Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
Pengertian Kalor

Kalor didefinisikan sebagai energi panas yang dimiliki oleh suatu zat. Secara
umum untuk mendeteksi adanya kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu
dengan mengukur suhu benda tersebut. Jika suhunya tinggi maka kalor yang
dikandung oleh benda sangat besar, begitu juga sebaliknya jika suhunya
rendah maka kalor yang dikandung sedikit.

Dari hasil percobaan yang sering dilakukan besar kecilnya kalor yang
dibutuhkan suatu benda(zat) bergantung pada 3 faktor

1. massa zat

2. jenis zat (kalor jenis)

3. perubahan suhu

Sehingga secara matematis dapat dirumuskan :

Q = m.c.(t2 t1)

Dimana :

Q adalah kalor yang dibutuhkan (J)

m adalah massa benda (kg)

c adalah kalor jenis (J/kgC)

(t2-t1) adalah perubahan suhu (C)

Kalor dapat dibagi menjadi 2 jenis

Kalor yang digunakan untuk menaikkan suhu

Kalor yang digunakan untuk mengubah wujud (kalor laten), persamaan


yang digunakan dalam kalor laten ada dua macam Q = m.U dan Q =
m.L. Dengan U adalah kalor uap (J/kg) dan L adalah kalor lebur (J/kg)
Dalam pembahasan kalor ada dua kosep yang hampir sama tetapi berbeda
yaitu kapasitas kalor (H) dan kalor jenis (c)

Kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan


suhu benda sebesar 1 derajat celcius.

H = Q/(t2-t1)

Kalor jenis adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1
kg zat sebesar 1 derajat celcius. Alat yang digunakan untuk menentukan
besar kalor jenis adalah kalorimeter.

c = Q/m.(t2-t1)

Bila kedua persamaan tersebut dihubungkan maka terbentuk persamaan


baru

H = m.c

Analisis grafik perubahan wujud pada es yang dipanaskan sampai menjadi


uap. Dalam grafik ini dapat dilihat semua persamaan kalor digunakan.

Keterangan :

Pada Q1 es mendapat kalor dan digunakan menaikkan suhu es, setelah suhu
sampai pada 0 C kalor yang diterima digunakan untuk melebur (Q2), setelah
semua menjadi air barulah terjadi kenaikan suhu air (Q3), setelah suhunya
mencapai suhu 100 C maka kalor yang diterima digunakan untuk berubah
wujud menjadi uap (Q4), kemudian setelah berubah menjadi uap semua
maka akan kembali terjadi kenaikan suhu kembali (Q5)
Untuk mencoba kemampuan silakan kkerjakan latihan soal dengan cara klik
disini.

Hubungan antara kalor dengan energi listrik

Kalor merupakan bentuk energi maka dapat berubah dari satu bentuk
kebentuk yang lain. Berdasarkan Hukum Kekekalan Energi maka energi listrik
dapat berubah menjadi energi kalor dan juga sebaliknya energi kalor dapat
berubah menjadi energi listrik. Dalam pembahasan ini hanya akan diulas
tentang hubungan energi listrik dengan energi kalor. Alat yang digunakan
mengubah energi listrik menjadi energi kalor adalah ketel listrik, pemanas
listrik, dll.

Besarnya energi listrik yang diubah atau diserap sama dengan besar kalor
yang dihasilkan. Sehingga secara matematis dapat dirumuskan.

W=Q

Untuk menghitung energi listrik digunakan persamaan sebagai berikut :

W = P.t

Keterangan :

W adalah energi listrik (J)

P adalah daya listrik (W)

t adalah waktu yang diperlukan (s)

Bila rumus kalor yang digunakan adalah Q = m.c.(t2 t1) maka diperoleh
persamaan ;

P.t = m.c.(t2 t1)

Yang perlu diperhatikan adalah rumus Q disini dapat berubah-ubah sesuai


dengan soal.
BAB II
Kalori meter
Kalori meter adalah alat untuk mengukur kalor jenis suatu zat. Salah
satu bentuk kalori meter adalah kalori meter campuran. Kalori meter ini
terdiri dari sebuah bejana logam yang kalor jenisnya diketahui. Bejana ini
biasanya ditempatkan didalam bejana lain yang agak lebih besar.kedua
bejana dipisahkan oleh bahan penyekat misalkan gabus atau wol. Kegunaan
bejana luar adalah sebagai isolator agar perukaran kalor dengan sekitar
kalori meter dapat dikurangi.

Kalori meter juga dilengkapi dengan batang pengaduk. Pada waktu zat
dicampurkan didalam kalori meter, air dalam kalori meter perlu diaduk agar
diperoleh suhu merata sebagai akibat percampuran dua zat yang suhunya
berbeda. Asas penggunaan kalori meter adalah asas black. Setiap dua benda
atau lebih dengan suhu berbeda dicampurkan maka benda yang bersuhu
lebih tinggi akan melepaskan kalornya, sedangkan benda yang bersuhu lebih
rendah akan menyerap kalor hingga mencapai keseim- bangan yaitu
suhunya sama. Pelepasan dan penyerapan kalor ini besarnya harus imbang.
Kalor yang dilepaskan sama dengan kalor yang diserap sehingga berlaku
hukum kekekalan energi. Pada sistem tertutup, kekekalan energi panas
(kalor) ini dapat dituliskan sebagai berikut.

Qlepas = Qterima

Dengan Q = m . c . t
dengan:

Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J)

m = massa suatu zat yang d iberi kalor (kg)

c = kalor jenis zat (J/kgoC)

t = kenaikan/perubahan suhu zat (oC)

C = kapasitas kalor suatu zat (J/oC)

Pertukaran energi kalor merupakan dasar teknik yang dikenal dengan

nama kalorimetri, yang merupakan pengukuran kuantitatif dari pertukaran

kalor. Untuk melakukan pengukuran kalor yang diperlukan untuk menaikkan

suhu suatu zat digunakan kalorimeter. Gambar 6.17 menunjukkan skema

kalorimeter air sederhana. Salah satu kegunaan yang penting dari

kalorimeter adalah dalam penentuan kalor jenis suatu zat. Pada teknik yang

dikenal sebagai metode campuran, satu sampel zat dipanaskan sampai

temperatur tinggi yang diukur dengan akurat, dan dengan cepat

ditempatkan pada air dingin kalorimeter. Kalor yang hilang pada sampel
tersebut akan diterima oleh air dan kalorimeter. Dengan mengukur suhu

akhir campuran tersebut, maka dapat dihitung kalor jenis zat tersebut.

Zat yang ditentukan kalor jenisnya dipanasi sampai suhu tertentu.


Dengan cepat zat itu dimasukkan kedalam kalori meter yang berisi air
dengan suhu dan massanya sudah diketahui. Kalori meter diaduk sampai
suhunya tidak berubah lagi. Dengan menggunakan hukum kekekalan energy,
kalor jenis yang dimasukkan dapat dihitung.

JENIS-JENIS KALORIMETER
Beberapa jenis kalorimeter :

1) Kalorimeter Bom

Merupakan kalorimeter yang khusus digunakan untuk menentukan


kalor dari reaksi-reaksi pembakaran.

Kalorimeter ini terdiri dari sebuah bom ( tempat berlangsungnya reaksi


pembakaran, terbuat dari bahan stainless steel dan diisi dengan gas
oksigen pada tekanan tinggi ) dan sejumlah air yang dibatasi dengan
wadah yang kedap panas.

Reaksi pembakaran yang terjadi di dalam bom, akan menghasilkan


kalor dan diserap oleh air dan bom.

Oleh karena tidak ada kalor yang terbuang ke lingkungan, maka :

qreaksi = (qair + qbom )

Jumlah kalor yang diserap oleh air dapat dihitung dengan rumus :

qair = m x c x DT

dengan :

m = massa air dalam kalorimeter ( g )

c = kalor jenis air dalam kalorimeter (J / g.oC ) atau ( J / g. K )


DT = perubahan suhu ( oC atau K )

Jumlah kalor yang diserap oleh bom dapat dihitung dengan rumus :

qbom = Cbom x DT

dengan :

Cbom = kapasitas kalor bom ( J / oC ) atau ( J / K )

DT = perubahan suhu ( oC atau K )

Reaksi yang berlangsung pada kalorimeter bom berlangsung pada


volume tetap ( DV = nol ). Oleh karena itu, perubahan kalor yang
terjadi di dalam sistem = perubahan energi dalamnya.

DE = q + w dimana w = - P. DV ( jika DV = nol maka w = nol )

maka

DE = qv

Contoh soal :

Suatu kalorimeter bom berisi 250 mL air yang suhunya 25 oC, kemudian
dibakar 200 mg gas metana. Suhu tertinggi yang dicapai air dalam
kalorimeter = 35oC. Jika kapasitas kalor kalorimeter = 75 J / oC dan kalor jenis
air = 4,2 J / g.oC, berapakah DHc gas metana?

Jawaban :

qair = m x c x DT

= ( 250 ) x ( 4,2 ) x ( 35 25 )

= 10.500 J

qbom = Cbom x DT

= ( 75 ) x ( 35 25 )

= 750 J
qreaksi = (qair + qbom )

qreaksi = - ( 10.500 J + 750 J )

= - 11.250 J = 11,25 kJ

200 mg CH4 = 0,2 g CH4 = ( 0,2 / 16 ) mol = 0,0125 mol

DHc CH4 = ( 11,25 kJ / 0,0125 mol ) = - 900 kJ / mol ( reaksi eksoterm )

2) Kalorimeter Sederhana

Pengukuran kalor reaksi; selain kalor reaksi pembakaran dapat


dilakukan dengan menggunakan kalorimeter pada tekanan tetap yaitu
dengan kalorimeter sederhana yang dibuat dari gelas stirofoam.

Kalorimeter ini biasanya dipakai untuk mengukur kalor reaksi yang


reaksinya berlangsung dalam fase larutan ( misalnya reaksi netralisasi
asam basa / netralisasi, pelarutan dan pengendapan ).

Pada kalorimeter ini, kalor reaksi = jumlah kalor yang diserap /


dilepaskan larutan sedangkan kalor yang diserap oleh gelas dan
lingkungan; diabaikan.

qreaksi = (qlarutan + qkalorimeter )

qkalorimeter = Ckalorimeter x DT

dengan :

Ckalorimeter = kapasitas kalor kalorimeter ( J / oC ) atau ( J / K )

DT = perubahan suhu ( oC atau K )

Jika harga kapasitas kalor kalorimeter sangat kecil; maka dapat


diabaikan sehingga perubahan kalor dapat dianggap hanya berakibat
pada kenaikan suhu larutan dalam kalorimeter.

qreaksi = qlarutan

qlarutan = m x c x DT

dengan :
m = massa larutan dalam kalorimeter ( g )

c = kalor jenis larutan dalam kalorimeter (J / g.oC ) atau ( J / g. K )

DT = perubahan suhu ( oC atau K )

Pada kalorimeter ini, reaksi berlangsung pada tekanan tetap (DP = nol
) sehingga perubahan kalor yang terjadi dalam sistem = perubahan
entalpinya.

DH = qp

Contoh soal :

Sebanyak 50 mL ( = 50 gram ) larutan HCl 1 M bersuhu 27 oC dicampur


dengan 50 mL ( = 50 gram ) larutan NaOH 1 M bersuhu 27 oC dalam suatu
kalorimeter gelas stirofoam. Suhu campuran naik sampai 33,5 oC. Jika kalor
jenis larutan = kalor jenis air = 4,18 J / g.K. Tentukan perubahan entalpinya!

Jawaban :

qlarutan = m x c x DT

= ( 100 ) x ( 4,18 ) x ( 33,5 27 )

= 2.717 J

Karena kalor kalorimeter diabaikan maka :

qreaksi = qlarutan

= - 2.717 J

Jumlah mol ( n ) HCl = 0,05 L x 1 mol / L = 0,05 mol

Jumlah mol ( n ) NaOH = 0,05 L x 1 mol / L = 0,05 mol

Oleh karena perbandingan jumlah mol pereaksi = perbandingan


koefisien reaksinya maka campuran tersebut adalah ekivalen.

DH harus disesuaikan dengan stoikiometri reaksinya, sehingga :

q (1 mol HCl + 1 mol NaOH ) = ( 1 / 0,05 ) x ( 2.717 J )


= 54.340 J = 54,34 kJ

Jadi DH reaksi = qreaksi = 54,34 kJ

BAB III
Pemuaian Zat

Anda mungkin pernah melihat sambungan rel kereta api dibuat renggang
atau bingkai kaca lebih besar daripada kacanya. Hal ini dibuat untuk
menghindari akibat dari terjadinya pemuaian. Pemuaian terjadi jika benda
yang dapat memuai diberi panas. Ada 3 jenis pemuaian jenis zat, yaitu
pemuaian zat padat, pemuaian zat cair, dan pemuaian zat gas. Pada bab ini
hanya akan dibahas pemuaian zat padat.

1. Pemuaian Panjang

Jika temperatur dari sebuah benda naik, kemungkinan besar benda tersebut
akan mengalami pemuaian. Misalnya, sebuah benda yang memiliki
panjang L0 pada temperatur T akan mengalami pemuaian panjang sebesar
L jika temperatur dinaikan sebesar T. Secara matematis, perumusan
pemuaian panjang dapat dituliskan sebagai berikut.

L = L0T (1-1)

dengan adalah koefisien muai panjang.

(1-2)

Satuan dari adalah kebalikan dari satuan temperatur skala Celsius


(1/C) atau kelvin (1/K). Tabel berikut ini menunjukkan nilai dari koefisien
muai panjang untuk berbagai zat.

Tabel 1. Nilai Pendekatan Koefisien Muai Panjang untuk Berbagai Zat

Bahan (1/K)
Aluminium 24 106
Kuningan 19 106
Karbon
Intan 1,2 106
Grafit 7,9 106
Tembaga 17 106
Gelas
Biasa 9 106
Pyrex 3,2 106
Es 51 106
Invar 1 106
Baja 11 106
Sumber: Physics, 1995

Contoh Soal 2 :

Sebuah kuningan memiliki panjang 1 m. Tentukanlah pertambahan panjang


kuningan tersebut jika temperaturnya naik dari 10 C sampai 40 C.

Kunci Jawaban :

Diketahui: L0 = 1 m,
T = 40 C 10 C = 30 C = 303,15 K, dan
kuningan = 19 106/K.
L = L0 T
L = (19 106/K) (1 m) (303,15 K)
L = 5,76 103 = 5,76 mm
Jadi, pertambahan panjang kuningan setelah temperaturnya naik menjadi
40 adalah 5,76 mm.

2. Pemuaian Luas

Sebuah benda yang padat, baik bentuk persegi maupun silinder, pasti
memiliki luas dan volume. Seperti halnya pada pemuaian panjang, ketika
benda dipanaskan, selain terjadi pemuaian panjang juga akan mengalami
pemuaian luas. Perumusan pada pemuaian luas hampir sama seperti pada
pemuaian panjang, yaitu sebagai berikut :

A = 0AT (1-3)

dengan adalah koefisien muai luas.

(1-4)

satuan dari adalah /K sama seperti koefisien muai panjang ().

Gambar 2. Logam berbentuk persegi jika dipanaskan akan memuai.


Coba Anda perhatikan sebuah tembaga berbentuk persegi sama sisi.
Misalkan, panjang sisi tembaga adalah L0 maka luas tembaga adalah L02. Jika
tembaga tersebut dipanasi sampai terjadi perubahan temperatur sebesar T
maka sisi-sisi tembaga akan memuai dan panjang sisi tembaga menjadi L0 +
T. Luas tembaga setelah memuai akan berubah menjadi (L0 + T)2 dan
perubahan luas setelah pemuaian adalah :

A = (L0 + L)2 L02


A = L02 + 2L0L + L2 L02
A = 2L0L + L2
dari perumusan koefisien muai luas, yaitu :
Oleh karena perubahan panjang L tembaga sangatlah kecil maka
nilai L2 dapat diabaikan. Jika ditulis ulang, persamaan tersebut menjadi :

seperti yang telah Anda ketahui bahwa :

maka,

= 2 (1-5)

Contoh Soal 3 :

Sebuah batang aluminium memiliki luas 100 cm2. Jika batang aluminium
tersebut dipanaskan mulai dari 0 C sampai 30 C, berapakah perubahan
luasnya setelah terjadi pemuaian? (Diketahui: = 24 106/K).

Kunci Jawaban :

Diketahui:

A0 = 100 cm2 = 1 m2,


T = 30 C 0 C = 30 C = 303,15 K, dan
= 2 = 48 106/K.
A = A0T
A = 48 106/K 1 m2 303,15 K
A = 0,0145 m2

Jadi, perubahan luas bidang aluminium setelah pemuaian adalah 0,0145 m2.

3. Pemuaian Volume

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, setiap benda yang padat pasti
memiliki volume. Jika panjang sebuah benda dapat memuai ketika
dipanaskan maka volume benda tersebut juga ikut memuai. Perumusan
untuk pemuaian volume sama dengan perumusan panjang dan luas, yaitu :

V = V0T (1-6)

dengan adalah koefisien muai volume .


(1-7)

Perlu Anda ketahui terdapat hubungan antara dan terhadap waktu ,


yaitu :

= 3

= 3/2 (1-8)

Contoh Soal 4 :

Sebuah bola yang memiliki volume 50 m3 jika dipanaskan hingga mencapai


temperatur 50 C. Jika pada kondisi awal kondisi tersebut memiliki
temperatur 0 C, tentukanlah volume akhir bola tersebut setelah terjadi
pemuaian (Diketahui = 17 106/K)
Kunci Jawaban :

Diketahui :

V0 = 50 m3,
T = 50C 0C = 50C = 323,15 K, dan
= 3 = 51 106/K.

V = VoT
V = 51 106/K 50 m3 323,15 K
V = 0,82 m3
V = V Vo
V = V + Vo
V = 0,82 m3 + 50 m3 = 50,82 m3

Jadi, volume akhir bola setelah pemuaian adalah 50,82 m3.

BAB IV

KAPASITAS KALOR dan KALOR JENIS


Kapasitas kalor (C) : jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan

temperatur dari suatu sampel bahan sebesar 1 Co.

Q = C T

Kapasitas panas dari beberapa benda sebanding dengan massanya, maka

lebih mudah bila didefinisikan kalor jenis, c :

Kalor jenis, c : jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatur

dari 1 gr massa bahan sebesar 1 Co.

Q = m c T

T2

Bila harga c tidak konstan : Q = m c dT

T1

Catatan : untuk gas kalor jenis biasanya dinyatakan untuk satu mol bahan,

dsb kalor jenis molar,

Q = n c T

Kalor jenis beberapa bahan pada 25 C.

Bahan c (kal/gr. Co) Bahan c (kal/gr. Co)


Aluminium 0,215 Kuningan 0,092

Tembaga 0,0924 Kayu 0,41

Emas 0,0308 Glas 0,200

Besi 0,107 Es (-5 C) 0,50

Timbal 0,0305 Alkohol 0,58

Perak 0,056 Air Raksa 0,033

Silikon 0,056 Air (15 C) 1,00

3. KALOR LATEN

Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi

perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi

tertentu, aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila

bahan mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair (mencair),

cair menjadi uap (mendidih) dan perubahan struktur kristal (zat padat).

Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi.

Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah

Q=mL

dimana L adalah kalor laten.

4. PERPINDAHAN KALOR
Bila dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan terjadi aliran kalor

dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur

lebih rendah, hingga tercapainya kesetimbangan termal.

Proses perpindahan panas ini berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu :

konduksi, konveksi dan radiasi.

4.1. Konduksi

Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik

merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel

yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan

energi yang lebih tinggi.

Sebelum dipanaskan atom dan elektron dari logam bergetar pada posisi

setimbang. Pada ujung logam mulai dipanaskan, pada bagian ini atom dan

elektron bergetar dengan amplitudi yang makin membesar. Selanjutnya

bertumbukan dengan atom dan elektron disekitarnya dan memindahkan

sebagian energinya. Kejadian ini berlanjut hingga pada atom dan elektron di
ujung logam yang satunya. Konduksi terjadi melalui getaran dan gerakan

elektron bebas.

T2 T1 T1

Aliran kalor

Bila T2 dan T1 dipertahankan terus besarnya, maka kesetimbangan termal

tidak akan pernah tercapai, dan dalam keadaan mantap/tunak (stedy state),

kalor yang mengalir persatuan waktu sebanding dengan luas penampang A,

sebanding dengan perbedaan temperatur T dan berbanding terbalik dengan

lebar bidang x

Q/t = H A T/x
Untuk penampang berupa bidang datar :

T1 T2

H = - k A (T1 - T2 ) / L

k adalah kondutivitas termal.

Konduktivitas termal untuk beberapa bahan :

Bahan k (W/m.Co) Bahan k (W/m.Co)

Aluminium 238 Asbestos 0,08

Tembaga 397 Concrete 0,8


Emas 314 Gelas 0,8

Besi 79,5 Karet 0,2

Timbal 34,7 air 0,6

Perak 427 kayu 0,08

udara 0,0234

Untuk susunan beberapa bahan dengan ketebalan L 1, L2,, ... dan

konduktivitas masing-masing k1, k2,, ... adalah :

H = A (T1 - T2 )

(L1/k1)

k1 k2

T1 L1 L2 T2
Bagaimana dengan bidang yang berbentuk silinder ?

4.2. Konveksi

Apabila kalor berpindah dengan cara gerakan partikel yang telah

dipanaskan dikatakan perpindahan kalor secara konveksi. Bila

perpindahannya dikarenakan perbedaan kerapatan disebut konveksi alami

(natural convection) dan bila didorong, misal dengan fan atau pompa disebut

konveksi paksa (forced convection).

Besarnya konveksi tergantung pada :

a. Luas permukaan benda yang bersinggungan dengan fluida (A).

b. Perbedaan suhu antara permukaan benda dengan fluida (T).

c. koefisien konveksi (h), yang tergantung pada :

# viscositas fluida

# kecepatan fluida

# perbedaan temperatur antara permukaan dan fluida


# kapasitas panas fluida

# rapat massa fluida

# bentuk permukaan kontak

Konveksi : H = h x A x T

4.3. Radiasi

Pada proses radiasi, energi termis diubah menjadi energi radiasi.

Energi ini termuat dalam gelombang elektromagnetik, khususnya daerah

inframerah (700 nm - 100 m). Saat gelombang elektromagnetik tersebut

berinteraksi dengan materi energi radiasi berubah menjadi energi termal.

Untuk benda hitam, radiasi termal yang dipancarkan per satuan waktu

per satuan luas pada temperatur T kelvin adalah :

E = e T4.

dimana : konstanta Boltzmann : 5,67 x 10-8 W/ m2 K4.

e : emitansi (0 e 1)

Asas Black
Menurut asas Black apabila ada dua benda yang suhunya berbeda kemudian
disatukan atau dicampur maka akan terjadi aliran kalor dari benda yang
bersuhu tinggi menuju benda yang bersuhu rendah. Aliran ini akan berhenti
sampai terjadi keseimbangan termal (suhu kedua benda sama). Secara
matematis dapat dirumuskan :

Q lepas = Q terima

Yang melepas kalor adalah benda yang suhunya tinggi dan yang menerima
kalor adalah benda yang bersuhu rendah. Bila persamaan tersebut
dijabarkan maka akan diperoleh :

Q lepas = Q terima

m1.c1.(t1 ta) = m2.c2.(ta-t2)

Catatan yang harus selalu diingat jika menggunakan asasa Black adalah
pada benda yang bersuhu tinggi digunakan (t1 ta) dan untuk benda yang
bersuhu rendah digunakan (ta-t2). Dan rumus kalor yang digunakan tidak
selalu yang ada diatas bergantung pada soal yang dikerjakan.
BAB V
Termodinamika

Termodinamika adalah kajian tentang kalor (panas) yang berpindah. Dalam


termodinamika kamu akan banyak membahas tentang sistem dan
lingkungan. Kumpulan benda-benda yang sedang ditinjau disebut sistem,
sedangkan semua yang berada di sekeliling (di luar) sistem disebut
lingkungan.

Usaha Luar

Usaha luar dilakukan oleh sistem, jika kalor ditambahkan (dipanaskan) atau
kalor dikurangi (didinginkan) terhadap sistem. Jika kalor diterapkan kepada
gas yang menyebabkan perubahan volume gas, usaha luar akan dilakukan
oleh gas tersebut. Usaha yang dilakukan oleh gas ketika volume berubah
dari volume awal V1 menjadi volume akhir V2 pada tekanan p konstan
dinyatakan sebagai hasil kali tekanan dengan perubahan volumenya.

W = pV= p(V2 V1)

Secara umum, usaha dapat dinyatakan sebagai integral tekanan terhadap


perubahan volume yang ditulis sebagai

Tekanan dan volume dapat diplot dalam grafik p V. jika perubahan tekanan
dan volume gas dinyatakan dalam bentuk grafik p V, usaha yang dilakukan
gas merupakan luas daerah di bawah grafik p V. hal ini sesuai dengan
operasi integral yang ekuivalen dengan luas daerah di bawah grafik.
Gas dikatakan melakukan usaha apabila
volume gas bertambah besar (atau mengembang) dan V2 > V1. sebaliknya,
gas dikatakan menerima usaha (atau usaha dilakukan terhadap gas) apabila
volume gas mengecil atau V2 < V1 dan usaha gas bernilai negatif.

Energi Dalam

Suatu gas yang berada dalam suhu tertentu dikatakan memiliki energi
dalam. Energi dalam gas berkaitan dengan suhu gas tersebut dan
merupakan sifat mikroskopik gas tersebut. Meskipun gas tidak melakukan
atau menerima usaha, gas tersebut dapat memiliki energi yang tidak tampak
tetapi terkandung dalam gas tersebut yang hanya dapat ditinjau secara
mikroskopik.

Berdasarkan teori kinetik gas, gas terdiri atas partikel-partikel yang berada
dalam keadaan gerak yang acak. Gerakan partikel ini disebabkan energi
kinetik rata-rata dari seluruh partikel yang bergerak. Energi kinetik ini
berkaitan dengan suhu mutlak gas. Jadi, energi dalam dapat ditinjau sebagai
jumlah keseluruhan energi kinetik dan potensial yang terkandung dan
dimiliki oleh partikel-partikel di dalam gas tersebut dalam skala mikroskopik.
Dan, energi dalam gas sebanding dengan suhu mutlak gas. Oleh karena itu,
perubahan suhu gas akan menyebabkan perubahan energi dalam gas.
Secara matematis, perubahan energi dalam gas dinyatakan sebagai

untuk gas monoatomik

untuk gas diatomik


Dimana U adalah perubahan energi dalam gas, n adalah jumlah mol gas, R
adalah konstanta umum gas (R = 8,31 J mol1 K1, dan T adalah perubahan
suhu gas (dalam kelvin).

Hukum I Termodinamika

Jika kalor diberikan kepada sistem, volume dan suhu sistem akan bertambah
(sistem akan terlihat mengembang dan bertambah panas). Sebaliknya, jika
kalor diambil dari sistem, volume dan suhu sistem akan berkurang (sistem
tampak mengerut dan terasa lebih dingin). Prinsip ini merupakan hukum
alam yang penting dan salah satu bentuk dari hukum kekekalan energi.

Gambar

Sistem yang mengalami perubahan volume akan melakukan usaha dan


sistem yang mengalami perubahan suhu akan mengalami perubahan energi
dalam. Jadi, kalor yang diberikan kepada sistem akan menyebabkan sistem
melakukan usaha dan mengalami perubahan energi dalam. Prinsip ini dikenal
sebagai hukum kekekalan energi dalam termodinamika atau disebut hukum I
termodinamika. Secara matematis, hukum I termodinamika dituliskan
sebagai

Q = W + U

Dimana Q adalah kalor, W adalah usaha, dan U adalah perubahan energi


dalam. Secara sederhana, hukum I termodinamika dapat dinyatakan sebagai
berikut.

Jika suatu benda (misalnya krupuk) dipanaskan (atau digoreng) yang berarti
diberi kalor Q, benda (krupuk) akan mengembang atau bertambah
volumenya yang berarti melakukan usaha W dan benda (krupuk) akan
bertambah panas (coba aja dipegang, pasti panas deh!) yang berarti
mengalami perubahan energi dalam U.

Proses Isotermik

Suatu sistem dapat mengalami proses termodinamika dimana terjadi


perubahan-perubahan di dalam sistem tersebut. Jika proses yang terjadi
berlangsung dalam suhu konstan, proses ini dinamakan proses isotermik.
Karena berlangsung dalam suhu konstan, tidak terjadi perubahan energi
dalam (U = 0) dan berdasarkan hukum I termodinamika kalor yang
diberikan sama dengan usaha yang dilakukan sistem (Q = W).
Proses isotermik dapat digambarkan dalam grafik p V di bawah ini. Usaha
yang dilakukan sistem dan kalor dapat dinyatakan sebagai

Dimana V2 dan V1 adalah volume akhir dan awal gas.

Proses Isokhorik

Jika gas melakukan proses termodinamika dalam volume yang konstan, gas
dikatakan melakukan proses isokhorik. Karena gas berada dalam volume
konstan (V = 0), gas tidak melakukan usaha (W = 0) dan kalor yang
diberikan sama dengan perubahan energi dalamnya. Kalor di sini dapat
dinyatakan sebagai kalor gas pada volume konstan QV.

QV = U

Proses Isobarik

Jika gas melakukan proses termodinamika dengan menjaga tekanan tetap


konstan, gas dikatakan melakukan proses isobarik. Karena gas berada dalam
tekanan konstan, gas melakukan usaha (W = pV). Kalor di sini dapat
dinyatakan sebagai kalor gas pada tekanan konstan Qp. Berdasarkan hukum I
termodinamika, pada proses isobarik berlaku

Sebelumnya telah dituliskan bahwa perubahan energi dalam sama


dengan kalor yang diserap gas pada volume konstan

QV =U
Dari sini usaha gas dapat dinyatakan sebagai

W = Qp QV

Jadi, usaha yang dilakukan oleh gas (W) dapat dinyatakan sebagai selisih
energi (kalor) yang diserap gas pada tekanan konstan (Qp) dengan energi
(kalor) yang diserap gas pada volume konstan (QV).

Proses Adiabatik

Dalam proses adiabatik tidak ada kalor yang masuk (diserap) ataupun keluar
(dilepaskan) oleh sistem (Q = 0). Dengan demikian, usaha yang dilakukan
gas sama dengan perubahan energi dalamnya (W = U).

Jika suatu sistem berisi gas yang mula-mula mempunyai tekanan dan volume
masing-masing p1 dan V1 mengalami proses adiabatik sehingga tekanan dan
volume gas berubah menjadi p2 dan V2, usaha yang dilakukan gas dapat
dinyatakan sebagai

Dimana adalah konstanta yang diperoleh perbandingan


kapasitas kalor molar gas pada tekanan dan volume konstan dan
mempunyai nilai yang lebih besar dari 1 ( > 1).
Proses adiabatik dapat digambarkan dalam grafik p V dengan bentuk kurva
yang mirip dengan grafik p V pada proses isotermik namun dengan
kelengkungan yang lebih curam.

Hukum ke nol termodinamika


Sejauh ini kita baru meninjau kesetimbangan termal yang dialami oleh dua
benda yang bersentuhan. Untuk memahami konsep kesetimbangan termal
secara lebih mendalam, mari kita tinjau tiga benda (sebut saja benda A,
benda B dan benda C). Misalnya benda B dan benda C tidak saling
bersentuhan, tetapi benda A bersentuhan dengan benda B dan benda A
bersentuhan dengan benda C. Amati gambar di bawah.

Karena saling bersentuhan maka benda A dan benda B


berada dalam kesetimbangan termal, demikian juga benda A dan benda C
berada dalam kesetimbangan termal. Apakah benda B dan benda C yang
tidak saling bersentuhan juga berada dalam kesetimbangan termal ?

Jika hanya menggunakan logika, kita bisa mengatakan bahwa benda B dan
benda C juga berada dalam kesetimbangan termal, sekalipun keduanya tidak
bersentuhan. Benda A dan benda B berada dalam kesetimbangan termal,
berarti suhu benda A = suhu benda B. Benda A dan benda C juga berada
dalam kesetimbangan termal, suhu benda A = suhu benda C. Karena T A = TB
dan TA = TC, maka TB = TC.

Berhubung fisika tidak hanya mengandalkan logika, maka perlu dibuktikan


melalui percobaan. Berdasarkan hasil percobaan, ternyata benda B dan
benda C juga berada dalam kesetimbangan termal. Dalam hal ini, suhu
benda B = suhu benda C. Jadi walaupun benda B dan benda C tidak saling
bersentuhan, tapi karena keduanya bersentuhan dengan benda A, maka
benda B dan benda C juga berada dalam kesetimbangan termal. Hal ini
disimpulkan dalam sebaris kalimat indah berikut ini : Jika dua benda berada
dalam kesetimbangan termal dengan benda ketiga, maka ketiga benda
tersebut berada dalam kesetimbangan termal satu sama lain.

Hukum ke nol termodinamika menjelaskan prinsip kerja termometer, alat


pengukur suhu. Tinjau sebuah termometer raksa atau termometer alkohol.
Alkohol atau raksa bersentuhan dengan kaca dan kaca bersentuhan dengan
benda yang diukur suhunya, misalnya udara, air atau tubuh manusia.
Walaupun raksa tidak bersentuhan dengan udara atau air atau tubuh
manusia, tetapi karena raksa bersentuhan dengan kaca maka ketika kaca
dan udara atau air atau tubuh manusia berada dalam kesetimbangan termal,
maka raksa dan udara atau air atau tubuh manusia juga berada dalam
kesetimbangan termal.

Hukum-hukum fisika biasanya dimulai dari 1, jarang dimulai dari nol. Disebut
hukum ke-0 termodinamika karena setelah hukum ke-1 termodinamika,
hukum ke-2 termodinamika dan hukum ke-3 termodinamika dirumuskan,
para ilmuwan menyadari bahwa ada sebuah hukum yang lebih mendasar
yang belum dirumuskan. Karenanya para ilmuwan menyebut hukum ini
sebagai hukum ke-0 termodinamika.
KALOR
D I SUSUN
OLEH:
FACHRUR ROZI AZNAL LUBIS
FACHRY ANSHORY
M.ZULKARNAEN HSB
IRVAN AZLANSYAH
JONI MISWANTO
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai