Anda di halaman 1dari 52

Alih Fungsi Lahan Pertanian dan

Kebijakan Penataan Ruang


Kondisi, Faktor-faktor Penyebab, dan Kebijakan Penataan Ruang
Dr. Ir. Budi Situmorang, MURP
Direktur Penataan Ruang Wilayah Nasional

Disampaikan pada acara Focused Group Discussion Aktual-2 Konsep Perluasan Kawasan Industri
dan Permukiman Tanpa Alih Fungsi Lahan Pertanian Guna Menjaga Sustainable Development
Dalam Rangka Ketahanan Nasional, tanggal 26 Agustus 2014 di Lemhanas.
D E P A R T E M E N P E K E R J A A N U M U M
D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E N A T A A N R U A N G
Outline Pembahasan
1. Pendahuluan
2. Kondisi Kawasan Industri, Permukiman dan
Lahan Pertanian, serta Faktor-faktor Alih
Fungsi Lahan Pertanian
3. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Pulau
Jawa-Bali
4. Penutup
1. Pendahuluan
5 Kata kunci dari Judul FGD Konsep Perluasan (5) Kawasan Industri dan
Permukiman (1) Tanpa Alih Fungsi Lahan Pertanian (2) Guna Menjaga Sustainable
Development (3) Dalam Rangka Ketahanan Nasional (4)
Pemahaman mendalam thd alih fungsi Lahan Pertanian ini, memberikan sudut
pandang yg lebih lengkap utk merumuskan konsep perluasan tsb.
Penyebab utama terjadinya alih fungsi lahan pertanian ini adalah pembangunan
yang bersifat target sektoral, orientasi ekonomi, sehingga tidak berhasil
mewujudkan kesatuan wilayah, yaitu: tidak seimbangnya hubungan antara
subsistem ekologi, sosial, dan ekonomi suatu wilayah, dan antarwilayah:
Fenomena ini sebagai akibat pembangunan yg dilakukan (sejak tahun 1969-sekarang)
baru memasukkan dimensi MANUSIA dan WAKTU, tetapi belum dimensi RUANG.
Padahal MAN-SPACE-TIME adalah sendi-sendi dari suatu pembangunan. SPACE berada
sebagai jembatan dari Manusia dan waktu.
Kemampuan memahami Ruang (Wilayah) sebagai suatu sistem ekonomi, ekologi, dan
sosial yang saling berinteraksi dan interdependensi baik intrawilayah maupun
antarwilayah termasuk menjaga kelestarian wilayah.
Terakhir, perspektif kebijakan Penataan Ruang terhadap konsep perluasan kawasan
industri dan permukiman tanpa alih fungsi lahan pertanian, suatu keharusan.
2. Kondisi Kawasan Industri,
Permukiman dan Lahan Pertanian, serta
Faktor-faktor Alih Fungsi Lahan
Pertanian
5
Pulau Penduduk
2010
Penduduk
2035
Sumatera 21,3 22,4
Jawa 57,4 54,7
Kalimantan 5,8 6,6
Sulawesi 7,3 7,4
Bali, Nusa
Tenggara
5,5 5,7
Maluku 1,0 1,2
Papua 1,5 1,7
2.A.
JUMLAH PENDUDUK 2010
DAN PREDIKSI INDONESIA
2035 PER PULAU
Sebaran Penduduk tahun 2010 terkonsentrasi di Jawa
57,4% yg hanya berluas lahan 7%, tahun 2035 54,7%
Perkembangan Kawasan Perkotaan tahun 2000-2025
2025
Total urban area
2000
Sumber : Analisis Java Spatial Model
Wujud spasial konsentrasi penduduk adalah Kawasan Permukiman
Perkotaan. Kawasan perkotaan di Jawa cenderung terlihat semakin
meluas baik di sekitar kota besar dan ada gejala aglomerasi kota-kota
kecil (tahun 2010-2025)
2.B. SEBARAN KAWASAN INDUSTRI
Sei Mangkei :
Industri Turunan
CPO
Dumai:
Industri
Turunan CPO
Bangka:
Industri
Timah
Cilegon:
Industri
Besi Baja
Muara Enim:
Gasifikasi Batu
Bara
Tanggamus:
Industri Maritim
Bojonegara:
Industri
Kimia
Kuala Tanjung:
Industri Alumina
Maloy:
Industri
Turunan
CPO
Mempawah dan
Tayan : Industri
Smelter/
Chemical Grade
Alumina
Batu Licin:
Industri
Besi Baja
Kariangau:
Industri
Turunan
CPO
Landak:
Industri
Berbasis
Agro
Ketapang:
Industri
Berbasis
Agro
Puruk
Cahu:
Industri
Berbasis
Batubara
Gowa:
Agroindustri
Palu:
Agroindustri
Bitung :
Logistik
Soroako:
Industri
Ferronikel
Takalar: Industri
Minyak dan Gas
Morowali: Industri
Ferronikel
Bantaeng :
Ferronikel
Perkembangan Kawasan Industri terus
semakin meluas di Indonesia sejalan
dengan prinsip klaster (pengelolaan
SDAlam) dan daya saing produk
No Lokasi Kabupaten/Kota Provinsi
1 Kota Sabang dan Kabupaten Aceh Besar
(KAPET BANDA ACEH DARUSSALAM)
Aceh
2 Medan-Binjai-Deli Serdang-Serdang
Bedagai (bagian dari MEBIDANGRO)
Sumatera Utara
3 Karo-Simalungun-Batubara (bagian dari
MEBIDANGRO)
Sumatera Utara
4 Dumai-Siak Riau
5 Batam-Bintan Kep. Riau
6 Muara Enim Sumatera Selatan
7 Tanjung Api-Api Sumatera Selatan
8 Lampung Bagian Selatan Lampung
9 Tanggamus Lampung
10 Cilegon-Serang-Tangerang Banten
11 Bogor-Bekasi-Karawang- Purwakarta-
Subang
Jawa Barat
12 Cirebon-Majalengka Jawa Barat
13 Kendal-Semarang-Demak-Ungaran Jawa Tengah
RENCANA PENETAPAN WPPI
Rencana Penetapan Wilayah Pusat Pengembangan Industri
No Lokasi Kabupaten/Kota Provinsi
14
Tuban-Lamongan-Gresik-Surabaya-Sidoarjo-
Mojokerto-Bangkalan
Jawa Timur
15 Pontianak-Landak-Sanggau-Ketapang Kalimantan Barat
16 Tanah Bumbu-Kota Baru (KAPET BATULICIN) Kalimantan Selatan
17 Kota Samarinda, Kota Balikpapan, Kab. Kutai
Kertanegara (KAPET SASAMBA)
Kalimantan Timur
18 Bontang-Kutai Timur Kalimantan Timur
19 Tarakan Kalimantan Utara
20 Kota Bitung-Kota Manado- Kota Tomohon-
Kabupaten Minahasa- Kabupaten Minahasa
Utara (KAPET MANADO BITUNG)
Sulawesi Utara
21 Morowali-Konawe-Konawe-Pomala (Morowali
+KAPET BANK SEJAHTERA SULTRA)
Sulawesi Tengah-Sulawesi Tenggara
22 Kota Palu-Kab.Donggala-Kab.Parigi Mountong-
Kab.Sigi (KAPET PALAPAS)
Sulawesi Tengah
23 Makasar-Maros Sulawesi Selatan
24 Takalar-Jeneponto-Bantaeng Sulawesi Selatan
25 Halmahera Timur-Halmahera Utara Maluku Utara
26 Mimika Papua
27 Teluk Bintuni Papua Barat
RENCANA PENETAPAN WPPI (2)
Rencana Penetapan Wilayah Pusat Pengembangan Industri
Sumber: Kementerian Perindustrian, 2014
2025
Sawah area
2000
2.C. Degradasi Kawasan Pertanian tahun 2000-2025
Sumber : Analisis Java Spatial Model
Wujud spasial lahan pertanian sawah di Jawa cenderung terlihat semakin menyempit hampir
si seluruh wilayah. Ini berarti tekanan yg semakin besar baik dari kaw permukiman dan
perkotaan termasuk kaw industri (tahun 2010-2025)
11
Kriteria Lahan Pangan Pertanian
Berkelanjutan Tahun 2005
Terlayani irigasi teknis / 1/2 teknis
Indeks pertanaman (IP) > 2
Produktivitas :
> 4,5 ton/ha
< 4,5 ton/ha
Rawa
(Prospektif) pertanian lahan/utama
Irigasi teknis
Wilayah pelayanan waduk baru
Status Tanah
Arahan Ruang RTRW Kota/ Kab

12
Kurva Kumulatif Persebaran LP2B
Sumatera Utara
Tingkat persebaran
tdk merata,
mengelompok pada
kawasan tertentu
(kaw pantai Timur)
68 % lahan
pertanian berada
pada 50 % lahan di
Sumatera Utara
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Luas Lahan
Pend Lhn-Pertn
13
Kurva Kumulatif LP2B
JAWA BARAT
Tingkat
persebaran tdk
merata,
mengelompok
pada kawasan
tertentu (kaw
pantai Utara)
70 % lahan
pertanian berada
pada 50 % lahan
di Jawa Barat
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Luas Lahan
Pend Lhn-Pertn
14
Kurva Kumulatif LP2B
SULAWESI
SELATAN
Tingkat persebaran
tdk merata,
mengelompok
pada kawasan
tertentu (kaw
pantai Barat)
80 % lahan
pertanian berada
pada 50 % lahan di
Sulawesi Selatan
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pend Lhn-Pertn
15
4,5
5,5
6,0
3,5
5,0
4,0
3,0
0,0 10% -10% -20% -30% 20% 30%
P
R
O
D
U
K
T
I
V
I
T
A
S

(
T
o
n
/
H
a
)

40%
LAJU KONVERSI
2.D. Matrik LAJU KONVERSI
KUADRAN 1
Laju Konversi Positif
Produktivitas Tinggi

KUADRAN 2
Laju Konversi Negatif
Produktivitas Tinggi

KUADRAN 3
Laju Konversi Negatif
Produktivitas Rendah

KUADRAN 4
Laju Konversi Positif
Produktivitas Rendah

16
Matrik LAJU KONVERSI
JAWA BARAT
12
15
9
13
6
3
4,5
5,5
6,0
3,5
5,0
4,0
3,0
0,0 10% -10% -20% -30% 20% 30%
P
R
O
D
U
K
T
I
V
I
T
A
S

(
T
o
n
/
H
a
)

1. Bogor
2. Sukabumi
3. Cianjur
4. Bandung
5. Garut
6. Tasikmalaya
7. Ciamis
8. Kuningan
9. Cirebon
10.Majalengka
11.Sumedang
12.Indramayu
13.Subang
14.Purwakarta
15.Karawang
16.Bekasi

40%
LAJU KONVERSI
1
2
4
5
7
8
10
11 14
16
I II
III IV
17
15
1. Selayar
2. Bulukumba
3. Bantaeng
4. Jeneponto
5. Takalar
6. Gowa
7. Sinjai
8. Maros
9. Pangkajene
Kep.
10.Barru
11.Bone
12.Soppeng
13.Wajo
14.Sidenreng
Rappang
15.Pinrang
16.Enrekang
17.Luwu
18.Tana Toraja
19.Luwu Utara
11
4,5
5,5
6,0
3,5
5,0
4,0
3,0
0,0 10% -10% -20% -30% 20% 30% 40%
1
2
3
4
6
7
8
9
10
12
13
14
16
17
18
19
LAJU KONVERSI
P
R
O
D
U
K
T
I
V
I
T
A
S

(
T
o
n
/
H
a
)

I II
III IV
Matrik LAJU KONVERSI
SULSEL
18
1. Kota Medan
2. Langkat
3. Deli Serdang
4. Simalungun
5. Karo
6. Asahan
7. Labuhan Batu
8. Tap.Utara
9. Tap.Tengah
10.Tap.Selatan
11.Nias
12.Dairi
13.T.Tinggi
14.Tanj.Balai
15.Binjai
16.P.Siantar
17.Tobasa
18.Madina
4,5
5,5
6,0
3,5
5,0
4,0
3,0
0,0 10% -10% -20% -30% 20% 30%
P
R
O
D
U
K
T
I
V
I
T
A
S

(
T
o
n
/
H
a
)

40%
LAJU KONVERSI
6
3
10
2
4
5
8
9
11
12 14
Matrik LAJU KONVERSI
Sumatera Utara
18
1
7
13
15
16
17
19
2.E. Akar Masalah
TAHAPAN
1. Analisis Penyebab Konversi berdasarkan Tekanan
Eksternal
A. Kurva Distribusi Kota
B. Kebijakan Struktur Ruang RTRWP
C. Struktur Ekonomi
2. Analisis Pembentukan Akar Masalah
3. Analisis AHP (Analytical Hierarchy Proccess)
untuk menentukan faktor yang dominan
berdasarkan stakeholders di daerah
20
0
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.000
8.000.000
9.000.000
10.000.000
0 5 10 15 20 25 30 35
Jawa Sumatera Sulawesi Kalimantan
2.E.1A Tekanan Eksternal
A. KURVA DISTRIBUSI KOTA di INDONESIA
Sumatera
0
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Th 1960 Th 1980 Th 1995 Th 2000
Sumatera Indonesia
21
Sulawesi
0
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1.400.000
1 2 3 4 5 6 7 8
Th 1960 Th 1980 Th 1995 Th 2000
2.E.1A Tekanan Perkembangan Kota
0
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.000
8.000.000
9.000.000
10.000.000
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31
Th 1960 Th 1980 Th 1995 Th 2000
Sulawesi Jawa
22
S. Be ngku ng
Kr.Ala
Kr.P.D adal u
S. Alas
S. Mamas
L.Batu-batu
L.Serkea
S. Sim
pa ngkir i
L. Rimau
S.Simpangkanan
S. Si ngke l
S
.W
am
p u
S.Ber kai l
S . B i n g a i
S
.S
er uai
S
.B
elum
ai
S. Ul ar
S
.B
e rk ula p
S.Besita ng
S.Sulkan
S.Tebah
S.Wampu
S
.Buaya
S
.Banai
S.Bengap
S.Kuli st ik
S
.P adang
B
ah_ H
i la ng
Bah_H
apa i
Bah_Bol on
S
.G
am
bus
S
.K iri
S.Dusan
S.Beluri
Bah_Bol uk
A.Pi asa
A.Sail au
A.Asahan
S.K u ala
A. Idung
A.Kanopan
A. Sulam
A.Natas
S.Bil a
S.Natolan
A
.B
arum
un
S.Merbau
A.nal ar
A
. Kana n
B. Pan i
A.Batangilung
A.Manggu
B.Angkala
B.Silang
A.Batanggadis
A.Mahato
A.Sosa B.Parl umpungan
B.G
ad is
A.Pohon
B.Gadis
B.Pungkur
B.Batahan
B.Bangko
B.Natal
A.Soma
B
.S
ingkuang
A.Sangkunur
A. Tapus
A.Haporas
A.Rai san
Ie.Gawo
Ie. Mola
Ie.Muzoy
Ie.Moy
L.Betugarigi s
A.Natala
A.Si bundong
A.Isa
A.Sit um
andi
A. Si la ng
L.Perohan
L.Cinendang
L. Ol di
L.Renun
Ie.M
uzoy
Ie.Sawu
Ie .O
y o
Ie.How
S.Rambang
B
.N
atal
B.Airbintas
B.Kunkun
B.Lumut
L. Tapus
Ie.H
o
S.Lahoni
Ie.Oyo
A.Kolan g
S.Bi la
S.B
erum
un
S.Kual a
A.Asahan
S.Lepan
S. Bat angsarangan
S
.D
usan
S. Gam
bus
S.Wampu
S.Tenang
S.Karang gajing
S
.B
elaw
a n
B
ah. K
ar ai
L.Batubatu
A.Toru
B
.B
at ahan
S
.S
ig ep
SIDIKALANG
PEMATANGSIANTAR
KISARAN
TEBING TINGGI
RANTAUPRAPAT
PADANGSIDEMPUAN
SIBOLGA
TARUTUNG
MEDAN
GUNUNGSITOLI
%[
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
D. Toba
0.5 LS
97 LU
0 KHATULISTIWA
97 BT
97.5 BT 98 00" BT
0.5 LU
1 LU
1.5 LU
1 LU
2 LU
3.5 LU
3 LU
2.5 LU
4 LU
98.5 BT 99 BT 99.5 BT
100 BT
100.5 BT
P
R
O
P
I
N
S
I

S
U
M
A
T
E
R
A

B
A
R
A
T
PROPINSI RIAU
PROPINSI D.I. ACEH
SELAT MALAKA
LAUT INDONESIA
0 50
kilometers
100
P E T A P E N G G U N A A N L A H A N
P R O P I N S I S U M A T E R A U T A R A
Alang-alang
Hutan
Lahan Kosong
Sawah
Tegalan/Ladang
Perkebunan Besar
L E G E N D A
Jalan
Batas Admi nist rasi
Tubuh Air
%[
#Y Kota Kecamatan
Kota Kabupaten
LEGENDA UMUM
2.E.1B Tekanan Eksternal
Pusat Pelayanan Primer
Pusat Pelayanan Sekunder
B.TEKANAN AKIBAT
KEBIJAKAN STR
RUANG
STRUKTUR
RUANG SUMUT
Distribusi Pusat
Pelayanan berada di
sekitar kaw lahan
pertanian
23
C
i S
a
n
g
g
a
ru
n
g
K
. B
a
n
g
k
a
d
e
re
s
K.Bondet
K.Kumpulkosta
K
.R
a
m
b
a
t a
n
b
a
ru
K
.B
e
ji
C
i Panas
C
i M
a
n
u
k
C
i L
u
tu
n
g
C
i M
ari
Ci.Kaso
Ci Seel
Ci Tanduy
C
i M
u
n
t u
r
Ci Julang
C
i G
u
g
u
r
C
i M
e
d
a
n
g
Ci Wulan
C
i L
a
n
g
k
a
Ci Longgan
Ci Wulan
C
i K
u
n
te
n
C
i M
a
nu
k
S
.C
i p
u
n
e
g
a
ra
S
. C
ia
s
e
m
S
.C
ia
s
e
m
S.Asem
S.Cipueagara
S
.C
ik
a
n
d
u
n
g
S
. C
ik
e
ru
h
S.Citarik
S
.C
ila
m
a
y
a
S.C
im
alaya
S
.C
i heurang
S
.C
ita
ru
m
S.M
eta
S
.C
ita
rum
S
.B
e
k
a
s
i
S
.C
ikarang
S
.S
u
n
te
r
S
.C
ik
e
a
s
S
.C
i le
u
n
g
s
i r
S
.C
iliw
un
g
S
.C
ip
a
m
in
g
k
is
S.Cibeet
S.Cikundul
S
.C
ita
ru
m
S
.C
is
o
ka
n
S.Cimandiri
S
.C
it a
rik
S
.C
is
a
d
a
n
e
S.C
iantan
S.Cianten
S
. C
i k
a
n
i k
i
S
.C
i li w
u
n
g
P
a
s
a
n
g
g
ra
h
a
n
S
.C
i s
a
d
a
n
e S.Cimanceur
C
i K
a
in
g
a
n
C
i S
a
n
g
i ri
C
i K
an
d
a
ng
C
i P
a
n
d
a
k
C
i S
a
d
e
a
Ci Sokan Ci Buni
C
i D
o
lo
g
C
i K
aso
C
i S
e
u
re
u
h
Ci Kaso
C
i K
a
ra
n
g
C
i. B
e
le
n
g
b
e
n
o
Ci Letuh
C
i . W
i d
e
y
C
i S
a
n
g
k
u
yC
i T
a
r u
m
C
i D
u
r i a n
C
i B
e
u
re
u
m
C
i.H
a
ra
C
i. M
a
n
d
u
r
C
i .S
aw
a
rno
C
i.D
u
ri a
n
S. Ciherang
C
i.M
anuk
C
i.L
a
k
i
S
.Bodas
PANDEGLANG
RANGKASBITUNG
TANGERANG
BOGOR
BEKASI
KARAWANG
PURWAKARTA
SUBANG
INDRAMAYU
CIREBON
KUNINGAN
MAJALENGKA SUMEDANG
GARUT
CIAMIS
TASIKMALAYA
BANDUNG
CIANJUR
SUKABUMI
D . K . I
P
R
O
P
.

J
A
W
A

T
E
N
G
A
H
SERANG
Losari
Ciratas
Sumber
Cikijing
Pangandaran
Rajapolah
Banjar
Cipatujah
Kelapagenep
Cimerak
Wado
Jangga
Pamanukan
Kadipaten
Cikamurang
Jatibarang
Karangampel
Wr. Kalde
Cikampek
Sadang
Cagak
Cileunyi
Sukanegara
Pangalengan
Malabar
Rancabali
Pamaungpeuk
Agrabinta
Sindangbarang
Cidaun
Rancabuaya
Batujaya
Ciawi
Cibinong
Cibubur
Cileungsi
P. Gede
Surade
Cikotok
Pelabuhanratu
Cikembar
Sagaranten
Jampangkulon
Cikande
Cipanas
Serpong
Parung
Cibaliung
Cilegon
#S
#Y
%[
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#S
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#Y
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#Y
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
7

3
0
'
7

3
0
'
7

0
0
'
7

0
0
'
6

3
0
'
6

3
0
'
6

0
0
'
6

0
0
'
10600'
10600'
10630'
10630'
10700'
10700'
10730'
10730'
10800'
10800'
10830'
10830'
10900'
10900'
650000
650000
700000
700000
750000
750000
800000
800000
850000
850000
900000
900000
950000
950000
9
1
5
0
0
0
0
9
1
5
0
0
0
0
9
2
0
0
0
0
0
9
2
0
0
0
0
0
9
2
5
0
0
0
0
9
2
5
0
0
0
0
9
3
0
0
0
0
0
9
3
0
0
0
0
0
9
3
5
0
0
0
0
9
3
5
0
0
0
0
IBUKOTA PROPINSI %[
IBUKOTA KABUPATEN #Y
IBUKOTA KECAMATAN #S
TUBUH AIR
sawah 1x padi /thn
sawah 2x padi /thn
sawah tadah hujan
L E G E N D A
PENGGUNAAN LAHAN SAWAH
P E T A P E N G G U N A A N L A H A N S A W A H
P R O P I N S I J A W A B A R A T
T A H U N 2 0 0 2
2.E.1B Tekanan Eksternal
B. TEKANAN AKIBAT
KEBIJAKAN STR RUANG
STRUKTUR RUANG
JABARD
Distribusi Pusat
Pelayanan berada di
sekitar kaw lahan
pertanian

PKN
PKW
24
S
.La
ron
a
S
.A
n
g
k
o
n
a
S.Tamani
S
.K
a
le
a
na
S
.M
a
s
a
m
b
a
S
.B
o
n
to
n
u
S
.B
in
ua
n
g
S
.R
o
n
g
k
o
n
g
S
.P
o
m
p
e
ng
a
n
S
.A
w
o
S.Siwa
S.S
uli
S.Bajo
S.Paremang
S
.B
angkudu
S
.Bua
S
. M
a
n
d
a
r
S
.M
a
m
b
i
S
.M
a
n
y
a
m
b
a
S
.M
a
l o
s
o
S.M
atanga S
.M
atta
S
.M
a
m
a
s
a
S.Mam
asa
S.Mapai
S
.B
a
n
gle
S
.M
a
s
u
p
u S
.S
a
d
a
n
g
S
. M
a
u
luS
.S
a
d
a
n
g
S
.M
a
ta
o
la
S.Uluwae
S
.S
a
d
a
n
g
S
.T
a
b
a
n
g
S
. B
ila
S
. K
a
lu
m
p
a
n
g
S
alo Batupute
S
alo
M
an
ria
ng
Salo Lam
pe
S
.W
a
l a
n
a
e
C
e
n
ra
n
a
e
Salo Lipkasi
Salo Mario
J
e
n
e
G
u
m
a
n
ti
J
e
n
e
T
a
k
a
Jene Tello
Salo Maros
S.Tanga
S.Sinjai
S
.T
iro
Salo Muala
Salo Peniki
S
.U
s
a
S
a
lo
P
a
riu
s
i
Salo Balieng
S
a
lo
S
a
la
n
g
k
e
to
S
.U
e
le
o
S.Bulue
S
.U
ra
n S
. K
a
ra
ta
u
n
S
.M
a
s
u
p
u
S
.M
a
m
p
ili
S
.M
a
lu
n
d
a
S
. K
a
lu
k
u
S
. H
o
i
S.K
A
R
A
M
A
S.Lamu
S.Budung Budung
S
.K
arosa
S
.Kam
a
S.Lariang
S.Pasang Kayu
S
.B
ija
lo
J
e
n
e
P
o
n
t o
Salo Putiro
S
.L
a
ria
n
g
S
.P
a
lu
S
. B
a
la
n
ta
Je
ne B
erang
2
0
3
0
4
0
5
0
6
0
119
0
120
0
121
0
122
0
2
0
3
0
4
0
5
0
6
0
119
0
120
0
121
0
122
0
PROPINSI SULAWESI TENGAH
PROPINSI SULAWESI SELATAN
PROPINSI SULAWESI TENGGARA
T

E

L

U

K



B

O

N

E
S


E


L


A


T





M


A


K


A


S


A


R
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
#Y
Maros
Barru
Majene
Mamuju
Palopo
Makale
Sinjai
Takalar
Pinrang
Bonthain
Enrekang
Polewali
Sengkang
Watampone
Pare-pare
Sidenreng
Bulukumba
Jene Ponto
Pangkajene
Luwu Utara
Watansopeng
Sungguminasa
P E T A P E N G G U N A A N L A H A N S A W A H
P R O P I N S I S U L A W E S I S E L A T A N
L E G E N D A
Jalan
Batas Administrasi
Tubuh Air
%[
#Y Kota Kecamatan
Kota Kabupaten
Sawah
2.E.1B Tekanan Eksternal
B.TEKANAN AKIBAT
KEBIJAKAN STR
RUANG
STRUKTUR RUANG
SULSEL
Distribusi Pusat
Pelayanan berada
di sekitar kaw
lahan pertanian
Pusat Pelayanan Nasional
Pusat Pelayanan Antar Wilayah
25
2.E.1C Tekanan Eksternal
C. TEKANAN akibat PERUBAHAN STR EKONOMI
METODE : Struktur Ekonomi mencerminkan
struktur aktivitas yg terjadi dlm suatu wilayah,
dpt dikategorikan dalam 4 TIPOLOGI
TIPE 1
Sektor primer, sekunder dan tersier
memiliki komposisi yg seimbang
tekanan thd konversi lhn pertanian tdk
besar
TIPE 2
Sektor primer > 50 % dan sektor sekunder
& tersier seimbang wilayah dg
dominasi yg kuat dr sektor priemer, sektor
lain belum berkembang
TIPE 3
Sektor sekunder > 50 % dan sektor primer
& tersier seimbang wilayah dg
dominasi yg kuat dr sektor industri
pengolahan, shg tekanan thd konversi lhn
pertanian sangat besar
TIPE 4
Sektor tersier > 50 % dan sektor primer &
sekunder seimbang wilayah yg telah
berkembang atau wilayah bersifat urban

0 %
50 %
100 %
Sektor PRIMER
1
2
3
4
26
1. Nias
2. Tapanuli Selatan
3. Tapanuli Tengah
4. Tapanuli Utara
5. Labuhan Ratu
6. Asahan
7. Simalungun
8. Dairi
9. Karo
10.Deli Serdang
11.Langkat
12.Mandailing Natal
13.Kota Sibolga
14.Kota Tanjung Balai
15.Kota Pematang Siantar
16.Kota Tebing Tinggi
17.Kota Medan
18.Kota Binjai

0 %
50 %
100 %
Sektor PRIMER
15
1
2
4
5
7
8
12
10
11
9
13
14
16
17
3
6
18
Tipe 1
Tipe 3
Tipe 4
Tipe 2
2.E.1C Tekanan Eksternal
C.ANALISIS STR
EKONOMI
Str Ekonomi
Kab di SUMUT
27
0 %
50 %
100 %
1. Pandeglang
2. Lebak
3. Bogor
4. Sukabumi
5. Cianjur
6. Bandung
7. Garut
8. Tasikmalaya
9. Ciamis
10.Kuningan
11.Cirebon
12.Majalengka
13.Sumedang
14.Indramayu
15.Subang
16.Purwakarta
17.Karawang
18.Bekasi
19.Tangerang
20.Serang
21.Kota Bogor
22.Kota Sukabumi
23.Kota Bandung
24.Kota Cirebon
25.Kota Tangerang
26.Prop DKI Jakarta

1
2
3
4
21
5
6
7 8
12
10
11
9
13
14
15
16
20
19
18
17
22
23
24
25
26
Sektor PRIMER
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
Tipe 4
2. Tekanan Eksternal
C.ANALISIS STR
EKONOMI
Str Ekonomi Kab
di JABAR-BANTEN
28
1. Selayar
2. Bulukumba
3. Bantaeng
4. Jeneponto
5. Takalar
6. Gowa
7. Sinjai
8. Maros
9. Pangkajene Kep.
10.Barru
11.Bone
12.Soppeng
13.Wajo
14.Sidenreng Rappang
15.Pinrang
16.Enrekang
17.Luwu
18.Tana Toraja
19.Polewali Mamasa
20.Majene
21.Mamuju
22.Kota Makassar
23.Kota Pare-pare
0 %
50 %
100 %
Sektor PRIMER
15
1
2
4
5
7 8
12
10
11
9
13
14
16
17
3
6
18
19
20
21
23
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
2. Tekanan Eksternal
C.ANALISIS STR
EKONOMI
Str Ekonomi
Kab di
SULSEL
29
2.E.2. Pembentukan Akar Masalah
Nilai Lahan
Pertanian Tinggi
(Suwandi, A;
Roosita, E)
Koordinasi &
Pengawasan
Lemah (Prabowo,
D)
Perkemb Kaw
Terbngn skt
Pertn Cepat
(Kustiawan, I)
Pertumb.Pend
Perkotaan
Tinggi (Kustiawan,
I)
Penguasaan Luas
Lahan Petani Se-
makin Kecil
(Kustiawan, I)
Laju Perkemb
Kaw Industri
Cepat
(Kustiawan, I)
Privatissi. Pemb
Kaw Indstri
(Kustiawan, I;
Mansyur, E)
Deregulasi
Investasi &
Perijinan
(Kustiawan, I)
Perkemb Pemb
Perum Skala
Besar Cepat
(Kustiawan, I)
Pergeseran
Paradigma
Kepemilikan
Lahan
(Sitorus, F)
Kebutuhan Lhn
Industri Tinggi
(Mansyur, E)
Transformasi Str
Ekonomi
(Kustiawan, I;
Mansyur, E)
Kesenjangan
Desa-Kota
Tinggi
(Mansyur, E)
Kepentingan
Jangka Pendek
& Lokal Besar
(Mansyur, E)
Konektivitas
antr Pertnian &
Indstri Lemah
(Agus, F)
Sangsi Tidak
Tegas
(Agus, F; Irawan, B)
Keputusan
Kolektif
(Agus, F; Irawan, B)
Peraturan Pengend
Konvrsi Lemah
(Agus, F)
Kriteria Lhn
hanya dr aspek
Fisik
(Irawan, B)
Pengaturan
Kawasan tdk
sistemik
(Agus, F)
Permintaan Alih
Fungsi Lhn Pertn
Tingi
(Abdurachman)
Struktur Pajak
tdk Mendukung
(Isnawan)
Laju Konversi
Tinggi
Pendapatan
Petani Rendah
(Suwandi, A)
Nilai Tambah
Pertanian
Rendah (Suwandi,
A)
Harga
Komoditas
Pertanian
Rendah (Saragih,
B)
Pajak Lahan
Pertanian Tinggi
(Suwandi, A)
Kebutuhan
Lahan Perumah
Tinggi
Aksesibilitas
Meningkat
(Karnina, D)
F1
F2
F4
F5
F7
F3
F6
30
PENGELOMPOKAN FAKTOR
F1 = Peningkatan nilai lahan pertanian
F2 = Nilai Tambah Lahan Pertanian Rendah
F3 = Peraturan konversi lahan tdk Efektif
F4 = Kebutuhan ruang perumahan besar
F5 = Kebutuhan ruang utk fungsi industri besar
F6 = Kebutuhan ruang utk infrastruktur besar
F7 = Konektifitas Antar Fungsi Lemah
31
2.E.3. ANALISIS PROSES HIRARKI
EXPERT yg DIPILIH
Bappeda Kabupaten Karawang (Hi. Agus Hermawan);
BPN Kabupaten Karawang (Juarin, SH);
Dinas Pertanian Kabupaten Karawang (Ir. Didi);
Developer PT. Griya Indah Kab. Kerawang (Yuliana); dan
Petani Kabupaten Karawang (Safaan).
BPN Sulawesi Selatan (Drs. Koesratno);
Bappeda Kab. Maros (Ir. Saharudin);
Bappeda Sulawesi Selatan (Ir. Ani),
Dinas Tata Ruang Kabupaten Maros (Ir. Nasarudin)
Bappeda Prop Sumatera Utara (Ir. Syarif Burhanuddin, MEng);
Dinas Ketahanan Pangan Sulsel (Ir. Syukri)
Kabid Perencanaan Sarana dan Prasarana BAPPEDA SUMUT (Riadil
Lubis) dan
Kasubbid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup BAPPEDA SUMUT (Mulyadi
Simatupang, Spi, Msi)
Kasie Pengkajian Iklim dan Tata Guna Air dan Wakadis Pertanian Dinas
Pertanian SUMUT (Ir. Amron Efendi Siregar)
Bappeda Kab. Deli Serdang (Ir. D. Simanjuntak; Kabid Fisik dan
Prasarana)
32
2.E.3. ANALISIS PROSES HIRARKI
NILAI FAKTOR
setiap RESPONDEN
F1=Peningk nilai lahan pertanian
F2=Nilai Tambah Lhn Pertan Rndh
F3=Pengaturan Konversi tdk Efektif
F4=Kebutuhan Rg Perum Besar
F5=Kebutuhan Rg ut Industri Besar
F6=Kebutuhan Rg Infrastruktur Bsr
F7=Konektivitas Antar Fungsi lmh
D
i
n

P
e
r
t
n

K
a
b

K
r
w
g

B
P
N

K
a
b

K
a
r
a
w
a
n
g

B
a
p
p
e
d
a

K
a
b

K
r
w
g

D
e
v
e
l
o
p
.

K
a
b

K
r
w
g

P
e
t
a
n
i

K
a
b

K
r
w
g

B
P
N

S
u
l
s
e
l

B
a
p
p
e
d
a

K
a
b

M
a
r
o
s

B
a
p
p
e
d
a

S
u
l
s
e
l

D
i
n

T
R

K
a
b

M
a
r
o
s

B
a
p
p
e
d
a

S
u
m
u
t

D
i
n

K
t
h
n

P
n
g

S
u
l
s
e
l

3,04
0,32
1,74
0,57
1,74
0,19
1,00
1,74
0,32
1,00
1,74
3,04
0,19
0,57
3,04
0,57
0,32
1,74
1,74
0,19
1,00
0,32
3,04
1,74
0,57
1,74
0,19
1,00
1,74
0,57
0,32
3,04
1,74
1,00
0,19
0,32
0,32
5,30
1,74
3,04
1,00
0,32
0,19
0,32
5,30
3,04
1,00
0,57
1,74
1,74
0,32
0,19
3,04
5,30
0,57
1,00
0,19
0,32
3,04
1,74
5,30
0,57
1,00
0,19
0,32
5,30
1,00
1,74
0,57
3,04
0,19
0,32
5,30
1,74
3,04
0,57
1,00
D
i
n

K
t
h
n

P
n
g

S
u
l
s
e
l

0,57
1,00
1,74
3,04
0,19
5,30
0,32
D
i
n

K
t
h
n

P
n
g

S
u
l
s
e
l

0,19
0,32
5,30
1,74
3,04
0,57
1,00
D
i
n

K
t
h
n

P
n
g

S
u
l
s
e
l

1,00
0,19
0,32
1,74
0,57
3,04
5,30
Nilai Angka Menunjukan Bobot
Faktor yg Mempengaruhi
Konversi Lahan Pertanian
33
2.E.3. ANALISIS PROSES HIRARKI
F1=Peningk nilai lahan pertanian
F2=Nilai Tambah Lhn Pertan Rndh
F3=Pengaturan Konversi tdk Efektif
F4=Kebutuhan Rg Perum Besar
F5=Kebutuhan Rg ut Industri Besar
F6=Kebutuhan Rg Infrastruktur Bsr
F7=Konektivitas Antar Fungsi lmh
JABAR
1,98
0,96
1,02
1,53
2,00
0,35
0,75
0,64
1,00
3,13
3,28
2,48
0,79
0,77
0,13
0,20
0,63
0,66
0,50
0,16
0,15
SULSEL SUMUT
NILAI FAKTOR berdasarkan LOKASI PROVINSI
34
Skenario
1. Pengendalian Perkembangan Kawasan Terbangun
2. Pengendalian Pembangunan Perumahan Skala Besar
3. Pengendalian Perkembangan Kawasan Industri
4. Peningkatan Pengendalian Konversi Lahan
5. Peningkatan Konektivitas Antara Pertanian dan
Industri
6. Peningkatan Nilai Tambah Sektor Pertanian

Urutan skenario berdasarkan faktor penyebab yang
dominan (Analisis Proses Hirarki)
35
KEBIJAKAN SPASIAL
Instrumen Kebijakan Spasial
Pengaturan Sistem Pusat Pertumbuhan
Pengaturan Jaringan Transportasi
Pengaturan Pemanfaatan Ruang
Jenis Pemanfaatan Ruang
Instensitas Pemanfaatan Ruang
Instrumen Kebijakan Non Spasial
Organisasi
Regulasi
Instalasi
Insentif-Desinsentif
36
KEBIJAKAN SPASIAL
1. Pengendalian Perkembangan Kawasan Terbangun (Growth Management)

Tujuan : Mengendalikan pertumbuhan nilai lahan pertanian yang tidak
terkendali
Lokasi :
Terutama pada Kota Besar, Metropolitan dan sekitarnya
Kabupaten dan Propinsi Lumbung Beras
Kebijakan
1. Pengaturan Pusat pertumbuhan secara seimbang (regional network)
2. Pengaturan intensitas pemanfaatan ruang yang tinggi (densifikasi) pada
sekitar pusat pertumbuhan untuk mengurangi urban sprawl
3. Pengaturan jenis penggunanaan lahan secara mixed use untuk
mengurangi tarikan dan bangkitan pergerakan
4. Pengaturan akses penghubung antar pusat pertumbuhan secara
rectalinear (gabungan antara Radial dan Grid)
5. Pengaturan pergerakan manusia dan barang secara terintegrasi
(integrated multi moda transport system)


37
KEBIJAKAN SPASIAL
2. Pengendalian Pembangunan Perumahan Skala Besar

Tujuan : Mengurangi Permintaan Alih Fungsi Lahan menjadi Perumahan Skala Besar

LOKASI :
Kota Besar dan Metropolitan disekitar Lumbung Beras
Propinsi dg Produktivitas Padi tinggi

Kebijakan :
Pengaturan lokasi perumahan berdasarkan skala perumahan. Semakin besar skala
perumahan, diarahkan pada sekitar kota dengan orde yang tinggi
Pembangunan perumahan secara vertikal (rumah susun)
Pengaturan Intensitas Bangunan (KDB, KLB, Jumlah Lantai) berdasarkan lokasi
perumahan (orde kota dan radius terhadap pusat kota). Intensitas tinggi untuk
lokasi perumahan pada kota orde tinggi dan radius yang kecil
Pengaturan struktur ruang wilayah dengan konsep regional network untuk
mengurangi kesenjangan wilayah (desa-kota) dan mengurangi urbanisasi



38
KEBIJAKAN SPASIAL
3. Pengendalian Perkembangan Kawasan Industri

Tujuan : Mengurangi Permintaan Alih Fungsi Lahan menjadi fungsi
industri

LOKASI: Kawasan industri di sekitar kawasan sebaran lahan pertanian
utama

Kebijakan
Pengaturan pengembangan industri dalam bentuk kawasan industri, untuk
mempermudah pengendalian dan kontrol
Pengaturan Lokasi Kawasan industri berdasarkan jenis industri (industri menengah
dan besar di sekitar pusat pertumbuhan)
Pengaturan pemanfaatan lahan yang dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk
fungsi industri
Pengembangan industri secara vertikal pada kota besar dan metropolitan.

39
KEBIJAKAN SPASIAL
4. Pengaturan Kawasan Secara Sistemik
Tujuan : Meningkatkan Pengendalian terhadap Lahan Utama dengan
memperkuat aspek internal
LOKASI
Seluruh Indonesia
Kebijakan :
Pengembangan Kriteria Lahan Secara Komprehensif
Pengaturan fungsi guna lahan yang berdekatan dengan lahan
pertanian utama.
Pengaturan pengembangan lahan pertanian secara defragmented
Pengaturan kawasan penyangga yang memisahkan guna lahan
pertanian utama dengan guna lahan yang tdk memiliki konektivitas
Pengembangan aturan sempadan irigasi
Penyatuan saluran irigasi dalam kawasan lahan pertanian secara
sistemik
40
Kebijakan Kelembagaan & Ekonomi
5. Peningkatan Koordinasi dan Pengawasan Konversi
Tujuan : Memperkuat Peraturan Pengendalian Konversi
Kebijakan
Peningkatan mekanisme pengawasan
Memperjelas Pengambilan Keputusan
Peningkatan instrumen pengedalian (Sangsi&Insentif)
6. Peningkatan Pendapatan Petani
Tujuan : Meningkatkan Nilai Tambah Pertanian
Kebijakan
Peningkatan Penguasaan Lahan Petani
Peningkatan Harga Komoditas
7. Perbaikan Struktur Pajak
Tujuan : Meningkatkan Nilai Tambah Pertanian
Kebijakan
Pemberian Insentif dalam pengemb Lahan Pertanian Utama
Pemberian Desinsentif utk kegiatan konservasi Lahan Pertanian Utama




3. Kebijakan dan Strategi
Penataan Ruang Pulau Jawa-Bali
(Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2012)
Contoh Kebijakan Penataan Ruang terhadap
Perluasan Kawasan Industri dan Permukiman
Tanpa Alig Fungsi Lahan
PETA RENCANA STRUKTUR Pulau jawa Bali
Struktur Ruang Pulau Jawa-Bali diindikasikan dengan sistem perkotaan yang lebih kuat (Pantai
Utara, Tengah, dan Selatan) dan lebih selektif, didukung sistem jaringan infrastruktur wilayah
(Jalan, KA, Penyebrangan, Pelabuhan, Bandara) yang handal dan antarpulau.
PETA RENCANA POLA Pulau Jawa Bali
Pola Ruang Pulau Jawa-Bali diindikasikan dengan alokasi kawasan lindung yang lebih optimal, dan
kawasan budidaya yang selektif sesuai daya tampung dan daya dukung lingkungan pulau Jawa
(ramah lingkungan, hemat ruang dan air).
1. Lumbung pangan utama nasional
2. Kawasan perkotaan nasional yang kompak berbasis mitigasi & adaptasi bencana
3. Pusat industri yang berdaya saing dan ramah lingkungan
4. Pemanfaatan potensi sumber daya alam mineral, minyak & gas bumi, panas bumi
serta perikanan, perkebunan, & kehutanan secara berkelanjutan
5. Pusat perdagangan & jasa yang berskala internasional
6. Pusat pariwisata berdaya saing internasional berbasis cagar budaya & ilmu
pengetahuan, bahari, ekowisata, serta penyelenggaraan pertemuan,
perjalanan insentif, konferensi, & pameran (Meeting, Incentive, Convention &
Exhibition/MICE)
7. Kapasitas daya dukung & daya tampung lingkungan hidup yang memadai
untuk pembangunan
8. Pulau Jawa bagian selatan & Pulau Bali bagian utara yang berkembang
dengan memperhatikan keberadaan kawasan lindung & kawasan rawan
bencana
9. Mendorong pengembangan jaringan transportasi antar moda transportasi
untuk daya saing Pulau JawaBali
10. Meningkatkan keterkaitan antar wilayah Pulau Jawa-Bali dengan pulau-
pulau lainnya yang sinergis
PERPRES NO. 3/2012
RTR PULAU JAWA-BALI
TUJUAN PENATAAN RUANG UTK PENGEMBANGAN WILAYAH PULAU JAWA BALI
PERPRES NO. 28/2012
Mempertahankan Pulau JawaBali sebagai
lumbung pangan utama nasional.
Mempertahan
kan lahan
pertanian
utama.
Mempertahank
an luas lahan
pertanian.
Mengendalikan alih fungsi
lahan utama pertanian
pangan.
Mengendalikan
secara ketat alih
fungsi
peruntukan
lahan utama
pertanian
pangan.
Mengendalikan
pengembangan
fisik kawasan
perkotaan
untuk menjaga
keutuhan lahan
utama
pertanian
pangan.
Mengembangkan dan mengendalikan
jaringan prasarana sumber daya air
untuk meningkatkan luasan lahan utama
pertanian.
Membangun
waduk dan
jaringan prasarana
sumber daya air
dalam
meningkatkan
luasan lahan
utama pertanian
pangan.
Mencegah
pendangkalan
danau dan waduk
untuk
mempertahankan
daya tampung air
sehingga berfungsi
sebagai pemasok
air baku dan
sumber energi.
Mempertahankan
dan mengendalikan
kawasan resapan
air, khususnya pada
zona resapan tinggi
dan kawasan karst
sebagai kawasan
penyimpan
cadangan air tanah.
K
E
B
I
J
A
K
A
N

S
T
R
A
T
E
G
I

T
U
J
U
A
N

1
Kebijakan dan Strategi Pengembangan P. Jawa-Bali
Kawasan perkotaan nasional yang kompak berbasis
mitigasi & adaptasi bencana.

Mendorong kegiatan pemanfaatan ruang di
kawasan perkotaan Ibukota negara,
Metropolitan dan Besar secara vertikal dan
kompak.
Mengendalikan
pembangunan
kawasan
permukiman,
bisnis/komersial
, atau industri di
daerah
pinggiran kota,
daerah
penyangga,
dan/atau di
sepanjang jalan
arteri primer
dan kolektor
primer.
Mengendalikan
pengembangan
permukiman secara
ekspansif di
kawasan perkotaan
metropolitan dan
besar dengan
mendorong
pemanfaatan ruang
secara vertikal.
Mengem
bangkan
prasarana
perkotaa
n dengan
fasilitas
evakuasi
bencana

Mengendalikan urban sprawl dan
keterkaitan antara kawasan
perkotaan dan perdesaan.
Meningkatkan
keterkaitan yang
saling
menguntungkan
dan sinergis
antara kawasan
perkotaan dan
kawasan
perdesaan
Mengendalikan
pembangunan
kawasan
permukiman
berskala besar di
daerah pinggiran
kota, daerah
penyangga, atau
sepanjang jalan
arteri primer dan
kolektor primer.
Mengembang
kan
peruntukan
dan prasarana
perkotaan sbg
ibukota
negara
K
E
B
I
J
A
K
A
N

S
T
R
A
T
E
G
I

T
U
J
U
A
N

2
Mengendalikan Pulau Jawa-Bali sebagai pusat
industri pengolahan

Mengembangkan industri dan jasa ramah lingkungan, hemat ruang, dan padat karya dan
mengintegrasikan kegiatan industri ke dalam zona-zona dan kawasan Industri yang ditetapkan.
Mengendalikan secara ketat industri pengolahan yang
memanfaatkan luas lahan dan volume air dalam skala
besar serta yang mencemari lingkungan.
Mengintegrasikan kegiatan industri ke dalam zona-zona
industri dan mendorong relokasi kegiatan industri
menuju kawasan-kawasan industri yang ditetapkan
melalui instrumen insentif dan disinsentif.
K
E
B
I
J
A
K
A
N

S
T
R
A
T
E
G
I

T
U
J
U
A
N

3
Mendorong pengembangan infrastruktur antar moda
transportasi untuk daya saing Pulau JawaBali

Pengembangan infrastruktur antarmoda untuk daya saing
ekonomi
Memantapkan
infrastruktur
transportasi antar moda
Jawa-Bali untuk
meningkatkan daya
saing ekonomi wilayah
dan nasional yaitu
mewujudkan kelancaran
arus barang antar
wilayah antara
infrastruktur Jalan
nasional (arteri, kolektor
primer dan bebas
hambatan/Tol) dengan
kereta api.
Memantapkan
infrastruktur
transportasi antar moda
Jawa-Bali untuk
meningkatkan daya
saing ekonomi wilayah
dan nasional (kelancaran
arus barang antar
wilayah): antara
infrastruktur jalan
nasional dan/atau kereta
api dengan outlet
pelabuhan dan bandar
udara.
Memantapkan
infrastruktur
transportasi antar moda
Jawa-Bali untuk
meningkatkan daya
saing ekonomi wilayah
dan nasional antara
infrastruktur jalan dan
penyeberangan
dan/atau jembatan
antar Pulau Jawa dengan
Pulau Sumatera (Selat
Sunda), dengan Pulau
Bali (Selat Bali), dan
dengan Pulau Madura
(Suramadu).

Pengembangan
infrastruktur antarmoda
untuk membuka akses
antar pulau
Mengembangkan
infrastruktur
penyeberangan
untuk membuka
akses wilayah ke
gugus pulau-pulau
kecil.
K
E
B
I
J
A
K
A
N

S
T
R
A
T
E
G
I

T
U
J
U
A
N

8
Meningkatkan keterkaitan antar wilayah Pulau Jawa-Bali
dengan pulau-pulau lainnya yang sinergis

Mendorong keterkaitan antar pulau secara nasional yang berbasis
pada spesialisasi pengembangan wilayah.
Penghentian
(moratorium) pemberian
ijin baru dan
perpanjangan ijin untuk
industri yang
memerlukan banyak air,
lahan dan tidak ramah
lingkungan di Pulau
JawaBali antara lain
industri kertas, baja,
kayu, dan lain-lain.
Mengembangkan outlet
ekspor pelabuhan
dan/atau bandar udara di
Pulau-pulau Sumatera,
Kalimantan dan Sulawesi,
Kepulauan Maluku, Nusa
Tenggara, dan Papua agar
dapat ekspor (langsung
ke luar negeri) tanpa
melalui pelabuhan
dan/atau bandar udara di
Pulau Jawa
Meningkatkan jaringan
interkoneksi
ketenagalistrikan
dan/atau jaringan energi
pipa gas antar Pulau
JawaBali dengan Pulau
Sumatera dan Pulau
Kalimantan.
Mendorong
pengembangan
transportasi antar moda
sebagai tulang punggung
pergerakan arus barang
dan penumpang dari
Pulau Jawa ke kawasan
hinterland (Sumatera
Selatan,
Lampung,Bangka-
Belitung, Kalimantan
Barat, dan Kalimantan
Selatan).
K
E
B
I
J
A
K
A
N

S
T
R
A
T
E
G
I

T
U
J
U
A
N

9
4. Penutup
1. Kondisi lahan pertanian saat ini sangat rapuh untuk beralihfungsi menjadi non
pertanian, diperlihatkan dengan indikator al. karakteristik lahan pertanian yg
tersegmentasi baik luasan, sebaran, maupun variasi tekanan akibat
ketidakseimbangan struktur ekonomi, pertumbuhan penduduk/kaw perkotaan,
perkembangan kaw industri, dan pegembangan struktur ruang wilayah
2. Paling tidak ada 7 faktor sebagai akar masalah dari alih fungsi lahan: (i)Peningkatan
nilai lahan pertanian (F1), Nilai Tambah Lahan Pertanian Rendah (F2), Peraturan
konversi lahan tdk Efektif (F3), Kebutuhan ruang perumahan besar (F4),
Kebutuhan ruang utk fungsi industri besar (F5), Kebutuhan ruang utk infrastruktur
besar (F6), dan Konektifitas Antar Fungsi Lemah (F7). Masing wilayah bervariasi,
Jawa Barat (F5, F1, F4, F3); Sulsel (F4, F3, F5), Sumut (seluruh Faktor masih relatif
menengah)
3. Berdasarkan faktor utama akar masalah dirumuskan skenario dan masukan
kebijakan spasial maupun non spasial seperti pengenaan pajak (insentif dan
disinsentif)
4. Masukan tersebut diformulasikan ke dalam kebijakan dan strategi penataan ruang
pulau/kepulauan, dan diharapkan sesuai dengan fungsinya dapat disesuaikan ke
Perda RTRW Provinsi dan Kabupaten/kota
5. Untuk perluasan kaw industri dan permukiman tanpa alih fungsi lahan pertanian,
perlu diikuti pula perubahan dari pengelolaan atau institutional arrangement,
meliputi lembaga pengelola, mekanisme atau prosedural, dan kapasitas
sumberdaya manusianya.
D E P A R T E M E N P E K E R J A A N U M U M
D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E N A T A A N R U A N G

Anda mungkin juga menyukai