1
KATA PENGANTAR
Tim Penyusun
2
SAMBUTAN
KEPALA SATUAN POLISI PRAJA
KABUPATEN BANYUMAS
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Kata Sambutan
Daftar Isi
Bab I Peraturan Daerah
Kabupaten Banyumas Yang
Mengandung Sanksi Pidana
Bab II Standar Operasional
Prosedur Penegakan
Peraturan Daerah Oleh
Satuan Polisi Pamong Praja
Bab III Payung Hukum Pelaksanaan
Tugas Satuan Polisi Pamong
Praja
4
BAB I
PERATURAN DAERAH
KABUPATEN BANYUMAS
YANG MENGANDUNG SANKSI PIDANA
5
perlombaan/pertandingan olahraga,
kelab malam, diskotik, karaoke, caf,
panti pijat, panti mandi uap, spa,
bioskop, bioskop keliling, dunia fantasi,
kolam pemancingan, taman rekreasi,
taman satwa, pentas satwa, warung
internet, game net atau istilah lain sesuai
perkembangan teknologi, gelanggang
permainan dan ketangkasan, tempat
bermain anak, impresariat, konvensi, biro
perjalanan wisata dan/atau agen
perjalanan wisata, pentas seni budaya,
pusat seni dan atau pameran, dan segala
bentuk usaha rekreasi dan hiburan
umum yang lain.
6
disediakan untuk kegiatan yang
melanggar kesusilaan dan
ketertiban umum;
4. Memenuhi persyaratan hygiene dan
sanitasi di dalam dan/atau di
lingkungan tempat Usaha Rekreasi
dan Hiburan Umum sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
5. Mentaati ketentuan tentang
ketenagakerjaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
6. Meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan karyawan sesuai
dengan fungsi dan tugasnya guna
meningkatkan pelayanan;
7. Mentaati peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 7
(1) Setiap kegiatan Usaha Rekreasi dan
Hiburan Umum wajib memiliki izin
usaha.
(2) Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan
Umum berupa :
a. Izin Usaha tetap/permanen;
b. Izin Usaha
sementara/insidental.
7
(3) Setiap Usaha Rekreasi dan Hiburan
Umum yang bersifat
tetap/permanen wajib memiliki :
a. Persetujuan Prinsip untuk
pembangunan atau perluasan
Usaha Rekreasi dan Hiburan
Umum;
b. Izin Usaha.
(4) Setiap Usaha Rekreasi dan Hiburan
Umum yang bersifat
sementara/insidental tidak
memerlukan persetujuan prinsip.
(5) Persetujuan Prinsip dan Izin Usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan oleh Bupati.
(6) Persetujuan Prinsip dan Izin Usaha
sebagaimana dimaksud ayat (1)
tidak dapat dipindahtangankan.
(7) Ketentuan lebih lanjut tentang
pemberian izin usaha diatur oleh
Bupati.
Pasal 11
(1) Persetujuan Prinsip sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
huruf a, berlaku untuk jangka
waktu 2 (tiga) tahun terhitung sejak
tanggal ditetapkan dan batal demi
hukum bilamana dalam jangka
8
waktu tersebut belum
dipergunakan.
(2) Izin Usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b,
berlaku untuk jangka waktu selama
usahanya masih melaksanakan
kegiatan, dengan ketentuan setiap 5
(lima) tahun sekali bagi pemegang
izin tetap/permanen wajib
mendaftar ulang.
Pasal 16
(1) Izin Usaha tidak berlaku atau
dicabut apabila :
a. Izin diperoleh secara tidak sah;
b. Izin dikembalikan kepada
Bupati;
c. Pemegang Izin Usaha melanggar
ketentuan-ketentuan dalam
peraturan daerah ini dan/atau
persyaratan-persyaratan yang
ditetapkan dalam Izin Usaha;
d. Pemegang Izin Usaha tidak
melaksanakan kegiatan Usaha
Rekreasi dan Hiburan Umum
selama 2 (dua) tahun berturut-
turut tanpa memberikan alasan-
alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan;
9
e. Bertentangan dengan
kepentingan umum, tata ruang
dan lingkungan hidup.
Pasal 17
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan-
ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 6, pasal 7, dan pasal 11
ayat (2), diancam pidana kurungan
paling lama 3 (tiga) bulan atau
denda paling banyak Rp.500.000,00
(lima ratus ribu rupiah).
10
pembinaan, pengendalian dan
pengawasan, serta pelayanan kepada
msyarakat, maka dalam Peraturan
Daerah ini di samping mengatur syarat-
syarat untuk mendapatkan perizinan,
juga diatur kewajiban-kewajiban bagi
penyelenggara usaha hotel dan
penginapan yang bertujuan disamping
untuk melindungi pengguna jasa usaha
hotel dan penginapan, juga untuk
ketertiban administrasi penyelenggaraan
usaha hotel dan penginapan.
Pasal 22
(1) Pimpinan usaha hotel, usaha
penginapan remaja, usaha pondok
wisata, dan usaha tempat indekos
dalam menjalankan usahanya wajib:
a. Memberikan perlindungan
kepada tamu;
11
b. Tidak menggunakan hotel,
penginapan remaja, pondok
wisata dan tempat indekos
untuk perjudian,
penyalahgunaan narkoba,
psikotropika dan zat adiktif
lainnya, kegiatan-kegiatan yang
melanggar kesusilaan,
keamanan dan ketertiban
umum;
c. Mencatat, menyimpan barang-
barang milik tamu yang
tertinggal di lingkungan tempat
usaha dan mencatat nama yang
menemukan, waktu dan tempat
barang tersebut ditemukan serta
menyimpanbarang tamu
tersebut sekurang-kurangnya
selama 6 (enam) bulan;
d. Menyediakan tempat
penyimpanan barang-barang
berharga secara khusus untuk
usaha hotel dan
memberitahukan kepada tamu
hotel untuk menyimpan barang-
barang berharga di tempat
penyimpanan barang berharga
yang disediakan;
e. Menjamin terpenuhinya
kewajiban atas pungutan negara
12
dan pungutan daerah yang
ditetapkan sesuai peraturan
perundang-undangan yang
berlaku;
f. Menyelenggarakan pembukuan
perusahaan sesuai peraturan
perundang-undangan yang
berlaku;
g. Menyampaikan laporan kepada
Bupati.
Pasal 31
(1) Izin Usaha dicabut karena :
a. Tidak memenuhi kewajiban-
kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam pasal 22 ayat
(1) dan ayat (4);
b. Terbukti melakukan tindak
pidana kejahatan yang berkaitan
dengan kegiatan usahanya;
13
c. Terbukti melakukan tindak
pidana pelanggaran terhadap
Peraturan Perundang-undangan
yang berkaitan dengan kegiatan
usahanya; atau
d. Tidak menjalankan usahanya
selama 2 (dua) tahun berturut-
turut.
Pasal 53
(1) Wajib Retribusi yang tidak
melaksanakan kewajiban sehingga
merugikan keuangan daerah
diancam pidana kurungan paling
lama 6 (enam) bulan atau denda
paling banyak 4 (empat) kali jumlah
retribusi yang terutang.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (1), diancam dengan pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan
atau denda paling banyak Rp.
2.000.000,- (dua juta rupiah).
(3) Tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
adalah pelanggaran.
14
3. Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
3.1. Umum
Peraturan Daerah ini dimaksudkan
sebagai landasan hukum bagi
pengaturan, penataan, pemberdayaan,
pembinaan dan pengawasan terhadap
kegiatan PKL yang dilaksanakan oleh
masyarakat, agar tercipta ketertiban,
keindahan, keamanan dan kenyamanan
dalam pemanfaatan ruang milik publik.
15
ditentukan setelah selesai
menjalankan kegiatan usahanya.
Pasal 6
(1) Setiap orang dilarang melaksanakan
kegiatan PKL di ruang milik publik,
kecuali pada lokasi yang ditetapkan
oleh Bupati.
Pasal 7
(1) Setiap orang yang akan
melaksanakan kegiatan PKL pada
lokasi yang telah ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam pasal
6 ayat (1), wajib terlebih dahulu
memiliki Surat Penempatan PKL
yang diterbitkan oleh Kepala Dinas
atas nama Bupati atau pejabat yang
ditunjuk.
Pasal 17
Setiap PKL dilarang:
a. melakukan kegiatan usaha dengan
mendirikan tempat usaha semi
permanen dan/atau permanen;
b. menggunakan tempat lain atau
tempat yang lebih luas daripada
yang telah ditetapkan dalam Surat
Penempatan PKL;
16
c. meminjamkan atau menyewakan
tempat usahanya kepada pihak lain;
d. menjualbelikan dan/atau
memindahtangankan Surat
Penempatan PKL;
e. menjual barang-barang atau
melakukan pekerjaan yang menurut
Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku dinyatakan sebagai
barang terlarang dan/atau
perbuatan terlarang;
f. melakukan usaha atau kegiatan
usaha yang mengganggu atau
membahayakan keamanan,
ketertiban dan/atau keselamatan
umum serta menimbulkan
pencemaran lingkungan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
g. meninggalkan sarana dagang di
lokasi tempat usaha setelah selesai
kegiatan usahanya;
h. melakukan usaha atau kegiatan
yang tidak sesuai dengan lokasi,
waktu, ukuran dan bentuk sarana
dagang sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
17
Pasal 18
(1) PKL yang melanggar ketentuan
Pasal 5 dan Pasal 17 dikenakan
sanksi
administrasi berupa pencabutan
Surat Penempatan PKL.
(2) Dengan pencabutan Surat
Penempatan PKL seperti dimaksud
pada ayat (1), Kepala Dinas atau
pejabat yang ditunjuk berwenang
memerintahkan membongkar
tempat usaha PKL dan/atau
menyita barang dagangan dan/atau
peralatan yang digunakan untuk
usaha PKL.
Pasal 19
(1) Setiap orang yang melanggar Pasal 7
ayat (1), diancam pidana kurungan
paling lama 3 (tiga) bulan atau
denda paling banyak Rp.
3.000.000,- (tiga juta rupiah).
18
pengawasan dan pengendalian
penyelenggaraan bangunan sebelum dan
setelah IMB diberikan. Fungsi
pengawasan dilaksanakan melalui
pemeriksaan fungsi bangunan,
persyaratan teknis bangunan, dan
keandalan bangunan. Fungsi
pengendalian dilaksanakan melalui
peninjauan lokasi, pengecekan informasi
atas pengaduan masyarakat, dan
pengenaan sanksi sehingga dengan
Peraturan Daerah ini tujuan untuk
mewujudkan tertib dan kepastian hukum
dalam penyelenggaraan bangunan yang
memenuhi persyaratan administrasi dan
persyaratan teknis sesuai dengan
fungsinya dapat tercapai. Adapun
mengenai pengaturan Retribusi IMB,
didasarkan pada Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah dan cara perhitungan
tarif retribusi dalam Peraturan Daerah ini
berlaku secara nasional didasarkan pada
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 24/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Teknis Izin Mendirikan
Bangunan Gedung.
19
4.2. Pasal-pasal pokok
Pasal 48
(1) Wajib Retribusi yang tidak
melaksanakan kewajibannya
sehingga merugikan keuangan
daerah diancam pidana kurungan
paling lama 3 (tiga) bulan atau
pidana denda paling banyak 3 (tiga)
kali jumlah retribusi terutang yang
tidak atau kurang dibayar.
(2) Setiap orang atau Badan yang
membangun bangunan baru,
rehabilitasi/renovasi bangunan
meliputi perbaikan/perawatan,
perubahan, perluasan/
pengurangan, dan
pelestarian/pemugaran bangunan
tanpa izin atau izinnya telah
dicabut, dapat dipidana dengan
pidana kurungan selama-lamanya 6
(enam) bulan dan/atau denda
sebanyak-banyaknya Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
(3) Pengenaan pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak
mengurangi kewajiban Wajib
Retribusi untuk membayar
retribusinya.
20
(4) Tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
21
5.2. Pasal-pasal pokok
Pasal 21
(1) Penyelenggara reklame wajib
memperoleh izin penyelenggaraan
reklame dari Bupati.
(2) Bupati mendelegasikan kewenangan
pemberian izin penyelenggaraan
reklame kepada Perangkat Daerah
yang membidangi perizinan.
Pasal 33
(1) Penyelenggara reklame yang
melanggar ketentuan dalam Pasal
21 ayat (1) diancam pidana
kurungan paling lama 6 (enam)
bulan dan/atau denda paling
banyak Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
22
karenanya dalam peredarannya perlu
dilakukan penertiban yang
berkelanjutan. Hal ini perlu dilakukan
untuk menghindarkan bahaya
penyalahgunaan minuman beralkohol di
kalangan masyarakat di Daerah. Telah
menjadi tekad Pemerintah Daerah bahwa
walaupun minuman beralkohol termasuk
komoditi perdagangan bebas namun
perlu dibatasi yang disertai dengan
perizinan.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas,
maka Pemerintah Daerah memandang
perlu melakukan langkah-langkah
pengendalian, pengawasan dan
penertiban produksi, pengedaran dan
penjualan Minuman Beralkohol yang
dilaksanakan secara terkoordinasi antara
instansi terkait dengan semua pihak yang
berkepentingan untuk dapat memahami,
menghayati dan pada akhirnya ikut
berperan serta membantu langkah-
langkah yang seperti telah diuraikan di
atas.
Kondisi ini yang menjadi alasan
utama harus ada Peraturan Daerah yang
dapat dijadikan dasar hukum untuk
mengadakan pengendalian, pengawasan,
penertiban dan pengendalian peredaran
Minuman Beralkohol.
23
6.2. Pasal-pasal pokok
Pasal 19
(1) Minuman Beralkohol dengan kadar
etil alkohol atau etanol (CaHsOH) di
atas 55% dilarang diimpor,
diedarkan atau dijual di dalam
Daerah.
(2) Bahan baku minuman Beralkohol
dalam bentuk konsentrat dilarang
diimpor, diproduksi dan diedarkan
di dalam Daerah.
Pasal 20
Setiap orang dilarang membawa
Minuman Beralkohol dari luar negeri
sebagai barang bawaan, kecuali untuk
dikonsumsi sendiri paling banyak 1000
ml (seribu mililiter) perorang dengan isi
kemasan tidak kurang dari 180 ml
(seratus delapan puluh mililiter)
Pasal 23
(1) Setiap orang perorangan dilarang
memperdagangkan Minuman
Beralkohol.
Pasal 32
(1) Setiap orang yang melanggar
ketentuan sebagaimana diatur
24
dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal
23 ayat (1) diancam pidana
kurungan paling lama 6 (enam )
bulan atau denda paling banyak Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah.
(2) Ketentuan pidana sebagaimana
dimaksud ayat (1) adalah
pelanggaran.
25
dan/atau perbuatan yang dikategorikan
sebagai penyakit masyarakat.
Penyakit masyarakat yang dimaksud
dalam Peraturan Daerah ini meliputi
Pengemis, Gelandangan psikotik dan non
psikotik, Pengamen, Orang terlantar,
Anak jalanan, Peminum minuman
beralkohol, Perjudian, dan Pelacuran.
26
b. mengajak, membujuk,
membantu, menyuruh, memaksa,
menampung dan mengoordinir
orang lain secara perorangan atau
berkelompok sehingga
menyebabkan terjadinya kegiatan
menggelandang, mengemis
dan/atau mengamen.
(3) Setiap orang/badan dilarang
memberi uang dan/atau barang
dalam bentuk apapun kepada
pengemis, gelandangan, pengamen,
orang terlantar, dan anak jalanan di
tempat umum.
Pasal 24
(1) Setiap orang dilarang meminum
minuman beralkohol di tempat
umum.
(2) Setiap orang atau badan dilarang
memfasilitasi untuk timbulnya
pelanggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) Setiap orang atau badan dilarang
mengedarkan, memproduksi,
memperjualbelikan dan
menyediakan fasilitas minuman
27
beralkohol tanpa izin untuk
terjadinya pelanggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 25
(1) Setiap orang dilarang melakukan
kegiatan perjudian dalam segala
bentuk dan jenisnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Badan dilarang menyediakan
tempat, sarana dan prasarana
untuk melakukan perjudian.
Pasal 26
(1) Setiap orang dilarang:
a. melakukan hubungan seks dalam
bentuk pelacuran;
b. memfasilitasi terjadinya
hubungan seks dalam bentuk
pelacuran;
c. melindungi perbuatan, tindakan
dan perilaku yang menimbulkan
hubungan seks dalam bentuk
pelacuran; dan
d. mengkoordinasi atau menampung
pelacur dan/atau menyediakan
sarana dan prasarana yang dapat
digunakan sebagai tempat untuk
28
menampung pelacur, baik untuk
melakukan maupun tidak
melakukan kegiatan pelacuran.
Pasal 39
(1) Setiap orang, kelompok atau badan
yang melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam pasal
23 ayat (1) dan ayat (2), pasal 24,
pasal 25 ayat (1), dan pasal 26 ayat
(1) Peraturan Daerah ini diancam
pidana kurungan selama-lamanya 3
(tiga) bulan dan/atau denda
sebanyak-banyaknya
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
(2) Setiap orang, kelompok atau badan
yang melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam pasal
23 ayat (3) Peraturan Daerah ini
diancam pidana kurungan selama-
lamanya 3 (tiga) bulan dan/atau
denda sebanyak-banyaknya
Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta
rupiah).
(3) Tindak Pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
adalah pelanggaran.
29
8. Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas
Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketenteraman
Masyarakat dan Ketertiban Umum
8.1. Umum
Penyelenggaraan ketenteraman
masyarakat dan ketertiban umum
merupakan salah satu Urusan
Pemerintahan Wajib yang berkaitan
dengan Pelayanan Dasar sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan pasal 12 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pemerintah Kabupaten Banyumas
berkomitmen untuk menyelenggarakan
urusan wajib dimaksud dalam rangka
melindungi dan meningkatkan kualitas
hidup masyarakat. Untuk mewujudkan
Kabupaten Banyumas yang tenteram,
tertib serta menumbuhkan rasa disiplin
dalam berperilaku bagi setiap
masyarakat, maka perlu adanya upaya
dalam meningkatkan ketenteraman
masyarakat dan ketertiban umum.
Dengan ditetapkannya Peraturan
Daerah ini diharapkan dapat
memberikan motivasi dalam
menumbuhkembangkan budaya disiplin
masyarakat guna mewujudkan tata
kehidupan Kabupaten Banyumas yang
lebih tenteram, tertib, nyaman, bersih
30
dan indah, yang dibangun berdasarkan
partisipasi aktif seluruh komponen
masyarakat.
Penyelenggaran ketertiban umum
meliputi tertib jalan dan angkutan jalan,
tertib jalur hijau, taman dan fasilitas
umum, tertib sungai, saluran dan kolam,
tertib lingkungan, tertib usaha, tertib
bangunan, tertib pariwisata, tertib
hiburan dan keramaian, dan tertib peran
serta masyarakat.
31
Daerah ini dikenakan sanksi pidana
kurungan selama-lamanya 3 (tiga)
bulan atau denda sebanyak-
banyaknya Rp.50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
(3) Tindak Pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
32
BAB II
1. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Standar Operasional Prosedur
Penegakan Peraturan Daerah meliputi :
a. Tindakan Preemtif;
b. Tindakan Preventif;
c. Tindakan Represif Non Yustisi;
d. Tindakan Represif Pro Yustisi.
2. Ketentuan Umum
Upaya penegakan peraturan daerah hendaknya
mengikuti prinsip-prinsip berikut :
a. Mempunyai landasan hukum;
b. Tidak melanggar HAM;
c. Dilaksanakan sesuai prosedur;
d. Tidak menimbulkan korban/kerugian pada
pihak manapun.
3. Tindakan Preemtif
Preemtif adalah tindakan awal sebelum
melakukan kegiatan pencegahan melalui :
- Deteksi dini : suatu cara yang dilakukan
untuk mengetahui timbulnya potensi
pelanggaran Perda sedini mungkin.
- Inventarisasi : suatu upaya untuk
mengumpulkan data-data(subyek dan obyek
33
penegakan perda) berkaitan dengan
Penegakan Produk hukum daerah,
- Sosialisasi : suatu upaya untuk
memberitahukan kepada masyarakat,
aparatur negara, badan hukum, badan
usaha, instansi Pemerintah tentang Produk
Hukum Daerah baru yang akan ditegakkan.
4. Tindakan Preventif
Tindakan Preventif adalah tindakan pencegahan
terhadap terjadinya pelanggaran produk hukum
daerah / Perda melalui :
- Penyuluhan : suatu upaya untuk
memberitahukan kepada masyarakat,
aparatur negara, badan hukum, badan
usaha, instansi Pemerintah tentang Produk
Hukum Daerah agar dipatuhi.
- Pembinaan : suatu upaya untuk memberi
pemahaman kepada masyarakat, aparatur
negara, badan hukum, badan usaha, instansi
Pemerintah yang melanggar Produk Hukum
Daerah agar tidak melakukan pelanggaran
lagi.
- Pengawasan : suatu cara untuk mendata
masyarakat, aparatur negara, badan hukum,
badan usaha, instansi Pemerintah yang
melanggar Produk Hukum Daerah.
34
yang dilakukan terhadap masyarakat, aparatur
negara, badan hukum, badan usaha, instansi
Pemerintah yang melanggar Produk Hukum
Daerah agar jera untuk tidak melakukan
pelanggaran lagi.
Tindakan yang dilakukan oleh Satuan Polisi
Pamong Praja:
a. Penindakan terhadap para pelanggar
Peraturan daerah, terlebih dahulu
menandatangani surat pernyataaan bersedia
dan sanggup mentaati dan mematuhi serta
melaksanakan ketentuan dalam waktu 15
hari terhitung sejak penandatanganan surat
pernyataan.
b. Apabila tidak melaksanakan dan atau
mengingkari syarat pernyataannya, maka
akan diberikan:
1. Surat teguran pertama, dengan tegang
waktu 7(tujuh) hari;
2. Surat teguran kedua dengan tegang waktu
3 (tiga) hari;
3. Surat teguran ketiga, dengan tegang waktu
3 (tiga) hari.
c. Apabila tidak melaksanakan dan atau
mengingkari surat teguran tersebut, akan
dilaporkan kepada Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) untuk dilakukan proses sesuai
peraturan perundang undangan yang
berlaku.
35
6. Tindakan Represif Pro Yustisi
Tindakan Represif Pro Yustisi adalah suatu
langkah hukum yang dilakukan oleh PPNS
terhadap masyarakat, aparatur negara, badan
hukum, badan usaha, instansi Pemerintah yang
melanggar Produk Hukum Daerah untuk
dilakukan proses hukum sesuai dengan KUHAP.
a. Penyelidikan
1. Pada prinsipnya setiap anggota Satuan
Polisi Pamong Praja dan PPNS pada Satuan
Polisi Pamong Praja berdasarkan Pasal 255
ayat (2) huruf c Undang Undang Nomor
Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (atas kuasa undang-
undang) memiliki kewenangan untuk
melakukan penyelidikan.
2. PPNS dalam rangka penyelidikan
pelanggaran Peraturan daerah (Trantibum)
dapat menggunakan kewenangan
pengawasan dan atau pengamatan untuk
menemukan pelanggaran pidana dalam
lingkup undang-undang yang menjadi
dasar hukumnya (peraturan daerah).
3. Dalam hal tertentu PPNS bila
membutuhkan kegiatan penyelidikan,
dapat pula meminta bantuan penyelidik
Polri.
b. Penyidikan Pelanggaran peraturan daerah
1. Dilaksanakan oleh PPNS setelah diketahui
bahwa suatu peristiwa yang terjadi
merupakan pelanggaran Peraturan daerah
36
yang termasuk dalam lingkup tugas dan
wewenang sesuai dengan undang-undang
yang menjadi dasar hukumnya dalam
wilayah kerjanya.
Pelanggaran ketentuan peraturan daerah
dapat diketahui dari:
a) Laporan yang dapat diberikan oleh:
1) Setiap orang;
2) Petugas.
b) Tertangkap tangan baik oleh masyarakat
maupun;
c) Diketahui langsung oleh PPNS.
2. Dalam hal terjadi pelanggaran Peraturan
daerah baik melalui laporan, tertangkap
tangan atau diketahui langsung oleh PPNS
dituangkan dalam bentuk laporan kejadian
yang ditandatangani oleh pelapor dan PPNS
yang bersangkutan.
3. Dalam hal tertangkap tangan. Setiap
anggota Satuan Polisi Pamong Praja dan
PPNS dapat melaksanakan:
a) Tindakan pertama di tempat kejadian
perkara.
b) Melakukan tindakan yang diperlukan
sesuai kewenangan yang ditetapkan di
dalam undang-undang yang menjadi
dasar hukum Satuan Polisi Pamong
Praja dan PPNS yang bersangkutan.
c) Segera melakukan proses penyidikan
dengan koordinasi dengan instansi
37
terkait sesuai dengan bidang, jenis
pelanggaran peraturan daerah.
c. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan tersangka dan saksi
dilakukan oleh PPNS yang bersangkutan,
dalam pengertian tidak boleh dilimpahkan
kepada petugas lain yang bukan penyidik.
2. Setelah diadakan pemeriksaan oleh PPNS
terhadap tersangka dan tersangka
mengakui telah melakukan pelanggaran
Peraturan daerah serta bersedia dan
mentaati untuk melaksanakan ketentuan
Peraturan daerah tersebut sesuai dengan
jenis usaha/kegiatan yang dilakukan
dalam waktu 15 hari sejak pelaksanaan
pemeriksaan tersebut dan mengakui
kesalahan kepada yang bersangkutan
diharuskan membuat surat pernyataan.
d. Pemanggilan
1. Dasar hukum pemanggilan adalah sesuai
dengan ketentuan KUHAP sepanjang
menyangkut pemanggilan.
2. Dasar pemanggilan tersangka dan saksi
sesuai dengan kewenangan yang
ditetapkan dalam undang-undang yang
menjadi dasar hukumnya masing-masing
(peraturan daerah).
3. Yang berwenang menandatangani Surat
Panggilan pada prinsipnya adalah PPNS
Satuan Polisi Pamong Praja.
38
4. Dalam hal pimpinan Satuan Polisi Pamong
Praja adalah penyidik (PPNS), maka
penandatanganan Surat Panggilan
dilakukan oleh pimpinannya selaku
penyidik.
5. Dalam hal pimpinan Satuan Polisi Pamong
Praja bukan penyidik (PPNS), maka surat
panggilan ditandatangani oleh PPNS Polisi
Pamong Praja yang diketahui oleh
pimpinan.
6. Dan surat panggilannya dilakukan oleh
petugas PPNS, agar yang bersangkutan
dengan kewajiban dapat memenuhi
panggilan tersebut (bahwa kesengajaan
tidak memenuhi panggilan diancam dengan
pasal 216 KUHP).
e. Pelaksanaan
1. Dalam melaksanakan operasi penegakan
Peraturan daerah dibentuk tim terpadu
yang terdiri dari Satpol PP, pengampu
peraturan daerah dengan dibantu
kepolisian (Korwas PPNS), Kejaksaan dan
pengadilan dapat melakukan:
a) Sidang ditempat terhadap para
pelanggar peraturan daerah;
b) Melakukan pemberkasan terhadap para
pelanggar peraturan daerah dan
selanjutnya diserahkan kepada
kejaksaan.
39
c) Melakukan kordinasi dengan kejaksaan,
pengadilan dan kepolisian (Korwas
PPNS) guna penjadwalan untuk
melaksanakan persidangan terhadap
para pelanggar peraturan daerah.
40
BAB III
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
YANG MENJADI DASAR TUGAS
SATUAN POLISI PAMONG PRAJA
41
No. Jenis Nomor Tahun Judul
Urut Peraturan Peraturan
7 Peraturan 54 2011 Standar
Menteri Operasional
Dalam Prosedur
Negeri Satuan Polisi
Pamong Praja
8 Peraturan 19 2013 Pedoman
Menteri Pakaian Dinas,
Dalam Perlengkapan
Negeri Dan Peralatan
Operasional
Satuan Polisi
Pamong Praja
9 Peraturan 34 2015 Ketentuan
Menteri Pelaksanaan
Dalam Peraturan
Negeri Menteri
Pendayagunaa
n Aparatur
Negara Dan
Reformasi
Birokrasi
Republik
Indonesia
Nomor 4 Tahun
2014 Tentang
Jabatan
Fungsional
Polisi Pamong
Praja Dan
Angka
Kreditnya
42
No. Jenis Nomor Tahun Judul
Urut Peraturan Peraturan
10 Peraturan 26 2010 Penggunaan
Menteri Senjata Api
Dalam Bagi Anggota
Negeri Satuan Polisi
Pamong Praja
11 Peraturan 27 2010 Pedoman
Menteri Pelaporan
Dalam Satuan Polisi
Negeri Pamong Praja
12 Peraturan 40 2011 Pedoman
Menteri Organisasi Dan
Dalam Tata Kerja
Negeri Satuan Polisi
Pamong Praja
13 Peraturan 38 2010 Pedoman
Menteri Penyelenggaraa
Dalam n Pendidikan
Negeri Dan Pelatihan
Dasar Polisi
Pamong Praja
14 Peraturan 19 2013 Pedoman
Menteri Pakaian Dinas,
Dalam Perlengkapan
Negeri Dan Peralatan
Operasional
Satuan Polisi
Pamong Praja
15 Peraturan 6 2010 Manajemen
Kapolri Penyidikan
oleh Penyidik
Pegawai Negeri
Sipil
43
No. Jenis Nomor Tahun Judul
Urut Peraturan Peraturan
16 Keputusan 7 2003 Pedoman
Menteri Operasional
Dalam Penyidik
Negeri Pegawai Negeri
Sipil Daerah
Dalam
Penegakan
Peraturan
Daerah
17 Peraturan 15 2011 Organisasi Dan
Daerah Tata Kerja
Kabupaten Satuan Polisi
Banyumas Pamong Praja
Kabupaten
Banyumas
18 Peraturan 42 2011 Penjabaran
Bupati Tugas dan
Banyumas Fungsi Satuan
Polisi Pamong
Praja
Kabupaten
Banyumas
44