman di Indonesia dengan memperkenalkan ide-ide pembaruan dengan
mengirimkan tulisan-tulisan pembaharu Timur Tengah dan salah satunya adalah
ide pembaruan di bidang pendidikan. Publikasi lewat majalah al-Manar yang
banyak memperkenalkan gagasan pembaruan pendidikan. Ketiga, kontak
langsung umat Islam Indonesia dengan umat Islam lain melalui sarana ibadah haji
yang tidak dapat dibendung, walaupun pemerintahan kolonial Belanda berusaha
membatasi dan mengawasi jumlah jemaah haji, sehingga peluang umat Islam
Indonesia untuk membawa pengalaman-pengalaman mereka dari luar terutama
dari negara-negara Islam ke Indonesia sangat terbuka.
Gerekan-gerakan kebangkitan Islam menginspirasi umat Islam Indonesia
untuk segera melakukan perubahan. Perkumpulan Jamiat Khair yang didirikan di
Jakarta, telah menghasilkan tokoh-tokoh masyarakat yang jadi pelopor
pembaharuan dikemudian hari, misalnya KHA. Dahlan, sebagai pendiri
Muhammadiyah. Jamiat Khair didirikan pada tahun 1901 tanpa ijin pemerintah
kolonial Belanda. Namun, para pemimpin dari perkumpulan ini mempunyai
hubungan dengan negara-negara Islam yang sudah maju, seperti Mesir dan
Turki. Mereka mendatangkan majalah dan surat kabar yang dapat
membangkitkan rasa kenasionalisme bangsa Indonesia seperti al-Muayat, al-
Liwa, al-Ittihad, as-Siyasah, dan al-Musyawarah. Perkumpulan ini kurang
menyenangkan pemerintah kolonial Belanda, karena perkumpulan ini mempunyai
pengaruh dalam membangkitkan semangat baru di Indonesia3.
Dari perkumpulan-perkumpulan ini lahir karangan-karangan yang bertema
membangkitkan semangat kebangsaan, karangan mengenai pergerakan Islam di
Indonesia yang dimuat dalam surat kabar dan majalah di Istambul. Majalah al-
Mannar, mendapatkan sumber-sumber pemberitaannya dari perkumpulan ini.
Oleh karena itu, perkumpulan ini mendapatkan pengawasan yang sangat ketat
dari pemerintahan kolonial Belanda. Khalifah di Istambul mengirimkan utusannya,
Ahmed Amin Bey, ke Indonesia atas permintaan perkumpulan ini, untuk
menyelidiki keadaan muslimin di Indonesia. Akibatnya, pemerintah kolonial
Belanda melarang beberapa daerah tertentu yang tidak boleh didatangi oleh
orang Arab. Pada tahun 1905, Jamiat Khair, mendapatkan izin dari pemerintahan
kolonial Belanda untuk mendirikan perkumpulan tersebut secara sah dengan
2
Mastuki HS, Sejarah Asal-Usul Madrasah, From: http://www. bagais. go.id/index.htm. Akses, 19
Oktober 2002.
3
Aunur Rahim Faqih dan Munthoha,1998, Pemikiran dan Peradaban Islam, UII Press, Yogyakarta.
hlm.105.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 5 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

syarat tidak boleh membuka cabang di Jakarta. Pada awal pendiriannya, Jamiat
Khair gerekannya lebih menitik beratkan pada usaha pendidikan, namun pada
perkembangan selanjutnya Jamiat Khair memperluas kegiatannya dengan
bidang dawah dan penerbitan surat kabar Harian Utusan Hindia, yang dipimpin
oleh Umar Said Cokroaminoto [Maret 1913]4.
Selain perkumpulan tersebut, berdiri pula a-Islah wal Irsjad yang merupakan
ikatan orang-orang Arab. Bersamaan itu pula berdiri ar-Rabithah al Alawiyah,
suatu ikatan keturunan Sayyid Alawi yang resmi didirikan tahun 1928 di Jakarta.
Organisasi ini menitikberatkan pada penerbitan majalah sendiri dengan judul ar-
Rabithah. Tujuan organisasi ini adalah mengusahakan segala sesuatu yang dapat
memajukan golongan Arab yang berasal dari Arab Selatan [Syabul Hadhrami].
Yang menguntungkan bagi umat Islam pada umumnya adalah didirikannya,
rumah-rumah miskin, memberikan pertolongan bagi orang-orang terlantar, dan
menyiarkan ajaran Islam yang terbuka untuk umum. Pelopor pendiri organisasi ini
adalah Sayyaid Muhammad bin Abdurrahman bin Shahab. Organisasi ini
perkembangannya sampai Singapura dan membuka perwakilan organisasi di
Singapura. Organisasi ini menyerukan persatuan di antara semua orang Arab atau
keuturunan di Indonesia, dan jangan memperbesarkan perbedaan keturunan di
Indonesia demi kelancaran ajaran Islam. Mereka menyatakan kecintaan kepada
Indonesia sebagai tanah airnya, mereka memasuki gerakan-gerakan Islam
nasional, dan mereka dengan cepat mengadakan asimilasi dengan bangsa
Indonesia terutama dalam bidang kebudayaan5.
Di Jawa Barat, pada tahun 1917 berdiri organisasi Persatuan Oemat Islam
[POI] di Majalengka dengan tokoh KH. Ahmad Halim. Beliau adalah ulama yang
disenangi rakyat dan pernah menjadi murid pemikir Islam terkenal Syeikh
Thanthawi Djauhari, pengarang tafsir al-Djawahir, pengarang al-Quran wal
Ulumil Asyriah [buku ini pernah dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda masuk
ke Indonesia karena semangat ilmiha yang terkandung di dalamnya]. Maka, sejak
tahun 1917, KH. Ahmad Halim, giat mendirikan sekolah-sekolah, mulai tingkat
Ibtidaiyah [tahun 1917] sampai sekolah guru Madrasah Muallimin [tahun 1923].
KH. Ahmad Halim, juga berhasil mendirikan perguruan tinggi yang diberi nama
Santi Ashrama walaupun mendapatkan tantangan dan ancaman dari
pemerintahan kolonial Belanda. Para mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi
ini selain mendapatkan pengetahuan agama dan umum dan juga mendapatkan
pelatihan pekerjaan tangan dan kerajinan.
Tahun 1930, organisasi Jamiatul Wasliyah berdiri di Medan tepatnya pada
tanggal 30 November 1930. Pemimpin-pemimpinya berpikir maju, setelah melihat
kelemahan-kelemahan umat Islam, dalam bentuk perselisihan diantara mereka
sendiri, melihat perkembangan umat Kristen yang makin menghebat, dan melihat
kesempitan bergerak bagi umat Islam yang makin dirasakan, apalagi dengan
4
Ibid, hlm.106.
5
Ibid, hlm.106-107.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 6 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

adanya gejala yang makin nampak, berupa penyimpangan pendidikan yang tidak
serasi dengan kepribadian bangsa Indonesia. Organisasi Jamiatul Wasliyah
bertujuan melaksanakan tuntunan agama Islam, memperkuat hubungan di antara
kaum muslimin, berbuat baik serta berlaku adil dengan yang bukan muslim, yang
tidak memusuhi kaum muslimin sendiri dalam agamanya dan dalam perjuangan
negerinya, memperbanyak tablig, menyampaikan dawah Islam kepada mereka
yang belum Islam, mendirikan perguruan-perguruan, menerbitkan berkala maupun
harian, dan semua kegiatan lain yang bermanfaat bagi kehidupan dan
penghidupan umat Islam. Jamiatul Wasliyah, mempunyai jasa besar dalam peng-
Islaman orang-orang Batak Karo yang masih paganistis.
Perkumpulan laian, adalah pergerakan Tarbiyah Islamiyah [PERTI], berdiri
pada tahun 1928. Perkumpulan ini bergerak dalam lapangan pendidikan Islam,
dengan bekerja sama dengan golongan adat Minangkabau. Sekolah-sekolahnya
meluas sampai ke Indragiri, Jambi, Tapanuli, Bengkulu, Aceh, bahkan mencapai
Kalimantar Barat dan Sulawesi. Sekolah-sekolah makin lama makin maju,
demikian juga masjid-masjid yang didirikannya, merupakan lambing gerakan
modernis walaupun dengan dasar tradisi. Pergerakan ini sukar menerima ajaran
Salaf dengan aliran pembaharuannya yang terkenal. Di Jawa Barat, tepatnya di
Menes juga berdiri perkumpulan Mathlaul Anwar pada tahun 1905. Pada masa
kepemimpinan KH. Abdurrahman, perkumpulan ini bekerjasama dengan Syarekat
Islam dalam hal-hal menentang politik colonial Belanda dan membela
kemerdekaan rakyat, terutama dalam persoalan tanah. Pada tahun 1926,
Mathlaul Anwar bekerjasama dengan SI dan komunis berusaha mengusir
penjajahan Belanda dari bumi Indonesia6.
Organisasi Muhammadiyah, adalah salah satu organisasi sosial Islam yang
terpenting di Indonesia sebelum perang dunia II dan mungkin sampai saat
sekarang ini adalah Muhammadiyah. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada
tanggal 18 November 1912 bertepatan dengan tanggal 18 Zulhijjah 1330 H, oleh
Kiai Haji Ahmad Dahlan. Organisasi ini merupakan "perkumpulan yang dapat
dianggap sebagai pelopor pembaharu yang mengajarkan agama di Indonesia"7.
Fazlur Rahman, seorang ilmuan dari Pakistan, menyatakan bahwa "organisasi
Muhammadiyah adalah organisasi yang modernis dan progresif"8. Hal ini
dibuktikan dengan kegiatan KHA. Dahlan, selalu "mengajarkan pendidikan Islam
secara modern dan senantiasa ia berusaha untuk mengubah konservatisme
[paham kolot]". Organisasi Muhammadiyah, "berusaha mengembalikan ajaran
Islam kepada sumber aslinya yaitu Qur'an dan Sunnah, seperti yang diamanatkan
oleh Rasulullah SAW. Itulah sebabnya tujuan perkumpulan ini, ialah: meluaskan

6
Aunur Rahim Faqih dan Munthoha, 1998, op.cit., hlm.106-108-109.
7
Delian Noer, 1995, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, cet. Ketujuh, LP3ES, Jakarta, hlm.
85.
8
Fazlur Rahman, 1982, Islam & Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition, University of
Chicago Press, Chicago, hlm. terj. Ahsin Mohammad, 1985, Islam dan Modernitas, Tentang Transformasi
Intelektual, Pustaka, Bandung, 53.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 7 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

dan mempertinggi pendidikan agama Islam secara modern, serta memperteguh


keyakinan tentang agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya". Untuk mewujudkan maksud dan tujuan tersebut,
Muhammadiyah mengadakan usaha-usaha dalam bidang "da'wah Islam,
memajukan pendidikan dan pengajaran, menghidupsuburkan masyarakat dengan
sikap tolong menolong, mendirikan dan memelihara tempat ibadah dan wakaf,
mendidik dan mengasuh anak-anak dan pemuda-pemuda supaya kelak menjadi
orang Islam yang berarti, berusaha kearah perbaikan penghidupan dan kehidupan
sesuai dengan ajaran Islam, dan berusaha dengan segala kebijaksanaan, supaya
kehendak dan peraturan Islam berlaku dalam masyarakat". Oleh karena itu, tujuan
dan usaha organisasi Muhammadiyah tidak memilih politik sebagai jalur
aktivitasnya, tetapi tujuan yang mendasari aktivitasnya adalah menyebarluaskan
ajaran agama Islam dan kemudian berkembang menjadi meluaskan pendidikan
Islam sebagai sarana untuk memupuk perasaan agama bagi para anggotanya dan
generasi muda.
Untuk merealisasikan tujuan tersebut, Muhammadiyah bergerak pada jalur
pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah, yang hampir tersebar diseluruh
nusantara dari Sabang sampai Merauke. "Muhammadiyah sangat mementingkan
pendidikan dan pengajaran yang bedasarkan Islam, baik pendidikan di
sekolah/madrasah ataupun pendidikan dalam masyarakat". Sekolah-sekolah yang
dikelolah Muhammadiyah di samping mengutamakan pendidikan agama Islam,
juga memberikan pelajaran umum sebagaimana halnya sekolah-sekolah yang
dikelolah pemerintah. Maka sejak berdirinya, Muhammadiyah berusaha untuk
memperluas pengajian-pengajian, dawah, menyebarkan bacaan berdasarkan
Islam dengan "menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat-surat kabar dan
majalah-majalah", serta mendirikan masjid-masjid, madrasah-madrasah, sekolah-
sekolah, pesantren-pesantren, dan lain sebagainya.
Organisasi Muhammadiyah juga bergerak dalam lapangan-lapangan lain
terutama menyangkut sosial umat Islam, seperti mendirikan rumah sakit dan
polikklinik, panti asuhan, organisasi kewanitaan Aisyiah, organisasi pemuda
Muhammadiyah, kepanduannya Hizbul Wathon (HW), serta organisasi putri
Nasyiatul Aisyiah [NA]. Berbagai aktivitas yang dilakukan baik bidang agama,
pendidikan, dan sosial, hal ini sesuai dengan "semboyan Muhammadiyah adalah
sedikit bicara banyak bekerja". Maka dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah,
mendirikan berbagai jenis dan tingkat sekolah, dan pelaksanaan pengajaran tidak
memisahkan antara pelajaran agama dan pelajaran umum. Pandangan
organisasi Muhammadiyah, bahwa dengan pendidikan diharapkan bangsa
Indonesia dapat didik menjadi bangsa yang utuh kepribadiannya yaitu pribadi yang
berilmu pengetahuan luas dan mempunyai pengetahuan agama yang mendalam.
Aktivitas pendidikan Muhammadiyah tidak bertentangan dengan pemerintah
kolonial Belanda, artinya sekolah-sekolah Muhammadiyah sesuai dengan stelsel
pengajaran pemerintah hindia Belanda, sehingga banyak sekolah-sekolahnya
mendapatkan subsidi dari pemerintah kolonial Belanda. Subsidi pemerintah

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 8 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

kolonial Belanda terhadap sekolah-sekolah Muhammadiyah merupakan hal yang


sangat mengejutkan, karena politik pemerintah kolonial Belanda sangat ketat
dalam mengawasi dan memberi izin kepada lembaga-lembaga pendidikan yang
dilaksanakan oleh pribumi, apalagi pendidikan yang bercorakan agama Islam.
Melihat kenyataan ini, maka dapat dikatakan bahwa organisasi Muhammadiyah
berhasil dalam menjalankan strategi pendidikannya. Pada zaman pemerintah
kolonial Belanda dan pendudukan Jepang, sekolah-sekolah yang dilaksanakan
Muhammadiyah adalah sekolah umum dan sekolah agama, mulai dari tingkat pra
sekolah sampai perguruan tinggi dan sekolah-sekolah tersebut mampu berjalan
sebagai mana mestinya. Jika diperhatikan pendidikan yang diselenggarakan
Muhammadiyah mempunyai andil yang sangat besar bagi bangsa dan negara dan
menghasilkan keuntungan-keuntungan di antaranya : menambah kesadaran
nasional bangsa Indonesia melalui ajaran Islam, ide-ide reformasi Islam secara
luas disebarkan, dan mempromosikan kegunaan ilmu pengetahuan modern.
Pada masa Indonesia merdeka, sekolah Muhammadiyah perkembangannya
semakin pesat. Ada empat jenis lembaga pendidikan yang dikembangkan
Muhammadiyah, yaitu : Pertama, Sekolah-sekolah Umum yang bernaung di bawah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kedua, Madrasah-madrasah yang
bernaung di bawah Departemen Agama. Ketiga, Jenis sekolah atau madrasah
Khusus Muhammadiyah, dan Keempat, Perguruan Tinggi, Muhammadiyah sampai
sekarang cukup banyak mengelolah lembaga pendidikan tinggi Muhammadiyah
Umum di bawah pembinaan Kopertis [Depdikbud], dan perguruan tinggi
Muhammadiyah agama di bawah pembinaan Kopertais [Departemen Agama]".
Apa yang dikemukakan di atas, hanya sebagian kecil dari aktivitas Muhammadiyah
di bidang pendidikan, karena lembaga-lembaga pendidikan yang dikelolah
Muhammadiyah dari waktu ke waktu makin bertambah dan berkembang.
Gagasan pengembangan pendidikan Muhammadiyah, tidak dapat
dilepaskan dari kondisi dan situasi sosial pada saat itu, di antaranya penjajahan,
keterbelakangan ummat, masalah kemiskinan, masalah pendidikan dan
sebagainya. Situasi pendidikan Islam yang memprihatinkan dan terbelakang
dengan sistem pendidikan yang dikembangkan oleh penjajah Belanda, mendasari
gerakan KH. Ahmad Dahlan dalam usaha memperkenalkan metode baru sistem
pendidikan Islam. Sistem pendidikan yang diperkenalkan oleh Muhammadiyah
adalah memadukan "sistem pendidikan Islam tradisional yang berbasis di
pesantren, dengan sistem pendidikan modern, kolonial Belanda, sedangkan visi
pendidikan yang ditawarkan ialah mencoba memadukan aspek-aspek keagamaan
semata yang dikembangkan dalam pendidikan Islam, dengan yang bersifat
duniawi [profene] dari sistem pendidikan kolonial. Sedangkan tujuan akhir atau
[the ultimate goal] yang hendak dicapai ialah untuk menghasilkan lulusan yang
memiliki pengetahuan umum yang memadai, atau istilah yang trend sekarang
"ulama intelek".
Muhammadiyah, dalam mengembangkan pendidikannya dengan
memadukan sistem pendidikan tradisional dan sistem pendidikan modern.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 9 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

Langkah ini merupakan sikap jalan tengah dalam mengembangkan sistem


pendidikannya. Kontowijoyo, menyatakan bahwa sikap ini "pada satu sisi
menimbulkan kesulitan, namun pada sisi lain sikap itu masih menguntungkan,
karena sikap tersebut membawa pengaruh atau efek yang cukup luas pada
perkembangan kehidupan keagamaan di Indonesia, yakni menepis budaya
"paternalistik Kiai-Santri", dan melahirkan paham persamaan manusia atau
egaliter serta membawa nuansa baru perkembangan pemikiran Islam di
Indonesia". Perkembangan pendidikan Muhammadiyah, yang bersifat memadukan
dua sistem tersebut, merupakan langkah yang menarik, karena "peranannya untuk
meraih perpaduan, atau rekonsiliasi antara pemikiran Islam dan pemikiran Barat,
sehingga lulusan yang diharapkan dari sistem ini dapat menjembatani
kesenjangan antara kaum santri tradisional dan intelektual lulusan pendidikan
Barat. Sikap ini menunjukkan bahwa Organisasi Muhammadiyah sejak awal
dalam mengembangkan pendidikannya, memang sengaja memperhatikan sistem
pendidikan pesantren, hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa catatan historis
bahwa Muhammadiyah pernah merintis dan berhasil membangun sebuah
pesantren.
Dari paparan yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa, apabila
melakukan studi-studi tentang pembaruan Islam di Indonesia dapat dianggap
kurang valid, jika tanpa melibatkan Muhammadiyah sebagai obyek kajian, karena
Organisasi Muhammadiyah bukan hanya bergerak dibidang pendidikan dan
pengajaran saja, tetapi juga bergerak di lapangan lain, terutama menyangkut
dengan persoalan sosial umat Islam. Oleh karena itu, Muhammadiyah sebagai
organisasi sosial keagamaan mempunyai ciri khas, yaitu : [a] Sebagai gerekan
Islam dan da'wah, karena dalam melaksanakan dan memperjuangkan
organisasinya berdasarkan Islam. Segala yang dilakukan baik dalam bidang
pendidikan, kemasyarakatan, perekonomian, dan sebagainya tak dapat dilepaskan
dari usaha untuk melaksanakan ajaran Islam. Untuk mewujudkan cita-cita
Muhammadiyah yang berdasarkan Islam, yaitu melaksanakan amar ma'ruf dan
nahi munkar. Kegiatan da'wah, dilakukan dengan cara yang dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW, artinya da'wah Islam dilakukan dengan hikmah, bijaksana,
nasihat, ajakan, dan bila perlu dilakukan dengan berdialog. [b] Sebagai gerakan
sosial umat Islam, Muhammadiyah bergerakan dalam bidang sosial seperti
mendirikan pantiasuhan, rumah sakit, polikklinik, dan bergerak dalam bidang
ekonomi. [c] Sebagai organisasi gerakan modernis, Muhammadiyah selalu
berusaha untuk memperbaharui dan meningkatkan pemahaman Islam secara
rasional, sehingga ajaran Islam lebih mudah diterima dan dapat dihayati oleh
masyarakat.
Nahdlatul Ulama [kebangkitan ulama], didirikan di Surabaya pada tanggal 31
Januari 1926 M bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1344 H oleh kalangan ulama
penganut mazhab yang seringkali menyebut dirinya sebagai golongan
Ahlussunnah Waljma'ah yang dipelopori oleh KH. Hasyim Asy'ari dan KH. Abdul
Wahab Hasbullah. Organisasi ini "didirikan sebagai perluasan dari suatu Komite

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 10 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

Hijaz yang dibangun dengan dua maksud: Pertam, untuk mengimbangi Komite
Khilafah yang secara berangsur-angsur jatuh ke tangan golongan pembaharu.
Kedua, untuk berseru kepada Ibnu Sa'ud, penguasa baru di tanah Arab, agar
kebiasaan beragama secara tradisi dapat diteruskan. Pandangan lain, yaitu
maksud berdirinya gerakan Nahdlatul Ulama "sebagai reaksi terhadap gerakan
reformasi kalangan umat Islam Indonesia yang berusaha mempertahankan salah
satu dari empat mazhab dalam masalah yang berhubungan dengan fiqh, yaitu
Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi'i, dan Mazhab Hambali, sedangkan
dalam hal i'tiqad Nahdlatul Ulama berpegang pada aliran Ahlussunah Waljama'ah.
Dalam konteks ini NU memahami hakikat Ahlussunah Waljama'ah sebagai ajaran
Islam yang murni, sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah bersama
para sehabatnya".
Pada mulanya Nahdlatul Ulama merupakan organisai keagamaan, akan
tetapi dikarenakan oragnisasi ini lahir dan tubuh pada masa pergerakan nasional,
tentu Nahdlatul Ulama tidak dapat terlepas dari langkah-langkah yang berisi dan
berjiwa pergerakan untuk membebaskan diri dari penjajahan, atau terlibat dalam
kanca politik di antaranya, menolak subsidi yang ditawarkan pemerintah untuk
madrasah NU dan menolak kerja rodi yang dibebankan kepada bangsa Indonesia,
menolak rencana ordinansi perkawinan tercatat, menolak diadakan milisi,
mendukung tuntutan berparlemen, mengadakan usaha-usaha sosial dalam
masyarakat, dan mendidik mental beragama di antaranya mendirikan pondok
pesantren. Selain alasan-alasan ini, "motivasi utama berdirinya Nahdlatul Ulama
adalah untuk mengorganisasikan potensi dan peran ulama pesantren yang sudah
ada, untuk lebih ditingkatkan dan dikembangkan secara luas. Nahdlatul Ulama,
digunakan sebagai wadah untuk mempersatukan dan menyatukan langkah para
ulama pesantren di dalam tugas pengabdian, yang tidak terbatas kepada masalah
kepesantrenan dan kegiatan ritual Islam saja, tetapi lebih diringkaskan lagi agar
para ulama lebih peka terhadap masalah-masalah sosial, ekonomi dan masalah-
masalah kemasyarakatan pada umumnya".
Nahdlatul Ulama, sebagai organisasi Islam "bertujuan memegang teguh pada
salah satu mazhab dari keempat mazhab, yaitu : Syafi'i, Maliki, Hanafi, dan
Hambali dan mengerjakan apa-apa yang menjadikan kemaslahan untuk Agama
Islam. Maka untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah yang dilakukan
adalah : [1] Mengadakan hubungan di antara ulama-ulama yang bermazhab
tersebut di atas. [2] Memeriksa kitab-kitab sebelum dipakai untuk mengajar,
supaya diketahui apakah kitab itu termasuk kitab-kitab Ahlussunah Waljama'ah
atau kitab-kitab ahli bid'ah. [3] Menyiarkan agama Islam berdasarkan pada
mazhab-mazhab tersebut di atas dengan jalan apa saja yang baik. [4] Berikhtiar
memperbanyak madrasah-madrasah yang berdasarkan agama Islam. [5]
Memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan masjid-masjid, surau-surau dan
pndok-pondok, dan anak-anak yatim dan orang-orang fakir miskin. [6] Mendirikan
badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan dan perusahan yang
tidak dilarang oleh syara' agama Islam". Inilah maksud dan tujuan konsep

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 11 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

pengembangan Nahdlatul Ulama yang tertuang dalam Anggaran Dasar 1926,


sebelum menjadi organisasi partai politik.
Apabila mencermati maksud dan tujuan Nahdlatul Ulama tersebut di atas,
dapat disimpulkan bahwa "Nahdlatul Ulama merupakan organisasi sosial yang
juga mementingkat pendidikan dan pengajaran. Nahdlatul Ulama mendirikan
beberapa madrasah ditiap-tiap cabang dan ranting untuk mempertinggi
kecerdasan masyarakat Islam, dan mempertinggi budi perketi mereka". Kebijakan
Nahdlatul Ulama ini, dilaksanakan "sejak masa pemerintah Belanda dan penjajah
Jepang, untuk tetap memajukan pesantren-pesantren, madrasah-madrasah,
mengadakan tablig-tablig, dan pengajian-pengajian di samping urusan sisioal yang
lain, bahkan juga urusan politik yang dapat dilaksanakan pada masa itu". Pada
akhir tahun 1938, komisi Perguruan Nahdlatul Ulama menetapkan susunan
madrasah-madrasah Nahdlatul Ulama yang harus dilaksanakan mulai tanggal 2
Muharram 1357 H, dan Susunan madrasah-madarasah umum Nahdlatul Ulama itu
sebagai berikut: Madrasah Awaliyah [2 Tahun], Madrasah Ibtidaiyah [3 Tahun],
Madrasah Tsanawiyah [3 tahun], Madarasah Mu'allimin Wustha [2 tahun], dan
Madrasah Mu'allimin 'Ulya [3 tahun]. Sedangkan, kurikulum yang menjadi acuan
pengajaran di madrasah-madrasah tersebut, harus menurut ketentuan PB NU
adalah bagian pendidikan [PP al-Ma'arif].
Perkembangan selanjutnya, setelah organisasi Nahdlatul Ulama menjadi
Partai Politik pada Mei 1952, yang dituangkan ke dalam Anggaran Dasarnya yang
baru, di mana Nahdlatul Ulama bertujuan: Pertama, menegakkan syari'at Islam
dengan berhaluan salah satu daripada empat mazhab : Syafi'i, Maliki, Hanafi, dan
Hambali. Kedua, melaksanakan berlakunya hukum-hukum Islam dalam
masyarakat". Maka, untuk mencapai tujuan tersebut, Nahdlatul Ulama
"mengadakan usaha-usaha, antara lain menyiarkan agama Islam melalui tablig-
tablig, kursus-kursus, penerbitan-penerbitan, dan mempertinggi mutu pendidikan
dan pengajaran Islam". Nahdlatul Ulama masih mempertahankan ciri khasnya
yaitu memegang teguh kepada mazhab-mazhab fiqh dalam rangkan menegakan
syariat Islam, tetapi apabila dicermati isi dari tujuan pertama yang tertuang dalam
anggaran dasar, sebenarnya belum tampak secara jelas mazhab mana dari empat
mazhab tersebut yang menjadi haluan dari organisasi Nahdlatul Ulama yang
menyebut dirinya sebagai golongan Ahlussunah Waljama'ah, lebih bersifat
fleksibelitas, artinya memberikan peluang pada anggotanya untuk tidak terfokus
pada salah satu mazhab, sedangkan pada tujuan kedua tampaknya lebih bersifat
politik.
Pada Muktanmar XXX Nahdlatul Ulama tahun 1999, menetapkan tujuan
Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah wal
Jamaah dan menganut salah satu dari mazhab empat, di tengah-tengah
kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia".
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, usaha-usaha yang dilakukan sebagai berikut:
Pertama, dibidang agama, mengusahakan terlaksananya ajaran Islam menurut
faham Ahlussunnah wal Jamaah dalam masyarakat dengan melaksanakan

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 12 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

dawah Islamiyah, amar ma'ruf nahi munkar serta meningkatkan ukhuwah


Islamiyah. Kedua, dibidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengusaha-
kan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta
pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam, untuk membina
manusia muslim yang taqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil,
serta berguna bagi agama, bangsa dan negara".
Dewasa ini Nahdlatul Ulama, bergerak di bidang sosial dan pendidikan
agama dengan mendirikan pondok pesantren dan madrasah yang tersebar diselur-
uh pelosok tanah air, terutama di daerah-daerah pedesaan yang pada umumnya
mempunyai tradisi keagamaan yang sangat kuat. Langkah-langkah Nahdlatul
Ulama, dalam mengembangankan pendidikan dan pengajaran lebih memilih jalur
pendidikan pesantren, sebagai basis pendidikan dan juga mempunyai sekolah-
sekolah umum dari tingkat Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi. Maka
untuk mengelola pendidikan dan pengajaran tersebut, Nahdlatul Ulama
membentuk suatu bagian khusus yaitu Ma'arif, yang bertugas membuat
perundangan dan program pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan atau
sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama.
Dalam kesadaran nasional, NU tidak ketinggalan dengan yang lain dalam
memperjuangkan kesadaran kemerdekaan atas tanah airnya. Perbaikan-perbaikan
dalam bahasa Indonesia dan penggunaannya dalam kongres selalu diusahakan,
juga menyongsong tuntutan agar Indonesia mempunyai parlemen. Pembahasan
yang dilakukan dalam kongres-kongresnya selain membicarakan tentang hukum-
hukum syariat agama tentang tata masyarakat dan tata negara. Adanya gerakan-
gerakan tersebut juga memunculkan beberapa perbedaan di antara umat. Yang
harus disesalkan adalah munculnya perbedaan-perbedaan perilah masalah
khilafiah dalam Islam, mengenai bidang tauhid dan fikih. Walaupun pertentangan
dalam masalah itu mempunyai hakikat yang melemahkan, namun nyata bahwa
kebenaran dalam Islam telah membakar umatnya untuk terus berjuang melawan
penjajah.
Dari paparan di atas, secara singkat dapat dikategori periodisasi
perkembangan pemikiran dan peradaban Islam, sebagai berikut : [1] Zaman Pra-
penjajahan, yaitu dari masuknya Islam di Indonesia atau nusantara samapi masa
penjajahan Belanda tahun 1300 1600 M. [2] Zaman Penjajahan Belanda, yaitu
dari masuknya Belanda di Indonesia sampai pendudukan Jepang dari tahun 1600-
1942 M. [3] Zaman Pendudukan Jepang, yaitu dari pemerintahan Bala Tentara Dai
Nippon sampai proklami kemerdekaan Indonesia tahun 1942-1945 M. [4] Zaman
Kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang9.

2. Zaman Penjajahan dan Kemerdekaan [1945 sampai sekarang]


a. Zaman Pra-Penjajahan

9
Baca : Aunur Rahim Faqih dan Munthohah, 1998, hlm. 108-110.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 13 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

Agama Islam masuk ke Indonesia, kira-kira pada abad keduabelas Masehi.


Ahi sejarah umumnya sependapat, bahwa agama Islam masuk mula-mula ke
pulau Sumatera bagian Utara di daerah Aceh, tetapi tahun berapa, siapakah yang
mula-mula memasukkan, tidaklah dapat dijawab secara pasti dalam sejarah.
Sebagian ahli sejarah mengatakan, agama Islam masuk ke daerah Aceh pada
pertengah abad XII masehi. Sebagian lagi berpendapat, Islam telah masuk ke
Aceh sebelum abad XII Masehi. Alasannya, pada abad XII itu, banyak ahli-ahli
agama yang termasyhur di Aceh. Hal itu menunjukkan, bahwa Islam telah masuk
ke daerah Aceh sebelum abad keduabelas, karena tidak mungkin Islam baru
masuk, lalu lahir orang-orang ahli dalam Islam itu. Pendapat ini dikuatkan dengan
keterangan sebagian ahli sejarah, bahwa orang Arab/Islam telah mengenal pulau
Sumatera pada abad kesembilan. Maka banyak diantara mereka itu datang ke
Sumatera dan ke pulau-pulau Indonesia yang lain untuk berniaga10.
Arab Islam telah mengenal pulau Sumatera pada abad kesembilan, maka
banyak diantara mereka datang ke Sumatera dan ke pulau-pulau di Nusantara
yang lain untuk berniaga. Dari dapat dikatakan bahwa, pemikiran Islam pada saat
itu berujud sistem dawah Islam kepada penduduk Nusantara yang mayoritas
beragama Hindu atau Budha dan sebagian berfaham anismisme. Dawah Islam
dilakukan dengan perantara pada pedagang yang mengadakan kontak terutama
dengan pedagang dan pengusaha-pengusaha pribumi.
Di Jawa khususnya, pemikiran dan sistem dawah dilakukan oleh pada
mubalig yang terkenal Wali Sanga. Pemikiran dawah menggunakan pendekatan
kebudayaan yang berlaku di Jawa yang memiliki cirri Hindu-Budha. Antara lain
slametan yang oleh Hindu-Budha berupa upacara-upacara memuja dewa,
kemudian oleh para wali sanga selamatan itu ditransformasikan dengan cara-cara
Islami, yakni dengan pembacaan ayat-ayat al-Quran dan doa-doa memuji Allah.
Akibat terjadinya sinkretisme antara agama Islam dengan Hindu-Budha, maka
muncullah upacara-upacara, seperti waktu kelahiran bayi, perkawinan dan upacara
kematian. Demikian pula timbul hari-hari khusus untuk slametan, seperti hari
Selasa Kliwon, Jumat Kliwon, dan bulan Ruwah untuk nyadran mendatangi
kuburan orang tua atau sanak saudara yang dialihkan menjadi ziarah11.
Perkembangan pemikiran pada bidang pendidikan, pada awalnya,
pendidikan Islam lebih berkaitan dengan upaya dawah Islam atau lebih tepat
disebut penyebaran ajaran Islam. Kemudian terjadilah apa yang disebut dengan
interaksi belajar, walaupun interaksi tersebut masih dalam bentuk sederhana,
bersifat non-formal dan informal, sebab proses pendidikan diselenggarakan di
rumah-rumah guru, langgar, surau-surau,12 masjid dan kemudian selanjutnya
10
Mahmud Yunus,1979,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,Cet.Kedua, Mutiara, Jakarta,hlm.10.
11
Baca: Aunur Rahim Faqih dan Munthohah, 1998, hlm. 111.
12
Pendidikan di Sumatera, mempunyai dua tingkatan yaitu pelajaran Qur'an dan kitab. Pelajaran Qur'an
diberikan pelajaran huruf Hijaiyah, Juz' amma dan Qur'an. Setelah murid menyelesaikan pelajaran Qur'an, ia
dapat melanjutkan pengkajian kitab dan diajarkan ilmu sharf, nahwu, tafsir dan ilmu-ilmu lain. Pendidikan
Islam masa ini bercirikan hal-hal sebagai berikut: pelajaran diberikan satu demi satu, pelajaran ilmu sharf
didahulukan dari ilmu nahu, buku pelajaran pada mulanya dikarang ulama Indonesia dan diterjemahkan ke

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 14 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

berkembang menjadi pondok pesantren"13 dan madrasah. Perkembangan menjadi


pesantren dan madrasah, karena proses pendidikan Islam bersinggungan dan
berinteraksi dengan model dan sistem pendidikan kolonial Barat [Belanda] dan
Timur Tengah. Pada awalnya, materi pelajaran lebih diorientasikan pada
pengetahuan agama, yaitu "tafsir, hadis, fiqh, ushul fiqh, tauhid, akhlaq, tasawuf,
dan bahasa Arab dengan metode wetonan, khalaqah, sorogan, dengan
pendekatan hafalan. Suatu hal yang menarik dari proses pendidikan ini, yaitu
tinggi rendahnya kelas atau ilmu yang dikuasai dapat diukur dari jenis kitab yang
dibaca dan dipelajari14 murid.
Sistem dan model pendidikan lebih bercorak individual, artinya para murid
belajar secara individual pada guru satu persatu sambil duduk bersilah didepan
guru. Belajar model ini cukup fektif, karena guru akan mengetahui secara langsung
kemampuan masing-masing murif, tetapi dari sisi efisiensi waktu, cukup
berpengaruh pada lama belajar, karena ada murid yang cepat dan juga ada murid
yang lambat.15 Biasanya belajar model ini berlangsung kurang lebih setahun dan
kadang-kadang hanya diikuti beberapa bulan saja, tergantung pada kemampuan
murid. Seorang murid dapat dikatakan selesai atau telah menamatkan
pelajarannya apabila sudah dapat membaca Qur'an dengan baik dan benar
sampai tamat dan kemudian diadakan selamatan, khataman namanya".16
Pelaksanaan pendidikan pada saat itu dibedakan kepada dua macam, yaitu :
Pertama, pendidikan tingkat rendah, merupakan tingkat pemula yang dimulai
dengan pengajaran mengenal huruf al-Qur'an sampai dapat membacanya, dan
kedua, pendidikan tingkatan atas, yaitu pelajaran yang diberikan selain mengenal
huruf-huruf Qur'an ditambah dengan pelajaran melagukan Qur'an, kasidah,
berzanji, tajwid serta mengaji kitab perukunan.17
Jadi dapat dikatakan bahwa, pendidikan dan pengajaran pda saat itu lebih
difokuskan pada membaca Qur'an, sehingga siswa dilatih dapat membaca Qur'an
dengan baik, benar dan lancar. Sedangkan, untuk memahami isi Qur'an belum
menjadi penekanan karena pengajaran lebih ditekankan pada upaya membaca
Qur'an tanpa memperhatikan pemahaman akan isi dan makna Qur'an tersebut". 18
Meteri pelajaran disampaikan secara berulang-ulang dengan lagu dan bahkan
kadang-kadang pelajaran tersebut dijadikan sebagai sajak dan cara ini menjadi
daya tarik bagi siswa dan sistem ini menjadi andalan bagi proses pendidikan dan
dalam bahasa daerah setempat, Kitab yang digunakan umumnya ditulis tangan, Pelajaran suatu ilmu hanya
diajarkan dalam suatu macam buku saja [Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, hlm. 62].
13
A.Timur Djaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pembangunan Perguruan Agama, (Jakarta: Darmaga,
1980), hlm.16.
14
Haidir Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Menghadapi Abad XXI: Tinjauan dari Sudut Inovasi Kurikulum
Pendidikan, dan Lembaga Pendidikan, (Medan: tp.1996), hlm.2., dan dalam: Muhaimin, dkk., Kontraversi
Pemikiran Fazlur Rahman, Studi Krisis Pembaruan Pendidikan Islam, Cet.Pertama, (Cirebon: Dinamika ,1999),
hlm.89.
15
Ibid, hlm. 12.
16
I.Djumhur dan Danasaputra, Sejarah Pendidikan, hlm. 112.
17
Ibid, hlm. 35.
18
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,,hlm. 23.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 15 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

pengajaran dengan metode sorogan dan halaqah.19 Hal yang menarik dalam
sistem pendidikan tersebut adalah "tidak dipungut biaya", hanya tergantung pada
kerelaan [keikhlasan] orang tua murid, sehinga sesuatu yang dapat diberikan
berupa "benda" sebagai tanda mata atau uang sesuai kemampuan dan kerelaan
masing-masing orang tua. Hubungan kiai dngan murid dan orang tua sangat
kental, karena diikat oleh rasa hormat pada kiai dan seorang kiai atau guru
dipandang sebagai seorang yang memiliki kharisma dan siswa tidak boleh
mengecam kiai atau guru karena dianggap berdosa. Model belajar seperti ini dapat
terbangun suatu hubungan sosial antara murid dengan guru yang sangat kuat dan
kental serta hubungannya dapat berlangsung terus walaupun murid-murid telah
melanjutkan pelajarannya ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi20.
Pemikiran kebudayaan meliputi gending-gending Jawa karya Sultan Agung
dan lagu-lagu atau tembang-tembang macapat yang bernafaskan Islam. Demikian
pula perayaan Sekaten yang diadakan untuk dawah Islam menjelang perayaan
kelahiran Nabi Muhammad saw, dengan dipukulnya instrumen Jawa gending-
gending Sekaten yang diberi nama Salatun, Ngajbun dan lain-lain.

b. Zaman Penjajah Belanda


Zaman penjajahan Belanda dimulai sekitar tahun 1600 dan kota Jakarta
diduduki oleh kompeni Belajar yang bernama Verenigde Oost-Indische Compagnie
[V.O.C], suatu maskapai atau perusahaan dagang yang didirikan oleh
pemerintahan kolonial Belanda dan berfungsi seperti pemerintah biasa. Setalah
menduduki Jakarta, kemudian diganti nama dengan Batavia, yang berasal dari
kata bataven, yakni kelompok bangsa yang mula-mula penghuni negeri Belanda.
Dengan kekuatannya yang sangat kuat, kerajaan-kerajaan diseluruh Indonesia
satu persatu ditaklukkan oleh kompeni dengan sistem devide et impera, memecah
dan menguasai. Raja-raja melakukan perlawan yang gigih, tetapi karena
kekurangan peralatan perang, maka akhirnya hampir seluruh kerajaan di
nusantara dikuasai oleh penjajah Belanda.
Diakui atau tidak, masuknya pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia
telah membawa perubahan tertentu, setidaknya telah memberikan pengalaman
baru tentang berbagai kehidupan terutama di pendidikan di Indonesia. Memang
diakui bahwa karakteristik-karakteristik pendidikan yang dikembangkan kolonial
Belanda lebih menguntungkan mereka sendiri yang terkait kepentingan politik dan
ekonomi. Kebutuhan kolonial Belanda yaitu struktur industri dan bisnis kaum
modal, sehingga ilmu-ilmu yang dipelajari hanya terbatas pada fungsi untuk

19
Sistem sorogan, murid-murid belajar secara perorangan dengan guru atau kyai [Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Islam,hlm.23]. Sistem khalaqah, seorang guru atau kyai dalam memberikan pengajaran sambil
duduk bersila dengan dikelilingi oleh murid-muridnya, guru dan semua murid harus sama-sama memengang
kitab kemudian guru atau kyai membaca dan disimak oleh murid-muridnya [Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, hlm. 57].
20
Hujair AH. Sanaky, 2003, Pembaruan Pendidikan Islam, Menuju Masyarakat Madani Indonesia [Tinjauan
Sosio-kultural Historis], Tesis, S-2, Magister Studi Islam UII, Yogyakarta, hlm, 28-29.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 16 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

menata perilaku manusia [social enginering] yang menunjang kepentingan dunia


industri dan bisnis atau lebih dikhususkan pada persiapan tenaga administrasi.
Tetapi, pada sisi lain langkah-langkah yang dilakukan pemerintahan kolonial
Belanda justru melakukan semacam pembodohan terhadap penduduk pribumi,
sehingga apa yang mereka sebut dengan pembaruan pendidikan itu sebenarnya
upaya westernisasi dan kristinisasi untuk kepentingan Barat dan Nasrani. Dua
motif inilah yang selalu mewarnai kebijaksanaan penjajah kolonial Belanda di
Indonesia yang berlangsung selama 3.5 abad"21. Politik penjajah Belanda telah
membawa arus kebudayaan Barat berupa westernisasi dan kristinisasi dan hal
ini mendorong para ulama untuk menempuh cara hidup yang berat sebelah
dengan membulatkan tekad untuk menjadikan pendidikan agama [dalam arti
sempit] sebagai benteng satu-satunya dalam pembinaan mental dan mereka lupa
akan perlunya keseimbangan dalam hidup, sehingga tak begitu menghiraukan
unsur-unsur dunia dan akhirnya banyak ketinggalan dalam urusan dunia22.
Kondisi ini mengakibatkan timbulnya kesan di kalangan masyarakat luas,
bahwa kelompok santri adalah kolot, terbelakang dalam urusan dunia, sekalipun
mereka sebenarnya unggul dan maju serta disegani dalam urusan-urusan
keagamaan yang sifatnya ritual. Sebagian kelompok ulama mulai mengharamkan
orang yang memakai dari, sebab dipandang itu suatu penyerupaan dengan orang
kafir. Sepintas tanpaknya fatwa itu dianggap kolot konservatif, tetapi
sesungguhnya berisi semangat atau membangun semangat anti penjajah dan
memangun iman yang kuat. Namun, ada sebagian anak-anak kita terkecoh oleh
perubahan yang dilakukan oleh penjajah Belanda dan ikut pada mereka dan
menampakan perilaku yang membenci agama Islam.
Sebagian ulama memisahkan antara yang dapat ditiru dan tidak dapat ditiru
dan kaum kolonial Belanda. Para ulama diinspirasi oleh Syaikh Muhammad Abduh,
yang mempunyai pemikiran bahwa kemunduran umat Islam disebabkan oleh umat
Islam meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya. Muhammad Abduh,
mengajukan butir-butir untuk memajukan umat Islam, yaitu : Pertama, umat Islam
harus kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya, Kedua, umat Islam harus
pandai menggunakan hasil modernisasi Barat yang tidak bertentangan dengan
ajaran Islam. Maka, dengan pemikiran ini, timbul pemikiran baru dari umat Islam
untuk membangun pendidikan dengan upaya mendirikan sekolah-sekolah Islam
dengan sistem yang ditiru dari dunia Barat. Namun, pondok pesantren sebagai
pendidikan tradisional dengan sistem pendidikannya tetap dilestarikan.
Pemerintahan kolonial Belanda tidak tinggal diam, tetapi langkah-langkah lain
yang dilakukan pemerintahan kolonila Belanda adalah melakukan peraturan yang
ketat dan keras mengenai pengawasan, tekanan dan pemberantasan"23, terhadap
aktivitas pendidikan Islam di Indonesia. Sehingga seakan-akan dalam tempo yang
tidak lama pendidikan Islam akan menjadi lumpuh, tidak berdaya dan porak
21
Zuhairini,dkk, 1992, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. Ketiga, Bumi Aksara, Jakarta, hlm.146.
22
Dahlan Thaib dan Moh. Mahfud MD, 1984,op.cit., hlm. 5.
23
Zuhairini, dkk., op.cit, hlm.150.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 17 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

poranda, tetapi kenyataanya lain. Umat Islam di Indonesia pada zaman itu, justru
banyak melakukan aktivitas pendidikan Islam dan lembaga-lembaga pendidikan
Islam tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya dan sulit dibendung
pemerintahan kolonial Belanda. Kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintahan
Belanda tersebut dengan tujuan untuk mengekang dan bahkan mematikan
aktivitas pendidikan Islam berlangsung sampai Jepang berhasil mengusir
pemerintah Hindia Belanda dari bumi Indonesia dan "menguasai Indonesia pada
tahun 1942 dengan membawa semboyan: Asia Timur Raya untuk Asia dan
semboyan Asia Baru"24.

c. Zaman Pendudukan Jepang


Pada tahun 1942, pemerintah Bala Tentara Dai Nippon Japang menduduki
Indonesia dan pemerintahan kolonial Belanda harus meninggalkan Indonesia,
sebagian orang belanda ditawan dan sebagiannya lagi melarikan diri ke Australia25.
Pada saat pendudukan Jepang, pemikiran yang timbul ialah mengenai Sei
Keirei, yakni upacara membongkokkan diri mengahadap ke Tokio menghormat
kaisar Jepang. Tenno Heika pada upacara menaikkan bendera Hinomaru.
Pemikiran yang muncul dari para ulama, yaitu sepakat tindakan ini hukumnya
haram, hingga Pemerintah Bala Tentara Dai Nippon terpaksa membiarkan orang
tidak melakukan Sei Keirei26.
Ketika Jepang menguasai Indonesia, awalnya pemerintah Jepang
menampakan diri seakan-akan membela kepentingan Islam dan hal ini hanya
merupakan siasat kepentingan mereka. Pemerintah penjajahan Jepang
menunjukkan "sikap yang lebih lunak terhadap aktivitas pendidikan Islam sehingga
ruang gerak pendidikan Islam lebih bebas, bila dibadingkan dengan sikap penjajah
Belanda. Jepang "tidak begitu menghiraukan kepentingan agama, yang penting
bagi mereka adalah memenangkan perang, sehingga pemuka agama diberikan
keleluasaan dalam mengembangkan aktivitasnya. Sikap Jepang sangat berbeda
dengan kolonial Belanda, karena di samping sebagai penjajah juga misi lain yang
tidak kalah penting yaitu misi Kristenisasi, sehingga agama Islam yang menjadi
mayoritas penduduk pribumi, harus ditekan dengan berbagai cara dan kalau perlu
dilenyapkan sama sekali".
Pemerintahan penjajah Jepang pada babak pertama pemerintahannya ada
beberapa kebijaksanaan yang berkaitan dengan bidang pendidikan, yaitu pondok
pesantren yang besar-besar, sering mendapat kunjungan dan bantuan dari
pembesar-pembesar Jepang dan sekolah-sekolah negeri diberi pelajaran budi
pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama. Pemerintah Jepang, juga
mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam [sekarang UII] di Jakarta yang
dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir, dan Bung Hatta dan umat Islam
diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut Majelis Islam A'la
24
Ibid. hlm.151.
25
Aunur Rahim Faqih dan Munthohah, 1998, op.cit., hlm. 114.
26
Ibid, hlm. 114-115.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 18 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

Indonesia [MIAI] yang bersifat kemasyarakatan"27. Usaha pemerintah Jepang


tersebut, sebagai upaya menghimpun kekuatan umat Islam dan nasionalis untuk
dibina dan Jepang berusaha mempergunakan kekuatan agama dan nasionalis
untuk mencapai tujuannya, karena Jepang sadar bahwa sebelum pendudukannya
atas Indonesia, keadaan umat Islam sudah kuat dengan "gerakan nasionalisme-
Islamisme pada tahun 1928 M, berupa Sumpah Pemuda"28.
Kebijakan Jepang sangat lunak terhadap aktivitas pendidikan di Indonesia,
tetapi ada hal yang menonjol yaitu pendidikan pada zaman Jepang lebih
diutamakan untuk kepentingan perang. Para murid hanya mendapatkan
pengetahuan sedikit sekali, dan hampir sepanjang hari diisi dengan kegiatan
latihan perang atau bekerja. Semua peserta didik diharuskan mengikuti latihan
fisik, latihan kemiliteran, indoktrinasi secara ketat, sehingga mulai nampak pada
akhir pendudukan Jepang terdapat tanda-tanda adanya tujuan pendidikan untuk
men-Jepang-kan Indonesia"29, karena Jepang menyiapkan "barisan
propagandanya [Sendenbu] yang diberi tugas untuk menanamkan ideologi baru
dan ideologi itu diharapkan dapat menghancurkan ideologi Indonesia raya"30.
Maka kondisi pendidikan pada zaman Jepang secara umum terbengkalai, artinya
murid-murid tiap hari hanya disuruh gerak badan, baris berbaris, bekerja bakti
[romusha], bernyanyi dan lain sebagainya, sehingga proses belajar terbengkalai.
Tetapi madrasah-madrasah yang berada dalam lingkungan pondok pesantren
bebas dari pengawasan langsung pemerintah Jepang dan dapat berjalan dengan
agak wajar" sehingga madrasah-madrasah tersebut berkembang secara pesat,
seperti di Sumatera yang terkenal dengan madrasah Awaliyahnya yang
berkembang hampir di seluruh polosok pedesaan.
Beberapa hal yang perlu dicatat sebagai sumbangan Jepang kepada
bangsa Indonesia dan mempunyai arti penting bagi bangsa Indonesia karena
terjadi perubahan yang cukup mendasar di bidang pendidikan, yaitu: Pertama,
"pemakaian Bahasa Indonesia, sebagai bahasa pengantar resmi, baik di kantor-
kantor maupun di sekolah-sekolah dan bahasa Jepang menjadi bahasa kedua.
Bahasa Indonesia berkembang dan dipermodern sehingga menjadi bahasa
pergaulan dan bahasa ilmiah. Kedua, dihapusnya dualisme pengajaran, berbagai
macam jenis sekolah rendah yang diselenggarakan pada zaman Belanda
dihapuskan sama sekali oleh Jepang. "Susunan sistem pengajaran Belanda
dualistis yang membedakan dua jenis pengajaran, yakni: pengajaran Barat dan
pengajaran Bumi Putra", dihapuskan oleh pemerintahan pendudukan Jepang.
Ketiga, terjadi perubahan dalam sistem persekolahan dengan dihapusnya sistem
penggolongan, baik menurut golongan bangsa maupun menurut status sosial dan
diintegrasikan sekolah-sekolah sejenis. Keempat, untuk jenjang-jenjang sekolah
27
Zuhairini,dkk.,hlm.151.
28
Ibid, hlm.150-151.
29
Ary H. Gunawan,1996, Kebijakan-Kebijakan Pendidikan [Edisi Revisi], Cet.II, Rineka Cipta, Jakarta,
hlm. 25.
30
I. Djumhur dan H. Danasaputra,1979, Sejarah Pendidikan, CV.Ilmu, Bandung, hlm. 195.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 19 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

terdapat perubahan dalam penggunaan istilah dan nama mulai dari sekolah Dasar
samapi sekolah tinggi serta sekolah-sekolah kejuruan dan sekolah-sekolah
tersebut terbuka bagi semua golongan penduduk dari sekolah dasar sampai
perguruan tinggi. Dengan penataan sistem pendidikan dan persekolahan,
kesempatan belajar terbuka lebar bagi semua golongan penduduk di Indonesia
dan semua mendapat kesempatan yang sama, sehingga jalur-jalur sekolah dan
pendidikan menurut penggolongan keturunan bangsa, strata ataupun status sosial
telah dihapuskan". Banyak sekolah-sekolah yang telah diseragamkan dan
dinegerikan dan bagi sekolah-sekolah swasta seperti sekolah Muhammadiyah,
Taman Siswa, madrasah-madrasah, dan lain-lainnya tetap dizinkan untuk terus
berkembang, walaupun dengan pengaturan yang diselenggarakan oleh
pemerintahan pendudukan Jepang.

d. Zaman Kemerdekaan sampai sekarang


Perkembangan selanjutnya, ketika bangsa Indonesia berjuang merintis
kemerdekaan, ada tiga tokoh pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan, yang
berjuang melalui pendidikan. Mereka membina anak-anak dan para pemuda
melalui lembaganya masing-masing untuk mengembalikan harga diri dan
martabatnya yang hilang akibat penjajahan Belanda. Mohamad Syafie, mendirikan
sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse Scholl di Sumatera Barat pada tahun
1926, dan sekolah ini kemudian lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam.
Sekolah ini dimaksudkan untuk dapat mendidik anak-anak agar dapat berdiri
sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. Ki Hajar Dewantara,
dengan mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta, dengan sifat, sistem, dan metode
pendidikannya diringkas ke dalam empat kemasan, yaitu : [1] Asas Taman Siswa,
[2] Panca Darma, [3] Adat Istiadat, dan [4] Semboyan atau perlambang.
Pendidikan yang diselenggarakan Mohamad Syafei, sebagai usaha untuk
menamkan rasa percaya diri, kemerdekaan, hidup mandiri, mengembangkan anak
secara harmonis [mencakup aspek perasaan, kecerdasan, dan keterampilan],
mengembangkan sikap sosial, menyesuaikan pendidikan dengan bakat anak, dan
bekerja menurut kebutuhan lingkungan. Konsep pendidikan Mohamad Syafei,
sebagai usaha untuk menyaingi dan sekaligus menentang sistem sekolah-sekolah
Hindia Belanda yang hanya sekedar menyiapkan putra-putri bangsa untuk menjadi
pegawai-pegawai mereka semata-mata. Sedangkan konsep pendidikan Taman
Siswa, sebagai usaha untuk membangun kemerdekaan individu, kemerdekaan
dalam berpikir, kebudayaan sendiri, kerakyatan, hidup mandiri, sederhana, dan
memperhatikan perkembangan anak dan selain itu pendidikan Ki Hajar
Dewantara, juga sebagian asas perjuangan untuk menentang penjajah Belanda.
Maka apabila dicermati konsep pendidikan Mohamad Syafei dan Ki Hajar
Dewantara, sebagai usaha untuk mencerdaskan anak bangsa, membangun
kemerdekaan individu, kemerdekaan berpikir, kebisaan hidup mandiri, sederhana
dengan selalu mengakses potensi peserta didik dan disatu sisi sebagai
kepentingan perjuangan untuk membebaskan diri dari penjajahan dan penindasan.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 20 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

Dilihat dari segi perkembangan pendidikan terbukti bahwa tumbuhnya


lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia yang didirikan oleh berbagai organisasi
pada saat itu, secara implisit merupakan jawaban terhadap pelaksanaan
pendidikan Belanda yang bermata dua yaitu westernisasi dan kristenisasi.
Kelahiran Perguruan Taman Siswa yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara,
menekankan perlu pemupukan dan pengembangan kebudayaan nasional yang
menunjukkan bahwa bangsa ini tidak mau westernisasi. Di lain pihak tumbuhnya
perguruan-perguruan Islam yang didirikan oleh Muhammadiyah, al-Irsyad, at-
Tawalib, Persatuan Umat Islam dan sebagainya juga merupakan jawaban yang
nyata dan bukti bahwa umat Islam Indonesia tidak mau dimurtadkan dan
dikristenkan. Para pemimpin pergerakan nasioal dengan kesadaran penuh
berusaha mengubah keterbelakangan rakyat Indonesia pada saat itu. Mereka
menyadari bahwa penyelenggaraan pendidikan yang bersifat nasional atau ke
Indonesiaan harus segara dimasukkan ke dalam agenda perjuangannya, maka
lahirlah sekolah-sekolah partikuler [swasta] atau usaha para perintis
kemerdekaan. Sekolah-sekolah itu semula memiliki dua corak, yaitu: Pertama,
sesuai dengan haluan politik, seperti: Taman Siswa di Yogyakarta, Sekolah Sarikat
Rakyat di Semarang, yang berhaluan komunis, Ksatrian Institut, yang didirikan
oleh Dr. Douwes Dekker [Dr. Setiabudi] di Bandung". Kedua, yaitu "sesuai dengan
tuntutan ajaran agama [Islam], seperti: Sekolah-sekolah Sarikat Islam, Sekolah-
sekolah Muhammadiyah, Sumatera Tawalib di Padang Panjang, Sekolah-sekolah
Nahdlatul Ulama, Sekolah-sekolah Persatuan Umat Islam [PUI], sekolah-sekolah
al-Jami'atul Wasliyah, Sekolah-sekolah al-Irsyad, Sekolah-sekolah Normal Islam,
dan masih banyak sekolah-sekolah lain yang didirikan oleh organisasi Islam
maupun oleh perorangan diberbagai kawasan kepulauan Indonesia baik dalam
bentuk pondok pesantren maupun madrasah.

e. Perkembangan Pemikiran dan Peradaban Islam Setelah Kemerdekaan


Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, dunia Islam menghadapi
munculnya gerakan modernisme. Gerakan modernisme Islam pada dasarnya
berusaha menyesuaikan ajaran Islam dengan perkembangan modern. Gerakan ini
berawal dari Timur Tengah lalu menyebar ke seluruh penjuru dunia Islam,
termasuk di Kepulauan Nusantara. Gejala modernisme Islam di Nusantara dapat
dilihat sebagai gerakan pembaruan Islam. Akar pembaruan Islam di Nusantara
sesungguhnya sudah dimulai pada abad ke-17, yang dimotori tiga ulama
intelektual besar, yakni Nuruddin ar-Raniri, Syekh Abdur Rauf Singkel, dan
Muhammad Yusuf Makassar. Tokoh ulama intelektual abad ke-19 yang membawa
gerakan modernisme di Nusantara adalah Syekh Ahmad Khatib Minangkabau.
Pemikiran pembaruan Islam di Nusantara kembali mengemuka pada era
1970-an, yang antara lain dimotori Nurcholish Madjid, Munawir Sjadzali,
Abdurrahman Wahid, Amien Rais, Dawam Rahardjo, Ahmad Syafi'i Ma'arif [Al-
Munawar, 2001]. Mereka, sebagai intelektual modern yang berperan dalam
peningkatan kualitas atau pencerahan kajian keislaman di Indonesia, serta

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 21 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

menyumbangkan pembentukan pemikiran dan gagasan pemahaman keagamaan


baru31.
Tokoh-tokoh pembaruan pemikiran Islam era 1970-an ini sangat berjasa bagi
pengembangan etos ilmiah dan pendorong gerbong pembaruan pemikiran Islam di
Indonesia. Mereka adalah sebagian dari intelektual Indonesia yang posisinya
menjadi inner power atau kekuatan intelektual umat Islam --yang sangat berjasa
dalam menumbuhkan tradisi pemikiran 'Islam rasional' dan Islamic studies--
sebagai pusat unggulan di Indonesia.
Tampilnya Nurcholish Madjid [Cak Nur] di pentas pemikiran pembaruan Islam
pada era 1970-an menandai bangkitnya tradisi intelektualisme Islam Nusantara di
penghujung abad ke-20 oleh modern intellectual sebagai reviving effects --Taufik
Abdullah [2002] menyebutnya sebagai keinginan 'membangkitkan batang
terendam'-- dari mata rantai tradisi intelektualisme Islam Nusantara yang terputus.
Cak Nur ketika itu sangat menonjol di antara intelektual muda. Ia melontarkan
gagasan mengenai modernisasi dan sekularisasi pemikiran Islam, yang kemudian
terkenal dengan slogan Islam Yes, Partai Islam No. Sejak masa itu, kajian
keislaman tidak lagi terbatas pada persoalan normatif keagamaan, tetapi juga
pemikiran yang mengaitkan ajaran Islam dengan berbagai persoalan sosial
kontemporer dan kemanusiaan seperti isu masyarakat madani, demokrasi, HAM,
keadilan, gender, dan pluralisme32.
Pengayaan pendekatan dalam memahami Islam sejak saat itu melahirkan
wacana baru dalam pemikiran keislaman yang semakin luas dan beragam. Yang
juga merupakan reaksi terhadap pemikiran Barat seperti sekularisme, radikalisme,
fundamentalisme Islam, komunisme sebagai 'musuh bersama', nasionalisme yang
chauvinistic, dan eksploitasi manusia yang berlebihan. Wacana baru ini ikut
membuka khazanah intelektualisme, etos ilmiah, pemerataan pendidikan,
peningkatan sumber daya manusia, dan penghargaan atas hak-hak dasar
kemanusiaan. Dalam konteks situasi bangsa Indonesia sekarang ini, dimensi
intelektual dan kemanusiaan semacam ini menjadi sangat penting. Terlebih ketika
Indonesia berada dalam krisis multidimensi --kumulasi dari krisis finansial,
ekonomi, dan politik-- yang mem-blow-up dan bahkan krisis moral. Para intelektual
muslim Nusantara selama berabad-abad telah menyumbangkan pemikiran yang
berarti bagi perkembangan Islam. Karya-karya mereka telah memberi warna yang
amat berarti bagi pergumulan pemikiran keislaman.
Islam dan perubahan zaman Umat Islam kini seolah dihadapkan pada
realitas dilema yang kompleks --antara das Sein dan das Sollen-- dengan sekian
banyak pertanyaan beruntun dan saling berkaitan. Dinamika Islam abad ke-21 bagi
kalangan Barat dianggap sebagai public enemy setelah runtuhnya komunisme,
yang oleh Francis Fukuyama, penulis The End of History and the Last Man,
31
Syafruddin Azhar, Gerakan Modernisasi Islam di Indonesia, From: http://rully-
indrawan.tripod.com/rully01.htm, akse, Sabtu, 16/8/2003.
32
Ibid, http://rully-indrawan.tripod.com/rully01.htm,

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 22 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

menyebutnya sebagai 'pungkasan sejarah' peradaban itu sendiri. Sejarah


memasuki peradaban baru dengan pasar bebas sebagai doktrin kapitalisme yang
keluar menjadi pemenangnya. Dari sinilah kesan Islam sebagai antitesa
kapitalisme mulai membias sebagai sebuah fenomena global.
Islam kemudian dijadikan musuh bersama, menggantikan komunisme yang
kehilangan raison d'etre-nya. Bagaimana Islam sesungguhnya? Islam adalah
'agama perdamaian', tetapi mengapa dengan mudah dianggap sebagai agama
yang melahirkan terorisme? Mengapa dengan mudah orang melihatnya sebagai
pasangan antagonistik Barat dalam apa yang disebut Samuel P Huntington
sebagai clash of civilizations?
Padahal, Islam adalah sebuah agama yang sangat heterogen yang tidak
menyepakati kehadiran sebuah lembaga pemilik otoritas atas interpretasi doktrin.
Antitoleransi dan fundamentalisme adalah salah satu bentuk pilihan bagi kalangan
muslim, tetapi Islam tetap harus menjawab persoalan sekularisme dan kebutuhan
terhadap toleransi antaragama, seperti terlihat dari gejolak reformasi yang sedang
menggelora di negara penganut toleransi seperti Iran.
Salah satu implikasi dari pendapat ini adalah keniscayaan bahwa serangan
teror 11 September 2001 lalu, dan reaksi balik koalisi internasional yang dipimpin
Amerika Serikat harus dilihat sebagai bagian dari benturan antara peradaban Islam
dan Barat. Dalam konteks ini benar prognosis yang dikemukakan oleh Karen
Armstrong [2001], bahwa benturan itu akan sangat mengerikan dan
membahayakan. Implikasi lain adalah bahwa apa yang dinilai Barat sebagai hak
asasi manusia [HAM] yang universal hanyalah produk lanjutan dari kebudayaan
Eropa, yang tidak dapat diterapkan pada kebudayaan lain yang tak memiliki tradisi
serupa33.
Perkembangan pemikiran tentang masyarakat madani di Indonesia.
Masyarakat madani, merupakan kata lain dari masyarakat sipil [civil society], kata
ini sangat sering disebut sejak kekuatan otoriter orde baru tumbang selang satu
tahun ini. Malah cenderung terjadi sakralisasi pada kata itu seolah
implementasinya mampu memberi jalan keluar untuk masalah yang tengah
dihadapi oleh bangsa kita. Kecenderungan sakralisasi berpotensi untuk
menambah derajat kefrustasian yang lebih mendalam dalam masyarakat bila
terjadi kesenjangan antara realisasi dengan harapan. Padahal kemungkinan untuk
itu sangat terbuka, antara lain, kesalahan mengkonsepsi dan juga pada saat
manarik parameter-parameter ketercapaian. Saat ini gejala itu sudah ada,
sehingga kebutuhan membuat wacana ini lebih terbuka menjadi sangat penting
dalam kerangka pendidikan politik bagi masyarakat luas.
Masyarakat Sipil Vs Militer, dalam tataran praktis sementara orang melihat,
masyarakat madani dianggap sebagai institusi sosial yang mampu mengkoreksi
kekuatan militer yang otoriter. Dalam arti lain masyarakat sipil memiliki konotasi
sebagai antitesa dari masyarakat militer. Oleh sebab itu eksistensi masyarakat sipil

33
Ibid, http://rully-indrawan.tripod.com/rully01.htm,

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 23 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

selalu dianggap berjalan linier dengan penggugatan Dwi Fungsi ABRI. Dengan
begitu menurut yang pro pada pemikiran ini, konsep Indonesia baru yang dicita-
citakan merupakan masyarakat tanpa pengaruh dan dominasi kekuatan militer.
Maka dengan demikian dinamika kehidupan sosial dan politik harus memiliki garis
batas pemisah yang jelas dengan dinamika pertahanan dan keamanan.
Koreksi kritis terhadap peran sosial ABRI bagi sementara orang merupakan
keharusan sejarah setelah melihat betapa rezim lama memposisikan ABRI sebagai
backing untuk melindungi kepentingan-kepentingan kelompok ekonomi kuat
tertentu yang memiliki akses bagi penguatan legitimasi politik Soeharto.
Sementara mereka tidak melihat komitmen yang sebanding untuk fungsi
substansialnya yakni pertahanan dan keamanan.
Berlanjutnya kerusuhan di beberapa tempat dan terancamnya rasa aman
masyarakat, serta kekurangprofesionalan dalam teknik penanganan pada kasus-
kasus politik tertentu merupakan bukti kuat bahwa militer tidak cukup memiliki
kecakapan pada fungsi utamanya. Maka sangat wajar bila kader-kader militer
dipersilahkan untuk hengkang dari posisi eksekutif dan legislatif, ke tempat yang
lebih fungsional yakni barak-barak.
Kekurangsetujuan terhadap implementasi Dwi Fungsi ABRI, khususnya tugas
kekaryaan, sebenarnya syah-syah saja namun masalahnya apakah masyarakat
madani tepat bila hanya dipersepsikan sebagai bentuk peminggiran peran militer.
Kebutuhan untuk keluar dari rasa takut akibat distorsi peran militer selama masa
orde baru menyebabkan terjadinya proses kristalisasi konsep masyarakat madani
yang berbeda dengan konsep bakunya. Dengan kata lain telah terjadi gejala
contradictio internemis pada wacana masyarakat madani dalam masyarakat kita
dewasa ini.
Masyarakat Sipil Vs Negara, masyarakat madani atau masyarakat sipil [civil
society] dalam wacana baku ilmu sosial pada dasarnya dipahami sebagai antitesa
dari masyarakat politik atau negara. Pemikiran itu dapat dilacak dari pendapatnya
Hobbes, Locke, Montesquieu, Hegel, Marx, Gramsci dan lain-lain. Pemikiran
mengenai masyarakat sipil tumbuh dan berkembang sebagai bentuk koreksi
radikal kepada eksistensi negara karena peranannya yang cenderung menjadi alat
kapitalisme.
Substansi pembahasannya terletak pada penggugatan hegemoni negara
dalam melanggengkan kekuatan kelompok kapitalis dengan memarjinalkan peran
masyarakat pada umumnya. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah kekuatan non-
pemerintah yang mampu mengimbangi dan mencegah kekuatan negara untuk
mengurangi tekanan-tekanan yang tidak adil kepada rakyatnya. Akan tetapi di sisi
lain, mendukung peran pemerintah dalam menjadi juru damai dan penjaga
keamanan dari kemungkinan konflik-konflik antar kepentingan dalam masyarakat.
Dengan kata lain perlu adanya reposisi struktural dan kultural antar
komponen dalam masyarakat, sederhananya, serahkan urusan rakyat pada
rakyat, dan posisikan pemerintah sebagai pejaga malam. Penggugatan peran
pemerintah oleh rakyat dalam konstelasi sosial di Indonesia bukan sama sekali

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 24 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

baru. Bob S.Hadiwinata [1999] mencatat sejarah panjang gerakan sosial di


Indonesia, yakni sejak abad ke-19 sampai masa orde baru. Menurutnya
pemerintahan orde baru, Soeharto, telah berhasil mengangkangi hak-hak sipil
selama 32 tahun, dengan apa yang ia sebut tiga strategi utama. Dan selama itu
pula proses marjinalisasi hak-hak rakyat terus berlangsung, untuk kepentingan
sekelompok pengusaha kroninya, dengan bermodalkan slogan dan jargon
pembangunan.
Celakanya rembesan semangatnya sampai pada strata pemerintahan yang
paling bawah. Camat, lurah, sampai ketua RT pun lebih fasih melantunkan slogan
dan jargon yang telah dipola untuk kepentingan ekonomi kuat. Tetapi sementara
mereka menjadi gagap dalam mengaksentuasikan kepentingan rakyatnya sendiri.
Maka yang terjadi, pasar yang telah mentradisonal menghidupi ribuan masyarakat
kecil di bongkar untuk dijadikan mall atau pasar swalayan. Demikian pula, sawah
dan kebun petani berubah fungsi menjadi lapangan golf. Perubahan yang terjadi di
luar jangkauan kebutuhan dan pemikiran masyarakat karena mekanisme
musyawarah lebih banyak didengungkan di ruang penataran ketimbang dalam
komunikasi sosial.
Masyarakat Peradaban dan Jahiliyah, umat Islam telah memperkenalkan
konsep masyarakat peradaban, masyarakat madani, atau civil society, adalah Nabi
Muhammad, Rosullullah s.a.w sendiri yang memberikan teladan ke arah
pembentukan masyarakat peradaban tersebut. Setelah perjuangan di kota Makkah
tidak menunjukkan hasil yang berarti, Allah telah menunjuk sebuah kota kecil, yang
selanjutnya kita kenal dengan Madinah, untuk dijadikan basis perjuangan menuju
masyarakat peradaban yang dicita-citakan.
Di kota itu Nabi meletakan dasar-dasar masyarakat madani yakni kebebasan.
Untuk meraih kebebasan, khususnya di bidang agama, ekonomi, sosial dan politik,
Nabi diijinkan untuk memperkuat diri dengan membangun kekuatan bersenjata
untuk melawan musuh peradaban. Hasil dari proses itu dalam sepuluh tahun,
beliau berhasil membangun sebuah tatanan masyarakat yang berkeadilan, terbuka
dan demokratis dengan dilandasi ketaqwaan dan ketaatan kepada ajaran Islam.
Salah satu yang utama dalam tatanan masyarakat ini adalah pada penekanan pola
komunikasi yang menyandarkan diri pada konsep egaliterian pada tataran
horizontal dan konsep ketaqwaan pada tataran vertikal. Nurcholis Madjid
[1999:167-168] menyebut dengan semangat rabbaniyah atau ribbiyah sebagai
landasan vertikal, sedangkan semangat insyanyah atau basyariah yang melandasi
komunikasi horizontal.
Sistem sosial madani ala Nabi s.a.w memiliki ciri unggul, yakni kesetaraan,
istiqomah, mengutamakan partisipasi, dan demokratisasi. Esensi ciri unggul tetap
relavan dalam konteks waktu dan tempat berbeda, sehingga pada dasarnya
prinsip itu layak diterapkan apalagi di Indonesia yang mayoritas berpenduduk
muslim tanpa mengusik kepentingan dan keyakinan kelompok minoritas. Mengenai
hal yang terakhir ini Nabi s.a.w telah memberi cotoh yang tepat, bagaimana
sebaiknya memperlakukan kelompok minoritas ini.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 25 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

Mungkinkah Masyaratak Madani terwujud di Indonesia? Berdasarkan kajian


di atas masyarakat madani pada dasarnya adalah sebuah komunitas sosial
dimana keadilan dan kesetaraan menjadi fundamennya. Muara dari pada itu
adalah pada demokratisasi, yang dibentuk sebagai akibat adanya partisipasi nyata
anggota kelompok masyarakat. Sementara hukum diposisikan sebagai satu-
satunya alat pengendalian dan pengawasan perilaku masyarakat. Dari definisi itu
maka karakteristik masyarakat madani, adalah ditemukannya fenomena, [a]
demokratisasi, [b] partisipasi sosial, dan [c] supremasi hukum; dalam masyarakat.
Pertama, sehubungan dengan karakteristik pertama yakni demokratisasi, menurut
Neera Candoke [1995:5-5] social society berkaitan dengan public critical rational
discource yang secara ekplisit mempersyaratkan tumbuhnya demokrasi.
Dalam kerangka itu hanya negara yang demokratis yang menjamin
masyarakat madani. Pelaku politik dalam suatu negara (state) cenderung
menyumbat masyarakat sipil, mekanisme demokrasi lah yang memiliki kekuatan
untuk mengkoreksi kecenderungan itu. Sementara itu untuk tumbuhnya
demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran
berpribadi, kesetaraan, dan kemandirian. Syarat-syarat tersebut dalam konstatasi
relatif memiliki linearitas dengan kesediaan untuk menerima dan memberi secara
berimbang. Maka dalam konteks itu, mekanisme demokrasi antar komponen
bangsa, terutama pelaku praktis politik, merupakan bagian yang terpenting dalam
menuju masyarakat yang dicita-citakan tersebut. Kedua, partisipasi sosial yang
benar-benar bersih dari rekayasa merupakan awal yang baik untuk terciptanya
masyarakat madani. Partisipasi sosial yang bersih dapat terjadi bilamana tersedia
iklim yang memungkinkan otonomi individu terjaga. Antitesa dari sebuah
masyarakat madani adalah tirani yang memasung secara kultural maupun
struktural kehidupan bangsa. Dan menempatkan cara-cara manipulatif dan represif
sebagai instrumentasi sosialnya. Sehingga masyarakat pada umumnya tidak
memiliki daya yang berarti untuk memulai sebuah perubahan, dan tidak ada
tempat yang cukup luang untuk mengekpresikan partisipasinya dalam proses
perubahan. Tirani seperti inilah, berdasarkan catatan sejarah, menjadi simbol-
simbol yang dihadapi secara permanen gerakan masyarakat sipil. Mereka
senantiasa berusaha keras mempertahankan status quo tanpa memperdulikan
rasa keadilan yang berkembang dalam masyarakat. Pada masa orde baru cara-
cara mobilisasi sosial lebih banyak dipakai ketimbang partisipasi sosial, sehingga
partisipasi masyarakat menjadi bagian yang hilang di hampir seluruh proses
pembangunan yang terjadi. Namun kemudian terbukti pemasungan partisipasi
secara akumulatif berakibat fatal terhadap keseimbangan sosial politik, masyarakat
yang kian cerdas menjadi sulit ditekan, dan berakhir dengan protes-protes sosial
serta pada gilirannya menurunnya kepercayaan masyarakat kepada sistem yang
berlaku.
Dengan demikian jelaslah terbukti bahwa partisipasi merupakan karakteristik
yang harus ada dalam masyarakat madani. Demokrasi tanpa adanya partisipasi
akan menyebabkan berlangsungnya demokrasi pura-pura atau pseudo democratic

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 26 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

sebagaimana demokrasi yang dijalankan rezim orde baru. Ketiga, penghargaan


terhadap supremasi hukum merupakan jaminan terciptanya keadilan. Al-Quran
menegaskan bahwa menegakan keadilan adalah perbuatan yang paling mendekati
taqwa [Q.s. Al Maidah:5-8]. Keadilan harus diposisikan secara netral, dalam artian,
tidak ada yang harus dikecualikan untuk memperoleh kebenaran di atas hukum. Ini
bisa terjadi bilamana terdapat komitmen yang kuat diantara komponen bangsa
untuk iklas mengikatkan diri dengan sistem dan mekanisme yang disepakati
bersama. Demokrasi tanpa didukung oleh penghargaan terhadap tegaknya hukum
akan mengarah pada dominasi mayoritas yang pada gilirannya menghilangkan
rasa keadilan bagi kelompok lain yang lebih minoritas. Demikian pula partisipasi
tanpa diimbangi dengan menegakkan hukum akan membentuk masyarakat tanpa
kendali [laissez faire].
Semakin jelas bahwa masyarakat madani merupakan bentuk sinergitas dari
pengakuan hak-hak untuk mengembangkan demokrasi yang didasari oleh
kesiapan dan pengakuan pada partisipasi rakyat, dimana dalam implentasi
kehidupan peran hukum stategis sebagai alat pengendalian dan pengawasan
dalam masyarakat. Namun timbul pertanyaan sejauh mana kesiapan bangsa
Indonesia memasuki masyarakat seperti itu. Dengan demikian, seperti telah
dikemukakan di atas, masyarakat madani membutuhkan institusi sosial, non-
pemerintahan, yang independen yang menjadi kekuatan penyeimbang dari negara.
Posisi itu dapat ditempati organisasi masyarakat, maupun organisasi sosial politik
bukan pemenang pemilu, maupun kekuatan-kekuatan terorganisir lainnya yang
ada di masyarakat. Akan tetapi institusi tersebut selama orde baru relatif
dikerdilkan dalam arti lebih sering berposisi sebagai corong kepentingan
kekuasaan ketimbang menjadi kekuatan swadaya masyarakat.
Hegemoni kekuasaan demikian kuat sehingga kekuatan ril yang ada di
masyarakat demikian terpuruk. Padahal merekalah yang sebenarnya yang
diharapkan menjadi lokomotif untuk mewujudkan masyarakat madani. Ada
memang beberapa LSM yang secara konsisten memainkan peranan otonomnya
akan tetapi jumlahnya belum signifikan dengan jumlah rakyat Indonesia yang
selain berjumlah besar juga terfragmentasi secara struktural maupun kultural.
Fragmentasi sosial dan ekonomi seperti itu sangat sulit mewujudkan masyarakat
dengan visi kemandirian yang sama. Padahal untuk duduk sama rendah berdiri
sama tinggi membutuhkan kesamaan visi dan kesadaran independensi yang
tinggi. Dengan demikian boleh jadi masyarakat peradaban yang kita cita-citakan
masih membutuhkan proses yang panjang. Dan boleh jadi hanya impian manakala
pro status quo tetap berkuasa34.

34
Baca: Hujair AH. Sanaky, 2003, Paradigma Pendidikan Islam, Membangunan Masyarakat Madani
Indonesia, MSI dan Safiria Insania Press, Yogyakarta, hlm. 19-55.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 27 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

B. GAGASAN MENDIRIKAN SEKOLAH TINGGI ISLAM DI INDONESIA

1. Gagasan Mendirikan STI


Masuknya gerakan pembaharuan Islam di Indonesia ditandai dengan
berdirinya Jami;at Khair pada tahun 1905. Dari organisasi inilah kemudian
menyebar ajaran-ajaran reformasi yang diperoleh dari bacaan-bacaan yang
didatangkan dari luar negeri. Artinya, dengan berdirinya organisasi ini, kemudian
disusul dengan berdirinya organisasi-organisasi Islam lainnya di Jawa seperti
Muhammadiyah [1912] di Yogyakarta, al-Islah wal Irsyad [1914] di Jakarta,
Persatuan Islam [Persis] di Bandung tahun 1923, Persatoean Oemat Islam [1917]
di Majalengka, Syarikat Dagang Islam di Surakarta [1904], dan Nahdlatul Ulama
[NU] di Surabaya [1926]. Maka, dapat disimpulkan bahwa tahun 1909 merupakan
starting-point pembaruan pendidikan Islam dan kemudian mengantarkan sejarah
pendidikan Islam ke dalam babak baru, yaitu berdirinya sekolah-sekolah yang
dikelolah dengan metode pengajaran yang lebih maju, seperti sekolah yang
berdiri dengan nafas reformasi Islam di Indonesia adalah Ambiya Achool di
bawah pimpinan Abdullah Ahmad yang kemudian diubah menjadi sekolah
Ambiyah. Setelah itu, bermunculan sekolah-sekolah dari tingkat dasar
[ibtida'iyah], menengah tingkat pertama [tsanawiyah], sekolah menengah tingkat
atas [aliyah] sampai tingkat pendidikan tinggi [aljami'ah].
Dalam Mutamar organisasi-organisasi Islam, selesai usai Perang Dunia I,
mulai dikumandangkan suara bahwa umat Islam Indonesia membutuhkan
lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang memberikan pelajaran yang
seimabgang dalam ilmu agama dan ilmu keahlian [keterampilan]. Gagasan dan
seruan untuk mendirikan Sekolah Tinggi Islam didorong oleh munculnya
kesadaran bahwa umat Islam Indonesia telah jauh ketinggalan dalam bidang
pendidikan. Sistem pendidikan yang digunakan dan telah berjalan selama itu
dirasakan kurang seimbang, karena hanya lebih menekankan pada pendalaman
ibadah-ibadah khusus atau lebih terfokus pada nuansa ukhrawi tanpa
memberikan ilmu praktis yang diperlukan dalam kehidupan kemasyarakatan.
Sementara itu, kaum penjajah kolonial Belanda telah mengembangkan sistem
pendidikan modern yang tentu produknya dan manfaatnya digunakan untuk
kepentingan pemerintahan kolonial Belanda. Apabila langkah-langkah dan
gagasan tersebut dihubungkan dengan pergerakan politik bangsa Indonesia yang
waktu itu telah memasuki babak kebangkitan nasional, maka gagasan untuk
mendirikan Perguruan Tinggi Islam dimaksudkan untuk mempersiapkan dan
mencetak sarjana dan intelektual muslim yang siap dan sanggup ikut memimpin
negara Indonesia merdeka yang dicita-citakan waktu itu35.
35
Supardi, dkk.,1994, Setengah Abad UII Sejarah Perkembangan Universitas Islam Indonesia, UII
Press,, Yogyakarta, hlm. 18

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 28 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

Pelaksanaan cita-cita dan gagasan mendirikan Sekolah Tinggi Islam, seperti


yang dikemukakan dan dikumandangkan dalam mu'tamar-mu'tamar organisasi
Islam setelah selesai Perang Dunia I itu, "tampak sudah dimulai oleh Syarikat
Islam [SI] [merupakan perubahan dari SDI]. Kemudian pada mu'tamar
seperempat abad Muhammadiyah di Jakarta tahun 1936, juga dipustkan untuk
mendirikan Sekolah Islam Tinggi dengan membuka Fakultas Dagang dan Industri.
Nahdlatul Ulama [NU] juga mempunyai cita-cita yang sama, dan begitu juga
organisasi-organisasi Islam yang lain. Tetapi sebelum itu, di Majalengka, Kiai
Halim, dengan organisasi Persatuan Oemat Islam, telah merwujudkan langkah-
langkah tersebut. Sejak tahun 1917, Kiai Halim, telah giat mendirikan sekolah-
sekolah dari tingkat ibtidaiyah sampai al-Jami'ah [perguruan tinggi] dengan berlo-
kasi di atas gunung dan tanah belukar yang diberi nama "Santi Ashrama"36.
Ide-ide dan gagasan mendirikan perguruan tinggi mulai bermunculan. "Pada
tahun 1938 Dr. Sukiman Wirjosandjojo, di Jawa Tengah pernah
menyelenggarakan musyawarah antara beberapa ulama dan kaum
cendekiawan untuk membicarakan usaha mendirikan perguruan tinggi Islam.
Kemudian, Dr. Sukiman, melakukan follow-up dari musyawarah tahun 1938 itu
dengan menyampaikan ide mendirikan lembaga pendidikan tinggi Islam ke dalam
forum Mu'tamar Majlis Islam A'la Indonesia [MIAI] tahun 1939. Maka, dari hasil
mu'tamar ini kemudian didirikanlah Perguruan Tinggi Islam di Solo yang dimulai
dari tingkat menengah atas dan diberi nama IMS [Islamische Midelbare
School]"37. Tetapi, perguruan tinggi tersebut tidak bertahan lama, karena hanya
dapat bertahan sampai pada tahun 1941 dan kemudian berhenti dan ditutup
karena terjadi Perang Dunia II pada tahun itupula. Jadi terlihat jelas bahwa pada
"empat puluh tahun pertama abad XX [1901-1941], di Indonesia sebenarnya telah
banyak berdiri lembaga-lembaga pendidikan Islam, mulai dari tingkat dasar
sampai tingkat perguruan tinggi.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pada empat puluh tahun
pertama abad XX [1901-1941] di Indonesia telah banyak berdiri lembaga-lembaga
pendidikan Islam dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Tetapi, dari catatan
sejarah bahwa pendidikan tinggi Islam yang pernah ada [sampai tahun 1941],
lebih bersifat percobaan-percobaan atau sementara, tak bertahan lama, dan
belum berjiwa persatuan". Sekalipun, pada saat itu institusi tersebut didirikan
tidak dimaksudkan untuk sementara, tetapi ternyata secara pelan-pelan instistusi-
institusi tersebut dalam perkembangannya melemah dan sampai akhirnya terhenti
sama sekali dan terutama apabila dikaitkan dengan situasi dan kondisi politik
yang berpengaruh pada saat itu. Perguruan Tinggi Islam yang didirikan itu
dikatakan belum memiliki ruh atau jiwa persatuan, karena Perguruan tinggi Islam
[PTI] yang ada dan berkembang sampai waktu itu umumnya didirikan oleh
organisasi Islam setempat yang kegiatannya terpisah dari organisasi Islam
36
Ibid, hlm.19.
37
Dahlan Thaib dan Moh. Mahfud MD, 1984, [penyunting], 5 Windu UII, Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 1945-1984, Liberty Offsit, Yogyakarta, hlm.19.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 29 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

lainnya, seperti PTI Muhammadiyah, PTI Santi Ashrama, dan lain sebagainya.
Walaupun corak keterpisahan itu tidak pernah menimbulkan pertentangan antara
satu dengan yang lainnya, tetapi jelas kekuatan pendukungnya tidak sekuat
seandainya didirikan oleh berbagai organisasi Islam seperti STI yang didukung
oleh sebagai lembaga Islam yang ada. Sedangkan Perguruan tinggi yang sudah
bercorak persatuan dari ummat Islam adalah perguruan yang didirikan berda-
sarkan hasil mu'tamar MIAI di Solo, namun tidak bertahan lama, karena pada
tahun 1941 terpaksa berhenti disebabkan oleh situasi politik, yaitu pecahnya
Perang Dunia II38.

2. Panitia Perencanaan Berdirinya STI


Gagasan mendirikan Perguruan Tinggi Islam semakin kuat dan tidak surut di
kalangan organisasi-organisasi Islam. Masyumi [Majelis Syuro Muslimin
Indonesia], merupakan perubahan nama dari MIAI, dan sebagai federasi dari
empat organisasi-organisasi Islam39. Organisasi-organisasi yang terhimpun
dalam Masyumi "pada awal tahun 1945 melahirkan beberapa keputusan penting,
yaitu : Pertama, membentuk barisan mujahidin dengan nama Hizbullah. Barisan
ini terbukti memaiankan peranan penting dalam sejarah perjuangan Indonesia
menjelang dan sesudah Indonesia Merdeka. Kedua, keputusan yang menyangkut
bidang pendidikan yaitu "mendirikan perguruan tinggi Islam dengan nama
Sekolah Tinggi Islam [STI].
Jika dilihat dari perjalanan sejarah umat Islam sejak timbulnya gerakan
Salaf dan kebangkitan nasional Indonesia. Maka, keputusan mendirikan Sekolah
Tinggi Islam [STI] dilatarbelakangi oleh beberapa hal yaitu :
Pertama, kemerdekaan negera Indonesia kelak pasti meminta pengisian
intelektual Islam, calon-calon pemimpin yang sanggup memimpin
negara, menggantikan pemerintah kolonial penerus generasi yang
akan datang.
Kedua, diperlukan satu perguruan tinggi yang dapat menghimpun keserasian
antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum.
Ketiga, diperlukan satu perguruan tinggi yang dimiliki oleh seluruh umat Islam
yang berlandaskan ajaran-ajaran Islam dan merupakan wadah
persatuan seluruh umat Islam dalam usaha menanggulangi pengaruh
kehidupan Barat yang dibawa oleh penjajah"
Keempat, pengaruh kebangkitan Nasional dan kebangkitan dunia Islam pada
umumnya yang melahirkan gerakan-gerakan melawan penjajah
dengan memakai sistem modern, yang dimulai dengan berdirinya
Syarikat Dagang Islam [1904], Muhammadiyah [1912], Nahdlatul

38
Supardi, dkk.,1994, op.cit., hlm.19.
39
Organisasi-organisasi Islam yang terhimpun dalam Masyumi, terdiri dari Nahdlatul Ulama [NU],
Muhammadiyah, Persatuan Oemat Islam [POI], dan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII), oleh Jepang
dizinkan hidup terus sebagai organisasi sosial dan da'wah.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 30 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

Ulama [NU] [1926], Jamiyatul Washiliyah [1930], Persatoean Oemat


[1915], Musyawarah Thalibin [1932], dan lain-lain40.
Dari pemikiran, ide-ide, dan gagasan-gagasan di atas, maka sebagai follow-
up dari keputusan untuk mendirikan STI. Maka pada bulan April 1945 Masyumi
menyelenggarakan pertemuan di Jakarta dengan mengundang para ulama dari
berbagai Perserikatan Islam serta para intelektual dan unsur pemerintah yaitu
Kementerian Agama Pemerintah Dai Noppon Jepang. Kemudian yang hadir dan
ikut mengambil keputusan konkrit untuk mendirikan STI pada pertemuan tersebut,
adalah : [1] Dari Pengurus Besar NU, KH.Abdul Wahab, KH. Bisri Syamsuri, KHA.
Wachid Hasyim, KHA.Masykoer, dan K. Zainul Arifin. [2] Dari Pengurus Besar
Muhammadiyah, Ki. Bagus Hadikusumo, KHA. Mas Mansyur, KHA. Hasyim, KH.
Faried Maroef, KH. Abdul Mukti, KH.M. Junus Anis, dan Katosoedarmo. [3] Dari
Pengurus Besar Persatoean Oemat Islam, KH.Abdul Halim dan Moh. Djuanaidi
Mansur. [4] Dari Pengurus Besar Persatuan Ummat Islam Indonesia, KH. Ahmad
Sanusi dan KH. Zarkasji Somaatmadja. [5] Dari Kalangan Intelektual dan para
Ulama, Dr. Satiman Wirdjosandjojo, Dr. Soekiman Wirjosandjojo, Wondoamiseno,
Abikusno Tjokrosujoso, Anwar Tjokroaminoto, Mr. Moh. Roem, Baginda H. Dahlan
Abdullah, dan KH. Imam Ghazali. [6] Dari Departemen Agama Dai Nippon
Jepang, KHA. Kahar Muzakkir, KHR. Moh. Adnan, dan Ustadz Imam Zarkasji.
Maka, apabila dilihat dari unsur-unsur organisasi yang hadir, forum musyawarah
saat itu sudah cukup refresentatif untuk mewakili putusan-putusan yang dapat
mencerminkan kehendak seluruh umat Islam Indonesia tanpa membedakan
organisasi atau golongan41.
Kemudian dari hasil musyawarah tersebut, tokoh-tokoh Islam yang
dipelopori Masyumi, betul-betul berhasil mengambil langkah maju dengan
mewujudkan rencana mendirikan STI yaitu dengan dibentuk satu panitian
Perencana STI, terdiri dari : Ketua: Drs. Moh. Hatta. Wakil Ketua: Mr. Suwardi,
Sekretaris: Dr. Ahmad Ramli, Anggora terdiri dari : KH. Mas Mansur, KH. Wachid
Hasyim, KHR. Fatchurrahman Kafrawi, KH, Faried Maroef, KH. Abdul Kahar
Muzakkir, dan Notulis: Kartosudarmo. Panitia Perencana STI ini setelah
mengadakan beberapa kali rapat telah menetapkan langkah-langkah untuk: [1]
menyusun peraturan umum, [2] menyusun peraturan rumah tangga, [3]
menetapkan susunan badan wakaf pendidiri STI, [4] Menetapkan badan
penyelenggara dan badan pengawas STI, dan [5] menetapkan senat STI.
Peraturan umum yang dimaksud dalam point 1 tersebut mengandung pokok-
pokok ketentuan, yaitu : Pertama, tujuan didirikannya STI ialah untuk adanya
perguruan tinggi yang memberikan pelajaran dan pendidikan tinggi tentang ilmu-
ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu masyarakat agar menjadi pusat penyiaran agama
dan memberikan pengaruh Islam di Indonesia. Kedua, STI didirikan oleh Badan
Wakaf dari umat Islam yang kelengkapan oragnisasinya terdiri dari : [1] badan
40
Supardi, dkk.hlm. 20-21.
41
Ibid, hlm. 21.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 31 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

penyelenggara, [2] badan pengawas, [3] senat STI, [4] peraturan-peraturan


tentang rencana pelajaran, lamanya pelajaran, tingkat pelajaran, ujian, promosi
dan sebagainya, [5] peraturan tentang peningkatan guru besar42.
Peraturan Rumah Tangga seperti yang dimaksudkan pada point 2 berisi
ketentuan tentang hal-hal yang belum diatur di dalam peraturan umum.
Sedangkan susunan Badan Wakaf Pendiri STI terdiri dari minimal 20 orang yang
beranggotakan unsur-unsur Ulama, Intelektual, dan pimpinan-pimpinan Islam,
yakni : Pertama, Pengurus Badan Wakaf STI, terdiri dari : Ketua: Said Wiratman
Hasan. Wakil Ketua [merangkap Bendahara]: Sutan Sabaruddin. Sekretaris:
Kartosudarmo. Anggota-anggota: KH. Hasyim Asyari, Ki. Bagoes Hadikusumo,
KH. Abdul Halim Iskandar, K. Achmad Sanusi, K. Abu Ansor, K. Hamid, Dr.
Satiman Wirjosandjojo, Dr, Soejiman Wirjosandjojo, Hasan Arghubi, Djohan
Djohar, Aly bin Arief, H. Bilal, M.Pawirosemito, dan Salim bin Nabhan. 43 Kedua,
Dewan Pengurus/Kurator STI, terdiri dari: Ketua: Drs. Moh. Hatta. Wakil Ketua:
Mr. Suwandi, Sekretaris: Moh. Natsir, dan Anggota-anggota: Prof. RAA. Husein
Djajadiningrat, Dr. Hidayat, Dr. Sukiman Wirjosandjojo, Baginda H. Dahlan
Abdullah, Abikoesno Tjokrosujoso, Ki. Bagoes Hadikoesoemo, dan H. Rahman
Tamin. Ketiga, Susunan Senat STI, terdiri dari: Rektor Magnificus: KHA. Kahar
Muzakkir. Anggota: KH. Mas Mansur, Prof. Dr. Poerbotjaroko, Prof. Dr. Slamet
Imam Santoso, Mr. Sumanang, Mr. Abdul Karim, Mr. Aly Budiardjo, Mr. Moh.
Yamin, Mr. Kasman Singodimedjo, Prof. Mr. Sunardjo Kolopaking, Dr. A. Ramli,
Drs. Adam Bachtiar, Ustad Zadili Hasan, KM. Zen Djambek, ditambah beberapa
guru SMAN Jakarta sebagai asisten. Keempat, Staf Sekretariat, terdiri dari:
Sekretaris: Moh. Natsir, Wakil Sekretaris: Prawoto Mangkusasmito, dan
Bendahara: A. Zaenuddin44.

3. Pembukaan STI
Setelah panitia Perencana mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan
seperti disebutkan di atas, maka panitian memilih hari yang baik yaitu hari
peringatan Isra dan Miraj Nabi Muhammad saw, dengan harapan agar STI
menjadi lembaga kesucian turunya perintah sholat. Maka bertepan dengan hari
peringatan Isra Miraj Nabi, yakni pada tanggal 27 Rajjab 1364 H, bertepatan
dengan tanggal 8 Juli 1945 Sekolah Tinggi Islam resmi didirikan/dibuka 45.
Menurut Mahmud Yunus, tujuan mendirikan STI adalah "untuk mengeluarkan alim
ulama yang intelek, yaitu mereka yang mempelajari ilmu pengetahuan agama
Islam secara luas dan mendalam, serta mempunyai pengetahuan umum yang
42
Dahlan dan Moh. Mahfud, MD.,1984, op.cit., hlm. 13.
43
Menurut Panitia Penyusun Buku Kenang-kenangan 10 Tahun UII arsip tentang susunan pengurus
dan anggota Badan Wakaf yang pertama itu telah hilang ketika terjadi peristiwa penyerbuan tentara NICA ke
Sekretariat STI, sehingga mungkin massih ada orang lain di samping yang tercatat di atas [Dahlan dan Moh.
Mahfud, MD. 5 Windu UII, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta 1945-1984, Leberty, Offset, Yogyakarta, 14
44
Dahlan dan Moh. Mahfud, MD., op.cit., hlm. 13-14.
45
Supardi, dkk., 1994, op.cit., hlm.25.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 32 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

perlu dalam masyarakat modern sekarang"46. Upacara peresmian atau


pembukaan STI itu diselenggarakan di Gedung Kantor Imigrasi Pusat,
Gondangdia, Jakarta.

4. STI Pindah Ke Yogyakarta


Perkembangan selanjutnya, dalam kurun waktu empat puluh [40] hari
setelah STI dibuka secara resmi, baru terjadi proklamai kemerdekaan RI pada
tanggal 17 Agustus 1945. Kemudian beberapa bulan sesudah itu, "Jakarta dikuasi
tentara NICA yang datang ke Indonesoa dengan membawa berboncengan
kepentingan Belanda untuk kembali menjajah Indonesia, menggantikan Jepang
dan terjadilah kontak senjata antara Indonesia dan NICA atau tentara sekutu.
Kedaan itu pada akhirnya [tahun 1946], memaksa Pemerintah Negara Republik
Indonesia mengambil langkah untuk hijrah ke Yogyakarta meninggalkan Jakarta
dan Yogyakarta kemudian dijadikan ibukota negara Republik Indonesia yang
kedua. Maka STI yang baru berusia beberapa bulan dengan terpaksa harus ikut
hijrah ke Yogyakarta pada tahun 1946, dengan alasan: Pertama, Jakarta berada
dalam suasana perang yang tentu saja tidak menjamin kelancaran proses
pendidikan atau proses perkuliahan. Kedua, hijrahnya Pemerintah Indonesia dari
Jakarta ke Yogyakarta sangat mempengaruhi kelangsungan STI karena banyak
dosen-dosen dan pengurus STI juga ikut ke Yogyakarta sebagai pejabat
pemerintah [Supardi, dkk.,1994: 25].
Setelah kepindahan ke Yogyakarta STI dibuka dengan resmi pada tanggal
10 April 1946 [27 Rajjab 1365] di Dalem Pengulon Yogyakarta yang dihadiri oleh
Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta [juga sebagai Ketua Dewan
Pengurus/Kurator STI] serta pejabat-pejabat tinggi negara lainnya baik sipil
maupun militer. Upacara permbukaan tersebut diisi dengan penyampaian dua
pidato, yaitu Pidato Pembukaan STI berjudul Sifat Sekolah Tinggi oleh Drs. Moh.
Hatta [Wapres dan sekalgus berkedudukan sebagai Ketua Dewan Kurator], dan
pidato [Kuliah Umum] tentang Ilmu Tauhid yang disampaikan oleh KH. Hadjid47.
Demikian kondisi STI yang terus berjalan di Yogyakarta pada tahun 1946
dan tahun 1947 dengan agak kurang lancar kerena waktu itu bangsa Indonesia
sedang berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan, apalagi hampir seluruh
pengurus STI waktu itu adalah tokoh-tokoh perjuangan nasional. Maka tak heran
warga sivitas akademika STI ikut memanggul senjata, bergerilya, melawan
penjajah yang hendak kembali. Sekalipun ada gangguan sehingga perkuliahan
tidak lancar, namun pada akhir tahun 1946/1947 STI masih sempat
menyelenggarakan dua kali ujian untuk tingkat pendahulu. Pihak pemerintah,
dalam keadaan seperti itu masih memberikan perhatian yang cukup baik bagi
STI, terbukti pada awal tahun 1947 Kementrian Agama RI memberikan bantuan

46
Mahmud Yunus, 1979, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Cet.Kedua, Mutiara, Jakarta, hlm. 288].
47
Dahlan dan Moh. Mahfud, MD.1984, op.cit., ,hlm.17.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 33 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

sebesar Rp.60.000,- [enampuluh ribu rupia]. Mengenai rencana pelajaran yang


ada waktu itu masih sama seperti ketika STI berada di Jakarta48.

5. STI diubah menjadi UII


Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1045, telah membukan jalan yang
luas bagi umat Islam untuk melaksanakan apa yang telah lama diidam-idamkan
dalam bidang pendidikan atas dasar ajaran Islam. Maka dengan kemerdekaan
telah menarik umat Islam, yang merupakan golongan penduduk terbanyak di
Indonesia untuk mendirikan perguruan tinggi modern yang berdasarkan Islam.
Oleh karena itu, keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Islam tersebut
karena beberapa faktor yang melandasinya, yaitu : Pertama, di dalam ajaran
Islam tidak ada pemisahan antara paham kenegaraan dengan agama. Kedua,
adanya kewajiban bagi umat Islam untuk melaksanakan hukum-hukum Allah.
Ketiga, beluam adanya perguruan yang berdasarkan Islam yang mampu
menyiapkan tenaga ahli dalam berbagai lapangan. Keempat, pada zaman
penjajahan, pendidikan hanya deselenggarakan untuk mendukung kepentingan
penjajah. Kelima, umat Islam kekurangan tenaga-tenaga ahli dalam berbagai
lapangan. Keenam, dirasakan perlunya memberi kesempatan [penyaluran]
kepada sekolah-sekolah agama [madrasah] dan pelajar-pelajar dari pesantren
untuk dapat meneruskan pelajaran ke perguruan tinggi yang memberikan ilmu-
ilmu keahlian [praktis kemasyarakatan]49.
Atas dasar pemikiran seperti itu, maka para fungsionaris STI mengadakan
perbincangan-perbincangan dengan tokoh-tokoh Islam di berbagai daerah di
pulau Jawa guna menjejaki kemungkinan pembentukan lembaga pendidikan
tinggi Islam yang lebih representatif. Hasil dialog, tukar pendapat, dan
perbincangan dengan para pemimpin Islam memperoleh kesamaan kehendak
untuk lebih meningkatkan efektivitas fungsi dari STI yang merupakan perguruan
tinggi Islam satu-satunya pada waktu. Wujud peningkatan efektivitas dan fungsi
dari Sekolah Tinggi Islam [STI] dengan menjadikannya sebagai sebuah
universitas. Tindak lanjut dari kehendak itu ialah dibentuknya panitia perbaikan
STI pada bullion Nopember 1947 yang terdiri dari : KHR. Fatchurrahman Kafrawi,
KH. Faried Maroef, K. Malikus Suparto, Mr. R. Sunardjo, Drs. A. Sigit, KHA.
Kahar Muzakkir, Ustadz Sulaiman, Ustadz Husein Jahja, dan Kartosudarmo.
Kemudian panitia perbaikan tersebut pada bullion Pebruari 1948 [setelah
bekerja kira-kira 4 bulan], mengeluarkan keputusan-keputusan untuk
meningkatkan fungsi STI, yakni : [1] Mendirikan perguruan tinggi dengan nama
Universitas Islam Indonesia [UII] sebagai lanjutan dan pembaharuan
[perubahan] dari Sekolah Tinggi Islam [STI]. [2] Universitas Islam Indonesia [UII]
adalah satu Badan Wakaf yang dipinpin oleh suatu badan yang disebut Dewan
Pengurus. [3] Universitas Islam Indonesia [UII] berkedudukan di Yogyakarta. [4]
48
Supardi, dkk.,1994, op.cit., hlm. 26.
49
Ibid, hlm.27.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 34 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

Universitas Islam Indonesia [UII], mempunyai 4 Fakultas, yaitu Fakultas Agama,


Fakultas Hukum, Fakultas Pendidikan, dan Fakultas Ekonomi. [5] Dewan
pengurus menyiapkan peraturan umum dan peraturan rumah tangga untuk
Universitas Islam Indonesia [UII]. [6] Dewan pengurus menyusun rencana
pelajaran, lamanya pelajaran, tingkatan-tingkatan, dan pemberian gelar. [7]
Dewan pengurus memilih dan mengangkat guru-guru besar untuk tiap fakultas.
Kemudian Panitia perbaikan STI yang telah menetapkan tujuh butir
keputusan tersebut menetapkan pula susunan Dewan Pengurus untuk peratama
kali, yakni : Ketua: KHR. Fatchurrahman Kafrawi, Wakil Ketua: KH. Faried
Maroef, Sekretaris: K. Malikus Suparto, Anggota-anggota: Mr. R. Sunardjo, Prof.
Drs. A. Sigit, Prof, KHA. Kahar Muzakkir, Ustadz Sulaiman, Husein Jahja, dan
Kertosudarman. Kemudian setelah terbentuknya Dewan Pengurus tersebut
dapat mengambila langkah-langkah untuk segera mewujudkan UII sesuai dengan
sifat, bentuk, dan isi yang diinginkan. Maka, hal-hal yang dilakukan sebagai
persiapan untuk merubah STI secara resmi ialah : [1] Menyusun berbagai
peraturan dasar yang diperlukan, [2] Berusaha menjadikan Badan Wakaf UII
sebagai badan hukum. [3] Menyempurnakan segala usaha keuangan. [4]
Mengusahan gedung-gedung dan peralatannya. [5] Melengkapi tenaga-tenaga
ahli dalam bidang akademik. Sdangkan tenaga-tenaga ahli bidang akademik
untuk langkah pertama ditetapkan Dewan Pengurus adalah sebagai beikut:
Pertama, Susunan Senat UII, terdiri dari : Ketua: Prof. KHA. Kahar Muzakkir.
Sekretaris: Ustadz Sulaiman. Anggota-anggota: Prof.Dr.Abutari,
Prof.Dr.Mr.Kusuma Atmadja, Prof. Dr.Poerbotjaroko, Prof. Mr. Notosusanto, Prof.
Drs. A. Sigit, Prof. Mr. RH. Kasman Singodemedjo, Ir.Poerbadiningrat, Dr.Abu
Hanifah, Abdullah Noeh, Ismail Banda,MA., M.Latjuba, BKRT. Hertogdjojonegoro,
dan lain-lain. Kedua, Pimpinan-pimpinan Fakultas-fakultas, terdiri dari : Rektor
Manificus merangkan Dekan Fakultas Agama : Prof. KHA. Kahar Muzakkir. Dekan
Fakultas Hukum : Prof. Dr. Mr. Kusumah Atmadja. Dekan Fakultas Pendidikan:
Prof. Drs. A. Sigit. Dan Dekan Fakultas Ekonomi : Prof.Dr.Abutari.
Untuk memulai secara resmi mengubah STI menjadi UII pada bulan Maret
1948 diadakan upacara pembukaan pendauluan yakni pembukaan kelas
pendahuluan. Pembukaan ini dilakukan di Pendopo nDalem BPH. Poerbojo di
Ngasem Yogyakarta. Berbeda dengan kelas pendahuluan kelas A dan B,
sedangkan mahasiswa yang diterima masuk tingkat pendahuluan itu adalah
pelajar Madrasah Menengah lima tahun. Guru-guru pada tingkat pendahuluan
diketuai oleh Prof. KHA. Kahar Muzakkir dengan para anggota terdiri dari Ir. S.
Poerbadiningrat, Dr. Surono, Prof. Mr. RH. Kasman Singodimedjo, Hadi Miadji,
Imam Sudiyat, dan R. Moertono. Maka setelah tingkah pendahuluan resmi
dibuka, berarti segala sesuatu yang diperlukan telah dipersiapkan untuk segera
meresmikan perubahan STI menjadi UII. Dengan demikian, tepat pada tanggal 10
Maret 1948 M, Universitas Islam Indonesia [UII] dibuka dengan resmi untuk
menggantikan STI. Maka Universitas Islam Indonesia [UII] yang ada dan
berpusat di Yogyakarta sekarang adalah UII yang diresmikan pada tanggal 27

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 35 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

Rajjab 1367 H atau 10 Maret 1948 M yang merupakan kelanjutan dan pengganti
dari STI yang dibuka pertama kali di Jakarta pada tanggal 27 Rajjab 1361 H atau
8 Juli 194550.
Jadi, Sekolah Tinggi Islam [STI] yang diubah menjadi Universitas Islam
Indonesia [UII], tepatnya pada tanggal 10 Maret 1948, dengan mempunyai
beberapa fakultas yaitu fakultas agama, fakultas hukum, fakultas ekonomi, dan
fakultas pendidikan [paedagogik]. Kemudian, pada tahun 1950, fakultas agama
diserahkan kepada Kementerian Agama RI, dan dijadikan Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri [PTAIN] dengan peraturan Pemerintah No.34 tahun 1950
[Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, hlm. 288]. dan
kemudian berkembang perguruan tinggi Islam dan perguruan tinggi lain sampai
saat ini.
Dari paparan di atas, dapat dikatakan bahwa Sekolah Tinggi Islam [STI]
yang sekarang menjadi UII adalah Universitas swasta nasional yang paling tua di
Indonesia, karena pada saat itu [beberapa lama] setelah UII didirikan di
Indonesia belum ada satupun universitas yang didirikan dan bercorak nasional.
Memang, secara umum sudah ada Perguruan Tinggi yang lebih dahulu ada
sebelum UII yaitu perguruan tinggi yang tidak bernafas kebangsaan Indonesia
melainkan merupakan produk pemerintahan kolonial Belanda sebagai strategi
politis etik [menjaga opini publik tentang sikap penjejah kepada pribumi].
Lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang tidak bernafas kebangsaan Indonesia
yang didirkan oleh pemerintahan kolonial Belanda adalah Technische
Hoogeschool [yang kini bernama ITB, berdiri tahun 1920 di Bandung], Recht
Hoogeschool [Sekolah Tinggi Hukum, berdiri tahun 1924 di Jakarta], dan
Pendidikan Tinggi Pertanian [berdiri di Bogor tahun 1941]. Perguruan tinggi ini
tidak bernafas kebangsaan Indonesia, tetapi merupakan produk pemerintahan
kolonial Belanda.
IIII. Lembar Latihan
Pada lembar latihan ini, mahasiswa diminta untuk menjawab atau memecahkan
masalah pada akhir kuliah, sebagai berikut.
1. Apa yang menjadi kekhawatiran dan analisis Snouck Horgronje, terhadap
Pan-Islamisme yang akan masuk ke Indonesia?
2. Apa yang menjadi perhatian organisasi Jamiatul Wasiliyah, sehingga
pimpinan berpikiran maju, jelaskan?
3. Gerakan pengembagan organisasi Muhammadiyah tidak dapat dilepaskan
dari situasi sosial. Kmukakan situasi sosial tersebut!
4. Apa alasan didirikannya organisasi Nahdlatul Ulama. Pada mulanya
organisasi ini merupakan organisasi keagamaan dan kemudian terlibat dalam
dunia politik. Kemukakan alasannya!
5. Apa yang mewarnai kebijakan pemerintahan Belanda dalam bidang
pendidikan di Indonesia?
50
Ibid, hlm.29.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 36 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

6. Apa sumbangan pemerintahan pendudukan Jepang terhadap bangsa


Indonesia!
7. Kemukakan pandangan atau analisis saudara tentang slogan Cak Nur Chalis
Majid tentang Islam Yes, Partai Islam No!
8. Keputusan mendidikan Sekolah Tinggi Islam dilatarbelakangi oleh beberapa
hal. Kemukakan hal-hal tersebut!
9. Organisasi Islam yang terkumpul dalam Masyumi pada awal tahun 1945
melahirkan beberapa keputusan. Kemukakan keputusan tersebut!
10. Keputusan mendirikan Perguruan Tinggi Islam didasari oleh beberapa faktor.
Kemukakan dan jelaskan faktor-faktor tersebut!

Silahkan saudara latihan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas,


agar memudahkan saudara ketika mengikuti Ujian Semestes.

MODUL XII
PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM

I. Petunjuk Umum
Petunjuk umum ini, memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut :
6. Tujuan Pembelajaran
Setelah kuliah berakhir, mahasiswa memahami masa depan kebudayaan
dan kebangkitan kebudayaan Islam.

7. Materi
Masa Depan Kebudayaan dan Kebangkitan Kebudayaan Islam

8. Indikator Pencapaian
Mahasiswa dapat menjelaskan masa depan kebudayaan dan kebangkitan
kebudayaan Islam.

4. Sumber
Fahmi Huwaidi, Kebangkitan Islam dan Persamaan Hak Antar Warga Negara,
http://media. isnet.org/islam/ Bangkit/ Huwaidi1.html, akses, 2/9/2003.
Faisal Ismail, 1998, Paradigma Kebudayaan Islam, Studi Kritis dan Refleksi
Historis, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, hal, 261-272].
Hasan at-Turabi, kebangkitan Islam [fakta dan analisa], http://www. geocities.
com/ kebenaran_ islam/ kebangkitan. html, akses, 2/9/2003.
Nourouzzaman Shiddiqi, 1996, Jeram-jeram Peradaban Muslim, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.

5. Strategi Pembelajaran

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 37 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

Strategi pembelajaran yang digunakan adalah Studi Kritis dengan skenario


kelas, waktu 100 menit, langkah-langkah yang dilakukan, sebagai berikut :
a. Langkah pertama, dosen membagikan handout kepada masing-masing
mahasiswa per individual dan dosen meminta mahasiswa untuk
membaca dan memahami serta berusaha menangkap permasalahan
pada teks tersebut.
b. Langkah kedua, dosen meminta masing-masing mahasiswa secara
individu untuk mengemukakan hasil kajiannya dan ditanggapi oelh
mahasiswa yang lain.
c. Langkah ketiga, dosen meminta salah seorang mahasiswa untuk
menyimpulkan hasil diskusi tersebut
d. Langkah keempat, diskusi dihentikan, dosen menyimpulkan hasil diskusi
tersebut dan kemudian menutup dengan doa.

6. Lembar Kegiatan Pembelajaran


d. Pahami dan kuasai materi ini dengan baik, agar pada waktu
menggunakan Studi Kritis di kelas tidak banyak mengalami kesulitas.
e. Mulailah memotivasi diri untuk membaca, dari yang mudah, dan mulai
membaca sekarang.
f. Bacalah skenario pada petunjuk umum, sehingga memudahkan
mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran di kelas.

7. Evaluasi
c. Setelah kegiatan belajar berakhir, mahasiswa diminta mengerjakan test
[post test], sehingga dapat diketahui seberapa jauh Tujuan Pembelajaran
dalam pembahasan materi tersebut dapat tercapai.
d. Apabila mahasiswa dapat menjawab 70% dari soal-soal test dengan betul,
berarti mahasiswa telah mencapai Tujuan Pembelajaran dalam
pembahasan materi yang disampaikan dosen.

II. Materi Kuliah

MASA DEPAN KEBUDAYAAN DAN PERADABAN ISLAM

1. Dinamika Gerakan Kebangkitan Islam


Abad ke-15 Hijriah dicanangkan oleh seluruh umat Islam sebagai abad
kebangkitan kembali Islam. Chandra Muzaffar menanggapi gaung kebangkitan
kembali Islam ini sebagai suatu proses historis yang dinamis. Ada tiga pengertian
tentang konsep kebangkitan kembali Islam yang dikemukakan oleh Muzaffar, dua di
antaranya adalah : Pertama, konsep ini merupakan suatu penglihatan dari dalam,
suatu cara pandang dalam mana kaum muslimin melihat derasnya dampak agama

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 38 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

di kalangan pemeluknya. Hal ini menyiratkan kesan bahwa Islam menjadi penting
kambali. Artinya, Islam memperoleh kembali prestise dan kehormatan dirinya.
Kedua, kebangkitan kembali mengisyaratkan bahwa keadaan tersebut telah
terjadi sebelumnya. Maka dalam gerak kebangkitan kembali ini terdapat keterkaitan
dengan masa lalu; bahwa kejayaan Islam pada masa lalu itu jejak hidup Nabi
Muhammad saw, dan para pengikutnya memberi pengaruh besar terhadap
pemikiran orang-orang yang menaruh perhatian pada jalan hidup Islam pada
masa lalu51.
Menurut Chandra Muzaffar, kebangkitan kembali Islam antara lain diilhami
oleh beberapa faktor, yaitu: Pertama, kekecewaan terhadap peradaban Barat
secara keseluruhan yang dialami oleh generapi baru Muslim. Kedua, gagalnya
sistem sosial yang bertumpu pada kapitalisme dan sosialisme. Ketiga, ketahanan
ekonomi negara-negara Islam tertentu akibat melonjakkanya harga minyak, dan
Keempat, rasa percaya diri kaum Muslimin akan masa depan mereka akibat
kebenangan Mesir atas Israil tahun 1975, revolusi Iran tahun 1979 dan fajar
kemunculan kembali peradaban Islam abad ke-15 menurut kalender Islam52.
Di sisi lain, sebagian ahli mengatakan bahwa kebangkitan Islam merupakan
wacana yang suram dalam pemikiran Islam kontemporer. Tetapi, fenomena ini tidak
sepenuhnya tampak jelas, tetapi sebaliknya tidak pula dapat dikatakan tidak jelas.53
Fenomena ini dapat diamati dibeberapa negara Islam yang mengalami krisi politik,
eknomi, dan sosial budaya seperti Afganistan, Iraq, Indonesia sebagai negara
muslim yang mengalami krisis ekonomi berkepanjangan. Palestina yang
mengalami tekanan dari Israil dan Amerika yang tidak memapu bangkit dan
berkembang, serta Iraq yang dijajah oleh Amerika sebagai emperialisme baru diera
modern.
Ungkapan kebangkitan kembali di atas menyiratkan adanya proses dan
gerak berkesinambungan yang mengacu ke masa depan yang dinamik. Dinamik
Islam dalam kebudayaan sebagaimana telah dicapainya pada masa-masa
keemasannya diharapkan dapat tampil kembali dan sekaligus menjadi tenaga
penggerak bagi munculnya kejayaan budaya baru di masa depan. Kejayaan ini
hanya akan mucul jika dinamika Islam benar-benar dapat menyentuh dan
membangkitkan seluruh rangsangan budaya. Untuk itu sikap kultural yang kreatif
harus tumbuh dan menggelora dalam gerak dunia Islam54.
Tantangan terhadap Islam dewasa ini justru datang dari segi kebudayaan.
Persoalan kebudayaan dan peradaban kurang menjadi perhatian dan pemikiran
51
Chandra Muzaffar, Kebangkiuatn Kembali Islam: Tinjauan Global dengan Ilustrasi dari Asia Tenggara,
dalam Taufik Abdullah dan Sharon Siddiqie, eds., Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, terj.
Rachman Achwan, LP3ES, 1989, Jakarta, hlm. 7., dan dalam Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam,
Studi Kritis dan Refleksi Historis, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, hlm.261.
52
Ibid, hlm. 32 dan Faisal Ismail, ibid. 262.
53
Fahmi Huwaidi, Kebangkitan Islam dan Permaslahan Hak Antara Warga Negara, From: http:/ /mediua.
isnet.org/islam/Bangkit/Huwaidi1.html., akses, 2 September 2003.
54
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam, Studi Kritis dan Refleksi Historis, Titian Ilahi Press,
Yogyakarta, hlm.262

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 39 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

baru serta kreatif sebagai upaya memajukan kebudayaan dan peradaban Islam.
Tanpaknya umat Islam lebih puas menerima kebudayaan dan peradaban dari dunia
Barat, karena takut dikatakan tidak mau menerima perubahan, ketinggalan zaman,
dan bahkan dikatakan kolot. Kemudian umat Islam mengeksport secara besar-
besaran, pemakai, dan bahkan sebagai pengagum budaya dan peradaban Barat.
Jadi, tantangan Islam dewasa ini justru dari segi kebudayaan. Artinya pemikiran
umat Islam pada masalah ibadah [formal] sudah selesai. Asal ibdat itu dikerjakan
dengan baik, benar, khusyu dan ikhlas, sudah memenuhi syarat. Umat Islam tidak
lagi memikirkan tata cara dan upacaranya, sebab telah ada ketentuan-ketentuan
dari Allah yang sudah pasti, permanen dan serba tetap. Namun untuk masalah-
maslah kebudayaan meminta perhatian dan pemikiran-pemikiran baru yang kreatif
dalam upaya memajukannya.55
Untuk selalu mengagung-agungkan kebesaran masa silam sudah bukan
waktunya lagi. Mempelajarinya masa lalu sebagai pengalaman, pengetahuan, dan
sejarah [historis] untuk membangun perdaban masa depan adalah suatu hal yang
harus dilakukan. Tetapi, sikap selalu mengagungkan kebesaran masa silam
adalah sikap defensif dan apologetis. Mental defensif dan apologetis dalam banyak
hal tidak selalu menguntungkan karena berpikir secara reaktif, tidak kreatif. Sikap
dan mental defensif dan sikap apologetis hanya memberikan kepuasaan
sementara dan kebanggaan semu, tetapi tidak memberikan fungsi sebenarnya
kepada akal. Karena itu, dalam rangka pengembangan kebudayaan Islam, akal
harus difungsikan secara kreatif untuk menghasilkan karya-karya yang
mengukuhkan eksistensi pilar-pilar masa depan Islam. Untuk itu, kebesaran masa
lalu memang harus dipelajari secara seksama, bukan untuk didengungkan dan
membuat kita terlena, tetapi dengan pelajaran dan pengalaman masa lalu itu kita
harus membuat era kejayaan yang baru56 untuk masa sekarang dan masa akan
datang.
Al-Quran memberi sinyalemen sebagai berikut, Apakah meraka tidak
memjelajahi bumi dan memperhatikan bagaimana akibat [yang dialami] orang-
orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu lebih kuat daripada mereka [sendiri]
[Q.S. Ar-Ruum [30]:9].57 Apakah mereka tidak melawat di bumi, maka mereka
tidak memperhatikan bagaimana akibat orang-orang yang sebelum mereka? Allah
menimpakan kebinasaan atas mereka [Q.S. Muhammad [47]:10].58 Dari dua ayat
Quran ini, jelas menunjukkan bahwa manusia harus memperhatikan dan
mempelajari pengalaman orang-orang masa lalu. Hal itu, berarti umat Islam
diperintahkan mempelajari sejarah? Mengapa? Sejarah adalah cermin masa lalu
untuk dijadikan pedoman bagi masa kini dan mendatang. Oleh karena itu, sejarah
bagi kaum muslimin tidak hanya bermanfaat bagi cermin dan pedoman, tetapi juga
menjadi alat untuk memahami secara lebih tepat sumber-sumber Islam. Melalui dan
55
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam, Studi Kritis dan Refleksi Historis, hlm.262.
56
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam, Studi Kritis dan Refleksi Historis, hlm.262
57
Al-Quran, Surat Ar-Ruum [30], ayat 9.
58
Al-Quran,Surat Muhammad [47], ayat 10

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 40 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

dari sejarah, orang akan mengenal siapa dirinya serta memperoleh keteladanan. 59
Dari sini, hal-hal yang positif dapat terus dikembangkan, sehingga kita dapat
membuat era kejayaan yang baru untuk masa sekarang dan masa akan datang
untuk membangun peradaban manusia.
Al-Quran mendorong umat Islam untuk menjadi sebaik-baik umat, bukan
sebaliknya. Sudah barang tentu kita tidak ingin menjadi seburuk-buruk golongan
umat, akan tetapi kita ingin menjadi sebaik-baik golongan ummat, karena Islam
mengajarkan untuk menjadi ummat terbaik [khairu ummah].60 Yakni ummat yang
telah memiliki kejayaan dan kemulyaan pada masa silam dan berusaha terus untuk
meraih kemajuan, kemulyaan dan kejayaan baru. Maka, tentang kemulyaan di
masa silam, ummat Islam telah mempunyainya. Sekarang, kemulyaan dan
kejayaan untuk era budaya baru harus diciptakan kembali61.
Dalam sejarahnya, keyajaan itu bukan hanya terjadi di Barat seperti kita
saksiakan ini. Tetapi kejayaan selalu berpindah tangan dari satu bangsa kepada
bangsa lain. Garis besar perjalanan sejarah kejayaan itu bermula dari Mesir,
berpindah ke Babilonia, dari Babilonia ke Aegian, dari Aegian ke Yunani, dari Yunani
ke Carthago, dari Carthago ke Roma, dari Roma ke ummat Islam, dan akhirnya dari
ummat Islam berpindah ke Barat. Maka, kejayaan Barat dan kebudayaannya
sekarang ini pun sudah diramalkan akan juga berakhir62.
Di ambang pintu berakhirnya dominasi Barat modern dewasa ini, kesempatan
besar terbuka bagi Islam untuk membuat kejutan-kejutan kemajuan budaya baru.
Menurut Faisal Ismail, bahwa hal ini bukan suatu hal yang mustahil terjadi, karena
Tuhan sendiri menggilirkan hari-hari kejayaan itu di antara para manusia [bangsa] 63.
Menurut Faisal Ismail, kejutan-kejutan sebanarnya sudah dimulai oleh pelopor-
pelopor kebangkitan Islam, seperti Jamaluddin al-Afghani [1838-1897 M], Syaikh
Muhammad Abduh [1849-1905 M] bersama muridnya Syaikh Rashid Ridha [1856-
1935 M], yang mengumandangkan ruh jihad dan ijtihad. Al-Afghani, menulis buku
dalam bahasa Persia dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad
Abduh dengan judul Ar-Ruddu alad-Dahriyin [Penolakan atas Paham Materialisme].
Al-Afghani, memperingatkan bahwa terdensi berbahaya yang melekat pada
kebudayaan Barat adalah materialisme64.
Lewat poyek politiknya yang terkenal dengan Pan-Islamisme, al-Afghani
terkenal sebagai seorang arsitek dan aktivis revitalis Muslim pertama yang
menggunakan konsep Islam dan Barat sebagai fenomena sejarah yang
berkonotasi korelatif dan sekaligus bersifat antagonistik. Seruang al-Afghani
kepada dunia dan umat Islam untuk menentang dan melawan Barat, sebab al-
Afghani melihat kolonialisme Barat sebagai musuh yang harus dilawan karena
59
Nourouzzaman Shiddiqi, 1996, Jeram-jeram Peradaban Muslim, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 3-4.
60
Al-Quran, Surat Ali Imran, ayat 110.
61
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam, Studi Kritis dan Refleksi Historis, hlm. 263
62
Ibid, hlm.263
63
QS. Ali Imran ayat 140, dalam Faisal Ismail, hlm. 264.
64
Ibid, hlm. 264

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 41 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

mengancam Islam dan umatnya. Sementara disisi lain, al-Afghani juga


menghimbau dan menyerukan kepada umat Islam untuk mengembangkan akal dan
teknik seperti yang dilakukan oelh Barat agar kaum Muslimin menjadi kuat 65. Ide
pembaruan dan kebangkitan Islam yang dilancarkan oleh Muhammad Abduh,
pembaru dari Mesir itu, juga memiliki pengaruh yang luas. Gagasan-gagasan
pemabruan Abduh diformulasikan oleh HAR Gibb ke dalam empat butir penting,
yaitu :
1. Memurnikan Islam dari pengaruh-pengaruh dan praktik-
praktik yang merusak.
2. Melakukan reformasi pendidikan tinggi Islam.
3. Melakukan reformasi doktrin Islam berdasarkan
pemikiran modern.
4. Mempertahankan Islam dari serangan-serangan Barat-
Kristen66.
Muhammad Iqbal [1873-1938 M] dari India, seorang penyair sekaligus filosof,
yang banyak mendalami kebudayaan Barat dan kebudayaan Islam. Iqbal lewat
puisi-puisinya merangsang dan membangun semangat juang ummat Islam untuk
kejayaan Islam. Iqbal memperingatkan bahwa cita etis dalam kebudayaan Barat
telah digantikan oleh paham serba guna [utilitarianisme] dalam bentuknya yang
kasar, yaitu serba dagang atau komersialisme. Oleh karena itu, Iqbal lewah sebuah
pusinya mengkritik kebudayaan Barat, yaitu : Akal budi dan agama telah diperdaya
bidah. Dan cuta-cita asyiklah dialihkan serba dagang semata. Kau berserikat
dengan benda, Tak memberikan padamu apa-apa, kecuali perhiasan zahir.
Kamatian mencanangkan kedatangan hidup baru untuk dunia67.
Kesempatan-kesempatan baik bagi Islam semakin terbuka juga dengan telah
bangkinya negara-negara Islam dari cengkraman penjajahan, terutama di Asia dan
Afrika, yang berpenduduk mayoritas Islam. Selain itu, telah didirikan organisasi-
organisasi Islam untuk menggalang persatuan dan kesatuan Islam secara
internasional, yang sangat berguna bagi forum dialog dalam merundingkan
permasalahan-permasalahan Islam dan sekaligus memecahkannya. Diskusi,
konsultasi dan konsolidasi makin terasa intensif dilakukan di Dunia Islam68.
Organisasi-organisasi Islam internasional itu di antaranya dapat disebut World
Muslim Conggres, [bermarkas di Karachi], World Muslim League [Rabithah Alam
Islamy, berpusat di Mekkah dan Majlis Ala al-Alamy lil-Masajid [Dewan Masjid se-
Dunia], berkedudukan di Mekkah. Di samping itu muncul pula pusat-pusat Islam
[Islamic Centre] di berbagai kota dan negara seperti di Washington [Amerika
Serikat], Londong, Jepang, Belanda, Jerman dan sebagainya. Maka dengan lewat

65
Wilfred Cantwell Smith, 1977, Islam in Modern History, Princton University Press, New Jersey, hlm. 49
dan 50., dalam Faisal Ismail, hlm. 264.
66
HAR Gibb, 1970, Modern Trends in Islam, Octagon Books, New York, hlm. 33., dalam Faisal Ismail, hlm.
264-265.
67
M, Natsir, 1976,World of Islam Fertifal dalam Perspektif Sejarah, Yayasan Idayu, Jakarta, hlm.21.
68
Faisal Ismail, 1998, op.cit., hlm. 265.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 42 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

borsur-brosur dari oragnisasi-organisasi tersebut, ajaran-ajaran Islam disebarkan


menebus radius lingkungan yang lebih luas69.
Dalam gerakan kebangkitan kembali itu terlihat pula kemajuan pembangunan
ekonomi yang sedikit demi sedikit menanjak maju di kalngan negara-negara Islam.
Bangsa-bangsa Arab di kawasan Timur Tengah dengan kekayaan minyaknya
semakin memperlihatkan getaran-getaran kemajuan. Negara-negara Arab ini
sempat membuat resah negara-negara industri Barat dengan politik embargi
minyak-nya ketaika terjadi perang Arab-Israil di tahun 1970-an. Embargo minyak
oleh negara-negara Arab ini telah mencemaskan negara-negara Barat bagi
kelangsungan hidup industri-industri mereka70. Sekarang ini, pada dekade 2000-an
negara Pakistan dan Iran, juga menggetarkan negara Eropa dan Barat dengan
program teknologi nuklirnya.
Proses kebangkitan kebudayaan Islam makin terasa. Ini tidak lain karena
Islam itu sendiri yang menjadi energi ruhaniah dan etos akliyah. Energi, vitalitas dan
etos inilah yang memberi semangat renaissance kebudayaan di kalangan umat
Islam dewasa ini. Menarik apa yang ditulis seorang guru besar dari universitas
McGill, Charles J. Adams, bahwa :
Tercapainya kemerdekaan politik dan berkembangnya kesadaran nasional di
kalangan umat Islam disertai satu renaissance kebudayaan. Umat Islam menoleh
kembali kepada sejarah kejayaan mereka di zaman lampau untuk menemukan
kembali identitas mereka, serta mendapatkan bimbingan hidup dalam menghadapi
keadaan dan persoalan-persoalan yang serba sulit dan berat dalam dunia medern
sekarang. Setelah mereka kehilangan vitalitas selama beberapa abad sampai
sekarang, Islam sekali lagi menempuh masa kebangkitannya. Umat Islam yang
berjumlah 1/7 atau lebih dari jumlah penduduk dunia, setiap hari meningkat baik
dalam jumlahnya atau pun dalam kekayaannya dan nilai kedudukannya.
Vilatitas baru di kalangan umat Islam ini juga membawa kebangkitan dalam
arti religius [keagamaan] di antara mereka sendiri. Di tengah-tengah mereka
mengalami kemerosotan dari dalam dan menghadapi tekanan-tekanan dari luar,
mereka berusaha memurnikan dan memuliahkan segi-segi penting dari ajaran
agama yang mereka warisi. Islam telah mencapai dinamika baru dan merupakan
suatu kekuatan utama yang mendorong umat Islam untuk memperoleh kedudukan
lebih baik di dunia ini71.
Maka, jika dikaitkan dengan situasi dunia Islam dewasa ini, apa yang ditulis
Adams, agaknya tidak jauh berbeda, bahkan itulah yang sebenarnya terjadi:
kebangkitan Islam dengan renaissance kebudayaannya72.

2. Kebangkitan Kembali Kebudayaan Islam

69
Ibid, hlm. 266.
70
Ibid, hlm. 266.
71
M. Natsir, 1976, op.cit., hlm. 38-39.
72
Faisal Ismail, 1998, op.cit., hlm. 269.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 43 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

Situasi yang melatarbelakangi dunia dewasa ini memang memungkinkan Islam


untuk hadir dan tampil kembali. Barat dengan kebudayaannya sudah diramalkan
akan tamat, sementara itu akan muncul peradaban baru yang bercorak keagamaan
ideal. Khurshid Ahmad, berbicara tentang kita berjuang, dana masa depan adalah
Islam ketika mengantarkan buku karya Abul Ala Maududi Islam Today, agaknya hal
itu bukan suatu ilusi. Sebab tak kurang dari seorang G.B. Shaw meramalkan bahwa
Islam akan dapat menancapkan eksistensinya di Eropa. Shaw, juga berbicara
tentang daya-tarik Islam, vitalitasnya yang mengagumkan, dan kapasitas asimilasi
Islam terhadap perubahan-perubahan dari eksistensi ini.
Lengkapnya, Shaw berkata : Apabila ada agama yang mendapatkan
kesempatan untuk memerintah negeri Inggris, bukan, malahan Eropa, pada seratus
tahun yang akan datang, maka agama itu tidak lain adalah Islam. Saya selalu
menempatkan agama Muhammad ini pada penghargaan tinggi karena vitalitasnya
yang mengagumkan. Agama ini adalah satu-satunya agama yang menurut saya
memiliki kapasitas assimilasi terhadap perubahan-perubahan dari eksistensi ini,
yang mampu memberikan daya tariknya pada tiap-tiap masa. Saya percaya jika
ada seorang seperti Muhammad itu harus memegang kediktatoran dari dunia
modern ini, ia akan berhasil dalam menyelesaikan persoalan-persoalan dunia ini
dengan cara yang membawa kepada perdamaian dan kebahagiaan yang sangat
dibutuhkan73.
Soedjatmoko, mengemuakakan sebuah proyeksi yang menarik tentang masa
depan dunia. Soedjatmoko, mengatakan bahwa peradaban negara-negara industri
tampaknya sudak mencapai titik optimal dalam perkembangannya. Kelebihan yang
tampaknya belum dapat dikejar oleh negara-negara berkembang kini hanya tinggal
di bidang pesenjataan. Dalam keadaan demikian, negara-negara berkembang akan
dituntut untuk mengembangkan peradaban mereka sendiri74. Soedjatmoko,
memperkirakan munculnya tiga peradaban dunia dari negara-negara berkembang
di masa depan, yakni : [1] peradaban Senetik [bersumber pada dataran Cina] yang
meliputi kawasan RRC, Krea, Jepang dan Vietnam, [2] Peradaban Indik [bersumber
dari ke Indiaan] dengan lingkup sebagain kawasan Asia Tenggara, Srilangka dan
anak benua India sendiri, dan [3] Peradaban Islam yang membentang dari Asia
Tenggara hingga ke Marokko75.
Khusus tentang munculnya peradaban Islam yang diramalkan Soedjatmoko
sebagai salah satu peradaban dunia nanti, jika dikaitkan dengan pengamatan
sastrawan Inggris, Shaw, ada relevansinya. Shaw, mengatakan bahwa agama di
masa depan bagi orang-orang yang berpendidikan, berilmu, berbudaya dan

73
Dikutip dalam A. Mukti Ali, 1969, Etika Agama dalam Pembentukan Kepribadian Nasional dan
Pemberantasan Kemiskinan dari Segi Agama Islam, Yayasan Nida, Yogyakarta, hlm. 38., dana dalam Faisal
Ismail, 1998, hlm.270.
74
Faisal Ismail, 1998, hlm.270.
75
Lihat Abdurrahman Wahid, 1980, Kebangkitan Kembali Peradaban Islam Adakah Ia?, Gema, Yogyakarta,
hlm. 5., dan Faisal Ismail, 1998, hlm. 270-271.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 44 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

berkebudayaan adalah Islam. The future religion for the educated, enlightened and
cultured people will be Islam76.
Alisjahbana, dengan melihat potensi kebebasan umat Islam Indonesia dan
kuatnya nilai agama, nilai ilmu dan ekonomi pada kebudayaan Islam, menaruh
perhatian khusus dengan mengatakan : Kalau lita lihat dan bandingkan berbagai-
bagai kebudayaan ekspresif, yaitu kebudayaan yang dikuasai oleh intuisi, perasaan
dan fantasi agama dan seni, mungkin kebudayaan Islam yang dianut sebagian
terbesar dari rakyat Indonesia dan yang kuat nilai agama maupun nilai ilmu dan
ekonominya, seolah-olah teruntuk buat serta mencari jawab soal-soal manusia
abad ke-2077.
Selanjutnya Alisjahbana mengatakan, untuk melakukakan hal itu, ahli-ahli fikir
Islam mesti kembali merumuskan keseimbangan antara agama dan ilmu, antara
kekudusan rahasia hidup dan alam semesta dengan kenyataan dunia empirik yang
dapat dikaji oleh pikiran. Jika ini dapat dilakukan, maka tidak mustahil dalam zaman
ini, umat Islam dapat memimpin seluruh dunia dalam menghadapi masa yang akan
datang78.
Dari pemikiran yang dikemukakan di atas, sebenarnya kebangkitan Islam dan
kebudayaan tergantung kepada umat Islam sendiri, tergantung kepada amal-amal
kultural atau aktivitas-aktivitas kebudayaan yang dilakukannya. Maka, tanpa amal-
amal kultural atau kegiatan kultural, kebangkitan kebudayaan Islam akan hanya
merupakan harapan dan pengandaian saja. Tetapi apa yang dikatakan Toynbee [1889-
1975 M] bahwa masa depan dari agama-agama besar di dunia sekarang ini,
tergantung pada apa yang mereka perbuat bagi umat manusia, di dalam abad di mana
kita hidup79. Di bagian lain, Toynbee mengatakan, bahwa : Sekarang ini pengharapan
kita untuk menolong peradaban dunia hanya tinggal kepada Islam yang masih sehat,
kuat, belum telumuri kebenarannya dengan perbuatan-perbuatan yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip yang dibawanya sebagai modal untuk menolong seluruh dunia
kemanusiaan80.
Maka dalam hubungannya dengan kejayaan masa depan Islam, umat Islam
sudah semestinya terpanggil untuk memberdayakan energi, vitalitas dan etos kerjanya
dalam rangka memperkaya karya-karya budaya dalam segala aspek hidup dan
kehidupan umat dalam memberi makna bagi manusia dan kemanusiaan.
Menggarisbawahi Toynbee, Islam harus tampil untuk menolong peradaban dunia dan
menolong seluruh dunia kemanusiaan, karena misi utama Islam sebagaimana
diungkapkan al-Quran : memberi rahmat bagi seluruh umat manusia. Maka. Misi ini
sudah barang tentu akan memacu Islam dan umatnya untuk tampil sebagai alternatif

76
Dikutip dalam Endang Basari Ananda, 1977, Percikan Pemikiran Tentang Islam, cet. Ke-1, Bulan Bintang,
Jakarta, hlm. 51.
77
Sutan Takdir Alisjahbana, 1977, Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Jurusan Nilai-
nilai, Yayasan Idayu, Jakarta, hlm. 37-38.
78
Ibid, hlm. 38.
79
Ananda, Percikan Pemikiran, hlm. 32., dalam Faisal Ismail, 1998, hlm, 272.
80
Ibid, hlm. 51., dan Faisal Ismail, 1998, hlm, 272.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 45 dari 13


FM-UII-AA-FKA-07/R2
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas : KEDOKTERAN Pertemuan ke : Tigabelas
Jurusan/Program Studi : - Modul ke : XII
Kode Mata Kuliah : 10001011 Jumlah Halaman : 13
Nama Mata Kuliah : Pemikiran.dan Peradaban Islam Mulai Berlaku : 2008
Dosen : Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI

kekuatan budaya dan sekaligus sebagai paradigma baru yang menandai munculnya
sosok baru kebudayaan dunia81.

III. Lembar Latihan


Pada lembar latihan ini, mahasiswa diminta untuk menjawab atau memecahkan
masalah pada akhir kuliah, sebagai berikut.
1. Kebangkitan Islam antara lain diilhami oleh beberapa faktor.
Kemukakan faktor tersebut dan jelaskan!
2. Kemukakan pemikiran dan gagasan Abduh yang diformulasikan
oleh HAR. Gibb ke dalam empat butir penting!
3. Soedjatmoko, memperkirakan munculnya tiga peradaban dunia di
negara-negara berkembang di masa depan. Kemukakan tiga perdaban
tersebut!
Silahkan saudara latihan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, agar
memudahkan saudara ketika mengikuti Ujian Semestes.

81
Faisal Ismail, 1998, hlm, 272.

Versi : 1 Revisi: 2 Halaman 46 dari 13

Anda mungkin juga menyukai