dua atau lebih garam tertentu disebut garam rangkap. Sedangkan garam-garam yang
mengandung ion-ion kompleks dikenal sebagai senyawa koordinasi atau garam kompleks,
misalnya heksamminkobalt(III) kloroda Co(NH3)6Cl3 dan kalium heksasianoferat(III)
K3Fe(CN)6. Bila suatu kompleks dilarutkan, akan terjadi pengionan atau disosiasi, sehingga
akhirnya terbentuk kesetimbangan antara kompleks yang tersisa (tidak berdisosiasi) (Harjadi,
1993).
Suatu zat cair jika didinginkan, terjadi gerakan translasi molekul-molekul menjadi lebih
kecil dan gaya tarik molekul-molekul makin besar hingga setelah mengkristal molekul
mempunyai kedudukan tertentu dalam kristal. Panas yang terbentuk pada kristalisasi disebut
panas pengkristalan. Selama pengkristalan terjadi kesetimbangan dan akan turun lagi saat
pengkristalan selesai (Sukardjo, 1997).
Proses pembentukan dari garam rangkap terjadi apabila dua garam mengkristal
bersama-sama dengan perbandingan molekul tertentu. Garam-garam itu memiliki struktur
tersendiri dan tidak harus sama dengan struktur garam komponennya. Kompleks ialah suatu
satuan baru yang terbentuk dari satuan-satuan yang dapat berdiri sendiri, tetapi membentuk
ikatan baru dalam kompleks itu. Dalam hal ini, kompleks yang terbentuk masing-masing
berisi sebuah komponen, tetapi ada pula yang terjadi dari lebih banyak komponen seperti
kompleks [Pt(NH3)2Cl4] dan [Pt(NH3)Cl3]. Contoh dari garam rangkap adalah garam alumia,
KAI(SO4)2.12H2O dan feroammonium sulfat, Fe(NH3)2(SO4).6H2O (Harjadi, 1993).
Garam rangkap dalam larutan akan terionisasi menjadi ion-ion komponennya. Garam
kompleks berbeda dengan garam rangkap. Salah satu tipe reaksi kimia yang dapat merupakan
dasar penetapan titrimetri, mencakup pembentukan kompleks atau ion kompleks yang larut
namun sedikit sekali terdisosiasi. Satu contoh adalah reaksi ion perak dengan ion sianida
untuk membentuk ion kompleks Ag(CN)2 yang sangat stabil (Day, 1999).
Pembahasan
Garam kompleks yang dibuat dalam percobaan ini adalah Cu(NH3)4SO4.6H2O
yang dihasilkan dari mereaksikan antara garam CuSO4.5H2O yang berwarna biru dengan
larutan NH3 pekat. Sebelum direaksikan dengan amonia, CuSO4.5H2O dilarutkan terlebih
dahulu menggunakan aquades. Garam kupri sulfat pentahidrat mampu larut dalam air karena
kandungan garam tersebut mengandung air berupa hidrat.
CuSO4.5H2O + H2O Cu2+ + SO42- + 6H+ + 6OH-
Fungsi dilarutkannya kupri sulfat pentahidrat adalah agar garam yang arut menjadi ion-
ion yang tidak stabil sehingga ketika larutan garan kupri sulfat pentahidrat ditambahkan
amonia pekat mudah sekali untuk bereaksi membentuk garam
kompleks tetramminocopper(II) sulfat heksahidrat dengan rumus molekul
Cu(NH3)4SO4.6H2O berwarna biru tua gelap. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Cu2+ + SO42- + 6H+ + 6OH-+ 4NH3 Cu(NH3)4SO4.6H2O
Ketidakstabilan ion-ion yang terurai akibat dilarutkan, akan bereaksi dengan amonia. Amonia
yang diberikan secara berlebih merupakan energi berlebih agar garam terbentuk secara
sempurna. Ion-ion akan bereaksi dengan amonia, ion Cu2+ akan diikat oleh atom N yang
bermutan negatif parsial, dan ion sulfat akan diikat oleh atom H dalam amonia yang
bermuatan positif parsial. Ikatan tersebut diakibatkan oleh reaktifnya ion-ion yang tidak
setabil sehingga ion-ion tersebut mengikat amonia yang memiliki mutan parsial dan
terbentuklah senyawa kompleks Cu(NH3)4SO4.6H2O..
Tujuan pemanbahan alkohol sebagai pengubah wujud dari fasa larutan menjadi padatan.
Alkohol adalah pelarut yang baik untuk senyawa ionik karena tetapan dielektrik rendah dan
mengurangi energi solvasi ion-ion. Alkohol tergolong sebagai pelarut yang mudah menguap.
Oleh karena itu, pada percobaan ini setelah penambahan alkohol langsung dilakukan
penutupan gelas bekker menggunakan alumunium foil untuk mengurangi penguapan selama
pembentukkan kristal. Proses pembentukan garam Cu(NH 3)4SO4.6H2O sangat lambat
sehingga larutan ini didiamkan selama satu malam dengan tujuan agar pembentukkan kristal
dapat terjadi secara lebih sempurna.Kristal garam kompleks tetrammintembaga(II) sulfat
heksahidrat sebanyak 0,9172 gram dengan rendemen yang sebesar 91,72 %.
Hasil pencampuran dua garam tersebut akan menghasilkan larutan yang berwarna biru
keruh. Warna biru keruh tersebut terjadi sebagai akibat campuran yang kurang sempurna
namun setelah pemanasan, kekeruhan tersebut berangsur-angsur hilang dan membentuk
larutan homogen berwarna biru. Air mempunyai momen dipol yang besar dan ditarik baik ke
kation maupun anion untuk membentuk ion terhidrasi. Dari sifatnya tersebut maka
digunakannya pelarut air karena kedua garam yang bereaksi dapat larut dalam air dan tetap
berupa satu spesies ion. Kebanyakan garam anorganik lebih dapat larut dalam air murni
daripada dalam pelarut organik. Larutan segera ditutupi dengan alumunium foil sehingga
dapat mencegah menguapnya beberapa ion yang diinginkan untuk dapat membentuk kristal
monoklin sempurna.
Baik garam kompleks maupun garam rangkap yang diperoleh dalam percobaan ini,
dilakukan uji kualitatif dimana garam kompleks tetrammintembaga(II) sulfat
heksahidrat tidak akan terjadi perubahan apabila direaksikan dengan KSCN. Akan tetapi
garam rangkap kupriammonium sulfat heksahidrat bereaksi dengan KSCN yang ditunjukkan
dengan warna larutan garam kompleks kupriammonium sulfat heksahidrat menjadi hijau tua
keruh dengan sedikit endapan hijau. Perbedaan ini disebabkan karena pada garam kompleks,
apabila direaksikan dengan zat lain ion kompleksnya tetap terikat antar atomnya. Sedangkan
pada garam rangkap akan terurai komponen-komponen penyusunya sehingga terjadi
perubahan warna ketika direaksikan dengan zat lain. Hal ini karena garam
rangkap CuSO4(NH4)2SO4.6H2O ketika dilarutkan dalam air terurai menjadi ion Cu2+ , SO42-,
dan NH4+ sehigga ketika ditambahkan dengan KSCN terbentuk warna baru karena penyusun
utamanya berubah. Sedangkan Cu(NH3)4SO4 dalam air menjadi ion kompleks
[Cu(NH3)4]2+ dan SO42- dimana warna biru tua gelap dalam larutan ini dari ion
[Cu(NH3)4]2+ yang tidak terurai atom penyusunya ketika ditambahkan KSCN. Akan tetapi
baik garam kompleks maupun garam rangkap bereaksi dengan KSCN.
DAFTAR PUSTAKA
Day & Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Harjadi. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT. Gramedia.
Senadi dan Arie. 2015. Petunjuk Praktikum Kimia Anorganik 1. Cimahi: Labroratorium
Kimia Anorganik FMIPA-UNJANI.
Sukardjo. 1997. Kimia Fisik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.