Anda di halaman 1dari 100

TATA KELOLA EQUIPMENT PARKING AREA (EPA) DI BANDAR

UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN-MAKASSAR

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Lulus

Program Diploma III Operasi Bandar Udara Angkatan Ke-XIII

INGGRID WIRAYANA KUMALASARI


NIT. 41317011

JURUSAN MANAJEMEN PENERBANGAN


POLITEKNIK PENERBANGAN INDONESIA
CURUG – TANGERANG
2020
ABSTRAK

INGGRID WIRAYANA KUMALASARI, “TATA KELOLA EQUIPMENT


PARKING AREA (EPA) DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN
HASANUDDIN-MAKASSAR”. Tugas Akhir Program Studi Diploma III
Operasi Bandar Udara Angkata XIII, Jurusan Manajemen Penerbangan,
Politeknik Penerbangan Indonesia, Agustus 2020.

Pengawasan ketertiban di apron Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin –


Makassar yang dilakukan oleh personel AMC merupakan kegiatan yang sangat
penting. Semakin bertambahnya jumlah penerbangan disertai dengan peralatan
penunjang pelayanan darat pesawat udara (GSE) yang juga berpengaruh terhadap
bertambahnya pergerakan di apron, maka semakin besar potensi pelanggaran
ketertiban di apron. Melihat kondisi saat ini pergerakan kendaraan yang
beroperasi di sisi udara semakin bertambah seiring dengan jumlah pesawat yang
tinggal landas di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, maka sudah
sewajarnya personel Apron Movement Control (AMC) meningkatkan fungsi
pengawasan dan ketertiban guna mencegah terjadinya pelanggaran yang dapat
mengancam keselamatan penerbangan di sisi udara. Terjadinya pelanggaran di sisi
udara di sebabkan oleh beberapa faktor, tingkat kedisiplinan dari operator sendiri
akan peraturan dan Tata Tertib yang berlaku yang masih kurang, belum adanya
standar operasional prosedur (SOP) yang jelas tentang marka dari pihak AMC,
pengawasan personel AMC belum maksimal merupakan beberapa penyebab
terjadinya pelanggaran. Dengan adanya standar operasional prosedur (SOP) marka
yang jelas, Mematuhi peraturan Tata Tertib yang berlaku dan fungsi pengawasan
personel AMC lebih ditingkatkan diharapkan tingkat pelanggaran dapat ditekan
serendah mungkin. Dengan demikian diharapkan pergerakan kendaraan di sisi
udara menjadi lebih aman dan lancar, sehingga dapat menjamin tercapainya
keselamatan penerbangan di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin –
Makassar.

iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

TUGAS AKHIR : TATA KELOLA EQUIPMENT PARKING AREA (EPA) DI

BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN

MAKASSAR, disetujui sebagai salah satu syarat lulus untuk diajukan pada

sidang Tugas Akhir Program Studi Diploma III Operasi Bandar Udara Angkatan

ke- XIII, Politeknik Penerbangan Indonesia.

Nama : INGGRID WIRAYANA KUMALASARI

NIT : 41317011

PEBIMBING I PEBIMBING II

RB. BUDI KARTIKA W. SPd, SsiT, MT MUSTOFA. S.Pd, M.Si


NIP. 19611225 198303 1 001 NIP. 19580908 197903 1 001

KETUA PROGRAM STUDI OPERASI BANDAR UDARA

HEMI PAMURAHARJO, SH. DESS


NIP. 19660508 199003 1 001

ii
PENGESAHAN PENGUJI

TUGAS AKHIR : TATA KELOLA EQUIPMENT PARKING AREA (EPA) DI

BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN

MAKASSAR, telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Tugas Akhir Program

Diploma III Operasi Bandar Udara Angkatan Ke-XII, Jurusan Manajemen

Penerbangan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia, dan dinyatakan LULUS

pada tanggal 26 Agustus 2020

Tim Penguji

Ketua Sekretaris

Drs. SUNARNO, MM NAWANG KALBUANA, SE, M.Ak


NIP. 19561023 197803 1 001 NIP. 19810101 200912 1 004

Anggota

M. BUDI KUNCORO, A.Md., S.IP., M.Si


NIP. 19541227 197703 1 002

iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.wb

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT sehingga Tugas Akhir

dengan Judul “TATA KELOLA EQUIPMENT PARKING AREA (EPA) DI

BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN -

MAKASSAR” ini dapat diselesaikan. Tulisan ini disusun untuk memenuhi salah

satu syarat kelulusan pada jenjang pendidikan Diploma III Operasi Bandar Udara

Jurusan Manajemen Politeknik Penerbangan Indonesia.

Atas berbagai saran, dukungan dan kerjasama yang telah penulis terima

dalam proses penulisan Tugas Akhir ini, penulis menyampaikan terimakasih

sebesar-sebesarnya kepada :

1. Allah SWT.

2. Bapak Capt. Avirianto S., S.Pd, MM selaku Direktur Politeknik Penerbangan

Indonesia.

3. Bapak Hemi Pamuraharjo, SH. DESS selaku Ketua Program Studi Operasi

Bandar Udara.

4. Bapak RB. Budi Kartika W. SPd,SsiT,MT selaku Pembimbing I dan Bapak

Mustofa. S.Pd, M.Si sebagai Pembimbing II.

5. Bapak Drs. Sunarno, MM selaku Ketua Penguji, Bapak Nawang

Kalbuana.SE,M.Ak selaku Sekretaris Penguji dan Bapak M. Budi Kuncoro,

A.Md., S.IP., M.Si selaku Anggota Penguji.

v
6. Segenap Dosen dan Instruktur pengajar di kelompok pendidikan program

studi Operasi Bandar Udara.

7. Kepada Orang Tua saya tercinta, Saryono dan Nurmiati yang telah

memberikan semangat, kasih sayang, dukungan serta doa restu selama penulis

mengikuti pendidikan.

8. Kepada Syamsuri S. Tr. Pel yang selalu hadir dalam hati, terima kasih untuk

segala support, doa dan cintanya.

9. Kepada adik tersayang Nuraisyah Ramadani yang telah memberikan semangat

dan dukungan moril kepada penulis.

10. Kepada teman kelas (Novia Angeline) dan teman-teman barak L-1 (Jessica

dan Sanya) terimakasih untuk kebersamaan, dukungan dan banyak pelajaran

berharga selama di kampus.

11. Semua adik-adik dari OBU XIV dan OBU XV terimakasih.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan

untuk itu saran dan masukan sangat penulis hargai.Akhirnya semoga Tugas Akhir

ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak yang membutuhkannya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Tangerang, Agustus 2020

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK..........................................................................................................ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................iii

PENGESAHAN PENGUJI.................................................................................iv

KATA PENGANTAR........................................................................................vi

DAFTAR ISI......................................................................................................viii

DAFTAR TABEL................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xi

DAFTAR ISTILAH...........................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah.............................................................................. 4
C. Pembatasan Masalah............................................................................. 4
D. Perumusan Masalah.............................................................................. 4
E. Maksud dan Tujuan Penelitian.............................................................. 5
F. Metodologi Penelitian........................................................................... 6

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

A. Landasan Teori...................................................................................... 7
B. Kerangka Pikir......................................................................................27
1. Bagan Kerangka Pikiran.................................................................28

BAB III GAMBARAN KEADAAN

A. Gambaran Umum..................................................................................29
B. Kondisi Sekarang..................................................................................30
C. Kondisi yang Diinginkan......................................................................43

vii
BAB IV PEMBAHASAN

A. Analisis Masalah..................................................................................46
B. Pemecahan Masalah..............................................................................52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...........................................................................................57
B. Saran.....................................................................................................58

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................59

LAMPIRAN .................................................................................................... 60

RIWAYAT HIDUP

ix
DAFTAR GAMBAR

No Nama Gambar Halaman

1. Marka Equipment Parking Area.....................................................................14

2. Grafik Rekapitulasi Lalu-Lintas Udara Bulan Januari-Maret.........................33

3. GSE yang Parkir di ESA................................................................................34

4. Penempatan GSE di ESA ..............................................................................35

5. GSE yang Parkir di NPA................................................................................36

6. GSE yang Parkir di Luar EPA........................................................................37

7. Bis Penumpang yang Terbakar.......................................................................38

viii
DAFTAR TABEL

No. Nama Tabel Halaman

1. Tabel Personel Unit AMC................................................................................29

2. Data Luas EPA Setiap Perusahaan ..................................................................39

3. Data Luas ESA ................................................................................................40

4. Jadwal Dinas Petugas Operasional Unit AMC.................................................43

5. Data Luas GSE Setiap Perusahaan...................................................................45

6. Data GSE yang Parkir di EPA Baru.................................................................49

x
DAFTAR LAMPIRAN

No. Nama Lampiran Halaman

1. Standard Operating Prosedure (SOP) Bandar Udara


Internasional Sultan Hasanuddin ...................................56
2. Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
Nomor :SKEP 100/XI/1985 tentang Peraturan dan
Tata Tertib Bandar Udara..............................................................58
3. Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan
Udara Nomor : SKEP 140/VI/1999 tentang Persyaratan
dan Prosedur Pengoperasian Kendaraan di Sisi Udara..................63
4. Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
Nomor5 : SKEP 91/IV/2008 tentang Ground Support
Equipment......................................................................................70
5. Kronologi Kejadian........................................................................73
6. Foto-Foto Pelanggaran di Apron....................................................74
7. Layout Bandar Udara Internasional Sultan hasanuddin................75
8. Layout Equipment Parking Area (EPA)........................................76
9. Struktur Organisasi Bandar Udara Internasional
Sultan Hasanuddin.........................................................................78
10. Jumlah Ground Support Equipment (GSE) Setiap Perusahaan.....79
11. Jumlah Perusahaan GSE yang Beroperasi di Sisi Udara ..............80
12. Jumlah GSE yang Beroperasi di Sisi Udara..................................81

xii
DAFTAR ISTILAH

1. Garbarata (Aviobridge) adalah suatu sarana berupa jembatan yang


menghubungkan ruang tunggu dengan pesawat udara.(SKEP/75/II/2001).
2. Kendaraan adalah semua alat angkut, termasuk gerobak, kereta barang
baik yang dilengkapi maupun yang tidak dilengkapi
mesin.(SKEP/100/1985)
3. Landasan (Runway) adalah suatu jalur persegi panjang di bandar udara
yng disediakan bagi pesawat udara untuk melandas dan lepas landas.
(SKEP/100/1985).
4. Taxiway adalah suatu jalur tertentu di bandar udara yang disediakan untuk
pergerakan pesawat udara dari suatu tempat ke tempat lainnya di darat.
(SKEP/100/1985)
5. Tanda Izin Mengemudi adalah tanda bukti kecakapan dan keabsahan
pengemudi untuk megemudikan kendaraan bermtor di sisi udara yang
diberikan kepada orang yang namanya yertera didalamnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-ndangan yang berlaku.(SKEP/140/1999)
6. Terminal adalah bangunan berikut perlengkapannya di bandar udara
tempat pengurusan naik/turunnya penumpang dan atau bongkar muat
bagasi dan kargo.(SKEP/100/1985)
7. Sisi Udara adalah bagian dari bandar udara untuk operasi pesawat udara
dan segala fasilitas penunjangnya yang merupakan Daerah Bukan Publik.
(SKEP/100/1985)

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut geografisnya, Indonesia merupakan negara kepulauan yang


sangat luas, oleh karena itu untuk menghubungkan pulau yang satu dengan pulau
yang lain sangat dibutuhkan alat transportasi. Transportasi udara merupakan alat
transportasi yang sangat strategis karena ada beberapa pulau atau daerah yang
hanya dapat dijangkau dengan transportasi udara. Transportasi udara merupakan
salah satu sarana alternatif penghubung yang sangat cepat, aman, dan efektif.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
menyebabkan banyaknya perubahan (modernisasi) yang cukup besar di segala
bidang. Salah satu bidang yang mengalami perubahan tersebut adalah bidang
transportasi udara. Perkembangan transportasi udara yang semakin pesat ditandai
dengan makin banyaknya maskapai-maskapai baru yang bermunculan di tanah air.
Maskapai-maskapai penerbangan tersebut selalu berupaya dengan menggunakan
pesawat udara terbaru yang canggih sehingga dapat menampung lebih banyak
calon penumpang dengan waktu tempuh perjalanan yang semakin cepat.
Persaingan antar maskapai belum berhenti sampai disitu, mereka juga
menawarkan harga tiket perjalanan yang relatif terjangkau agar dapat menarik
minat masyarakat Indonesia untuk menggunakan maskapai mereka.
Meningkatnya animo masyarakat Indonesia dalam menggunakan
transportasi udara menyebabkan bertambahnya frekuensi penerbangan di sejumlah
bandara. Dengan munculnya fenomena tersebut, tentunya harus kita kaji lebih
jauh tentang kesiapan bandara selaku pendukung utama dalam kegiatan
penerbangan untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah penumpang setiap
tahunnya. Karena bandar udara merupakan salah satu bagian dari sistem
transportasi udara yang memegang peranan penting bagi kelancaran kegiatan
penerbangan.

1
3

Bandar udara adalah kawasan di daratan dan / atau perairan dengan batas-
batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas
landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan
intra dan antarmoda transportasi yang dilengkapi fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang lainnya. Di indonesia pengelolaan bandar udara dilaksanakan oleh
pemerintah, BUMN (badan usaha milik negara) dan swasta.
PT Angkasa Pura I (Persero) adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang bergerak dalam bidang jasa angkutan udara sekaligus berperan
sebagai pengelolaan bandar udara di wilayah indonesia Tengah dan Indonesia
Timur. Pada saat ini PT. Angkasa Pura I (Persero) mengelola 13 bandar udara.
Sedangkan PT Angkasa Pura II (Persero) mengelola 13 bandar udara di wilayah
Indonesia bagian barat.
Bandar udara Internasional Sultan Hasanuddin – Makassar merupakan
salah satu dari 13 bandara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura I (Persero).
Bandar udara Internasional Sultan Hasanuddin merupakan salah satu pintu
gerbang keluar masuknya penumpang pesawat udara, kargo dan pos baik
domestik maupun internasional. PT. Angkasa Pura I (Persero) ini memiliki tugas
dan tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan keselamatan dan keamanan
penerbangan serta kenyamanan bagi keseluruhan pengguna jasa Bandar Udara.
Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin terletak di Kabupaten
Maros, letaknya yang dekat dengan Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan menjadikan
bandara ini sebagai bandara terpadat dan tersibuk di Indonesia. Tingkat
perkembangan bandar udara Internasional-Sultan Hasanuddin kini sedang
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini dapat dilihat dari semakin
tingginya jumlah lalu lintas pergerakan pesawat udara.
Tingkat perkembangan lalu lintas pesawat udara yang lepas landas di
Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin saat ini sedang mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan frekuensi
pergerakan pesawat udara yang beroperasi di sisi udara Bandar Udara
Internasional Sultan Hasanuddin. Salah satu faktor yang mempengaruhi
perkembangan/peningkatan lalu lintas pesawat udara adalah pertambahan jumlah
3

Pengguna jasa transportasi yang cenderung lebih memilih transportasi


udara karena lebih unggul dalam hal kecepatan, waktu dan daerah jangkauan
dibandingkan dengan transportasi darat maupun laut.
Dengan bertambahnya frekuensi penerbangan membawa pengaruh
terhadap aktivitas di sisi udara, khususnya di Apron. Melihat fungsi dari Apron
sebagai wilayah pergerakan pesawat udara, kendaraan, peralatan, orang dan
barang, sehingga dibutuhkan suatu kondisi lingkungan yang tertib dan teratur di
wilayah tersebut.
Untuk mengatur pergerakan lalu lintas pesawat udara, kendaraan dan
aktivitas di sisi udara, maka dibentuklah suatu Dinas Operasi Sisi Udara (Apron
Movement Control (AMC). Tugas AMC adalah melaksanakan pengaturan,
pengawasan dan kelancaran pergerakan lalu lintas di Apron, pemarkiran dan
penempatan pesawat udara.
Dengan meningkatnya frekuensi penerbangan pada Bandar Udara
Internasional Sultan Hasanuddin, maka Bandar Udara tersebut dituntut secara
optimal dalam penyediaan pelayanan kepada pengguna jasa Bandar Udara, baik
fasilitas untuk penumpang dan kargo maupun fasilitas penunjang pelayanan
pesawat udara di darat, dibutuhkan peralatan penunjang pelayanan darat pesawat
udara (Ground Support Equipment/GSE). Untuk melayani kegiatan tersebut
dibutuhkannya pelayanan ground handling yang ditunjang oleh petugas yang ahli
di bidangnya. Ground handling berkaitan dengan penanganan atau pelayanan
terhadap para penumpang berikut bagasinya, kargo, pos, peralatan pembantu
pergerakan pesawat di darat atau di bandar udara, baik untuk keberangkatan
maupun kedatangan.
Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan serta data yang ada
pada Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin sering ditemukan
pelanggaran-pelanggaran dalam penempatan peralatan penunjang
pelayanan darat pesawat udara (GSE). Setelah melayani kegiatan,
operator Ground Support Equipment (GSE) meninggalkan peralatan atau
memarkirkan GSE di marka No Parking Area dan di marka Apron Safety
3

Line hingga memarkirkan GSE keluar dari Equipment Parking Area


(EPA) hal ini disebabkan karena marka di Apron tidak
4

tidak dapat menampung jumlah Ground Support Equipment (GSE) dan


tidak sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan keadaan tersebut dapat
mengganggu ketertiban di sisi udara serta mengancam keselamatan
penerbangan Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas
maka penulis mengangkat masalah ini dalam bentuk Tugas Akhir dengan
judul “TATA KELOLA EQUIPMENT PARKING AREA (EPA) DI
BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN-
MAKASSAR”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka selanjutnya
penulis berusaha untuk mengidentifikasi masalah yang ada sebagai berikut:
1. Apakah marka di Apron Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin
Makassar telah sesuai dengan standar baku KP 326 tahun 2019?
2. Apakah penempatan Ground Support Equipment (GSE) di Apron Bandar
Udara Internasional Sultan Hasanuddin saat ini sudah teratur?
3. Apakah kapasitas marka Equipment Parking Area (EPA) yang ada di Bandar
Udara Internasional Sultan Hasanuddin dapat menampung jumlah Ground
Support Equipment (GSE) yang tersedia?

C. Pembatasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup masalah yang akan dibahas dan karena
keterbatasan waktu, tenaga serta pengetahuan penulis, maka penulis akan
membatasi pembahasan pada masalah Tata Kelola Equipment Parking Area
(EPA) yang ada di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah serta pembatasan
masalah, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana cara
menertibkan Ground Support Equipment (GSE) di Bandar Udara Internasional
Sultan Hasanuddin?”.
5

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas maka penulis


mengangkat masalah ini dalam bentuk Tugas Akhir dengan judul
“TATA KELOLA EQUIPMENT PARKING AREA (EPA) DI
BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN-
MAKASSAR”

E. Maksud dan Tujuan Penelitian


1. Maksud Penelitian
a. Untuk mengetahui sejauh mana peranan Unit Apron Movement Control
(AMC) dalam menunjang permasalahan marka yang ada di Apron.
b. Untuk menemukan solusi terhadap permasalahan yang berlangsung di
Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin tentang kegiatan yang dapat
mengganggu ketertiban di Apron serta penanggulangannya.
c. Untuk mengetahui dampak banyaknya jumlah Ground Support Equipment
(GSE) sehubungan dengan terbatasnya kapasitas Equipment Parking Area
(EPA) di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin.

2. Tujuan Penelitian
a. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan kepada PT. Angkasa Pura I
(Persero) dimana penulis menimba ilmu.
b. Memberikan masukan kepada PT. Angkasa Pura I (Persero), khususnya
Kantor Cabang Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin-Makassar
untuk mengoptimalkan marka equipment parking area (EPA).
3. Metodologi Penelitian
Untuk mendapatkan arah yang lebih fokus terhadap penelitian ini, maka
penulis menggunakan metode deskriptif analisis yang menggambarkan suatu
keadaan disertai analisisnya.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
1. Observasi
6

Penulis melakukan peninjauan langsung pada saat penulis melaksanakan On


The Job Training (OJT) untuk mendapatkan fakta yang terjadi di lapangan.
Pengamatan dilakukan di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin.
6

2. Studi Kepustakaan
Penulis melakukan pengumpulan data melalui sumber-sumber referensi atau surat
keputusan sesuai dengan kontekstual dari judul yang ditulis.
3. Wawancara
Penulis melakukan penelitian data melalui informasi dan kerangka keterangan dari
wawancara. Wawancara dilakukan kepada Unit AMC dan Operator GSE
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

A. Landasan Teori

1. Teori Manajemen
Menurut H. Malayu S.P. Hasibuan dalam buku Manajemen Dasar,
Pengertian dan Masalah, edisi revisi, cetakan 2, Penerbit Bumi Aksara
tahun 2013, Jakarta, halaman 72, manajemen berasal dari kata to manage
yang artinya mengatur. Pengertian manajemen menurut G.R. Terry adalah
“suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapat sasaran yang telah ditentukan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya”.
Menurut Horold Koontz dan Cyril O’donnel manajemen adalah “usaha
untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.”
Dari ketiga pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
manajemen adalah suatu usaha yang terdiri dari tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang
dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang
lain.

2. Fungsi-Fungsi Manajemen
Menurut G.R Terry dalam buku Manajemen Dasar, Pengertian dan
Masalah, edisi revisi, cetakan 2, Penerbit Bumi Aksara tahun 2013,
Jakarta, halaman 85, “manajemen mempunyai fungsi-fungsi di antaranya
sebagai perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pengarahan (actuating), pengawasan/pengendalian (controlling) atau
yang lebih dikenal dengan singkatan POAC”. Selanjutnya fungsi-fungsi
manajemen tersebut dijelaskan sebagai berikut:

7
8

a. Perencanaan (Planning)
Dari semua fungsi di atas, perencanaan adalah fungsi dasar (fundamental)
manajemen. Manajemen pasti berangkat dari sebuah perencanaan karena fungsi-
fungsi yang lain akan efektif dan efisien apabila terlebih dahulu direncakan
dengan baik Menurut Harold Koontz dan Cyril O’Donnel dalam buku
Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, edisi revisi, cetakan 2, Penerbit
Bumi Aksara tahun 2013, Jakarta, halaman 92 “perencanaan adalah fungsi
seorang manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan, kebijakan-
kebijakan, prosedur-prosedur, program-program dari alternatif-alternatif yang
ada”.
Menurut G.R Terry dalam buku Manajemen dasar, Pengertian dan
Masalah, edisi revisi, cetakan 2, Penerbit bumi Aksara tahun 2013, Jakarta,
halaman 92, “perencanaan adalah memilih, menghubungkan fakta dan membuat
serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa datang dengan jalan
menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk
mencapai hasil yang diinginkan.
Menurut H. Malayu S.P. Hasibuan dalam buku Manajemen Dasar,
Pengertian dan Masalah, edisi revisi, cetakan 2, Penerbit Bumi Aksara tahun
2013, Jakarta, halaman 93, “perencaan adalah suatu unproses untuk menentukan
rencana, sehingga rencana merupakan produk dari perencanaan. Dalam suatu
rencana harus ditetapkan tujuan yang ingin dicapai dan pedoman-pedoman untuk
mencapai tujuan itu. Jadi, setiap rencana harus mengandung dua unsur yaitu
tujuan dan pedoman.
b. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian menurut H. Malayu S.P Hasibuan dalam buku
Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, edisi revisi, cetakan 2, Penerbit
Bumi Aksara tahun 2013, Jakarta, halaman 112 adalah “Suatu proses penentuan,
pengelompokan, dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan
untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas ini,
menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang yang secara
9

relatif didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas-


aktivitas tersebut”.
Organisasi atau pengorganisasian dapat pula dirumusan sebagai keseluruhan
aktivitas manajemen dalam mengelompokkan orang-orang serta penetapan tugas,
fungsi, wewenang serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan
tercapainya aktivitas-aktivitas yang berdaya guna dan berhasil guna dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
c. Pengarahan (Actuating)
Menurut G.R Terry dalam buku Manajemen Dasar, Pengertian, dan
Maslaah edisi revisi, cetakan 2, Penerbit Bumi Aksara tahun 2013, Jakarta,
halaman 137 yang ditulis oleh H. Malayu S.P Hasibuan,
“Pengarahan adalah membuat semua anggota kelompok agar mau bekerja
sama dan bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai
dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian”.
d. Pengawasan/Pengendalian (Controlling)
Pengawasan/pengendalian menurut Earl P. Strong dalam buku
Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, edisi revisi, cetakan 2, Penerbit
Bumi Aksara tahun 2013, Jakarta, halaman 241 adalah proses pengaturan
berbagai faktor dalam suatu perusahaan, agar pelaksanaan sesuai dengan
ketepatan-ketepatan dalam rencana.
Menurut M. Manullang dalam buku Dasar-Dasar Manajemen, controlling
atau pengawasan dan sering juga disebut pengendalian adalah “salah satu fungsi
manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi
sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang bendar
dengan maksud tercapau tujuan yang sudah digariskan semula”. Dalam
melaksanakan kegiatan controlling, atasan mengadakna pemeriksaan,
emncocokkan, serta mengusahakan agar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
ssesuai dengan rencana yang telah ditetapkan serta tujuan yang ingin dicapai.
Pengawasan/pengendalian menurut G.R. Terry dalam buku Manajemen
Dasar, Pengertian, dan Masalah, edsi revisi, cetakan 2, Penerbit Bumi Aksara
tahun 2013, Jakarta, halaman 242 adalah sebagai proses penentuan, apa yang
10

harus dicapai yaitu standar, apa yang sedangdilakukan yaitu pelaksanaan, menilai
pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.
Pengawasan/pengendalian teknis (technical control) menurut Drs. H.
Malayu S.P Hasibuan dalam buku Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah,
edisi revisi, cetakan 2, Penerbit Bumi Aksara tahun 2013, Jakarta halaman 244
adalah pengendalian yang ditujukan kepada hal-hal yang bersifat fisik, yang
berhubungan dengan tindakan dan teknis pelaksanaan.
Fungsi pengawasan/pengendalian sangat menentukan pelaksanaan proses
manajemen dan terkait erat dengan fungsi perencanaan diman keduanya saling
mengisi, karena suatu rencara menjadi dasar dan alat pengawasan/pengendalian.
Dengan demikian, peranan pengawasan/pengendalian sangat menentukan baik
atau buruknya pelaksanaan suatu rencana.
Dalam buku Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah yag ditulis oleh
Drs. Malayu S.P Hasibuan dijelaskan mengenai tujuan serta sifat dan waktu
pengawasan/pengendalian, yaitu sebagai berikut:
1) Tujuan pengawasan/pengendalian adalah:
a) Agar proses pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan-
ketentuan dari rencana.
b) Agar dapat dilakukan tindakan perbaikan (corrective) jika terhadap
penyimpangan dari rencana (deviation).
c) Agar tujuan yang dihasilkan sesuai dengan rencana.
2) Sifat dan waktu pengawasan/pengendalian dibedakan atas:
a) Preventive Control, yaitu pengawasan/pengendalian yang dilakukan
sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya deviasi dalam
pelaksanaan, caranya sebagai berikut:
(1) Menentukan proses pelaksanaan pekerjaan,
(2) Membuat peraturan dan pedoman pelaksanaan pekerjaan.
(3) Menjelaskan dan atau mendemostrasikan cara pelaksanaan pekerjaan.
(4) Mengorganisasikan segala macam kegiatan.
11

(5) Menentukan jabatan, job description, authority, dan responsibility


bagi setiap individu karyawan.
(6) Menetapkan sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan.
(7) Menetapkan sanksi-sanksi bagi yang membuat kesalahan atau
pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan.
b) Repressive Control, yaitu pengawasan/pengendalian yang dilakukan
setelah terjadi kesalah dalam pelaksanaan dengan maksud agar tidak
terjadi pengulangan kesalahan, caranya sebagai berikut:
(1) Membandingkan antara hasil dengan rencana.
(2) Menganalisis sebab-sebab yang menimbulkan kesalahan atau
pelanggaran dan mencari solusi atau tindakan perbaikan.
(3) Memberikan penilaian terhadap pelaksanaan, jika perlu ada
penerapan sanksi hukuman.
(4) Menilai kembali prosedur-prosedur pelaksanaan yang ada.
(5) Memeriksa kebenaran laporan yang dibuat oleh petugas pelaksana.
(6) Jika perlu tingkatkan keterampilan atau kemampuan pelaksanaan
melalui pendidikan dan pelatihan.
c) Pengawasan/pengendalian saat proses dilakukan, jika terjadi kesalahan
atau pelanggaran dapat segera diperbaiki atau dijatuhkan sanksi.
d) Pengawasan/pengendalian berkala, dilakukan scara berkala misalnya per-
bulan, per-semester, dan lain-lain.
e) Pengawasan/pengendalian mendadak (sidak), dilakukan untuk
mengetahui apakah pelaksanaan atau peraturan-peraturan yang ada
dilaksanakan dengan baik. Pengendalian/pengawasan mendadak ini
sekali-sekali perlu dilakukan untuk mengetahui konsistensi pelaksanaan
tugas atau mengetahui kondisi obyektif di lapangan.
f) Pengawasan/pengendalian melekat (waskat), dilakukan secara integratif
mulai dari sebelum, pada saat, dan sesudah proses kegiatan dilakukan
hingga hasil akhir diketahui.
12

Pengawasan/pengendalian dapat dilakukan secara langsung, tidak


langsung, atau kombinasi dari keduanya. Proses
pengawasan/pengendalian dilakukan secara bertahap melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Menentukan standar-standar yang akan digunakan sebagai dasar
pengendalian.
2) Mengukur pelaksanaan atau hasil yang telah dicapai.
3) Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar dan menentukan
penyimpangan jika ada.
4) Melakukan tindakan perbaikan jika terdapat penyimpangan agar pelaksanaan
dan tujuan sesuai dengan rencana.

3. Pengertian Tata Kelola

Tata Kelola memiliki arti sebagai proses yang membantu merumuskan


kebijaksanaan dan tujuan organisasi; proses melakukan kegiatan tertentu
dengan menggerakkan tenaga orang lain; proses yang memberikan pengawasan
pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian
tujuan.

Tata kelola adalah suatu kegiatan yang dilakukan organisasi dalam


rangka penertiban, pemeliharaan, pengaturan serta sistematika sumber-sumber
yang ada dalam kebandarudaraan. Tata kelola merupakan tindakan
pengusahaan pengorganisasian sumber-sumber yang ada dalam
kebandarudaraan dengan tujuan agar sumber-sumber tersebut dapat bermanfaat
untuk kepentingan kebandarudaraan. Dengan demikian tata kelola senantiasa
berhubungan dengan seluruh elemen yang terdapat di dalam suatu
kebandarudaraan, seperti pengelolaan berkaitan dengan personal, administrasi,
ketatausahaan, peralatan ataupun prasarana yang ada di dalam organisasi,
pengelolaan bidang keuangan/dana, bidang sumber daya manusia, bidang
pemasaran dan lainnya (Dirjenhubud, 1995/1996 : 1-2).
13

4. Tata Kelola Marka


Dalam Annex 14 Aerodromes, Fourth Edition July 2014, disebutkan:
“Markers displayed on or adjacent to objects shall be located in
conspicuous positions so as to retain the general definition of the object and shall
be recognizable in clear weather from a distance of at least 1000 m for an object
to be viewed from the air and 300 m for an object to be viewed from the ground in
all directions in which an aircraft is likely to approach the object.”
Dalam terjemahannya: “Marka yang ditampilkan pada atau berdekatan
dengan objek harus ditempatkan pada posisi yang mencolok sehingga dapat
mempertahankan definisi umum objek dan harus dapat dikenali dalam cuaca cerah
dari jarak minimal 1000 meter agar objek dapat dilihat dari udara dan 300 meter
untuk objek yang akan dilihat dari tanah ke segala arah di mana pesawat terbang
cenderung mendekati objek.”
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor 326
Tahun 2019, Marka adalah simbol atau kumpulan simbol yang ditampilkan di atas
permukaan daerah pergerakan untuk memberikan informasi aeronautika.
Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 21 Tahun 2005
tentang pemberlakuan standar nasional Indonesia (SNI) 03-7095-2005 mengenai
marka dan rambu pada daerah pergerakan pesawat udara di bandar udara sebagai
standar wajib.
Penerapan optimalisasi marka juga diatur dalam Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor: KM 24 Tahun 2009 penyelenggara bandar udara harus
memberi marka sesuai dengan Standar Teknis bandar udara pada:
a. daerah pergerakan
b. setiap unserviceable area
c. setiap work area pada atau dekat daerah pergerakan.
Penyelenggara bandar udara harus menjamin bahwa semua marka bandar
udara dirawat sesuai dengan Standar Teknis bandar udara.
14

5. Marka Equipment Parking Area (EPA)

Gambar 1. Marka Equipment Parking Area terletak di Apron area.


Berdasarkan gambar 1 di atas menjelaskan mengenai Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara Nomor: KP 326 Tahun 2019 tentang Peraturan
Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 bahwa Marka Equipment parking
area (EPA) digunakan sebagai area batas dimana didalamnya peralatan dan
kendaraan dapat parkir saat memberikan servis/layanan terhadap pesawat udara
yang di darat. Marka ini diindikasikan dengan garis berwarna putih 0,15 m.

6. Analisis Data
Menurut J. Supranto dalam buku Statistik Teori dan Aplikasi 1, Penerbit
Erlangga, tahun 2014, halaman 69 disebutkan bahwa analisis data mempunyai
arti:
a. Memperkirakan atau memperhitungkan besarnya pengaruh secara kuantitatif
dari perubahan suatu kejadian terhadap kejadian lainnya.
b. Mengurangi atau memecah suatu kesuluruhan menjadi bagian dari suatu
komponen yang lebih kecil, sesuai dengan tujuan analisa agar:
1) Dapat mengetahui komponen yang bersifat menonjol atau mempunyai
nilai yang ekstrim.
15

2) Dapat melakukan perbandingan antara komponen dengan menggunakan


nilai rasio atau selisih.
3) Dapat melakukan perbandingan antara komponen dengan keseluruhan
menggunakan nilai presentase.

7. Pengertian Sumber Daya Manusia


Menurut Hadari, Nawawi (2001:37), pengertian sumber daya manusia
dalam arti mikro di lingkungan sebuah organisasi/perusahaan dapat dilihat dari
tiga sudut:
1. SDM adalah orang yang bekerja dan berfungsi sebagai aset
organisasi/perusahaan yang dapat dihitung jumlahnya (kuantitatif)
2. SDM adalah potensi yang menjadi motor penggerak
organisasi/perusahaan.setiap SDM berbeda-beda potensinya maka
kontribusinya dalam bekerja untuk mengkonkritkan rencana operasional
bisnis menjadi kegiatan bisnis tidak sama satu dengan lainnya.
3. Manusia sebagai sumber daya adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan YME
sebagai penggerak organisasi/perusahaan berbeda dengan sumber daya
lainnya. Nilai-nilai kemanusiaan yang dimilikinya mengharuskan sumber
daya manusaia diperlakukan secara berlebihan dengan sumber daya
lainnya. Dalam nilai-nilai kemanusiaan itu terdapat potensi berupa
keterampilan, keahlian dan kepribadian termasuk harga diri, sikap,
motivas, kebutuhan dan lain-lain yang mengharuskan dilakukan
perencanaan SDM agar SDM yang dipekerjakan sesuai dengan kebutuhan
organisasi.
Menurut Mcleod (2013:525), sistem informasi sumber daya manusia
adalah suatu sistem untuk mengumpulka dan memelihara data yang menjelaskan
sumber daya manusia, mengubah data tersebut menjadi infprmasi dan melaporkan
informasi tersebut kepada pemakai.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber daya
manusia adalah suatu proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja
16

secara manusiawi, agar potensi fisik dan psikis yang dimilinya berfungsi
maksimal bagi pencapaian tujuan organisasi (lembaga).
8. Pengertian Peralatan Penunjang Pelayanan darat Pesawat Udara (GSE)
Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
Nomor:SKEP/100/XI/1985, tanggal 12 November 1985 tentang Peraturan dan
Tata Tertib Bandar Udara, dalam BAB I pasal I ayat 20 dinyatakan bahwa:
“Peralatan Bantu Darat (Ground Support Equipment) ialah alat-alat bantu
kesiapan pesawat udara.”
Kemudian dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Nomor: SKEP/91/IV/2008 tentang Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat
Udara (Ground Support Equipment), dalam BAB I Pasal 1 ayat (1) dinyatakan
bahwa:
“Peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara (Ground Support
Equipment) adalah alat-alat bantu yang dipersiapkan untuk keperluan pesawat
udara di darat pada saat kedatangan dan atau kebarangkatan, pemuatan dan atau
penurunan penumpang, kargo dan pos.”
Sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
Nomor: SKEP/100/XI/1985, tanggal 12 November 1985 tentang Peraturan dan
Tata Tertib Bandar Udara, dalam pasal 52 dinyatakan bahwa:
1. Semua peralatan pelayanan darat (ground handling) agar terlebih dahulu
dimintakan izin operasinya kepada Penguasa/ Kepala Bandar Udara.
2. Posisi peralatan pada waktu melayani pesawat udara agar diatur sesuai
dengan ketentuan teknis pesawat udara yang bersangkutan.
3. Peralatan yang sedang tidak digunakan agar diatur secara tertib di tempat
yang telah disediakan.
Adapun jenis-jenis peralatan penunjang pelayanan pelayanan darat
pesawat udara (GSE) yang terdapat pada buku Ground Handling Manajemen
Pelayanan darat, edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit Rajawali Pers tahun
2009, Jakarta halaman 145. Ditinjau dari jenis penggeraknya, GSE dapat dibagi
menjadi Motorized dan Non Motorized equipment.
Peralatan yang termasuk pada Motorized Equipment antara lain:
17

a. Aircraft Towing Tractor


a. Baggage Towing Tractor
b. Hi Lift Loader
c. Main deck loader
d. Belt Conveyor Loader
e. Cargo Transporter Loader
f. Passenger Boarding Stair
g. Ground Power Unit
h. Gas Turbine Compressor
i. Air Conditioning Truck
j. Lavatory Service
Peralatan yang termasuk pada Non motorized Equipment antara lain:
a. Aircraft Towing Bar
b. Baggage Cart
c. Container Dollies
d. Aircraft Jack
e. Manual Working Step
f. Fire Extinguisher
g. Wheel Chock
Berikut penjelasan mengenai Ground Support Equipment (GSE), yaitu:
a. Aircraft Towing Tractor, yaitu peralatan yang berguna untuk mendorong atau
menarik pesawat udara di daerah Apron.
b. Hi Lift Loader, yaitu peralatan yang digunakan untuk memindahkan
container ke pesawat udara bagian compartment dan sebaliknya.
c. Main deck loader, yaitu peralatan yang mempunyai fungsi yang sama dengan
High Lift Loader, tetapi hanya mampu digunakan untuk Loading-Unloading
pesawat wide body.
d. Belt Conveyor Loader, yaitu peralatan yang digunakan untuk menaikkan atau
menurunkan bagasi (loading-unloading satu persatu).
e. Cargo Transpoter Loader, yaitu peralatan yang digunakan untuk
memindahkan Unit Load Devices (ULD).
18

f. Passenger Boarding Stair, yaitu peralatan yang berguna sebagai tangga untuk
naik penumpang dan aircrew ke dalam pesawat.
g. Ground Power Unit (GPU), yaitu peralatan yang digunakan untuk
memberikan tenaga listrik pada saat pesawat udara berada di darat.
h. Gas Turbine Compressor (GTC), yaitu peralatan yang menghasilkan udara
panas bertekanan untuk memutar starter pesawat.
i. Air Condition Unit (ACU), yaitu peralatan yang menghasilkan/memberi udara
dingin pada saat pesawat udara di darat apabila sistem air conditioner pada
saat pesawat tidak berfungsi atau Auxilary Power Unit (APU) dalam keadaan
tidak berfungsi.
j. Aircraft Towing Bar, yaitu peralatan untuk menggandeng pesawat udara
dengan tractor atau sambungan antara aircraft tow bug dengan pesawatnya
sendiri pada saat akan ditarik atau didorong.
k. Baggage Cart, yaitu peralatan yang digunakan untuk mengangkut bagasi
yang akan dimuat atau diturunkan ke dan dari pesawat udara.
l. Container Dollies, yaitu peralatan yang digunakan untuk membawa container
(pallet) dari tempat pemunggahan bagasi (baggage make up area) ke pesawat
dan dari pesawat ke tempat pembongkaran bagasi (baggage break down
area).
m. Aircraft Jack, yaitu peralatan yang berfungsi sebagai dongkrak pada pesawat
udara.
n. Manual Working Step, yaitu peralatan yang mempunyai fungsi yang sama
dengan passenger boarding stair tetapi untuk menggerakkan alat ini harus
dengan bantuan manusia.
o. Fire Extinguisher, yaitu racun api/ pemadam api dipergunakan untuk
pemadam kebarakan saat kebakaran pesawat di Apron.
p. Wheel Chock, yaitu ganjal roda pesawat setelah pesawat berhenti (block on).
Sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Nomor:SKEP/91/IV/2008 tentang Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat
Udara (Ground Support Equipment), BAB III Pasal 5 ayat (1) tentang Sertifikat
Kelaikan Operasi, dinyatakan bahwa:
19

Setiap peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara yang


dioperasikan di bandar udara, harus memiliki Sertifikat Kelaikan Operasi yang
diterbitkan oleh Direktur.
Berdasarkan pernyataan dari pasal di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
sertifikat kelaikan operasi diatur yaitu:

Setiap jenis peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara yang


dioperasikan, harus memiliki sertifikat kelaikan operasi.

6. Pengertian Apron
Dalam Annex 14, Vol I Aerodrome Design and Operations, Fourth
Edition, Fourth edition, July 2004, “Apron a defined area, on a land aerodrome,
intended to accomodate aircraft for purposes of loading or unloading passengers,
mail or cargo, fuelling, parking or maintenance.”
Dalam terjemahan adalah: “Apron adalah suatu daerah di Bandar Udara
yang ditentukan guna menempatkan pesawat udara, menaikkan dan menurunkan
penumpang, surat atau kargo, pengisian bahan bakar, parkir atau perawatan
pesawat udara.”
Menurut SKEP/161/IX/2003 tentang Petunjuk Perencanaan Runway,
Taxiway dan Apron, yang dimaksud dengan Apron adalah suatu bagian tertentu
dari bandar udara yang dipergunakan untuk menaikkan/menurunkan penumpang
ke/dari pesawat, bongkar muat barang atau pos, pengisian bahan bakar, parkir dan
pemeliharaan pesawat. Apron berada pada sisi udara (airside) yang langsung
bersinggungan dengan bangunan terminal, dan juga dihubungkan dengan taxiway
yang menuju ke landasan pacu.

7. Bandar Udara
Salah satu prasarana penting dalam mendukung kelancara penerbangan
yaitu bandar udara. Menurut Horonjeff dan McKelvey (1993), bandar udara adalah
tempat pesawat terbang mendarat dan tinggal di landasan, dengan bangunan
tempat penumpang menunggu.
20

Berdasarkan Annex 14 “Aerodromes” 4th edition, July 2004, chapter 1,


“Aerodromes is a defined area on land or water ( including any buildings,
installations and equipment ) intended to be used either wholly or in part fot the
arrival, departure and surface movement of aircraft.”
Dalam terjemahan adalah: “Bandar udara merupakan suatu daerah tertentu
di daratan atau perairan (termasuk setiap bangunan, instalasi dan peralatan) yang
di peruntukkan untuk digunakan baik seluruhnya maupun sebagian untuk
kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat udara di darat.”
Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun
2009 tentang Penerbangan, menyebutkan bahwa:

“Bandar Udara adalah Kawasan di daratan dan atau perairan dengan batas-
batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas
landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan
intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.”

8. Pengertian Apron Movement Control (AMC)


A. Menurut Annex 14 Aerodromes, 4th editions, Chapter 1, Apron management
service. A service provided to regulate the activities and the movement of
aircraft and vehicles on an Apron.
Dalam terjemahannya:
Layanan Pengaturan Apron adalah pelayanan yang diberikan untuk
mengatur kegiatan dan pergerakan pesawat dan kendaraan di Apron.
Chapter 9. aerodrome operational services, equipment and installations 9.5
Apron management service.
9.5.1 Recommendation. -- When warranted by the volume of traffice and
operating conditions, an appropriate Apron management service should be
provided on an Apron by an aerodrome ATS unit, by another aerodrome
operating authority, or by a cooperative combination of these, in order to:
21

a. regulate movement with the objective of preventing collisions between


aircraft, and between aircraft and obstacles;
b. regulate entry of aircraft into, and coordinate exit of aircraft from, the
Apron with the aerodrome control tower; and
c. ensure safe and expeditioys movement of vehicles and appropriate
regulation of other activities.
Dalam terjemahannya:
(Bab 9. Pelayanan pengoperasian bandara, peralatan dan instalasi
9.5 layanan pengaturan Apron
9.5.1 Rekomendasi – Ketika dibenarkan oleh volume lalu lintas dan
kondisi operasi, sesuai layanan pengaturan Apron wajib disediakan di
Apron oleh ATS Unit di bandara, pengelola bandara, atau campuran
kerjasama dari keduanya, untuk:
a. Mengatur pergerakan pesawat udara dengan tujuan untuk menghindari
adanya tabrakan antar pesawat udara, antar pesawat udara dengan
obstacle.
b. Mengatur masuknya pesawat udara ke Apron dan mengkoordinasikan
pesawat udara yang keluar dari Apron dengan Aerodrome Control Tower.
c. Menjamin keselamatan dan kecepatan serta kelancaran pergerakan
kendaraan dan pengaturan yang tepat dan baik bagi kegiatan lainnya).
B. Menurut Annex 14 Aerodromes, 4th editions, Chapter 1, Apron
Management Sevice pengertian AMC adalah ditujukan untuk pengawasan
atas semua pergerakan lalu lintas di area Apron yang terdiri dari lalu lintas
pesawat udara, kendaraan dan personel yang berada di bandar udara.
Tugas Pokok dan Fungsi Unit Apron Movement Control (AMC)
1) Tugas Unit Apron Movement Control (AMC)
a) Mengatur pergerakan pesawat udara dengan tujuan untuk menghindari
adanya tabrakan antara pesawat udara.
b) Mengatur parking stand pesawat udara.
22

c) Mengatur masuknya pesawat udara ke Apron dan mengkoodiansikan


pesawat udara yang keluar dari Apron dengan Aerodrome Control
Tower.
d) Menjamin keselamatan serta kelancaran pergerakan dan pengaturan
yang tepat dan baik bagi kegiatan lainnya.
2) Fungsi pengawasan Unit Apron Movement Control (AMC)
a) Melakukan penertiban parkir/penempatan peralatan GSE.
b) Melakukan pengawasan dengan memeriksa izin masuk kendaraan
dari instansi lain ke daerah sisi udara.
c) Melakukan pemanduan dan pengawasan terhadap kendaraan dari
instansi lain yang memasuki daerah sisi udara memakai “FOLLOW
ME CAR” karena sesuatu keperluan yang bersifat insidentil.
d) Pengawasan atas jalannya lalu lintas kendaraan dan personi di sisi
udara.
e) Inspeksi atas semua instalasi dan peralatan yang merupakan bagian
dari fasilitas di Apron.
f) Penertiban Tanda Ijin Mengemudi (TIM) kendaraan kepada
pengemudi yang berhak, dan pemeriksaan sewaktu-waktu
dilapangan.
g) Pemberian tanda stiker/logo bagi kendaraan operasional yang berhak
dan pemeriksaan sewaktu-waktu dilapangan.

9. Pengawasan Sisi Udara


Tata tertib berlalu lintas di daerah pergerakan telah ditetapkan dalam
keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara nomor SKEP/140/VI /1999
tentang Persyaratan Dan Prosedur Pengoperasian Kendaraan Di Sisi Udara, BAB
IV. Dalam berlalu lintas, Unit Apron Movement Control (AMC) bertugas
mengawasi jalannya lalu lintas di sisi udara. Apabila terdapat pengemudi yang
tidak memathui ketentuan berlalu lintas yang ditetapkan, maka dikenakan sanksi
sedai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu dalam tata tertib berlalu lintas
banyak peraturan atau kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi oleh setiap
23

pengemudi di Apron. Dalam memberikan izin masuk bagi kendaraan ke daerah


pergerakan dalam hal ini termasuk service road, penyelenggara bandar udara
harus mempertimbangkan keselamatan, keamanan dan kelancara lalu lintas di
daerah pergerakan.
Pengawasan dari Unit Apron Movement Control (AMC) merupakan proses
pemantauan untuk menganggulangi hal-hal yang tidak diinginkan seperti
terjadinya kecelakaan di sisi udara, hal tersebut bertujuan untuk menciptakan
keselamatan penerbangan di sisi udara. Dalam Standard Operating Procedure
(SOP) Dinas Operasi Sisi Udara Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin
pengawasan merupakan salah satu fungsi dari Unit AMC disamping fungsi dari
pelayanan yaitu pengkoordinasian pengawasan dan penertiban di daerah sisi
udara. Dimana fungsi itu mencakup dari kegiatan pengawasan dan penertiban
kendaraan, orang, barang, keamanan, dan kebersihan sisi udara.
a. Melakukan penertiban parkir / penempatan peralatan GSE;
b. Melakukan pengawasan dengan mengecheck izin masuk kendaraan dari
instansi lain ke daerah sisi udara;
c. Melakukan pemanduan dan pengawasan terhadap kendaraan dari instansi lain
yang memasuki daerah sisi udara karena sesuatu keperluan yang bersifat
insidentil;
d. Memberikan teguran dan pengarahan kepada operator / pengemudi jika
ternyata melakukan pelanggaran/tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
seperti kecepatan kendaraan terlalu tinggi, parkir di sembarang tempat,
kelengkapan kendaraan tidak sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan, tidak mempunyai Pas Bandara dan lain-lain;
e. Menindak para pelanggar sesuai dengan ketentuan dan memberikan tanda
bukti pelanggaran;
f. Mengadakan koordinasi dengan Unit kerja terkait untuk melaksanakan razia
terhadap kendaraan/peralatan GSE di daerah parkir kendaraan dengan
mendata kendaraan/GSE yang rusak dan memisahkannya ke daerah tertentu
di Apron;
g. Mengadakan razia penertiban lalu lintas di daerah sisi udara
24

12. Ketertiban Bandar Udara


Ketertiban dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern karangan
Muhammad Ali halaman 541 adalah aturan, peraturan dalam masyarakat,
pergaulan, keadaan serba teratur. Jadi ketertiban Bandar Udara adalah suatu
keadaan yang teratur di wilayah Bandar Udara.
Sesuai Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Nomor:
SKEP/100/XI/1985, tanggal 12 November 1985 tentang Peraturan dan Tata Tertib
Bandar Udara, dalam Bab II pasal 4 ayat (1) dinyatakan bahwa:
Siapapun yang berada di Bandar udara, harus mematuhi Peraturan dan Tata
Tertib serta Prosedur yang berlaku.
Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
Nomor: SKEP/100/XI/1985, tanggal 12 November 1985 tentang Peraturan dan
Tata Tertib Bandar Udara, dalam Bab II pasal 33 dan pasal 34 dinyatakan bahwa:
1) Pasal 33:
Semua kendaraan dan peralatan lain yang digunakan untuk pelayanan
pesawat udara, harus segera dipindahkan atau disingkirkan atau disimpan di
tempat umum atau ruang yang telah disediakan sesudah pesawat udara yang
dilayani berangkat.
2) Pasal 34:
Dilarang menempatkan kendaraan di daerah Apron, kecuali:
1. Dengan jarak tertentu terhadap pesawat udara yang sedang diparkir
bagi kendaraan yang sedang melakukan tugas-tugas pelayanan darat
(ground handling); dan
2. Pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh Penguasa/Kepala
Bandar Udara
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor:
SKEP/123/VI/1999, tanggal 11 Juni 1990 tentang Standar, Marka dan Rambu di
Daerah Pergerakan Pesawat Udara di Bandar Udara.
a. Marka (Marking) adalah suatu tanda yang dituliskan atau digambarkan pada
daerah pergerakan pesawat udara dengan maksud untuk memberikan suatu
25

petunjuk, menginformasikan suatu kondisi (gangguan/larangan) dan batas-


batas keselamatan penerbangan.
Rambu (Sign) adalah simbol atau sekelompok simbol yang diletakkan atau
dipasang di daerah pergerakan pesawat udara yang bertujuan untuk memberikan
informasi penerbangan.
Jenis Marka Apron dan definisinya:
a. Apron Boundary Line: Suatu garis yang memberi batas yang jelas antara
Apron, Taxiway, Aircraft stand taxiline dan Apron atau daerah parking stand.
b. Equipment Parking Area (EPA): Suatu area tertutup yang diperuntukkan
sebagai tempat parkir peralatan ground handling (GSE). EPA ini dapat
dipergunakan untuk parkir dalam waktu lama atau bahlan dapat dipakai
sebagai staging area.
c. Aircraft Safety Area (ASA): suatu area tertutup tempat pesawat udara diparkir
selama pelayanan ground handling diberikan. Minimum clearance setiap
bagian dar pesawat udara adalah 7,5 m kecuali pada wing tip yang dapat
dikurangi ke tingkat minimum yang diperbolehkan.
d. Equipment Staging Area (ESA): Suatu area terletak pada jarak yang aman
diluar ASA dipergunakan sebagai tempat stand by kendaraan dan atau
peralatan GSE.
e. No Parking Area (NPA): Suatu area yang diperuntukkan secara khusus, yang
di tempat ini sama sekali dilarang memarkir kendaraan/peralatan, seperti
misalnya: tempat pergerakan garbarata dan fuel atau ground service pits.
26

B. Kerangka Pikir
Peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara (GSE) merupakan
faktor penting untuk kelancaran proses pelayanan jasa angkutan pesawat udara,
sehingga perlu diperhatikan dalam penggunaannya. Kurangnya pengawasan
menimbulkan terjadinya ketidaktertiban di wilayah sisi udara. Selain itu,
rendahnya tingkat kedisiplinan para operator/pengemudi kendaraan juga menjadi
faktor penyebab ketertiban di sisi udara terganggu. Penempatan peralatan GSE
yang kurang teratur dimana GSE diparkir di marka No Parking Area (NPA) dan
Aircraft Safety Area (ASA) saat pesawat akan block-on mengganggu ketertiban di
sisi udara. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus akan mengganggu keselamatan
di sisi udara serta dapat mengancam keamanan dan keselamatan penerbangan.
Seiring kecenderungan penumpang yang lebih memilih untuk
menggunakan pesawat udara, maka dapat dipastikan jumlah pergerakan pesawat
udara akan terus bertambah tiap tahunnya yang diiringi juga dengan semakin
bertambahnya kendaraan atau peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara
(GSE) di Apron. Pertumbuhan ini tidak diimbangi oleh kapasitas area parkir GSE
(Equipment Parking Area/EPA). Keberadaan Equipment Parking Area (EPA)
yang terlalu sedikit dan luasan Apron yang terbatas di parking stand dapat
menyebabkan Ground Support Equipment (GSE) parkir di Equipment Staging
Area (ESA) atau No Parking Area (NPA) dan Aircraft Safety Area (ASA).
Berdasarkan landasan teori yang digunakan penulis, maka harapan penulis
yaitu agar dapat menyelesaikan masalah-masalah yang akan dibahas dalam
penulisan Tugas Akhir ini. Selain itu juga, penulis berharap agar penggunaan
Equipment Parking Area (EPA) yang kurang optimal di parking stand menjadi
efektif dan bagi operator yang melakukan pelanggaran dapat diberikan sanksi oleh
petugas Unit Apron Movement Control (AMC).
27

BAGAN KERANGKA PIKIR

Kondisi Sekarang:
Faktor Penyebab:
1. Kurangnya pengawasan oleh unit Apron
1. Belum ada Standar Operasional Prosedur
Movement Control (AMC)
(SOP) yang jelas tentang marka dari
2. GSE tidak tertib saat sedang
pihak AMC
beroperasional karena marka EPA tidak
optimal
3. Kurangnya tingkat kedisiplinan operator
GSE

Solusi:
Landasan Teori:

1. Annex 14 vol. I tentang “aerodrome”


1. Penambahan fungsi pengawasan
2. UU Nomor: 1 Tahun 2009, tentang
Unit Apron Movement Control
penerbangan
(AMC)
3. SKEP 100/XI/1985, tentang Peraturan
2. Penambahan marka Equipment
dan Tata Tertib Bandar Udara
Parking Area (EPA) di seluruh
4. SKEP 91/IV/2008, tentang Peralatan
parking stand guna meningkatkan
Penunjang Pelayanan Darat Pesawat
ketertiban gse saat sedang
Udara (Ground Support
beroperasional
Equipment/GSE)
3. Memberikan sanksi yang tegas pada
5. SKEP 161/IX/2003, tentang Petunjuk
operator peralatan penunjang
Perencanaan Runway, Taxiway dan
pelayanan darat pesawat udara (GSE)
Apron.
yang kurang disiplin
6. KP 326 tahun 2019, tentang “standar
teknis dan operasional peraturan
keselamat penerbangan”
7. KM 21 tahun 2005, tentang “SNI Marka
dan rambu”
8. SKEP/123/VI/1999, tentang Standar,
Marka dan Rambu di Daerah pergerakan
Pesawat Udara di Bandar Udara

Kondisi yang diinginkan:

1. Penambahan pengawasan pada unit


AMC
2. Optimalnya kapasitas marka EPA
untuk menertibkan GSE saat sedang
beroperasional
3. Meningkatkan kedisiplinan operator
Ground Support Equipment (GSE)
BAB III
GAMBARAN KEADAAN

A. Gambaran Umum
PT. Angkasa Pura I (Persero) merupakan sebuah perusahaan Bandar Usaha
Milik Negara (BUMN) di sektor perhubungan yang bergerak di bidang pelayanan
jasa kebandarudaraan. PT. Angkasa Pura I (Persero) mengelola 13 Bandar Udara
di Wilayah Indonesia Tengah dan Indonesia Timur. Salah satu Bandar Udara di
Wilayah Indonesia Tengah dan Indonesia Timur. Salah satu Bandar Udara yang
dikelola PT. Angkasa Pura I (Persero) adalah Bandar Udara Internasional Sultan
Hasanuddin yang juga merupakan cabang utama dari 13 Bandar Udara tersebut.
Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin terletak pada 5° 4'0''
Lintang Selatan dan berjarak 30 KM dari pusat kota Makassar. Bandar Udara
Internasional Sultan Hasanuddin memiliki luas 381 Ha. Dalam menjalankan usaha
Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin mempunyai visi dan misi.
Visi Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin yaitu menjadikan
Bandar Udara Internasional sebagai Bandar Udara kelas dunia dalam memberikan
pelayanan jasa navigasi penerbangan dan pengelolaan Bandar Udara. Sedangkan
misi Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin yaitu :
1. Menyelanggarakan pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan dan Pengelolaan
Bandar Udara yang prima dan efisien.
2. Mewujudkan keselamatan, keamanan dan kenyamanan penerbangan serta
menjalankan kegiatan usaha dengan komitmen untuk terus tumbuh dan
berkembang secara wajar melalui profesionalisme karyawan.
3. Mengembangkan Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin menjadi
Bandara Pusat Bisnis melalui pengelolaan potensi Bandara dengan
memanfaatkan kekuatan industri, perdagangan dan pariwisata provinsi Sultan
Hasanuddin dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi nasional.

28
29

B. Kondisi Sekarang
1. Unit Apron Movement Control (AMC)
Unit Apron Movement Control (AMC) adalah Unit kerja yang mempunyai
tugas dan fungsi melaksanakan pengaturan, pengawasan dan kelancaran
pergerakan lalulintas di Apron, pemarkiran dan penempatan pesawat udara.
Wilayah kerja Unit AMC adalah wilayah sisi udara khususnya di wilayah Apron.
Wilayah kerja Unit AMC mencapai seluruh wilayah sisi udara di Bandar
Udara Internasional Sultan Hasanuddin, mencakup Apron dan bagian-bagian
terkait lainnya seperti make up area, break down area, cargo area, dan service
road area. Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin memiliki 48 parking
stand dan 7 garbarata serta memiliki luas Apron yang harus diawasi oleh Unit
AMC adalah 158.526 M2. Saat ini Unit AMC memiliki jumlah personel yang
bertugas sebanyak 40 orang yang terdiri dari:
TABEL 1. Personel Unit AMC
No. Jabatan Kelas Jabatan Jumla
h
Kepala Dinas Operasi Sisi Udara 8 1
1.
PTO Unit AMC 11 4
2.
Pelaksana Senior 12 11
3.
Pelaksana Junior 14 23
4.
Staff Operasi Sisi Udara 14 1
5.
Jumlah Keseluruhan 40

(Sumber: Dinas Operasi Sisi Udara Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin)
30

Berikut merupakan penjelasan mengenai pelaksanaan tugas Unit operasi


Apron, yaitu sesuai dengan Standard Operating Procedur (SOP) yang terdapat
pada Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin bahwa pelaksana tugas
operasional bertugas selama 24 jam secara bergilir (shift), tetapi tugas
operasional dilaksanakan sesuai dengan jam operasi bandar udara yaitu selama
19 jam yang dimulai pukul 06.00 – 01.00 WIB. Dengan jumlah petugas
operasional 40 personel (4 PTO + 34 Pelaksana) dan pengaturan jadwal dinas
“S_S_P_P_M_M (Libur 2 hari)” serta dibagi dalam 4 grup (shift).
Berikut merupakan uraian tugas Apron Movement Control (AMC) serta
pelaksana Senior dan Pelaksana Junior yaitu:
Junior
a) Mampu melakukan pembinaan terhadap personel, perlatan/kendaraan dan
pesawat udara di Apron;
b) Mampu melakukan pengawasan dan tata tertib lalu lintas pergerakan di
Apron;
c) Mampu melakukan pengaturan parikir pesawat udara di Apron;
d) Mampu menjamin kebersihan di Apron;
e) Mampu menjamin fasilitas di Apron dalam kondisi baik;
f) Mampu menjamin keselamatan pergerakan personel, peralatan/kendaraan
dan pesawat udara di Apron.
Senior
a) Mampu melakukan pembinaan terhadap personel, peralatan/kendaraan dan
pesawat udara di Apron;
b) Mampu melakukan pengawasan dan tata tertib lalu lintas pergerakan di
Apron;
c) Mampu melakukan pengaturan parkir pesawat udara di Apron;
d) Mampu menjamin kebersihan di Apron;
e) Mampu menjamin fasilitas di Apron dalam kondisi baik;
f) Mampu menjamin keselamatan pergerakan personel, peralatan/kendaraan
dan pesawat udara di Apron;
31

g) Mampu menganalisa seluruh kegiatan di Apron pada saat peak hour / peak
season;
h) Mampu merencanakan pengaturan parkir pesawat udara dalam kondisi tidak
normal / darurat ;
i) Mampu menganalisa dan melakukan koordinasi terhadap kegiatan
operasional di Apron;
j) Mampu melakukan investigasi terhadap incident / accident di Apron dan
melakukan pelaporan;
k) Mampu menganalisa, merekomendasikan serta menjamin agar incident /
accident tidak terulang lagi.

2. Standar kompetensi Apron Movement Control (AMC) serta pelaksana


Senior dan Pelaksana Junior yaitu:
Junior
a) Mengetahui dan memahami peraturan perundang-undangan yang terkait;
b) Mengetahui dan memahami layout bandar udara dan Aerodrome Manual;
c) Mengetahui dan memahami communication Procedure, Basic ATS, General
Aviation Meteorology dan Basic Radio Telephony;
d) Mengetahui dan memahami jenis/type, bagian dan fungsi serta Nationality
dan Registrasi pesawat udara;
e) Mengetahui dan memahami Apron Managemen Service;
f) Mengetahui dan memahami Apron Safety Management;
g) Mengetahui dan memahami Spesifikasi dan Operasional GSE;
Senior
a) Mengetahui dan memahami peraturan perundang-undangan yang terkait
b) Mengetahui dan memahami layout bandar udara dan Aerodrome Manual;
c) Mengetahui dan memahami communication Procedure, Basic ATS, General
Aviation Meteorology dan Basic Radio Telephony;
d) Mengetahui dan memahami jenis/type, bagian dan fungsi serta Nationality
dan Registrasi pesawat udara;
e) Mengetahui dan memahami Apron Managemen Service;
32

f) Mengetahui dan memahami Apron Safety Management;


g) Mengetahui dan memahami Spesifikasi dan Operasional GSE;
h) Mengetahui dan memahami Human Factor;
i) Mengetahui dan memahami Airport Emergency Plan.
Dengan jumlah petugas yang ada dan jumlah pergerakan pesawat
udara yang sangat padat, maka intensitas pelaksanaan tugas lebih
dititikberatkan pada sektor pelayanan seperti pelayanan garbarata. Hal ini
mempengaruhi tugas dan fungsi Unit AMC yang lain, terutama fungsi
pengawasan.
Pengawasan petugas AMC yang kurang optimal mengakibatkan
adanya pelanggaran pada petugas/operator Ground Support Equipment
(GSE). Hal tersebut dapat mengganggu ketertiban di sisi udara khususnya
penempatan peralatan GSE. Penempatan peralatan GSE yang tidak tertib
akan berpengaruh terhadap keselamatan penerbangan.
2. Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (GSE)
Seiring dengan perkembangan jumlah pesawat udara yang beroperasi di
Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, jumlah peralatan penunjang
pelayanan darat pesawat udara Ground Support Equipment (GSE) juga
mengalami perkembangan. Dilihat dari rekapitulasi data lalu lintas angkutan udara
bulan Januari sampai dengan bulan Maret menunjukkan bahwa adanya perubahan
jumlah pesawat udara, penumpang, bagasi maupun kargo. Perkembangan lalu
lintas udara yang terjadi pada Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin
disajikan pada gambar 2 halaman 33.
33

Perkembangan Lalu Lintas Angkutan Udara Bulan Januari –


Maret 2020 di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin

Pesawat Penumpang Kargo/Bagasi

100%

90%

80%

70%

60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%
J an u ar i F eb r u ar i Mar et

Gambar 2. Rekapitulasi Data Lalu Lintas Bandar Udara Bulan Januari – Maret
(Sumber: Dinas Operasi Sisi Udara Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin)

Berdasarkan gambar 2 di atas mengenai perkembangan angkutan udara


yang mengalami perubahan berpengaruh juga terhadap jumlah peralatan
penunjang pelayanan darat pesawat udara (GSE) yang beroperasi di sisi dara
Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin. Peralatan penunjang pelayanan
darat pesawat udara (GSE) yang ada terdiri dari peralatan Motorized dan Non
Motorized yang telah dijelaskan materinya pada halaman 16, serta mobil
operasional yang juga mengalami perubahan jumlah setiap tahunnya.
34

Semakin meningkatnya penerbangan di Bandar Udara Internasional Sultan


Hasanuddin, maka semakin meningkat pula Ground Support Equipment (GSE)
yang beroperasi untuk melayani pesawat baik yang akan berangkat maupun yang
akan datang. Dengan banyaknya GSE yang beroperasi di sisi udara maka dapat
menimbulkan terjadinya incident yang dilakukan oleh operator GSE seperti di
halaman 38.

3. Equipment Parking Area (EPA)

Gambar 3. GSE yang parkir di Esa


(Sumber : Survey Penulis di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin 1 Maret
2020 Pukul 08:34)
35

Gambar 4. Penempatan GSE di ESA


(Sumber: Survey Penulis di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanudin 3 Maret
2020 Pukul 11:07)
Jumlah Ground Support Equipment (GSE) yang banyak
menyebabkan Equipment Parking Area (EPA) yang tersedia tidak dapat
menampung semua Ground Support Equipment (GSE) selain itu juga jarak
parking stand terlalu jauh dengan Equipment Parking Area (EPA)
sehingga banyak Ground Support Equipment (GSE) yang parkir di
Equipment Staging Area (ESA). Seperti yang terlihat pada gambar 3 dan
gambar 4.
36

Gambar 5. GSE yang parkir di NPA


(Sumber: Survey Penulis di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin 1 Maret
2020 Pukul 08:36)
Berdasarkan gambar 5 di atas menunjukkan bahwa pelanggaran tidak
tertibnya Ground Support Equipment (GSE) yang tidak diletakkan pada
tempatnya dilakukan oleh Operator Ground Support Equipment (GSE), GSE Non-
Motorized yang dijalankan secara manual yaitu Aircraft Towing Bar (ATB) yang
berfungsi sebagai penarik dan pendorong pesawat udara, Aircraft Towing Bar
(ATB) parkir di parking stand 18 yaitu marka No Parking Area (NPA) dimana
tidak boleh terdapanya Ground Support Equipment (GSE) parkir di marka
tersebut. Hal itu dilakukan sebelum pesawat block-on hal tersebut dapat
mengganggu operasional penerbangan yang dimana apabila ujung aircraft
towingbar mengenai landing gear pesawat dapat menyebabkan incident di sisi
udara.
37

Gambar 6. GSE yang parkir di luar EPA


(Sumber: Survey Penulis di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin 3 Maret
2020 Pukul 11:09)
Ground Support Equipment (GSE) yang semakin banyak dengan kapasitas
marka Equipment Parking Area (EPA) dengan jumlah terbatas dapat
menyebabkan ketidaktertiban Ground Support Equipment (GSE) di Apron seperti
pada gambar 6 di atas, Passenger Boarding Stair (PBS) yang berfungsi untuk
menaikkan dan menurunkan penumpang dari atau ke pesawat udara di letakkan di
dalam marka Apron Safety Line (ASL) sehingga menghalangi akses pesawat udara
yang akan block-on selain itu juga menganggu kenyamanan, kemanan dan
keselamatan penerbangan di sisi udara.
38

Gambar 7. Bis penumpang yang terbakar


(Sumber : Suvey Penulis di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin)

Setiap pelanggaran yang terjadi di sisi udara merupakan suatu


tindakan yang terjadi akibat kurang disiplinnya operator Ground Support
Equipment (GSE). Seperti pada kasus pelanggaran bis penumpang
(passenger bus) yang terbakar akibat menabrak pesawat hingga
menghalangi jalan akses service road karena parkir di No Parking Area
(NPA) saat akan menjemput penumpang dari pesawat. Hal tersebut harus
ditindaklanjuti agar tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk terhadap
keamanan dan keselamatan penerbangan khususnya di Bandar Udara
Internasional Sultan Hasanuddin seperti pada gambar 7.
39

TABEL 2.
Data Luas Equipment Parking Area (EPA) Setiap Perusahaan

N Perusahaan Luas GSE (m2)


o.
1. PT. Garuda Indonesia 1000

2. PT. Lion Air 1600


3. PT. Batik Air 1800
4. PT. Sriwijaya Air 1600
5. PT. Indonesia Air Transport & Infrastructure 2000
6. PT. Gapura Angkasa 1600
7. PT. Menara Angkasa Semesta 440
8. PT. Prahita Titian Nusantara 200
9. PT. Skypura 720
10. PT. GMF Aeroasia 680
11. PT. Jas Aero Enginering 660
12. PT. Aero Prima Food Service 600
13. PT. Parewa Jaya Careting 800

14. PT. Jasuta Aviation Service 860


15. PT. Trans Nusa Airport Service 800
16. PT. Natra Abdinugraha Utama 620
JUMLAH 15380
(Sumber: Dinas Operasi Sisi Udara Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin)
Tabel 4 merupakan kebutuhan luas kapasitas marka Equipment
Parking Area (EPA) di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin
untuk Ground Support Equipment (GSE) yang beroperasi di sisi udara.
40

TABEL 3.
Data Luas Equipment Staging Area (ESA)

No Tipe Pesawat No. Parking Stand Luas ESA (m2)


.
1. Narrow Body A1,A2,A3,A4,A5,A6,A7 1400
B1,B3,B4,B6,B7,B12,B13,B14,B15,B16,
B17,B18,B19,B20,B21,B22,B23,
B38,B39,B40,B41,B42,B43,B44,B45,B46,B24,
B25,B26,B27,B28,B29,
B31,B32,B33,B34,B35,B36,B37
2. Wide Body B9,B10,B11 205
JUMLAH 1605
(Sumber: Dinas Operasi Sisi Udara Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin)
Tipe pesawat Wide Body adalah pesawat dengan lebar lebih dari 20
kaki, mempunyai dua aisles diameter pesawat ini biasanya mencapai lima
atau enam meter sedangkan tipe pesawat Narrow Body adalah pesawat
dengan lebar kabin yang mencapai tiga sampai empat meter dan hanya
memiliki satu aisle. Di tabel 5 merupakan data luas marka Equipment
Staging Area (ESA) yang dibutuhkan oleh masing-masing pesawat di
setiap parking stand.

C. Kondisi Yang Diinginkan


1. Peningkatan pengawasan pada Unit AMC
Diharapkan Unit AMC sebagai pengawas kegiatan operasional di sisi
udara dapat melaksanakan penertiban terhadap Ground Support Equipment (GSE)
yang parkir di No Parking Area (NPA) atau di luar Equipment Parking Area
(EPA) sehingga ketertiban lalu lintas di sisi udara tetap terjaga dan keselamatan
penerbangan lebih terjamin.
41

2. Optimalnya kapasitas marka EPA untuk menertibkan GSE saat sedang


beroperasional

Diharapkan Unit AMC dapat menambahkan area parkir baru di sebelah


timur untuk menampung jumlah Ground Support Equipment (GSE) yang tidak
tertampung oleh kapasitas Equipment Parking Area (EPA) yang tersedia. Dengan
adanya penambahan area parkir baru ini diharapkan tidak ada lagi Ground
Support Equipment (GSE) yang parkir di No Parking Area (NPA) atau di luar
Equipment Parking Area (EPA).
Berdasarkan permasalahan/kondisi saat ini yang terjadi di Bandar Udara
Internasional Sultan Hasanuddin, maka penulis membuat kondisi yang diinginkan
agar daerah Apron Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin menjadi lebih
baik khususnya pada Equipment Parking Area (EPA)

3. Meningkatkan Kedisiplinan Operator Ground Support Equipment (GSE)


Kedisiplinan dari operator Ground Support Equipment (GSE) maupun
petugas yang melakukan kegiatan di sisi udara juga sangat diperlukan. Untuk itu
diharapkan pada masing-masing operator/petugas mengetahui tentang bahaya
yang dapat ditimbulkan jika tidak mengikuti prosedur yang berlaku di sisi udara.
Selain itu, diharapkan pembinaan dilanjutkan dengan sanksi yang lebih tegas
diberikan kepada operator/petugas yang sering melanggar sehingga tingkat
pelanggaran dapat diminimalkan.
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Analisa masalah
1. Kurangnya Pengawasan Oleh Unit Apron Movement Control (AMC)
Sesuai dengan uraian tugas pokok dan fungsi yang terdapat pada Standard
Operating Procedure (SOP) pada Unit Apron Movement Control (AMC) di
Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin yang mempunyai fungsi yaitu
melaksanakan pengaturan, pengawasan dan kelancaran pergerakan lalulintas di
Apron, pemarkiran dan penempatan pesawat udara. Pengawasan yang dilakukan
yaitu melakukan pengawasan terhadap kendaraan yang memasuki sisi udara dan
memberikan teguran kepada operator jika ternyata melakukan pelanggaran atau
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, menindak para pelanggar dan
memberikan tanda bukti pelanggaran serta pengawasan terhadap pelayanan
pesawat udara.
Banyaknya tugas yang harus dilaksanakan dengan wilayah kerja yang
cukup luas dengan keterbatasan jumlah personel menyebabkan fungsi pengawasan
belum sepenuhnya dapat dilakukan secara maksimal, selain itu juga petugas lebih
fokus kepada fungsi pelayanan yaitu garbarata, sedangkan fungsi pengawasan
dilaksanakan sambil melaksanakan fungsi pelayanan, akibatnya fungsi
pengawasan menjadi kurang intensif, jika dibiarkan dapat mengancam
keselamatan penerbangan. Petugas operasional AMC yang berada pada Bandar
Udara Internasional Sultan Hasanuddin berjumlah 40 orang dengan jadwal dinas
ditunjukkan pada table 6.

42
43

TABEL 4.
Jadwal Dinas Petugas Operasional Unit AMC

Shift Siang Shift Pagi Shift Malam Libur


Senin Grup A Grup B Grup C Grup D
Selasa Grup A Grup B Grup C Grup D
Rabu Grup D Grup A Grup B Grup C
Kamis Grup D Grup A Grup B Grup C
Jumat Grup C Grup D Grup A Grup B
Sabtu Grup C Grup D Grup A Grup B
Minggu Grup B Grup C Grup D Grup A

(Sumber: Sket Dinas Unit AMC tahun 2020)

Keterangan:

1. Grup A : 1 PTO, 2 pelaksana senior, 7 pelaksana junior


2. Grup B : 1 PTO, 3 pelaksana senior, 6 pelaksana junior
3. Grup C : 1 PTO, 3 pelaksana senior, 6 pelaksana junior
4. Grup D : 1 PTO, 3 pelaksana senior, 6 pelaksana junior

Setiap grup terdiri dari 10 orang petugas dan setiap petugas mempunyai
fungsi masing-masing sesuai dengan jabatannya lihat halaman 29. tetapi tugas-
tugas tersebut tidak dapat terlaksana dengan baik khususnya pada tugas
pengawasan yang kurang intensif hal ini dibuktikan pada halaman 38 dan 29 yang
dimana minimnya tingkat pengawasan pada Unit AMC disebabkan oleh:
a. Tugas Unit AMC lebih banyak pada fungsi pelayanan, khususnya pelayanan
garbarata, sedangkan fungsi pengawasan pengendalian operasional di sisi udara
dilaksanakan sambil melaksanakan fungsi pelayanan. Akibatnya, fungsi
pengawasan pengendalian operasional menjadi kurang intensif.
44

b. Pengawasan ini menjadi hal yang riskan bagi petugas AMC. Keadaan di
lapangan menunjukkan kegiatan ini kurang optimal, karena masih ada
peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara (GSE) yang diparkirkan
tidak pada tempatnya atau melebihi garis stand yang dibuat, selain itu petugas
AMC jarang mengawasi proses aircraft handling.
c. Tidak adanya pola pembagian tugas antara personel AMC.
d. Kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki Unit AMC.

2. Kurangnya Kapasitas Equipment Parking Area (EPA)


Jumlah pergerakan pesawat di Bandar Udara Internasional Sultan
Hasanuddin cukup padat dan jumlah Ground Support Equipment (GSE)
yang beroperasi semakin meningkat. Peralatan Ground Support Equipment
(GSE) itu sendiri memiliki tempat parkir khusus yang disebut Equipment
Parking Area (EPA) yang berada jauh dari parking stand. Bandar Udara
Internasional Sultan Hasanuddin hanya memiliki 1 Equipment Parking
Area (EPA) yang berada di bagian barat parking stand dan memiliki 48
parking stand yaitu:
a. Parking stand A1-7 : parking stand yang digunakan untuk
penerbangan domestik atau penerbangan
unschedule.
b. Parking stand B9-11 : parking stand yang digunakan untuk
penerbangan internasional
c. Parking stand B1-7 dan B12-13 : parking stand yang digunakan untuk
penerbangan domestik
Jarak antara Equipment Parking Area (EPA) dengan parking stand
19 (terdekat) yaitu 236 m dan jarak antara Equipment Parking Area (EPA)
dengan parking stand 1 (terjauh) yaitu 1,45 km, sedangkan luas Equipment
Parking Area (EPA) yaitu 15380 m2 dan luas Equipment Staging Area
(ESA) untuk narrow body yaitu 1400 m2 sedangkan untuk wide body yaitu
205 m2.
45

TABEL 5
Data Luas GSE Setiap Perusahaan

No. Perusahaan Luas GSE (m2)


1. PT. Garuda Indonesia 2032.56
2. PT. Lion Air 1742.75
3. PT. Batik Air 899.68
4. PT. Sriwijaya Air 473.25
5. PT. Indonesia Air Transport & Infrastructure 2057.87
6. PT. Gapura Angkasa 2107.55
7. PT. Menara Angkasa Semesta 151.87
8. PT. Prahita Titian Nusantara 364.86
9. PT. Skypura 621.23
10. PT. GMF Aeroasia 860.86
11. PT. Jas Aero Enginering 150.29

12. PT. Aero Prima Food Service 892.88


13. PT. Parewa Jaya Catering 613.28
14. PT. Jasuta Aviation Service 194.96

15. PT. Trans Nusa Airport Service 309.91


16. PT. Natra Abdinugraha Utama 28.97
JUMLAH 13,502.77
(Sumber: Dinas Operasi Sisi Udara Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin)
Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan
Udara Nomor: SKEP/100/XI/1985, tanggal 12 November 1985 tentang
Peraturan dan Tata Tertib Bandar Udara, dalam Bab II pasal 33 dan pasal
34 dinyatakan bahwa:
1) Pasal 33:
Semua kendaraan dan peralatan lain yang tidak digunakan untuk pelayanan
pesawat udara, harus segera dipindahkan atau disingkarkan atau disimpan di
46

tempat atau ruang yang telah disediakan sesudah pesawat udara yang dilayani
berangkat.
46

2) Pasal 34:
Dilarang menempatkan kendaraan di daerah Apron, kecuali:
1. Dengan jarak tertentu terhadap pesawat udara yang sedang diparkir bagi
kendaraan yang sedang melakukan tugas-tugas pelayanan darat (ground
handling) ; dan
2. Pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh Penguasa/Kepala Bandar
Udara

3. Kurangnya Tingkat Kedisiplinan Operator Ground Support Equipment


(GSE)
Dalam proses pelayanan terhadap pesawat dan penumpang, Ground
Handling Agent menyediakan peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara
Ground Support Equipment (GSE) Peralatan ini digunakan untuk mempermudah
proses pelayanan yang dilakukan, mengingat standar waktu yang digunakan untuk
proses pelayanan (Ground Time) pesawat di darat mulai dari block on sampai
block off hanya 45 menit.
Selama ini tingkat kedisiplinan serta kepatuhan para pengemudi/operator
terhadap peraturan yang berlaku di sisi udara masih lemah. Tindakan tersebut
melanggar peraturan yang telah ditetapkan dalam SKEP/100/XII/1985, tanggal 12
November 1985 tentang Peraturan dan Tata Tertib Bandar Udara, dalam Bab II
pasal 4 ayat (1) bahwa:
Siapapun yang berada di bandar udara wajib:
1. Mematuhi peraturan dan tata tertib bandar udara:
Setiap pelanggaran yang terjadi di sisi udara merupakan suatu tindakan
yang terjadi akibat kurang disiplinnya operator Ground Support Equipment
(GSE). Seperti pada kasus pelanggaran bis penumpang (passenger bus) yang
terbakar akibat menabrak pesawat hingga menghalangi jalan akses service road
karena parkir di No Parking Area (NPA) lihat di halaman 41

Pembinaan dan sanksi-sanksi yang telah ditetapkan dan diberikan kepada


pelaku pelanggaran ternyata kurang tegas karena sampai saat ini masih dijumpai
48

pelanggaran-pelanggaran. Sikap toleransi yang masih tinggi antara petugas


dengan pelanggar lalu lintas juga menjadi penyebab kurang tegasnya pemberi
sanksi.
Penempatan kendaraan/peralatan GSE yang tidak tertib memiliki banyak
dampak negatif. Ketertiban di sisi udara akan terganggu sehingga kenyamanan
pengguna jasa bandar udara juga ikut terganggu. Selain itu, penempatan peralatan
yang tidak tertib juga menghalangi tempat marshalling dalam proses pemanduan
parkir pesawat. Peralatan GSE seharusnya diletakkan di wilayah yang telah
ditetapkan (EPA) yang berfungsi sebagai tempat parkir permanen dalam jangka
waktu lama.
Namun dalam pelaksanaannya, peralatan GSE banyak yang diletakkan
pada No Parking Area (NPA) dan Equipment Staging Area (ESA) yang letaknya
dekat dengan parking stand. ESA seharusnya hanya digunakan sebagai tempat
parkir sementara bagi peralatan GSE yang akan dipakai untuk kegiatan pelayanan.
Apabila peralatan GSE sudah selesai digunakan, maka peralatan tersebut
seharusnya kembali diparkir di area yang telah disediakan yaitu Equipment
Parking Area (EPA).

B. Pemecahan Masalah
1. Penambahan Fungsi Pengawasan Unit Apron Movement Control (AMC)
terhadap Ground Support Equipment (GSE)
Unit Apron Movement Control (AMC) sebagai penanggung jawab dalam
melaksanakan kegiatan di sisi udara seperti:
a) Mengatur pergerakan pesawat udara
b) Mengatur masuknya pesawat udara ke Apron
c) Pengaturan pengawasan dan kelancara pergerakan lalu-lintas di Apron
d) Pengawasan kebersihan Apron
e) Menentukan parking stand untuk pesawat yang akan landing
f) Pencetatan data penerbangan
Adanya kasus berupa terbakarnya bis dikarenakan bis tersebut parkir di No
Parking Area (NPA). Selain itu juga, kurangnya pemahaman pengemudi terhadap
47

tata tertib berkendara di sisi udara serta kurang optimalnya pengawasan yang
dilakukan Unit Apron Movement Control (AMC). Agar pelaksanaan fungsi
pengawasan yang dilakukan oleh Unit Apron Movement Control (AMC) menjadi
intensif maka:
a. Harus adanya pembagian tugas berupa Job Description, berdasarkan
Standard Operating Procedure (SOP) yang didalamnya tertuang. Job
Description masing-masing personel berdasarkan kelas jabatannya.
b. Petugas yang melaksanakan fungsi pengawasan tidak merangkap
(berdasarkan Job Description) untuk melaksanakan pelayanan garbarata. Hal
ini dimaksudkan agar petugas lebih konsentrasi dalam melaksanakan tugas
pengawasan sehingga ketertiban lalulintas di sisi udara dapat tercapai.
c. Petugas yang melaksanakan fungsi pengawasan sebaiknya dibekali dengan
pedoman pelaksanaan tugas sebagai dasar dan alat pengendali yaitu Standard
Operating Procedure (SOP).
d. Perlu ditingkatkannya sarana dan prasarana untuk memfasilitsi fungsi
pengawasan.
e. Diberikannya jenjang pendidikan dan pelatihan bagi para penyeluh, agar
dapat menyampaikan penyuluhan secara jelas supaya pengemudi kendaraan
mengerti apa yang disampaikan oleh penyuluh.
f. Perlu adanya pola perencanaan dan bambagian tugas yang tepat.
2. Penambahan Equipment Parking Area (EPA)
Dari data yang telah ada di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin
bahwa luas Equipment Parking Area (EPA) sebesar 15830 m2 digunakan untuk
peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara (GSE) seperti: Lavatory
Service Truck (LST), Baggage Towing Tractor (BTT), Conveyor Belt Loader,
Apron Bus, dll. Maka luas GSE yang parkir di Equipment Parking Area (EPA)
atau parkir di Equipment Staging Area (ESA) akan ditempatkan pada penambahan
EPA baru di sebelah timur Apron Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin
yang masih berupa lahan rumput dan dekat dengan parking stand. Penambahan
EPA di sebelah timur lebih diutamakan untuk penggunaan GSE yang melayani
pesawat udara dari luar negeri (internasional) karena parking stand nomor 9-11
49

digunakan oleh Air Asia, Cathay Pasific, China Airline, Royal Brunei, Silk Air,
dan Garuda Indonesia.
Tabel 6
Data GSE yang Parkir di EPA Baru
No. Equipment J P L Luas per Luas x Jumlah
u a e unit (m2)
m n b (m2)
l j a
a a r
h n (m)
g

(
m
)
1. Lavatory Service Truck (LST) 4 7 2 19.88 79.52
. .
1 8
2. Water Service Truck (WST) 4 7 2 19.17 76.88
. .
1 7
3. Baggage Cart 6 12 2 32.4 19.44
0 .
7
4. Baggage Towing Tractor (BTT) 8 3.7 2 8.14 65.12
.
2
5. Towing Bar 1 5.9 1 7.08 70.8
0 .
2
6. Ground Power Unit (GPU) 7 12 2 33.6 235.2
.
8
7. Passenger Bus 6 14.3 2 40.4 242.4
.
8
52

8. Passenger Stair Manual 5 11.5 3 34.5 172.5


9. Aircraft Tractor/Pushback Car 10 10 4 40 400
10 Pallet Dollies 27 8.8 2.8 26.64 665.28
.
11 Tangga Tekhnik 6 6.3 4.6 28.98 173.88
.
12 Tangga Passenger 7 9 2.7 24.3 170.1
.
13 Baggage Car 20 4.1 1.75 7.18 143.6
.
14 Conveyor Belt Loader 13 8 2.5 20 260
.
15 Gas Turbin Compressor 1 7 2.5 17.5 17.5
.
16 High Lift Loader 3 8.8 3.9 34.32 102.96
.
17 Lower Deck Loader 2 10 4.8 48 96
.
18 Air Conditioning Truck 2 7.8 2.5 19.5 39
.
19 Carts 5 12 2.7 32.4 162
.
Jumlah 200 165.4 54.95 491.44 5116.54
(Sumber: Dinas Operasi Sisi Udara Bandar Udara Internasional Sultan
Hasanuddin)
Berdasarkan perhitungan di atas bahwa luas keseluruhan GSE yang
akan di parkir di EPA sebelah timur sebesar 5116,54 m2 , maka luas yang
akan digunakan untuk pembuatan EPA sebesar 5149,96 m2 dengan ukuran
75,45 m x 68 m.
3. Meningkatkan Kedisiplinan Operator Ground Support Equipment (GSE)
Tingkat kedisiplinan yang rendah dari pengemudi/operator Ground Support
Equipment (GSE) merupakan faktor utama terjadinya pelanggaran-pelanggaran di
sisi udara. Otoritas Bandar Udara adalah lembaga yang menangani masalah-
masalah di dalam Bandar Udara suatu daerah. Untuk itu, Otoritas Bandar Udara
Internasional Sultan Hasanuddin perlu mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat
50

mengantisipasi terjadinya pelanggaran-pelanggaran di sisi udara. Adapun


kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Otoritas Bandara untuk mengadakan
pembinaan kepada operator Ground Support Equipment (GSE), antara lain adalah:
a. Pembinaan harus disampaikan oleh petugas Otoritas Bandara yang menguasai
materi dan memiliki kualifikasi serta berpengetahuan luas mengenai
kebandarudaraan serta keamanan dan keselamatan penerbangan.
b. Dalam pembinaan harus ditekankan mengenai sanksi-sanksi yang akan
dikenakan terhadap pelaku pelanggaran peraturan dan tata tertib
pengoperasian kendaraan di sisi udara.
c. Alokasi waktu pembinaan sebaiknya lebih panjang agar pengemudi
kendaraan GSE menjadi lebih paham terhadap peraturan dan tata tertib
berlalu lintas di sisi udara.
51

Bagi setiap pelaku peraturan dan tata tertib pengoperasian kendaraan


dikenakan sanksi sesuai dengan SKEP 140/VI/1999 tanggal 29 Juni 1999 tentang
Persyaratan dan Prosedur Pengoperasian Kendaraan di Sisi Udara pada Bab VI
pasal 63.
Khusus untuk kasus pelanggaran berat selain dikenakan sanksi dengan
ketentuan, maka harus ditangani secara khusus karena memerlukan tindakan lain
yaitu pemanggilan atasan langsung dari petugas yang melakukan pelanggaran
untuk ikut mempertanggung jawabkan perbuatan petugasnya.
Bentuk tindakan lain bagi pelaku pelanggaran ringan yaitu:
a. Pencabutan Tanda Izin Mengemudi dilakukan melalui proses peringatan
tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-
masing 5 (lima) hari kerja.
Bentuk tindakan bagi pelaku pelanggaran sedang yaitu:
a. Apabila peringatan tidak diindahkan dilanjutkan dengan pembekuan Tanda
Izin Mengemudi untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
Bentuk tindakan lain bagi pelaku pelanggaran berat yaitu:
a. Apabila masa pembekuan tidak ada upaya perbaikan, maka Tanda Izin
Mengemudi di cabut.
b. Dilakukan pemanggilan kepada atasan dari petugas yang melakukan
pelanggaran untuk ikut bertanggung jawab atas perbuatan petugasnya.
c. Denda yang sesuai bagi pelaku pelanggaran.
Agar setiap pelaku pelanggaran menjadi jera, maka Dinas Operasi Sisi Udara
harus keras dan tegas dalam menerapkan peraturan dan tata tertib
pengoperasian kendaraan di sisi udara.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada Bab I-IV dan hasil perhitungan evaluasi, maka
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Fungsi pengawasan petugas Unit Apron Movement Control (AMC) belum
dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi AMC pada Bandar Udara
Internasional Sultan Hasanuddin karena tidak adanya pembagian tugas yang
tepat dan pengawasan yang kurang intensif mengakibatkan terjadinya
pelanggaran peraturan dan tata tertib di sisi udara oleh operator Ground
Support Equipment (GSE), karena petugas lebih fokus kepada fungsi
pelayanan yaitu garbarata.
2. Kapasitas perluasan Equipment Parking Area (EPA) yang ada saat ini tidak
dapat menampung jumlah Ground Support Equipment (GSE) yang terlalu
banyak mengakibatkan GSE parkir di No Parking Area (NPA), Equipment
Staging Area (ESA) atau diluar EPA.
3. Adanya operator Ground Support Equipment (GSE) yang belum
melaksanakan prosedur yang ditetapkan atau kurang disiplin sehingga masih
adanya penggunaan beberapa peralatan penunjang pelayanan darat yang
parkir di NPA atau di luar EPA Bandar Udara Internasional Sultan
Hasanuddin.

52
53

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut penulis memberikan saran sebagai
berikut:
1. Unit Apron Movement Control (AMC) hendaknya melaksanakan fungsi
pengawasan secara intensif dan optimal serta adanya pembagian tugas berupa
Job Description masing-masing personel berdasarkan kelas jabatannya
berdasarkan Standard Operating Procedure (SOP), sehingga Unit AMC
dapat melaksanakan fungsi pengawasan dengan intensif dan optimal.
2. Menambah kebutuhan Equipment Parking Area (EPA) di sebelah timur
dengan luas 5149,96 m2 agar dapat menampung jumlah Ground Support
Equipment (GSE) yang banyak sehingga penggunaan Equipment Staging
Area (ESA) menjadi efektif.
3. Penerapan tindak pembinaan kepada para pelaku pelanggaran aturan dan tata
tertib berkendara Ground Support Equipment (GSE) yang ada di sisi udara
harus lebih tegas dengan menindak lanjuti setiap pelanggaran baik
pelanggaran ringan, sedang maupun berat dan melakukan penyuluhan oleh
Otband sehingga para pelaku menjadi jera dan tidak melakukan pelanggaran
lagi.
54

DAFTAR PUSTAKA

Earl P Strong, Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, Jakarta, edisi revisi
cetakan 1, halaman 241, PT. Bumi Aksara : 2001
G. R. Terry, Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, Jakarta, edisi revisi,
cetakan 1, halaman 242, PT. Bumi Aksara : 2001
Handayaningrat, Azas-azas Organisasi Manajemen, Jakarta, halaman 16, PT.
Erlangga : 1996
Hasibuan, Malay, Manejemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT. Bumi
Aksara: 2001
Koontz Harold dan O’ Donnel Cyril, Manajemen Dasar, Pengertian dan
Masalah, Jakarta, edisi revisi, cetakan 1, halaman 92, PT. Bumi Aksara
: 2001
Mcleod, Jr, R and Schell. G. , Management Information System, Edisi ke-8.
Prenhall, New Jersey : 2001
Nawawi, Hadari, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis yang
Kompetetif, Yogyakarta, Cetakan ke-4, Gadjha Mada University
Press : 2001
Sedarmayanti, Sumber Daya Manusia dan Produktifitas Kerja, Jakarta,
halaman 59, PT. Erlangga : 2001
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung, PT.
Alfabeta : 2008
Supranto. J, Statistik Teori dan Aplikasi 1, Jakarta, halaman 69, PT. Erlangga :
1984
Suharto Abdul, Ground Hadling Mnajemen Pelayanan Darat, Jakarta, edisi
pertama, cetakan 1, halaman 145, PT. Rajawali Pers : 2009
International Civil Aviation Organization, Annex 14, Aerodrome, Third Edition,
Montreal : 1999
PT. Angkasa Pura I (Persero), Standard Operating Procedure (S.O.P) Bandar
Udara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar : 2020
55

Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor :


SKEP/123/VI/1999, tanggal 11 juni 1990 tentang Standar, Marka dan
Rambu di Daerah Pergerakan Pesawat Udara di Bandar Udara
Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor :
SKEP/100/XII/1985 tentang Peraturan dan Tata Tertib Bandar
Udara, Jakarta : 1985
Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor :
SKEP/140/VI/1999 tentang Persyaratan dan Prosedur
Pengoperasian Kendaraan di Sisi Udara, Jakarta : 1999
Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor :
SKEP/75/III/2001 tentang Peralatan Penunjang Pelayanan Dara
Pesawat Udara (GSE) SKEP/91/IV/2008 (perubahan), Jakarta : 2001

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 1 tahun 2009, tanggal 12 Januari


2009 tentang Penerbangan, Jakarta : 2009
Lampiran 1 : SOP 56

Berikut ini adalah rangkuman Standard Operating Procedure (SOP) atau Prosedur
Mutu / Instruksi Kerja yang harus disiapkan oleh unit Apron Movement Control dalam
melaksanakan pekerjaan :
Prosedur Mutu Manajemen Keselamatan Apron :
a) Instruksi Kerja Prosedur pengawasan area berbahaya.

b) Instruksi Kerja Prosedur pengawasan perlindungan terhadap engine jet-blast /


intake.

c) Instruksi Kerja Prosedur pengawasan engine run-up.

d) Instruksi Kerja Prosedur push-back & start engine pesawat udara.

e) Instruksi Kerja Prosedur pengawasan kegiatan push-back & start engine pesawat
udara.

f) Instruksi Kerja Prosedur pengawasan pencegahan bahaya kebakaran.

g) Instruksi Kerja Prosedur pengawasan keselamatan saat pengisian bahan bakar


pesawat udara.

h) Instruksi Kerja Prosedur pengawasan kebersihan apron.

i) Instruksi Kerja Prosedur pengawasan dan penanganan FOD.

j) Instruksi Kerja Prosedur penanganan tumpahan bahan bakar / bahan pelumas.

Prosedur Mutu Manajemen Pengoperasian Apron :


a) Instruksi Kerja Prosedur komunikasi.

b) Instruksi Kerja Prosedur pengawasan passenger handling dan baggage handling.

c) Instruksi Kerja Prosedur plotting parkir pesawat udara.

d) Instruksi Kerja Prosedur penggunaan parkir pesawat temporary (sementara).


Lampiran 1 : LANJUTAN 57

e) Instruksi Kerja Prosedur penempatan parkir pesawat udara di luar kondisi


normal (unusual parking conditions).
f) Instruksi Kerja Prosedur Reposisi Parkir Pesawat Udara.

g) Instruksi Kerja Prosedur pengoperasian garbarata/aviobridge.

h) Instruksi Kerja Prosedur pengawasan pelayanan garbarata/aviobridge.


i) Instruksi Kerja Prosedur pengawasan ground support equipment (GSE).

j) Instruksi Kerja Prosedur pemanduan parkir pesawat udara (marshalling


service).

k) Instruksi Kerja Prosedur pemanduan parkir pesawat udara menggunakan


VDGS/ADGS.

l) Instruksi Kerja Prosedur pengawasan kelengkapan pemasangan wheel-


chock dan safety cones pada pesawat udara.

m) Instruksi Kerja Prosedur operasi dalam cuaca buruk.

n) Instruksi Kerja Prosedur pengawasan kendaraan di wilayah airside.

o) Instruksi Kerja Prosedur pengoperasian/pelayanan follow-me car


Lampiran 2 : SKEP 100/XI/1985 58
Lampiran 2 : LANJUTAN 59
Lampiran 2 : LANJUTAN 60
Lampiran 2 : LANJUTAN 61
Lampiran 2 : LANJUTAN 62
Lampiran 3 : SKEP/140/VI/1999 63

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA


NOMOR : SKEP/ 140/ VI/ 1999
TENTANG
PERSYARATAN DAN PROSEDUR PENGOPERASIAN
KENDARAAN DI SISI UDARA

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

Menimbang : a. bahwa dalarn rangka mewujudkan keamanan, keselamatan,


kelancaran dan ketertiban lalu lintas di sisi udara diperlukan
persyaratan dan prosedur untuk kendaraan yang akan beroperasi di
sisi udara;
b. bahwa sehubungan dengan hal sebagaimana dalam huruf a,
dipandang perlu menetapkan persyaratan dan prosedur
pengoperasian kendaraan di sisi udara dengan Keputusan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara ;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan


(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3481);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1996 tentang
Kebandarudaraan;
3. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Organisasi Departemen;
4. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas,
Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 192 Tahun 1998;
5. Keputusan Menteri Perhubungan Udara Nomor : T. 11/2/4-U Tahun
1960 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor : 11 Tahun 1998;

6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.91/OT.002/Phb80 dan


KM.164/OT.002/Phb-80 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhirdengan
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 80 Tahun 1998;
7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 1995 tentang
Lampiran 1 : SOP 66

Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Perhubungan


sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM 13 Tahun 1996;
8. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor
SKEP/100/XI/1985 tentang Peraturan dan Tata Tertib Bandar Udara; 9.
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor
SKEP/04/1/97 tentang Sertifikat Kecakapan Pemandu ParkirPesawat
Udara, Sertifikat Kecakapan Operator Garbarata. dan Sertifikat
Kecakapan Operator Peralatan Pelayanan Darat Pesawat Udara;dan
10. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/
225/IX/97 tentang Persyaratan Teknis Peralatan Penunjang
Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TENTANG


PERSYARATAN DAN PROSEDUR PENGOPERASIAN KENDARAAN DI SISI
UDARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan :

1. Apron adalah suatu daerah atau tempat di bandar udara yang


telah ditentukan guna menempatkan pesawat udara, menurunkan
dan menaikkan penumpang, kargo, pos, pengisian bahan bakar,
parkir dan perawatan pesawat udara.
2. Daerah Kargo adalah suatu daerah dengan batas-batas yang
jelas di bandar udara untuk pemrosesan, penyimpanan kargo yang
akan atau setelah diangkut oleh pesawat udara.
3. Daerah Manuver (Manouvering Area) adalah bagian dari bandar
udara yang dipergunakan untuk mendarat, lepas landas, dan
pergerakan pesawat udara di darat, tidak termasuk apron.

BAB IV
TATA TERTIB BERLALU LINTAS DI DAERAH PERGERAKAN
Pasal 28
Setiap pengemudi suatu kendaraan di daerah pergerakan dilarang :

a. mengemudikan kendaraan melebihi kecepatan maksimum yang


ditentukan, yaitu:
1. di luar apron (access road) 40 km/jam;
Lampiran 3 : Lanjutan 65

2. pada jalan-jalan dilingkungan perparkiran pesawat udara (Service Road) 25 km/


jam;
3. di daerah make-up / break down area 15 km/jam;
4. pada daerah lingkungan perparkiran pesawat udara (apron) 10 km/jam;

b. meninggalkan kendaraannya tanpa pengawasan;


c. mendahului kendaraan lain yang menuju, ke arah yang sama;
d. memarkir kendaraan pada atau di dekat daerah pergerakan atau pada jalur
lalu lintas kendaraan dan lintas garbarata, selain di daerah yang diijinkan
untuk itu, kecuali kendaraan tersebut sedang memberikan pelayanan
terhadap pesawat udara;
e. mengemudikan kendaraan menuju atau menghentikan kendaraan di bawah
sayap, ekor dan atau badan pesawat udara kecuali kendaraan tersebut
sedang memberikan pelayanan kepada pesawat udara;
f. menghidupkan mesin kendaraan pada jarak kurang dari 15 meter dari
pesawat udara yang sedang mengisi bahan bakar;
g. memundurkan atau menyebabkan kendaraan berjalan mundur ke arah
pesawat udara, kecuali kendaraan tersebut sedang memberikan pelayanan
terhadap pesawat udara dan dipandu oleh petugas yang berwenang;
h. menjalankan kendaraan menuju pesawat udara yang mesinnya dalam
keadaan hidup;
i. mengemudikan kendaraan dalam keadaan di bawah pengaruh alkohol atau
obat terlarang.
j. menarik kendaraan lainnya, bilamana tidak menggunakan kendaraan
khusus untuk maksud tersebut; .
k. mengisi bahan bakar;
l. mengemudikan kendaraan sedemikian rupa sehingga membahayakan
kendaraan lain atau orang disekitarnya;
m. menempatkan atau menjalankan kendaraannya di depan pesawat udara
yang sedang bergerak atau ditarik.
n. menempatkan atau mengemudikan kendaraan pada jarak kurang dari
8 meter di depan atau 80 meter di belakang mesin jet yang dalam
Pasal 29

1. mematuhi marka dan rambu lalu lintas serta mematuhi perintah atau
petunjuk yang diberikan oleh petugas yang berwenang;
2. memberikan jalan yang cukup kepada pesawat udara yang sedang
bergerak, memberikan keleluasaan dan prioritas bagi penumpang
sedang menuju ke atau dari pesawat udara, pesawat udara yang ditarik,
ambulance, kendaraan pemadam kebakaran dan kendaraan patroli
bandar udara;
Lampiran 1 : SOP 68

3. memperoleh izin terlebih dahulu dari petugas tower bagi kendaraan


yang menuju daerah pergerakan selain apron;
4. berhenti sebelum tanda batas masuk daerah manuver dan memastikan
bahwa tidak ada pergerakan pesawat udara di daerah manuver;
5. memperlambat laju kendaraannya ketika menuju atau mendekati
pesawat udara;.
6. menempatkan kendaraan sekurang-kurangnya pada jarak 5 meter dari
ujung sayap pesawat udara yang sedang tidak bergerak dan 40 meter
dari tepi taxiway bila kendaraan berjalan pararel dengan pesawat udara
yang bergerak di taxiway atau pada jarak tertentu yang ditetapkan oleh
penyelenggara Bandar Udara;
7. bersedia diberhentikan oleh petugas yang berwenang untuk dilakukan
pemeriksaan.
Pasal 30
(1) Bila kendaraan mogok di daerah pergerakan harus segera dilaporkan
kepada petugas pengawas Apron (AMC) atau petugas Kamtib Bandar
Udara dan kepada atasannya atau kepada perusahaannya untuk segera
mengatur pemindahannya.
(2) Penyelenggara bandara wajib segera memindahkan kendaraan yang
mogok tersebut bilamana diketahui menghalangi pergerakan pesawat
udara atau kendaraan lainnya.
(3) Biaya yang timbul akibat pemindahan tersebut dibebankan kepada
pemilik atau perusahaan yang mengoperasikan kendaraan tersebut.
Pasal 31
(1) Kendaraan yang akan memasuki atau melintasi atau berada di
runway atau taxiway yang tidak melalui jalur khusus yang ditetapkan
untuk itu harus memperoleh izin terlebih dahulu dari petugas tower
dan harus dilengkapi dengan sistem radio komunikasi dua arah
dengan petugas tower, serta harus mematuhi perintah atau
petunjuk dari petugas tower.

(2) Bila kendaraan telah berada di runway atau taxiway dan sistem radio
komunikasi dua arah tidak berfungsi, maka kendaraan tersebut harus
segera meninggalkan runway atau taxiway menuju ke tempat yang
aman dengan jarak sekurangkurangnya 40 meter dari tepi runway
atau taxiway atau sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
penyelenggara bandar udara.
(3) Bila kendaraan yang dimaksud dalam ayat (1) tidak dilengkapi
dengan sistem radio komunikasi dua arah, maka harus dipandu oleh
petugas bandar udara atau kendaraan bandar udara yang dilengkapi
dengan sistem radio komunikasi dua arah dengan petugas tower.
Pasal 32
Lampiran 3 : Lanjutan 67

Kendaraan yang memasuki atau beroperasi di daerah pergerakan pada


waktu malam hari atau pada waktu cuaca buruk harus menyalakan
lampulampu kendaraan dan lampu Steady Red yang dapat terlihat dari
segala arah (360°), khusus untuk kendaraan emergency yang sedang
memberikan pelayanan harus menyalakan lampu merah berkedip
(rotary red).
Pasal 33
Kendaraan yang karena sedang memberikan pelayanan terhadap
pesawat udara atau yang diparkir dekat pesawat udara harus memasang
rem atau alas-alas penahan gerak yang lain untuk menghindari
kendaraan bergerak dengan sendirinya.
Pasal 34
Setiap orang atau kendaraan yang menyeberangi daerah pergerakan
tidak diperbolehkan berada di depan jalur pesawat udara yang sedang
melakukan taxiing atau suatu pesawat udara yang sedang ditarik. Pasal
35
Selain petugas pemeliharaan yang berkerja pada suatu pesawat udara
harus menjauhi mesin pesawat udara dan tidak boleh melewati lokasi 8
meter dari tempat masuknya udara (air intake) atau 80 meter dari
belakang mesin jet yang sedang bekerja.
Pasal 36
(1) Setiap orang sebelum menuju runway atau taxiway harus terlebih
dahulu mendapatkan ijin (clearance) dari petugas Tower dan harus
dilengkapi radio komunikasi dua arah dengan petugas Tower.
(2) Bila seorang atau sekelompok orang telah berada di runway atau
taxiway dan radio komunikasi dua arah dengan petugas Tower tidak
berfungsi, maka harus segera meninggalkan runway atau taxiway dan
menuju ke suatu tempat yang aman.

Pasal 37
Petugas yang sertanggung jawab terhadap segala peralatan atau
kendaraan harus segera memindahkan peralatan atau kendaraan
tersebut dari tempat parlor apabila pesawat udara yang dilayaninya
telah siap melakukan taxiing.
Pasal 38
Setiap orang yang bertugas melayani pesawat udara harus segera
memeriksa tempat parkir pesawat udara segera setelah pesawat
udara selesai dilayani untuk memastikan bahwa tidak ada benda
asing atau materi asing yang membahayakan (foreign object damage)
tertinggal pada tempat parkir.
Pasal 39
Dilarang meninggalkan limbah cair dan atau padat di daerah
pergerakan.
Lampiran 3 : Lanjutan 69

Pasal 40
Dilarang meninggalkan atau menumpuk benda asing atau materi
asing yang membahayakan (foreign object damage) pada permukaan
daerah pergerakan.
Pasal 41
Dilarang merokok di semua tempat pada daerah pergerakan dan di
dalam hanggar.
Pasal 42
Setiap orang yang menuju ke atau dari apron harus dipandu
oleh petugas dari perusahaan penerbangan. Pasal 43
Setiap penumpang kendaraan yang bergerak di daerah pergerakan
harus duduk pada tempat duduk penumpang atau berdiri pada
bagian tertentu.

BAB VI
SANKSI
Pasal 63
(1) Tanda Izin Mengemudi dapat dicabut apabila pemegang Tanda Izin
Mengemudi melanggar pasal 22.
(2) Pencabutan Tanda Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali
berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 5 (lima) hari
kerja.
(3) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
diindahkan dilanjutkan dengan pembekuan Tanda Izin Mengemudi
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila masa pembekuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), tidak
ada upaya perbaikan, maka Tanda Izin Mengemudi dicabut.
Pasal 64
Tanda Izin Mengemudi dibekukan tanpa melalui peringatan, dalam hal
pemegang Tanda Izin Mengemudi tersebut :
a. terganggu kesehatan jiwanya sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya;
atau
b. terkena pengaruh alkohol atau obat-obatan yang dapat mempengaruhi
jiwanya.
Pasal 65
Tanda Izin Mengemudi dapat dicabut tanpa melalui peringatan dalam
hal pemegang Tanda Izin Mengemudi tersebut : a. digunakan orang
lain;
b. diperoleh dengan cara tidak sah;
c. data yang terdapat dalam Tanda Izin Mengemudi diubah;
d. melakukan tindakan yang membahayakan keamanan negara; atau
e. melakukan tindakan yang membahayakan keamanan dan keselamatan
Lampiran 3 : Lanjutan 68

penerbangan.
Pasal 66
Peringatan, pembekuan atau pencabutan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 16, pasal 17 atau pasal 18, dilakukan oleh Pejabat yang berwenang
menerbitkan Tanda Izin Mengemudi.
Lampiran 4 : SKEP/91/IV/2008 70

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA


NOMOR : SKEP/91/IV/2008

TENTANG
PERALATAN PENUNJANG PELAYANAN DARAT PESAWAT UDARA
(GROUND SUPPORT EQUIPMENT/GSE)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

Menimbang : a. bahwa dalam Keputusan Menteri Perhubungan


Nomor KM 48 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Bandar udara Umum telah
diatur ketentuan kegiatan usaha kegiatan
penunjang di bandar udara;
b. bahwa peralatan penunjang pelayanan darat
pesawat udara (ground support equipmen t/ GSE)
merupakan bagian dari peralatan untuk
melakukan kegiatan penunjang di bandar udara
telah diatur
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor
SKEP/75/III/2001;
c. bahwa dengan meningkatnya kegiatan penunjang
di bandar udara dan untuk memenuhi kebutuhan
perkembangan di lapangan, maka pengaturan
peralatan penunjang pelayanan darat pesawat
udara perlu diatur kembali;
d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada
huruf a., b, dan c, perlu mengatur Peralatan
Penunjang Pelaynanan Darat Pesawat
Udara (Ground Support Equipment / GSE) dengan
Peraturan
Direktur Jenderal Perhubungan Udara;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan
Lembaran
Negara Nomor 3481);
Lampiran 4 : Lanjutan
Lampiran 4 : Lanjutan 72

2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001


tentang Keamanan dan Keselamatan
Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2001
Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4075);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001


tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara
Tahun 2001 Nomor 128,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4146);
4. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Kementrian
Negara RI sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
5. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005
tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Kementrian Negara RI sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 17
Tahun 2007;
6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 24
Tahun 2001 tentang Struktur Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Perhubungan sebagaimana
telah diubah terakhir dengan
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 37 Tahun 2006;
7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 48
Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Bandar
Udara Umum;
8. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Nomor
SKEP/100/IX/1985 tentang Peraturan Tata Tertib Bandar Udara;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA
TENTANG PERALATAN PENUNJANG PELAYANAN DARAT
PESAWAT UDARA (GROUND SUPPORT EQUIPMENT/GSE).
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal I

Dalam Keputusan ini maksudkan dengan :


1. Peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara (Ground
Lampiran 4 : Lanjutan 71

Support Equipment/GSE) adalah alat-alat bantu yang dipersiapkan untuk


keperluan pesawat udara di darat pada saat
kedatangan dan/atau keberangkatan, pemuatan
dan/atau penurunan penumpang, kargo dan
pos;
2. Sertifikasi Peralatan adalah tanda bukti terpenuhi kelaikan peralatan
Lampiran 5 : Kronologi Kejadian 73

KRONOLOGI KEJADIAN KEBAKARAN BIS PENUMPANG DI BANDAR


UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN, 11 OKTOBER
2019

19.10 Posisi bus di sisi airside di marka No Parking


Area (NPA) di Parking Stand alpha 8,

19.12 Pesawat Merpati Nusantara dengan registrasi


MNA 686 yang sedang berada di taxiway alpha
menuju Parking Stand alpha 8
Jumlah pesawat yang sedang berada di Apron
sebanyak 25 buah, yang terdiri dari 24 pesawat
(fix wings) dan 1 helikopter.

19.13 Pesawat Merpati memasuki Parking Stand alpha 8


dan menabrak bis penumpang yang terletak di
marka No Parking Area (NPA)

19.18 AMC menerima laporan dari salah satu


petugas di lapangan, ada bis milik Gapura
Angkasa terbakar dan salah satu moncong
pesawat Merpati dengan registrasi MNA 686
tergores hingga penyok, Selanjutnya AMC
menginformasikan ke unit ARFF .

19.56 Petugas ARFF berhasil memadamkan api di bis


penumpang tersebut.

- Setelah diinvestigas lebih lanjut, ternyata engine bis


tidak mau menyala ketika pesawat Merpati akan
block-on
- Akibat kejadian ini tidak berdampak terhadap
operasional penerbangan, tidak ada korban jiwa
dalam kasus incident kebakaran tersebut.
Demikian laporan kronologis kejadian bencana kebakaran bis penumpang di
Bandara Sultan Hasanuddin tanggal 11 Oktober 2019 disampaikan untuk
diketahui.
Lampiran 6 : Foto-Foto GSE parkir di ESA 74

FOTO – FOTO PELANGGARAN DI APRON

Ground Support Equipment (GSE) yang Parkir di Equipment Staging Area (ESA)
Lampiran 7 : Layout Bandara 75

LAYOUT BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN


Lampiran 8 : Layout EPA 76
Lampiran 8 : Lanjutan 77
Lampiran 9 : Struktur Organisasi 78
Lampiran 10 : Jumlah GSE 79

LAMPIRAN DATA DAFTAR INVENTARISASI GROUND SUPPORT


EQUIPMENT (GSE) SETIAP PERUSAHAAN

Periode : 18 Maret 2020

BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN - MAKASSAR

Peralatan GSE
No Perusahaan Jumlah
Motorized Non Motorized
1 PT. Garuda Indonesia 1 - 1

2 PT. Lion Air 73 265 338

3 PT. Batik Air 1 - 1

4 PT. Sriwijaya Air 12 11 23

PT. Indonesia Air Transport &


5
Infrastructure - 2 2
6 PT. Transnusa Airport Service - 4 4

7 PT. Gapura Angkasa 68 157 225

8 PT. Menara Angkasa Semesta 11 20 31

9 PT. Prathita Titian Nusantara 12 11 23

10 PT. Skypura 12 20 32

11 PT. GMF Aeroasia 7 27 34

12 PT. Jas Aero Engginering 8 3 11

13 PT. Aeroprima Food Service 13 - 13

14 PT. Parewa Jaya Catering 7 - 7

15 PT. Jasuta Aviation Service 3 2 5

16 PT. Natra Abadinugraha Utama 5 - 5

Total 233 522 755


Lampiran 4 : Lanjutan 71
80

Data GSE yang Beroperasi di Sisi Udara

No. Equipment Jumlah Panjang Lebar Luas per unit (m2) Luas x Jumlah
(m) (m)
1. Lavatory Service Truck 11 7.1 2.8 19.88 218.68
(LST)
2. Water Service Truck 7 7.1 2.7 19.17 134.19
(WST)
3. Baggage Cart 144 12 2.7 32.4 4665.6
4. Baggage Towing 316 3.7 2.2 8.14 2572.24
Tractor (BTT)
5. Towing Bar 27 5.9 1.2 7.08 191.16
6. Ground Power Unit 18 12 2.8 33.6 604.8
(GPU)
7. Passenger Bus 11 14.3 2.8 40.4 444.4

8. Passanger Stair 11 11.5 3 34.5 379.5


Manual
9. Aircraft 19 10 4 40 760
Tractor/Pushback Car
10. Pallet Dollies 58 8.8 2.8 26.64 1429.12
11. Tangga Tekhnik 18 6.3 4.6 28.98 521.64
12. Tangga Passenger 26 9 2.7 24.3 631.8

13. Baggage Car 47 4.1 1.75 7.18 430.8

14. Conveyor Belt Loader 21 8 2.5 20 420


15. Gas Turbin Compressor 3 7 2.5 17.5 52.5
(GTC)
16. Fuel Tank Tractor 1 5.08 2 10.16 10.16

17. High Lift Loader 4 8.8 3.9 34.32 137.28


18. Lower Deck Loader 2 10 4.8 48 96
19. Air Conditioning Truck 6 7.8 2.5 19.5 117
20. Carts 5 12 2.7 32.4 162
Jumlah 755 170.48 56.95 502.15 13978.87
80

Data Perusahaan GSE yang Beroperasi di Sisi Udara

No. Perusahaan Jumlah


1. PT. Garuda Indonesia 1
2. PT. Lion Air 338
3. PT. Batik Air 1
4. PT. Sriwijaya Air 23
5. PT. Indonesia Air Trasnport & Infrastructure 2

6. PT. Gapura Angkasa 225


7. PT. Menara Angkasa Semesta 31
8. PT. Prahita Titian Nusantara 23
9. PT. Skypura 32
10. PT. GMF Aeroasia 34
11. PT. Jas Aero Enginering 11
12. PT. Aero Prima Food Service 13
13. PT. Parewa Jaya Catering 7
14. PT. Jasuta Avitation Service 5
15. PT. Trans Nusa Airport Service 4

16. PT. Natra Abdinugraha Utama 5


Jumlah 755
81

Data GSE yang Beroperasi di Sisi Udara

No. Equipment Jumlah Panjang Lebar Luas per unit (m2) Luas x Jumlah
(m) (m)
1. Lavatory Service Truck 11 7.1 2.8 19.88 218.68
(LST)
2. Water Service Truck 7 7.1 2.7 19.17 134.19
(WST)
3. Baggage Cart 144 12 2.7 32.4 4665.6
4. Baggage Towing 316 3.7 2.2 8.14 2572.24
Tractor (BTT)
5. Towing Bar 27 5.9 1.2 7.08 191.16
6. Ground Power Unit 18 12 2.8 33.6 604.8
(GPU)
7. Passenger Bus 11 14.3 2.8 40.4 444.4

8. Passanger Stair 11 11.5 3 34.5 379.5


Manual
9. Aircraft 19 10 4 40 760
Tractor/Pushback Car
10. Pallet Dollies 58 8.8 2.8 26.64 1429.12
11. Tangga Tekhnik 18 6.3 4.6 28.98 521.64
12. Tangga Passenger 26 9 2.7 24.3 631.8

13. Baggage Car 47 4.1 1.75 7.18 430.8

14. Conveyor Belt Loader 21 8 2.5 20 420


15. Gas Turbin Compressor 3 7 2.5 17.5 52.5
(GTC)
16. Fuel Tank Tractor 1 5.08 2 10.16 10.16

17. High Lift Loader 4 8.8 3.9 34.32 137.28


18. Lower Deck Loader 2 10 4.8 48 96
19. Air Conditioning Truck 6 7.8 2.5 19.5 117
20. Carts 5 12 2.7 32.4 162
Jumlah 755 170.48 56.95 502.15 13978.87
RIWAYAT HIDUP

INGGRID WIRAYANA KUMALASARI, Lahir di

Makassar, pada tanggal 17 November 1999. Merupakan

putri pertama dari tiga bersaudari dari pasangan Bapak

Saryono Sunarto dan Ibu Nurmiati Nontji. Menamatkan

pendidikan formal Sekolah Dasar pada tahun 2011 di SD

Negeri 1 Ambon, Sekolah Menenggah Pertama tahun

2014 di SMP Pesantren Modern Putri IMMIM, Sekolah Menengah Atas tahun

2017 di SMA Pesantren Modern Putri IMMIM. Selanjutnya pada bulan Agustus

2017 di terima di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) yang berganti

nama menjadi Politeknik Penerbangan Indonesia (PPI) sebagai Taruna pada

Program Studi Operasi Bandar Udara Angkatan XIII sampai dengan saat ini.

Selama mengikuti pendidikan di Poliketinik Penerbangan Indonesia telah

mendapatkan Surat Tanda Kecakapan Personel (STKP) Dangerous Goods, STKP

Basic Avsec, STKP AMC, serta SKP Marshalling. Selain itu telah mengikuti On

the Job Training (OJT) di PT. Angkasa Pura I (Persero) Kantor Cabang Bandar

Udara Internasional Sultan Hasanuddin - Makassar selama kurang lebih tiga bulan

pada dua unit kerja.

Anda mungkin juga menyukai