Anda di halaman 1dari 5

BAB VI

KESIMPULAN

Dari keseluruhan ulasan yang merupakan refleksi kondisi geologi daerah

penelitian, peneliti akhirnya dapat membuat pengelompokan-pengelompokan

berdasarkan parameternya masing-masing, baik itu mengenai tatanan geologi

yang meliputi : geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi dan

geologi lingkungannya.

Pada akhir dari penulisan tugas akhir tipe I ini penulis membuat suatu

kesimpulan sebagai berikut :

Aspek geomorfologi daerah penelitian dibagi berdasarkan morfometri

(Van Zuidam Cancelado, 1979) dan morfogenesa (Van Zuidam,1983) menjadi

satuan geomorfologi bergelombang lemah denudasional (D1A), satuan

geomorfologi bergelombang lemah - kuat denudasional (D1B), satuan

geomorfologi bergelombang kuat denudasional (D2), dan satuan geomorfologi

bergelombang lemah kuat struktural denudasional (S1).

Secara Stratigrafi, berdasarkan satuan litostratigrafi tidak resmi (Komisi

SSI, 1996), Satuan batuan daerah penelitian terdiri dari 3 (tiga) satuan, dari yang

paling tua hingga paling muda yaitu satuan batupasir karbonatan Kerek, satuan

napal Kalibeng, dan satuan batugamping Klitik.

Struktur geologi yang berkembang dan dapat diidentifikasi pada daerah

penelitian berupa beberapa struktur lipatan (antiklin Sikut, antiklin Ngablak, dan

sinklin Dukuh); sesar berupa sesar naik (sesar Komplang dan sesar Ngablak),

sesar mendatar (sesar Banyuurip dan sesar Gebang); dan kekar-kekar (kekar tarik

Tugas Akhir Tipe I 142


Erwil Mangiwa / 410006001
dan kekar gerus) yang terdapat hampir pada setiap satuan litologi. Pada umumnya

semua struktur lipatan mempunyai sumbu relatif berarah barat timur, struktur

sesar naik mempunyai arah penyebaran barat timur, sedangkan untuk sesar

mendatar relatif berarah timur laut barat daya yaitu Sesar Gebang dan berarah

barat laut tenggara yaitu Sesar Banyuurip.

Ada tiga hal mengenai geologi lingkungan pada daerah penelitian yaitu

sumber daya alam, bencana alam dan potensi pengembangan wilayah. Sumber

daya alam yang dapat dimanfaatkan berupa batugamping sebagai bahan bangunan

ataupun pengeras jalan, hutan jati dan hasil pertanian. Sedangkan untuk sumber

daya airnya pada daerah tinggian bersifat tidak permanen, dalam hal ini sungai-

sungai itu tergantung akan curah hujan setempat untuk memenuhinya. Pada

umumya penduduk lebih memilih berkebun berupa singkong ataupun jagung yang

tidak membutuhkan banyak air daripada bersawah karena kondisi daerah yang

berbukit-bukit sehingga kesulitan untuk mengalirkan air atau membuat irigasi

untuk bersawah. Bencana alam yang mungkin berkembang adalah gerakan tanah

tipe slide yang dipicu oleh pengaruh topografi (kemiringan lereng), kondisi

litologi dan kontrol kejenuhan air, serta kondisi litologi berfraksi halus yang

menyebabkan rusaknya jalan, sedangkan potensi pengembangan wilayah yang

dapat dikembangankan adalah berupa pertanian/perkebunan berupa lahan

persawahan pada dataran dan hutan produksi pada topografi tinggi serta

peternakan.

Berdasarkan hasil dari analisis Measuring Stratigrafic (MS) dan

melakukan pendekatan berdasarkan Submarine Fan Stratigrafic Facies (Walker,

Tugas Akhir Tipe I 143


Erwil Mangiwa / 410006001
1984), Submarine Fan Environmental Model (Walker, 1976) dan sikuen Bouma

(1962), ditarik kesimpulan bahwa pada satuan batupasir karbonatan Kerek dibagi

menjadi sebelas (10) satuan pengendapan yang berbeda.

Unit Pengendapan 1, dengan litologi penyusun berupa perulangan antara

napal dan batupasir karbonatan, fasies unit pengendapan ini termasuk dalam

Classical Turbidite 1 (C.T. 1) (Walker, 1984), sedangkan dalam sikuen Bouma

(1962) didapat Td Te. Berdasarkan model pengendapan kipas bawah laut Walker

(1976) terbentuk pada lingkungan Lower Fan.

Unit Pengendapan 2, dengan litologi penyusun pada bagian bawah terdiri

dari batupasir karbonatan dengan sisipan napal dan pada bagian atas terdapat

batupasir karbonatan masif, fasies unit pengendapan ini termasuk dalam Classical

Turbidite 3 (C.T. 3) dan Massive Sandstone (M.S.) (Walker, 1984), sedangkan

dalam sikuen Bouma (1962) didapat Td Te dan Ta. Berdasarkan model

pengendapan kipas bawah laut Walker (1976) terbentuk pada lingkungan Smooth

Portion of Suprafan Lobes.

Unit Pengendapan 3, dengan litologi penyusun berupa perulangan

batupasir karbonatan dan napal, fasies unit pengendapan ini termasuk dalam

Classical Turbidite 2 (C.T. 2) (Walker, 1984), sedangkan dalam sikuen Bouma

(1962) didapat Td Te. Berdasarkan model pengendapan kipas bawah laut Walker

(1976) terbentuk pada lingkungan Smooth Portion of Suprafan Lobes.

Unit Pengendapan 4, dengan litologi penyusun berupa batupasir

karbonatan masif, fasies unit pengendapan ini termasuk dalam Massive Sandstone

(M.S.) (Walker, 1984), sedangkan dalam sikuen Bouma (1962) didapat Ta dan Tb.

Tugas Akhir Tipe I 144


Erwil Mangiwa / 410006001
Berdasarkan model pengendapan kipas bawah laut Walker (1976) terbentuk pada

lingkungan Channeled.

Unit Pengendapan 5, dengan litologi penyusun pada bagian bawah berupa

perulangan batupasir karbonatan dengan napal, makin ke atas batupasir

karbonatan makin menebal, fasies unit pengendapan ini termasuk dalam Classical

Turbidite 2 (C.T. 2) (Walker, 1984), sedangkan dalam sikuen Bouma (1962)

didapat Td Te dan Tb. Berdasarkan model pengendapan kipas bawah laut

Walker (1976) terbentuk pada lingkungan Smooth Portion of Suprafan Lobes.

Unit Pengendapan 6, dengan litologi penyusun berupa batupasir

karbonatan berfragmen, batupasir karbonatan massif, dan batupasir karbonatan

berlapis, fasies unit pengendapan ini termasuk dalam Peebly Sandstone (P.S.) dan

Massive Sandstone (M.S.) (Walker, 1984), sedangkan dalam sikuen Bouma (1962)

didapat Ta dan Tb. Berdasarkan model pengendapan kipas bawah laut Walker

(1976) terbentuk pada lingkungan Channeled.

Unit Pengendapan 7, dengan litologi penyusun terdiri dari perulangan

batupasir karbonatan halus dan sedang dengan sisipan napal dan batugamping,

fasies unit pengendapan ini termasuk dalam Classical Turbidite 3 (C.T. 3) dan

Massive Sandstone (M.S.) (Walker, 1984), sedangkan dalam sikuen Bouma (1962)

didapat Td Te, Ta dan Tb. Berdasarkan model pengendapan kipas bawah laut

Walker (1976) terbentuk pada lingkungan Smooth Portion of Suprafan Lobes.

Unit Pengendapan 8, dengan litologi penyusun pada bagian bawah berupa

batupasir massif, makin ke atas batupasir karbonatan menampakkan struktur

perlapisan dengan sisipan napal, fasies unit pengendapan ini termasuk dalam

Tugas Akhir Tipe I 145


Erwil Mangiwa / 410006001
Classical Turbidite 3 (C.T. 3) dan Massive Sandstone (M.S.) (Walker, 1984),

sedangkan dalam sikuen Bouma (1962) didapat Ta Tb, Td Te, Tb dan Te.

Berdasarkan model pengendapan kipas bawah laut Walker (1976) terbentuk pada

lingkungan Smooth Portion of Suprafan Lobes.

Unit Pengendapan 9, dengan litologi penyusun terdiri dari perulangan

batupasir karbonatan halus dan sedang dengan sisipan napal dan batugamping,

fasies unit pengendapan ini termasuk dalam Classical Turbidite 2 (C.T. 2)

(Walker, 1984), sedangkan dalam sikuen Bouma (1962) didapat Tb Te.

Berdasarkan model pengendapan kipas bawah laut Walker (1976) terbentuk pada

lingkungan Smooth Portion of Suprafan Lobes.

Unit Pengendapan 10, dengan litologi penyusun terdiri dari perulangan

batupasir karbonatan dengan napal, fasies unit pengendapan ini termasuk dalam

Classical Turbidite 2 (C.T. 2) (Walker, 1984), sedangkan dalam sikuen Bouma

(1962) didapat Td Te. Berdasarkan model pengendapan kipas bawah laut Walker

(1976) terbentuk pada lingkungan Smooth Portion of Suprafan Lobes.

Unit Pengendapan 11, dengan litologi penyusun berupa napal dengan

sisipan batupasir karbonatan dan batugamping, fasies unit pengendapan ini

termasuk dalam Classical Turbidite 1 (C.T. 1) (Walker, 1984), sedangkan dalam

sikuen Bouma (1962) didapat Td Te. Berdasarkan model pengendapan kipas

bawah laut Walker (1976) terbentuk pada lingkungan Lower Fan.

Tugas Akhir Tipe I 146


Erwil Mangiwa / 410006001

Anda mungkin juga menyukai