Anda di halaman 1dari 20

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja

(Studi Kasus pada Perusahaan Tambang Batubara PT.Thiess Project Sangatta, Kaltim)

Andik Saputra
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Email: andik.saputra@icloud.com

ABSTRAK

Di Kutai Timur, Industri pertambangan menjadi industri yang diharapkan oleh


masyarakat. Ini menggambarkan tingkat ketergantungan masyarakat Kutai Timur dengan industri
pertambangan sangat besar. Wilayah yang menjadi area tambang dipadati oleh penduduk
daripada wilayah yang tidak memiliki potensi tambang. Pendatang berdatangan ke Kutai Timur
untuk menjadi tenaga kerja. Namun dari sedemikian banyak tenaga kerja yang tersedia, tidak
semuanya dapat terserap pada pasar permintaan tenaga kerja. Kondisi demikian tentu menjadi
tugas bersama untuk ditelusuri, mengapa dan apa yang menyebabkan tenaga kerja tidak terserap.
Maka dilakukan sebuah penelitian yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan tenaga kerja pada salah satu perusahaan tambang batubara di
Sangatta.
Analisis yang dilakukan adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan regresi linear
berganda untuk menjawab rumusan masalah dan mengetahui pengaruh variabel-variabel yang
telah ditentukan.
Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa dari ketiga variabel yang diteliti(tingkat
upah,nilai produksi,dan investasi), variabel nilai produksi dan investasi berpengaruh terhadap
permintaan tenaga kerja. Sementara tingkat upah tidak memiliki pengaruh terhadap permintaan
tenaga kerja. Investasi memiliki arah yang negatif terhadap permintaan tenaga kerja dikarenakan
investasi yang dilakukan lebih banyak pada sektor alat berat. Sehingga tidak memiliki arah yang
positif. Selain itu adanya demonstrasi tenaga kerja medio April-November 2011 turut menjadi
salah satu faktor turunnya investasi yang akhirnya permintaan tenaga kerja tidak bertambah
dengan jumlah yang signifikan.

Kata Kunci : permintaan tenaga kerja, tingkat upah, nilai produksi, investasi, PT. Thiess.

A. LATAR BELAKANG

Kesempatan kerja merupakan indikator penting permintaan tenaga kerja, ini berkaitan
langsung sejauh mana tenaga kerja terserap dengan penawaran lapangan kerja yang tersedia.
Pemerintah tentu terus berupaya untuk meningkatkan kesempatan kerja bagi para penduduk
Indonesia. Diharapkan dengan meningkatnya jumlah kesempatan kerja, peran tenaga kerja dapat
meningkat. Salah satu usaha untuk meningkatkan kesempatan kerja adalah melalui pembangunan
di sektor industri. Pembangunan di sektor industri merupakan bagian dari usaha jangka panjang
untuk memperbaiki struktur ekonomi yang tidak seimbang karena bercorak pertanian kearah
ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang antara pertanian dan industri.
Di Kabupaten Kutai Timur sektor industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja
adalah sektor industri pertanian dengan prosentase 52,46% diikuti industri jasa sebesar 15,65%
dan pertambangan sebesar 11,86% (BPS Kutai Timur,2010 dalam Kutai Timur dalam Angka
2009:30).
Indonesia merupakan negara yang kaya sumberdaya alam dengan cadangan galiannya
yang melimpah. Maka akan menjadi ironi dengan jumlah industri tambang yang banyak namun
belum mampu menyerap tenaga kerja dengan jumlah yang diharapkan. Menurut data dari BPS
Indonesia (Badan Pusat Statistik), hingga agustus 2011 terdapat 1,70% dari 109,67 penduduk
Indonesia yang bekerja pada sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air. Jika dilihat dari data
tersebut bahwa sektor pertambangan tidak menyerap banyak tenaga kerja.

1
PT. Thiess Indonesia adalah adalah anak perusahaan dari Thiess Pty Ltd of Australia,
yang beroperasi sejak tahun 1933. Thiess Pty Ltd adalah anggota Leighton Holdings Group of
Companies. Group Thiess memiliki pengalaman selama lebih dari 60 tahun di segala bidang
pertambangan (batu bara dan logam) terbuka maupun bawah tanah. Thiess pertama kali memulai
operasinya di Indonesia pada tahun 1972 sebagai anak perusahaan dari Thiess Bros Pty Ltd. Pada
tahun 1984, pengoperasian Thiess Indonesia diambil alih oleh C.S.R melalui pengambil alihan di
tingkat korporasi. Pada bulan November 1988, PT.Thiess Indonesia didirikan kembali dan
dibentuk menjadi sebuah perseroan terbatas. Perusahaan ini mendapatkan kontrak
pertambangannya yang pertama pada bulan Maret 1989 dari BHP di Pertambangan Senakin di
Kalimantan.
Dengan berdirinya PT. THIESS, tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu pendorong
bagi para tenaga kerja untuk mencari nafkah di kota Sangatta. Biasanya kedatangan tenaga kerja
terutama sekali didorong oleh dua faktor. Pertama, terbukanya daerah ini sebagai tempat yang baik
untuk mencari kerja atau mengembangkan usaha yang didorong oleh sektor industri batubara,
maupun pengelolaan kayu yang mana keduanya ditengarai dapat mendatangkan banyak tenaga
kerja. Kedua, karena ikut program transmigrasi pemerintah.
Kuatnya asumsi tersebut bisa dilihat dari daerah asal pendatang yang mendiami
Kabupaten Kutai Timur. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000. Sebagian besar pendatang
yang kini bermukim di Kutai Timur berasal dari Pulau Jawa dan Sulawesi. Dengan tambahan
penduduk berdasarkan etnis tersebut, pada tahun 2000 etnis Jawa yang tinggal di Kutai Timur
menjadi yang terbesar yaitu 25,63% atau sebanyak 37.503 jiwa, disusul etnis Kutai 25,24%, etnis
Bugis 16,53%, etnis Banjar 7,78%, etnis Dayak Kenyah 4,73% dan etnis lainnya 20,10%, dari
seluruh jumlah penduduk Kutai Timur yang sebesar 146.510 jiwa. Dengan demikian bisa kita
simpulkan Sangatta telah menjadi kota yang menjanjikan bagi tenaga kerja di Indonesia.

Tabel 1.1 : Perkembangan Jumlah Penduduk tiap Kecamatan Tahun 2000-2004

%
Jumlah Penduduk (Tahun/Jiwa)
No. Kecamatan Pertumbuhan
2000 2001 2002 2003 2004
1 Muara Ancalong 44843 15509 15043 13059 13033 (1.34)
2 Busang 4548 6689 6481 4027 3961 0.30
3 Muara Wahau 18230 11454 11214 10676 10694 (1.85)
4 Telen 16599 4332 4249 4178 4194 (0.98)
5 Kombeng 11210 11975 11802 13128 13199 3.51
6 Muara Bengkal* 6029 17615 15891 14041 14097 (6.23)
7 Sangatta** 13755 46676 54580 61384 63782 9.21
8 Bengalon 3914 8667 8860 10792 10911 15.99
9 Kaliorang*** 11523 12152 12027 11809 12446 2.65
10 Sangkulirang 4362 17464 17023 16805 16575 (0.04)
11 Sandaran**** 11497 4630 4506 5571 5639 5.52
15716 16194 16547
Jumlah 146510 168531 3.56
3 6 0
Sumber : Kabupaten Kutai Timur Dalam Angka 2004

Keterangan: (...) berarti pertumbuhan minus


* Termasuk Kecamatan Batu Ampar dan Long Mesangat
** Termasuk Kecamatan Sangatta Utara, Teluk Pandan, dan Rantau Pulung
*** Termasuk Kecamatan Kaubun
**** Termasuk Kecamatan Karangan

Oleh karena itu, muncul sebuah pertanyaan mengapa penawaran tenaga kerja begitu
tinggi di Sangatta. Apakah karena memang permintaan tenaga kerja yang cukup tinggi atau
beragamnya peluang kerja yang terdapat di Sangatta? Pada pasar tenaga kerja di sangatta biasanya
tenaga kerja ahli (skill labor) lebih memilih sektor pertambangan daripada sektor pertanian.
Sedangkan bagi calon tenaga kerja yang merasa tidak mampu bersaing di pasar tenaga kerja ahli
dapat menjatuhkan pilihannya pada sektor pertanian dan perkebunan.

2
Masalah akan timbul jika lapangan usaha yang ada tidak mampu menyerap tenaga kerja
dalam kondisi yang tidak siap pakai. Oleh sebab itu, diperlukan peranan pemerintah dalam upaya
mengatasi problema tersebut melalui pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang
nantinya dapat memberikan hasil yang diharapkan. Selain itu, dapat juga melalui peningkatan
bantuan lunak untuk meningkatkan motivasi, pengetahuan, keterampilan, wawasan dan pandangan
yang luas sehingga lebih mempermudah proses permintaan tenaga kerja. Apabila semakin luas
lapangan usaha berarti semakin luas pula kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Kesempatan
kerja yang luas dapat meningkatkan permintaan tenaga kerja.

Tabel 1.2 : Penduduk Yang Bekerja di Kabupaten Kutai Timur Menurut Golongan
Umur dan Lapangan Usaha Agustus 2011
Golonga Lapangan Usaha *) Jumlah
n Umur
1 2 3 4 5 6 7 8 9
15-19 2.163 0 0 0 0 702 879 0 0 3.744
20-24 6.554 2.652 234 0 234 2.320 0 560 2.606 15.160
25-29 8.274 3.232 180 0 540 2.748 540 0 2.114 17.628
30-34 12.338 3.420 367 0 1.166 3.043 914 446 1.525 23.269
35-39 7.322 2.627 459 0 1.171 2.463 0 0 2.642 16.684
40-44 7.106 1.224 0 0 913 3.197 306 0 2.680 15.426
45-49 6.166 1.566 0 0 179 1.853 0 124 528 10.416
50-54 4.286 372 179 0 0 1.686 0 0 248 6.771
55-59 3.408 140 0 0 140 217 140 0 254 4.229
60-64 1.804 0 0 0 0 127 0 0 0 1.931
65 999 0 306 0 0 109 0 0 0 1.414
15.23 18.46
Jumlah 60.470 1.725 0 4.343 2.779 1.130 12.597 116.742
3 5
Sumber : BPS, Survey Angkatan Kerja Nasional Agustus 2011 diolah Pusdatinaker

*) 1. Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan, 2. Pertambangan dan penggalian, 3.


Industri pengolahan, 4. Listrik, gas dan air, 5. Bangunan, 6. Perdagangan besar, eceran, rumah
makan,dan hotel, 7. Angkutan, pergudangan dan komunikasi, 8. Keuangan, asuransi, usaha
persewaan bangunan, tanah, dan jasa perusahaan, 9. Jasa kemasyarakatan

Kita dapat melihat dari tabel 1.2, tiga sektor yang menjadi mata pencaharian yang paling
dominan adalah sektor pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Sektor pertanian menjadi
lapangan usaha yang banyak menyerap tenaga kerja dengan 60.470 jiwa, diikuti sektor
perdagangan dan jasa dengan angka 18.465 jiwa, dan yang terakhir adalah sektor pertambangan
dan galian dengan angka 15.233 jiwa.
Dari data yang disajikan ditemukan bahwa pada sektor pertambangan dan galian, usia 25-
34 tahun merupakan usia paling produktif. Ini dilihat dari jumlah tenaga kerja yang terserap lebih
banyak daripada usia-usia yang lain. Di Kutai Timur, industri tambang dan galian merupakan
magnet besar bagi para pendatang. Jika data menunjukkan permintaan tenaga kerja pertambangan
masih di bawah sektor perkebunan dan perdagangan, ini disebabkan adanya batasan umur. Jika
seseorang memutuskan untuk masuk pada industri pertambangan, kita bisa lihat pada usia >60
pada industri pertambangan tidak ditemukan adanya tenaga kerja yang masih aktif bekerja.
Bandingkan dengan sektor pertanian dan perkebunan yang masih mempekerjakan tenaga kerja
sebesar 2.803 jiwa dan sektor perdagangan yang masih mempekerjakan 236 tenaga kerja.

B. KERANGKA TEORI

Pengertian Tenaga Kerja


Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah setiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi

3
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedang menurut Dumairy (1998:74) tenaga kerja
adalah: Penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda
antara negara satu dengan negara yang lain. Batas kerja yang dianut Indonesia ialah minimum 10
tahun, tanpa batas umum maksimum. Jadi setiap orang atau semua penduduk yang sudah berusia
10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja.
Menurut Simanjuntak (1985:2) tenaga kerja adalah sebagai penduduk dalam usia kerja
(working-age population). Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah bekerja, yang sedang
mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah atau mengurus rumah
tangga.
Tenaga kerja atau yang disebut Penduduk Usia Kerja (PUK) terdiri dari angkatan kerja
dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja mencakup penduduk yang bekerja dan yang sedang
mencari pekerjaan. Penduduk yang bekerja dibagi menjadi dua, yaitu penduduk yang bekerja
penuh dan setengah menganggur. Menurut definisi dari BPS (2012), bekerja adalah kegiatan
melakukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah atau membantu memperoleh nafkah
paling sedikit satu jam secara terus-menerus selama seminggu yang lalu dengan maksud untuk
memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan. Sementara yang dimaksud
dengan mencari pekerjaan adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh pekerjaan. Penduduk
yang mencari pekerjaan dibagi menjadi penduduk yang pernah bekerja dan penduduk yang belum
penuh bekerja.
Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Sedangkan angkatan
kerja terdiri dari (1) golongan yang bekerja dan (2) golongan yang menganggur dan mencari
pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari (1) golongan yang bersekolah, (2)
golongan yang mengurus rumah tangga, dan (3) golongan lain-lain atau penerima pendapatan.
Golongan lain-lain ada dua macam yaitu : (a) penerima pendapatan, yaitu mereka yang tidak
melakukan suatu kegiatan ekonomi tetapi memperoleh pendapatan seperti tunjangan pensiun,
bunga atas simpanan atau sewa atas milik, dan (b) mereka yang hidupnya tergantung dari orang
lain misalnya karena lanjut usia, cacat, dalam penjara, atau sakit kronis (Simanjuntak,1985:3).
Golongan yang masih bersekolah dan yang mengurus rumah tangga sewaktu-waktu dapat
masuk ke pasar kerja sehingga kelompok ini dapat juga disebut sebagai angkatan kerja potensial.
Sektor formal didefinisikan sebagai usaha yang dimiliki badan usaha dengan memiliki tenaga
kerja, sedangkan sektor informal adalah usaha yang dilakukan sendiri atau dibantu orang lain dan
atau pekerja bebas serta pekerja yang tak dibayar. Penggolongan semua penduduk tersebut dapat
dilihat pada diagram ketenagakerjaan (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 : Diagram Ketenagakerjaan

4
Sumber : Simanjuntak (1985:15)
Menurut Swastha (2000) dalam Subekti (2007:10) tenaga kerja dapat dibedakan sesuai dengan
fungsinya, yaitu :
a. Tenaga Kerja Eksekutif. Tenaga kerja ini mempunyai tugas dalam pengambilan keputusan dan
melaksanakan fungsi organik manajemen, merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan,
mengoordinir dan mengawasi.
b. Tenaga Kerja Operatif. Jenis tenaga kerja ini adalah pelaksana yang melaksanakan tugas-tugas
tertentu yang dibebankan kepadanya. Tenaga kerja operatif dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Tenaga kerja terampil (skilled labour)
2. Tenaga kerja setengah terampil (semi skilled labour)
3. Tenaga kerja tidak terampil (unskilled labour)

Permintaan Tenaga Kerja


Kesempatan kerja adalah suatu keadaan dimana semua pekerja yang ingin bekerja pada
suatu tingkat upah tertentu akan dengan mudah mendapat pekerjaan (Sukirno, 1981:68).
Kesempatan kerja ini akan menampung semua tenaga kerja apabila unit usaha atau lapangan
pekerjaan yang tersedia mencukupi atau seimbang dengan banyaknya tenaga kerja yang ada.
Adapun lapangan pekerjaan adalah bidang kegiatan usaha atau instansi di mana seseorang bekerja
atau pernah bekerja.
Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dengan
harga. Sehubungan dengan tenaga kerja, permintaan tenaga kerja berarti hubungan antara tingkat
upah dengan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki untuk dipekerjakan. Permintaan pengusaha
atas tenaga kerja berlainan dengan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa. Masyarakat
membeli barang dan jasa karena barang dan jasa tersebut memberikan kepuasan kepadanya.
Sementara pengusaha mempekerjakan seseorang karena orang tersebut membantu memproduksi
barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat. Dengan kata lain, pertambahan permintaan
terhadap tenaga kerja bergantung pertambahan permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang
diproduksi. Permintaan tenaga kerja yang seperti itu dinamakan derived demand (Simanjuntak,
1985:55).
Pengusaha memperkerjakan seseorang karena membantu memproduksi barang dan jasa
untuk dijual kepada masyarakat. Oleh karena itu, kenaikan permintaan pengusaha terhadap tenaga
kerja, tergantung dari kenaikan permintaan masyarakat akan barang yang diproduksi. Di dalam
menganalisis mengenai permintaan perlulah disadari perbedaan di antara istilah permintaan dan
jumlah barang yang diminta. Simanjuntak (1985) mendefinisikan yang dimaksud dengan

5
permintaan adalah keseluruhan hubungan antara berbagai tingkat upah dan jumlah permintaan.
Sedangkan jumlah yang diminta berarti banyaknya permintaan pada suatu tingkat harga tertentu.
Menurut Sudarsono (1988) dalam Subekti (2007:13), permintaan tenaga kerja berkaitan
dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh suatu unit usaha. Permintaan tenaga kerja
dipengaruhi perubahan tingkat upah dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan hasil
produksi, yaitu permintaan pasar akan hasil produksi dari suatu unit usaha, yang tercermin dari
besarnya volume produksi dan harga barang-barang modal seperti mesin atau alat proses produksi.
Mengacu pada uraian di atas, maka diperoleh kesimpulan adanya perbedaan antara
permintaan tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang diminta atau dalam hal ini tenaga kerja yang
diserap oleh sektor usaha tertentu di suatu wilayah. Permintaan tenaga kerja adalah keseluruhan
hubungan antara berbagai tingkat upah dan jumlah tenaga kerja yang diminta untuk dipekerjakan.
Sedangkan jumlah tenaga kerja yang diminta lebih ditujukan pada kuantitas dan banyaknya
permintaan tenaga kerja pada tingkat upah tertentu.

Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja


Penyerapan tenaga kerja didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang terserap pada
suatu sektor dalam waktu tertentu. Penyerapan tenaga kerja diturunkan dari fungsi produksi suatu
aktivitas ekonomi. Produksi merupakan transformasi dari input atau masukan (faktor produksi) ke
dalam output atau keluaran. Jika diasumsikan bahwa suatu proses produksi hanya menggunakan
dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja (L) dan modal (K), maka produksinya adalah:
Qt = f(Lt, Kt) ..........(2.1)
sedangkan persamaan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan menurut model Neoklasik
adalah sebagai berikut:
t = TR TC (2.2)
di mana:
TR = pt . Qt .......... (2.3)
Dalam menganalisis penentuan penyerapan tenaga kerja, diasumsikan bahwa hanya ada
dua input yang digunakan, yaitu modal (K) dan tenaga kerja (L). Tenaga kerja (L) diukur dengan
tingkat upah yang diberikan kepada pekerja (W) sedangkan untuk modal (K) diukur dengan
tingkat suku bunga (r).
TC = rt Kt + Wt Lt (2.4)
dengan mensubstitusi persamaan (1), (3), (4) ke persamaan (2) maka diperoleh :
Wt Lt = pt . f(Lt, Kt) rt Kt t ... (2.5)
Lt = [pt . f(Lt, Kt)]/Wt rt Kt/Wt t/Wt (2.6)
di mana Lt adalah permintaan tenaga kerja, Wt adalah upah tenaga kerja, Pt adalah harga
jual barang per unit, Kt adalah Kapital (Investasi), rt adalah tingkat suku bunga, dan Qt adalah
output (Total Produksi). Semua variabel tersebut diukur pada waktu tertentu.
Berdasarkan persamaan di atas dapat diketahui bahwa permintaan tenaga kerja (Lt)
merupakan fungsi dari tingkat upah (W). Hukum permintaan tenaga kerja pada hakekatnya adalah
semakin rendah upah tenaga kerja maka semakin banyak permintaan tenaga kerja tersebut. Apabila
upah yang diminta besar, maka pengusaha akan mencari tenaga kerja lain yang upahnya lebih
rendah dari yang pertama. Hal ini karena dipengaruhi oleh banyak faktor, yang di antaranya adalah
besarnya jumlah angkatan kerja yang masuk ke dalam pasar tenaga kerja, upah dan skill yang
dimiliki oleh tenaga kerja tersebut.

Teori Permintaan Tenaga Kerja


Teori permintaan tenaga kerja adalah teori yang menjelaskan seberapa banyak suatu
lapangan usaha akan mempekerjakan tenaga kerja dengan berbagai tingkat upah pada suatu
periode tertentu. Permintaan pengusaha atas tenaga kerja berlainan dengan permintaan masyarakat
terhadap barang dan jasa. Masyarakat membeli barang karena barang tersebut memberikan
kegunaan kepada konsumen. Akan tetapi bagi pengusaha mempekerjakan seseorang bertujuan
untuk membantu memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat. Dengan kata lain,
pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan
masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Oleh karena itu, permintaan akan tenaga kerja
merupakan permintaan turunan.
Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan pada teori ekonomi neoklasik, di
mana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga pasar
(price taker). Dalam hal memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah

6
tenaga kerja yang dapat dipekerjakan. Fungsi permintaan tenaga kerja didasarkan pada : (1)
tambahan hasil marjinal, yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh dengan penambahan
seorang pekerja atau istilah lainnya disebut Marjinal Physical Product dari tenaga kerja (MPPL),
(2) penerimaan marjinal, yaitu jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan hasil
marjinal tersebut atau istilah lainnya disebut Marginal Revenue (MR). Penerimaan marjinal di sini
merupakan besarnya tambahan hasil marjinal dikalikan dengan harga per unit, sehingga MR =
VMPPL = MPPL. P, dan (3) biaya marjinal, yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha
dengan mempekerjakan tambahan seorang pekerja, dengan kata lain upah karyawan tersebut.
Apabila tambahan penerimaan marjinal lebih besar dari biaya marjinal, maka
mempekerjakan orang tersebut akan menambah keuntungan pemberi kerja, sehingga ia akan terus
menambah jumlah pekerja selama MR lebih besar dari tingkat upah.

Gambar 2.2 : Permintaan Tenaga Kerja Dengan Upah Tetap

Sumber : Bellante dan Jackson (1990)

Value Marginal Physical Product of Labor atau VMPP adalah nilai pertambahan hasil
marjinal dari tenaga kerja. P adalah harga jual barang per unit, DL adalah permintaan tenaga kerja,
W adalah tingkat upah, dan L adalah jumlah tenaga kerja. Peningkatan permintaan terhadap tenaga
kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang dikonsumsinya.
Semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang tertentu, maka jumlah tenaga kerja yang
diminta suatu lapangan usaha akan semakin meningkat dengan asumsi tingkat upah tetap (Gambar
2.2).
Peningkatan jumlah tenaga kerja dalam suatu lapangan usaha tidak dilakukan untuk
jangka pendek, walaupun permintaan masyarakat terhadap produk yang dihasilkan tinggi. Dalam
jangka pendek, pengusaha lebih mengoptimalkan jumlah tenaga kerja yang ada dengan
penambahan jam kerja atau penggunaan mekanisasi, sedangkan dalam jangka panjang kenaikan
jumlah permintaan masyarakat akan direspon dengan menambah jumlah tenaga kerja yang
dipekerjakan. Hal ini berarti terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja baru. Pengusaha akan
melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja tergantung dari tingkat upahnya. Jika tingkat
upah mengalami penurunan, maka pengusaha akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan.
Penurunan tingkat upah dapat dilihat pada Gambar 2.3. Kurva DL melukiskan besarnya
nilai hasil marjinal tenaga kerja (VMPPL) untuk setiap penggunaan tenaga kerja. Dengan kata
lain, menggambarkan hubungan antara tingkat upah (W) dan penggunaan tenaga kerja yang
ditunjukkan oleh titik L1 dan L*. Pada Gambar 2.3 terlihat bahwa pada kondisi awal. tingkat upah
berada pada W1 dan jumlah tenaga kerja yang digunakan L1. Jika tingkat upah diturunkan menjadi
W*, maka tenaga kerja yang diminta meningkat menjadi L*.

Gambar 2.3 : Permintaan Tenaga Kerja dengan Upah Menurun

Sumber : Bellante dan Jackson (1990)

7
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja
Menurut Sumarsono (2003) dalam Akmal (2010:17), permintaan tenaga kerja berkaitan
dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh suatu lapangan usaha. Faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan tenaga kerja adalah tingkat upah, nilai produksi dan investasi.
Perubahan pada faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang diserap suatu
lapangan usaha.
Tingkat upah contohnya, tingkat upah akan mempengaruhi tingkat biaya produksi.
Apabila digunakan asumsi bahwa tingkat upah naik, maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut :
a. Naiknya tingkat upah akan meningkatkan biaya produksi yang selanjutnya meningkatkan harga
per unit barang yang diproduksi. Biasanya konsumen akan merespon cepat bila terjadi
kenaikan harga barang, yaitu mengurangi konsumsi atau bahkan tidak lagi membeli barang
yang bersangkutan. Akibatnya banyak barang yang tidak terjual dan terpaksa produsen
menurunkan jumlah produksinya. Turunnya target produksi mengakibatkan berkurangnya
tenaga kerja yang dibutuhkan. Turunnya jumlah kebutuhan tenaga kerja karena turunnya skala
produksi disebut efek skala produksi atau scale effect.
b. Apabila upah naik (asumsi harga barang-barang modal lainnya tidak berubah), maka
pengusaha ada yang lebih suka menggunakan teknologi padat modal untuk produksinya dan
mengganti kebutuhan tenaga kerja dengan barang-barang modal seperti mesin dan lainnya.
Turunnya jumlah kebutuhan tenaga kerja karena penggantian atau penambahan mesin-mesin
disebut efek substitusi tenaga kerja (substitution effect).
Nicholson (1999) dalam teori Pasar Tenaga Kerja dan Dampak Upah Minimum
menjelaskan bahwa tenaga kerja dalam perekonomian ditentukan oleh permintaan dan penawaran
tenaga kerja. Keseimbangan mekanisme pasar kerja ini akan menghasilkan tingkat upah dan
tenaga kerja keseimbangan. Kenaikan dalam penawaran tenaga kerja yang didorong oleh
bertambahnya angkatan kerja akan menyebabkan penurunan dalam tingkat upah dan kenaikan
dalam permintaan tenaga kerja.
Pergeseran keseimbangan pasar kerja ini didasarkan pada asumsi, jika sektor riil memiliki
rencana untuk melakukan ekspansi produksi. Namun jika sektor riil mengalami kelesuan yang
ditandai dengan banyaknya perusahaan yang keluar dari pasar barang dan jasa, maka akan
menyebabkan penurunan tingkat upah dan penurunan permintaan tenaga kerja. Sehingga akan ada
sejumlah pekerja yang keluar dari perusahaan di mana mereka bekerja atau akan ada pekerja yang
menganggur. Pemerintah biasanya mengeluarkan kebijakan di pasar kerja berupa penetapan upah
minimum. Jika pemerintah menetapkan upah minimum yang lebih tinggi dari sebelumnya, maka
akan menimbulkan excess di pasar kerja karena kenaikan tingkat upah menyebabkan kenaikan
biaya produksi sektor riil, maka sektor riil akan mengurangi pemakaian tenaga kerja.
Sementara itu, kenaikan upah tersebut akan direspon secara positif oleh angkatan kerja
sehingga penawaran tenaga kerja akan meningkat. Walaupun demikian pada tingkat upah
minimum tersebut permintaan tenaga kerja pada sektor riil hanya lebih sedikit dari pengurangan
jumlah tenaga kerja sehingga kebijakan ini menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran.

Definisi dan Fungsi Produksi


Produksi adalah suatu proses yang menghasilkan barang atau jasa. Dalam proses produksi
tersebut tentu saja diperlukan berbagai faktor produksi (input). Barang dan atau jasa yang
dihasilkan disebut produk (output). Kombinasi berbagai faktor produksi untuk menghasilkan
output yang dinyatakan dalam suatu hubungan disebut dengan fungsi produksi. Dengan kata lain
fungsi produksi adalah fungsi yang menjelaskan hubungan antara tingkat kombinasi input (faktor
produksi) dengan tingkat output (produk) yang dimungkinkan untuk diproduksi pada tingkat
kombinasi input tersebut.
Nilai produksi adalah tingkat produksi atau keseluruhan jumlah barang yang merupakan
hasil akhir proses produksi pada suatu unit usaha yang selanjutnya akan dijual atau sampai ke
tangan konsumen. Apabila permintaan hasil produksi perusahaan atau industri meningkat,
produsen cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut produsen
akan menambah penggunaan tenaga kerjanya. Perubahan yang mempengaruhi permintaan hasil
produksi, antara lain adalah naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan
yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi, dan harga barang-barang modal
yaitu nilai mesin atau alat yang digunakan dalam proses produksi (Sudarsono, 1988 dalam
Subekti, 2007:17).

8
Menurut Sudarsono (1988) dalam Subekti (2007:17), perubahan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi permintaan hasil produksi, antara lain adalah naik turunnya permintaan pasar akan
hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi,
dan harga barang-barang modal yaitu nilai mesin atau alat yang digunakan dalam proses produksi.
Lain halnya dengan Simanjuntak (1985:87) yang menyatakan bahwa pengusaha
memperkerjakan seseorang karena itu membantu memproduksi barang/jasa untuk dijual kepada
konsumen. Oleh karena itu, kenaikan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari
kenaikan permintaan masyarakat akan barang yang diproduksi.

Definisi Investasi
Investasi adalah pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan
stok barang modal. Stok barang modal (capital stock) terdiri dari pabrik, mesin, kantor dan
produk-produk tahan lama lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Barang modal juga
meliputi perumahan tempat tinggal dan juga persediaan. Investasi adalah pengeluaran yang
ditambahkan kepada komponen-komponen barang modal.
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman-penanaman
modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal, mesin-mesin dan perlengkapan-
perlengkapan produksi yang akan dioperasikan oleh tenaga manusia untuk menambah kemampuan
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 1997
dalam Subekti, 2007:18).
Sedangkan menurut Dumairy (1998:81) investasi adalah penambahan barang modal
secara neto positif. Seseorang yang membeli barang modal tetapi ditujukan untuk mengganti
barang modal yang telah mengalami kerusakan dalam proses produksi bukanlah merupakan
investasi, tetapi disebut dengan pembelian barang modal untuk mengganti (replacement).
Pembelian barang modal ini merupakan investasi pada waktu yang akan datang. Oleh karena itu,
investasi yang dilakukan dalam rangka penyediaan barang-barang modal seperti mesin dan
perlengkapan produksi untuk meningkatkan hasil output akan meningkatkan permintaan tenaga
kerja pula karena barang-barang modal tersebut membutuhkan tenaga manusia untuk
mengoperasikannya. Semakin besar investasi yang dilakukan akan semakin banyak tenaga kerja
yang diminta, terutama investasi yang bersifat padat karya. Dengan demikian besarnya nilai
investasi akan menentukan besarnya permintaan tenaga kerja.
Nilai investasi ditetapkan atas dasar nilai atau harga dari kondisi mesin dan peralatan
pada saat pembelian. Menurut Sukirno (1997) dalam Subekti (2007:18) usaha untuk mencatat nilai
penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu yang digolongkan sebagai investasi
atau penanaman modal meliputi pengeluaran atau pembelanjaan sebagai berikut :
a. Pembelanjaan pokok berbagai jenis barang modal yaitu mesin dan peralatan produksi lainnya
untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.
b. Pembelanjaan penunjang untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan
pabrik dan lainnya.
Berbeda dengan yang dilakukan oleh para konsumen (rumah tangga) yang
membelanjakan sebagian besar dari pendapatannya untuk membeli barang dan jasa yang
dibutuhkan, penanam modal melakukan investasi bukan untuk memenuhi kebutuhan tapi untuk
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan demikian banyaknya keuntungan yang akan
diperoleh besar sekali peranannya dalam menentukan tingkat investasi yang dilakukan oleh para
pengusaha.
Investasi membutuhkan stabilitas di bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya dan
keamanan. Kepastian di bidang hukum akan memberikan kemudahan bagi perkembangan ekonomi
dan membantu para pelaku usaha dalam mengambil keputusan ekonomi. Semakin besar tingkat
kepastian, maka semakin memungkinkan suatu perusahaan untuk melakukan investasi baik dalam
skala rendah, menengah bahkan skala tinggi. Begitu pula sebaliknya, kecilnya tingkat kepastian
akan mengakibatkan kurangnya investasi.

Pengertian Upah
Menurut Simamora (2001:540) upah adalah: Merupakan apa yang diterima oleh para
karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi. Adapun menurut Mangkunegara
(2000:83) Kompensasi juga diartikan sebagai sebuah proses administrasi upah atau gaji
melibatkan pertimbangan atau keseimbangan perhitungan.

9
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang penelitian dan teori yang telah diuraikan maka kerangka pikir
yang disusun penulis untuk mendeskripsikan alur penelitian yang akan dilakukan dapat disajikan
pada gambar 2.4 :

Gambar 2.4 : Kerangka Pemikiran Penelitian

Tingkat Upah

Faktor-Faktor Permintaan
Nilai Produksi yang Tenaga Kerja
Mempengaruhi PT. Thiess

Investasi

Sumber: penelitian lapang, 2012

Hipotesa
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :
a. Diduga variabel tingkat upah, nilai produksi, dan investasi memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap permintaan tenaga kerja.
b. Diduga variabel tingkat upah mempunyai pengaruh dominan tehadap permintaan tenaga
kerja daripada variabel lainnya.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan jenis penelitian yang digunakan
dalam penulisan skripsi ini adalah explanatory research (penelitian penjelasan). Penelitian
penjelasan merupakan penelitian yang menyoroti hubungan antara variabel-variebel penelitian
dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun dan Efendi, 1989:5).
Adapun alasan utama pemilihan jenis penelitian ini adalah untuk menguji hipotesis yang
telah diajukan sebelumnya. Melalui uji hipotesis yang telah diajukan, diharapkan dapat
menjelaskan hubungan dan pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat yang ada dalam
hipotesis terbesar. Dalam penelitian jenis ini, hipotesis ini sendiri menggambarkan hubungan
dan pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat yang ada dalam hipotesis tersebut.

Definisi Operasional
Variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :
a. Permintaan tenaga kerja
Permintaan tenaga kerja berkaitan erat dengan permintaan perusaahan akan jumlah
tenaga kerja. Jadi permintaan tenaga kerja adalah jumlah dimana perusahaan dapat
menampung angkatan kerja yang ingin bekerja. Permintaan tenaga kerja disini bukan
merupakan kombinasi permintaan tenaga kerja dengan suatu tingkatan upah tertentu,
melainkan lebih kepada jumlah tenaga kerja yang mampu diserap perusahaan dalam
lingkup waktu tertentu.

b. Tingkat Upah
Menurut Simamora (2001:540) upah adalah: Merupakan apa yang diterima oleh
para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi. Jadi tingkat upah
merupakan tingkatan upah yang akan diterima tenaga kerja pada saat bekerja.
Upah yang peneliti maksudkan disini adalah upah yang difokuskan pada gaji pokok
(Basic Salary). Peneliti memfokuskan pada gaji pokok karena untuk bonus,seperti uang
lembur atau kompensasi bekerja di site sangatlah beragam. Bahkan dengan gaji pokok
yang besarnya setarapun belum tentu seorang karyawan memiliki penghasilan yang sama.
Oleh karena itu peneliti hanya memfokuskan pada besaran gaji pokok untuk
mempermudah perhitungan dengan analisis statistik.

10
c. Nilai Produksi
Produksi adalah suatu proses yang menghasilkan barang atau jasa. Dalam proses
produksi tersebut tentu saja diperlukan berbagai faktor produksi (input). Barang dan atau
jasa yang dihasilkan disebut produk (output). Kombinasi berbagai faktor produksi untuk
menghasilkan output yang dinyatakan dalam suatu hubungan disebut dengan fungsi
produksi.
Produksi PT. Thiess Project Sangatta adalah batubara. PT. Thiess hanya berhak
melakukan aktifitas penambangan tanpa berhak menjual, karena yang menjual semua
batubara adalah PT.KPC selaku pemilik tambang. Dalam setiap proses tambang yang
dilakukan PT. Thiess Project Sangatta, ada 3 hal yang dihasilkan. Pertama,
sampah/limbah (Waste). Kedua,batubara yang ditambang (Coal mined). Dan yang
ketiga,batubara yang berhasil dikirim ke PT.KPC (Coal Delivered). Peneliti disini
menghitung nilai produksi dari jumlah batubara yang ditambang (coal mined) dikalikan
dengan harga batubara yang dikirim per tonnya.

d. Investasi
Investasi adalah pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau
mempertahankan stok barang modal. Stok barang modal (capital stock) terdiri dari
pabrik, mesin, kantor dan produk-produk tahan lama lainnya yang digunakan dalam
proses produksi. Barang modal juga meliputi perumahan tempat tinggal dan juga
persediaan.
Perusahaan pertambangan sangat bergantung pada alat-alat tambang. Alat-alat disini
banyak ragamnya, semuanya mencakup pada alat-alat yang biasa digunakan untuk
produksi batubara. Sebagian besar dari alat-alat itu berdasarkan pengamatan peneliti
adalah alat-alat berat. Oleh karena itu investasi disini mencakup semua pembelian alat
berat,baik itu pembelian unit baru atau hanya spare part untuk perbaikan alat-alat yang
sudah mulai rusak.

Pengukuran Variabel Penelitian


Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas (variabel independent) dan variabel terikat
(variabel dependent). Variabel bebas yaitu : Tingkat Upah (X1), Nilai Produksi (X2), Investasi
(X3). Sedangkan variabel terikat adalah : Permintaan tenaga kerja (Y).

Jenis dan Sumber Data


Berdasarkan sumbernya, maka data atau informasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
data primer dan data sekunder.
a. Data primer
Data yang diperoleh langsung dari objek penelitian
b. Data sekunder
Data yang merupakan hasil pengumpulan dan pengolahan data dari PT. Thiess
Project Sangatta.

Metode Analisis Data


Dalam metode analisa data ini menggunakan :
a. Analisa Regresi Linier Berganda
Yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang terjadi antara variabel
independen dan variabel dependen.
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Dimana :
Y = Permintaan tenaga kerja
X1 = Tingkat Upah
X2 = Nilai produksi
X3 = Investasi
b0 = nilai konstan
bn = koefisien regresi masing-masing variabel (n = 1,2,...)
e = standar error

11
Uji Statistik
Uji statistik yang digunakan adalah pendekatan uji tingkat signifikan yaitu uji untuk
mengetahui kebenaran hipotesa nol (Ho) untuk menentukan diterima tidaknya hipotesa tersebut,
dapat dilakukan dengan cara melihat perbandingan observasi dengan angka tabel pada masing-
masing uji dengan derajat bebas tertentu.
Pada penelitian ini, hipotesa nol dan hipotesa alternatif yang akan diuji adalah sebagai
berikut :
Ho : variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
H1 : variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.
Keputusan untuk menerima atau menolak Ho dibuat atas dasar nilai perkiraan yang
diperoleh dari hasil penelitian. Jadi untuk menguji benar tidaknya nilai parameter yang dinyatakan
dalam Ho akan digunakan suatu kriteria uji yang dihitung berdasarkan data yang diteliti. Dalam
hal ini ada uji F, uji t dan uji R2.

1. Uji F (uji regresi secara keseluruhan)


Uji F dimaksudkan untuk menguji signifikasi pengaruh variabel-variabel independen (X1,
X2,...) secara keseluruhan terhadap variabel dependen (Y) .
Adapun tahapan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Merumuskan hipotesa
H 0 : bi = 0
Berarti bahwa variabel-variabel independen secara keseluruhan tidak mempunyai pengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
H i : bi 0
Berarti variabel-variabel independen secara keseluruhan mempunyai pengaruh signifikasi
terhadap variabel dependen.

b. Menentukan tingkat signifikasi


Tingkat signifikasi yang diharapkan adalah = 0,05
c. Menentukan nilai hitung F (F hitung)
Nilai F hitung dicari dengan rumus :

Di mana : R = ESS/TSS = koefisien determinasi


k-1 = derajat bebas pembilang
n-k = derajat bebas penyebut
k = jumlah variable independen
n = jumlah sampel
d. Membandingkan nilai F hitung dengan F tabel untuk menentukan apakah hipotesa diterima
atau ditolak, dengan ketentuan sebagai berikut :
F hitung < F tabel berarti Ho diterima dan H1 ditolak.
F hitung > F tabel berarti Ho ditolak dan H1 diterima.

2. Uji t (uji regresi secara individual)


Uji t digunakan untuk menguji hubungan regresi secara parsial atau terpisah. Pengujian
ini dilakukan untuk melihat kuat tidaknya pengaruh masing-masing variabel bebas secara terpisah
terhadap variabel tidak bebas. Uji t disini menggunakan uji dua arah. Pengujian dilakukan dengan
membandingkan antara t hitung dengan t tabel. Tahapan dalam uji t adalah sebagai berikut :
a. Merumuskan hipotesa
H 0 : bi = 0
berarti variabel independen (X1) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen (Y).
H i : bi 0
berarti variabel independen (X1) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen (Y).
b. Menentukan tingkat signifikansi
Tingkat signifikasi yang diharapkan adalah = 0,05
c. Menentukan nilai t hitung
Nilai t hitung dicari dengan rumus :

12
t =
Dimana : i = koefisien regresi i
Si = standar error
d. Membandingkan nilai t hitung dengan t tabel
Hipotesa nol (H0) akan diterima atau ditolak dengan ketentuan sebagai berikut:
Bila t hitung < t tabel = maka Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak ada pengaruh antara
variabel bebas dengan variabel tidak bebas.
Bila t hitung > t tabel = maka Ho ditolak dan H1 diterima, ini berarti variabel bebas
berpengaruh terhadap variabel tidak bebas.
1
3. Uji R2
Uji R2 digunakan untuk mengukur besarnya sumbangan variabel independen terhadap
variabel dependen. R2 mempunyai nilai antara 0 1 (1>R>0). Semakin tinggi nilai R 2 suatu regresi
atau semakin mendekati nilai 1, maka akan semakin baik regresinya. Sebaliknya, nilai R 2 suatu
regresi yang semakin kecil akan membuat kesimpulan dari regresi tersebut tidak dipercaya. Secara
umum koefisisen determinasi untuk data silang (cross section) relatif rendah karena adanya variasi
yang besar antara masing-masing pengamatan. Umumnya nilai ini ditulis dalam bentuk prosen
(%).

Uji Asumsi Klasik


1. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan menguji apakah model regresi ditemukan
korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi diantara variabel independennya. Jika variabel independen saling berkorelasi,
maka variabel-variabel tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel bebas yang
nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol.
Untuk medeteksi ada tidaknya multikolinearitas di dalam regresi yaitu :
a) Nilai R square (R2) yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris
sangat tinggi, tetapi secara individu variabel-variabel independen banyak yang
tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
b) Menganalisis matrik korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 9,0) maka hal
ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas.
c) Melihat nilai tolerance dan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Suatu model
regresi bebas dari masalah multikolinearitas apabila nilai tolerance kurang dari
0,1 dan nilai VIF lebih dari 1,0.

2. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas merupakan keadaan dimana faktor penganggu (error)
tidak konstan. Dalam hal ini terjadi korelasi diantara faktor pengganggu dengan variabel
penjelas. Terjadinya gejala ini sebagai akibat dari adanya ketidaksamaan data dan terlalu
bervariasinya data yang diteliti. Heteroskedastisitas akan mengakibatkan penaksiran
koefisien-koefisien regresi menjadi tidak efisien. Hasil penaksiran akan menjadi kurang
dari semestinya. Heteroskedastisitas bertentangan dengan salah satu asumsi dasar regresi
linear, yaitu bahwa varian residual sama untuk semua pengamatan atau disebut
homokedastisitas.
Uji heterokedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi
ketidaksamaan nilai simpangan residual akibat besar kecilnya nilai salah satu variabel
bebas. Atau adanya perbedaaan nilai ragam dengan semakin meningkatnya nilai variabel
bebas. Prosedur uji dilakukan dengan Uji White. Pengujian kehomogenan ragam sisaan
dilandasi pada hipotesis:
H : ragam sisaan homogen
0
H : ragam sisaan tidak homogen
1
Prosedur pengujian kehomogenan ragam sisaan adalah:
a. lakukan pendugaan parameter model regresi linier dengan metode

13
kuadrat terkecil.
b. hitung sisaan dari model regresi yang diperoleh dari langkah a.

c. buat regresi nilai mutlak sisaan, terhadap peubah penjelas dengan bentuk

fungsional .
d. lakukan uji keberartian koefisien regresi. Jika koefisien regresi tidak nyata maka
terdapat hubungan yang penting secara statistis di antara peubah sehingga dapat
disimpulkan bahwa sisaan mempunyai ragam homogen (konstan).

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Hasil Regresi Linier Berganda


Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis yang telah dikemukakan di atas, yaitu
mencari hubungan antara variabel terikat (dependen) dengan variabel bebas (independen) melalui
pengelolaan data cross section dari variabel-variabel yang meliputi : tingkat upah, nilai produksi,
dan investasi. Pengelolaan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office Excel 2007 dan
bantuan program komputer aplikasi statistik STATA 10.0. Hasil yang diperoleh adalah sebagai
berikut :
Dari pengolahan data dengan permintaan tenaga kerja sebagai variabel dependen dan
variabel tingkat upah, nilai produksi, dan investasi sebagai variabel independen, diperoleh hasil
seperti yang tertera pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.1 : Hasil Analisis Regresi Antara Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen

Signifikans
Variabel Koefisien Std.Error t-hitung
i
Tingkat Upah (X1) -.000031 .000 -1.20 0.265
Nilai produksi (X2) .000079 .000 7.07 0.000
Investasi (X3) -1.099741 .239 -4.60 0.002
Permintaan tenaga kerja (Y) 52.961 51.971 1.02 0.338
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2012

Model Persamaan regresi linier berganda berdasarkan perhitungan estimasi yang didapat
dari tabel di atas adalah :
Y = 52.961 0.000031X1 + 0.000079X2 1.099741X3 +

Uji F
Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan
dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Keseluruhan
variabel independen dikatakan memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen apabila nilai dari Fhitung >Ftabel. Fhitung menunjukkan angka 36.32 yang mana lebih besar
daripada Ftabel yang sebesar 0.0001 maka dikatakan signifikan.
Dengan demikian secara serentak atau bersama-sama variabel bebas yang terdiri dari :
X1 : Tingkat upah
X2 : Nilai produksi
X3 : Investasi
berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu variabel permintaan tenaga kerja(Y) di PT. Thiess
Contractors Indonesia Sangatta Project pada periode tersebut.

Uji t
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara
individual terhadap variabel dependen. Variabel independen dianggap memiliki pengaruh terhadap
variabel dependen apabila nilai thitung > ttabel. Maka diperoleh hasil uji t yang ditunjukkan pada tabel
di bawah ini.

Tabel 4.2 : Hasil Estimasi Uji t

14
Variabel thitung P>ttabel Koefisien regresi
X1 -1.20 0.265 -.000031
X2 7.07 0.000 .000079
X3 -4.60 0.002 -1.099741
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2012

Pengujian mengenai ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap


variabel terikat dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Tingkat Upah (X1)
Pengujian terhadap variabel X1, karena variabel X1 memiliki nilai Pvalue <0.05 (thitung >
ttabel) yang berarti tidak signifikan. Selain itu, nilai probabilitas X 1 yang diperoleh adalah 0.265
lebih besar dari 0.05 maka variabel X1 dinyatakan tidak berpengaruh terhadap variabel Y.
Berdasarkan regresi di atas, diperoleh koefisien regresi untuk variabel Tingkat Upah sebesar
-0.000031. Hal ini berarti terdapat hubungan negatif antara variabel Tingkat Upah dengan
Permintaan tenaga kerja yang artinya setiap terjadi kenaikan tingkat upah rata-rata sebesar 1%
akan menurunkan tingkat permintaan tenaga kerja sebesar -0.000031% jika dianggap variabel
bebas lain tidak berubah.

2) Nilai produksi (X2)


Pengujian terhadap variabel X2, karena variabel X2 memiliki nilai Pvalue >0.05 (thitung >
ttabel) yang berarti signifikan. Selain itu, nilai probabilitas X 2 yang diperoleh adalah 0.00 lebih kecil
dari 0.05 maka variabel X2 dinyatakan berpengaruh terhadap variabel Y. Berdasarkan regresi di
atas, diperoleh koefisien regresi untuk variabel Nilai produksi sebesar 0.000079. Hal ini berarti
terdapat hubungan positif antara variabel Nilai produksi dengan Permintaan tenaga kerja yang
artinya setiap terjadi peningkatan Nilai produksi sebanyak rata-rata 1% akan menaikkan tingkat
Permintaan tenaga kerja sebesar 0.000079% jika variabel bebas lain dianggap konstan.

3) Investasi (X3)
Pengujian terhadap variabel X3, karena variabel X3 memiliki nilai Pvalue <0.05 (t hitung >
ttabel) yang berarti tidak signifikan. Selain itu, nilai probabilitas X 3 yang diperoleh adalah 0.02 lebih
kecil dari 0.05 maka variabel X 3 dinyatakan berpengaruh terhadap variabel Y. Berdasarkan regresi
di atas, diperoleh koefisien regresi untuk variabel Investasi -1.099741. Hal ini berarti terdapat
hubungan negatif antara variabel Investasi dengan Permintaan tenaga kerja yang artinya setiap
terjadi peningkatan Investasi sebesar rata-rata 1% unit akan menurunkan tingkat Permintaan
tenaga kerja sebesar -1.099741% jika variabel bebas lain dianggap konstan.

Uji R2
Model regresi linier berganda di atas, selanjutnya harus diuji ketepatan atau kecocokan
garis regresinya (Goodness of Fit Test). Pengujian ketepatan garis regresi dapat dilakukan dengan
melihat nilai koefisien determinasinya (R 2). Koefisien determinasi juga dapat digunakan untuk
mengukur besarnya proporsi (presentase) dari variabel bebas terhadap variasi (naik-turunnya)
variabel tergantung secara bersama-sama.
Hasil uji statistik menunjukkan R2 dari model regresi adalah 0.931. Hal ini menunjukkan
kemampuan variabel independen secara bersama-sama dapat menjelaskan varian variabel terikat
sebesar 93.1%. Sedangkan sisanya sebesar 7.9% dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan
model.
Perolehan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.931 tersebut yang artinya bahwa
variabel bebas dalam model ini yaitu Tingkat Upah (X 1), Nilai produksi (X2), dan Investasi (X3),
mampu menjelaskan atau sumbangannya terhadap variasi dari variabel tergantung yaitu
Permintaan tenaga kerja sebesar 93.1%. Sedangkan sisanya sebesar 7.9% dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain di luar model.

Variabel Yang Paling Dominan


Untuk menentukan variabel independen yang paling dominan mempengaruhi nilai
variabel dependen dalam suatu model regresi linier digunakan koefisien yang distandardisasi
(Standardized Coefficients) seperti pada tabel di bawah ini :

15
Tabel 4.3 : Standardized Coefficients
Standardized Coefficients
Variabel

X1 -.000031
X2 .000079
X3 -1.099741
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2012

Berdasarkan tabel di atas, variabel yang dominan ditentukan dari nilai koefisien yang
distandarisasi tertinggi secara absolut. Dan hasilnya diketahui bahwa variabel independen yang
paling dominan mempengaruhi variabel dependen adalah variabel Nilai produksi (X 2) yaitu
dengan nilai koefisien beta sebesar 0.000079.

Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui apakah model yang diperoleh mengalami
penyimpangan asumsi klasik atau tidak. Pada saat model regresi yang diperoleh mengalami
penyimpangan terhadap salah satu asumsi klasik yang diujikan maka persamaan regresi yang
diperoleh tersebut tidak akan efesien untuk menggeneralisasikan hasil penelitian yang berupa
sampel ke populasi karena akan terjadi bias, artinya hasil penelitian bukan hanya dipengaruhi dari
variabel-variabel yang diteliti saja tapi juga ada faktor penganggu lainnya yang ikut
mempengaruhinya.

Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah adanya suatu hubungan linier yang sempurna antara beberapa
atau semua variabel independen. Penggunaan uji asumsi ini untuk mengetahui bahwa tidak ada
satu variabel independen atau lebih yang mempunyai hubungan yang kuat dengan variabel
lainnya.
Uji multikolonieritas ini bertujuan untuk menunjukkan adanya hubungan linier diantara
variabel independen dalam model regresi. Indikator pendeteksi ada tidaknya multikolonieritas
adalah dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan TOL (Tolerance). Jika nilai VIF
dari suatu variabel melebihi 10 dan nilai TOL sama dengan 0 maka antar variabel independen ada
korelasi sempurna atau terjadi multikolonearitas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut :

Tabel 4.4 : Hasil Analisa Uji Multikolinearitas


Variabel TOL VIF
X1 0.836 1.20
X2 0.112 8.93
X3 0.119 8.39
Sumber : Pengolahan Data, 2012

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai VIF dari semua variabel independen
kurang dari 10 sedangkan nilai TOL tidak ada yang sama dengan nol sehingga dapat disimpulkan
tidak terjadi multikolinearitas sempurna di antara variabel independen.

Uji Heteroskedastisitas
Pengujian terhadap heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian
dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain berbeda maka terjadi heteroskedastisitas.
Karena memakai program komputer aplikasi statistik STATA 10.0, maka untuk melakukan uji
heteroskedastisitas dalam STATA 10.0 menggunakan Breusch-Pagan/Cook-Weisberg test. Jika
nilai H0 tidak signifikan (lebih besar dari 0,05) maka H 0 diterima. Sedangkan apabila nilai H0
signifikan (kurang dari 0,05) maka H0 ditolak. Setelah dilakukan uji, didapat nilai H 0 = 0.2004.
Dapat dilihat bahwa tidak terdapat masalah heterokedastisitas pada model, dimana nilai
signifikansi setelah dilakukan uji menunjukkan lebih besar dari 0,05, sehingga tidak ada gejala
heterokedastisitas dalam model ini.

Analisis dan Pembahasan

16
Penelitian ini mencoba untuk melihat pengaruh dari variabel Tingkat upah (X 1), Nilai
produksi (X2), dan Investasi (X3) terhadap Tingkat Permintaan tenaga kerja pada PT. Thiess
Contractors Indonesia Project Sangatta tahun 2011. Pengaruh variabel Tingkat Permintaan tenaga
kerja sebagai variabel tergantung dengan masing-masing variabel bebas akan dilihat satu per satu,
kemudian dibandingkan antara teori dengan kenyataan yang ada di lapangan selama periode
penelitian yang tercermin dari hasil perhitungan penelitian secara kuantitatif di atas.
Dalam kajian teori, penelitian ini mengadopsi teori-teori yang mengkaji tentang teori
permintaan tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja. Dalam teori permintaan tenaga kerja,
menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dengan harga. Sehubungan dengan
tenaga kerja, permintaan tenaga kerja berarti hubungan antara tingkat upah dengan kuantitas
tenaga kerja yang dikehendaki untuk dipekerjakan. Permintaan pengusaha atas tenaga kerja
berlainan dengan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa. Masyarakat membeli barang
dan jasa karena barang dan jasa tersebut memberikan kepuasan kepadanya. Sementara pengusaha
mempekerjakan seseorang karena orang tersebut membantu memproduksi barang dan jasa untuk
dijual kepada masyarakat. Dengan kata lain, pertambahan permintaan terhadap tenaga kerja
bergantung pertambahan permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang diproduksi.
Permintaan tenaga kerja yang seperti itu dinamakan derived demand (Simanjuntak, 1985:55).
Sedangkan Menurut Sumarsono (2003) dalam Akmal (2007:17), permintaan tenaga kerja
berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh suatu lapangan usaha. Faktor-faktor
yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja adalah tingkat upah, nilai produksi dan investasi.
Perubahan pada faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang diserap suatu
lapangan usaha. Dari kedua teori tersebut terdapat beberapa kesamaan yaitu permintaan tenaga
kerja merupakan jumlah tenaga kerja yang diminta dengan berbagai kombinasi tingkat upah dan
kuantitas tenaga kerja yang ditawarkan di pasar tenaga kerja.
Adapun pengaruh dari masing-masing variabel bebas dalam penelitian ini lalu
dibandingkan dengan teori dan kenyataan yang ada di lapangan adalah sebagai berikut :

1. Pengaruh variabel Tingkat Upah terhadap variabel Permintaan tenaga kerja


Dalam Penelitian ini dapat dilihat bahwa variabel tingkat upah memiliki pengaruh yang
negatif terhadap permintaan tenaga kerja. Diketahui peningkatan tingkat upah rata-rata sebesar 1%
akan menurunkan tingkat permintaan tenaga kerja sebesar -0.000031% jika dianggap variabel
bebas lain tidak berubah. Sejalan dengan teori dimana pengusaha akan melakukan penyesuaian
penggunaan tenaga kerja tergantung dari tingkat upahnya. Jika tingkat upah mengalami penurunan,
maka pengusaha akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.
Nicholson (1999) juga menjelaskan dalam teori Pasar Tenaga Kerja dan Dampak Upah
Minimum menjelaskan bahwa tenaga kerja dalam perekonomian ditentukan oleh permintaan dan
penawaran tenaga kerja. Keseimbangan mekanisme pasar kerja ini akan menghasilkan tingkat
upah dan tenaga kerja keseimbangan. Kenaikan dalam penawaran tenaga kerja yang didorong oleh
bertambahnya angkatan kerja akan menyebabkan penurunan dalam tingkat upah dan kenaikan
dalam permintaan tenaga kerja.
Jadi sesuai dengan teori,praktek di lapangan pun demikian. Pihak PT. Thiess akan
menambah jumlah tenaga kerjanya dengan salah satu alasannya adalah tingkat upah yang
menurun. Permintaan tenaga kerja dipengaruhi juga oleh permintaan konsumen akan jumlah hasil
produksi perusahaan tersebut. Untuk jangka pendek, pihak perusahaan lebih memilih
memanfaatkan tenaga kerja yang ada dengan jumlah jam kerja yang ditambah. Sedangkan untuk
jangka panjang, pihak perusahaan akan menambah jumlah tenaga kerja dengan pertimbangan
tingkat upah yang ditawarkan oleh pihak perusahaan.

2. Pengaruh variabel Nilai produksi terhadap variabel Permintaan tenaga kerja


Dalam penelitian ini variabel nilai produksi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
variabel permintaan tenaga kerja. Selain itu, variabel nilai produksi juga menjadi variabel yang
paling dominan pengaruhnya terhadap variabel permintaan tenaga kerja. Sejalan dengan teori yang
mengatakan apabila permintaan hasil produksi perusahaan atau industri meningkat, produsen
cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut produsen akan
menambah penggunaan tenaga kerjanya. Perubahan yang mempengaruhi permintaan hasil
produksi, antara lain adalah naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan
yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi, dan harga barang-barang modal

17
yaitu nilai mesin atau alat yang digunakan dalam proses produksi (Sudarsono, 1988 dalam
Subekti, 2007:17).
Dengan produksi PT. Thiess yang berupa batubara, menunjukkan setiap pertambahan
produksi akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja dengan perhitungan setiap ada kenaikan
rata-rata sebesar 1% pada jumlah produksi, akan menaikkan tingkat permintaan tenaga kerja
sebesar 0.000079%.

3. Pengaruh variabel Investasi terhadap variabel Permintaan tenaga kerja


Dalam penelitian ini variabel investasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
variabel permintaan tenaga kerja. Namun begitu, pengaruh dari variabel investasi memiliki arah
yang negatif. Ini tidak sejalan dengan teori yang menjelaskan bahwa menurut Dumairy (1998:81)
investasi yang dilakukan dalam rangka penyediaan barang-barang modal seperti mesin dan
perlengkapan produksi untuk meningkat hasil output akan meningkatkan permintaan tenaga kerja
karena barang-barang modal tersebut membutuhkan tenaga manusia untuk mengoperasikannya.
Semakin besar investasi yang dilakukan akan semakin banyak tenaga kerja yang diminta, terutama
investasi yang bersifat padat karya. Dengan demikian besarnya nilai investasi akan menentukan
besarnya permintaan tenaga kerja.
Teori yang dikemukakan Dumairy tidak berlaku pada kasus di PT. Thiess Project
Sangatta. Hal ini berkaitan dari sifat investasi itu sendiri. Seperti yang diketahui negara-negara
maju memiliki faktor produksi yang padat modal, sehingga investasi yang mereka tanamkan di
negara berkembang seperti Indonesia mengikuti teknik yang mereka kembangkan atau terapkan di
negara asalnya yakni yang cenderung padat modal. Sebab inilah yang membuat tingkat investasi
cenderung mengurangi jumlah tenaga kerja, karena teknik yang padat modal dengan teknologi
tinggi cenderung memiliki produktifitas dan efisiensi yang lebih baik sehingga untuk
menghasilkan output yang sama besar hanya diperlukan tenaga kerja yang lebih sedikit.
Faktor penyebab yang kedua hubungan negatif antara permintaan tenaga kerja dan
investasi adalah selain pilihan para pengusaha terhadap penggunaan modal yang lebih banyak
yang sebenarnya rasional, tetapi juga disebabkan oleh adanya bermacam-macam faktor struktural,
kelembagaan, dan politik sehingga harga pasaran tenaga kerja menjadi lebih tinggi dibandingkan
harga modal. Lebih lanjut, struktur harga atau upah tenaga kerja menjadi sangat mahal karena
adanya tekanan-tekanan dari serikat buruh, penetapan upah minimum oleh pemerintah, serta
adanya aneka penggajian yang lebih tinggi dari perusahaan-perusahaan multinasional.
Faktor yang ketiga yang menyebabkan hubungan negatif antara variabel investasi dan
variabel permintaan tenaga kerja adalah adanya konflik antara serikat buruh terhadap pihak
perusahaan. Konflik ini terjadi dikarenakan adanya tuntutan dari serikat buruh untuk peningkatan
jumlah pembayaran atas jaminan kesehatan karyawan. Serikat buruh lantas membandingkan
jaminan yang diterima oleh karyawan PT. KPC dan jaminan yang diterima oleh karyawan PT.
Thiess. Memang untuk jaminan kesehatan, karyawan PT. KPC menerima lebih banyak dari apa
yang diterima oleh karyawan PT. Thiess.
Akibat dari konflik ini adalah terhambatnya proses produksi selama hampir kurang lebih
dua bulan. Konflik ini menyebabkan investasi perusahaan dalam bidang alat berat dan faktor
produksi menjadi sia-sia karena tidak ada yang mengoperasikannya. Oleh karena itu tingkat
investasi selama medio tahun 2011 tidak mengakibatkan kenaikan permintaan tenaga kerja.

E. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan judul Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja, Studi Kasus pada Perusahaan Tambang Batubara
PT. Thiess Project Sangatta, Kaltim maka diperoleh beberapa kesimpulan :
a. Hasil analisis data menunjukkan bahwa variable Tingkat upah, Nilai produksi, dan Investasi
secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap Permintaan tenaga kerja pada PT. Thiess
Project Sangatta di Kabupaten Kutai Timur pada tahun 2011.
b. Variabel Tingkat Upah berpengaruh terhadap permintaan tenaga kerja pada PT. Thiess
Project Sangatta tetapi dengan nilai koefisien yang negatif. Kenaikan Tingkat Upah akan
menurunkan permintaan tenaga kerja, ceteris paribus. Ini bisa dipahami karena perusahaan
dalam jangka pendek lebih memilih menaikkan jam kerja tenaga kerja daripada menambah
tenaga kerja baru. Akibatnya tingkat upah tidak berpengaruh terhadap permintaan tenaga
kerja.

18
c. Variabel Nilai produksi berpengaruh terhadap permintaan tenaga kerja pada PT. Thiess
Project Sangatta dan merupakan variabel yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap
permintaan tenaga kerja di PT. Thiess Project Sangatta. Kenaikan Nilai produksi akan
meningkatkan permintaan tenaga kerja, ceteris paribus. Nilai produksi akan meningkat
seiring naiknya tingkat produksi. Tingkat produksi meningkat jika permintaan konsumen
akan produksi batubara meningkat. Jadi ketika perusahaan mendapatkan kenaikan permintaan
batubara, perusahaan juga menambah tenaga kerja untuk memenuhi permintaan konsumen.
d. Variabel Investasi berpengaruh terhadap permintaan tenaga kerja pada PT. Thiess Project
Sangatta tetapi dengan nilai koefisien yang negatif. Kenaikan Investasi tidak akan menaikkan
permintaan tenaga kerja, ceteris paribus. Ini disebabkan karena pilihan perusahaan yang
lebih memakai tenaga mekanisasi dari pada tenaga kerja. Perusahaan tambang lebih banyak
menggunakan alat-alat berat untuk memenuhi kebutuhan produksi mereka. Jadi variabel
investasi berpengaruh namun arahnya negatif.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian. Beberapa saran yang bisa penulis berikan dalam rangka
memberikan masukan terhadap kebijakan ketenagakerjaan di Kutai Timur dan memenuhi tujuan
dari penelitian ini adalah :
a. Dari tiga variabel penelitian variabel nilai produksi dan investasi memiliki pengaruh
sementara tingkat upah tidak. Jadi disarankan untuk pemerintah untuk membekali
masyarakatnya dengan ilmu-ilmu yang dibutuhkan perusahaan dalam hal ini mungkin
pengetahuan pengoperasian alat berat. Karena dari hasil penelitian menunjukkan investasi
PT. Thiess lebih banyak pada alat-alat berat, maka pemerintah harus membekali
masyarakatnya dengan pelatihan mengemudikan alat berat,pelatihan mekanik alat berat atau
yang berhubungan. Jadi walaupun perusahaan lebih banyak investasi pada mesin, tenaga
kerja tetap mendapat tempat dan tidak khawatir akan kurangnya permintaan tenaga kerja.
b. Hasil penelitian menunjukkan nilai produksi mempengaruhi permintaan tenaga kerja dan
arahnya positif, bahkan nilai produksi menjadi variabel yang paling dominan dalam
mempengaruhi permintaan tenaga kerja. Saran yang dapat diberikan adalah semua pihak
harus menjaga nilai produksi agar tetap tinggi. Nilai produksi dipengaruhi oleh permintaan
konsumen. Permintaan konsumen juga dipengaruhi oleh beberapa variabel, misalnya kualitas
barang, pelayanan perusahaan, kualitas perusahaan, manajemen keselamatan perusahaan,dll.
Ini yang menjadi tugas bersama untuk menjaga agar nilai produksi tetap tinggi. Pemerintah
selaku pengelola kebijakan selayaknya memberikan kenyamanan kebijakan dan kepastian
hukum untuk perusahaan agar perusahaan dapat melakukan proses produksi dengan
maksimal. Begitu pula dari pihak perusahaan dan tenaga kerja, dapat melakukan upaya-upaya
yang telah disepakati untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi agar permintaan
akan batubara stabil dan terus meningkat, karena nilai produksi menjadi pengaruh yang
paling dominan dari dua variabel lain dalam hal mempengaruhi permintaan tenaga kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Akmal, Roni. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di
Indonesia. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/27411/H10rak.pdf?sequence=5
diakses pada 25 Februari 2012

Badan Penelitian, Pengembangan & Informasi Kementerian Tenaga Kerja & Transmigrasi RI.
2011. Penduduk yang Bekerja di Kabupaten Kutai Timur Menurut Golongan Umur dan
Lapangan Usaha Agustus 2011.
http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?
section=pyb&province=23&regency=360&period=2011-08-01#gotoPeriod diakses pada
21 April 2012

Badan Pusat Statistik. 2011. Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2011.


http://www.bps.go.id/brs_file/naker_07nov11.pdf diakses pada 29 Februari 2012

Badan Pusat Statistik. 2012. Istilah Statistik.

19
http://www.bps.go.id/menutab.php?tabel=1&kat=1&id_subyek=06 diakses pada 23
Oktober 2012

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Timur. 2009 Kabupaten Kutai Timur dalam Angka 2009.
http://downloads.ziddu.com/downloadfile/8715243/KutaiTimurDalamAngka2009.zip.html
diakses pada 28 Februari 2012

Bellante, Don dan Jackson, Mark. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta: LP FE UI.

Dumairy. 1998. Perekonomian Indonesia. Cetakan Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Cetakan
Kedua. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Nicholson, Walter. 1999. Teori Mikro Ekonomi : Prinsip Dasar dan Perluasan. [Edisi ke-5] Daniel
Wirajaya [penerjemah]. Jakarta: Binarupa Aksara.

Simamora, Henry. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua. Yogyakarta: Penerbit:
STIE YKPN.

Simanjuntak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Simanjuntak, Payaman J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: LPFE.
Universitas Indonesia.

Singarimbun, Masri dan Soffian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Subekti, Mohamad A. 2007. Pengaruh Upah, Nilai Produksi, Nilai Investasi Terhadap
Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil Genteng di Kabupaten Banjarnegara.
Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang.
http://www.pustakaskripsi.com/download.php?file=2865 diakses pada 25 Februari 2012

Sukirno, Sadono 1981. Pengantar Teori Ekonomi Modern. Edisi 2. Jakarta: PT. Raja Gravindo
Persada.

20

Anda mungkin juga menyukai