Laporan Kasus Epulis Kelompok Satunya
Laporan Kasus Epulis Kelompok Satunya
Kelompok 3:
PENDAHULUAN
Tumor adalah jaringan baru yang timbul dalam tubuh akibat pengaruh berbagai
faktor penyebab tumor. Tumor dapat dibagi menjadi tumor odontogenik dan non
odontogenik. Tumor odontogenik, dibagi lagi menjadi tumor yang berasal dari
ektodermal, mesiodermal, dan campuran mesio-ektodermal. Sedangkan tumor non-
odontogenik dibagi menjadi tumor osteogenik, non-osteogenik, tumor jaringan vaskuler,
dan tumor jaringan syaraf. Tumor non-osteogenik dibagi menjadi tumor epitel, hiperplasi
inflamasi dan tumor mesiodermal. Pada penggolongan ini, epulis termasuk kepada tumor
epitel.
Epulis merupakan istilah yang nonspesifik untuk tumor dan massa seperti tumor
pada gingiva (gusi). Epulis bersifat fibrous, hiperplastik atau granulatif. Epulis ini dapat
berasal dari iritasi kronis dapat juga terjadi pada pasien dengan gangguan hormonal.
TINJAUAN PUSTAKA
Secara mikroskopis terlihat jaringan gusi dibatasi oleh epitel gepeng berlapis yang
mengalami proliferasi dengan ditandai oleh adanya rate peg tidak beraturan. Stroma terdiri
dari jaringan ikat fibrosa padat dan kolagen yang tersusun dalam berkas yang tidak beraturan.
Juga ada sel radang kronis dalam stroma.
Gambar 4. Mikroskopis epulis fibromatosa
Lesi tampak sebagai pembesaran gusi yang muncul di antara dua gigi, kaya
vaskularisasi sehingga mudah berdarah dengan sentuhan dan umumnya berwarna merah
keunguan.
Ukurannya bervariasi, sebagian besar kasus biasanya berukuran kurang dari 2 cm
namun ada kasus yang ukurannya diameter melebihi 4 cm. Lesi ini dapat tumbuh menjadi
massa yang bentuknya tidak beraturan yang dapat menjadi ulserasi dan mudah berdarah. Pada
beberapa kasus giant cell epulis dapat menginvasi tulang di bawahnya sehingga pada
gambaran radiografis akan terlihat erosi tulang. Sebagian besar terdiri atas jaringan granulasi.
Konsistensi kenyal, mudah berdarah bila tersenggol.
Terlihat jaringan gusi dibatasi oleh epitel gepeng berlapis yang mengalami proliferasi
dengan rete peg (papil epitel yang masuk ke dalam stroma jaringan ikat dibawah epitel) yang
tidak beraturan. Stroma terdiri dari jaringan granulasi yang disusun oleh jaringan ikat,
pembuluh darah, sebukan sel radang akut dan kronis. Bila ada ulserasi, biasnya sel radang
yang banyak dijumpai adalah PMN sehingga dambarannya menyerupai granuloma
piogenikum.
Gambar 7. Seorang bayi perempuan dengan congenital epulis, kasus yang pertama kali
dilaporkan pada tahun 1871 dan hingga kini hanya sekitar 200 kejadian yang pernah
dilaporkan.
Pada bayi yang baru lahir dijumpai massa tonjolan pada mulutnya, biasanya pada tulang
rahang atas bagian anterior (depan). Dari 10% kasus yang dilaporkan, lesi yang terjadi adalah
lesi multipel namun dapat juga berupa lesi tunggal. Ukuran lesi bervariasi, dari 0.5 cm hingga
2 cm namun ada kasus di mana ukuran epulis mencapai 9 cm. lesi ini lunak, bertangkai dan
terkadang berupa lobus-lobus dari mukosa alveolar. Bila epulis terlalu besar, dapat
mengganggu saluran pernafasan dan menyulitkan bayi saat menyusu.
Secara histologis, epulis kongenital mirip dengan granular cell tumor yang terjadi
pada orang dewasa. Perbedaannya adalah pada epulis kongenital tidak rekuren dan
tampaknya tidak berpotensi ke arah keganasan. Kelainan ini dapat ditemui secara dini saat
sang ibu memeriksakan kandungan melalui alat sonography namun diagnosa yang pasti
belum dapat ditegakkan.
Pada sebagian besar kasus, epulis cenderung mengecil dengan sendirinya dan
menghilang saat bayi mencapai usia sekitar 8 bulan. Dengan demikian lesi yang berukuran
kecil tidak membutuhkan perawatan.
Lesi yang lebih besar dapat mengganggu pernafasan dan/atau menyusui sehingga perlu
dilakukan pembedahan dengan anestesi total. Dilaporkan keberhasilan penggunaan laser
karbondioksida untuk mengoperasi lesi epulis yang besar. Dari kasus-kasus yang ada,
kejadian ini tampaknya tidak mengganggu proses pertumbuhan gigi.
Gambar 8. Epulis Fissuratum pada anterior mandibula, pada tempat gigi palsu biasa dipasang.
Terlihat fambaran eritema. Pada permukaan lesi biasanya halus seperti pada gambar.
Penyebab dari epulis fissuratum adalah iritasi kronis ringan pada tempat pemasangan
gigi palsu. Biasanya, berhubungan dengan resopsi dari tulang alveolar, supaya gigi palsu
dapat bergerak pada mukosa vestibuler, mengakibatkan inflamasi hiperplasi jaringan yang
berproliferasi pada tepi gigi palsu tersebut.
Lesi ini dapat dihilangkan dengan eksisi. Selain itu, gigi tiruan yang menjadi
timbulnya lesi ini harus diperbaiki hingga dapat memiliki kecekatan yang baik namun tidak
memberi tekanan berat terhadap mukosa supaya mencegah iritasi yang lebih berat lagi. Meski
lesi ini sangat jarang dihubungkan dengan karsinoma sel skuamosa, namun sebagai tindakan
preventif sebaiknya dilakukan pemeriksaan mikroskopis pada lesi yang telah dibuang
tersebut.
Pemeriksaan gigi rutin, dapat mencegah epulis fissuratum. Pasien yang menggunakan
gigi palsu jarang sadar, bahwa mereka juga perlu memeriksakan kesehatan mulut mereka ke
dokter gigi, sehingga meningkatkan resiko terjadinya epulis fissuratum.
Dengan penatalaksanaan segera, prognosis dari epulis fissuratum ini adalah baik.
Masalah yang mungkin terjadi adalah, massa pada daerah mukosa vestibuler dan
berhubungan dengan gigi palsu sering lolos dari diagnosis sebagai epulis fissuratum.
Sayangnya, pada kasus yang jarang, massa ini dapat menjadi skuamos sel karsinoma atau
sudah bermetastase. Karena itu, jaringan ini, setelah diesktirpasi harus diperiksa secara
histologis. Perlu disarankan kepada pasien untuk memeriksakan gigi mereka secara rutin jika
dibutuhkan dan jika ada gangguan pada jaringan mulut.
Gambar 9. massa pada mukosa vestibuler posterior ini, berhubungan dengan penggunaan gigi
palsu total. Pada pasien ini, massa sudah berubah menjadi skuamous sel karsinoma.
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Dewi Kurniasih
Umur : 24 tahun
Pekerjaan : Pegawai swasta
Jenis kelamin : Perempuan
Masuk RSDK : 1 Desember 2011 pk. 08.30
No. CM : C326077
Alamat : Bergas Kidul Semarang
KELUHAN SUBYEKTIF
ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 1 Desember 2011 pukul 08.30 WIB di poli Gigi danMulut
RSDK
1. Keluhan utama
Benjolan pada gusi kanan bawah yang semakin hari semakin membesar.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
9 bulan yang lalu (hamil 3 bulan) muncul benjolan sebesar biji kacang di gusi kanan
bawah. Benjolan semakin lama semakin membesar, berdarah jika sikat gigi, kadang
terasa sakit, tidak pernah mengecil, terasa mengganjal saat makan dan minum, pasien
mengunyah menggunakan gigi sisi kiri. 2 hari yang lalu pasien dibawa ke RS
Ungaran. Benjolan sudah sebesar kelereng. Telah diberi obat anti inflamasi, analgetik
dan antibiotik namun tidak ada perbaikan. Kemudian pasien dirujuk ke RSDK. Tidak
ada keluhan pada gigi.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Penderita belum pernah sakit seperti ini sebelumnya
2. Riwayat hipertensi disangkal
3. Riwayat diabetes mellitus disangkal.
4. Riwayat trauma disangkal.
PEMERIKSAAN OBYEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 1 Desember 2011 pukul 08.30 WIB di poli Gigi dan Mulut RSDK.
1. KeadaanUmum
Kesadaran : komposmentis
Keadaan gizi : baik
Tampak kesakitan : tidak tampak kesakitan
Tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 87 x/menit
Frek. nafas : 18 x/menit
Suhu : 370C
STATUS LOKALIS
Rahang bawah kanan
Inspeksi : tampak benjolan gingiva antara gigi 4.3 dan 4.4 dengan diameter 2 cm ,
bertangkai, batas tegas, tanda perdarahan (-), warna merah pucat, permukaan
licin dan tidak berbenjol-benjol, terfixir
Gigi:
Gigi 1.4, 2.2, 2.3, 2.5
Inspeksi: tampak mahkota gigi kurang dari 1/3 normal
Sondasi: (-)
Perkusi: (-)
Mobilitas: (-)
Gigi 4.6 , 4.7
Inspeksi: tampak karies keadalaman profunda pada permukaan oklusal
Sondasi: (+) nyeri
Perkusi: (+)
Mobilitas: (-)
Gigi 4.3, 4.4
Inspeksi: karies (-)
Sondasi: (-)
Perkusi: (-)
Luksasi: (+)
Gigi 3.6 missing teeth
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Keluhan Utama: Suspek Epulis Gravidarum antara gigi 4.3 dan 4.4
Diagnosis Banding:
Epulis Fibromatosa, Hiperplasi gingiva
Diagnosis Penyakit Lain:
Periodontitis kronis e.c. GR gigi 1.4, 2.2, 2.3, 2.5
Periodontitis apikalis akut e.c. GP gigi 4.6 dan 4.7
Luksasi gigi 4.3 dan 4.4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi: X-foto panoramik
Pemeriksaan PA : FNA
Terapi
1. Suspek epulis gravidarum antara gigi 4.3 dan 4.4, luksasi gigi 4.3 dan 4.4
- anestesi lokal/umum
- eksisi / Ekskokleasi Epulis
Cara lokal: anestesi infiltrasi di jaringan sekitar, mencari tangkai epulis, epulis diikat,
pencabutan gigi yang terlibat
- kontrol bila ada perdarahan, kekambuhan
Pada kasus ini pasien di diagnosis dengan suspek epulis gravidarum pada gusi rahang
bawah sebelah kanan. Anamnesis didapatkan sejak sekitar 9 bulan yang lalu (saat pasien hamil 3
bulan), pasien mengeluh muncul benjolan di gusi rahang bawah sebelah kanan. Benjolan mula-
mula sebesar biji kacang semakin lama semakin membesar hingga saat ini sebesar bola kelereng,
benjolan tidak pernah mengecil, berdarah jika sikat gigi, kadang terasa sakit, terasa mengganjal
saat makan dan minum, pasien mengunyah menggunakan gigi sisi kiri. 2 hari yang lalu pasien
dibawa ke RS Ungaran. Telah diberikan obat anti inflamasi, analgetik, dan antibiotik namun
tidak ada perbaikan. Kemudian pasien dirujuk ke RSDK. Riwayat anggota keluarga yang
menderita keluhan yang sama disangkal, riwayat terpapar penyinaran di daerah mulut disangkal,
riwayat penyakit keganasan sebelumnya disangkal, riwayat sakit gigi sebelumnya (+), riwayat
darah tinggi maupun kencing manis disangkal, riwayat merokok serta mengkonsumsi alkohol
disangkal.
Pada pemeriksaan ekstraoral tidak didapatkan asimetri wajah, pembengkakan, maupun
trismus. Pemeriksaan intraoral didapatkan benjolan di mukosa ginggiva kanan bawah sebesar
bola kelereng, hiperemis (-), oedematous (+), ulcus (-). Palpasi didapatkan benjolan ukuran
2x1x0,5 cm, konsistensi keras, batas tegas, nyeri tekan (+), mudah berdarah (-), permukaan rata,
bertangkai (+).Pada pemeriksaan gigi geligi pasien juga didapatkan adanya periodontitis apikalis
akut e.c 4.6, 4.7; periodontitis kronis e.c gangren radix 1.4, 2.2, 2.3, 2.5.
Keluhan utama pasien didiagnosis sebagai epulis, yang membutuhkan pemeriksaan lebih
lanjut berupa foto panoramik dan pemeriksaan histopatologis untuk dapat mengetahui secara
pasti jenis epulis dan kemungkinan etiologi serta menyingkirkan diagnosis banding yang lain
(hiperplasi gingiva). Mengingat epulis muncul saat pasien sedang hamil trimester 1, mungkin
penyebabnya adalah perubahan hormonal, sehingga diagnosis sementara adalah suspek epulis
gravidarum. Selama kehamilan terjadi peningkatan hormon progesteron dan estrogen dalam
darah dan saliva yang dapat menyebabkan proses inflamasi dan epulis gravidarum. Reseptor
hormon progesteron dan estrogen terletak pada stratum basal dan stratum spinosum dari lapisan
epitel serta di dalam jaringan ikat, sehingga sel-sel tersebut mengalami perubahan akibat
tingginya hormon selama kehamilan. Progesteron mengakibatkan vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, dan pembuluh kapiler lebih berproliferasi. Sementara itu estrogen
berpengaruh pada proses proliferasi, diferensiasi, dan keratinisasi jaringan gingiva. Kedua
hormon tersebut meningkatkan perdarahan gingiva, menyebabkan hiperplasi gingiva dan
memperdalam pocket periodontal. Keterlibatan hormon progesteron dalam terjadinya epulis
secara khusus terbukti terlihat dari tingginya angkat kejadian epulis pada wanita pengguna
kontrasepsi hormonal berupa progesteron. Namun, sebagian besar epulis gravidarum mengalami
regresi dan menghilang setelah persalinan sehingga tidak perlu penatalaksanaan secara khusus
kecuali bila sangat mengganggu atau berdarah terus menerus. Pada kasus ini, pasien telah
melahirkan 3 bulan yang lalu, dan benjolan tidak mengecil. Walaupun telah dilaporkan ada
beberapa kasus epulis gravidarum yang tidak regresi setelah proses persalinan, tetapi mungkin
ada faktor lain yang dapat berpengaruh.
Faktor selain perubahan hormonal yang dapat menyebabkan epulis adalah faktor
buruknya higienitas oral, infeksi (virus maupun bakteri tertentu), faktor vaskuler, dan
penggunaan obat-obatan, serta trauma atau iritasi kronik lokal (kalkulus maupun benda lain yang
dapat menyebabkan iritasi dengan tingkat rendah tapi berkelanjutan). Adanya plak pada gigi
ditambah dengan adanya perubahan hormon dapat meningkatkan proses inflamasi pada gingiva.
Pada kasus ini, di mana didapatkan periodontitis pada pemeriksaan intraoral pasien, yang
menunjukkan rendahnya higienitas oral pasien, mungkin dapat disimpulkan bahwa kurangnya
higienitas oral memberatkan keadaan epulis gravidarum. Faktor mikroorganisme yang
menyebabkan infeksi (bakteri Bartonella dan virus HHV-8) biasanya berpengaruh pada kejadian
rekuren, namun hubungannya dengan epulis masih diragukan. Keluhan benjolan pada kasus ini
baru dirasakan pertama kali oleh pasien, sehingga mungkin faktor mikroorganisme yang
menginfeksi tidak berpengaruh. Faktor vaskuler yang meliputi faktor pertumbuhan untuk
pembuluh darah maupun penggunaan obat-obatan mungkin tidak berpengaruh pada kasus ini
melihat hasil anamnesis di mana pasien tidak menderita penyakit lain. Pada pasien tidak
ditemukan kalkulus yang terlihat jelas, namun mengingat banyaknya gigi yang mengalami
kelainan, mungkin banyak plak gigi yang memberatkan epulis tersebut.
Tata laksana lebih lanjut meliputi terapi epulis dan kelainan gigi. Terapi epulis dilakukan
dengan cara eksisi di mana dilakukan pengikatan tangkai epulis dan pengambilan jaringan epulis
secara menyeluruh setelah dilakukan anestesi secara lokal (dengan menggunakan anestesi
infiltrasi). Eksisi ini dilakukan apabila hasil pemeriksaan histopatologi sudah mengkonfirmasi
diagnosis epulis gravidarum. Terapi kelainan gigi lainnya meliputi ekstraksi gigi yang gangren
(non vital) dan konservasi gigi yang masih dapat dipertahankan. Ekstraksi mungkin perlu
dilakukan secara bertahap mengingat banyaknya gigi yang harus ditangani. Selain itu, perlu
dilakukan edukasi pada pasien tentang kemungkinan terjadinya epulis kembali pada kehamilan
berikutnya. Untuk itu, faktor higienitas oral harus dijaga baik untuk penanganan masalah gigi
maupun upaya pencegahan terjadinya epulis yang rekuren.
BAB V
KESIMPULAN
Hasil pemeriksaan perempuan 24 tahun dengan diagnosis sementara penyakit utama adalah
suspek epulis gravidarum dan penyakit lain Periodontitis kronis e.c. GR gigi 1.4, 2.2, 2.3, 2.5,
Periodontitis apikalis akut gigi 4.6 dan 4.7, Luksasi gigi 4.3 dan 4.4. Untuk menegakkan
diagnosis utama perlu dilakukan pemeriksaan penunjang foto panoramik dan pemeriksaan
histopatologis. Terapi dilakukan dengan melakukan eksisi epulis dan ekstraksi untuk gigi
yang sudah tidak dapat dipertahankan. Selain itu, perlu dilakukan edukasi tentang
kemungkinan kekambuhan pada kehamilan berikutnya dan pentingnya menjaga higienitas
oral.
LAMPIRAN