Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KIMIA VI

JUDUL PERCOBAAN :

GARAM KOMPLEKS DAN GARAM RANGKAP

Disusun oleh :

Aloysius Rasul Nagara 24030118140142


Kyla Rahma Sanchia 24030118140134
Larami Epipania Pandiangan 24030118140133
Tjit, Agape Lusiatan Agatha 24030118130136
Asisten:

Audry Fahmi Dewi

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2019
ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan yang berjudul “Garam Kompleks dan Garam


Rangkap”, dengan tujuan untuk menentukan cara mensintesis garam rangkap
tembaga(II) ammonium sulfat dan garam kompleks tetra amin tembaga(II)sulfat
monohidrat, serta menentukan sifat-sifat garam hasil sintesis. Prinsip dari percobaan ini
adalah pembentukan garam rangkap dan garam kompleks. Metode yang digunakan
adalah kristalisasi dan rekristalisasi. Hasil yang diperoleh dari percobaan ini adalah garam
rangkap CuSO4(NH4)2SO4.6H2O yang terbentuk berwarna biru muda, garam ini berbentuk
butiran halus dan rendeman hasilnya sebesar 96,37% sedangkan garam kompleks
Cu(NH3)4SO4.H2O berbentuk kristal bulat kecil dengan warna biru tua, dengan rendemen
sebesar 53,061 %. Percobaan ini juga dilakukan uji untuk mengetahui sifat garam hasil
sintesis. Sifat fisik dari garam hasil sintesis dapat diketahui dari reaksi hidrolisis. Garam
rangkap bila dihidrolisis akan menjadi garam-garam penyusunnya. Pada percobaan ini
garam rangkap CuSO4(NH4)2SO4.6H2O berwarna biru muda, setelah dihidrolisis
memberikan warna larutan biru muda dan endapan/garam larut. Sedangkan pada garam
kompleks jika dihidrolisis akan terionisasi menjadi ion-ion penyusunnya. Pada percobaan
ini garam kompleks Cu(NH3)4SO4.H2O berwarna biru tua dan setelah dihidrolisis
memberikan warna larutan biru tua dan endapan/kompleks tidak larut. Sedangkan sifat
kimia kedua garam dapat dilihat dari pemanasan, dimana garam rangkap setelah
dipanaskan akan berwarna biru tua, sedangkan garam kompleks bila dipanaskan akan
berubah menjadi biru muda dan mengeluarkan bau amoniak (NH3).

Keyword : garam rangkap, garam kompleks, tembaga (II)


PERCOBAAN VI
PEMBUATAN GARAM KOMPLEKS DAN GARAM RANGKAP

I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Menentukan cara mensintesis garam rangkap tembaga (II) ammonium
sulfat dan garam kompleks tetramintembaga (II) sulfat monohidrat.
1.2 Mempelajari sifat-sifat garam hasil sintesis.

II. DASAR TEORI


2.1 Senyawa Kompleks
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang ligan-ligannya
membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan suatu ion atau atom pusat.
Teori ikatan dalam senyawa-senyawa kompleks mula-mula diperkenalkan
oleh Lewis Sidwich. Teori ini digagalkan karena tidak dapat menjelaskan
bentuk geometri senyawa-senyawa kompleks. Tiga teori kemudian
muncul, salah satunya yaitu teori Medan Ligan.
(Arsyad,2001)
2.2 Pembentukan Kompleks
Proses pembentukan senyawa kompleks koordinasi adalah
perpindahan satu atau lebih pasangan elektron dari ligan ke ion logam.
Jadi, ligan bertindak sebagai pemberi elektron dan ion logam sebagai
penerima elektron. Sebagai akibat dari perpindahan kerapatan elektron ini,
pasangan elektron menjadi kepunyaan bersama antara ion logam dan ligan,
sehingga terbentuk ikatan pemberi penerima elektron. Keadaan-keadaan
antara mungkin saja terjadi, namun jika pasangan elektron itu terikat kuat
pada kedua sarah tersebut, maka ikatan kovalen sejati dapat terbentuk.
Bergantung pada susunan elektronnya, ion logam dapat menerima
sejumlah pasangan elektron, sehingga ion logam itu dapat berikatan
koordinasi dengan sejumlah ligan. Jumlah ligan yang dapat diikat oleh ion
logam itu disebut bilangan koordinasi senyawa kompleks.
(Sunarya, 2003)

2.3 Pembuatan Senyawa Kompleks


Pelarutan tembaga, hidroksida, karbonat dan sebagainya, dalam
asam menghasilkan ion akua hijau kebiruan yang dapat ditulis
[Cu(H2O)6]2+.dua dari molekul – molekul H2O berada lebih jauh dari pada
tempat yang lainnya. Diantara berbagai kristal ; hidrat lainnya,sulfat
biru,CuSO4.5H2O yang paling dikenal, ia dapat terhidrasi menjadi zat
anhidrat yang benar – benar putih. Penambahan ligan kepada larutan akua
menyebabkan pembentukan kompleks dengan pertukaran molekul air
secara berurutan dengan NH3. Misalnya spesies [ Cu(NH3) (H2O)5 ]2+
[ Cu(NH3)4 (H2O)2 ]2+ dibentuk dengan cara normal,namun penambahan
molekul NH3 yang kelima dan keenam sulit. Molekul keenam hanya dapat
ditambahkan hanya dalam cairan amonia (Cotton,2007: 482). Jika larutan
amonia ditambahkan kedalam larutan ion Cu 2+, larutan biru berubah
menjadi biru tua karena terjadinya pendesakn ligan air oleh ligan
amonia,menurut reaksi (sugiyarto,2003: 5.6)
[Cu(H2O)6]2+(aq) + 5NH3(aq) ------> [ Cu(NH3)(4–5) (H2O)(2-1) ]2+ + 5H2O Reaksi
ion Cu2+ dengan OH- pada berbagai konsentrasi bergantung pada
metodenya. Penambahan ion hidroksida kedalam larutan tembaga(II) sulfat
(0,1–0,5) Secara bertetes – tetes dengan kecepatan ~ 1 ml/ menit
mengakibatkan terjadinya endapan gelatin biru muda dari garam
tembag(II) hidroksi sulfat, [CuSO4.nCu(OH)]2,bukan endapan Cu(OH)2.
Menurut persamaan reaksi.
(n + 1) [Cu(H2O)6]2+(aq) + SO42-(aq) + 2nOH-(aq) -----> [CuSO4.nCu(OH)]2(s) +
6(n+1) H2O
Reaksi pengendapan sempurna terjadi pada pH 8,dan nilai n bervariasi
bergantung pada temperatur reaksi dan laju pertambahan reaktan. Sebagai
contoh dengan laju pertambahan reaktan ~ 1 ml/ menit, reaksi tersebut
menghasilkan CuSO4.3Cu(OH)2. Jika reaksi berlangsung pada suhu
20°,dan CuSO4. 4Cu(OH)2 pada suhu 24° C Ligan didalam ion kompleks
berupa ion – ion negatif seperti F- dan CN- atau berupa molekul – molekul
polar denagn muatan negatifnya mengarah pada ion pusat seperti H 2O atau
NH3. Ligan ini akan menimbulkan medan listrik yang akan menolak
elektron terutama elektron dari ion pusat,karena elektron d ini terdapat di
orbital paling luar dari ion pusat bertambah. Amoniak mempunyai
pasangan elektron bebas atau lone pair electron (sukardjo,1985 : 21 – 22 ).
2.4 Garam Kompleks dan Garam Rangkap
Garam-garam yang mengandung ion-ion kompleks misalnya
Heksaaminkobalt(II) Klorida, Co(NH3)6Cl3 dan Kaliumheksaaminferat(III),
K3Fe(CN)5. Garam rangkap adalah garam kristalin ynag mempunyai dua anion
atau kation yang berbeda. Pembentukan garam rangkap terjadi apabila dua garam
mengkristal bersama-sama dalam perbandingan tertentu. Garam rangkap
memiliki struktur sendiri dan tidak harus sama dengan struktur garam
komponennya, misalnya garam alumina KAl(SO 4)2.12H2O dan
Ferroaluminiumsulfat Fe(NH3)2(SO4).6H2O. Garam rangkap dalam larutan akan
terionisasi menjadi ion-ion komponennya (biasanya terhidrat).

Garam rangkap dan garam kompleks yang dibuat dalam pelarut air dan
terionisasi menjadi ion-ion yang tidak sama persis jenisnya sehingga kedua jenis
garam tersebut mempunyai sifat yang berbeda, misalnya kelarutannya, warna
larutan, dan daya hantar listrik.

(Ahmadi, 1994)

2.5 Kompleks Werner dan Kompleks Logam Karbonil

Kompleks Werner adalah kompleks yang tidak berisi ikatan logam-


karbon dan kompleks sianida.Untuk membuat senyawa-senyawa kompleks yang
harus diingat adalah hasilnya harus cukup banyak, adapun cara-cara isolasinya
adalah :

a. Penguapan pelarut dan pendingin larutan yang pekat dalam campuran


pendingin es garam, kristalisasi dapat dipercepat dengan penambahan sedikit
kristal senyawa yang bersangkutan dan dengan menggores dinding bejana
bagian dalam.
b. Penambahan pelarut yang bercampur dengan pelarut semula, tetapi tidak
melarutkan zat yang terlarut. Pendingin, penambahan kristal zat terlarut dapat
mempercepat kristalisasi.
c. Bila kompleksnya berupa kation kedalam larutan dapat ditambahkan anion
yang dapat menyebabkan terjadinya endapan dan sebaliknya. Kompleks
logam karbonit adalah kompleks yang paling sedikit berisi satu ikatan logam
kation.
Senyawa golongan ini tidak mempunyai sifat garam. Seperti golongan
kompleks Werner dan bersifat kovalen umumnya larut dalam pelarut non polar,
mempunyai blok lebur dan titik didih rendah. Pembuatan kompleks golongan ini
dapat yang dilakukan dengan cara destilasi, sublimasi, dan proses kromatografi.

(Sukardjo, 1992)

2.6 Kompleks Inert dan Labil

Suatu kompleks disebut labil bila ligannya dapat diganti dengan ligan
lain secara cepat, disebut inert bila penggantian ini berjalan secara lambat.
Walaupun biasanya kompleks yang stabil bersifat inert dan kompleks yang tidak
stabil bersifat labil, namun sebenarnya antara keduanya tidak ada
hubungan,karena labilitas merupakan sifat kinetik dan stabilitas merupakan sifat
thermodinamik.

Stabilitas kompleks ditentukan oleh energi reaksi, yaitu beda antara


energi hasil reaksi dan pereaksi. Bila energi reaksi ini besar, berarti hasil reaksi
stabil. Labilitas kompleks ditentukan oleh beda energi senyawa tersebut dentat
kompleks aktif. Bila energi ini besar, reaksi lambat, kompleks bersifat inert.

(Sukardjo, 1992)

2.7 Hibridisasi pada Ion [Cu(NH3)4]2+


Ion kompleks [Cu(NH3)4]2+ termasuk ion kompleks planar segi empat
yang terbentuk ikatan hibrida dsp2. Hibridisasi yang terjadi pada ion [Cu(NH3)4]2+,
yaitu :

29Cu = [Ar] 3d10 4s1

3d 4s 4p

1. Ionisasi

Cu2+ = [Ar] 3d9 4s0


3d 4s 4p 4d

2. Promosi

3d sp3 4d

3. Hibridisasi

NH3
SO2 H2O

3d sp3 4d
4. HIbridisasi Ulang

3d sp3d2
4d

(oktahedral)

(Sukardjo, 1992)

2.8 Ligan

Ligan merupakan ion atau molekul ( gugus fungsi ) yang terikat pada atom logam
pusat untuk membentuk sebuah senyawa kompleks. Ikatan ini biasanya mengikut
sertakan donasi sepasang elektron bebas dari ligand ke atom pusat yang menjadikan
ligan sebagai basa lewis.

Ligan yang mempunyai dua atom donor yang dapat melekat pada sebuah logam
disebut ligan bidentat, misalnya etilendiamin dan ion oksalat, sedangkan ligan yang
mempunyai dua atau lebih atom donor yang secara bersamaan dapat mengikat satu atom
logam disebut ligan polidentat, misalnya ligan tri-kuadripenta dan heksadentat.
(Brady,1992)

2.9 Stabilitas Kompleks

Ukuran kemantapan senyawa kompleks adalah besarnya reaksi pembentukan


kompleks seperti :

M + nL M
Besarnya reaksi pembentukan kompleks itu dinyatakan dalam bentuk tetapan
kesetimbangan :

K+ =
Tetapan kesetimbangan ini disebut tetapan kesetimbangan termodinamika.Namun
tujuan untuk kimia yang lazim dilakukan, tetapan tersebut dinyatakan dalam bentuk
perbandingan bukan konstan seperti contoh diatas, tanpa banyak mengalami atau
mengurangi ketelitian pemeriksaan kimia.
(Rivai, 1995)

2. 10 Faktor –faktor yang mempengaruhi Stabilitas Kompleks

Stabilitas dari senyawa kompleks sangat dipengaruhi dari ion pusat dan ligan
yang menyusunnya

2.10.1 Pengaruh ion pusat

a) Ion kompleks akan semakin stabil bila ion pusatnnya memiliki


jari – jari yang kecil dan muatan yang besar
b) Semakin besar besar kestabilan k nya maka ion kompleks akan
semakin stabil
c) Faktor distribusi muatan, ligan yang bersifat elektropositif dapat
membentuk kompleks yang stabil dengan atom donor F,O,N.
2.10.2 Pengaruh Ligan

a) Ukuran dan muatan Ligan


Jika ligan yang digunakan kecil, maka ligan itu dapat mendekati logam
pusat dengan mudah dan dapat membentuk ikatan yang lebih stabil begitu juga dengan
ligan yang memiliki muatan yang besar. Contohnya adalah F>Cl>Br>I untuk kelompok
logam A sedangkan untuk logam B digunakan urutan yang dibalik F<Cl<Br<I.

b) Efek Halangan sterik


Ketika gugus yang besar/meruah terikat atau berdekatan dengan elektron
yang akan didonorkan oleh sebuah ligan maka dorongan antar elektron dengan gugus
tersebut akan timbul dan melemahkan ikatan antara ligan dengan atom pusat dan
membuat kompleks itu makin tidak stabil.

c) Kebasaan suatu ligan


Semakin basa ligan maka akan semakin mudah bagi ligan itu untuk
mendonorkan elektronnya ke atom pusat dan akan membuat kompleks semakin stabil

(Sukardjo, 1992)

2.11 Kristalisasi
Kristalisasi merupakan suatu metode untuk pemurnian zat dengan pelarut
dan dilanjutkan dengan pengendapan. Dalam kristalisasi senyawa organik
dipengaruhi oleh pelarut. Pelarut kristalisasi merupakan pelarut yang dibawa
oleh zat terlarut yang membentuk padatan dan tergantung dalam struktur
kristal – kristal zat terlarut tersebut (Cahyono, 1991)
Menurut Bambang Cahyono (1991), jenis- jenis kristalisasi sebagai
berikut.
1. Kristalisasi dengan penguapan
Larutan yang dikristalkan merupakan senyawa campuran antara solven
dan solut. Setelah dipanaskan maka solven menguap dan yang tertinggal
hanya kristal. Metode ini digunakan bila penurunan suhu tidak begitu
mempengaruhi kelarutan zat pada pelarutnya. Penguapan bertujuan untuk
menghilangkan atau meminimalizir solvent atau zat pelarut sisa yang terdapat
pada filtrat.
2. Kristalisasi dengan pendinginan
Larutan yang akan dikristalkan didinginkan sampai terbentuk kristal
pada larutan tersebut. Metode ini digunakan untuk zat yang kelarutan
mengecil bila suhu diturunkan. Pendinginan dilakukan 2x yaitu pendinginan
larutan panas sebelum penyaringan dan pendinginan sesudah penguapan.
3. Kristalisasi dengan salting out
Pemisahan bahan organic dari larutan akuatik dapat dilakukan dengan
penambahan suatu garam yang harganya murah. Garam ini larut lebih baik
dari pada bahan yang diinginkan. Sehingga terjadi penambahan bahan padat
terkristalisasi. Hal ini merupakan proses fisika.
4. Kristalisasi secara adiabatik
Metode ini sering disebut metode vakum, merupakan gabungn antara
kristalisasi dengan pendinginan dan penguapan. Pendinginan bertujuan untuk
memperkecil daya larut, sedangkan maksud dari penguapan adalah untuk
membuat tekanan total dengan permukaan lebih kecil dari tekanan uap pada
suhu tersebut. Sehingga perubahan ini secara adiabatic karena pendinginan
yang terjadi pada system penguapan itu sendiri.
2.12 Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari larutan
atau leburan dari material yang ada. Rekristalisasi hanyalah sebuah proses
lanjutan dari kristalisasi. Apabila kristalisasi (dalam hal ini hasil kristalisasi)
memuaskan rekristalisasi hanya bekerja apabila digunakan pada pelarut pada
suhu kamar, namun dapat lebih larut pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini
bertujuan supaya zat tidak murni dapat menerobos kertas saring dan yang
tertinggal hanyalah kristal murni. Rekristalisasi hanya efektif apabila
digunakan pelarut yang tepat. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan
dalam memilih pelarut yang cocok untuk kristalisasi dan rekristalisasi. Pelarut
yang baik adalah pelarut yang akan melarutkan jumlah zat yang agak besar
pada suhu tinggi, namun akan melarutkan dengan jumlah sedikit pada suhu
rendah dan harus mudah dipisahkan dari kristal zat yang dimurnikan. Selain
itu, pelarut tidak bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan dengan cara
apapun (Freieser, 1957).
Langkah-langkah rekristalisasi menurut Bambang Cahyono (1991) :
1. Melarutkan zat pada pelarut
2. Melakukan filtrasi gravity
3. Mengambil kristal zat terlarut
4. Mengumpulkan kristal dengan filtrasi vacuum
5. Mengeringkan Kristal

2.13 Analisa bahan


II.13.1 Aquadest
Sifat fisik
Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tak berasa, memilki
titik didih 1000C, dan titik beku 0C
Sifat kimia
Polar, sebagai pelarut universal, mempunyai ikatan
hydrogen (Basri, 1996).
13.12.2. CuSO4.5H2O

Sifat fisik

Kristal berwarna biru, BM = 155,61 gr/mL, densitas 3,6


gr/mol

Sifat kimia

Larut dalam air, terhidrolisis parsial, tidak larut dalam


alkohol (Daintith,
1994)

13.12.3. (NH4)2SO4

Sifat fisik

Padatan kristal orthorombik, tak berbau, warna putih,


densitas = 1,67 gr/mL

Sifat kimia

Sangat larut dalam air, tidak larut dalam etanol, mengurai


pada suhu 23C (Daintith, 1994)

13.12.4. C2H5OH

Sifat fisik

Cairan tak berwarna, TD = 102C, TL = -169C, densitas =


0,61 gr/mL

Sifat kimia

Larut dalam air, merupakan alkohol primer (Daintith, 1994)


III. Metode Percobaan
3.1 Alat
11.3.1. 3 buah tabung reaksi besar dan kecil
11.3.2. 1 buah gelas ukur 50 mL
11.3.3. 1 buah gelas ukur 10 mL
11.3.4. 2 buah gelas beker 100 mL
11.3.5. 2 set gelas arloji
11.3.6. 1 set pompa vakum
11.3.7. 1 set pemanas
3.4 Bahan
11.4.1. kristal kupri sulfat pentahidrat
11.4.2. kristal ammonium sulfat
11.4.3. etil alcohol
3.5 Skema Kerja
IV. Hipotesis
Percobaan yang berjudul “Garam Kompleks dan Garam Rangkap”
bertujuan untuk menentukan cara mensinteis garam rangkap tembaga (II)
ammonium sulfat dan garam kompleks tetreamin tembaga (II) sulfat
moonohidrat serta menentukan sifat- sifat garam hasil sintesis. Prinsip
percobaan ini adalah pembentukan garam rangkap dan garam kompleks.
Metode percobaan ini yaitu Kristalisasi dan Rekristalisasi. Kristalisasi
merupakan suatu metode untuk pemurnian zat dengan pelarut dan dilanjutkan
dengan pengendapan sedangkan Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan
kristal kembali dari larutan atau leburan dari material yang ada. Hasil yang
akan diperolah adalah garam rangkap CuSO4(NH4)2SO4.6H2O yang terbentuk
berwarna biru muda sementara garam kompleks Cu(NH3)4SO4.H2O
berbentukkristal bulat kecil berwarna biru tua.
V. DATA PENGAMATAN
No Perlakuan Hasil
1. Pembuatan garam rangkap
CuSO4(NH4)2SO4.6H2O :
 5 g CuSO4.5H2O + 2,6 g (NH4)2SO4 +  Larutan biru muda
10mL akuades + pemanasan hingga larut  Endapan berwarna biru muda
sempurna
 Endapan berwarna biru muda yang besar-
 Pendiaman selama semalam
besar
 Pendinginan dengan es (suhu rendah)
 Endapan CuSO4(NH4)2SO4.6H2O
 Pendekantiran dan penyaringan dengan (kristal biru muda yang besar dan rapuh)
kertas saring
 Massa kristal+kertas saring= 8 g
Massa kertas saring=0,3 g
 Pengeringan dan penimbangan
 Perhitungan rendemen Massa kristal = 7,99 g

 Rendemen = 85,11%
2. Pembuatan garam kompleks
Cu(NH3)4SO4(H2O) :
 5 g CuSO4.5H2O + 8 mL larutan NH315 M
+ 5mL akuades + pengadukan hingga larut  Larutan biru tua
sempurna
 Penambahan 8 mL etanol melewati dinding
 Larutan biru tua terlapisi etanol diatasnya
gelas beker
 Penutupan dengan kaca arloji+ pendiaman  Endapan biru tua mengeras
selama semalam  Terbentuk kristal biru tua
 Pengadukan pelan-pelan  Endapan kristal berwarna biru tua kecil-
 Pendekantiran + penyaringan dengan kertas kecil
saring  Kristal warna biru tua tanpa pengotor
 Pencucian dengan campuran 5 mL NH3 + 5
ml etanol
 Pencucian dengan 3mL etanol  Kristal warna biru tua tanpa pengotor
 pengeringan dengan pompa vakum  Kristal Cu(NH3)4SO4(H2O) berwarna biru
 penimbangan Kristal dan perhitungan tua kecil-kecil
rendemen  Massa kristal+kertas saring= 4,9 g
Massa kertas saring = 0,4 g

Massa kristal = 4,5 g

Rendemen = %
3. Perbandingan garam tunggal, garam
rangkap dan garam kompleks
3.1 Garam tunggal
Tabung I Terdapat 5 lapisan, yaitu:
Kristal CuSO4secukpnya lapisan I: biru muda
Penambahan 3mL akuades lapisan II: biru tua
Penambahan tetes demi tetes NH3 lapisan III: putih
Tanpa pengadukan lapisan IV: hijau
Pengamatan perubahan yang terjadi lapisan V: biru (kristal CuSO4 yang tidak
larut)
Tabung II
Kristal CuSO4 secukupnya
Kristal CuSO4 larut
Penambahan 3mL akuades
Larutan berwarna biru tua,tabung reaksi
Penambahan tetes demi tetes NH3
Pengadukan terasa hangat
Pengamatan perubahan yang terjadi

3.2 Garam rangkap


Kristal CuSO4(NH4)2SO4.6H2O hasil
perlakuan 1 dilarutkan dalam 5mL akuades Kristal larut, larutan berwarna biru muda
Pengamatan kelarutan

Kristal CuSO4(NH4)2SO4.6H2O hasil


perlakuan 1 dilarutkan dalam 20mL akuades
Pengamatan kelarutan Kristal larut, larutan berwarna biru muda
lebih bening

Kristal CuSO4(NH4)2SO4.6H2O hasil Warna bertambah biru,tidak berbau


perlakuan 1 dimasukkan dalam tabung
reaksi
Pemanasan
Pengamatan warna dan bau

3.3 Garam kompleks


Kristal Cu(NH3)4SO4(H2O) hasil perlakuan Kristal tidak larut, larutan berwarna biru tua
2 dilarutkan dalam 10mL akuades
Pengamatan kelarutan
Kristal Cu(NH3)4SO4(H2O) hasil perlakuan
2 dilarutkan dalam 20mL akuades
Pengamatan kelarutan Kristal tidak larut, larutan berwarna biru
muda
Kristal Cu(NH3)4SO4(H2O) hasil perlakuan
2 dimasukkan tabung reaksi Kristal tidak larut, larutan berwarna biru
Pemanasan muda
Pengamatan warna dan bau

Warna berubah menjadi biru muda, ada bau


amoniak

VI. PEMBAHASAN
Percobaaan yang berjudul “Pembuatan Garam Kompleks dan Garam Rangkap” ini
bertujuan untuk menentukan cara mensintesis garam rangkap Tembaga (II)
Ammonium sulfat dan garam kompleks Tetraamin tembaga (II) sulfat monohidrat
serta untuk mengetahui sifat-sifat garam rangkap Tembaga (II) Ammonium sulfat
dan garam kompleks Tetraamin tembaga (II) sulfat monohidrat. Prinsip yang
digunakan adalah pembentukan garam rangkap dan garam kompleks. Sedangkan
metode yang digunakan yaitu kristalisasi dan rekristalisasi.
6.1 Pembuatan Garam Rangkap Kupri Ammonium Sulfat CuSO4(NH4)2SO4.6H2O
Garam rangkap merupakan garam yang terbentuk apabila dua garam mengkristal
bersama-sama dalam perbandingan tertentu (Rivai, 1995). Pada percobaan ini
bertujuan untuk membuat dan mempelajari sifat-sifat garam rangkap tembaga (II)
ammonium sulfat CuSO4(NH4)2SO4.6H2O. Prinsip dari percobaan ini adalah
pengkristalan garam pada suhu kamar selama sehari semalam.
Garam rangkap terbentuk apabila dua garam mengkristal secara bersamaan dengan
perbandingan tertentu. Garam – garam ini memiliki struktur sendiri dan tidak harus
sama dengan struktur garam komponennya. Apabila garam ini berada dalam larutan
(misalnya dalam air) maka akan terinosasi menjadi ion-ion komponennya dalam
bentuk terhidrat.
Garam rangkap tembaga (II) ammonium sulfat ini dibuat dengan mereaksikan
kristal 5 gram CuSO4.5H2O dengan 2,6 gram kristal (NH4)2SO4 secara bersama-sama
dan ditambahkan 10 ml H2O. Reaksinya yang terjadi yaitu :
CuSO4.5H2O(s) + (NH4)2SO4(s) + H2O(l) → CuSO4(NH4)2SO4.6H2O(aq)
Biru putih ↑ biru muda
(Vogel, 1985)
Penambahan (NH4)2SO4 dimaksudkan untuk menggantikan ligan H2O, hal ini
disebabkan karena NH3 mempunyai kekuatan ligan yang lebih kuat dibanding H 2O
karena berdasarkan urutan kekuatan ligannya, NH3 berada di sebelah kiri H2O.
Urutan kekuatan ligan : CN- > NO2- > NH3 > en > py ≈ NH3 > SCN- > H2O >
OH- > F-> Cl-> Br- > I- (Petrucci, 1987)
Setelah direaksikan kemudian dipanaskan. Tujuan dari penambahan H 2O yaitu
untuk mempercepat proses pelarutan kristal CuSO4.5H2O dan (NH4)2SO4.6H2O
karena kelarutan sebanding dengan temperatur. Dimana semakin tinggi temperatur,
maka kelarutan suatu zat juga akan semakin besar (Brady, 1992). Setelah semua
garam dapat larut sempurna, kemudian larutan didinginkan pada suhu kamar. Tujuan
pendinginan ini adalah untuk mengkristalkan garam yang diinginkan sedangkan
didinginkan pada suhu kamar adalah agar kristal berukuran besar, tetapi rapuh dan
sedikit. Jika diinginkan pada suhu rendah maka kristal yang terbentuk adalah
berukuran kecil, kuat dan banyak (Austin, 1986).
Kristalisasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu pertumbuhan kristal dan
pembentukan inti. Jika tahap pertumbuhan inti lebih lambat daripada pertumbuhan
kristal, maka kristal yang diperoleh yaitu berukuran besar dan mudah rapuh
sedangkan bila pembentukan inti lebih cepat daripada pertumbuhan kristal, maka
kristal yang diperoleh yaitu kecil dan kuat (Austin, 1986). Pada percobaan ini
pengkristalan dilakukan dengan suhu kamar maka dihasilkan kristal yang besar dan
rapuh dimana pertumbuhan kristal lebih cepat dibandingkan pembentukan inti.
Proses penyaringan dilakukan untuk memisahkan kristal dari larutan, lalu kristal
yang didapatkan dikeringkan dengan menggunakan vakum. Tujuan dari pengeringan
adalah untuk menghilangkan air yang masih ada di kristalnya. Kristal
CuSO4(NH4)2SO4.6H2O yang dihasilkan dengan berat kristal 7,99 gram. Rendemen
prosentasenya dihasilkan 85,11 %.

6.2 Pembuatan garam kompleks tetraamin tembaga (II) sulfat monohidrat


Percobaan ini bertujun untuk membuat garam kompleks tetraamin
tembaga (II) sulfat monohidrat. Prinsip yang digunakan adalah
pengkristalan garam – garam pada suhu kamar. Garam kompleks tetraamin
tembaga (II) sulfat monohidrat dibuat dengan mereaksikan cupri sulfat
pentahidrat (CuSO4.5H2O) dengan amonia (NH3).
Reaksi yang terjadi :
CuSO4.5H2O (aq) + 4NH3 (aq) + H2O(l) -> Cu(NH3)4SO4.5H2O (s) +
5H2O (aq) (Vogel,1985)
Pada senyawa ini yang berperan sebagai atom pusat adalah Cu dan yang
berperan sebagai ligan adalah NH3. Hal ini dikarenakan karena NH3
memiliki PEB yang dapat disumbangkan pada atom pusat Cu2+. NH3 dapat
menggantikan SO42- karena NH3 memiliki kekuatan ligan yang lebih besar
daripada SO42- sehingga NH3 dapat dengan mudah menggantikan posisi
ligan SO42- . Hal ini terjadi karena ione pair pada NH3 lebih sedikit yaitu 2
dibanding ione pair SO42- yaitu 8, jadi kekuatan NH3 lebih kuat.
NH3 dapat berfungsi sebagai pemberi suasana basa dalam larutan karena ion
kompleks [Cu(NH3)4]2+ dapat terjadi dalam suasana basa. NH3 sebagai
pemberi suasana basa karena pembentukan ion kompleks [Cu(NH3)4]2+
Reaksi yang terjadi :
Cu(OH)2.CuSO4(S) + 8NH3(aq) -> 2[Cu(NH3)4]2+(aq) + SO42-(aq) + 2OH-
(aq) (Vogel, 1985)
Setelah kristal terbentuk sempurna lalu ditambahkan etanol, penambahan
dilakukan secara pelan – pelan melalui dinding cawan sehingga larutan
dapat tertutupi oleh etanol. Penambahan ini berfungsi untuk melapisi larutan
agar NH3 dalam larutan tidak menguap dan juga berfungsi untuk mencegah
kontaminan dari luar masuk ke dalam larutan. Lalu larutan ditutup dengan
kaca arloji agar NH3 dalam larutan tidak menguap . Setelah itu campuran
didiamkan sehari semalam. Reaksi yang terjadi adalah reaksi endotermyaitu
reaksi yang menyerap panas / energi. Keadaan ini menyebabkan kelarutan
sebanding dengan temperature sehingga pada suhu rendah kelarutan juga
rendah sehingga terbentuk endapan. Kristal / endapan yang diperoleh
kemudian disaring atau didekantir agar terpisah dari larutannya. Kristal ini
dicuci dengan larutan campuran antara NH3 dan etanol (1:1). Digunakan
perbandingan 1:1 agar komposisi larutan pencuci kristal ini seimbang
sehingga dapat mengikat pengotor polar seperti kelebihan NH3 dan
aquadest. Etanol ditambahkan untuk melarutkan etanol yang terdapat pada
kristal. Lalu dilakukan penguapan agar diperoleh kristal. Dari percobaan ini
didapatkan hasil berupa kristal garam kompleks Cu(NH3)4SO4.H2O
berwarna biru dengan massa 4,91 gr dan rendemen persentase sebesar 91%
6.3 Perbandingan beberapa sifat garam tunggal, garam rangkap, dan garam
kompleks
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan sifat garam
tunggal (CuSO4.5H2O), garam rangkap CuSO4(NH4)2SO4.6H2O, dan garam
kompleks Cu(NH3)4SO4.H2O hasil sintesis. Uji yang dilakukan antara lain uji
fisik,uji hidolisis, dan uji pemanasan.

6.3.1 Uji Fisik


Pada percobaan ini dilakukan dua perlakuan, perlakuan pertama yaitu
garam CuSO4.5H2O ditambahkan 3 mL H2O lalu diamati,kemudian ditambahkan
NH3 hingga 5 mL tetes demi tetes. Kemudian pengamatan dilakukan pada larutan
yang belum diaduk dan yang telah diaduk. Hasil yang diperoleh dari campuran
yang belum diaduk terbenuk 5 lapisan. Dari atas, lapisan pertama adalah lapisan
aquadest berwarna biru tua, lapisan kedua adalah lapisan aquadest berwarna biru
muda, lapisan ketiga adalah lapisan kompleks berwarna biru tua, lapisan keempat
adalah amonium sulfat berwarna putih hijau tosca. Terbentuknya lapisan ini
dikarenakan perbedaan masa jenis tiap zat. Berat jenis H 2O < [Cu (NH3)4SO4.
H2O] < (NH4)2SO4 < CuSO4.5H2O.

Pada perlakuan yang kedua,campuran yang digojog terbentuk larutan berwarna


biru tua (hanya 1 lapisan). Kemungkinan kompleks yang terbentuk yaitu [Cu
(NH3)4SO4].

6.3.2 Uji sifat kimia pelarutan (hidrolisis) dengan H2O


Hidrolisis dilakukan pada garam rangkap dan garam kompleks.
Keduanya bila dihidrolisis akan memberikan produk yang berbeda-beda.

Apabila suatu garam rangkap dihidrolisis maka akan terurai menjadi


garam-garam penyusunnya sedangkan bila suatu faram kompleks dihidrolisis
maka akan terionisasi menjadi ion-ion penyusunnya. Reaksi kimia yang terjadi :

Hidrolisis pada garam rangkap


CuSO4 (NH4)2SO4.6H2O + H2O → CuSO4.5H2O + (NH4)2SO4 + 2H2O

(Vogel, 1985)

Hidrolisis pada garam kompleks


Cu (NH3)4SO4. H2O + H2O → Cu2+ + SO42- + 4NH3 + 2H2O

(Vogel, 1985)

Pada percobaan ini masing-masing garam dilarutkan pada 5 mL H 2O dan


10 ml H2O. Pada garam rangkap, setelah penambahan 5 mL H 2O dihasilkan
larutan berwarna biru muda dan endapan garam dapat larut dan garam rangkap
yang dilarutkan dalam 10 mL H2O dihasilkan larutan biru muda yang lebih
bening

Pada garam kompleks, setelah penambahan 5 mL H 2O dihasilkan larutan


berwarna biru tua sedangkan garamnya sendiri tidak larut dan garam kompleks
yang dilarutkan dalam 10 mL H2O dihasilkan larutan berwarna biru dan garam
tidak larut. Garam yang tidak larut ini mengendap berwarna biru di dasar tabung
reaksi.

a. Uji sifat kimia (pemanasan)


Pada percobaan ini dilakukan pemansan pada masing-masing garam.
Pada garam rangkap setelah dipanaskan menghilangkan endapan berwarna biru
tua dan bau yang dikeluarkan tidak menyengat. Sedangkan pada garam kompleks
setelah dipanaskan menghasilkan endapan berwarna biru muda dan
mengeluarkan bau ammonia. Reaksi yang terjadi :

2Cu (NH3)4 SO4.H2O → ↑8NH3 + 2CuSO4.5H2O (Vogel, 1985)

NH3 akan menguap dan mengeluarkan bau khas pada saat pemanasan.

VII. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.1.1 Garam rangkap tembaga (II) ammonium sulfat dapat disintesis dangan
mereaksikan CuSO4.5H2O dengan amonium sulfat.
7.1.2 Garam kompleks tetraamintembaga (II) sulfat monohidrat dapat disintesis
dengan mereaksikan CuSO4.5H2O dengan NH3.
7.1.3 Rendemen prosentase garam rangkap 85,11 % dan garam kompleks 101,83 %
7.1.4 Garam rangkap yang terbentuk berupa kristal berwarna biru muda bila
dipanaskan tidak muncul bau, sedangkan garam kompleks yang terbentuk
berupa kristal berwarna biru tua dan bila dipanaskan muncul bau khas berupa
bau amonia.

7.2 Saran
7.2.1. lebih teliti dalam proses pengukurannya
7.2.2. lebih teliti dalam pengamatan larutan
7.2.3. berhati hati saat mereaksikan reagen

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi. 1994. Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta.

Austin, 1986, Chemical Product Industry, Mc. Graw Hill.Inc, New York.

Arsyad, M.,Natsir.2001.Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah.Jakarta : Gramedia


Basri.1996.Kamus Kimia, Rineka Cipta, Jakarta.

Brady,J.1992. Kimia Universitas Asas dan Struktur, Erlangga, Jakarta.

Cahyono, B.1991. Segi Praktis dan Metode Pemisahan Senyawa Organik,

Kimia MIPA Undip, Semarang.

Cotton.1982. Kimia Anorganik, PT. Gramedia, Jakarta.

Daintith.1994. Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta.

Freiser,Louis F.1997.Experiment in Organic Chemistry,3rd edition,Revised.Boston: D. C.


Health and Company

Fessenden, R .1999. Organic Chemistry, Wiliard Grant Press Publisher, USA.

Petrucci,Ralph H .1987. Kimia Dasar Jilid II ,Jakarta, Erlangga

Rivai, H.1995. Asas Pemeriksaan Kimia, UI Press, Jakarta.

Sugiarto.2003.Kimia Anorganik II Common Textbook (Edisi Revisi).Yogyakarta:Jurusan


Kimia FMIPA UNY

Sukardjo. 1992. Kimia Anorganik, Bina Aksara, Yogyakarta.

Sukardjo.1985.Kimia Koordinasi,Jakarta : PT.Bina Aksara.

Sunarya.2003.Kimia Dasar 2 : Berdasarkan Prinsip-Prinsip Kimia Terkini,Bandung :


Alkemi

Vogel, 1985, Buku Teks Analisis Organik Kualitatif Makro dan Semimikro, PT. Kalman
Media Pustaka, Jakarta.

LEMBAR PENGESAHAN
Semarang, 10 November 2019
Prakrikan
Aloysius Rasul Nagara Kyla Rahma Sanchia
24030118140142 24030118140134

Larami Epipania Pandiangan Tjit, Agape Lusiatan Agatha


24030118140133 24030118130136

Mengetahui
Asisten

Audry Fahmi Dewi


24030116140117

LAMPIRAN
LAMPIRAN PERHITUNGAN

m kertas saring = 0,4 gram

m kertas saring + m garam rangkap = 8,3 gram

m CuSO4(NH4)2SO4.6H2O (garam rangkap) = 8,3 gram – 0,3 gram = 8,0 gram

m CuSO4.5H2O = 5 gram

m (NH4)2SO4 = 2,6 gram

BM CuSO4.5H2O =249,5 g/mol

BM (NH4)2SO4 = 132 g/mol

Mol CuSO4.5H2O = 5 gram = 0,02 mol

249,5 g/mol

Mol (NH4)2SO4 = 2,6 gram = 0,02 mol

132 g/mol

Reaksi kimia yang terjadi :

CuSO4.5H2O + (NH4)2SO4 + H2O → CuSO4(NH4)2SO4.6H2O

Mula-mula : 0,02 mol 0,02 mol -

Setimbang : 0,02 mol 0,02 mol 0,02 mol


Sisa : - - 0,02 mol

Mol CuSO4(NH4)2SO4.6H2O = 0,02 mol

BM CuSO4(NH4)2SO4.6H2O = 399,5 g/mol

m CuSO4(NH4)2SO4.6H2O = (mol x BM) CuSO4(NH4)2SO4.6H2O

= 0,02 mol x 399,5 g/mol

= 7,99 gram

Rendemen Prosentase = Rendemen nyata x 100 % = 8 g x 100% = 100%

Rendemen teoritis 7,99 g

Jadi, hasil rendemen prosentase garam rangkap sebesar 85,11 %.

a) Garam Kompleks
m kertas saring = 0,4 gram

m kertas saring + m garam kompleks = 4,9 gram

m garam kompleks = 4,9 gram – 0,4 gram = 4,5 gram

m CuSO4.5H2O = 5 gram

V NH3 = 8 mL

BM CuSO4.5H2O = 249,5 g/mol

M NH3 = 8 M

BM NH3 = 17 g/mol

1. Mol CuSO4.5H2O = 5 gram = 0,02 mol

249,5 g/mol

2. M NH3 = gram x 1000

Mr p

8M = gram x 1000

17 g/mol x 5 ml

m = 0,68gram

mol NH3 = m = 0.68 g = 0,04 mol

BM 17 g/mol

Reaksi Kimia :

H2O + CuSO4.5H2O + 4NH3 → Cu(NH3)SO4.H2O + 5H2O


Mula-mula : 0,02 mol 0,04 mol -

Setimbang : 0,02 mol 0,02 mol 0,02 mol -

Sisa : - 0,02 mol 0,02 mol

m Cu(NH3)4SO4.5H2O = (mol x BM) Cu(NH3)4SO4.H2O

= 0,02 mol x 245,5 g/mol

= 4,91 gram

Rendemen prosentase = rendemen nyata x 100%

Rendemen teoritis

= 4,5 gram x 100%

4,91 gram

= 91 %

Jadi, rendemen prosentase garam kompleks sebesar 91 %

RESUME JURINT

Percobaan dibawah berjudul Sintesis dan karakterisasi garam amino


salicylato dan Cu (II) kompleks dan studi penghambatan mereka pada isoenzim
karbonat anhidrase. Garam amino salicylato, 2-amino-6-methylpyridinium 2-
hydroxy-5-sulfonatobenzoate (1), dan Kompleks Cu (II), 2-ammonio-6-
methylpyridinium bis (l6-5-sulfonatosalicylatoaquacopper (II)) (2), memiliki
telah disintesis dari ligan bebas, yaitu asam 5-sulfosalisilat (H3ssa) dan 2-amino-
6-metilpiridin (amp). Senyawa 1 dan 2 telah dikarakterisasi dengan unsur, spektral
(1H NMR, IR dan UV-Vis) dan analisis termal. Selain itu, pengukuran magnetik
dan teknik difraksi sinar-X kristal tunggal telah diterapkan pada senyawa 2.
Senyawa 2 mengkristal dalam gugus ruang P1 triklinik. Di unit simetris, ion Cu
(II) menunjukkan konfigurasi planar kuadrat terdistorsi, dikoordinasikan oleh dua
atom oksigen karboksilat (O2 dan O2i), satu atom oksigen fenolik (O1) dari anion
ssa3 dan air molekul (O1w). Ligan bebas H3ssa dan amp, dan produk 1 dan 2, dan
acetazolamide (AAZ) sebagai senyawa kontrol juga telah dievaluasi untuk efek in
vitro inhibitornya pada karbonat manusia anhidrase isoenzim (hCA I dan hCA II),
dimurnikan dari sel eritrosit dengan kromatografi afinitas untuk aktivitas hidratase
dan esterase mereka. Sehubungan dengan aktivitas esterase, konstanta
kesetimbangan penghambatan (Ki) juga telah ditentukan. Perbandingan studi
penghambatan yang baru disintesis senyawa 1 dan 2 dengan senyawa induk H3ssa
dan amp, dan ke AAZ, menunjukkan bahwa 1 dan 2 memiliki aktivitas
penghambatan yang efektif pada hCA I dan II, dan dapat digunakan sebagai
inhibitor potensial.

Kata Kunci :
Asam 5-Sulfosalisilat, 2-Amino-6-methylpyridine, Transfer proton, Inhibisi,
Kompleks Cu (II), Struktur kristal

POST TEST
1. Tuliskan hipotesis percobaan
2. Jelaskan kenapa rendemen persentase garam hasil sintesis jarang

mendapatkan rendemen 100%


3. Fungsi NH3 setelah penambahan dengan etanol selain untuk mengikat

ammonia apa?
4. Apakah etanol dapat diganti dengan pelarut lain?

NB: post test dikerjakan sendiri-sendiri, jangan copy paste, diketik di word kirim
ke email audryfd98@gmail.com jadi 1.

Anda mungkin juga menyukai