Anda di halaman 1dari 27

KAJIAN SAINS KIMIA II

IKATAN ION

OLEH:
Dwi Handayani
(18070795014)

Pendidikan Sains (C)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


PASCASARJANA S2 PENDIDIKAN SAINS
PENDIDIKAN SAINS “C”
2019

1
IKATAN IONIK
A. Sifat Senyawa Ionik
Sifat dari senyawa ionik berbeda dari senyawa kovalen, karena adanya kation dan anion
dalam kisi. Susunan geometris tertentu ion-ion dalam kisi menghasilkan tarikan maksimal
antara kation-anion dan tolakan minimal antara kation-kation dan anion-anion. Beberapa
karakteristik sifat senyawa ionik adalah sebagai berikut:
1. Stereokimia. Ikatan ionik sangat kuat dan omnidirectional. Gaya tarik antara kation-
anion dengan anion-anion mengarah kesegala arah.
2. Titik Leleh dan Titik Didih. Karena kuatnya interaksi elektronik antara kation-anion,
dan dengan memperluas seluruh kisi kristal, senyawa ionik memiliki titik leleh dan titik
didih yang tinggi. Oleh karena itu butuh panas yang tinggi untuk peleburan dan
penguapan. Sebagai contoh, dalam kristal natrium klorida, setiap ion natrium
dikelilingi oleh enam ion klorida dan setiap ion klorida dikelilingi oleh enam ion
natrium. Susunan ini meluas di seluruh kisi kristal menghasilkan kekuatan tarikan yang
kuat di seluruh kristal. Semakin dekat ion dalam kristal (semakin rendah nomor
atomnya), semakin besar kekuatan tarikannya dan semakin tinggi titik lelehnya
ditunjukkan tabel dibawah ini.
Tabel 1 Titik Leleh Beberapa Garam Natrium
Anion F– Cl– Br– I– AlMe4–
Titik Leleh (K) 1268 1073 1023 924 513 D

3. Kekerasan. Gaya tarik elektrostatik multivalent dalam kristal ionik membuat kristal
keras. Kekerasan meningkat seiring penurunan jarak antar ion dan peningkatan muatan
ion (Tabel 2). Selanjutnya, ion dengan konfigurasi elektron seperti gas mulia (dengan
8-elektron) memberikan kristal lebih keras daripada ion dengan konfigurasi elektron
seperti gas mulia (dengan 18 elektron) (Tabel 2).

2
Tabel 2 Kekerasan Senyawa Ionik dalam Skala moh dengan Diamond= 10
LiF NaF MgO CaO SrO
M–X (pm) 202 231 205 240 257
Kekerasan 3,3 3,2 6,5 4,5 3,5
LiCl NaCl MgS CaS SrS
M–X (pm) 257 281 259 284 300
Kekerasan 3,0 2,5 4,5 4,0 3,3
LiBr CuBr
M–X (pm) 275 246
Kekerasan 2,5 2,4

4. Kerapuhan. Apabila terdapat cukup energi diberikan ke lapisan kristal unit sel, maka
gaya tarik akan menjadi gaya tolak yang disebabkan oleh tolakan anion-anion dan
kation-kation sehingga akan mengakibatkan kristal hancur. Oleh karena itu, kristal
ionik, meskipun keras, tetapi rapuh dan dapat dengan mudah dijadikan serbuk dengan
memalunya (LiH logam yang keras dan ulet).
5. Kelarutan. Senyawa ionik larut dalam pelarut polar yang memiliki konstanta dielektrik
tinggi, hal ini disebabkan oleh (i) menurunya gaya tarik antara ion-ion dalam media
dielektrik dan (ii) interaksi kutub ion-pelarut, menyediakan energi yang cukup besar
untuk memutuskan kisi ionik.
Akan tetapi banyak senyawa ion juga larut dalam pelarut yang memiliki konstanta
dielektrik rendah (dioksan, nitrobenzena, eter, alkohol, dll), kelarutan ini disebabkan
oleh (i) sifat senyawa kovalen parsial atau dapat dikatakan bahwa sifat ioniknya tidak
sepenuhnya bersifat ionic tapi mempunyai sifat kovalensi dan (ii) koordinasi molekul
pelarut melalui atom O.
6. Konduktivitas. Dalam wujud padat, senyawa ionik memiliki konduktivitas yang sangat
rendah karena ion-ion terikat erat dalam posisi kisinya dikarenakan gaya tarik antar
molekulnya sangat besar, akbitanya molekul-molekul sangat dekat dan tidak dapat
bergerak. Senyawa ionic pada wujud padat, mampu untuk mempertahankan bentuk dan
volumenya. Sebuah padatan kecil seperti MAg4I5 (M =K, NH4, Rb) memiliki
konduktivitas sama dengan ion-ion dalam larutan karena tingginya mobilitas ion Ag+
dalam kisi kristal biasa. Dalam keadaan cair dan dalam larutan, senyawa ionik
menghantarkan listrik disebabkan oleh terbentuknya ion-ion yang bebas bergerak di
sekitar medan listrik dan dengan demikian dapat membawa arus listrik.

3
B. Pembentukan Senyawa Ion
Berbagai jenis konfigurasi elektron terluar untuk kation dan anion, dibahas sebelumnya
pada Bab 3, kemudian dirangkum di bawah ini.
1. Tidak Ada Elektron terluar
Ion hidrogen H+ yang terbentuk oleh hilangnya satu electron yang ada dalam atom
adalah satu-satunya ion dari jenis ini. Proton, inti yang bermuatan positif, distabilkan
dalam larutan dengan solvasi (proses dimana ion dikelilingi oleh molekul pelarut yang
memiliki susunan tertentu) dan memiliki sifat unik.
2. lons dengan Konfigurasi Gas Inert
Ion-ion ini mengandung konfigurasi gas inert dari ns2 np6 di kulit terluarnya, kecuali
untuk n = 1, yang tidak ada orbital p dan konfigurasi shell inert adalah 1s2. Konfigurasi ini
dicapai oleh elemen dari grup I, II dan IlI dengan hilangnya elektron valensi mereka dan
oleh elemen grup VII, VI dan V dengan memperoleh masing-masing 1, 2 dan 3 elektron
dalam kulit terluar mereka. Beberapa contoh disebutkan di bawah ini.

Karena effek shielding yang tidak efisien oleh elektron 1s2, maka ion 1s2 memiliki
sifat yang berbeda dari yang dimiliki anggota kelompok yang sama dan cenderung
membentuk senyawa yang lebih kovalen.
3. Ion dengan Shell 18 Elektron
Elemen – elemen pasca transisi dari grup IB, IIB, IIIA, IVA memiliki konfigurasi kulit
terakhir dan kedua dari belakang sebagai (n-1)s2 (n-1)p6 (n-1)d10 ns1,2 np0,1,2, dapat
kehilangan elektron pada kulit terluarnya sehingga konfigurasi ion pada kulit terluarnya
menjadi ns2np6d10, Contohnya adalah Cu+, Zn+, Ga3+ dan Ge4+ dengan konfigurasi 3s2 3p6
3d10; Ag+, Cd+, In3+ dan Sn4+ dengan konfigurasi 4s2 4p6 4d10 dan Au+, Hg2+, Ti3+ dan Pb4+
untuk konfigurasi 5s2 5p6 5d10. Karena konfigurasi seperti ini hanya dapat dicapai dengan
hilangnya elektron, maka anion yang memiliki konfigurasi ini tidak dimungkinkan. Satu-
satunya pengecualian adalah Au-, dengan konfigurasi 5s2 5p6 5d10, ditemukan di CsAu.

4
4. Pasangan inert s2
Ketika elemen memiliki konfigurasi elektron valensi ns2 npx (x = 1,2,3) kemudian
kehilangan elektron pada orbital p , maka akan terbentuk kation dengan konfigurasi ns2.
Ini hanya mungkin terjadi jika energi dari elektron ns dan np cukup berbeda sehingga
menghasilkan ionisasi bertahap selama pembentukan ikatan kimia. Oleh karena itu, hanya
elemen-elemen pasca transisi dari grup IIIA, IVA dan VA yang memberikan ion seperti:
Ga+, Ge2+ dan As3+ untuk 4s2; In+, Sn2+, dan Sb3+ untuk 5s2 dan TI+, Pb2+ dan Bi3+ untuk
ion 6s2.
5. Ion-ion d dan f
Logam transisi yang terbentuk oleh hilangnya elektron valensi tanpa ionisasi ektron d
memiliki konfigurasi kulit terluar sebagai ns2 np6 ndx (x = 1 hingga 9) dan mereka
diklasifikasikan sebagai ion d karena kesamaan di antara mereka sendiri. Contoh dari ion
ini adalah Ti3+, V2+, Cr2+, Cr3+, Co2+, Fe3+, Cu2+ dll. Ion-ion tersebut berasal dari elemen
transisi bagian dalam dengan hilangnya elektron terluar dari d dan memiliki konfigurasi
(n-1)s2 (n-1)p6 (n-1)d10 (n-1)f1-13 ns2np6, di mana n = 6 untuk aktinida dan n = 5 untuk
lantanida. ion-ion ini sangat mirip satu dengan yang lainya karena ukurannya yang sama
dan konfigurasi elektron yang serupa di mana elektron f tidak termasuk dalam kombinasi
kimia.
6. lon poliatomik
Unsur yang bergabung dengan elemen elektronegatif seperti O, F atau Cl melalui
ikatan kovalen, dapat mengurangi keelektronegatifan mereka sendiri dan muatan formal.
Pembentukan sejumlah besar oxoanions, thioanion, oxocations, halocomplexes, dll.
Terlalu rumit untuk didaftarkan bersama dalam satu tujuan. Ini dan ion-ion lain seperti
[Cu(NH3)4]2+ dipertimbangkan dengan tepat sebagai senyawa koordinasi dan diperlakukan
demikian.
7. lons dengan Konfigurasi Tidak Teratur
Ada ion tertentu yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam kelas tertentu, mis. Hg22+,
Ge22+, Pb9- dll.
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa pembentukan ion mudah jika:
 muatan pada ion, terutama kation lebih kecil, umumnya satu atau dua unit saja
 anion berukuran kecil dan kation berukuran besar,

5
 ion yang terbentuk memiliki struktur yang stabil, yaitu pada shell 8-elektron gas
inert, dan shell 18-elektron semi – inert, pasangan inert 6s2, ion d atau f (dalam
urutan penurunan stabilitas).
Ketidakstabilan perbandingan ion 3d10 dan 5d10 dalam kasus tembaga dan emas harus
diperhatikan, ion stabil untuk ini adalah Cu2+ (3d9) dan Au3+ (5d8). Penjelasan yang mungkin
adalah bahwa muatan nuklir unsur-unsur ini tidak cukup tinggi untuk menahan 18 elektron
dengan kuat, lebih-lebih dalam kasus emas di mana ukuran yang meningkat mengarah ke
keadaan 3+ sebagai keadaan paling stabil. Namun stabilitas Ag+ (4d10) dan pembentukan
anurida anurida (Au-) tidak sesuai dengan penjelasan ini.

C. Rasio Jari-Jari
1. Struktur Senyawa ionik
Karena kation dan anion dalam senyawa ionik terikat oleh gaya elektrostatiknya saja,
kation dan anion mencoba untuk menempatkan diri dalam suatu susunan geometris agar
tolakan antara muatan sejenis diminimalkan dan daya tarik antara muatan yang berlawanan
dimaksimalkan. Hal ini dapat dilihat dengan mempertimbangkan efek peningkatan ukuran
dari ion pusat. Untuk menduga suatu susunan ion oktahedral, susunan spasial terlihat
paling mudah dimana setiap empat ion yang sejenis (katakanlah, anion) mengelilingi ion
pusat (katakanlah, kation). Susunan yang paling stabil adalah jika salah keempat anion
saling menyentuh dengan kation secara bersamaan [Gambar 8b]. Jika ukuran anion
menurun, anion tidak akan lagi menyentuh anion lain, meskipun mereka menyentuh kation
[Gambar 8a]. Jika ukuran kation secara relatif meningkat, anion lebih mungkin berada di
sekelilingnya memberikan stabilisasi lebih besar dengan mengubah bilangan koordinasi
dan strukturnya. Di sisi lain, jika ukuran anion meningkat, anion-anion tersebut tidak akan
lagi menyentuh kation dan meningkatkan tolakan interelektronik yang akan mendorong
salah satu dari anion jauh dari bidang koordinasi kation, sehingga mengubah struktur.

(a) (b) (c)


Gambar 8. Pengaruh peningkatan ukuran ion luar.

6
Kisi ionik yang paling umum dan stabil adalah kisi tetrahedral, oktahedral dan kubus
sesuai dengan bilangan koordinasi masing-masing dari 4, 6 dan 8 (Gambar 9). Kisi ionik
diketahui setelah nama dari mineral yang mengkristal dalam bentuk kisi yang sama
terbentuk (Gambar 10). Hal ini terlihat bahwa untuk bilangan koordinasi 4 (kisi tetrahedral)
terdapat dua struktur yang berbeda yaitu wurtzite dan seng blende (perbedaan keduanya
ditampilkan dengan jelas pada Gambar 11).

(a) (b) (c)


Gambar 9. Kisi tetrahedral (a), oktahedral (b), dan kubus
(c) hanya menampilkan satu ion pusat.

Gambar 10. Beberapa kisi ionik umum. Seng blende atau ZnS sfalerit (a) ;
wurtzite, ZnS (b); batu garam, NaCl (c); dan cesium klorida CsCl (d) untuk kisi
ionik 1: 1 dan kisi kubus fluoritCaF2 (f), dan octahedralrutil, TiO2 (e) untuk
senyawa ionik1: 2.

7
Gambar 11. Perbedaan struktur antara blende seng dan wurtzite

2. Perhitungan Perbandingan Jari-Jari


a. Kisi Kubus
Pada kisi kubus, anion terletak di sudut-sudut kubus dan kation terletak di pusat.
Dalam hal ini masing-masing anion saling bersentuhan, dan dengan kation, sehingga
sisi kubus akan sama dengan dua kali jari-jari anion (= 2ra). Diagonal terpanjang akan
sama dengan jari-jari dua anion di sudut diagonal (= 2ra) ditambah dengan diameter
kation (= 2rc) di mana ra adalah jari-jari dari anion dan rc adalah jari-jari kation (Gambar
12). Jika sisi kubus adalah b, maka diagonal ruang kubus akan menjadi b , sehingga

b = 2ra dan b = 2ra + 2rc

Dengan demikian,
=

Secara sederhana adalah


0.732. (5.1)
Oleh karena itu, diasumsikan bahwa ion merupakan bola pejal yang keras, dan
perbandingan jari-jari minimum untuk kisi kubus secara geometris didapatkan sebesar
0,732.

8
Gambar 13 Kisi oktahedral. Hanya empat
Gambar 12 Kisi kubus. anion di sudut persegi coplanar dengan ion
pusat yang akan ditampilkan. Kisi penuh
akan memiliki dua anion lagi,satu diatas dan
lainnya di bawah dengan pusat ol linear
dengan kation pusat.

3. Batasan Aturan Rasio Jari-jari


a. Aturan rasio jari-jari berlaku hanya pada bidang keras yang diketahui ukurannya.
Anion tidak keras karena mereka mudah terpolarisasi dan cenderung untuk
memberikan ikatan kovalen yang sangat kuat dan tidak mengikuti aturan rasio jari-
jari.
b. Banyak dari anion yang jauh dari kebulatan karena mereka adalah kombinasi dari
atom yang berikatan kovalen, misalnya, CN–, NO2–, N3–, dll.
c. Beberapa garam mengkristal dalam dua modifikasi memiliki bilangan koordinasi yang
berbeda. Tolakan yang besar antar anion pada senyawa dengan bilangan koordinasi
yang lebih tinggi meningkatkan jumlah jarak antar inti. Jadi RbX (X =Cl, Br, I)
mengkristal dalam struktur garam batu pada kondisi biasa, tetapi seperti struktur CsCl
pada tekanan yang lebih tinggi. Jari-jari pada koordinasi 8 (r8) dapat dihitung dari jari-
jari senyawa koordinasi 6, r6,atau sebaliknya menggunakan Persamaan. (5.5).

(5.5)

mana A6 dan A8 adalah konstanta Madelung untuk masing-masing struktur oktahedral


dan kubus, dan n adalah eksponen Born. Untuk A6 = 1,74756; A8 =1,76267 dan n = 10,
Persamaan. (5.5) memberikan
r8= 1,032 r6

9
Jari-jari ion tergantung pada bilangan koordinasi ion dalam kisi, pada kasus
memiliki batas rasio jari-jari menjadi tidak pasti karena mereka dapat membentuk
kedua kisi.
d. Garam lithium (jari-jari Li+ = 6,6 pm) seperti LiCI, LiBr dan LiI, semua mengkristal
dalam kisi oktahedral, meskipun semua garam-garam ini memiliki rasio jari-jari
Pauling dibawah 0,41 (jari-jari Cl-= 181 pm. Br-= 195 pm dan I-= 216 pm memberikan
rasio jari-jari 0,36 untuk LiCl, 0,34 untuk LiBr dan 0,305 untuk LiI). Meskipun LiI
mungkin dianggap sebagian kovalen, tampaknya tidak mungkin untuk semua halida
lainnya.
Namun, jika kita menganggap bahwa tidak ada ikatan ion 100 persen, yaitu ikatan
ionik juga memiliki beberapa sifat kovalen, jari-jari ionik perkiraan akan terlalu
rendah untuk kation yang dibentuk oleh hilangnya elektron valensi kulit terluar, dan
anionnya akan menjadi terlalu tinggi. Sebagai contoh, jika dalam perhitungan jari-jari
univalen Pauling untuk NaF, kita mengasumsikan bahwa transfer elektron tidak
lengkap, dan mengubah Z* hanya 0,2 unit, perhitunganjari-jarinya adalah 99 pm dan
132 pm untuk masing-masingion Na+ dan F-. Meskipun perubahan itu hanya 4 pm,
perubahan rasio jari-jari dari 95/136 (= 0,62) untuk 99/132 (= 0,75) dan melintasi
batas geometris stabilitas kisi oktahedral.
Ketika ion alkali atau logam alkali tanah membentuk ikatan kovalen, mereka
menggunakan elektron s -nya. Oleh karena itu struktur yang membentuk ikatan
kovalen akan memiliki jari-jari yang lebih besar dari kation yang memiliki elektron
bilangan kuantum s daripadakulit gas mulia dari ion. Jari-jarikationdiamati, akan lebih
tinggi dari pada jari-jari ionik yang dihitung dari ion.
e. Meskipun penggunaan jari-jari ion litium yang lebih besar disebabkan karena
kontribusi ikatan kovalen dalam memecahkan masalah pada litium halida, tapi tidak
membantu pada kasus kation berukuran besar. Koordinasi 8 agak jarang kecuali untuk
CsCl, CsBr dan CsI. Aturan rasio jari-jari memprediksi bahwa untuk oksida barium,
stronsium dan timbal, (jari-jari ionik Ba2+ = 134 pm, Sr2+ = 112 pm, Pb2+ = 120 pm,
dan O2-= 140 pm) kisi kubus harus ada. Bahkan, semua oksida ini mengkristal dalam
kisi oktahedral. Tidak ada penjelasan sederhana untuk pengamatan ini, meskipun dapat
dikatakan bahwa peningkatan konstanta Madelung,A(1,763 untuk kubus dan 1,748

10
untuk oktahedral (hal. 195) hampir 1 persen, sehingga faktor-faktor lain seperti
tolakan anion-anion dapat mengubah keseimbangan dalam koordinasi6.
Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa jari-jari ion adalah kuantitas yang tidak
jelas. Jika jari-jari ion sebenarnya dapat dihitung dan ditentukan, tidak mungkin ada
kemiripan dengan seting atau nilai-nilai digunakan. Jari-jari kationik yang agak kecil,
jari-jari anion agak lebih besar dari ukuran sesungguhnya, dan dua efek cenderung
membatalkan satu sama lain dalam perhitungan jarak antarinti (misalnya, jari-jari
Bragg-Slater). Meskipun demikian jari-jari ionik juga bervariasi dan tergantung pada
lingkungan ion. Setiap kristal menyajikan lingkungan yang berbeda pada ion dan
sedikit berbeda polarisasinya, maka jari-jari ionik dari suatu ion berubah dari kristal ke
kristal.
Selanjutnya, ketika anion bersinggungan satu sama lain seperti yang diharapkan
dari rasio jari-jari, karena tolakan antara anion sendiri, jarak antarion yang diamati
akan lebih besar daripada yang diamati dari jumlah jari-jari ionik mereka (misalnya,
LiF). (Ini disebut fenomena tolakan ganda).
Aturan rasio jari-jari lebih tidak terpenuhi karena ukuran ion dan karena kerapatan
muatan sangat berbeda, seperti dalam hal koordinasi tetrahedral (Tabel 3)
menunjukkan besarnya ikatan kovalen.

Tabel 3. Rasio Jari-jari Kisi Tetrahedral


BeO ZnO
(kisi Wurtzite)
0.25 0.53
BeS HgS CuF CuCl CuBr CuI AgI
0.19 0.55 0.72 0.53 0.49 0.44 (kisi Zinc blende)
0.52
ZnS CdS MnS
(Kedua kisi zinc blende dan wurtzite)
0.40 0.52 0.45

D. Energi Kisi
Energi kisi (U) dari senyawa ion didefinisikan sebagai jumlah energi yang dilepaskan
ketika satu mol senyawa terbentuk dalam struktur kisi biasa dari sejumlah ion dalam
keadaan gas. Energi kisi (Effendy, 2010) dapat didefinisikan sebagai energy yang
dibebaskan apabila sejumlah mol kation dan anion dalam fase gas didekatkan dari jarak tak
berhingga sampai ke kedudukan setimbang dalam sauatu kisi kristal 1 mol senyawa ionic
pada suhu 0K. Jadi energy kisi adalah perubahan energi untuk reaksi

11
M+(g)+ X-(g) M+X-(s)

Mn+ (g)+nX-(g) Mn+Xn-(s) (5.6) atau

mMn+ (g)+nX-(g) Mmn+Xnm–(s)

Pentingnya energi kisi dapat dilihat dengan mengamati pembentukan senyawa ionik
+ -
A B dari A dan B. Proses ini melibatkan tiga langkah.

(1) Pemindahan sebuah elektron dari A yang membutuhkan energi ionisasi (IE) dari
A:
A(g) A+(g)+e– H = IEA, (5.7)
(2) Penambahan elektron ke B membentuk B- dengan melepaskan afinitas elektron
(EA) dari B:
B(g) +e– B–(g) H = –EAB (5.8)
(3) Penyusunan senyawa ion dalam keadaan gas dengan pola geometris yang teratur
melepaskan energi kisi dari senyawa A+B-:
A+(g) + B–(g) A+B–(s) H=U (5.9)
Pembentukan ion gas A+B–, dimana ion berada pada jarak yang tak terbatas
memerlukan masukan energi (=IEA–EAB). Energi ionisasi (IE) minimum adalah sama
dengan 375,7 kJ mol-1 (94 kkalmol-1) untuk cesium, dan afinitas elektron (EA) maksimum
adalah 349,7 kJ mol-1 (89.5 kkal mol-1) untuk klorin, pembentukan ion bahkan dalam hal
kombinasi yang paling baik membutuhkan energi sekitar 27 kJmol-1. Bentuk yang lebih
stabil adalah dalam bentuk gas, oleh karena itu atom berbeda dari ion karena ion
mengalami pemisahan.
Pada pembentukan padatan ionik, tarikan Coulomb antara ion yang berbeda muatan
harus dipertimbangkan. Energi dari susunan ion dalam kisi-kisi dapat dengan mudah
dihitung oleh model elektrostatik sederhana. Mengingat dua ion Mz+ dan Xz–, titik muatan
dipisahkan oleh jarak r, energi tarik-menarik elektrostatik adalah sebagai berikut:

Ecoul = z+z–e2/4 or (5.10)

dimana e adalah muatan listrik (1.6 x 10-19 Q) dan ∈o adalah permitivitas hampa. Pada
muatan negatif, energi ini adalah negatif sehubungan dengan energi pada pemisahan ion
yang tak terbatas dan menjadi tak terbatas sebagai r mendekati nol.
12
Ion –ion bukanya suatu titik yang bermuatan melainkan memiliki awan elektron yang
akan saling bertolakan apabila mereka berada pada jarak tertentu. Gaya tolakan antara
eketron dari ion-ion adalah dapat diabaikan pada jarak antar ion yang besar, akan tetapi
karena kekatan gaya tolak ini bertambah besar dengan berkurangnya jarak antar ion-ion,
maka gaya tolakan ini harus diperhitungkan. Pada gambar 5.9 , energy tolakan (Erep =
repulsion energy) antara awan elektron pada pasangan ion M+X– ditunjukkan dengan garis
putus-putus. Menurut Born besarnya energy tolakan (Erep) dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut:
Erep = NB/rn (5.11)
Di mana B adalah suatu tetapan dan n yang disebut eksponen Born, besarnya energy
tolakan untuk 1 mol Kristal yang mengandung N kation dan N anion adalah:
Erep = NB/rn (5.12)
Energi total U dari 1 mol kisi Kristal yang mengandung N kation dan N anion adalah

U = Ecoul+Erep = – + (5.13)

Sebagai dua istilah yang berbeda, kurva dari U terhadap r (Gambar 5.9) akan
menampilkan kesetimbangan minimal jarak antar inti r0.

Gambar 14. Kurva perbedaan istilah energi terhadap r (kualitatif


saja) memberikan r minimal pada jarak antar inti r0

Pada r = r0, dan dU/ dr = 0, sehingga,

=– – = 0 padar = r0

13
memberikan

B=– (5.14)

Substitusi dari persamaan (5.14) ke persamaan (5.13) memberikan energi dari


pasangan ion pada jarak antar inti r0 sebagai

U0 = –

= (5.15)

= untuk pasangan ion 1 : 1 (5.16)

Sebuah kisi kristal akan memberikan lebih banyak tarikan Coulomb daripada pasangan ion.
Misalnya pada kristal NaCl, untuk setiap ion natrium, enam ion klorida pada jarak r0, dua
belas ion natrium pada jarak , delapan lebih ion klorida , enam ion natrium pada

, 24ion klorida di , dll.Energi Coulomb dari masing-masing tarikan ini akan


dinyatakan mirip dengan Persamaan (5.10), sehingga Ecoul untuk pasangan ion dalam kisi
adalah sebagai berikut:

Ecoul = – + – + – ....

= (5.17)

Interaksi antara ion-ion yang terdapat dalam suatu kisi Kristal dinyatakan dengan tetapan
Mandelung. dimana A disebut konstanta Madelung, Ternyata A dapat dihitung secara
matematis, meskipun tidak menarik dan tidak tergantung pada muatan ion..
Dalam literatur lama, konstanta Madelung M didefinisikan sebagai

14
M = (5.18)

Dimana z adalah faktor umum tertinggi dari muatan ion. Hal ini sama seperti perhitungan
energi dari molekul MX2 sebagai

E = (5.19)

Untuk menghindari kebingungan, nilai-nilai dari kedua A dan M yang diberikan untuk
struktur yang umum pada Tabel 4.
Tabel 4. Konstanta Madelung untuk Beberapa Kisi Kristal yang Umum
Struktur Bilangan A M
Koordinasi
Rock Salt NaCI CsCl 6:6 1.74756 1.74756
Caesium ZnS 8:8 1.76267 1.76267
chloride ZnS 4:4 1.63806 1.63806
Zinc blende or CaF2 4:11 1.64132 1.64132
sphalerite TiO2 8:4 2.51939 5.03878
Wurtzite SiO2 6:3 2.408 4.816
Fluorite Cu2O 4:2 2.2197 4.4394
Rutile TiO2 2:4 2.05776 4.11552
Quartz CdI2 6:3 2.4000 4.8000
Cuperite Al2O3 2.355 4.71
Anatase 6:4 4.17186 25.03116
Cadmium iodide
Corundum

Sehingga energi dari pasangan ion dalam kisi, menjadi

U0 =

Energi total darisatu mol pasangan ion dalam kisi kristal akan menjadi energi pasangan N,
dimana N adalah bilangan Avogadro, sehingga

Uc = NU0= (5.20)

15
Ini adalah persamaan Born-Lande untuk energi kisi dari senyawa ionik dan hanya
membutuhkan nilai r0, jarak kisi antar inti untuk perhitungan kisi energi Uc. Karena
sebagian dari nilai-nilai mengacu pada 298 K, sedikit penyesuaian dalam nilai-nilai yang
diperlukan, tetapi perbedaannya jarang melebihi 5–10 kJ mol-1.
Kapustinskii telah menyarankan Persamaan (5.21) untuk Uc, dimana struktur kristal suatu
senyawa diketahui

Uc = (5.21)

di mana v adalah jumlah ion tiap molekul, yaitu 3 untuk BeCl2, Li2O, dll dan r0 adalah
jumlah jari-jari ionik dari ion.

E. Kesalahan dalam Persamaan Born-Lande


Dalam perhitungan yang sangat akurat, berikut ini diterapkan dalam perhitungan di atas.
Nilai Uc, pada 0 K disebut sebagai U0, di mana diasumsikan bahwa fibrasi antar atom
diabaikan.
(1) Gaya van derWaals atau gaya dispersi London. Kekuatan-kekuatan yang lemah terjadi
pada semua atom, molekul atau ion, karena tarikan antara dipol berosilasi dalam atom
yang berdekatan. Ini bervariasi sekitar sebagai r-6, dan dihitung dari polarisabilitas dan
energi ionisasi ion.
(2) Titik nol energi kristal adalah energi fibrasi dari ion dimana terjadi kristal pada 0K,
dan dihitung dari frekuensi fibrasi kisi.
(3) Pernyataan yang lebih teliti dari Persamaan (5.11) juga dapat digunakan, tetapi
hasilnya tidak berbeda jauh.
(4) Jangka kapasitas panas [Persamaan. (5.22)] harus ditambahkan pada hasil, suhu T
dimana Cc mengacu pada kapasitas panas dari jenis bahan yang terlibat pada volume
konstan. Hal ini diasumsikan bahwa ion dan molekul-molekul gas berperilaku sebagai
ideal (dan umumnya Cv=3R/2).

E= dT (5.22)

Memasukkan poin di atas, Mayer, Born dan Helmboltz menyarankan persamaan


(5.23) di mana k dan ca dalah parameter baru dan E0 adalah energi titik nol dari kristal.

16
U = + NB – + NE0 (5.23)

Batas besaran relatif yang berbeda pada dalam Persamaan (5.23) diberikan dalam
Tabel 5 untuk beberapa padatan ionik.

Tabel 5. Komponen Persyaratan Energi Kisi


Batas Energi LiF NaCl CsI
kJ Ev kJ eV kJ eV
Coulomb -1200 -12.4 -860 -8.92 -620 -6.4
Tolakan 180 1.9 100 1.03 52 0.63
Gaya van der Waals -16 -0.17 -12 -0.13 -46 -0.48
Titik nol 16 0.17 8 0.08 29 0.3

Perhitungan energi kisi untuk senyawa ionik ini sangat penting karena tidak ada
cara langsung untuk mengukur energi kisi dari senyawa. Ketika garam ionik menguap,
menghasilkan pembentukan spesies baik kovalen maupun atom sehingga tidak mungkin
dapat langsung menggunakan persamaan (5.6) untuk penentuan energi kisi.

F. Siklus Born-Haber
Sulit menentukan energi kisi langsung secara eksperimental, energy kisi ditentukan
dengan perhitungan tidak langsung menggunakan proses siklik yang dikenal sebagai
siklus Born-Haber atau siklus Born-Haber-Fajans.
Berdasarkan hukum pertama termodinamika, entalpi reaksi akan sama baik reaksi
berlangsung dalam satu tahap atau beberapa tahap. Ini adalah hukum Hess dan
merupakan pernyataan dari hukum kekekalan energi. Siklus Born-Haber berhubungan
dengan entalpi molar pembentukan standar ΔHf ketika satu mol senyawa ionik M+X–
terbentuk dari unsur-unsurnya dalam keadaan fisik yang lebih stabil pada suhu 298,15K
dan tekanan 101,3kPa (1atm).
Perhitungan pembentukan M+X– dari M danX2 (misalnya, NaCl dari Na dan Cl2)
dalam dua tahap seperti yang ditunjukkan di bawah ini.

17
Gambar 15. Siklus Born-Haber pada senyawa NaCl

Rincian tahap-tahap yang diperlukan unuk membentuk kristal NaCl dari unsur-unsurnya
adalah sebagai berikut:
1. Atomisasi natrium. Pada tahapan ini padatan Na diubah menjadi atom-atom Na dalam
fase gas. Energi yang menyertai tahap ini disebut energy atomisasi. Tahap ini
berlangsung secara endotermik karena diperlukan sejumlah energy untuk memutuskan
ikatan logam antara atom-atom Na yang terdapat dalam logam natrium. Berdasarkan
daur di atas, persamaan reaksi untuk tahap ini dapat dituliskan sebagai berikut.
Na (s) + ½ Cl2 (g)  Na (g) + 1/2 Cl2 (g) ∆HA (Na) = 108,4 kJ/mol
Pada tahap ini gas Cl2 tidak mengalami perubahan.
2. Atomisasi klorin. Pada tahap ini gas Cl2 diubah menjadi atom-atom Cl dalam fase gas.
Energi yang menyertai tahap ini disebut energy atomisasi atau energy disosiasi ikatan.
Tahap ini berlangsung secara endotermik karena diperlukan sejumlah energy untuk
memutuskan ikatan kovalen antara dua atom Cl. Persamaan reaksi untuk tahap ini dapat
dituliskan sebagai berikut
Na (g) + ½ Cl2 (g)  Na (g) + Cl (g) 1/2∆HD (Cl2) = 120,9 kJ/mol
∆HD (Cl2) adalah energi disosiasi ikatan Cl-Cl.
Pada tahap ini atom Na tidak mengalami perubahan.
3. Ionisasi atom natrium. Pada tahap ini atom Na dalam fase gas diionisasi menjadi ion Na+
dalam fase gas. Energi yang menyertai tahap ini disebut energy ionisasi. Reaksi ini

18
berlangsung secara endotermik karena diperlukan sejumlah energy untuk mengatasi gaya
tarik inti terhadap electron yang akan dieksitasi dampai jarak tak berhingga (dilepaskan)
dari atom Na. Persamaan reaksi untuk tahap ini dapat dituliskan sebagai berikut
Na (g) + Cl2 (g)  Na+ (g) + Cl (g) + e EI = 495,4 kJ/mol
Pada tahap ini atom Cl tidak mengalami perubahan.
4. Ionisasi atom klorin. Pada tahap ini atom Cl dalam fase gas diionisasi menjadi ion Cl-
dalam fase gas. Energi yang menyertai tahap ini disebut afinitas electron. Tahap ini
berlangsung secara eksotermik karena gaya tarik inti atom Cl terhadap electron yang akan
memasukin atom tersebut lebih kuat dibandingkan gaya tolak electron-electron pada atom
Cl terhadap electron yang akan memasuki atom tersebut. Persamaan reaksi untuk tahap
ini dapat dituliskan sebagai berikut
Na+ (g) + Cl (g) + e  Na+ (g) + Cl -(g) + e AE = -348, 5 kJ/mol
Pada tahap ini atom Na+ tidak mengalami perubahan.
5. Pembentukan kisi Kristal NaCl. Sebenanjya tahap ini sendiri terdiri atas dua tahap
dimana kedua tahap ini membebaskan sejumlah energy yaitu tahap pembentukan
pasangan ion Na+Cl- dalam fase gas. Energi yang menyertai reaksi ini disebut dengan
energy pasangan ion (UPI). Tahap ini berlangsung secara eksotermik karena terjadi gaya
tarik antara dua ion dengan muatan yang berlawanan. Persamaan reaksi untuk tahap ini
dapat dituliskan sebagai berikut
Na+ (g) + Cl- (g)  Na+Cl- (g) UPI = -450, 2 kJ/mol
Sedangkan tahap kedua adalah pembentukan kisi kristalnya dimana pasangan ion Na+Cl-
berubah menjadi kisi Kristal NaCl. Energi yang menyertai tahap ini disebut energi kisi,
U. Tahap ini berlangsung secara eksotermik karena terjadi gaya tarik antara pasangan-
pasangan ion untuk membentuk kisi kristal.

Siklus Born-Haber berhubungan dengan entalpi molar pembentukan standar ΔHf ketika
satu mol senyawa ionik M+X– terbentuk dari unsur-unsurnya dalam keadaan fisik yang
lebih stabil pada suhu 298,15K dan tekanan 101,3kPa (1atm). Contoh siklus Born-Haber
pada senyawa NaCl

Penggunaan Siklus Born-Haber


Entalpi pembentukan senyawa ionik Hf, dapat dihitung dalam beberapa persen
menggunakan persamaan Born-Lande (Persamaan 5.20) dan siklus Born-Haber. Jarak

19
antar inti dalam kristal NaCl 281,4 pm, konstanta Madelung untuk kisi NaCl adalah
1,74756 dan eksponen Born, mengambil rata-rata nilai untuk Na+ (7) dan Cl- (9), adalah
8; persamaan Born-Lande memberikan energi kisi Uc, untuk kristal sebagai

Uc =

= 7,552 x 105 J mol-1


= 755,2 kJmol-1
Koreksi kapasitas panas menjadi 2,1 kJ mol-1,
U0 = 755,2 kJ mol-1 2,1
= 757,3 kJ mol-1
Persamaan Born-Haber menunjukkan
Hf = S + I + D– X + Uc

= 108,4 + 495,4 + 120,9– 348,5– 757,3


= – 381,1kJ mol-1
Nilai –381,1kJ mol-1 (–91,1 kkalmol-1) ini membandingkan dengan hasil observasi entalpi
pembentukan NaC1 yaitu–410,9kJ mol-1 (–98 kkalmol-1).
Istilah energi yang terlibat dalam persamaan (5.24) atau (5.25) dapat dianalisis seperti
yang diberikan di bawah ini.
(1) Atomisasi unsur. Nilai S dan D yang umumnya rendah dibandingkan dengan istilah
lain yang terlibat dan tidak banyak berubah dari senyawa ke senyawa. Meskipun
nilai D untuk masing-masing N2 dan O2 adalah 941 kJ dan 507 kJ mol-l, masih
terlalu kecil untuk menjadi konsekuensi apapun. Jika S untuk logam adalah tinggi,
memberikan kontribusi terhadap kemuliaan logam. Jadi lebih tinggi S (285,6 kJ
mol-l) dari perak dibandingkan dengan natrium (108,4 kJ mol-l) membuat perak
lebih mulia, meskipun U0 untuk AgCl, (–899 kJ mol-l), (–214 kkal mol-l) lebih dari
dari NaCl (–757 kJ mol-l, –181 kkal mol-l).
(2) Energi ionisasi. Energi ionisasi IE selalu endotermik dan meningkatkan ionisasi,
membatasi muatan pada kation untuk satu atau dua unit, dengan muatan +3 agak
jarang ditemukan dan +4 muatan hanya ditemukan pada Th4+. Untuk unsur
golongan utama, peningkatan IE hanya cukup meningkatkan, kecuali jika oktet gas
mulia rusak. Keadaan oksidasiyang paling stabiluntuk unsur golongan I, II dan III,

20
yang memaksimalkan muatan tanpa melanggar oktet gas mulia (karena lebih
bersifat mengimbangi U0). Jadi meskipun memerlukan energi 5,139 MJ (1230kkal)
per mol untuk pembentukan Al, itu adalah stabil dalam kisi ionik. Ada perbedaan
energi yang besar antara elektron ns luar dan elektron (n-1) d pada unsur-unsur
transisi, tidak ada perubahan mendadak pada nilai IE dan stabilitas kisi ionik
menjadi sebanding untuk unsur-unsur dengan valensi yang berbeda.
(3) Afinitas Elektron. EA untuk halogen adalah eksotermik, untuk unsur lain sangat
endotermik. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, jumlah IE dan EA selalu
endotermik bahkan untuk pasangan ion. Atom dengan EA endotermik akan
cenderung membentuk senyawa kovalen, namun energi kisi padatan mengandung
ion oksida yang begitu tinggi sehingga mengimbangi perbedaan IE–EA, bahkan
untuk ion logam tetra-valensi seperti Ti4+ dan Zr4+, karena ukurannya yang kecil
dan muatan ioniknya lebih tinggi pada ion oksida.
(4) Energi kisi. Sebagai penjumlahan dari istilah (1), (2) dan (3) akan selalu
endotermik, sejumlah besar senyawa ionik stabil dengan energi kisi yang besar
karena energi elektrostatik yang terlibat. Energi elektrostatik akan selalu negatif,
energi yang dilepaskan selama pembentukan ion dalam fase gas adalah

Energi pasangan ion = (5.27)

Dengan demikian, sejumlah besar oksida ionik dan sulfida yang dikenal bahwa EA
yang sangat endoterm dari kedua oksigen serta belerang karena energi kisi yang
tinggi yang dilepaskan selama pembentukan kristal.

G. Kelarutan Senyawa Ionik


Larutan ionik atau polar lebih mudah larut dalam pelarut polar karena tarikan
elektrostatik antara dipol atau ion zat terlarut dan pelarut dipol. Air adalah pelarut yang
baik. Karena mempunyai momen dipol yang besar (1,84 D), dimana penambahan interaksi
pembentukan dipol-dipol mampu memisahkan molekul kovalen polar, seperti HCl, HBr,
dll menjadi ion-ion, dengan mengurangi gaya Coulomb antara muatan ion yang
berlawanan.
Ecoul = z+z–e2/4 r (5.29)

21
dimana adalah konstanta dielektrik medium dan r adalah jarak antarion. Untuk air,

= 81,7 .
1. Efek Entalpi
Untuk kelarutan yang lebih tinggi, entalpi larutan per mol (entalpi berubah ketika
satu mol zat terlarut dilarutkan dalam pelarut untuk membentuk larutan, yang pada
pengenceran tidak melibatkan perubahan entalpi) harus negatif. Entalpi pelarut akan
semakin negatif seiring dengan peningkatan konstanta dielektrik dari pelarut.
Peningkatan dari konstanta dielektrik suatu pelarut maka suatu pelarut akan semakin
baik dalam melarutkan senyawa ionic.
Dari proses:
M+X– –Uc M+(g)+ X–(g) solv M+(aq) + X–(aq) (5.30)
–Uc solv soln (5.31)

dimana soln adalah entalpi larutan dan adalah solv entalpi pelarutan ion-ion gas.

solv ditentukan oleh

solv = (5.32)

akan menjadi lebih negative dengan peningkatan konstanta dielektrik dari pelarut.
Jadi, pelarut dengan konstanta dielektrik yang lebih tinggi merupakan media yang lebih
baik untuk pelarutan senyawa ionik.
2. Ukuran Ion
Meskipun kelarutan senyawa ionik akan dibahas lebih detail pada Bab 9, secara umum
dapat dikatakan bahwa kelarutan senyawa ionik bertambah seiring meningkatnya
ukuran ion. Hal ini terjadi karena penurunan energi kisi lebih besar dibandingkan
penurunan energi pelarutan ion. Kelarutan meningkat dalam urutan berikut
LiF<LiCl<LiBr <LiI
LiF<NaF <KF <RbF <CsF
Namun, jika salah satu ion sangat besar, kelarutan meningkat dengan penurunan ukuran
dari ion lain:
CsF>CsCl >CsBr>CsI (kation sangat besar)
LiI >NaI >KI>CsI (anion sangat besar)
LiNO3>NaNO3>KNO3>CsNO3 (anion sangat besar)
22
3. Muatan Ion
Secara umum, kelarutan meningkat dengan meningkatnya muatan ionik dilihat dari
kation dan anion dari senyawa tersebut. Urutan kelarutan adalah:
NaCl< CaCl2<YCl3<ThCl4
Na2SO4<MgSO4<Al2(SO4)3
Bertambahnya muatan ion positif akan memperkecil jari-jari ion tersebut. Fenomena
ini dapat diidentfikasi dengan memnadingkan jari-jari kation-kation yang memiliki
jumlah elketron yang sama dan dengan bilangan koordinasi yang sama pula, misalnya
jari-jari ion Na+, Mg2+, Al3+. Ion-ion Na+, Mg2+, Al3+ adalah isoelektron dan memiliki
kulit yang sama. Karena jumlah proton pada ion Al3+ > Mg2+ > Na+, maka kekuatan
tarikan inti terhadap elektron-elektron, khususnya elektron yang berada di kulit terluar
pada ion Al3+ > Mg2+ > Na+, sehingga ukuran atau jari-jari ion Al3+ > Mg2+ > Na+.
4. Pengaruh Suhu
Faktor van't Hoff

= (5.33)

menunjukkan bahwa konstanta kesetimbangan K untuk reaksi

M+X–(s) M+(aq) + X–(aq)


akan menurun dengan peningkatan suhu karena soln, untuk sebagian besar zat-zat
adalah negatif. Namun, meskipun fakta bahwa panas berubah saat padatan ionik pada
umumnya larut, dengan beberapa pengecualian, kelarutan padatan meningkat dengan
kenaikan suhu. Hal ini bertentangan dengan Persamaan (5.33). Penjelasan untuk ini
adalah bahwa panas larutan bervariasi terhadap suhu dan tanda dari –

menjadi negatif akibat penurunan pelarutan ion pada suhu yang lebih

tinggi.
H. Aturan Fajan
Aturan-aturan yang mengatur perubahan dari ikatan ionik menjadi ikatan kovalen
disebut aturan Fajan. Aturan ini didasarkan pada perubahan bentuk dari interaksi ion dalam
ikatan A+B- (polarisasi ion). Ketika sebuah anion mendekati kation, awan elektronnya
tidak hanya ditarik oleh inti, tetapi juga oleh muatan kation. Hal ini menghasilkan
perubahan bentuk awan elektronnya, yang disebut polarisasi anion. Karena ukuran kation

23
yang kecil, polarisasi kation tidak berarti (Gambar 16). Akibat adanya polarisasi, pasangan
elektron ikatan cenderung dipakai bersama oleh atom yang berikatan dibandingkan jenis
ikatan pada senyawa ionik secara umum, sehingga ikatannya lebih mengarah ke ikatan
kovalen(bersifat kovalensi)

Gambar 16. Efek polarisasi (a) Pasangan ion ideal tanpa polarisasi
apapun, (b) Pasangan ion saling terpolarisasi. (c) Polarisasi yang besar
mengarah ke pembentukan ikatan kovalen. Lingkaran putus-putus
mewakili ion yang ideal.

Fajan mengemukakan bahwa suatu kation yang ukurannya kecil mampu


memporalisasi awan elektron dari suatu anion sehingga bentuk ion-ion tidak lagi sferik
melainkan ellipsoid seperti pada Gambar 16 (b). Dalam keadaan yang ekstrim dimana
polarisasi kation terhadap anion sangat kuat maka awan elektron dari kation dan anion
akan membaur sehingga diperoleh senyawa kovalen seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 16(c).

Peningkatan polarisasi ion, dan sifat kovalen, merupakan hasil dari faktor-faktor
berikut, yang disebut aturan Fajan.
(1) Muatan yang lebih tinggi. Sifat kovalen ikatan meningkat dengan peningkatan muatan
kationik. Kation yang bermuatan tinggi dan ukurannya kecil daya polarisasinya lebih
besar dibandingkan daya polarisasi kation dengan muatan lebih kecil sedangkan
ukurannya lebih besar. Hal ini dapat dilihat dari titik leleh dan konduktivitas listrik
dari senyawa dengan anion pada umumnya (Tabel 6). Meskipun tidak banyak data
anion yang tersedia, tampaknya kecenderungannya seperti yang diharapkan.Misalnya
daya polarisasi ion-ion Mg2+ > Na+ karena muatan ion Mg2+ > Na+ dan ukuran ion
Mg2+ < Na+

24
Tabel 6. Sifat Beberapa Senyawa Ionik
Jari-jari Ionik Titik Leleh
Ion
(pm) (K)
(a) Peningkatan muatan kation untuk ion klorida
Na+ 97 1073
2+
Mg 67 990
Al3+ 50 453
4+
Si 40 330(b.p)
(b) Peningkatan ukuran kation untuk ion fluorida
Na+ 95 1268
K+ 133 1130
+
Rb 148 1048
Cs+ 169 955
(c) Peningkatan ukuran anion untuk garam
natrium

F 136 1268
Cl– 181 1073

Br 195 1023
I– 216 924

2) Jari-jari kationik yang lebih kecil. Peningkatan kepadatan muatan pada kation yang
berukuran lebih kecil meningkatkan daya polarisasi, sehingga cenderung untuk
membentuk kovalen.Dilihat dari (Tabel 6 (b)) bahwa jari-jari ionik berkebalikan
dengan titik lelehnya, dalam senyawa ionic itu tidak dibahas dikarenakan berhubungan
dengan sifat kekerasan bukan berkaitan dengan senyawa ionic disebabkan sifat
kekerasan bukanlah sifat dari senyawa ionic.
3) Ukuran anion yang lebih besar. Awan elektron pada ion yang lebih besar akan
memegang inti dengan kurang kuat, sehingga anion akan lebih mudah terpolarisasi.
Bertambahnya mutan dan ukuran suatu anion akan mengakibatkan anion semakin
lunak. Anion yang lunak ini awan elektronya semakin mudah dipolarisasi oleh kation.
Hal ini mungkin disebabkan karena perlindungan elektron terluar oleh kulit elektron
terdalam. Seperti terlihat pada (Tabel 6 (c)), Misalnya kelunakan anion F– < Cl– < Br– <
I– sehingga kebolehpolaran F– < Cl– < Br– < I–
4) Kation dengan kulit berisi 18-elektron memiliki daya polarisasi lebih besar daripada
ion dengan kulit berisi 8-elektron dengan muatan dan ukuran yang sama. Hal ini
dikarenakan peningkatan elektronegativitas ion dengan kulit berisi 18-elektron dimana
elektron yang lebih dalam memiliki efek perlindungan yang lebih lemah pada inti,
(lihat ion Na+ dan Cu+).
25
Jadi, banyak fakta yang dapat dirasionalisasi berdasarkan polarisasi anion oleh
kation. Beberapa diantaranya adalah:
(a) KI larut dalam alkohol (kovalen) sedangkan KCl tidak larut.
(b) LiCl larut dalam alkohol seperti dalam piridin; logam alkaliklorida lainnya tidak
larut.
(c) FeCl3 larut dalam eter (kovalen) tetapi A1C13 tidak.
(d) CuX, AgX dan AuX (X=Cl, Br dan I) tidak larut dalam air sedangkan logam
alkali halide yang berukuran sama dapat dengan mudah larut karena golongan
pembentuk halide yang lebih kovalen.
(e) Jarak antarinti pada CuX lebih dekat dengan jumlah jari-jari atomnya, sedangkan
dalam logam alkali halida, jarak antarinti yang diamati lebih dekat dengan jumlah
jari-jari ionnya.
(f) FeCl3 menyublim pada 450K, A1C13 pada 620 K, YCl3 tidak menguap sama
sekali.
(g) Asetat dan klorida dari logam transisi larut dalam alkohol, tetapi nitratnya tidak.
(h) ZnCl2 lebih mudah menguap daripada MgCl2 dan lebih mudah larut dalam pelarut
organik disebabkan peningkatan sifat kovalennya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Effendy. 2010. Teori VSEPR, Kepolaran, dan Gaya Antarmolekul. Malang: Bayumedia
Publishing.

Lee, J.D. 1991. Concise Inorganic Chemistry,fourth Edition. London: Champman & Hall.

Manku, G. S. (2002). Theoritical Principles of Inorganic Chemistry. Hans Raj College:


University of Delhi

27

Anda mungkin juga menyukai