PENDAHULUAN
Bendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju
air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga
digunakan untuk mengalirkan air ke sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air.
Kebanyakan dam juga memiliki bagian yang disebut pintu air untuk membuang
air yang tidak diinginkan secara bertahap atau berkelanjutan. Kementrian
Pekerjaan Umum Indonesia mendefinisikan bendungan sebagai bangunan yang
berupa tanah, batu, beton, ata pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan
dan menampung air, dapat juga dibangun untuk menamung limbah tambang atau
lumpur). Kebanyakan bangunan bendungan yang dibangun sebelum abad 20
dirancang tanpa pengkajian geologi karena dibangun pada pondasi yang bagus.
Pada awal abad 20 terjadi kehancuran beberapa bendungan. Setelah tahun 1933
tidak ada bendungan besar yang dibangun tanpa penilaian geologis pada tapak
bendungan (Varshney, 1978).
Seiring dengan kebutuhan akan bendungan besar pada lokasi yang kurang
baik, teknik perbaikan pondasi (foundation treatment) menjadi andalan
diregistrasi/dibakukan sejak tahun1930. Teknologi pemboran (drilling) dan
penyuntikan semen bertekanan (pressure grouting) terbukti dapat mereduksi
rembesan dan memperbaiki daya dukung batuan. Metode grouting yang semula
banyak dipakai untuk teknologi pemboran minyak bumi, kemudian banyak
diterapkan untuk teknik sipil. Grouting adalah penyuntikan bahan semi kental
(slurry material) ke dalam material tanah/batuan dengan bertekanan dan melalui
lubang-lubang pada lapisan/strata yang dituju. Istilah grouting (cementation)
sebenarnya semula dipakai untuk bahan Portland cement, apakah semen Portland
saja atau dicampur pasir. Namun perkembangan lebih lanjut dengan penambahan
1
lempung, benoit, aspal dan bahan kimia lainnya, istilah grouting menjadi lebih
tepat (Legget, 1988). Grouting adalah suatu proses, dimana suatu cairan campuran
antara semen dan air diinjeksikan dengan tekanan kedalam rongga, pori, rekahan
dan retakan batuan yang selanjutnya cairan tersebut dalam waktu tertentu akan
menjadi padat secara fisika maupun kimiawi. Grouting modern dimulai pada
industri pertambangan, terutama berkaitan dengan dengan rembesan besar dan
pengendalian kekuatan dalam terowong dan sumur tambang. Kemudian
dipergunakan di teknik sipil pada konstruksi dan pemeliharaan jalan bawah tanah
(subway), pondasi bangunan dalam dan bendungan besar. Tata cara pelaksanaan
grouting semen pada batuan busur semen (PC) atau Portland Cement Grouting
telah dibakukan di dalam SNI 03 2393 1991.
Maksud dari penelitian ini untuk melakukan suatu analisa terhadap metode
grouting dalam peninjauan mengidentifikasi suatu daerah dalam rangka
pembangunan bendungan dengan aspek-aspek geologi teknik yang akan memberi
rekomendasi pada pembuatan Bendungan Karian.
2
Karian, Kecamatan Cisimeut, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Dengan waktu
penelitian diharapkan 1 bulan dari bulan maret sampai bulan mei 2017.
Dalam penelitian Tugas Akhir ini penulis akan memaparkan teknik dan
metode grouting secara umum yang kemudian akan mengaplikasikanya pada
rancangan pembangunan bendungan yang berkaitan dengan gelogi teknik yang
meliputi studi literatur daerah penelitian, struktur geologi daerah penelitian,
mekanika batuan dan analisa mekanika tanah. Bidang tersebut akan menghasilkan
hasil akhir berupa angka faktor keamanan bendungan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
darat. Formasi Genteng (Tpg) dapat dikorelasikan dengan Formasi Cimanceuri
(Tpm), menjemari dengan Tuf Malingping (Tpmt), dan tertindih tidak selaras oleh
Formasi Cipacar (Tpc).
Formasi Cipacar terdiri atas batupasir tufaan, batulempung tufaan, tufa breksi,
konglomerat, tufa dan napal, berumur Pliosen Akhir bercirikan sedimen klastik
yang kaya akan fosil moluska dan bersisipan dengan sedimen laut, dan diendapkan
pada lingkungan laut dangkal - darat. Formasi Cipacar tertindih selaras oleh
Formasi Bojong (Qpb) atau tertindih tidak selaras oleh formasi/satuan batuan lain
yang lebih muda, serta menindih tidak selaras Tuf Malingping (Tpmt) clan
Formasi Genteng (Tpg).
Formasi Bojong, Batuan Gunung Api Kuarter, Endapan Pantai dan Endapan
Aluvium yang hadir pada sungai Ciberam terbentang sampai sungai Cisimeut
5
Daerah Penelitian
Gambar 2.1 Pola Struktur Jawa Barat (Pulonggono dan Martodjo, 1994)
Pola struktur yang berkembang setelah pola Meratus adalah pola Sunda.
Pola struktur ini berarah utara-selatan dan berumur Eosen Awal hingga
6
Oligosen Akhir (53-32 juta tahun yang lalu).Setelah rezim kompresi pada pola
Meratus terjadi penurunan kecepatan gerak dari lempeng Indo-Australia
sehingga terjadi rezim tektonik regangan pada masa ini yang membentuk
struktur dengan pola Sunda. Purnomo dan Purwoko (1994) menyebut periode
ini sebagai Paleogene extensional Rifting.Struktur sesar yang termasuk ke
dalam Pola Sunda umumnya berkembang di utara Jawa (Laut Jawa).
Sedangkan grouting pondasi adalah proses grouting bubur semen atau bubur
grouting yang terdiri dari campuran semen plus aditif dan lempung yang
dimasukkan kedalam batuan pondasi bawah permukaan melaui lubang bor untuk
menyumbat atau mengisi kekar, retakan, rekahan atau lubang lubang bawah tanah
(goa) atau void. Teknologi grouting seperti metode perbaikan pondasi lainnya
bukanlah barang baru namun perkembangannya tergolong tetap. Metode grouting
ada bermacam-macam yang umum digunakan antara lain contact grouting,
blanket grouting, compaction grouting, curtain grouting, displacement grouting,
7
electro grouting, envelope grouting, hydrofracture grouting, jet grouting,
penetration grouting, squeeze grouting, slush grouting, permeation grouting.
8
c. Sementasi Rekahan (Fracture Grouting)
9
terlebih dahulu, sehingga dengan kondisi yang vakum, material grouting
akan tersedot dan tertarik ke dalam kerusakan tersebut.
(GV).
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap
interpretasi data, dan tahap penulisan laporan. Pada tahap persiapan dilakukan
studi pustaka dan literatur. Pada tahap interpretasi data dilakukan pengolahan data
yang tersedia, dan pada tahap penulisan laporan merupakan tahap akhir dari
penelitian ini. Uraian dari masing-masing tahapan adalah sebagai berikut:
Tahap ini merupakan tahapan awal yang dilakukan sebelum penelitian agar
memperlancar dalam pelaksanaanya. Tahap persiapan meliputi: Penyusunan
proposal penelitian, kelengkapan administrasi serta studi pustaka, yakni
mempelajari literatur-literatur peneliti terdahulu khususnya yang berhubungan erat
dengan topic dan daerah penelitian dimaksudkan, dengan tujuan untuk
mendapatkan gambaran umum tentang daerah penelitian, dan penyusunan
diagram alir.
10
mekanika tanah, analisis mekanika batuan. Selanjutnya akan diuraikan sebagai
berikut:
Uji permeabilitas pertama kali diperkenalkan oleh Lugeon pada tahun 1933,
yang bertujuan untuk mengetahui nilai lugeon (Lu) dari deformasi batuan. Nilai
lugeon adalah suatu angka yang menunjukkan berapa liter air yang bisa
merembes ke dalam formasi batuan sepanjang satu meter selama periode satu
menit, dengan menggunakan tekanan standar 10 Bars atau sekitar 10 kg/cm2.
Angka ini hampir sama dengan koefisien kelulusan air sebesar 1 x 10 -5
cm/detik. Nilai lugeon dapat memberikan informasi mengenai sifat aliran
dalam batuan dan sifat batuan itu sendiri terhadap aliran air yang melaluinya.
11
digunakan untuk menyumbat lubang bor. Peralatan lain yang digunakan dalam
uji permeabilitas antara lain:
Waterflow Meter untuk mengetahui debit air
Keterangan:
12
3.2.3 Analisa Grouting
Grafik aliran air yang dibuat berdasarkan data hasil uji kelulusan air
bertekanan yang merupakan hubungan tekanan p dan debit aliran air Q/L
dimaksudkan antara lain untuk mengetahui: a) Perilaku tanah atau batuan yang
diuji dengan cara injeksi air pada tekanan tertentu. b) Kondisi aliran air yang
terjadi dalam tanah atau batuan tersebut dapat berupa kondisi laminer, turbulen,
dilasi, pengikisan dan penyumbatan. Perhitungan uji kelulusan air dengan
menggunakan tekanan yang bervariasi dapat menghasilkan nilai Lugeon yang
berbeda, tergantung pada kondisi aliran air yang terjadi dalam tanah atau
batuan yang diuji. Dalam hal ini aliran air berupa aliran laminer bila nilai
Lugeon dari setiap tahapan memberikan nilai yang mendekati sama. Aliran
turbulen terjadi bila nilai Lugeon yang diperoleh pada tekanan puncak lebih
kecil dari pada nilai Lugeon yang diperoleh dari kedua tahapan tekanan yang
lebih rendah dan juga nilai Lugeon yang diperoleh pada setiap tahapan yang
lebih rendah dari tekanan puncak baik tahapan peningkatan dan pada tahapan
penurunan memperoleh nilai Lugeon yang hampir sama. Bila nilai Lugeon
yang dilakukan pada tekanan puncak lebih tinggi dari nilai Lugeon pada kedua
tekanan lebih rendah dan nilai Lugeon pada kedua tekanan yang lebih rendah
ini memiliki nilai yang hampir sama, aliran ini disebut aliran dilasi. Nilai
Lugeon yang dilakukan pada setiap tekanan dari kelima tahapan tekanan baik
saat peningkatan tekanan maupun penurunan tekanan memberikan nilai Lugeon
yang terus meningkat, pada tahap tekanan terakhir dengan tekanan yang
terendah diperoleh nilai Lugeon yang terbesar, aliran ini disebut aliran
pengikisan. Aliran penyumbatan terjadi pada suatu aliran dengan nilai Lugeon
memberikan nilai yang bertambah kecil pada tahapan tekanan baik tahapan
peningkatan maupun tahapan penurunan, sehingga nilai Lugeon diakhir
pengujian diperoleh nilai Lugeon yang terkecil. Penentuan nilai Lugeon
dilakukan dengan menafsirkan pola grafik aliran p-Q/L. (SNI
2411:2008)
13
a) Kondisi laminer, grafik aliran p-Q/L untuk kondisi ini berbentuk seperti pada
Gambar 3.1 Nilai Lugeon ditentukan dari nilai rata-rata hasil perhitungan.
Gambar 3.1 Grafik aliran p-Q/L untuk kondisi laminar (SNI 2411:2008)
b) Kondisi turbulen, grafik aliran p-Q/L untuk kondisi ini berbentuk seperti pada
Gambar 3.2. Nilai Lugeon yang digunakan adalah hasil perhitungan dari nilai
Lugeon terkecil pada tekanan tertinggi.
Gambar 3.2 Grafik aliran p-Q/L untuk kondisi turbulen (SNI 2411:2008)
14
c) Kondisi dilasi, grafik aliran p-Q/L untuk kondisi ini berbentuk seperti pada
Gambar 3.3. Nilai Lugeon yang digunakan adalah hasil perhitungan nilai yang
terkecil pada tekanan rendah, atau pada tekanan menengah apabila hasilnya
lebih kecil dari pada hasil uji pada tekanan rendah.
d) Kondisi pengikisan, grafik aliran p-Q/L untuk kondisi ini berbentuk seperti
pada Gambar 3.4. Nilai Lugeon yang digunakan adalah hasil perhitungan nilai
Lugeon yang tertinggi dari hasil uji pada tekanan rendah yang terakhir.
15
3.2.4 Desain Grouting
Pada tahap ini barulah dapat disimpulkan model desain grouting yang tepat
untuk area bendungan. Tes analisa grouting yang didapat kemudian dapat
dipergunakan untuk menentukan jenis desain yang paling tepat untuk keadaan
bendungan. Ada beberapa jenis desain yang dapat dipergunakan antara lain;
sementasi vakum, sementasi isi, sementasi campuran/ Jet, sementasi rekahan,
sementasi pemadatan dan, sementasi penembusan.
Sistematika penulisan laporan dari penelitian ini terdiri dari 5 bab, yaitu:
a) Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan penelitian,
waktu dan lokasi daerah penelitian, dan metodologi penelitian.
penelitian.
c) Bab III Landasan Teori, berisi tentang teori-teori yang digunakan dalam
penelitian.
d) Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi tentang hasil dari penelitian
dan pembahasannya secara terperinci.
e) Bab V Kesimpulan
16
17
STUDI LITERATUR
GEOLOGI
Analisis Permeabilitas
(Nilai Lu)
Uji grouting
( N ilai Lu Grouting)
D esain grouting
P enyusunanaporan
L
18
DAFTAR PUSAKA
Budiono, R.H dan Handaja M. Studi Tentang Pemakaian Grouting pada Rekayasa
Legget, Robert F. 1988. Geologi dan Teknik. McGray-Hill Book Company, inc.:
New York.
Sujatmiko dan S. Santoso. 1992. Peta geologi Lembar Leuwidamar, Jawa Skala
1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.