Anda di halaman 1dari 82

KAJIAN KONDISI COMMAND CAR

PADA UNIT PKP-PK DI BANDAR UDARA


SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Lulus


Pendidikan Diploma III Pertolongan Kecelakaan Penerbangan

ANDRY KURNIANTO
NIT.C.III / 1.12.02.155

SEKOLAH TINGGI PENERBANGAN INDONESIA


JURUSAN KESELAMATAN PENERBANGAN
CURUG TANGERANG
2015
PERSETUJUAN PEMBIMBING

KAJIAN KONDISI COMMAND CAR


PADA UNIT PKP-PK DI BANDAR UDARA
SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Lulus


Pendidikan Diploma III Pertolongan Kecelakaan Penerbangan

ANDRY KURNIANTO
NIT.C.III / 1.12.02.155

Pembimbing II, Pembimbing I,

FANDHY GUNAWAN, S. AP. ENDANG SUGIH ARTI, SE., M.Si.


Pengatur (II/ c) Penata Tk. I (III/ d)
NIP. 19870610 201012 1 003 NIP. 19600512 198001 2 001

ii
PERSETUJUAN PENGUJI

Tugas Akhir dengan judul KAJIAN KONDISI COMMAND CAR PADA


UNIT PKP-PK DI BANDAR UDARA SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR
telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Tugas Akhir Pendidikan
Diploma III Program Studi Pertolongan Kecelakaan Penerbangan, Jurusan
Keselamatan Penerbangan di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia.
Tugas Akhir ini telah memenuhi persyaratan lulus Diploma III pada
tanggal..........

Penguji: Tanda tangan

1. ENDANG SUGIH ARTI, SE., M.Si. (Ketua)


Penata Tk. I (III/ d)
NIP. 19600512 198001 2 001 .

2. AMAT HERMAWAN, SH. (Sekretaris)


Penata Muda Tk. I (III/ b)
NIP. 19690316 199201 1 001 .

3. MUHAMAD NUR, S. AP. (Anggota)


Pengatur Muda Tk. I (II/ b)
NIP. 19850725 201012 1 001 .

Mengetahui,

KETUA SEKOLAH TINGGI PENERBANGAN INDONESIA

Ir. YUDHI SARI S., MM.


Pembina Utama Muda (IV/ c)
NIP. 19580111 198303 2 001

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam atas rahmat dan karunianya
penulisan Tugas Akhir dengan judul KAJIAN KONDISI COMMAND CAR PADA
UNIT PKP-PK DI BANDAR UDARA SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR,
dapat terwujud sesuai kehendak penulis. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa keterbatasan penulis menyebabkan hasil penelitian ini masih jauh dari
sempurna dan belum memiliki bobot ilmiah yang memadai., oleh karena itu
dengan lapang dada penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna penyempurnaan penulisan ini. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada
1. Ibu Ir. Yudhi Sari S., MM. selaku Ketua Sekolah Tinggi Penerbangan
Indonesia.
2. Bapak Djoko Jatmoko, S.SiT, selaku Ketua Jurusan Keselamatan
Penerbangan.
3. Bapak Rusdi Abdullah, SE., M.Sc. selaku Ketua Program Studi
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan.
4. Ibu Endang Sugih Arti, SE., M.Si., selaku Sekretaris Jurusan dan
pembimbing I.
5. Bapak Fandhy Gunawan, S. AP., selaku pembimbing II.
6. Seluruh Dosen dan Instruktur pada Prodi PKP dan Jurusan Keselamatan
Penerbangan.
7. Seluruh jajaran unit Airport Fire Fighting and Rescue Bandar Udara
Sultan Hasanuddin Makassar, terutama kepada Team Charlie.
8. Saudara-saudara seperguruan D III PKP 7 yang telah memberikan
bantuan moril spiritual.
9. Istriku dan anak-anakku tercinta yang telah memberikan semangat
maupun pengertian yang mendalam.
Semoga tulisan yang masih sederhana ini bermanfaat.

Curug, Januari 2015


Peneliti

iv
DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

PERSETUJUAN PENGUJI iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Identifikasi Masalah 6

C. Pembatasan Masalah 7

D. Perumusan Masalah 7

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pelayanan PKP-PK 9

B. Kendaraan Pelayanan PKP-PK 12

C. Kendaraan Komando (Command Car) 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian 29

v
B. Teknik Pengumpulan Data 29

C. Teknik Pengolahan Data 30

D. Lokasi dan Waktu Penelitian 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 32

B. Penyajian Hasil Penelitian 44

C. Analisis Hasil Penelitian 49

D. Pemecahan Masalah 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 55

B. Saran 56

DAFTAR PUSTAKA 58

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Command Car Sides dengan chassis Toyota Hilux 27

Gambar 2.2. Command Car Dresden International Airport 27

Gambar 2.3. Command Car Indianapolis International Airport 28

Gambar 4.1. Tampak Samping Command Car AFFR 40

Gambar 4.2. Tampak Depan Command Car AFFR 40

Gambar 4.3. Radio Komunikasi 2 Arah 41

Gambar 4.4. Pemadam Portable CO2 42

Gambar 4.5. Pemadam Portable DP 42

Gambar 4.6. Lampu Sorot 43

Gambar 4.7. Lampu Rotari 43

vii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Minimum Number of Vehicles 16

Tabel 2.2 Jumlah Kendaraan Utama sesuai dengan Kategori PKP-PK 20

Tabel 2.3 Jumlah Kebutuhan Personel sesuai dengan Kategori PKP-PK 21

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian 31

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN I (Wawancara) 59

LAMPIRAN II (Kendaraan AFFR Sultan Hasanuddin Makassar) 67

LAMPIRAN III (Berita Acara Kerusakan Mekanisme Pintu) 71

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Moda transportasi udara di dunia semakin diminati oleh banyak

penumpang. Adanya transportasi udara mengakibatkan faktor jarak

dan geografis daratan bukan lagi menjadi batasan pergerakan

manusia atau barang untuk pencapaian yang cepat. Semakin banyak

orang yang melakukan transportasi, maka semakin tinggi resiko

bahaya yang ditimbulkan, maka Pemerintah dipandang sangat perlu

untuk membuat regulasi yang mengatur hak dan kewajiban setiap

pelaku di dunia penerbangan dan demi keselamatan penerbangan

itu sendiri. Pemerintah membuat dasar ketentuan yang mengatur

moda angkutan udara dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dimana Penerbangan

didefinisikan sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri atas

pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan

udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan,

lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum

lainnya. Keselamatan Penerbangan adalah suatu keadaan

terpenuhinya persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah

udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi

penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.

1
2

Dalam Sub Bagian 139 H Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor KM. 24 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan

Penerbangan Sipil Bagian 139 (CASR Part 139) tentang Bandar

Udara (Aerodrome), telah mengatur penyelenggara bandar udara

diwajibkan untuk menyediakan pelayanan Pertolongan Kecelakaan

Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) sesuai standar

minimum. Dalam rangka pelaksanaan pelayanan Pertolongan

Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK),

diperlukan adanya fasilitas yang memenuhi persyaratan standar

teknis dan operasional sehingga mendapatkan hasil guna yang

maksimum. Pernyataan ini diperkuat oleh aturan yang dikeluarkan

oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara No: KP. 420 Tahun 2011

tentang Persyaratan Standar Teknis dan Operasional Peraturan

Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 (Manual of Standard

CASR part 139) Volume IV, Pelayanan Pertolongan Kecelakaan

Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK), bahwa setiap

bandar udara wajib menyediakan dan memberikan pelayanan

Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran

(PKP-PK) sesuai kategori bandar udara untuk PKP-PK yang

dipersyaratkan. Untuk memenuhi kategori bandar udara untuk PKP-

PK yang dipersyaratkan tersebut, diperlukan adanya fasilitas

Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran

(PKP-PK) yang memenuhi persyaratan standar teknis dan

operasional pelayanan. Unit Pertolongan Kecelakaan Penerbangan


3

dan Pemadam Kebakaran atau disingkat PKP-PK yang terdapat di

Bandar Udara adalah suatu unit kerja yang mempunyai tugas

memberikan pelayanan operasi Keselamatan Penerbangan. Dalam

memberikan pelayanan tersebut unit PKP-PK mempunyai tugas

memberikan pertolongan terhadap Kecelakaan Penerbangan,

khususnya kecelakaan pesawat udara yang terjadi di darat.

Setiap kecelakaan penerbangan baik dalam keadaan terbakar

maupun tidak terbakar akan menimbulkan kerugian yang bermacam-

macam. Pelaksanaan operasi PKP-PK adalah berusaha untuk

memberikan pertolongan dengan maksud mencegah dan

mengurangi kerugian-kerugian tersebut di atas khususnya korban

jiwa manusia. Saat operasi pemadaman adalah saat krusial yang

membutuhkan pengerjaan yang efektif dan efisien sehingga usaha

pertolongan terhadap korban dapat berjalan lancar. Penempatan

kendaraan yang cepat, pertimbangan matang dan siasat tepat untuk

melakukan operasi pemadaman, bahan pemadam yang tepat yang

harus digunakan pada pesawat udara yang terbakar. Dengan

adanya fasilitas pelayanan terhadap keadaan darurat yang lengkap,

maka pembelajaran dan pelatihan terhadap personel untuk mengikuti

perkembangan teknologi yang diterapkan dalam fasilitas tersebut

adalah menjadi sebuah kewajiban. Tanggap terhadap situasi yang

terjadi secara mendesak, melakukan reaksi dengan logika berpikir

yang cepat, dan melakukan aksi yang efektif dan efisien, agar risiko

kondisi yang membahayakan dapat teratasi tanpa menimbulkan


4

korban yang berlanjut. Hal ini dapat dilakukan melalui proses belajar

teori untuk memperdalam wawasan, dan praktek untuk

membiasakan diri dalam situasi yang mendesak dengan logika

berpikir yang sigap.

Dalam operasi pemadaman yang dilakukan unit PKP-PK, ketika

bergerak dari Fire Station menuju lokasi kebakaran, disarankan

untuk bergerak berurutan yaitu Command Car, Rescue Tender,

Foam Tender, Nurse Tender dan Ambulance Command Car

bergerak paling depan dengan segera, melihat dengan segala situasi

dan kondisi yang terjadi, lalu memandu kendaraan utama untuk

bergerak pada lokasi yang aman untuk melakukan pemadaman.

Koordinasi dilakukan antar kendaraan dengan radio komunikasi.

Setelah kendaraan utama memposisikan untuk melakukan

pemadaman, kendaraan pendukung yang lain bergerak di belakang

kendaraan utama, melakukan tugas dan fungsi masing-masing.

Kendaraan Command Car bukan merupakan kendaraan utama

dalam operasi pemadaman. Kendaraan ini bersifat mendukung, dan

dalam kategori PKP-PK, kendaraan ini diadakan untuk kategori VI

(enam) sampai X (sepuluh). Kendaraan ini dikendarai oleh seorang

Kepala Operasi pada saat terjadinya kebakaran.

Pada bulan Mei 2014, peneliti berkesempatan untuk

melaksanakan On The Job Training di Bandar Udara Internasional

Sultan Hasanuddin Makassar atau Sultan Hasanuddin International

Airport Makassar (SHIAM). Bandar Udara ini dikelola oleh PT.


5

Angkasa Pura I (PT. AP I). Bandar Udara ini mendapat kategori

PKP-PK tingkat VIII (delapan). Pada pengelolaan Angkasa Pura I,

PKP-PK memiliki nama Airport Fire Fighting and Rescue (AFFR).

Pada tanggal 15 Mei 2014, di dalam pelaksanaan On The Job

Training, peneliti ditunjuk sebagai salah satu dari anggota Tim

Penilai dalam Latihan Hot Drill dengan obyek penilaian response

time dan komunikasi. Agar penilaian dapat obyektif, maka peneliti

melakukan penilaian dari dalam Command Car. Pada saat

pelaksanaan, ketika crash bell berbunyi, secara serentak, kendaraan

bergerak menuju lokasi terjadinya kebakaran. Kendaraan bergerak

secara berurutan, di mulai dari Command Car sebagai pemandu,

disusul kendaraan utama Foam Tender dan Ambulance. Ada sebuah

kejadian, dimana Foam Tender mampu mengejar Command Car. Ini

berarti bahwa Command Car, pada saat itu, tidak dapat bergerak

lebih cepat daripada Foam Tender. Pada saat itu pula, monitor dan

percakapan yang dilakukan oleh Kepala Operasi, atau Team Leader,

kepada Tower atau kendaraan lain, dilakukan melalui handy talky.

Kesulitan muncul pada saat Kepala Operasi atau Team Leader harus

membagi konsentrasi untuk mengemudi dengan kecepatan tinggi,

memonitor radio, memberi perintah, melakukan koordinasi, dan

berpikir untuk keadaan selanjutnya (size up), karena semua hal ini

dilakukan secara bersamaan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk

melakukan observasi lebih dalam, dan melihat penerapan praktis di


6

lapangan mengenai kajian kondisi Command Car dalam tugas dan

fungsi pelayanan darurat pada unit PKP-PK di Bandar Udara.

Peneliti berkesempatan dan diberikan ijin oleh Otoritas setempat

untuk melakukan observasi di Bandar Udara Sultan Hasanuddin

Makassar. Sehingga peneliti menyusun penelitian ini dengan judul

KAJIAN KONDISI COMMAND CAR PADA UNIT PKP-PK DI

BANDAR UDARA SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Peneliti mengemukakan beberapa identifikasi masalah sebagai

berikut:

1. Kondisi Command Car kurang optimal. Hal ini terlihat dari

kemampuan bergerak kendaraan ini yang tidak mampu untuk

bergerak lebih cepat dari Foam Tender, dan juga peralatan

radio yang tidak digunakan.

2. Kesulitan Kepala Operasi atau Team Leader yang harus

membagi konsentrasi untuk mengemudi dengan kecepatan

tinggi, memonitor radio, memberi perintah, melakukan

koordinasi, dan berpikir untuk keadaan selanjutnya (size up),

karena semua hal ini dilakukan secara bersamaan.


7

C. PEMBATASAN MASALAH

Peneliti perlu membatasi permasalahan yang timbul dengan

memfokuskan pada kondisi Command Car pada unit PKP-PK di

Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin.

D. PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

Bagaimana kondisi Command Car sebagai kendaraan pendukung

pelayanan darurat pada PKP-PK di Bandar Udara Internasional

Sultan Hasanuddin Makassar?

E. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN

1. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah agar lebih memahami

bagaimana kondisi Command Car pada unit PKP-PK di Bandar

Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar Sulawesi

Selatan.

2. Kegunaan

a. Kegunaan Teoritis

Secara umum, hasil penelitian ini dapat memberi

sumbangan yang berharga pada perkembangan keilmuan

PKP-PK, terutama pada pengetahuan mengenai kondisi

Command Car pada unit PKP-PK.


8

b. Kegunaan Praktis

1) Bagi Unit PKP-PK di Bandar Udara

Penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran

kepada Unit PKP-PK dan jajarannya di dalam

meningkatkan pelayanan darurat yang lebih efektif

dan efisien.

2) Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan pada kondisi Command

Car dan menambah pengalaman dalam menerapkan

konsep berpikir dan tindakan praktek di lapangan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PELAYANAN PKP-PK

Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam

Kebakaran yang selanjutnya disebut (PKP-PK) adalah unit bagian

dari penanggulangan keadaan darurat. Pelayanan PKP-PK

dilaksanakan secara cepat dan tepat untuk penyelamatan dan

pertolongan kecelakaan penerbangan serta pemadaman kebakaran

di bandar udara dan sekitarnya. Bandar udara wajib untuk

menyelenggarakan pelayanan yang bersifat darurat. Hal ini diperkuat

dalam Dokumen ICAO (International Civil Aviation Organization)

pada point 9.2.1. Annex 14, yang menyatakan bahwa: Rescue and

fire fighting equipment and services shall be provided at an

aerodrome. Tujuan dari penyelenggaraan pelayanan darurat adalah

demi keselamatan penerbangan, menyelamatkan penumpang dan

harta benda dalam sebuah insiden atau kecelakaan. Hal ini tertuang

dalam Dokumen ICAO (International Civil Aviation Organization),

pada point 9.2 Rescue and Fire Fighting, Annex 14, Aerodrome;

The principal objectives of a rescue and fire fighting service


is to save lives in the event of an aircraft accident or incident
accuring at, or in the immediate vicinity of, an aerodrome.
The rescue and fire fighting service is provided to create and
maintain survivable conditions, to provide egress routes for
occupants and to initiate the rescue of those occupants
unable to make their escape without direct aid. The rescue
may require the use of equipment and personnel other than
those assessed primarily for rescue and fire fighting
purposes.

9
10

Hal ini juga didukung oleh Dokumen ICAO yang merupakan

Standard aturan yang mengatur tentang PKP-PK secara

internasional, pada point 1.1.1. Doc. 9137, yaitu

The principal objective of a rescue and fire fighting service is


to save lives in the event of an aircraft accident or incident
This contingency must assume at all times the possibility of
and need for extinguishing a fire which may:
a. Exist at the time an aircraft is landing, taking off,
taxiing, parked, etc.; or
b. Occur immediately following an aircraft accident
or incident; or
c. Occur at any time during rescue operations.

Hal ini juga diperkuat oleh Peraturan Menteri No. KM. 24 Tahun

2009, butir 139.139 yang menyatakan bahwa:

Tugas dari PKP-PK pada Bandar udara adalah:


1. Tugas dari PKP-PK pada Bandar udara adalah:
a. menyelamatkan jiwa dan harta dari suatu pesawat
udara yang mengalami kecelakaan atau
kebakaran di Bandar udara dan sekitarnya; dan
b. mengendalikan dan memadamkan api, melindungi
manusia dan barangnya yang terancam oleh api
di Bandar udara baik itu di pesawat udara atau
fasilitas Bandar udara.
2. Ketentuan pada butir (1) tidak menghalangi PKP-PK
untuk memberikan pelayanan pertolongan atau
pemadaman di tempat lain dalam Bandar Udara,
dengan ketentuan prioritas utama mengacu pada butir
(1) di atas.

Aturan ini diperjelas lagi di dalam aturan yang dikeluarkan oleh

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara no. KP 420 Tahun 2011,

pada Bab II A point 5, yang menyatakan bahwa:

Tugas dan fungsi unit PKP-PK di bandar udara, yaitu


memberikan pelayanan PKP-PK untuk menyelamatkan jiwa
dan harta benda dari suatu pesawat udara yang mengalami
kejadian (incident) atau kecelakaan (accident) di bandar
udara dan sekitarnya; dan mencegah, mengendalikan,
11

memadamkan api, melindungi manusia dan barang yang


terancam bahaya kebakaran pada fasilitas di bandar udara.

Untuk mendukung kinerja pelayanan tersebut maka Personel PKP-

PK mempunyai tugas utama dan tugas pokok, sebagai berikut:

1. Tugas utama yaitu menyelamatkan jiwa dan harta dari


kejadian dan kecelakaan (incident dan accident) di
Bandar udara dan sekitarnya.
2. Tugas pokok yaitu melakukan kegiatan:
a. Operasional (operation) antara lain administrasi,
kesiapsiagaan (stand by), penyelamatan,
pencegahan dan pemadaman.
b. Latihan (training)
c. Perawatan (maintenance)
(KP. 420 Tahun 2011)

Pelaksanaan pemadaman pesawat udara pada prinsipnya terbagi

atas 2 (dua) tingkatan :

Tingkat pertama, ialah merupakan tindakan pemadaman dengan

tujuan untuk pembentukan jalur-jalur penyelamat atau rescue path,

dan sasaran utama ialah api yang terdapat pada bagian-bagian

tertentu, sehingga tindakan penyelamatan terhadap korban dapat

segera dilakukan. Adapun mengenai ketentuan waktu untuk

pelaksanaan pemadaman tersebut hanya 1 (satu) menit, dengan

istilah pemadamannya disebut Control Time.

Tingkat kedua, berlanjut pelaksanaan pemadaman setelah ketentuan

batas waktu 1 (satu) menit, termasuk pada pelaksanaan pemadaman

tingkat kedua, yaitu dengan tujuan untuk pemadaman api secara

total, dan istilah pemadamannya biasa disebut dengan Extinguishing

Time.
12

B. KENDARAAN PELAYANAN PKP-PK

Pada Diktat Bahan Ajar mata kuliah Perlengkapan Pemadaman

Program Studi PKP, yang disusun oleh Sri Mulyono, S. Sos., (2012),

menerangkan:

bahwa pada garis besarnya fire fighting appliances dibagi


menjadi 4 (empat) golongan, sebagai berikut:
1. Mobile Appliances
Yaitu suatu peralatan pemadam yang sudah dirancang
berbentuk kendaraan bergerak.
2. Fixed Appliances
Yaitu suatu peralatan pemadam yang sudah dipasang
secara tetap pada suatu tempat atau bangunan yang
tidak dapat dipindah-pindahkan.
3. Portable Fire Appliances
Yaitu suatu peralatan pemadam yang dibuat agar dapat
dibawa atau dipindahkan dan dapat dioperasikan
manual.
4. Auxiliary Fire Appliances
Yaitu peralatan tambahan yang fungsinya sebagai alat
penunjang operasi pertolongan dan pemadaman.

Fasilitas Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam

Kebakaran (PKP-PK) adalah semua kendaraan PKP-PK, peralatan

operasional PKP-PK dan bahan pendukungnya serta personel yang

disediakan di setiap bandar udara untuk memberikan pertolongan

kecelakaan penerbangan dan pemadam kebakaran. Kendaraan

PKP-PK adalah Kendaraan Utama yang dilengkapi dengan peralatan

pendukung operasional PKP-PK dan Kendaraan Pendukung

digunakan unit PKP-PK untuk melakukan tugas-tugas operasional.

Kendaraan utama PKP-PK adalah kendaraan jenis Foam Tender,

Rapid Intervention Vehicle termasuk Rescue Boat. Kendaraan

pendukung PKP-PK adalah kendaraan selain kendaraan utama yang

digunakan oleh unit PKP-PK antara lain mobil komando (Command


13

Car), mobil pemasok (Nurse Tender), mobil ambulance dan

kendaraan serba guna (multipurpose).

Pada Diktat Bahan Ajar mata kuliah Perlengkapan Pemadaman

Program Studi PKP, yang disusun oleh Sri Mulyono, S. Sos., (2012)

disebutkan bahwa:

Pelaksanaan operasi dimulai dari berangkatnya kendaraan-


kendaraan operasi PKP-PK dari Fire Station menuju tempat
kejadian dengan disarankan melakukan konvoi dengan urut-
urutan sebagai berikut:
1. Command Car
2. Rescue Tender (RIV)
3. Foam Tender
4. Nurse Tender
5. Ambulance.

Kendaraan PKP-PK dirancang khusus untuk mampu

berakselerasi segera dan berkecepatan tinggi, walaupun membawa

peralatan khusus operasi pemadaman dan pertolongan. Kendaraan

PKP-PK memiliki waktu yang terbatas yang diatur sebagai response

time. Di dalam Dokumen Annex 14, point 9.2.23, menyatakan

bahwa:

The operational objective of the rescue and fire fighting service shall

be to achieve a response time not exceeding three minutes to any

point of each operational runway, in optimum visibility and surface

conditions.

Di dalam kalimat di atas mengandung pengertian bahwa response

time seharusnya dicapai tidak lebih dari tiga menit di setiap wilayah

runway, di dalam pandangan dan keadaan permukaan yang


14

optimum. Ini dilanjutkan pada point 9.2.24 yang berupa

recommendation, bahwa:

The operational objective of the rescue and fire fighting service

should be to achieve a response time not exceeding two minutes to

any point of each operational runway, in optimum visibility and

surface conditions.

Kalimat ini mengandung pengertian bahwa response time

seharusnya dicapai tidak lebih dari dua menit di setiap wilayah

runway, di dalam pandangan dan keadaan permukaan yang

optimum. Pada point 9.2.25 yang juga berupa recommendation:

The operational objective of the rescue and fire fighting service

should be to achieve a response time not exceeding three minutes to

any other part of the movement area, in optimum visibility and

surface conditions.

Kalimat ini mengandung pengertian bahwa response time

seharusnya dicapai tidak lebih dari tiga menit di setiap daerah

pergerakan, di dalam pandangan dan keadaan permukaan yang

optimum.

Menurut Doc. 9137, pada point 2.7.1, response time dapat dijelaskan

sebagai berikut:

The operational objective of the rescue and fire fighting


services should be achieve response times of two minutes
and not exceeding three minutes to the end of each runway,
as well as to any other part of the movement area, in
optimum conditions. Response time is considered to be the
time between the initial call to the rescue and fire fighting
service and the time when the first responding vehicles are in
position to apply foam at least 50 per cent of the discharge
15

rate specified. Determination of realistic response times


should be made by rescue and fire fighting vehicles
operating from their normal locations and not from positions
adopted solely for test purposes.

Pada point 2.7.2 Doc. 9137, menyatakan bahwa:

Any other vehicles required to deliver the amounts of extinguishing

agents specified, should arrive no more than one minute after the

first responding vehicles so as to provide continuous agent

application.

Response Time, sesuai dengan pengertian dalam KP. 420 Tahun

2011, merupakan;

waktu untuk mencapai setiap ujung landasan pacu (runway)


atau tempat lain di daerah pergerakan pesawat udara, dalam
kondisi jarak pandang optimum dan permukaan jalan yang
dilalui dalam kondisi baik (pada siang hari dengan jarak
pandang yang bagus dan tidak ada hujan serta tidak ada
genangan air), ditetapkan selama 2 (dua) menit dan tidak
lebih dari 3 (tiga) menit, dihitung mulai dari diterimanya
pemberitahuan di unit PKP-PK atau saat diketahuinya
adanya kecelakaan oleh petugas PKP-PK sampai dengan
kendaraan PKP-PK menempatkan posisinya untuk
melaksanakan pemadaman dan telah memancarkan busa
minimum 50% dari rata-rata pancaran (discharge rate) yang
dipersyaratkan sesuai tabel kategori bandar udara untuk
PKP-PK.

Setiap bandar udara wajib menyediakan kendaraan PKP-PK

yang jumlah dan jenisnya disesuaikan dengan jumlah bahan

pemadam api yang dipersyaratkan pada kategori bandar udara untuk

PKP-PK. Pada Doc. 9137, point 2.10.1 menyatakan bahwa:

The minimum number and types of conventional rescue and fire

fighting vehicles provided at an airport so as to effectively deliver and


16

deploy the agents specified for the airport category should be in

accordance with Table.

Tabel 2.1. Minimum Number of Vehicles

(Sumber: Doc. 9137)

Jenis kendaraan utama PKP-PK, sesuai dengan peraturan

Direktorat Jenderal perhubungan Udara no. KP. 420 Tahun 2011,

dikelompokkan antara lain sebagai berikut:

1. Kendaraan jenis Foam Tender terdiri dari:

a. Foam Tender Tipe I

Kapasitas tangki air > 10.000 liter, tangki foam konsentrat

minimum 1.200 liter, kapasitas tangki tepung kimia (dry

chemical powder) 500 kg, kapasitas pompa minimum

5.500 liter per menit dan kapasitas pancaran utama busa

minimum 5.000 liter per menit; dilengkapi dengan


17

handlines, nozzle di bawah dan di depan kendaraan,

monitor; akselerasi 80 km/jam dalam 40 detik, kecepatan

minimum 100 km/jam, jarak pancaran rata-rata (discharge

range) minimum 70 meter, jarak pengereman (stop

distance) maksimum 12 meter pada kecepatan 32 km/jam.

b. Foam Tender Tipe II

Kapasitas tangki air 9.000 liter, tangki foam konsentrat

1.100 liter, kapasitas tangki tepung kimia (dry chemical

powder) 500 kg, kapasitas pompa minimum 5.000 liter per

menit dan kapasitas pancaran utama busa minimum 4.500

liter per menit; dilengkapi dengan handlines, nozzle di

bawah dan di depan kendaraan, monitor; akselerasi 80

km/jam dalam 40 detik, kecepatan minimum 100 km/jam,

jarak pancaran rata-rata (discharge range) minimum 70

meter, jarak pengereman (stop distance) maksimum 12

meter pada kecepatan 32 km/jam.

c. Foam Tender Tipe III

Kapasitas tangki air 6.000 liter, tangki foam konsentrat

800 liter, kapasitas tangki tepung kimia (dry chemical

powder) 250 kg, kapasitas pompa minimum 3.500 liter per

menit dan kapasitas pancaran utama busa minimum 3.000

liter per menit; dilengkapi dengan handlines, nozzle di

bawah dan di depan kendaraan, monitor; akselerasi 80

km/jam dalam 35 detik, kecepatan minimum 105 km/jam,


18

jarak pancaran rata-rata (discharge range) minimum 65

meter, jarak pengereman (stop distance) maksimum 12

meter pada kecepatan 32 km/jam.

d. Foam Tender Tipe IV

Kapasitas tangki air 4.000 liter, tangki foam konsentrat

500 liter, kapasitas tangki tepung kimia (dry chemical

powder) 250 kg, kapasitas pompa minimum 2.500 liter per

menit dan kapasitas pancaran utama busa minimum 2.000

liter per menit; dilengkapi dengan handlines, nozzle di

bawah dan di depan kendaraan, monitor; akselerasi 80

km/jam dalam 25 detik, kecepatan minimum 105 km/jam,

jarak pancaran rata-rata (discharge range) minimum 60

meter, jarak pengereman (stop distance) maksimum 12

meter pada kecepatan 32 km/jam.

e. Foam Tender Tipe V

Kapasitas tangki air 2.400 liter, tangki foam konsentrat

300 liter, kapasitas tangki tepung kimia (dry chemical

powder) 250 kg, kapasitas pompa minimum 1.500 liter per

18erit dan kapasitas pancaran utama busa minimum

1.200 liter per menit; dilengkapi dengan handlines, nozzle

di bawah dan di depan kendaraan, monitor; akselerasi 80

km/jam dalam 25 detik, kecepatan minimum 105 km/jam,

jarak pancaran rata-rata (discharge range) minimum 60


19

meter, jarak pengereman (stop distance) maksimum 12

meter pada kecepatan 32 km/jam.

f. Foam Tender Tipe VI

Kapasitas tangki air 1.200 liter, tangki foam konsentrat

200 liter, kapasitas tangki tepung kimia (dry chemical

powder) 250 kg, kapasitas pompa minimum 800 liter per

menit dan kapasitas pancaran utama busa minimum 600

liter per menit; dilengkapi dengan handlines, nozzle di

bawah dan di depan kendaraan, monitor; akselerasi 80

km/jam dalam 25 detik, kecepatan minimum 110 km/jam,

jarak pancaran rata-rata (discharge range) minimum 20

meter jarak pengereman (stop distance) maksimum 12

meter pada kecepatan 32 km/jam.

2. Rapid Intervention Vehicle (RIV)

Kapasitas tangki tepung kimia (dry chemical powder) 250 kg,

akselerasi 80 km/jam dalam 25 detik, kecepatan minimum 110

km/jam jarak pengereman (stop distance) maksimum 12 meter.

3. Rescue Boat

Dilengkapi bahan pemadam foam dan peralatan pertolongan di

perairan, antara lain: Petunjuk arah; Alat pemantau kedalaman;

Binokular; Radio komunikasi; Liferaft.

Jumlah minimal kendaraan utama PKP-PK sesuai kategori PKP-PK

pada Tabel 2.2., sebagai berikut:


20

Tabel 2.2.

Jumlah Kendaraan Utama sesuai dengan Kategori PKP-PK

(Sumber: KP 420 Tahun 2011)


21

Tabel 2.3.

Jumlah Kebutuhan Personel sesuai dengan Kategori PKP-PK

(Sumber: KP 420 Tahun 2011)


22

Jumlah kendaraan pendukung PKP-PK ditentukan sebagai berikut:

1. Comando Car wajib disediakan pada bandar udara untuk PKP-

PK kategori 6 ke atas.

2. Nurse Tender wajib disediakan pada bandar udara untuk PKP-

PK kategori 6 ke atas dengan kapasitas air minimum 6.000 liter

dan kapasitas pompa minimum 3.000 liter per menit; dilengkapi

dengan handlines, kecepatan minimum 105 km/jam, jarak

pengereman (stop distance) maksimum 12 meter pada

kecepatan 32 km/jam.

3. Ambulance wajib disediakan :

a. bandar udara untuk PKP-PK kategori 8 sampai dengan 10

sekurang-kurangnya 3 (tiga) unit kendaraan.

b. bandar udara untuk PKP-PK kategori 6 dan 7 sekurang-

kurangnya 2 (dua) unit kendaraan.

c. bandar udara untuk PKP-PK kategori 4 dan 5 sekurang-

kurangnya 1 (satu) unit kendaraan.

d. Bandar udara untuk PKP-PK kategori 1 sampai dengan 3

dapat menyediakan kendaraan ambulance sekurang-

kurangnya 1 (satu) unit.

e. Kendaraan Serba Guna (multipurpose) wajib disediakan

pada bandar udara untuk PKP-PK kategori 7 ke atas.

Setiap kendaraan pendukung harus dioperasikan minimal 2

(dua) orang personel PKP-PK terlatih dan kompeten dibidangnya,

bertugas dan berfungsi sebagai berikut: 1 (satu) personel sebagai


23

komandan merangkap driver; dan 1 (satu) personel sebagai

pelaksana.

C. COMMAND CAR (KENDARAAN KOMANDO)

Command Car adalah kendaraan pendukung dalam pelayanan

PKP-PK. Di dalam Diktat Bahan Ajar mata kuliah Perlengkapan

Pemadaman Program Studi PKP, yang disusun oleh Sri Mulyono, S.

Sos. (2012) disebutkan bahwa:

Kendaraan komando atau Command Car adalah kendaraan


yang dirancang berbentuk mini/ kecil, dengan kegunaannya
sebagai pengatur jalannya operasi pertolongan atau
pemadaman, yang dikendarai oleh Komandan Operasi
(Commander). Peralatan yang menunjangnya adalah:
1. Alat pemadam api portabel
2. Alat komunikasi dua arah (transceiver)
3. Alat pengeras suara (megaphone)
4. Alat komunikasi satu arah (memonitor percakapan
tower dengan pesawat)
5. Portable Identification Location Transmitter (ILT)

Disebutkan dalam KP 420 Tahun 2011 pada Bab I point 14, bahwa;

kendaraan pendukung PKP-PK adalah kendaraan selain kendaraan

utama yang digunakan oleh unit PKP-PK antara lain mobil komando

(Command Car), mobil pemasok (Nurse Tender), mobil Ambulance

dan kendaraan serbaguna (Utility Car).

Kemudian, di dalam point 16, disebutkan bahwa;

Mobil Komando (Command Car) adalah kendaraan yang dirancang

khusus sebagai pemandu operasional kendaraan PKP-PK.

Kendaraan ini memiliki ukuran lebih kecil dibanding kendaraan Foam

Tender, namun mampu bergerak di segala medan (on the road and
24

off the road) karena dilengkapi dengan penggerak (axle) di tiap

rodanya, atau disebut four wheel drive (4WD). Kendaraan ini mampu

berakselerasi cepat dan mampu dipacu dalam kecepatan tinggi,

karena menggunakan mesin dengan kapasitas cukup besar. Ground

clearance yang tinggi, dengan tapak roda yang lebar, mempermudah

pengendalian kendaraan ini pada medan-medan yang berat. Ruang

cabin mampu menampung 5 orang dewasa, karena berbentuk

double cab, walaupun chassis berdasar pada bentuk pick-up.

Sehingga masih tersedia ruang di bagasi belakang yang luas untuk

penempatan peralatan pendukung.

Beberapa peralatan penunjang fungsi Command Car antara

lain adalah Alat Pemadam Api Portable (APAR) yang disediakan di

bagasi Command Car, untuk digunakan sewaktu-waktu apabila

terjadi kebakaran awal. Di dalam cabin, terdapat radio komunikasi

dua arah dan radio komunikasi satu arah. Radio komunikasi dua

arah digunakan untuk melakukan komunikasi antara Command Car

dengan ATC atau Tower, atau dengan personel di kendaraan lain.

Pada aturan National Fire Protection Assosiation atau NFPA 402,

Aircraft Rescue and Fire-Fighting Operations (2002), pada point

4.4.1. menyatakan bahwa:

All airport emergency vehicles should be provided with multiple

channel two-way radios operating on the airports assigned ground

control frequency and other airport emergency frequencies.

Doc. 9137 pada point 2.9.1 menyatakan:


25

A discrete communication system should be provided linking a fire

station with the control tower, any other fire station on the airport and

the rescue and fire fighting vehicles.

Kemudian ditegaskan Doc. 9137 pada point 4.3.1. bahwa:

When rescue and fire fighting vehicles leave their fire


stations and enter the manoeuvring area they come under
the direction of air traffic control. These vehicles must be
equipped with two-way radio communications equipment,
through which their movements can at all times be subject to
direction by air traffic control. The choice of a direct air traffic
control/ fire service frequency, monitored in the master
watchroom, or a discrete airport fire service frequency,
relaying air traffic control instructions and fresh information,
will be matter for the airport authority to determine, based on
local operational and technical considerations. A discrete
frequency minimizes the extent to which fire service activities
involve an air traffic control channel at a busy airport. It is
important to provide the fire service with the facility to
communicate with flight crew members in certain types of
incidents, particularly where undercarriage situations are
involved or aircraft evacuation may be proposed. Technical
solutions are available to permit both a discrete frequency
and an aircraft talk through facility, subject to air traffic
control approval. All transmissions should be recorded once
an emergency situation has been declared.

Radio komunikasi satu arah digunakan untuk mendengarkan

percakapan antara ATC atau Tower dengan pilot. Hal ini sebagai

usaha pencegahan apabila di dalam percakapan itu mengandung

pengertian adanya bahaya, personel PKP-PK dapat bersiap diri lebih

dahulu. Radio ini sewaktu-waktu dalam situasi yang darurat, dapat

digunakan untuk berkomunikasi langsung kepada pilot pesawat yang

mengalami insiden atau kecelakaan, untuk saling bertukar informasi

dalam penyelamatan.
26

Pada buku Aircraft Rescue and Fire Fighting oleh Sneed, Marsha,

and friends; 2001, pada Chapter 1 halaman 9, menyatakan bahwa:

ARFF vehicles responding to an emergency site may require


clearance from the control tower to proceed into or through
certain areas of the airport. ARFF personnel and
telecommunicators must know the procedures for
obtainingclearance from the control tower or other
responsible authority for apparatus movement. Once on the
scene, ARFF personnel must be able to provide an initial
status report and at times communicate directly with the pilot
of emergency aircraft. They also must be able to use and
undertand hand signals for communicating with aircrew
personnel as well as with other firefighters in a high-noise
environment.

Pada NFPA 402, Aircraft Rescue and Fire-Fighting Operations

(2002), pada point 4.4.2. menyatakan bahwa:

It is desirable that airport ARFF vehicles be able to monitor or be in

direct voice communications with an aircraft during an emergency

situation. This procedure is especially important when airport control

towers are not in operation.

Alat pengeras suara (megaphone) digunakan untuk memberikan

instruksi dan koordinasi kepada personel. Hal ini didukung oleh Doc.

9137 point 4.3.3, yang menyatakan bahwa:

At the accident site the officer-in-charge of rescue and fire


fighting operations may leave the vehicle and make
observations on foot, and can then direct and inform crew
members using a portable loudhailer. This equipment may
also serve a subsidiary role in communications with aircraft
crew members, the occupants of the aircraft and other
persons responding to the accident.

Pada NFPA 402, Aircraft Rescue and Fire-Fighting Operations

(2002), pada point 4.4.3. menyatakan bahwa:


27

At an aircraft accident site, power megaphones can be valuable tools

to coordinate flight deck crew/ ARFF activities, direct evacuating

aircraft occupants to safe locations, and so forth.

Berikut ini adalah beberapa Command Car yang dimiliki oleh

beberapa Bandar Udara International di beberapa Negara;

Gambar 2.1. Command Car Sides dengan chassis Toyota Hilux


(Sumber: http://www.sides.fr/index.php/en/fast-response-vehicle/)

Gambar 2.2. Command Car Dresden International Airport


(Sumber: http://www.dresden-airport.de/company/safety/airport-fire-
brigade.html
28

Gambar 2.3. Command Car Indianapolis International Airport


(Sumber:http://www.indianafiretrucks.com/pages/marion/airport/station_1.html)

Kondisi dalam pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) merupakan kata benda (noun) yang dapat berarti

persyaratan, atau keadaan. Jika digabung dengan kata benda

berikutnya maka kata kondisi akan menerangkan kata berikutnya,

seperti kondisi ekonomi, yang berarti keadan baik atau lancar dan

tersendatnya perjalanan ekonomi; kondisi kesehatan yang berarti

perihal kebugaran dan kebaikan keadaan badan seseorang; kondisi

sosial berarti keadaan masyarakat suatu negara pada saat tertentu.

Dari beberapa contoh di atas, peneliti mengartikan kondisi Command

Car sebagai suatu keadaan yang terjadi pada Command Car pada

saat tertentu.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN

Peneliti menggunakan metode penelitian dengan cara, yaitu:

1. Pendekatan Penelitian

Peneliti menggunakan pendekatan empiris, yaitu pengetahuan

terhadap obyek diperoleh dari hasil pengamatan terhadap

fenomena yang terjadi atau external process.

2. Sifat Penelitian

Peneliti menggunakan penelitian yang bersifat kualitatif

deskriptif, yaitu penelitian yang bersifat untuk menjelaskan,

menggambarkan, dan memaparkan dari fenomena atau gejala

yang sudah ada tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang

diteliti.

B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Peneliti mengumpulkan data dengan cara melakukan

wawancara terhadap personel yang terkait dengan penggunaan

Command Car, khususnya pada unit PKP-PK pada Bandar Udara

Sultan Hasanuddin, Makassar. Peneliti juga melakukan observasi di

lapangan, mencatat dan memahami terhadap fenomena yang terjadi.

Untuk menguatkan data, peneliti melakukan studi dokumentasi

dengan meneliti berbagai jenis tata aturan yang berlaku, laporan,

29
30

jurnal dan buku-buku serta dokumen yang terkait dengan pokok

bahasan. Juga dengan membuka website, blog dan forum yang

terkait dengan pokok bahasan.

C. TEKNIK PENGOLAHAN DATA

Peneliti melakukan pengolahan data dengan cara kualitatif,

menguraikan, menjabarkan hasil wawancara dengan didukung data

pengamatan secara kualitatif, dalam bentuk narasi deskriftif yang

didukung data dan gambar yang sistematis, sehingga mudah

dimengerti oleh pembaca.

D. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan pada unit PKP-PK Bandar Udara

Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.

2. Waktu

Pelaksanaan penelitian ini memerlukan waktu selama 6

(enam) bulan, dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, tahap I adalah

penyusunan proposal penelitian, tahap II adalah penulisan

tugas akhir, dan tahap III adalah sidang tugas akhir. Penelitian

dimulai dari bulan Agustus 2014 pada pelaksanaan awal tahap

I, sampai dengan bulan Januari 2015 pelaksanaan akhir tahap

III. Adapun jadwal penelitian secara lengkap dapat dilihat pada

tabel berikut:
31

Tabel 3.1.
Jadwal Penelitian

No Kegiatan Bulan

Agst Sep Okt Nop Des Jan

2014 2014 2014 2014 2014 2015

1. Tahap I:

Penyusunan proposal
penelitian:

a. Menyusun Proposal
Penelitian

b. Bimbingan proposal
penelitian

c. Seminar proposal penelitian

2. Tahap II:

Penulisan Tugas Akhir

a. Observasi dan pengamatan



b.Olah dan analisis data

c.Penulisan laporan tugas akhir

d.Bimbingan Tugas akhir

3. Tahap III:

Sidang Tugas akhir


a.Bimbingan akhir tugas akhir

b.Perbaikan tugas akhir

c.Sidang tugas akhir

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

1. Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar

(Sultan Hasanuddin International Airport Makassar)

Menurut Sejarah Pra kemerdekaan, Bandara Hasanuddin

dibangun pada tahun 1935 oleh Pemerintah Hindia Belanda,

dengan nama Kadieng Terbang Field dan terletak sekitar 22

kilometer di utara kota. Sebuah landasan pacu lapangan

terbang dengan rumput berukuran 1.600 m x 45 m (Runway 08-

26) diresmikan pada tanggal 27 September 1937, ditandai

dengan penerbangan komersial yang menghubungkan

Singapura dengan Douglas Aircraft D2/F6 perusahaan KNILM

(Koninklijke Nederlands Indische Luchtvaart Maatschappij).

Pada tahun 1942, pemerintah Jepang memperluas lapangan

menggunakan tenaga kerja POW (Prisoner of War) dan

berganti nama menjadi bidang Lapangan Mandai. Pada tahun

1945, mitra pemerintah Belanda membangun landasan pacu

baru.

Setelah Kemerdekaan, pada tahun 1950, Pemerintah

Indonesia melalui Departemen Pekerjaan Umum, Bagian Flying

Field, mengambil alih lapangan itu dan dipindahkan ke

Penerbangan Sipil, yang kini menjadi Direktorat Jenderal

32
33

Perhubungan Udara. Pada tahun 1955, landasan pacu

diperpanjang menjadi 2.345 m x 45 m dan berganti nama

menjadi bandara Air Mandai. Pada tahun 1980, landasan pacu

13-31 dibangun dengan ukuran 2.500 m x 45 m, dan pada

tahun itu, Pelabuhan Udara Mandai berubah menjadi Air Port

Hasanuddin. Pada tahun 1981, kembali berganti nama menjadi

Bandara Embarkasi/ Debarkasi Haji. Pada tahun 1985,

Pelabuhan Hasanuddin Air berubah nama menjadi Bandara

Hasanuddin.

Pada tanggal 3 Maret 1987, pengelolaan Bandara

Hasanuddin dipindahkan dari Direktorat Jenderal Transportasi

Udara ke Perum Angkasa Pura I, berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 1/1987 tanggal 9 Januari 1987. Pada

tanggal 1 Januari 1993 berubah status menjadi PT (Persero)

Angkasa Pura I. Pada tanggal 30 Oktober 1994, Bandara

Hasanuddin berubah menjadi Bandar Udara Internasional

sesuai dengan keputusan Menteri Perhubungan, KM Nomor

61/1994 tanggal 7 Januari 1995, dan diresmikan oleh Gubernur

Provinsi Sulawesi Selatan yang ditandai dengan penerbangan

oleh Malaysia Airlines langsung dari Kuala Lumpur ke Bandara

Hasanuddin Makassar, kemudian diikuti dengan Silk Air

penerbangan yang menghubungkan Singapura dengan

Hasanuddin. Sejak tahun 1990, Bandara Hasanuddin juga


34

digunakan sebagai embarkasi/ debarkasi langsung dari dan ke

Jeddah.

Bandar Udara Internasional Hasanuddin sejak tahun 2006

juga melayani pengendalian lalu lintas penerbangan wilayah

Timur Indonesia, yang meliputi wilayah udara bagian barat

Kalimantan sampai ke perbatasan negara Papua Nugini di

timur, dan dari perbatasan wilayah Udara Australia ke selatan

ke perbatasan wilayah Filipina.

Pada tanggal 20 Agustus 2008 terminal baru Bandar

Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar beroperasi.

Memiliki luas terminal 5 kali lebih besar dari yang lama dan

dapat menampung sebagian besar jenis pesawat dari pesawat

kecil sampai kelas Boeing 747. Bandara baru ini dilengkapi

dengan fasilitas terbaik diantaranya landasan pacu 3100 m, 6

buah garbarata, terminal penumpang yang dapat menampung

7 juta penumpang pertahun dan parkir kendaraan bermotor

untuk 1100 mobil dan 400 motor.

Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar

memiliki visi Perusahaan yaitu menjadi salah satu dari sepuluh

perusahaan pengelola bandar udara terbaik di Asia.

Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar

memiliki misi Perusahaan yaitu meningkatkan nilai pemangku

kepentingan menjadi mitra pemerintah dan pendorong

pertumbuhan ekonomi. Kemudian mengusahakan jasa


35

kebandarudaraan melalui pelayanan prima yang memenuhi

standar keamanan, keselamatan, dan kenyamanan.

Selanjutnya meningkatkan daya saing perusahaan melalui

kreatifitas dan inovasi. Yang terakhir, memberikan kontribusi

positif terhadap lingkungan hidup

Nilai budaya yang dijalankan oleh Bandar Udara

Internasional Sultan Hasanuddin Makassar adalah Sinergi,

Adaptif, Terpercaya, dan Unggul.

Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar,

berkantor dengan alamat, Jl. Bandara Lama Sultan Hasanuddin

Makassar 90552, dengan telepon (0411) 550123, dan facsimile

(0411) 553183. E-mail : www.hasanuddin-airport.co.id. Bandar

udara ini diklasifikasikan sebagai Bandar Udara Internasional

(Kelas A) dan berlokasi 10,44 Nm timur laut dari Kota

Makassar, dengan luas 817.532 Ha dan elevasi 47 ft/ 33,5C.

Kode ICAO/ IATA adalah WAAA/ UPG, dengan jam operasi 24

jam. Bandar udara ini memiliki dua Runway yaitu Runway 13

31, dan Runway 03 21, dengan dimensi masing-masing

2500m x 45m dan 3100m x 45m dan kode PCN 63/F/B/W/U

dan 77/F/C/X/T. Dimensi Stopway 60m x 45m, dan dimensi

RESA 90m x 90m dengan permukaan asphalt. Taxiway terbagi

atas 9 lokasi dengan luas area 183.163 m2, Taxiway A,

Taxiway B, Taxiway C, Taxiway Delta, Taxiway Echo, Taxiway

Foxtrot, Taxiway Hotel, Taxiway Hotel, Taxiway Juliet. Untuk


36

lokasi Taxiway sejajar Runway, terdiri 3 lokasi yaitu, Taxiway

South Parallel dari RWY 13/31, Taxiway South Parallel dari

RWY 03/21, Taxiway West Parallel dari RWY 03/21. Apron

mampu menampung 38 pesawat dengan Wide Apron 420 x

172 x 517 x 164 m2. Terminal Penumpang Internasional

memiliki luas 3.815,32 m2, dan Terminal Penumpang Domestik

memiliki luas 47.189,59 m2. Terminal Kargo di lantai satu

memiliki luas 2.541,39 m2, dan di lantai dua memiliki luas

578,56 m2. Check-in Counter yang tersedia sebanyak 48

Counter.

2. Fasilitas PKP-PK Bandar Udara Sultan Hasanuddin

Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar atau

Sultan Hasanuddin International Airport Makassar (SHIAM)

adalan bandar udara dengan kategori PKP-PK tingkat VIII

(delapan). Pada pengelolaan Angkasa Pura I, PKP-PK disebut

dengan nama Airport Fire Fighting and Rescue (AFFR).

Kendaraan yang digunakan oleh AFFR Bandar Udara Sultan

Hasanuddin untuk melakukan operasi berjumlah 10 (sepuluh)

unit, yaitu 1 (satu) unit Foam Tender Rosenbauer tipe I (F-1), 1

(satu) unit Foam Tender Sides tipe I (F-3), 1 (satu) unit Foam

Tender Oshkosh tipe I (F-4), 1 (satu) unit Nurse Tender Morita,

2 (dua) unit RIV Toyota (R-1 dan R-2), 3 (tiga) unit Ambulance

(A-1, A-2 dan A-3) dan 1 (satu) unit Command Car (C-1). Satu
37

kendaraan lain digunakan untuk operasional yaitu Daihatsu

Taft. AFFR juga memiliki peralatan untuk pengangkatan

pesawat yang rusak (salvage for disable aircraft). Letak Fire

Station menghadap ke runway 03 - 21, dilengkapi dengan

ruang Watchroom, garasi yang luas, ruang jaga, ruang training,

ruang rapat, ruang istirahat, gudang, dan ruang-ruang

pendukung lainnya. Gambar kendaraan dan Fire station bisa

dilihat pada Lampiran II halaman 67.

AFFR dipimpin oleh Assisten Manager Operation (AFFR

Section Head), Bapak H. Kamaluddin. Personel yang bertugas

terdiri atas 4 (empat) grup, yaitu grup Alpha, dipimpin oleh

Bapak I Nengah Widia, dengan 21 (dua puluh satu) personel,

kemudian grup Bravo, dipimpin oleh Bapak Idham dengan 21

(dua puluh satu) personel, grup Charlie dipimpin oleh Bapak

Rifai Afin dengan 21 (dua puluh satu) personel, dan grup Delta

dipimpin oleh Bapak Yusuf Alie dengan 20 (dua puluh)

personel. Pemeliharaan dilakukan oleh 3 (tiga) personel, dan

administrasi dilakukan oleh 2 (dua) personel. Jadi jumlah

keseluruhan personel adalah 92 (Sembilan puluh dua) orang.

3. Command Car pada Unit PKP-PK Bandar Udara Sultan

Hasanuddin

Unit PKP-PK Bandar Udara Sultan Hasanuddin, atau yang

lebih dikenal dengan Airport Fire Fighting and Rescue (AFFR)


38

Bandar udara Sultan Hasanuddin Makassar, memiliki Mazda

BT-50 Double Cab dengan tahun perakitan 2008 sebagai

kendaraan komando atau Command Car. Kendaraan ini

didukung dengan mesin 2499 cc diesel turbocharged dengan

intercooler, in-line 4 cylinder, 16 valve, DOHC, electronic multi-

point fuel injection, yang menurut spesifikasi pabrik, mampu

mengeluarkan daya tenaga hingga 143 PS pada 3500 rpm, dan

daya torsi 330 Nm pada 1800 rpm. Kendaraan ini memiliki

transmisi 5 speed manual yang didukung dengan penggerak 4

roda (4 WD). Kendaraan ini memiliki body rigid and torsion-

resistant all steel body with defined crumple zones for the front

and rear section, stable passenger safety cell with side impact

reinforcement in the doors. Pada chassis dan suspensi,

kendaraan ini didukung independent suspension with double

wishbones, torsion bar and tubular double acting shock

absorbers, pada bagian depan. Pada bagian belakang

menggunakan leaf springs with double acting shock absorbers.

Teknologi remote free wheel hub locking system dan limited slip

differential memungkinkan kendaraan ini berganti penggerak

dari dua roda menjadi empat roda atau sebaliknya, pada saat

berjalan. Kendaraan ini menggunakan sistem pengereman

hydraulic, diagonally divided dual circuit system with vacuum

amplifier dengan 4 wheel antilock braking system (4W-ABS)

with electronic brake-force distribution (EBD). Pada roda depan


39

menggunakan 289 mm ventilated disc brakes, pada roda

belakang 295 mm ventilated drum brakes. Rem parkir

menggunakan mechanical parking brake acting on rear wheels.

Kendaraan komando berwarna merah terang dengan

variasi stripping berwarna kuning pada kap mesin dan buritan

bagasi belakang, dengan lambang huruf C besar berwana putih

pada sisi pintu sebelah kanan dan sebelah kiri. Memiliki 4 pintu

masuk passenger pada cabin. Pada velg roda berwarna merah

dengan kombinasi putih. Sehingga kendaraan ini dengan

mudah dapat dikenali dari tampilannya. Ruang cabin mampu

menampung 5 orang dewasa, seorang driver di kursi depan

kanan, seorang passenger di kursi depan kiri, dan tiga orang

passenger di kursi bagian tengah, karena berbentuk double

cab, walaupun chassis berdasar pada bentuk pick-up.

Sehingga masih tersedia ruang di bagasi belakang yang cukup

luas untuk penempatan peralatan pendukung.

Pada pengujian oleh manufacturer, kendaraan ini mampu

berakselerasi dari diam ke 100 km/jam dengan waktu 11,9

detik. Kecepatan tertinggi 158 km/jam. Peneliti berkesempatan

melakukan pengujian sendiri pada kendaraan komando ini.

Pengendara adalah Bapak Rifai Afin, Team Leader pada group

Charlie. Pengujian dilakukan di access road, dengan kondisi

kendaraan terkini pada saat itu, akselerasi dari diam mencapai


40

80 km/jam dengan waktu tempuh 15 detik. Untuk kecepatan

tertinggi 110 km/jam ditempuh dalam waktu 35 detik.

Gambar 4.1. Tampak Samping Command Car AFFR Bandar Udara

Sultan Hasanuddin Makassar

Gambar 4.2. Tampak Depan Command Car AFFR Bandar Udara

Sultan Hasanuddin Makassar

Beberapa peralatan yang terpasang, untuk menunjang peranan

di kendaraan komando ini, antara lain:


41

1. Peralatan radio komunikasi

Radio Komunikasi yang terdapat pada kendaraan

komando ini adalah Radio komunikasi dua arah.

Kegunaan dari radio ini adalah untuk melakukan

komunikasi, percakapan, dari kendaraan ini kepada

kendaraan lainnya dari unit AFFR, Airport Traffic

Controller (ATC) dan unit-unit kerja yang lain yang sama

dalam satu frekuensi. Selain itu untuk selalu

mendengarkan percakapan, memonitor keadaan yang

terjadi di Bandar udara, dari frekuensi yang sama.

Gambar 4.3. Radio Komunikasi 2 Arah

2. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Kegunaan alat ini adalah melakukan pemadaman pada

api awal, apabila terjadi kebakaran di Bandar udara.

Bahan pemadam yang digunakan adalah Dry Powder

(DP) dan Carbondioxide (CO2).


42

Gambar 4.4 Pemadam Portable CO2

Gambar 4.5. Pemadam Portable DP

3. Lampu Sorot

Kegunaan dari lampu ini adalah menerangi, memberikan

cahaya yang cukup apabila bekerja di malam hari.


43

Gambar 4.6. Lampu Sorot

4. Lampu Rotari dan Sirene

Kegunaan dari lampu rotari dan sirene adalah

memberikan tanda kepada kendaraan sekitar atau orang

sekitar untuk memberikan jalan kepada kendaraan

komando apabila terjadi sesuatu yang bersifat emergency.

Gambar 4.7. Lampu Rotari


44

B. PENYAJIAN HASIL PENELITIAN

Command Car tergolong dalam kendaraan pendukung di dalam

operasi pemadaman, pada kategori VI sampai X. Namun demikian,

Command Car memiliki peranan yang penting karena menjadi

pemandu dan komando untuk kendaraan-kendaraan utama lainnya.

Hal ini dikuatkan oleh penuturan Kepala Unit PKP-PK (Ass.

Manager/ Section Head AFFR) Bandara Sultan Hasanuddin

Makassar, Bapak H. Kamaluddin:

Di Bandara ini PKP-PK termasuk kategori VIII (delapan) dengan

persyaratan ada kendaraan komando, kendaraan utama dan

kendaraan pendukung, Gunanya kendaraan komando adalah

mengkomandoi kendaraan lain untuk penyergapan dalam operasi

pemadaman, pertolongan dan evakuasi penumpang. Dalam usaha

tersebut, kendaraan komando dibawa oleh Kepala Operasi atau

Team Leader. (Wawancara, 10 Desember 2014)

Demikan pendapat ini diperkuat oleh Komandan Jaga (Team Leader)

dari group Charlie, Bapak Rifai Afin:

Charlie One (C 1) atau mobil komando berfungsi sebagai kendaraan

operasi kendali di lapangan, yang dikendarai oleh Team Leader.

Mobil komando mengambil posisi lebih dahulu dan lebih luas

jangkauannya dari kendaraan lain dan tidak bersama kendaraan

operasi yang lain untuk mengetahui keadaan sebenarnya di

lapangan, posisi strategis yang kemudian mengarahkan kendaraan

lain pada posisi sebaik-baiknya. (Wawancara, 2 Desember 2014)


45

Sehingga, peranan kendaraan komando pada unit AFFR di Bandar

Udara Sultan Hasanuddin, adalah mendukung kinerja dari kendaraan

utama untuk melakukan operasi pemadaman dan pertolongan

terhadap kebakaran yang terjadi pada pesawat udara atau bangunan

di sekitar Bandar udara, agar lebih efektif. Menurut pelaksana senior,

driver dari F 4 Oshkosh, Bapak Ahmad, bahwa:

Ada 3 fungsi utama yang harus dijalankan oleh komando car, yaitu

komando, kordinasi, komunikasi.atau bisa disingkat 3 C, command,

coordination, communication. (Wawancara, 1 Desember 2014)

Dengan pengertian bahwa komando adalah perintah, memberikan

instruksi kepada personel pelaksana di bawahnya pada sebuah

operasi. Sedangkan kordinasi berarti mengimbangi dan

menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan

yang sesuai dengan masing-masing dan menjaga agar operasi

dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para

personel itu sendiri. Komunikasi memiliki pengertian, suatu proses

dalam mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi,

dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar

terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Dalam hal ini antara

kepala operasi, personel pelaksana operasi, ATC, dan pihak-pihak

terkait dalam frekuensi radio yang sama. Hal ini juga diperkuat oleh

Bapak I Nengah Widia, Team Leader dari group Alpha, bahwa:

Fungsi kendaraan komando adalah komando, komunikasi dan

kordinasi dalam sebuah operasi pemadaman. Hanya itu, tidak ada


46

fungsi lain. Jika diperbantukan untuk tugas-tugas yang lain pun, itu

jika memang ada permintaan dari Tower atau management. Karena

di sini belum ada utility car. (Wawancara, 2 Desember 2014)

Dijelaskan di dalam pernyataan di atas, bahwa kendaraan komando

memiliki tugas tambahan apabila ada permintaan yang bersifat

emergency maupun tidak, dari ATC atau Management PT. Angkasa

Pura I. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Section Head AFFR,

Bapak H. Kamaluddin:

Porsi kendaraan komando hanya mendukung penyergapan saat

operasi. Tidak ada selain itu. Tapi jika ada permintaan dari Tower

untuk melakukan pengawasan runway, atau untuk pengusiran

binatang di runway atau taxiway, termasuk bird strike, maka

dikerahkan kendaraan komando untuk melakukan tugas tersebut.

Karena kendaraan ini lebih ringan, dapat cepat bergerak daripada

kendaraan kami yang lain. Dan juga dilengkapi dengan radio,

sehingga bisa monitor sewaktu-waktu. Tapi itu bukan tugas

utamanya. (Wawancara, 10 Desember 2014)

Pernyataan dari Bapak I Nengah Widia, Team Leader dari group

Alpha, juga menambahkan:

Tugas tambahan dari kendaraan komando akan dikerjakan selama

hal itu menyangkut keselamatan penerbangan. (Wawancara, 8

Desember 2014)

Pengecekan runway dan taxiway dilakukan oleh kendaraan

komando, pada setiap hari sebanyak dua kali, yaitu jam 6 pagi dan
47

12 siang. Peneliti berkesempatan untuk ikut melakukan pengecekan

pada tanggal 2 Desember 2014 jam 12 siang. Pengecekan dilakukan

oleh Bapak Maulana Malik, pelaksana Senior dan Bapak Muhammad

Anugerah. Pengecekan dilakukan secara berurutan dari taxiway

depan Fire Station lalu dilanjutkan ke runway 03 21. Pengecekan

berlanjut ke runway 13 31, dan taxiway, berlanjut ke apron lama.

Bapak Maulana Malik, mengatakan:

Pengecekan runway dilakukan untuk melihat kondisi permukaan

runway dan taxiway. Apabila terdapat bangkai hewan, biasanya

burung, ular atau batu-batu kerikil, segera dilaporkan ke ATC. Lalu

ATC akan menyampaikan kepada unit Teknik Landasan dan

Bangunan, untuk segera diambil dan dibersihkan. (Wawancara, 2

desember 2014)

Kendaraan komando, juga dapat diperbantukan sebagai pemandu,

pengiring untuk kendaraan-kendaraan dari luar, yang tidak memiliki

ijin masuk Bandar udara. Bapak Ahmad, pelaksana senior

mengatakan:

Sebelum ada kendaraan AMC, kendaraan komando juga bertugas

memandu kendaraan-kendaraan lain yang tidak memiliki izin masuk

Bandar udara. Biasanya kendaraan-kendaraan ini bersfat insidental,

seperti kendaraan proyek, atau Ambulance dari luar, untuk

pengantaran atau penjemputan pasien dari pesawat. (Wawancara, 1

Desember 2014)
48

Demikian juga untuk survey operasional atau keadaan darurat

lainnya di gedung-gedung Bandar udara dan lokasi dalam Bandar

udara, kendaraan komando akan berangkat apabila ada permintaan.

Seperti pernyataan Section Head AFFR, Bapak H. Kamaluddin:

Alat Pemadam Api Ringan disediakan di kendaraan komando dan

bisa digunakan sewaktu-waktu. Kendaraan komando akan bergerak

untuk melakukan survey awal apabila ada permintaan atau

mendengar melalui radio menuju lokasi gedung yang mengalami

kebakaran. Api dipadamkan oleh bahan pemadam yang ada. Apabila

ternyata sudah membesar, personel memanggil bantuan yang lebih

besar dengan peralatan yang lebih lengkap. (Wawancara, 10

Desember 2014)

Bapak Adrianto Sinaga, pelaksana senior, berpendapat:

Kendaraan komando memang juga melakukan survey cepat saat

menuju lokasi terjadinya kebakaran, di segala tempat di penjuru

Bandar udara, menguasai topografi secara terperinci. Pihak

management juga harus melakukan pengerasan tanah atau dataran

di daerah-daerah dalam Bandar udara yang memiliki kemungkinan

crash pesawat. (Wawancara, 2 Desember 2014)

Team Leader group Charlie, Bapak Rifai Afin, juga berpendapat:

Banyak juga parit di sini walaupun jalan mulus, Itu juga merupakan

salah satu yang dapat menghambat jalannya operasi, ketika menuju

ke lokasi. Terrain harusnya diperhatikan. Harus ada orientasi yang


49

cukup mengenai topografi Bandar Udara. (Wawancara, 2 Desember

2014)

Karena lokasi yang kadang harus melalui dataran yang bukan

diperkeras, dan sulit dijangkau maka dipergunakanlah kendaraan

dengan spesifikasi chassis off road dengan ground clearance yang

tinggi, dan penggerak 4 roda. Sesuai dengan pendapat beliau di

atas:

Lokasi di lapangan, kondisi jalan yang dilewati, apalagi daerah

shoulder, terkadang masih berat untuk kendaraan standard, apalagi

sedan, walaupun sedan bisa mencapai akselerasi lebih agresif,

ground clearance-nya rendah, bisa terkena benturan bagian bawah.

(Wawancara, 2 Desember 2014)

Peralatan penunjang kendaraan komando berbanding lurus dengan

fungsi kendaraan itu. Apabila peralatan tersebut bekerja baik, maka

fungsi kendaraan tersebut semakin baik. Demikian pula sebaliknya.

C. ANALISIS HASIL PENELITIAN

Secara umum, Command Car yang digunakan AFFR Sultan

Hasanuddin, yang berbasis kendaraan Mazda double cabin dengan

series BT-50 dengan mesin turbo diesel segaris 2.499cc, perakitan

tahun 2008 ini dapat bekerja dengan baik. Kelengkapan peralatan

kendaraan bawaan pabrik, seperti; lampu headlamp, signlamp,

klakson, wiper, ban, sistem pengereman, berfungsi dengan baik.

Beberapa peralatan yang mendukung operasi, antara lain: radio


50

komunikasi, alat pemadam api portable (APAR), lampu sorot,

berfungsi dengan baik.

Namun setelah dilakukan observasi dengan lebih mendalam,

dan wawancara, ada beberapa permasalahan yang timbul, yang

dapat berpengaruh kurang baik terhadap fungsi kendaraan komando

itu sendiri.

Analisis yang pertama, yang berkaitan dengan kinerja mesin

dan chassis body (kelengkapan bawaan manufacturer) adalah terjadi

penurunan kemampuan kerja mesin, yang diketahui dari pengujian,

dari posisi diam dan berakselerasi hingga 80 km/jam ditempuh dalam

15 detik. Juga kemampuan top speed 110 km/jam dengan waktu 35

detik, tanpa penggunaan A/C. Sementara pada pengetesan

manufacturer, dari 0 mencapai 100km/jam dengan waktu 11,9 detik.

Hal ini diperkuat juga oleh pendapat Bapak Adrianto Sinaga,

pelaksana senior, bahwa:

Kendaraan ini pengadaan tahun 2009, memang kurang maksimal

dan beberapa kali mengalami perbaikan kategori 2. Larinya sudah

berkurang, sudah tidak seperti awal baru. Kurang maksimal, top

speed hanya sedikit di atas 100km/jam. (Wawancara, 2 Desember

2014)

Pendapat lain diberikan oleh Bapak I Nengah Widia, Team Leader

untuk group Alpha, bahwa:

Yang ada sudah optimal, tapi memang karena kendaraan sudah

berumur jadi perlu pengadaan baru. Kendaraan yang ada sudah


51

tahun pengadaan tahun 2009, jadi sudah 5 tahun, perlu pengadaan

baru. (Wawancara, 8 Desember 2014)

Kemudian, terjadi gangguan pada sistem kemudi (setir) jika dipacu

pada kecepatan tinggi, bergerak sendiri ke kanan ataupun ke kiri,

yang mengakibatkan handling kendaraan menjadi kurang baik. Pada

cabin terdapat kerusakan pada mekanisme pintu sebelah kanan

belakang, sehingga tidak dapat dibuka dari luar. Hal ini dirasakan

peneliti pada saat pengujian kendaraan pada tanggal 2 Desember

2014. Berita Acara kerusakan mekanisme pintu dilampirkan pada

Lampiran III halaman 71.

Analisis kedua berkaitan dengan peralatan penunjang yang

mendukung fungsi pada kendaraan ini. Pada dashboard kendaraan

tidak terdapat peralatan radio komunikasi satu arah, yang digunakan

untuk mendengar percakapan, memonitor ATC dengan Pesawat.

Hal ini juga disampaikan oleh Bapak Adrianto Sinaga, pelaksana

Senior:

Radio komunikasi satu arah sedang rusak dan dicopot. Memang

ada HT untuk memonitor, tapi lebih baik lagi jika radio itu berfungsi,

jadi bisa dengar percakapan antar ATC dan penerbang. Jadi apabila

ada kendala, kita bisa lebih dulu siap antisipasi (Wawancara, 2

Desember 2014)

Pernyataan ini juga didukung oleh Bapak Rifai Afin, Team Leader

group Charlie:
52

Harus ada Radio monitor untuk mendengarkan percakapan Tower.

Karena saat ini Radio monitor sedang mengalami perbaikan..

(Wawancara, 2 Desember 2014)

Peralatan penunjang seperti alat pengeras suara (megaphone) yang

digunakan untuk menyampaikan perintah di lapangan juga tidak

terpasang. Bapak Rifai Afin, Team Leader group Charlie,

berpendapat:

Alat komunikasi bisa digunakan dalam kendaraan, namun jika

kepala operasi keluar dari kendaraan harus ada pengeras suara

untuk jangkauan suara yang lebih luas untuk memberikan komando

di lapangan kepada jajarannya. (Wawancara, 2 Desember 2014)

Analisis ketiga, yang berkaitan dengan administrasi yaitu tidak

terdapat Log Book atau Agenda Harian penggunaan kendaraan. Log

Book perlu diadakan untuk melihat riwayat, sejarah dari penggunaan,

perbaikan kendaraan itu. Peneliti menanyakan kepada Bapak

Syaiful, pemeliharaan kendaraan, dan pernyataannya:

Apabila terdapat kerusakan biasanya langsung dilaporkan kepada

Team Leader, dan dilaporkan melalui Laporan Kerja Harian. Apabila

membutuhkan penggantian akan ditangani unit Alat Berat

(Wawancara, 2 Desember 2014)

Setelah dilakukan observasi terhadap beberapa Standard Operating

Procedures yang dimiliki oleh AFFR, ternyata tidak ditemukan point

khusus yang mengatur mengenai pengoperasian kendaraan

komando, juga peralatan penunjangnya.


53

Dari beberapa wawancara dan observasi tersebut di atas maka

peneliti memperoleh data mengenai beberapa masalah yang terjadi

pada Command Car yang terkait dengan kondisi, dan dapat

mempengaruhi fungsinya dalam pelayanan darurat. Masalah-

masalah ini dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:

1. Perlengkapan bawaan manufacturer, seperti penurunan kerja

mesin dan kerusakan mekanisme chassis body.

2. Peralatan penunjang yang dipasang untuk mendukung fungsi

Command Car, seperti kerusakan pada radio satu arah dan

ketiadaan megaphone, dan lain sebagainya.

3. Bersifat administratif;

a. tidak adanya Log Book (Agenda Harian)

b. tidak adanya Standard Operating Procedures

pengoperasian Command Car dan peralatan penunjangnya.

Dari beberapa kelompok di atas, dapat kemudian diberikan

alternative solusi pada Sub Bab berikutnya.

D. PEMECAHAN MASALAH

Dari beberapa pengelompokkan masalah di atas, dapat diambil

beberapa alternatif solusi sebagai berikut;

1. Dilakukan perbaikan pada Command Car untuk AFFR Sultan

Hasanuddin, agar dapat lebih berfungsi optimal dalam

mendukung operasi pemadaman. Jika belum ada, dilakukan

tindakan perbaikan untuk fungsi-fungsi yang kurang optimal,


54

seperti handling dan roda, dan perbaikan pada mekanisme

pintu.

2. Pengadaan atau perbaikan peralatan yang seharusnya

berfungsi dengan baik, seperti radio komunikasi satu arah.

Untuk melengkapi fungsi Command Car, diadakan

pemasangan peralatan lain yang menunjang, seperti:

a. APAR dengan bahan pemadam Halotron atau Clean

Agent yang berkemampuan mendekati Halotron.

b. Alat pengeras suara (Megaphone)

c. Gunting plat baja (Scissor) untuk pemotongan plat baja.

d. Pengukur panjang, bisa rolling meter atau yang

sejenisnya, untuk digunakan dalam investigasi.

e. Lampu sorot yang dapat diputar (tidak permanen),

sehingga lebih fleksibel.

f. Identification Location Transmitter (ILT).

3. Adanya catatan administratif, seperti;

a. Pengadaan Log Book atau agenda harian kerja pada

Command Car, sehingga riwayat kendaraan dapat terlihat

dan dapat dikontrol.

b. Pembuatan Standard Operating Procedures

pengoperasian Command Car dan peralatan

penunjangnya.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Command Car yang digunakan AFFR Sultan Hasanuddin, yang

berbasis kendaraan Mazda double cabin dengan series BT-50

dengan mesin turbo diesel segaris 2.499cc, perakitan tahun 2008 ini

dapat bekerja dengan baik. Kelengkapan peralatan kendaraan

bawaan pabrik, seperti; lampu headlamp, signlamp, klakson, wiper,

ban, sistem pengereman, berfungsi dengan normal. Beberapa

peralatan yang menunjang operasi, antara lain: radio komunikasi,

alat pemadam api portable (APAR), lampu sorot, berfungsi dengan

baik. Namun setelah dilakukan observasi dengan lebih mendalam,

dan wawancara, ada beberapa permasalahan yang timbul, yang

dapat berpengaruh kurang baik terhadap fungsi kendaraan komando

itu sendiri. Masalah-masalah ini dapat dikelompokkan menjadi 3

(tiga), yaitu:

1. Perlengkapan bawaan manufacturer, seperti penurunan kerja

mesin dan kerusakan mekanisme chassis body.

2. Peralatan penunjang yang dipasang untuk mendukung fungsi

Command Car, seperti kerusakan pada radio satu arah,

ketiadaan megaphone dan sebagainya.

3. Bersifat administratif;

a. tidak adanya Log Book (Agenda Harian)

55
56

b. tidak adanya Standard Operating Procedures

pengoperasian Command Car dan peralatan

penunjangnya.

B. SARAN

Dari beberapa pengelompokkan masalah di atas, dapat diambil

beberapa alternatif solusi sebagai berikut;

1. Dilakukan perbaikan pada Command Car untuk AFFR Sultan

Hasanuddin, agar dapat lebih berfungsi optimal dalam

mendukung operasi pemadaman. Jika belum ada, dilakukan

tindakan perbaikan untuk fungsi-fungsi yang kurang optimal,

seperti handling dan roda, dan perbaikan pada mekanisme

pintu.

2. Pengadaan atau perbaikan peralatan yang seharusnya

berfungsi dengan baik, seperti radio komunikasi satu arah.

Untuk melengkapi fungsi Command Car, diadakan

pemasangan peralatan lain yang menunjang, seperti:

a. APAR dengan bahan pemadam Halotron atau Clean

Agent yang berkemampuan mendekati Halotron.

b. Alat pengeras suara (Megaphone).

c. Gunting plat baja (Scissor) untuk pemotongan plat baja.

d. Pengukur panjang, bisa rolling meter atau yang

sejenisnya, untuk digunakan dalam investigasi.


57

e. Lampu sorot yang dapat diputar (tidak permanen),

sehingga lebih fleksibel.

f. Identification Location Transmitter (ILT).

3. Adanya catatan administratif, seperti;

a. Pengadaan Log Book atau agenda harian kerja pada

Command Car, sehingga riwayat kendaraan dapat terlihat

dan dapat dikontrol.

b. Pembuatan Standard Operating Procedures

pengoperasian Command Car dan peralatan

penunjangnya.
DAFTAR PUSTAKA

Doc 9137-AN/ 898 Part 1, Airport Services Manual Part 1 Rescue and Fire
Fighting, Third Edition, ICAO, 1990

National Fire Protection Association, NFPA 402, Aircraft Rescue and Fire-
Fighting Operations, 2002 Edition, Massachusetts: NFPA, Inc., 2002

National Fire Protection Association, NFPA 403, Aircraft Rescue and Fire-
Fighting Services at Airports, 2003 Edition, Massachusetts: NFPA, Inc.,
2003

National Fire Protection Association, NFPA 414, Aircraft Rescue and Fire-
Fighting Vehicles, 2007 Edition, Massachusetts: NFPA, Inc., 2007

Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: KP 420 Tahun


2011 tentang Persyaratan Standar Teknis dan Operasional Peraturan
Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 (manual of standard
CASR part 139) Volume IV, Pelayanan Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 24 Tahun 2009 tentang


Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil bagian 130 tentang Bandar
Udara

Sneed, Marsha, and Friends, Aircraft Rescue and Fire Fighting, Fourth
Edition, Oklahoma: Oklahoma State University, 2001

Sri Mulyono, S.Sos., Diktat Bahan Ajar Perlengkapan Pemadaman, 2012

Suharsimi Arikunto, Prof., Dr., Manajemen Penelitian, Edisi kesepuluh,


Jakarta: Rineka Cipta, 2009

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang


Penerbangan

http://hasanuddin-airport.co.id/

http://www.dresden-airport.de/company/safety/airport-fire-brigade.html

http://www.indianafiretrucks.com/pages/marion/airport/station_1.html

http://www.kbbi.web.id

http://www.sides.fr/index.php/en/fast-response-vehicle/

58
LAMPIRAN I

Wawancara dengan Team Leader grup Charlie, Rifai Afin (Y), pada
tanggal 2 Desember 2014.
X: Apa kegunaan dari Commando Car, jika buat proses pemadaman?
Y: Commander atau C1, menurut ketentuan AEP, keberadaan C1
harus ada alat komunikasi, sebagai monitor dari berbagai arah.
Sehingga posisi sebaik-baiknyanya di dalam kendaraan itu adalah
komandan operasi atau team leader.
X: Apa peranan kerja dari Command Car?
Y: Menurut aturan Direksi AP I, sebagai kendaraan operasi kendali
operasional, team leader mengendarai kendaraan. Mengambil posisi
lebih dahulu dari kendaraan lain dan tidak bersama kendaraan
operasi yang lain untuk mengetahui keadaan sebenarnya di
lapangan, posisi strategis yang kemudian mengarahkan kendaraan
lain pada posisi sebaik-baiknya. Idealnya terdapat alat pengeras
suara untuk mengarahkan personel di lapangan.
X: Apa kegunaan dari alat komunikasi?
Y: Alat komunikasi bisa digunakan dalam kendaraan, namun jika kepala
operasi keluar dari kendaraan harus ada pengeras suara untuk
daerah yang lebih luas, memberikan komando di lapangan.
X: Bagaimana kondisi alat komunikasi yang ada di mobil?
Y: Perlu penambahan alat komunikasi, Alat komunikasi sebatas HT
untuk Tower dan kendaraan lain dan Fire Station.
X: Apa ada kendala di kendaraan?
Y: Alat komunikasinya hampir sama dengan F4. Harus ada Radio
monitor untuk mendengarkan percakapan Tower, Radio monitor
sedang mengalami perbaikan.
X: Apa kegunaan lampu sorot?.
Y: Lampu sorot untuk melakukan kegiatan operasi di malam hari karena
bandar udara juga beraktifitas di malam hari, 24 jam penerbangan
bisaanya sampai dinihari jam 2 jam 3.

59
60

X: Bagaimana dengan pengaturan shift kerja?


Y: Mengacu pada aturan AP I, di atas 19 jam harus dibagi 4 shift, 6 jam
pagi, 6 jam siang, 12 jam malam. Menurut pendapat pribadi,
kepadatan penerbangan di malam hari lebih tinggi dibanding siang
hari. Memang disediakan kasur bukan untuk tidur tapi untuk tempat
beristirahat.
X: Bagaimana bila Komandan Operasi berada di dalam Kendaraan
utama?
Y: Komando car, dilihat dari perkembangan, dari banyaknya tempat
duduk di F4 tidak memadai untuk tambahan duduk, apabila ditambah
komandan operasi tidak cukup. Kendaraan commando car tetap ada,
berperan dalam mengarahkan, bertanggung jawab penuh operasi
secara keseluruhan. Tidak terjadi tumpang tindih perintah dalam satu
kendaraan. Jika ada aturan yang berlaku dan pengujian team leader
di dalam kendaraan utama, kita akan mengikuti.
X: Bagaimana dengan driver pada Command Car?
Y: Harus ada driver khusus, bukan kepala operasi yang mengendarai
sendiri. Komunikasi diutamakan, kendala tidak sempat memberikan
perintah, arahan, penempatan posisi kendaraan karena konsentrasi
terganggu. Bebas mengarahkan, ada waktu untuk berpikir.
X: Bagaimana apablia Command Car menggunakan kendaraan jenis
sedan?
Y: Lokasi di lapangan, kondisi medan, apalagi shoulder, kendaraan
tidak sesuai jika menggunakan sedan, walaupun lebih cepat.
X: Bahan Pemadam apa yang disarankan untk dibawa Command Car?
Y: Adanya APAR Halotron, untuk mendukung operasi. Jika perlu
digunakan selang untuk menjangkau lokasi yang lebih jauh.
X: Bagaimana peranan Command Car pada saat Siaga I?
Y: Siaga I, local stand by, posisi menunggu, termasuk command car.
Menunggu kondisi selanjutnya dari tower. Personel tetap bersiap di
kendaraan. Penentuan kondisi bahaya ditentukan oleh komandan
operasi tergantung situasi yang diberikan oleh tower.
61

X: Bagaimana peranan Command Car pada saat Siaga II?


Y: Siaga II, kendaraan bersiap di taxiway, fillet
X: Bagaimana peranan Command Car pada saat Siaga III?
Y: Siaga III, bergerak ke lokasi, mengikuti urutan-urutan convoy, tetap
memperhatikan safety, beraturan, sebisa mungkin, komando,
kendaraan utama, dan kendaraan pendukung lainnya. Tidak saling
mendahului. Tetap menjaga situasi
X: Apa yang dimaksud Size Up?
Y: pelaksanaan Size Up bisa dilakukan dari Fire station, mengetahui
informasi yang terjadi, dipelajari, melakukan analisis. Bisa juga,
secara cepat, sambil bergerak ke lokasi dan memberikan informasi
kepada kendaraan lain sesuai kondisi di lapangan, sesuai dengan
yang diberikan Tower. Pesawat berada dimana, arah anginnya
darimana, kendaraan ditempatkan sesuai SOP yang ada.
X: Bagaimana kondisi permukaan di daerah shoulder?
Y: Banyak juga parit di sini walaupun jalan mulus, salah satu yang
Menghambat operasi ke lokasi adalah terrain. Harusnya
diperhatikan, harus ada orientasi.
X: Saya lihat Kendaraan Komando ada 2, mengapa?
Y: Komando car ada 2, pengadaan baru untuk penggantian yang lama,
namun yang lama tetap difungsikan, karena ada 2 runway.
Pengadaan kendaraan ini disesuaikan spesifikasi di lapangan, ya
dapatnya Mazda BT 200.

Wawancara dengan Team Leader goup Alpha; I Nengah Widia (Z),


pada tanggal 8 Desember 2014.
X: Apa fungsi dan tugas mobil komando?
Z: Sebagai fungsi komunikasi dan komando di lapangan
X: Apa kendaraan Komando mempunyai tugas operasional yang lain?
Z: Kendaraan operasional sebenarnya tidak ada, karena di sini tidak
ada utility car, maka dipergunakan commando car
62

X: Bagaimana dengan pengawasan run way atau potong rumput, yang


menggunakan mobil komando?
Z: Masih dibilang tugas juga karena menyangkut keselamatan
penerbangan,
X: Bagaimana jika kebakaran di terminal?
Z: Fungsi komando kan ada alat pemadam apar, itu bisa dipakai. Atau
penanganan awal dan survey awal juga bisa pakai komando.
X: Apa saja peralatan yang seharusnya ada di komando?
Z: APAR, radio komunikasi, cutterbolt,
X: Bagaimana dengan bahan pemadamnya?
Z: APAR bisa halotron, dry powder,
X: Apa ada alat lain yang bisa ditambahkan sebagai penunjang?
Z: Urgent, meteran, sebagai pengukur apabila ada kejadian kecelakaan
pesawat, jadi selalu tersedia.
X: Bagaimana dengan binocullar?
Z: Bukan di mobil komando, tapi di rescue boat di laut
X: Bagaimana dengan lampu sorot?
Z: Harus ada, tapi sepertinya yang ada ini kurang terang, dan mestinya
bisa digerakkan ke segala arah
X: Bagaimana dengan kendaraan yang ada ini?
Z: Peranan mobil komando yang ada sekarang sudah optimal tapi
memang karena kendaraan sudah berumur jadi perlu pengadaan
baru. Kendaraan yang ada sudah tahun 2009, jadi sudah 5 tahun,
perlu pengadaan baru.

Wawancara dengan Adrianto Sinaga (S), pelaksana Senior pada


bagian Administrasi, pada tanggal 2 Desember 2014
X: Apakah commando car yang sekarang ini sudah ideal?
S: Kendaraan ini pengadaan 2009, sudah tidak maksimal, beberapa kali
overhoul, kategori 2, lari sudah berkurang, sudah beberapa kali
63

diadakan untuk pengadaan baru. Dari ketika dating sudah kurang


maksimal, top speed hanya sedikit di atas 100km/jam.
X: Kelengkapan fitur apa ada yang pernah ditambahkan?
S: Radio komunikasi satu arah rusak, tapi memang ada HT untuk
memonitor, tapi lebih baik jika radio satu arah berfungsi dengan baik.
Karena bisa tahu percakapan antar ATC dan penerbang
X: Efektifkah mobil komando saat ini?
S: Efektif, karena butuh kendaraan pemandu untuk dua atau lebih
kendaraan lain. Lagipula, bisa untuk tambahan personil lain. Apabila
tidak ada tempat. Apabila PTO, ada di kendaraan lain, takut
menggangu komando dan kordinasi di kendaraan lain.
X: Apa fungsi mobil komando?
S: Fungsinya adala komando, kordinasi dan komunikasi
X: Apakah benar mobil komando juga berguna sebagai kendaraan
survey awal?
S: Sepakat, memang perlu kendaraan untuk survey awal, tetapi
harusnya kondisi topografi harus dikuasai dan dikendalikan, contoh
pengerasan untuk daerah-daerah yang mungkin terjadi crash.
X. Kejadian atau kebakaran apa yang terjadi baru-baru ini?
S: Pecah ban belakang sriwijaya, boeing 737-500, siaga 3, tapi tidak
timbul api. Sehingga tidak diadakan pemadaman. F4 turun ladder
sebagai pengganti tangga darurat di esawat untuk evakuasi
enumpang. Penumpang dikumpulkan di terminal, ditangani airport
service, security di lokasi. Pesawat ganti ban dan roda di tempat
karena tidak dapat bergerak, bandara sempat mengalihkan ke
runway salah satu yaitu 03-21.
X: Bagaimana jika nanti penggunaan Komando car ditiadakan?
S: Strukturnya harus diubah, squad leader masing masing kendaraan
ada yang diubah, squad leader pemadaman, squad leader rescue,
dan salah satu lagi ada PTO, Foam Tender agar efektif
X: Apakah dalam siaga 3, tetap berlaku susunan kendaraan berlari
secara berurutan sesuai teori?
64

S: Jika kondisi lapangan, secepatnya siapapun, naluri rescue, yang


maju lebih dulu. Tapi biasanya ambulan pasti mengalah dari Foam
Tender
X: Bagaimana dengan adanya driver di mobil komando?
S: Idealnya PTO, harus ada yang menyupiri di komando, agar lebih
fokus dalam komunikasi dan kordinasi, tidak terpecah dengan
mengendarai kendaraan.

Wawancara dengan H. Kamaluddin (H), Section Head AFFR tanggal


10 Desember 2014
X: Bgaimana dengan peranan commando car sebagai kendaraan
pendukung?
H: Kategori 8 persyaratan ada kendaraan komando, kendaraan utama.
Ada kendaraan pendukung, Gunanya adalah mengkomandoi
kendaraan lain untuk penyergapan, atau evakuasi penumpang.
Mereka tidak ada di samping kendaraan, melainkan ada di lain
tempat untuk mengkomandoi operasi. Komando ada di sekitar posisi
kendaraan utama.
X: Bagaimana apabila ada aturan yang meniadakan mobil komando,
bagaimana menurut bapak?
H: Tergantung dari Standard yang disepakati, Australia pakai komando,
apabila ada masalah, semua berpusat di situ. pusat informasi,
kepala2 pimpinan, bahkan ada sekarang namanya command post,
tapi di kita belum ada. Kita baru rencanakan 2016. Sebuah tempat
khusus untuk menyambung komunikasi antara pejabat dan
komandan lapangan dan pihak-pihak terkait. Bisa saja kita modifikasi
Ambulan atau kendaraan yang tidak terpakai sebagai tempat melihat
kondisi dan para pejabat lapangan untuk memimpin dan
menginformasikan. Evakuasi kembali ke EOC nya,
X: Apa ada fungsi lain dari komando car selain memandu operasi?
65

H: Tidak ada, hanya penyergapan, tapi jika ada permintaan dari ATC
untuk survey runway, atau hal-hal lain yang terjadi di runway maka
diperbantukan untuk itu
X: Bagaimana dengan bahan pemadamnya? Apabila terjadi kebakaran
di gedung atau terminal?
H: Bahan pemadam APAR, yang bisa digunakan sebagai langkah awal
survey, harus ada, untuk melakukan pengecekan survey apabila
terjadi kebakaran, dan apabila tidak dapat ditangani, bisa memanggil
kendaraan lain yang lebih lengkap.
X: Bagaimana jika ada driver di kendaraan komando?
H: Sebenarnya jika kita sendiri yang operator, kita komunikasi lewat
radio, kita yang menyupir, tidak bisa kita konsen, malah bisa
menabrak. Ya harus ada, memang harus agar tidak konsentrasi,
supir harus senior, komandan lapangan bisa fokus terhadap
komando dan kordinasi tidak terganggu dengan mengendarai
kendaraan, karena dia juga membantu komandan lapangan dalam
pertimbangan rencana, size up, komunikasi
X: Apakah mobil komando yang ada sudah ideal?
H: Cukup, untuk kategori 8.
X: Apa ada penambahan peralatan yang bisa lebih mendukung
fungsinya?
H: Radio komunikasi, pengeras suara harus optimal, agar penyampaian
juga menjadi jelas dalam jarak tertentu. Apabila ada penambahan
juga harus sesuai dengan kondisi di lapangan, misal jika ada bird
strike, bisa difungsikan, disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

Wawancara dengan Ahmad (A), operator F 4 Oshkosh pada grup


Charlie, pada tanggal 1 Desember 2014
X: Bagaimana fungsi komando di lapangan, apa sudah mendukung?
A: Pasti mendukung fungsi 3 C
X: Apa saja kegunaannya?
66

A: Mengarahkan, komunikasi, ada 3 fungsi utama yang harus


dijalankan oleh komando car, yaitu kordinasi, komando, komunikasi
Komando 4 roda bergerak, sudah mendukung 3 C, jika ada
kekurangan dalam komunikasi, bisa menggunakan HT,
X: Jika kondisi siaga? Bagaimana peletakan kendaraan?
A: Siaga 1, harus stand by di fire station, Siaga 2, memposisikan
kendaraan di taxi, memandu dan mengkomandoi kendaraan lain,
fillet2. Siaga 3, memandu kendaraan lain untuk bergerak
X: Apa ada fungsi lain?
A: Commando memandu kendaraan lain, apabila tidak ada kendaraan
AMC, jika ada permintaan.
X: Bagaimana dengan teori, bahwa kendaraan komando harus paling
depan saat melakukan penyergapan?
A: Kendaraan commando tidak selalu paling depan pada saat
menghadapi emergency yang mendadak, walaupun ada SOP yang
mendukungnya atau teori. Tidak perlu menunggu komando untuk
maju lebih dahulu.
X: Apa yang dimaksud size-up?
A: Size up, berpikir sebelum bertindak, jadi disesuaikan dengan tingkat
siaga yang terjadi pada saat itu, berpikir bagaimana penanganannya,
atau tingkat kerusakan pada pesawat, dan lainnya. Bertindak jangan
sembrono, semua harus dipikirkan.
X: Berarti bisa dikatakan tim survey?
A: Memberikan akses jalan termudah untuk kendaraan lain yang lebih
besar, apabila terjadi kebakaran. Pengecekan awal pada kebakaran
alang-alang dan gedung terminal.
X: Siapa saja yang bisa menggunakan mobil komando?
A: Pengguna kendaraan komando bukan hanya digunakan oleh kepala
operasi, tetapi juga digunakan oleh personel atas perintah dari
komandan jaga, untuk survey atau penangan yang lain.
67

LAMPIRAN II

Gambar Lampiran 2.1. Fire Station dan Apel Pagi Personel

Gambar Lampiran 2.2. Fire Station dan Kendaraan AFFR


68

Gambar Lampiran 2.3. F-1 Rosenbauer

Gambar Lampiran 2.4. F-3 Sides


69

Gambar Lampiran 2.5. F-4 Oshkosh

Gambar Lampiran 2.6. Ambulance


70

Gambar Lampiran 2.7. Ambulance

Gambar Lampiran 2.8. Persiapan Apel pada Hot Drill 15 Mei 2014
71

LAMPIRAN III

Gambar Lampiran 3.1. Berita Acara Kerusakan Mekanisme pintu Command


Car.
PERSETUJUAN PEM BIMBING

KAJIAN KONDISI COMMAND CAR


PADA UNIT PKP-PK DI BANDAR UDARA
SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Lulus


Pendidikan Diploma lll Pertolongan Kecelakaan Penerbangan

ANDRY KURNIANTO
NtT.C.ilt I1i2.A2.1s5

Pembimbing ll,

Pengatur {lll c} Penata Tk. I {llU d}


NtP. 19870610 2A1A121 003 NlP. 19600512198001 2 001
PERSETUJUAN PENGUJI

Tugas Akhir dengan judul KAJIAN KONDISI co,tttrArvD cAR PADA


pxF-px Dt BANbAR UDARA SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR

Penguji: Tanda tangan

ENDANG SUGIH ARTI. SE.. M.Si. (Ketua)


Penata Tk. I (llu d)
NtP. 19600512198001 2 001

2. AHAT HERMAWAN. SH. (Sekretaris)


Penata Muda Tk. l(lll/ b)
N!P.19690316 199201 1 001

3. MUHAMAD NUR. S. AP. (Anggota)


Pengatur Muda Tk. l(lU b)
NlP. 1985A725 201012 1 001

Mengetahui,

a Utama Muda (lvl c)


NlP. 19580111 198303 2 001

ilr

Anda mungkin juga menyukai