REFERAT Hiperplasia Endometrium
REFERAT Hiperplasia Endometrium
Hiperplasia Endometrium
Oleh:
Tendi Roby (0815147)
Angretty Sebastian (1015030)
Brigitta Widhayu (1015056)
Rafaela Elleny (1015105)
Puspa Saraswati (1015124)
Fenny Mariady (1015152)
Pembimbing:
dr. Arief, SpOG(K)
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
Hiperplasia endometrium adalah hasil dari stimulasi estrogen secara kontinyu tanpa
dihambat oleh progesteron. Sumber estrogen dapat berasal dari endogen maupun eksogen.
Estrogen endogen dapat menyebabkan anovulasi kronik yang berhubungan dengan
polycystic ovary syndrome (PCOS) atau perimenopause. Obesitas juga tidak menghambat
paparan estrogen berkaitan dengan kadar estradiol yang tinggi secara kronis, hasil dari
aromatisasi androgen dalam jaringan lemak dan konversi androstenedione ke estrone.
Hiperplasia endometrium dan kanker endometrium juga dapat berasal dari tumor ovarium
yang mensekresikan estradiol seperti tumor sel granulosa.
2.3 Klasifikasi
1. Endometrium poliklonal yang normal secara difus berespon terhadap lingkungan hormonal
yang abnormal, dan
2. Lesi monoklonal intrinsik proliferatif yang muncul secara fokal dan memberi peningkatan
risiko adenocarcinoma. Nomenklatur ini menekankan potensi ganas prekanker endometrium,
sesuai dengan preseden serupa di leher rahim, vagina, dan vulva.
Dengan sistem ini, anovulasi nonatypical atau endometrium yang terpajan estrogen
berkepanjangan umumnya ditetapkan sebagai hiperplasia endometrium. Sebaliknya,
endometrium neoplasia intraepithelial digunakan untuk endometrium yang premalignant
dengan kombinasi tiga fitur morfometrik, yaitu volume yang glandular, kompleksitas
arsitektur, dan kelainan sitologi. Ssistem klasifikasi EIN adalah cara yang lebih akurat dan
dapat memprediksi perkembangan kanker, tetapi belum dilaksanakan secara universal. (John
O. Schorge, 2008)
Hiperplasia endometrium paling sering didiagnosa pada wanita post menopause, tetapi wanita
dengan umur berapapun dapat menjadi faktor resiko bila terpapar estrogen yang tidak
terhambat. Hiperplasia endometrium sering pada wanita muda dengan anovulasi kronik
karena PCOS atau obesitas.
2.5 Patogenesis
Siklus menstruasi normal ditandai dengan meningkatnya ekspresi dari onkogen bcl-2
sepanjang fase proliferasi. Bcl-2 merupakan onkogen yang terletak pada kromosom 18 yang
pertama kali dikenali pada limfoma folikuler, tetapi telah dilaporkan juga terdapat padaa
neoplasma lainnya. Apoptosis seluler secara parsial dihambat oleh ekspresi gen bcl-2
yangmenyebabkan sel bertahan lebih lama. Ekspresi dari gen bcl-2 tampaknya sebagian
diregulasi oleh faktor hormonal dan ekspresinya menurun dengan signifikan pada fase sekresi
siklus menstruasi. Kemunduran ekspresi dari gen bcl-2 berkorelasi dengan gambaran sel
apoptosis pada endometrium yang dilihat dengan mikroskop elektron selama fase sekresi
siklus menstruasi. Identifikasi dari gen bcl-2 pada proliferasi normal endometrium sedang
dalam penelitian tentang bagaimana perannya dalam terjadinya hiperplasia endometrium.
Ekpresi gen bcl-2 meningkat pada hiperplasia endometrium tetapi terbatas hanya pada tipe
simpleks. Secara mengejutkan, ekspresi gen ini justru menurun pada hiperplasia atipikal dan
karsinoma endometrium.
Peran dari gen Fas/FasL juga telah diteliti akhit-akhir ini tentang kaitannya dengan
pembentukan hiperplasia endometrium. Fas merupakan anggota dari keluarga tumor necrosis
factor (TNF)/Nerve Growth Factor (NGF) yang berikatan dengan FasL (Fas Ligand) dan
menginisisasi apoptosis. Ekpresi gen Fas dan FasL meningkat pada sampel endometrium
setelah terapi progesteron. Interaksi antara ekspresi Fas dan bcl-2 dapat memberikan
kontribusi pembentukan dari hiperplasia endometrium. Ekspresi gen bcl-2 menurun saat
terdapat progesteron intrauterin sedangkan ekspresi gen Fas justru meningkat.
Studi diatas telah memberikan tambahan wawasan tentang perubahan molekuler yang
kemudian berkembang secara klinis menjadi hyperplasia endometrium. Dibutuhkan
penelitian lebih lanjut untuk mengklarifikasi peran bcl 2 dan Fas/FasL pada patogenesis
molekular terbentuknya hiperplasiaendometrium dan karsinoma endometrium.
2. 6 Diagnosis
2.6.2 Histeroskopi
Karsinoma endometrium
Abortus inkomplit
Leiomyoma
Polip
2.8 Penatalaksanaan
1. Terapi progesterone
Terapi progestin sangat efektif dalam mengobati hiperplasia endometrial tanpa atipik,
akan tetapi kurang efektif untuk hiperplasia dengan atipik. Terapi cyclical progestin
(medroxyprogesterone asetat 10-20 mg/hari untuk 14 hari setiap bulan) atau terapi
continuous progestin (megestrol asetat 20-40 mg/hari) merupakan terapi yang efektif
untuk pasien dengan hiperplasia endometrial tanpa atipik. Terapi continuous progestin
dengan megestrol asetat (40-160 mg/hari) kemungkinan merupakan terapi yang paling
dapat diandalkan untuk pasien dengan hiperplasia atipikal atau kompleks. Terapi
dilanjutkan selama 2-3 bulan dan dilakukan biopsi endometrial 3-4 minggu setelah
terapi selesai untuk mengevaluasi respon pengobatan. (Lurain, 2007)
2. Histerektomi
Khusus bagi penderita hiperplasia kategori atipik, jika memang terdeteksi ada kanker,
maka jalan satu-satunya adalah menjalani operasi pengangkatan rahim. Histerektomi
adalah terapi yang terbaik untuk penderita hiperplasia endometrium kategori atipik.
(Schorge, Schaeffer, Halvorson, Hoffman, Bradshaw, & Cunningham, 2008)
2.9 Pencegahan
Langkah-langkah yang bisa disarankan untuk pencegahan, seperti:
1. Melakukan pemeriksaan USG dan / atau pemeriksaan secara rutin untuk deteksi dini
ada kista yang bisa menyebabkan terjadinya penebalan dinding rahim
2. Penggunaan estrogen pada masa pasca menopause harus disertai dengan pemberian
progestin untuk mencegah karsinoma endometrium
2.10 Progresifitas
Seperti diketahui bahwahiperplasia endometrium berpotensi berubah menjadi
progresif ke arah karsinoma endometrium. Namun selain menjadi progresif, hiperplasia
endometrium juga dapat mengalami regresi dan jugadapat persisten. (Montgomery, Daum, &
Dunton, 2004)
Tipe Jumlah % Regresi % Persisten % Progresif
Sampel
Sederhana 93 80% 19% 1%
Sederhana 13 69% 23% 8%
dengan Atipia
Kompleks 29 80% 17% 3%
Kompleks 35 57% 14% 29%
dengan Atipia
Semua lesi 48 58% 19% 23%
dengan Atipia
2.11 Prognosis
Umumnya lesi pada hiperplasia atipikal akan mengalami regresi dengan terapi progestin,
akan tetapi memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi ketika terapi dihentikan
dibandingkan dengan lesi pada hiperplasia tanpa atipi.
Penelitian terbaru menemukan bahwa pada saat histerektomi 62,5% pasien dengan
hiperplasia endometrium atipikal yang tidak diterapi ternyata juga mengalami karsinoma
endometrial pada saat yang bersamaan. Sedangkan pasien dengan hiperplasia endometrial
tanpa atipi yang di histerektomi hanya 5% diantaranya yang juga memiliki karsinoma
endometrial. (Wildemeersch & Dhont)
BAB III
KESIMPULAN
Hammond, R., & Johnson, J. (2001). Endometrial Hyperplasia. Curr Obstet Gynecol.
Jing Wang Chiang, M., & Warner K Huh, M. (2013, March 13). Retrieved February 27, 2015, from
http://emedicine.medscape.com/article/269919-overview#showall
Kaku , T., & Tsukamoto, N. (1996). Endometrial Carcinoma Associated with Hyperplasia.
Lurain, J. R. (2007). Uterine Cancer. In J. S. Berek, Berek & Novak's Gynecology (14th Edition ed.,
pp. 1343-1403). Lippincott Williams & Wilkins.
Montgomery, B., Daum, G., & Dunton, C. (2004). Obstetrical and Gynecological Survey.
Endometrial Hyperplasia: A Review , 368-378.
Ronald S. Gibbs MD, B. Y. (2008). Danforth's Obstetrics and Gynecology Tenth Edition. Lippincott
Williams & Wilkins.
Schorge, J. O., Schaeffer, J. I., Halvorson, L. M., Hoffman, B. L., Bradshaw, K. D., & Cunningham, F.
G. (2008). Endometrial Cancer. In J. O. Schorge, J. I. Schaeffer, L. M. Halvorson, B. L. Hoffman, K.
D. Bradshaw, & F. G. Cunningham, Williams Gynecology. McGraw-Hill.
Wildemeersch, D., & Dhont, M. (n.d.). American Journal of Obstretics and Gynecologics. Treatment
of Non Atypical and Atypical Endometrial Hyperplasia With a Levonorgestrel-Releasing Intra Uterine
System , 1-4.