APRIL 2014
BAHAN KULIAH HIDROLOGI CARA MENGHITUNG DEBIT BANJIR DENGAN
METODA HIDROGRAF SATUAN SINTETIS
DAFTAR ISI
BAB 1 1-1
Pendahuluan 1-1
1.1 Pengertian hidrograf 1-1
1.2 Komponen Suatu Hidrograf 1-2
1.3 Kegunaan Hidrograf 1-3
BAB 2 2-1
LANDASAN TEORI 2-1
2.1 Definisi dan asumsi 2-1
2.1.1 Definisi 2-1
2.1.2 Asumsi 2-1
2.1.3 Hidrograf Satuan Terukur 2-2
2.1.4 Hidrograf Satuan Sintetis 2-3
2.1.5 Kurva Dan Konvolusi Unit Hidrograf 2-4
2.2 Perhitungan Debit Banjir Dengan Cara Hidrograf Satuan Sintetis 2-5
BAB 3 3-1
CARA SCS 3-1
3.1 Hidrograf Satuan Sintetis SCS 3-1
3.1.1 Bentuk Hidrograf Satuan Sintetis SCS Curvilinear Tak Berdimensi 3-1
3.1.2 Bentuk Hidrograf Satuan Sintetis SCS Curvilinear Tak Berdimensi 3-1
3.1.3 Contoh Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetis SCS 3-4
3.1.4 Superposisi Hidrograf 3-7
3.1.5 Penggambaran Bentuk Hidrograf Banjir 3-9
BAB 4 4-1
CARA NAKAYASU 4-1
4.1 Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu 4-1
4.1.1 Bentuk Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu Tak Berdimensi 4-1
4.1.2 Cara Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu 4-4
4.1.3 Superposisi Hidrograf 4-8
4.1.4 Penggambaran Bentuk Hidrograf Banjir 4-8
BAB 5 5-1
CARA GAMA-1 5-1
5.1 Hidrograf Satuan Sintetik GAMA 1 5-1
5.1.1 Bentuk Hidrograf Satuan Sintetis GAMA-1 5-1
5.1.2 Parameter Morfometri DAS 5-3
5.1.3 Contoh Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetis GAMA-1 5-5
5.1.4 Superposisi Hidrograf 5-9
5.1.5 Penggambaran Bentuk Hidrograf Banjir 5-9
BAB 6 6-1
CARA ITB 6-1
6.1 Latar Belakang 6-1
6.2 Formulasi Umum Hidrograf Satuan Sintetis 6-3
6.2.1 Transformasi/Normalisasi Koordinat 6-4
6.2.2 Generalisasi ke bentuk yang kompleks 6-5
6.2.3 Rumus Umum Qp (Debit Puncak) dan Kp (Peak Rate Factor) 6-6
6.3 Hidrograf Satuan Sintetis ITB-1 dan ITB-2 6-7
6.3.1 Data karakteristik fisik DAS 6-7
6.3.2 Waktu Puncak (Tp) dan Waktu Dasar (Tb) 6-7
BAB 7 7-1
KESIMPULAN DAN CATATAN PENUTUP 7-1
7.1 KESIMPULAN 7-1
7.2 CATATAN PENUTUP 7-6
7.3 DAFTAR PUSTAKA 7-7
LAMPIRAN 1
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 3-1 : Koordinat Tidak Berdimensi Dari HSS SCS Curvilinear 3-2
Tabel 3-2 : Perhitungan HSS SCS Curvilinear 3-5
Tabel 3-3 : Distribusi Hujan Hujan Efektif 3-7
Tabel 3-4 : Superposisi HSS SCS Curvilinear 3-8
Tabel 4-1 : Perhitungan HSS Nakayasu 4-5
Tabel 4-2 : Superposisi HSS Nakayasu 4-9
Tabel 5-1 : Parameter Morfometri DAS Ciliwung Hulu 5-6
Tabel 5-2 : Perhitungan HSS GAMA-1 5-8
Tabel 5-3 : Superposisi HSS GAMA-1 5-10
Tabel 6-1 : Koordinat HSS SCS Curvilinear Tidak Berdimensi 6-18
Tabel 6-2 : Perhitungan HSS SCS Segitiga dengan cara ITB 6-20
Tabel 6-3 : Perhitungan HSS SCS Curvilinear dengan cara ITB 6-21
Tabel 6-4 : Superposisi HSS SCS Segitiga 6-26
Tabel 6-5 : Superposisi HSS SCS Curvilinear 6-27
Tabel 6-6 : Distribusi Hujan Hujan Efektif 6-29
Tabel 6-7 : Perhitungan HSS ITB-1 6-30
Tabel 6-8 : Perhitungan HSS ITB-2 6-31
Tabel 6-9 : Perbandingan harga Kp exact dan hasil perhtungan NRCS 6-34
Tabel 6-10 : Superposisi HSS ITB-1 6-38
Tabel 6-11 : Superposisi HSS ITB-2 6-39
Tabel 6-12 : Perhitungan Hujan Effektif, Infiltrasi dan Limpasan Langsung (DRO) 6-41
Tabel 6-13 : Nilai koefisien HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 sebelum kalibrasi 6-42
Tabel 6-14 : Nilai koefisien HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 sesudah kalibrasi 6-43
LAMPIRAN
KATA PENGANTAR
Salah satu topic bahasan dalam beberapa mata kuliah tertentu di program Studi Teknik
Sipil ITB, Program Studi Magister Teknik Sipil bidang Sumber Daya Air dan Program
Magister Pengelolaan Sumber Daya Air yang ada di ITB terkait dengan perhitungan
debit banjir. Bahan ini dimaksudkan penulis sebagai suplemen berbagai mata kuliah
tersebut khususnya untuk pembahasan tentang perhitungan debit banjir dengan metoda
hidrograf satuan sintetis.
Isi tulisan ini berasal dari Bab-3 materi Pelatihan Bidang Hidrologi untuk PT
Indonesia Power. Pelatihan tersebut dilaksanakan oleh Pusat Rekayasa Industri ITB
pada tanggal 1 s./d 5 November 2013 di Institut Teknologi Bandung. Materi yang
ditulis berasal dari hasil riset mandiri penulis pada tahun 2009 tentang Prosedur Umum
Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetis (HSS). Hasil penelitian tersebut selanjutnya
diuji coba oleh penulis dalam beberapa proyek SDA di Jawa Barat, Sulawesi Utara
dan Gorontalo sehingga mendapat bentuk yang lebih definitif.
Hasil riset mandiri dan uji coba tersebut selanjut dikembangkan lebih lanjut melalui
program riset peningkatan kapasitas ITB 2010 dengan judul Prosedur Umum
Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Untuk Perhitungan Hidrograf Banjir
Rencana. Studi Kasus Pengembangan HSS ITB-1 Dan HSS ITB-2. Dalam
perkembangan selanjutnya, dirasakan perlu untuk mendapatkan perhitungan yang
akurat, sehingga penulis mengembangkan cara untuk menghitung Kp (Peak Rate
Factor) dan Qp (Peak Discharge) secara eksak dan hasilnya disampaikan dalam akhir
bahan kuliah ini.
Selama proses penelitian dan uji coba tersebut penulis telah membandingkan hasil
berbagai perhitungan HSS yang kesimpulannya adalah bahwa semua dikembangkan
dari prinsip dasar yang sama. Hasil-hasil perbandingan berbagai metoda perhitungan
itulah yang selanjutnya menjadi bahan pembahasan dalam materi kuliah ini. Penulis
berharap materi ini bermanfaat untuk pendidikan dan pengembangan ilmu hidrologi
dan dapat digunakan dalam berbagai proyek SDA di Indonesia.
Hidrograf debit dapat digunakan untuk mengetahui perubahan debit di sungai sebagai
akibat terjadinya hujan selama waktu tertentu. Dalam siklus hidrologi, terlihat bahwa
aliran sungai tersebut terjadi akibat limpasan air hujan baik langsung maupun tak
langsung. Pada Gambar 1-2 ditunjukan gambar typikal hidrograp banjir akibat
distribusi hujan tertentu.
Sebuah hidrograf dapat dibagi atas dua komponen aliran yaitu limpasan permukaan
(runoff) dan base flow. Bila pengaruh turunnya air hujan terhadap aliran disungai
digambarkan terhadap waktu, maka akan diperoleh hidrograf aliran yang mempunyai
komponen kurva yang jika disederhanakan akan berbentuk seperti ditunjukan pada
Gambar 1-2 sebagai berikut :
Bila pengaruh turunnya air hujan terhadap aliran disungai digambarkan terhawadap
waktu maka akan diperoleh hidrograf aliran yang mempunyai komponen kurva
sebagai berikut :
a) Rising curve : kurva yang menggambarkan naiknya debit aliran permukaan sejak
tercapainya hujan sampai dengan tercapainya puncak
b) Puncak aliran : saat dicapainya debit maksimum akibat pengaruh hujan.
c) Recession curve : kurva yang menggambarkan turunnya debit aliran permukaan
sejak tercapainya puncak sampai dengan akhir pengaruh hujan
d) Lag time (tL) : waktu antara pertengahan terjadinya hujan sampai dengan
terjadinya debit puncak
e) Time to peak (tp) : waktu antara mulai terjadinya hujan sampai dengan terjadinya
puncak aliran
f) Time of concentration : Menurut definisi yaitu SCS waktu antara berkahirnya
hujan sampai dengan terjadinya puncak debit
g) Recession time (tf) : waktu antara terjadinya puncak aliran sampai dengan
berakhirnya pengaruh hujan terhadap aliran
h) Time based (tb) : total waktu terjadinya pengaruh hujan terhadap aliran kesluruhan
aliran akibat hujan.
Besaran komponen tersebut dan bentuk dari kurva hidrograf menggambarkan proses
terjadinya aliran di sungai sebagai akibat turunnya hujan dalam DAS. Proses tersebut
sangat dipengaruhi oleh karakteristik hujan dan DAS dari hidrograf yang
bersangkutan. Karakteristik hujan bisaanya dapat digambarkan melalui besaran, lama
dan distribusi hujan dalam DAS, sedangkan karakteristik DAS dapat dideskripsikan
melalui beberapa parameter, yaitu : porositas tanah, kemiringan lahan, tataguna lahan,
morfologi sungai
Dalam perencanaan dibidang sumber daya air pada umumnya dan perencanaan
dibidang sumber daya air, seringkali diperlukan data debit banjir rencana alam bentuk
hidrograf . Debit banjir rencana tersebut akan digunakan sebagai dasar rencana
bangunan pelimpah, terowongan pengelak, elevasi powerhouse dekat tail race yang
penting dalam perencanaan sumber daya air.
Banjir rencana dengan periode ulang tertentu dapat dihitung dan data debit sungai
untuk waktu yang panjang atau data hujan. Apabila data debit banjir tersedia cukup
panjang (>20 tahun), debit banjir maximum tahunan bisa dicatat dan debit banjir
maximum rencana dapat langsung dihitung dengan metode analisis probabilitas.
Mengingat pada umumnya dilokasi yang akan dihitung debit banjirnya seringkali tidak
terdapat stasiun pencatatan debit, maka metoda perhitungan yang umum dipakai dalam
analisa debit banjir dari curah hujan maksimum harian rencana. Jika data karakteristik
daerah aliran sungai, seperti luas, panjang sungai dan nilai infiltrasi, besarnya debit
banjir dapat dihitung kemudian dengan berbagai model perhitungan debit banjir.
Hidrograf aliran menggambarkan suatu distribusi waktu dari aliran (dalam hal ini
debit) di sungai dalam suatu DAS pada suatu lokasi tertentu. Hidrograf aliran suatu
DAS merupakan bagian penting yang diperlukan dalam berbagai perecanaan bidang
Sumber Daya Air. Terdapat hubungan erat antara hidrograf dengan karakteristik suatu
DAS, dimana hidrograf banjir dapat menunjukkan respon DAS terhadap masukan
hujan tersebut.
2.1.1 Definisi
Menurut definisi hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung (tanpa aliran
dasar) yang tercatat di ujung hilir DAS yang ditimbulkan oleh hujan efektif sebesar
satu satuan (1 mm, 1 cm, atau 1 inchi) yang terjadi secara merata di seluruh DAS
dengan intensitas tetap dalam suatu satuan waktu (misal 1 jam) tertentu.
2.1.2 Asumsi
Beberapa asumsi yang digunakan dalam idrograf satuan adalah adalah sbb.
1) Hujan Effektif : Hujan efektif terdistribusi secara merata pada seluruh DAS.
Dengan anggapan ini maka hidrograf satuan tidak berlaku untuk DAS yang sangat
luas, karena sulit untuk mendapatkan hujan merata di seluruh DAS.
3) Time Invariant : Hidrograf yang dihasilkan oleh hujan dengan durasi dan pola
yang serupa memberikan bentuk dan waktu dasar yang serupa pula.
4) Linear Response : Dengan asumsi ini, aliran yang terjadi hanya dipengaruhi oleh
karakteristik DAS, sehingga pengaruh distribusi hujan terhadap besar dan
distribusi aliran dapat ditentukan melalui konsep superposisi dari aliran tersebut
akibat satuan hujan dalam mm/jam (inch/jam)
Karakteristik bentuk hidrograf yang merupakan dasar dari konsep hidrograf satuan
ditunjukan pada Gambar 2-1.
Bentuk kurva hidrograf satuan mencerminkan pengaruh karakteristik DAS pada proses
pelepasan satuan volume air tersebut di oulet DAS pada umumnya karakteristik DAS
dinyatakan dalam beberapa parameter fisik yang mudah ditemuka seperti : jenis tanah,
panjang alur pengaliran dan kemiringannya Hidrograf satuan dari suatu DAS dapat
ditentukan dengan mengggunakan data pengukuran aliran sungai DAS dengan cara
pada Gambar 2-2.
Mengingat keterbatasan data debit yang terukur di sungai-sungai yang ada, maka
uraian tentang cara pebuatan hidrograf satuan terukur tidak akan dibahas dalam
pelatihan ini.
Data yang diperlukan untuk menurunkan hidrograf satuan terukur di DAS yang
ditinjau adalah data hujan otomatis dan pencatatan debit di titik pengamatan tertentu.
Namun jika data hujan yang diperlukan untuk menyusun hidrograf satuan terukur tidak
tersedia digunakan analisis hidrograf satuan sintetis. Beberapa metoda hidrograf
satuan sintetis yang akan diberikan dalam pelatihan ini adalah 1) Cara SCS, 2) Cara
Nakayasu, 3) Cara GAMA-1 dan 4) Cara ITB. Ringkasan rumus-rumus yang
digunakan oleh masing-masing metoda tersebut ditunjukan pada LAMPIRAN-1.
Pada Gambar 2-3 ditunjukan beberapa bentuk hidrograf satuan sintetis yang akan
dibahas dalam pelatihan ini. Dari gambar tersebut terlihat bahwa bentuk hidrograf
satuan sitentis tersebut ada yang memiliki bentuk puncak lancip(sharp peak) dan ada
pul yang berbentuk tumpul (rounded). Hasil perhitungan berbagai metoda tersebut
akan dibandingkan dengan hasil Program HEC-HMS yang merupakan pengembangan
dari program HEC-1.
10.00
ITB-1
9.00
ITB-2
Nakayasu
8.00 Gama-1
SCS
7.00
6.00
Q (m3/s)
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0.00 6.00 12.00 18.00 24.00 30.00 36.00 42.00 48.00
T (jam)
Pada kenyataannya intensitas hujan yang terjadi tidak merata dan lamanya hujan
bisaanya kurang ataupun lebih dari satu jam, dalam hal ini sebuah hidrograf
didefinsikan sebagai superposisi dari hidrograf satuan akibat total curah hujan yang
terjadi. Dengan demikian total hidrograf dianggap merupakan jumlah kumulatif dari
hidrograf satuan dikalikan curah hujan yang terjadi sesungguhnya. Untuk Prinsip
superposisi dari hidrograf satuan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut
Q = PNUN = P1 U1 + P2 U2 +. . . . +PN UN
k=0
Dimana
Dalam prakteknya perhitungan diatas dapat dilakukan dengan cara matrik atau dengan
menggunakan tabel superposisi Contoh hasil superposisi hidrograf ditunjukan pada
Gambar 2-4.
10 30 20 15 12 5 Total
450
400
350
300
250
Q (m3/s)
200
150
100
50
0
0 6 12 18 24 30 36 42 48
Waktu (Jam)
Apabila data yang tersedia hanya berupa data hujan dan karakteristik DAS, salah satu
metoda yang disarankan adalah menghitung debit banjir dari data hujan maksimum
harian rencana dengan cara superposisi hidrograf satuan sintetis. Konsep hidrograf
satuan sintetis, pertama lkali diperkenalkan pada tahun 1932 oleh L.K. Sherman. Sejak
itu muncul berbagai Hidrograh lainnya dan jumlahnya sampai saat ini terus betambah.
Untuk menganalisis hidrograf satuan sintetis pada suatu DAS perlu diketahui beberapa
komponen penting pembentuk hidrograf satuan sintetis berikut 1) Tinggi Dan Durasi
Hujan Satuan. 2) Time Lag (TL), Waktu Puncak (Tp) dan Waktu Dasar (Tb), 4) Debit
Puncak Hidrograf Satuan dan 5) Bentuk Hidrograf Satuan yang digunakan 6)
Distribusi Hujan Effektif. Meskipun rumusan yang digunakan berbeda, semua metoda
tersebut bekerja dengan prinsip yang sama.
Tinggi hujan satuan yang umum digunakan dalam analisa debit banjir adalah hujan
effektif setinggi 1 inchi atau 1 mm. Durasi hujan satuan umumnya diambil Tr=1
jam, namun dapat dipilih durasi lain asalkan dinyatakan dalam satuan jam (misal 0.5
jam, 10 menit = 1/6 jam). Jika misalkan diinginkan melakukan perhitungan hidrograf
satuan dengan dalam interval waktu 0.5 jam, maka tinggi hujan setiap jam harus
didistribusikan dalam interval 0.5 jam.
Cara pertama yang digunakan dalam perhitungan debit banjir yang akan dijelaskan
dalam pelatihan ini adalah perhitungan hidrograf satuan sintetis cara SCS. Cara ini
dikembangkan oleh Victor Mockus dari Soil Conservation Service salah satu
lembaga dibawah Departement Pertanian Amerika Serikat. Victor Mockus
mengembangkan Hidrograf satuan SCS berdasarkan hasil pengamatan dari
karakteristik hidrograf satuan alami yang berasal dari sejumlah besar DAS baik
yang berukuran besar maupun kecil di Amerika Serikat.
Hidrograf satuan tak berdemensi SCS adalah hidrograf sintetis yang di-ekspresikan
dalam bentuk perbandingan antara debit Q dengan debit puncak Qp dan waktu t
dengan waktu naik (time of rise) tp. Tabel 3-1 memperlihatkan koordinat tidak
berdimensi dari hidrograf satuan SCS. Pada Gambar 3-1 sumbu horizontal (sumbu-x)
yang menunjukan satuan waktu (jam) yang telah dinormalkan t=(T/Tp) sedang sumbut
vertical (sumbu-y) menunjukan debit yang telah dinormalkan q=(Q/Qp).
Hidrograf satuan tak berdemensi SCS adalah hidrograf sintetis yang di-ekspresikan
dalam bentuk perbandingan antara debit Q dengan debit puncak Qp dan waktu t
dengan waktu naik (time of rise) tp. Tabel 3-1 memperlihatkan koordinat tidak
berdimensi dari hidrograf satuan SCS. Pada Gambar 3-1 sumbu horizontal (sumbu-
x) yang menunjukan satuan waktu (jam) yang telah dinormalkan t=(T/Tp) sedang
sumbut vertical (sumbu-y) menunjukan debit yang telah dinormalkan q=(Q/Qp).
Dari peta DAS Sungai yang akan dianalisa, dapat diperoleh beberapa elemen-elemen
penting yang dapat digunakan menentukan bentuk dari hidrograf satuan itu yaitu 1)
Time Lag (T L), 2) Waktu puncak (Tp) dan waktu dasar (Tb).
Untuk menghitung HSS SCS diperlukan data karakteristik fisik DAS yang
bergantung dari rumus time lag yang dibgunakan. Beberapa karakteristik fisik
DAS yang umum digunakan antara alin adalah luas DAS, kemiringan sungai dan
panjang sungai.
Beberapa runus time lag yang dapat bisaa digunakan yang bisaa digunakan alam
kaitan dengan HSS SCS antara lain adalah Rumus Kirpirch (Untuk DAS Kecil),
Rumus Snyder dan Rumus SCS (agak kompleks). Dalam Pelatihan ini rumusan
time lag yang digunakan untuk menghitung time lag adalah rumus time lag dari
Snyder (dengan Lc=1/2 dan n=0.3) sbb
dimana :
Untuk durasi hujan satuan Tr (misal 1 jam), maka waktu puncak HSS SCS
didefiniskan sbb
Tp = T L + 0.50 Tr (3)
Tb = 5*Tp (5)
3) Debit Puncak
Jika harga waktu puncak dan waktu dasar diketahui, maka debit puncak hidrograf
satuan sintetis akibat tinggi hujan satu satun R=1 mm yang jatuh selama durasi
hujan satu satuan Tr=1 jam, dapat dihitung sbb :
0.2083A DAS
Qp (8)
Tp
Dimana :
Qp = Debit puncak hidrograf satuan (m3/s)
Prosedur pembuatan hidrograf satuan sintetis SCS akan digunakan untuk menentukan
bentuk hidrograf banjir DAS Ciliwung hulu di bendung Katulampa yang mempunyai
luas DAS 149.230 km2 dan Panjang sungai diperkirakan 24.460 km, kemiringan alur
sungai S= 112.245 m/km. Perhitungan HSS SCS dilakukan dengan Spread Sheet dan
hasilnya ditunjukan pada Tabel 3-4 dengan penjelasan sbb :
1) Bagian I, berisi Input data yang diperlukan seperti Nama DAS, Nama Stasiun, Luas
DAS, Panjang Sungai L, Penetapan Tr dan Hr.
3) Bagian-III berisi input Cp, parameter dan , perhitungan AHHS (Eksak), Kp, Qp,
4) Bagian-IV terdiri dari kolom 1 s/d kolom 5 untuk menghitung bentuk HSS SCS
Curvilinear dengan penjelasan sbb :
Qi Q p q i (m3/sec)
e) Kolom Kelima berisi luas segmen HSS SCS Curvilinear berdimensi, termasuk
segmen sebelum dan sesudah Qp, dihitung dengan cara trapesium
Vi 3600
2
Q i Q i 1 Ti1 Ti (mm)
f) Jika VHSS dibagi Luas DAS (ADAS) didapat tinggi limpasan langsung HDRO,
yang nilainya harus mendekati 1 mm (tinggi hujan satuan)
VHSS
H DRO 1 (mm)
A DAS
6.000
5.000
4.000
Q (m3/s)
3.000
2.000
1.000
0.000
0.000 6.000 12.000 18.000 24.000 30.000 36.000 42.000 48.000
T (jam)
Dalam contoh kasus ini akan digunakan distribusi hujan hujan efektif dengan durasi 1
jam yang berurutan seperti ditunjukan pada Tabel 3-3. Proses superposisi hidrograf
hanya memperhitungkan distribusi hujan efektif, sedang infiltrasi hanya digunakan
untuk penggambaran Hyteograf (distribusi hujan). Tabel superposisi hidrograf banjir
yang disusun dengan HSS SCS Curvilinear ditunjukan pada Tabel 3-4.
150.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001
151.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
152.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
153.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
154.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
155.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
156.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
157.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
158.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
159.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
160.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Volume Total Limpasan m3 2.89E+07
Luas DAS km2 149.23
Tinggi Limpasan Langsung mm 193.49
Rasio Tinggi Limpasan/Tinggi Hujan % 99.67%
Jika hasil perhitungan superposisi HSS SCS Curvilinear pada Tabel 3-4 digambarkan
akan didapat hidrograf banjir dengan interval waktu 1 jam seperti ditunjukan pada
Gambar 3-3.
1,000.0 0.0
SCS
800.0 100.0
700.0 150.0
600.0 200.0
Q (m3/s)
R (mm)
500.0 250.0
400.0 300.0
300.0 350.0
200.0 400.0
100.0 450.0
0.0 500.0
0.0 6.0 12.0 18.0 24.0 30.0 36.0 42.0 48.0
T (Jam)
Gambar 3-3 : Bentuk hidrograf banjir hasil superposisi HSS SCS Curvilinear
Cara kedua yang digunakan dalam perhitungan debit banjir yang akan dijelaskan
dalam pelatihan ini adalah perhitungan hidrograf satuan sintetis cara Nakayasu. Cara
ini dikembangkan oleh Nakayasu Jepang. Hidrograf satuan sintetik Nakayasu
dikebangkan berdasarkan hasil pengamatan dari hidrograf satuan alami yang berasal
dari sejumlah besar DAS yang ada di jepang. Mungkin karena sungai di Jepang
relatif pendek dengan kemiringan besar, time lag menjadi lebih kecil dan puncaknya
relatif tajam.
Hidrograf satuan tak berdemensi Nakayasu adalah hidrograf sintetis yang di-
ekspresikan dalam bentuk perbandingan antara debit Q dengan debit puncak Qp dan
waktu t dengan waktu naik Tp dan selanjutnya dibentuk menjadi kurva HSS Nakayasu
seperti ditunjukan pada Gambar 4-1
Dari peta DAS yang akan dianalisa, dapat diperoleh beberapa elemen-elemen
penting seperti Panjang Sungai (L) dan Luas DAS (A) yang dapat digunakan
menentukan bentuk dari hidrograf satuan sintetik Nakayasu.
dimana :
Tp = peaktime(jam)
Tg = time lag yaitu waktu terjadinya hujan sampai terjadinya debit puncak
(jam)
Tr = satuan waktu curah hujan (jam)
L = panjangsungai
Jika harga waktu puncak dan waktu dasar diketahui, maka debit puncak hidrograf
satuan sintetis akibat tinggi hujan satu satun Re=1 mm yang jatuh selama durasi
hujan satu satuan Tr=1 jam, dapat dihitung sbb :
A. Re
Qp =
3.6(0.3.Tp + T0.3 )
dimana :
T0.3 = Waktu penurunan debit, dari puncak sampai 30% (T0.3 = Tg)
Bentuk Hidrograf Satuan Nakayasu terdiri dari empat segmen kurva yang
dinyatakan dengan persamaan sbb :
t 2, 4
Qp = ( )
Tp
dimana :
Q(t) = Limpasan sebelum mencari debit puncak (m3)
t = Waktu (jam)
Bentuk HSS Nakayasu tak berdimensi dapat digambarkan dengan empat segment
kurva seperti pada Gambar 4-2 sumbu horizontal (sumbu-x) yang menunjukan
satuan waktu (jam) yang telah dinormalkan t=(T/Tp) sedang sumbut vertical
(sumbu-y) menunjukan debit yang telah dinormalkan q=(Q/Qp).
1.20
Pers-1
Pers-2
Pers-3
1.00
Pers-4
0.80
Q/Qp
0.60
0.40
0.20
0.00
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00
T/Tp
Gambar 4-2 : Bentuk HSS Nakayasu Tak berdimensi (empat segment kurva)
1) Bagian I, berisi Input data yang diperlukan seperti Luas DAS, Panjang Sungai
L dll.
5. = 2.0000
3) Bagian-III terdiri dari kolom 1 s/d kolom 8 untuk menghitung bentuk HSS
Nakayasu dengan penjelasan sbb :
1 t ( t p + t 0.3 )
d) Kolom Keempat berupa ordinat segmen ketiga yaitu bagian dari lengkung
turun yang didapat dari persamaan q(t ) = 0.3 exp((t t p + 0.5 t 0.3 ) / 2t 0.3 )
f) Kolom Keenam : (Kolom-1 dibagi Tp) berisi absis dari kurva HSS
Nakayasu tak berdimesi (t=T/Tp), termasuk waktu puncak (t P =1).
Vi 3600
2
Q i Q i 1 Ti 1 Ti (m3)
k) Jika VHSS dibagi Luas DAS (ADAS) didapat tinggi limpasan langsung HDRO,
yang nilainya harus mendekati 1 mm (tinggi hujan satuan)
VHSS
H DRO 1 (mm)
A DAS
l) Jika hasil perhitungan HSS Nakayasu pada Tabel 4-1 digambarkan akan
didapat HSS Nakayasu berdimensi seperti ditunjukan pada Gambar 4-3.
10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
Q (m3/s)
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0.000 6.000 12.000 18.000 24.000 30.000 36.000 42.000 48.000
T (jam)
Jika hasil perhitungan superposisi HSS Nakayasu pada Tabel 4-2 digambarkan akan
didapat hidrograf banjir dengan interval waktu 1 jam seperti ditunjukan pada Gambar
4-4.
1,400.0 0.0
100.0
1,000.0
150.0
200.0
800.0
Q (m3/s)
R (mm)
250.0
600.0
300.0
350.0
400.0
400.0
200.0
450.0
0.0 500.0
0.0 6.0 12.0 18.0 24.0 30.0 36.0 42.0 48.0
T (Jam)
155.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
156.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
157.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
158.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
159.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
160.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Volume Total Limpasan m3 2.89E+07
Luas DAS km2 149.23
Tinggi Limpasan Langsung mm 193.49
Rasio Tinggi Limpasan/Tinggi Hujan % 99.67%
Cara ketiga yang digunakan dalam perhitungan debit banjir yang akan dijelaskan
dalam pelatihan ini adalah perhitungan hidrograf satuan sintetis cara GAMA-1. Cara
ini dikembangkan oleh Dr. Sri Harto dari Univeritas Gajah Mada berdasarkan hasil
pengamatan dari hidrograf satuan alami di 30 DAS yang ada di pulau Jawa.
Dalam rumusan aslinya, hidrograf satuan sintetis GAMA-1 adalah hidrograf sintetis
berdimesi yang dibentuk dengan menggunakan dua segment kurva yang dibentuk oleh
4 (empat) variabel pokok yaitu waktu naik/time to rise (TR), debit puncak/peak
discharge (QP), waktu dasar/time to base (TB) dan koefisien tampungan (K).
Dengan menggunakan sketsa definisi pada Gambar 5-1 keempat variabel pokok HSS
GAMA-1 dapat ditentukan dengan persamaan-persamaan sebagai berikut :
Rumusan waktu naik/time to rise (Tp) dalam satuan jam yang digunakan adalah
L 3
Tp = 0.43( ) + 1.0665SIM + 1.2775
100F
Rumusan waktu dasar/time to base (Tb) dalam satuan Jam yang digunakan adalah
Qt = Qp T
Qp = debit puncak (dengan waktu pada debit puncak dianggap t = 0), dalam
m3/detik
5) SN = perbandingan antara jumlah orde sungai tingkat satu dengan jumlah orde
sungai semua tingkat
7) D = Kerapatan Drainase DAS yaitu jumlah panjang sungai semua tingkat setiap
satuan luas (Km/Km2)
8) A = Luas total DAS (Km2)
9) AU = luas DAS sebelah hulu yang diukur di hulu garis yang ditarik tegak lurus
garis hubung antara stasiun hidrometri dengan titik yang paling dekat
dengan titik berat DAS di sungai, melewati titik tersebut.
10) RUA = AU/A (Relative Upstream Area) yaitu Perbandingan luas DAS sebelah
hulu dan luas DAS.
11) WU = lebar DAS yang diukur di titik di sungai yang berjarak 0.75 L dan tegak
lurus dengan stasiun hidrometri
12) WL = lebar DAS yang diukur di titik di sungai yang berjarak 0.25 L dan
tegak lurus dengan stasiun hidrometri
13) WF = WU/WL
14) SIM = Symmetry Factor merupakan parameter bentuk DAS. (SIM= WF x RUA)
Gambar 5-3 : Pengertian Luas (A) Penentuan Luas Relatif DAS Hulu (RUA)
Gambar 5-5 : Peta jaringan sungai DAS Ciliwung Hulu (Bejo Slamet 2006)
1) Bagian I, berisi Input data yang diperlukan seperti Luas DAS, Panjang Sungai L
dll.
3) Bagian-III berisi perhitungan Qp, Volume Hujan dan Tinggi Limpasan (DRO)
4) Bagian-IV terdiri dari kolom 1 s/d kolom 5 untuk menghitung bentuk HSS GAMA-
1 dengan penjelasan sbb :
b) Kolom Kedua merupakan ordinat HSS tak berdimensi didapat dari persamaan
bentuk kurva HSS GAMA-1.
d) Jumlah seluruh Kolom Ketiga adalah luas kurva HSS GAMA-1 berdimensi.
N
VHSS V
i 1
i (m3)
e) Jika VHSS dibagi Luas DAS (ADAS) didapat tinggi limpasan langsung HDRO,
yang nilainya harus mendekati 1 mm (tinggi hujan satuan)
VHSS
H DRO 1 (mm)
A DAS
10.000
9.000
8.000
7.000
6.000
Q (m3/s)
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0.000
0.000 6.000 12.000 18.000 24.000 30.000 36.000 42.000 48.000
T (jam)
g) Dua kolom pada Tabel 5-2 SEBENARNYA tidak ada dalam rumusan asli
GAMA-1. Namun kedua kolom ini diadakan agar didapat kurva HSS GAMA-
1 tak berdimesi yang dapat dibandingkan dengan HSS lainnya.
Kolom Keempat : berisi waktu tak berdimesi (t=T/Tp)
Kolom Kelima : berisi ordinat HSS GAMA-1 tak berdimesi (t=Q/Qp),
Tabel superposisi hidrograf banjir yang disusun dengan HSS Gama-1 ditunjukan pada
Tabel 5-3. Dalam tabel tersebut Rasio Limpasan/Hujan tidak sama dengan 100%.
Selain karam sejak awal HSS yang dihasilkan tidak menghasilkan H DRO cukup jauh
dari 1, selain itu harga Tp umumnya tidak merupakan kelipapan dari Tr, akibatnya
debit puncak Qp tidak diperhitungkan dalam proses superposisi hidrograf .
Hasil akhir berupa hidrograf banjir untuk interval perhitungan Tr=1.0 Jam seperti
ditunjukan pada Gambar 5-7.
1,600.0 0.0
100.0
1,200.0
150.0
1,000.0
200.0
Q (m3/s)
R (mm)
800.0 250.0
300.0
600.0
350.0
400.0
400.0
200.0
450.0
0.0 500.0
0.0 6.0 12.0 18.0 24.0 30.0 36.0 42.0 48.0
T (Jam)
150.000 0.000 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
151.000 0.000 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
152.000 0.000 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
153.000 0.000 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
154.000 0.000 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
155.000 0.000 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Volume Total Limpasan m3 3.29E+07
Luas DAS km2 149.23
Tinggi Limpasan Langsung mm 220.21
Rasio Tinggi Limpasan/Tinggi Hujan % 113.44%
Cara kempat yang dijelaskan dalam pelatihan ini adaah, perhitungan debit banjir
dengan hidrograf satuan sintetis cara ITB. Konsep dasar perhitungan hidrograf satuan
sintetis dengn cara ITB, pertama kali di publikasikan oleh Dantje K. Natakusumah
dalam Seminar Nasional Teknik Sumber Daya Air di Bandung, 2009. Selanjutnya
melalui program riset peningkatan kapasitas ITB 2010, metoda tersebut selanjutnya
dikebangkan lebih jauh oleh D.K. Natakusumah (ITB), W. Hatmoko (Puslitbang Air,
Kementrian Pekerjaan Umum) dan Dhemi Harlan (ITB). Karena riset didanai oleh ITB
maka metpda perhitungan ini diberinama metoda perhitungan HSS cara ITB. Meski
metoda ini dikembangkan paling akhir dibanding metoda HSS lain, namun metoda ini
bersifat umum, sehingga metoda yang lain dapat diangggap sebagai kasus khusus.
Metoda perhitungan HSS dengan cara ITB tidak dikembangkan berdasarkan analisa
HSS hasil observasi lapangan. Alasannya adalah untuk menghindarkan pengulangan
pekerjaan yang sama, yaitu menganalisa bentuk dasar HSS, yang hasilnya akan sama
yaitu bahwa bentuk dasar HSS dapat dibagi menjadi dua type yaitu, HSS dengan
bentuk puncak tumpul dan HSS dengan bentuk puncak lancip (sharp peak) serta sangat
sulit menemukan rumusan time lag yang berlaku pada semua type DAS.
Metoda perhitungan hidrograf satuan sintetis dengan cara ITB tidak dikembangkan
berdasarkan analisa bentuk dasar HSS hasil observasi lapangan, namun
berdasarkan pengamatan atas prinsip kerja, struktur, fungsi dan cara operasi berbagai
metoda perhitungan dan hasil perhitungan berbagai hidrograf satuan sintetis yang
umum digunakan, yang semua menyatakan dikembangkan dari hasil observasi
lapangan. Tujuannya adalah membangun suatu metoda perhitungan hidrograf satuan
sintetis baru yang dapat melakukan hal yang sama tanpa menduplikasi metoda lain
yang sudah yang sudah ada.
Kesimpulan hasil pengamatan atas prinsip kerja, strukture, fungsi dan cara operasi
berbagai metoda perhitungan dan hasil perhitungan berbagai hidrograf satuan sintetis
tersebut adalah sbb :
1) Bentuk dasar HSS dapat dibagi menjadi dua type yaitu, HSS dengan bentuk puncak
tumpul dan HSS dengan bentuk puncak lancip (sharp peak)
2) Sangat sulit menemukan rumusan time lag yang berlaku pada semua type DAS.
Tidak heran jika ada puluhan rumus time lag yang dikembangkan, namun tidak
ada satupun rumus yang berlaku umum untuk semua kasus.
3) Meskipun metoda HSS yang dikaji semuanya bekerja dengan prinsip yang sama,
namun ternyata tidak ada suatu formulasi umum yang berlaku untuk semua. Setiap
metoda diturunkan dengan cara yang berbeda dan dengan cara bagaimana rumus
Qp dari HSS tersebut dirumuskan seringkali tidak diketahui.
4) Kompleksitas input data dan bentuk dasar HSS ternyata tidak terlalu perlu. Hal ini
terlihat dari fakta hidrograf banjir yang dihasilkan oleh HSS dengan input data dan
bentuk dasar HSS yang relatif sederhana, seringkali tidak terlalu berbeda jauh
dengan HSS dengan input data dan bentuk dasar HSS yang relatif rumit.
6) Dalam kuliah hidrologi selalu diajarkan prinsip konservasi massa yang berakibat
volume hujan efektif satu satuan yang jatuh merata diseluruh DAS (VDAS) harus
sama volume hidrograf satuan sintetis (VHS) dengan waktu puncak Tp. Dalam
praktek cukup sulit untuk menunjukan bagaimana prinsip ini diterapkan dalam
berbagai rumus hidrograf satuan sintetis sudah ada
Sebelum membahas debit puncak hidrograf satuan, perlu dijelaskan bahwa idea dasar
pencarian rumus umum untuk pembentukan hidrograf satuan sintetis bermula dari
penggunaan konsep transformasi (mapping) koordinat global ke lokal (atau dalam
bidang hidrologi disebut normalisasi) dan konsep integrasi numerik dalam bidang
komputasi yang umum digunakan dalam bidang komputasi dinamika fluida dan
komputasi hidrolika.
Inti konsep transformasi koordinat dan Integrasi Numerik adalah penyelesaian suatu
persamaan dalam domain yang kompleks dapat dilakukan dengan cara lebih mudah
jika bidang asli dipetakan kedalam bidang komputasi yang bernilai antara 0 dan 1.
Perhitungan integrasi dan/atau diffreresiasi dilakukan pada bidang normal tersebut dan
kemudian hasilnya dikembalikan ke bidang semula.
Untuk memudahkan penjelasan, tinjau suatu kurva hidrograf berbentuk segitiga yang
terjadi akibat hujan efektif R=1 mm pada suatu DAS luas ADAS. seperti ditunjukan
pada Gambar 6-1.a. Misalkan Tp adalah absis dan Qp adalah ordinat titik puncak HS
Segitiga. Jika seluruh harga T (waktu) pada absis dinormalkan terhadap Tp atau
(t=T/Tp) dan seluruh harga ordinat Q (debit) dinormalkan terhadap Qp atau (q=Q/Qp),
akan didapat suatu kurva hidrograf tak berdimensi seperti ditunjukan Gambar 6-1.b
dimana titik puncak (tp,qp) bernilai (1,1). Integrasi kurva hidrograf adalah sama
dengan volume hidrograf satuan dan integrasi dilakukan secara eksak atau numerik.
Qp=5 m3/s
V SUH = 1/2*(8 s)*(5 m3/s) =20 m3
0 Tp=2 s Tb=8 s
(a) Triangular SUH (dimensional)
1
A SUH = 1/2*(4*1) = 2 (exact)
VSUH = Qp*Tp*A SUH
= (5 m3/s)*(2 s)*(2) = 20 m3
0 1 4
(b) Triangular SUH (non-dimensional)
Luas bidang dibawah kurva yang telah dinormalkan dapat dihitung dari rumus luas
segitiga sbb.
Volume hidrograf satuan VHSS (memiliki dimensi m3) dapat diperoleh dengan cara
yang lebih mudah yaitu mengalikan AHSS dengan Qp dan Tp, atau
Hasil tersebut dapat digeneralisasi untuk bentuk HSS yang lebih kompleks seperti
ditunjukan pada Gambar 6-2.
Qp
V HSS = Volume HSS (m3)
0 Tp Tb
(a) Typical SUH (dimensional)
1
A SUH = Luas HSS (Dihitung Secara Numerik)
V HSS = Qp*Tp*A HSS
0 1 Tb/Tp
(b) Typical SUH (non-dimensional)
Gambar 6-2 : Kesetaraan volume HSS generik dengan HSS yang telah dinormalkan
Jika hidrograf banjir dinormalkan dengan faktor Qp dan Tp, maka volume HSS dapat
dihitung dengan rumus
VHSS = Qp Tp AHSS
dimana AHSS adalah luas HSS tak berdimensi. Untuk hujan efektif satuan R=1 mm
pada suatu DAS luas ADAS (km2), maka volume hujan efektif satu satuan R=1 mm
yang jatuh merata diseluruh DAS (VDAS) dapat dinyatakan sbb
Dengan konsep transformasi atau normalisasi koordinat telah dapat dicari kesetaraan
luas HSS yang dihitung pada bidang sebenarnya dengan HSS yang dhitung pada
bidang yang telah dinormalkan. Hal ini berguna dalam menjelaskan penerapan prinsip
konservasi mass dalam penurunan debit puncak hidrograf satuan.
Dari definisi HSS dan prinsip konservasi massa, dapat disimpulkan bahwa volume
hujan efektif satu satuan yang jatuh merata diseluruh DAS (VDAS) harus sama volume
hidrograf satuan sintetis (VHS) dengan waktu puncak Tp, atau
Akibatnya formulasi umum yang berlaku untuk semua bentuk HSS adalah
R A DAS
Qp (m3)
3.6 Tp A HSS
Kp R A DAS
Qp (m3)
TP
Dimana :
AHSS = Luas kurva hidrograf satuan tak berdimensi (dimensionless unit hidrograf)
Dari rumusan diatas terlihat bahwa rumus Qp (Debit Puncak) dan Kp (Peak Rate
Faktor) yang diturunkan dengan cara ITB bentuknya jauh lebih sederhana namun
bersifat lebih umum. Selanjutnya dapat ditujukan bahwa rumus diatas dapat pula
dipergunakan untuk membuat bentuk hidrograf satuan lainnya.
Hidrograf satuan sintetis ITB-1 dan ITB-2 yang tak berdimensi adalah hidrograf
sintetis yang dinyatakan dalam bentuk perbandingan antara debit Q dengan debit
puncak Qp dan waktu t dengan waktu naik Tp dan selanjutnya dibentuk menjadi kurva
HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 berdimensi. Untuk menghitung HSS HSS ITB-1 dan HSS
ITB-2 diperlukan data karakteristik fisik DAS berupa luas DAS dan panjang sungai.
Dari karakteristik fisik DAS dapat dihitung dua elemen-elemen penting yang akan
menentukan bentuk dari hidrograf satuan itu yaitu 1) Time Lag (TL), 2) Waktu puncak
(Tp) dan waktu dasar (Tb). Selain parameter fisik terdapat pula parameter non-fisik
yang digunakan untuk proses kalibrasi.
Prosedure umum ini juga direncanakan cukup fleksibel dalam mengadopsi rumusan
time lag yang akan digunakan. Beberapa runus time lag yang dapat digunakan antara
dapat dilihat pada LAMPIRAN-1. Untuk HSS ITB-1 rumusan time lag yang
digunakan adalah rumus Snyder (dalam hal ini Lc = L dan n=0.3)
Sedang untuk HSS ITB-2 rumusan time lag yang digunakan adalah
dimana :
Tp = TL + 0.50 Tr (3)
Tp = 1.6 tp (4)
Selanjutnya waktu Dasar Hidrograf Satuan (Tb) didefinisikan sampai harga tak
berhingga (Tb=), namun untuk perhitungan prakstis (Tb) dibatasi antara 10 s/d 20
Tb dan dalam tukisan ini harga yang digunakan sbb
Tb = 10*Tp (5)
Terdapat tiga bentuk dasar HS yang dapat digunakan antara lain adalah HSS ITB-1,
HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 sbb :
HSS ITB-1 memiliki persamaan bentuk dasar yang dinyatakan dengan satu
persamaan berikut
q(t ) t * exp(1 t )
Cp
(t > 0 s/d ) = 3.700 (6.b)
persamaan diatas digunakan pula oleh NRCS sebagai alternative lain selain kurva
SCS Curvilinear yang diberikan dalam bentuk tabel. Perlu dicatat, sebelumnya
persamaan yang digunakan untuk HSS ITB-1 adalah
Cp
1
q( t ) exp2 t (t > 0 s/d ) = 2.000 (6.a)
t
Persamaan kurva diatas tidak bisa diintegrasikan secara eksak sehingga harus
diintegrasi secara numerik.
HSS ITB-2 memiliki persamaan bentuk dasar yang dinyatakan dengan dua
persamaan yaitu persamaan lengkung naik dan lengkung turun sbb
Lengkung Turun : q(t ) exp 1 t C p
(t > 1 s/d ) = 0.880 (7.b)
Jika ketiga persamaan diatas digambarkan dalam satu gambar, didapat tiga bentuk
kurva seperti ditunjukan pada Gambar 6-3. Pada gambar tersebut sumbu horizontal
t=T/Tp dan vertical q=Q/Qp masing-masing adalah waktu dan debit yang telah
dinormalkan (tak berdimensi).
1.2
HSS ITB-1
HSS ITB-2
HSS NRSS
1.0
0.8
q=Q/Qp
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0
t=T/Tp
Gambar 6-3 : Bentuk HSS ITB-1, ITB-2 dan HSS NRCS Tak berdimensi
Jika bentuk dasar HSS diketahui, dan harga waktu puncak T P dan waktu dasar T B
diketahui, maka debit puncak hidrograf satuan sintetis akibat tinggi hujan satu satun
R=1 mm yang jatuh selama durasi hujan satu satuan Tr=1 jam, dapat dihitung sbb :
R A DAS
Qp (m3)
3.6 Tp A HSS
Dimana :
Luas AHSS tak berdimensi yang dapat dihitung secara eksak atau secara numerik.
Tentang apakah AHSS dicari integrasinya secara eksak atau numerik, bergantung pada
persamaan bentuk dasar HSS yang digunakan. Sebagai contoh adalah sbb
1) Jika bentuk dasar yang digunakan adalah bentuk persamaan HSS ITB-1 adalah
Cp
1
q( t ) exp2 t (t > 0 s/d ) = 2.000
t
Harga eksak AHSS hasil integrasi persamaan tersebut tidak bisa ditemukan,
sehingga AHSS hanya bisa diperoleh secara numerik dan harga tsb selanjutnya
dianggap sebagai harga eksak.
2) Jika bentuk dasar yang digunakan adalah bentuk dapat digunakan pesamaan Kurva
digunakan NRCS sebagai alternative selain kurva SCS Curvilinear
q ( t ) t * exp( 1 t )
Cp
(t > 0 s/d ) = 3.700
harga eksak AHSS hasil integrasi persamaan tersebut dapat diketahui. Jika m =
e m (m 1,0)
A HSS q( t ) dt t * exp(1 t ) dt
m
0 0 m m 1
Lengkung Turun : q ( t ) exp 1 t C p
(t > 1 s/d ) = 0.880
Harga eksak integrasi persamaan tersebut diketahui. Jika m=, dan n=Cp maka
e ( n1 ,1n ) 1
1
1
A HSS q ( t ) dt t m dt exp 1 t n dt
0 0 1
m 1
n 1n n
1
Dimana fungsi ( n1 ,1n ) adalah fungsi Gamma tak lengkap (Incompletee Gamma
function of Second Kind) dengan dua input parameter 1/n dan 1 n.
4) Mengingat cara SCS dan cara Nakayasu menggunakan harga AHSS eksak, maka
demi keseragaman cara perhitungan dengan HSS lainnya, untuk selanjutnya harga
AHSS yang digunakan adalah hasil integrasi eksaknya diketahui (kecuali jika
integrasi eksak tidak diketahui, maka digunakan hasil numerik). Setelah seluruh
tabel perhitungan dengan harga eksak selesai dilakukan, untuk merubah apakah
selanjutnya menggunakan harga AHSS eksak atau numerik sebenarnya
mudah. Cukup merubah apakah Kp dihitung menggunakan harga A HSS eksak atau
AHSS numerik. Jika hasil integrasi eksak digunakan, perhitungan harga Kp dan Qp,
dipastikan benar, namun terdapat kesalahan kecil dalam perhitungan A HSS, VHSS
dan DRO. Sebaliknya jika hasil integrasi numerik yang digunakan, maka VHSS dan
DRO dipastikan benar, namun terdapat kesalahan dalam harga Kp dan Qp.
5) Integrasi numerik dapat dengan metoda trapesium banyak pias seperti ditunjukan
pada Gambar 6-4. Dari gambar tersebut terlihat bahwa kurva lengkung didekati
dengan kepingan garis lurus yang menerus (piecewise straight lines).
Q
Q4
Q4
Q3
Q5
Q6
Q2
Q7
T0 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T
Integrasi numerik dengan metoda trapesium banyak pias untuk kurva diatas
dilakukan menggunakan persamaan
1 N
A HSS Ti 1 - Ti Q i 1 Q i
2 i 1
6) Jika bentuk HSS diberikan dalam bentuk tabel absis dan ordinat, maka satu-
satunya cara untuk mendapatkan luas HSS hanyalah dengan menggunakan cara
integrasi numerik dan harga hasil integrasi numerik itulah yang dianggap sebagai
harga eksaknya. Beberapa HSS seperti HSS SCS curvinliear, HSS-Delmarva dan
HSS Hickok-Keppel-Rafferty bentuknya didefinisikan menggunakan tabel.
7) Sebagai contoh pada Gambar 6-5 ditunjukan bentuk HSS SCS Asli yang bentuk
kurvanya didefinisikan dengan Tabel yang berisi absis dan ordinat kurva SCS
Curviliner. Luas HSS SCS curvinliear hanya bisa dihitung dengan cara integrasi
numerik. Dengan menggunakan rumus debit puncak rumus Kp (Peak Rate Faktor)
dan Qp (Debit Puncak) cara ITB dapat dibuat HSS SCS-ITB dan hasilnya
ditunjukan pada Gambar 6-5. Meski rumus debit puncak cara SCS dan ITB
berbeda, namun hasil akhirnya menunjukan kesesuaian hasil yang sangat baik.
Dengan cara yang sama telah berhasil dibuat HSS-Delmarva dan HSS Hickok-
Keppel-Rafferty yang bentuk kurvanya juga didefinisikan denganTabel yang berisi
absis dan ordinat kurva HSS dan hasil rekonstrusi dengan cara ITB memberikan
hasil HSS-Delmarva dan HSS Hickok-Keppel-Rafferty yang sangat mendekati
bentuk yang asli.
8) Rumus Kp (Peak Rate Faktor) dan Qp (Debit Puncak) cara ITB bahkan dapat
dipergunakan untuk membuat bentuk HSS asalkan bentuk persamaannya
diketahui. Sebagai contoh, jika misalkan kurva bentuk HSS Nakayasu seperti pada
Gambar 6-6 dijadikan bentuk kurva dasar, dengan Rumus Qp (Debit Puncak) dan
Kp (Peak Rate Faktor) cara ITB dapat dibuat HSS Nakayasu-ITB, dan hasilnya
ditunjukan pada Gambar 6-6. Meski rumus debit puncak cara Nakayasu yang asli
dan rumus debit puncak ITB berbeda, namun hasil akhirnya menunjukan
kesesuaian hasil yang sangat baik.
1,400.0 0.0
Infiltrasi (mm)
1,200.0 100.0
SCS-Asli
SCS-ITB
1,000.0 200.0
800.0 300.0
Q (m3/s)
R (mm)
0.2083 A DAS
Qp = HSS SCS Asli
Tp
600.0 400.0
R A DAS
Qp = HSS SCS ITB
3.6 Tp A HSS
400.0 500.0
200.0 600.0
0.0 700.0
0.0 6.0 12.0 18.0 24.0 30.0 36.0 42.0 48.0
T (Jam)
Gambar 6-5 : Bentuk hidrograf hasil superposisi HSS SCS-Asli dan hidrograf hasil
superposisi HSS SCS-ITB
1,400.0 0.0
Infiltrasi (mm)
1,200.0 100.0
Nakayasu-Asli (Alpha=2.0)
Nakayasu-ITB (Alpha=2.0)
1,000.0 200.0
R A DAS
Qp = HSS Nakayasu ITB
3.6 Tp A HSS
600.0 400.0
400.0 500.0
200.0 600.0
0.0 700.0
0.0 6.0 12.0 18.0 24.0 30.0 36.0 42.0 48.0
T (Jam)
Gambar 6-6 : Bentuk hidrograf hasil superposisi HSS Nakayasu Asli dan hidrograf
hasil superposisi HSS Nakayasu-ITB
Jika disuatu DAS dapat diperoleh data hidrograf debit banjir, seringkali dijumpai hasil
perhitungan hidrograf banjir dengan superposisi HSS yang sedikit berbeda dengan
hasil pengamatan. Kalibrasi diperlukan untuk memperoleh parameter model dengan
mencocokkan hasil perhitungan dan pengamatan. Kedekatan hidrograf perhitungan
dan pengamatan dilakukan dengan optimasi berdasarkan Peak Weighted RMS (Root
Mean Square) error, metode ini pada prinsipnya mendekatkan besaran puncak,
volume dan waktu puncak dari perhitungan ke pengamatan. Pembahasan tentang cara
adalah diluar lingkup bahasan pelatihan ini.
Dalam pelatihan ini kalibrasi kalibrasi hidrograf banjir dilakukan dengan pendekatan
trial and eror secara manual dengan evaluasi hasil yang dibantu secara visual.
1) Kalibrasi waktu puncak Tp diberikan melalui coefisien Ct. Harga standar koefisien
Ct adalah 1.0. harga Tp dapat dirubah sesuai kebutuhan tanpa harus merubah
rumus time lag dengan merubah harga koefisien Ct.,
Jika harga waktu puncak perhitungan lebih kecil dari waktu puncak
pengamatan, maka harga diambil Ct > 1.0 akan membuat harga waktu puncak
membesar.
Jika harga waktu puncak perhitungan lebih besar dari waktu puncak
pengamatan, maka harga diambil Ct < 1.0 akan membuat harga waktu puncak
mengecil
2) Kalibrasi debit puncak Qp diberikan diberikan melalui coefisien Cp. Untuk HSS
ITB-1 dengan kurva dasar NRCS harga default =3.7 sedang untuk HSS ITB-2
harga default =2.4 dan =0.86. Jika sangat diperlukan harga koefisien dan
dapat dirubah atau dapat juga dengan merubah harga koefisien Cp. Harga standar
koefisien Cp adalah 1.0,
Jika harga debit puncak perhitungan lebih kecil dari debit puncak pengamatan,
maka harga diambil Cp > 1.0 akan membuat harga debit puncak membesar,
Jika debit puncak perhitungan lebih besar dari hasil pengamatan maka harga
diambil Cp < 1.0 agar harga debit puncak mengecil.
Luas dibawah kurva HSS yang menunjukan volume HSS sebenarnya dapat dihitung
dengan mudah dengan metoda trapesium banyak pias, dan hasilnya sangat akurat. Jika
hasil integrasi numerik sangat akurat, maka timbul pertanyaan apa guna Kp Dan Qp
yang dihitung secara eksak ?. Ada sejumlah alasan mengapa hal itu penting.
1) Bentuk kurva HSS banyak ditentukan oleh akurasi harga Kp. Jika harga eksak Kp
diketahui, maka harga Qp yang benar diketahui dan bentuk kurva hidrograf akan
dikontrol oleh harga yang benar tersebut.
2) Ketelian integrasi numerik sangat bergantung pada jumlah titik yang digunakan
dalam integrasi, semakin banyak titik semakin akurat. Namun unuk mengetui
berapa harga yang benar, jawabnya adalah yang mendekati hasil eksak.
3) Pentingnya harga Kp dan Qp yang dihitung secara eksak sebenarnya terjadi untuk
kasus kalibrasi memerlukan harga Cp yang sangat rendah khususnya untuk HSS
ITB-2. Untuk HSS ITB-1 dengan kurva NRCS hal ini tidak terlalu terlihat. Hal ini
ditunjukan pada gambar
a) Pada Gambar 6-7 ditunjukan bentuk hidrograf hasil superposisi HSS ITB-1
dan HSS ITB-2 untuk Cp=1.2 dengan Kp dan Qp yang dihitung secara eksak
dan numerik. Untuk HSS ITB-1 hasil eksak dan numerik sangat dekat. Untuk
HSS ITB-2 hasil eksak dan numerik juga sangat dekat kecuali dekat puncak
terdapat sedikit selisih.
b) Pada Gambar 6-8 ditunjukan bentuk hidrograf hasil superposisi HSS ITB-1
dan HSS ITB-2 untuk Cp=0.4 dengan Kp dan Qp yang dihitung secara eksak
dan numerik. Untuk HSS ITB-1 hasil eksak dan numerik sangat dekat. Untuk
HSS ITB-2 terdapat perbedaan hasil eksak dan numerik yang sangat besar.
Penyebab kesalahan hasil numerik sebenarnya bukan pada perhitungan
numeriknya tetapi pada batas atas integrasi yang ditetapkan Tb/Tp=20 dan
hasilnya digunakan menghitung Kp dan Qp. Hasilnya tentu akan tidak akurat,
karena untuk kasus Cp=0.40, seharusnya minimal besarnya Tb/Tp=1000,
sehingga agak sulit jika dihitung secara numerik. Sebaliknya HSS ITB-2 yang
dihitung secara eksak, didasarkan pada integrasi sampai Tb/Tp=.
1,600.0 0.0
Hujan Eff (mm)
Infiltrasi (mm)
1,400.0 100.0
ITB-1 (Eksak)
ITB-2 (Eksak)
1,000.0 300.0
Q (m3/s)
R (mm)
800.0 400.0
600.0 500.0
400.0 600.0
200.0 700.0
0.0 800.0
0.0 6.0 12.0 18.0 24.0 30.0 36.0 42.0 48.0
T (Jam)
Gambar 6-7 : Bentuk hidrograf hasil superposisi HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 untuk
Cp=1.2 dengan Kp dan Qp yang dihitung secara eksak dan numerik.
1,600.0 0.0
Hujan Eff (mm)
Infiltrasi (mm)
1,400.0 100.0
ITB-1 (Eksak)
ITB-2 (Eksak)
1,000.0 300.0
Q (m3/s)
R (mm)
800.0 400.0
600.0 500.0
400.0 600.0
200.0 700.0
0.0 800.0
0.0 6.0 12.0 18.0 24.0 30.0 36.0 42.0 48.0
T (Jam)
Gambar 6-8 : Bentuk hidrograf hasil superposisi HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 untuk
Cp=0.4 dengan Kp dan Qp yang dihitung secara eksak dan numerik.
Pada bagian ini ditunjukan beberapa contoh perhitungan debit banjir menggunakan
perhitungan Kp dan Qp dilakukan dengan cara ITB. Meskipun misalnya bentuk dasar
yang digunakan adalah HSS SCS Segitiga, SCS Curvilinear dalam bentuk Tabel atau
NRCS, namun perhitungan debit puncak HSS tidak dilakukan dengan rumus dari SCS
namun akan dilakukan dengan Rumus Kp (Peak Rate Faktor) dan Qp (Debit Puncak)
cara ITB.
Contoh penggunaan cara ITB akan ditunjukan melalui lima contoh penggunaan di
DAS yang berukuran ecil dan DAS Ciliwung di Bendung Katulampa yang berukukan
sedang.
1) Hidrograf Banjir DAS Kecil Dihitung Dengan HSS SCS Segitiga dan HSS SCS
Curvilinear.
2) Hidrograf Banjir DAS Katulampa Dihitung Dengan HSS ITB-1, HSS ITB-2 dan
NRCS-ITB
3) Cara Kalibrasi Dengan HSS ITB-1, HSS ITB-2 dan NRCS-ITB dengan Hidrograf
Banjir Terukur
6.4.1 Hidrograf Banjir Das Kecil Dihitung Dengan HSS SCS Curviliner dan HSS
SCS Segitiga
Pada bagian ini ditunjukan contoh cara perhitungan hidrograf banjir suatu DAS kecil
yang memiliki Luas DAS = 1.2 km2, L=1575 m, S=0.001 (m/m). Banjir terjadi di DAS
tersebut akibat hujan efektif sebesar 10 mm, 70 mm dan 30 mm (interval 1/4 jam).
Perhitungan hidrograf bajir dilakukan dengan bentuk dasar HSS SCS segitiga dan HSS
SCS Curvilinear namun perhitungan Kp dan Qp dilakukan dengan cara ITB.
Harga absis dan ordinat diberikan pada Tabel 6-1 adapun bentuk kurva SCS
Curvilinear ditunjukan pada Gambar 6-9. Jika dihitung luas dibawah kurva pada
Tabel SCS Curvilinear adalah 1.3544 Bentuk dasar HSS SCS Segitiga tak berdimensi
yang merupakan penyederhaan HSS SCS Curviliner memiliki titik puncak tp=(1,1)
dan tb=(8/3,0) dan ordinat diberikan pada Gambar 6-9.
Gambar 6-9 : Bentuk HSS SCS Curvilinear dan HSS SCS Segitiga
6.4.1.1 Perhitungan HSS SCS Curvilinear dan Segitiga dengan Cara ITB
1) Bagian I pada Tabel 6-2 dan Tabel 6-3, berisi Input data yang diperlukan seperti
Nama DAS, Nama Stasiun, Input Luas DAS, Panjang Sungai L, Harga Tr dan R.
2) Bagian-II dari Tabel 6-2 dan Tabel 6-3, berisi hasil perhitungan Tc, Tp dan Tb
L0.77 15750.77
t c 0.01947 0.835 0.01947 80.58 menit 1.34 jam
0.835
S 0.001
Tp 23 tc 23 1.34 0.893jam
3) Bagian-III pada Tabel 6-2 dan Tabel 6-3, berisi perhitungan Luas HSS, Kp, Qp,
Volume Hujan (VDAS)
Pada bagian-III dari Tabel 6-2, Luas HSS SCS Segitiga dapat dihitung
secara eksak.
Pada bagian-III dari Tabel 6-3, Luas HSS SCS Curvilinear pada tabel SCS
hanya dapat dihitung secara numerik kurva pada Tabel SCS. karena SCS
tidak memberikan bentuk persamaanya kurva pada Tabel 6-1 hasil
integrasi secara numerik tersebut adalah harga eksak
Pada bagian-III dari Tabel 6-2, Faktor Debit Puncak (Kp) untuk HSS SCS
Segitiga dapat dihitung secara eksak
1 1
Kp 0.2803 (m3 per s/km2/mm)
3.6 A HSS 3.6 1.3333
Harga ini persis sama dengan harga Kp untuk HSS SCS Segitiga yang ada
dalam literature yaitu Kp=0.2803 (m3 per s/km2/mm)
Pada bagian-III dari Tabel 6-3, Faktor Debit Puncak (Kp) untuk SCS
Curvilinear dapat dihitung harga AHSS=1.3544,
1 1
Kp 0.2051 (m3 per s/km2/mm)
3.6 A HSS 3.6 1.3544
Pada bagian-III dari Tabel 6-2, debit puncak HSS SCS Segitiga dapat
dihitung sbb
Kp A DAS R 0.28031.20 1.0
Qp 0.224 (m3/s)
Tp 3.6 0.893
Pada bagian-III dari Tabel 6-3, Debit Puncak HSS SCS Curvilinear dapat
dihitung sbb
Kp A DAS R 0.20511.20 1.0
Qp 0.2755 (m3/s)
Tp 0.893
d) Pada bagian-III dari Tabel 6-2 dan Tabel 6-3, dan Hitung volume hujan
efektif satu satuan yang jatuh di DAS
4) Bagian-IV pada Tabel 6-2 dan Tabel 6-3, terdiri dari kolom 1 s/d kolom 4 untuk
menghitung bentuk HSS SCS Segitiga berdimensi dengan penjelasan sbb :
b) Kolom Kedua : (Kolom-1 dibagi Tp) berisi absis kurva HSS SCS Segitiga tak
berdimesi (t=T/Tp), termasuk waktu puncak (t =1).
c) Kolom Ketiga merupakan ordinat HSS tak berdimensi didapat dari interpolasi
linear persamaan kurva HSS SCS Segitiga tak berdimensi.
d) Kolom Keempat berisi luas segmen HSS tak berdimensi, termasuk segmen
sebelum dan sesudah Qp, dihitung dengan cara trapesium.
Ai 1
2
q i 1 q i t i 1 t i
Jumlah seluruh Kolom Keempat, adalah luas kurva HSS SCS Curvilinear dan
e) Untuk HSS SCS Segitiga didapat AHSS = 1.3333, kesalahan relatifnya terhadap
nilai eksak (AHSS = 1.3333) adalah 0%, artinya bentuk kurva HSS SCS Segitiga
hasil interpolasi sama dengan kurva eksaknya. Untuk HSS Curviliner didapat
adalah 0.437%, harga ini relative sangat kecil, artinya bentuk kurva HSS SCS
Qi Q p q i (m3/sec)
Vi 3600
2
Q i Q i 1 Ti 1 Ti (m3/s)
h) Jika VHSS dibagi Luas DAS (ADAS) didapat tinggi limpasan langsung DRO
(Direct Run Off), yang nilainya harus mendekati R=1 mm (tinggi hujan satuan)
VHSS
DRO 1.0043 1 .00 (mm)
A DAS
terhadap tinggi hujan satuan (R=1.00 mm) adalah 0%, sedang untuk HSS
i) Dari uraian penjelasan bagian-III Tabel 6-2 dan Tabel 6-3, pada butir 3 huruf
a) dan butir 4 huruf g) dan h) dapat disimpulkan bahwa nilai kesalahan relative
pada AHSS ternyata sama dengan kesalahan relative VHSS dan DRO. Dengan
5) Jika hasil perhitungan HSS SCS Segitiga dan HSS SCS Curvilinear berdimensi
pada Tabel 6-2 dan Tabel 6-3 digambarkan, akan didapat kurva HSS SCS Segitiga
dan HSS SCS Curvilinear berdimensi seperti ditunjukan pada Gambar 6-10 dan
Gambar 6-11. Dari kedua gambar tersebut terlihat bahwa karena harga Tp
umumnya tidak merupakan kelipapan dari Tr, maka debit puncak Qp tidak
diperhitungkan dalam proses superposisi hidrograf.
0.30
0.89, 0.28
HSS SCS Segitiga yang dihitung
HSS SCS Segitiga yang disuperposisi
0.25
0.20
Q(m3/s)
0.15
0.10
0.05
0.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00
T(Jam)
0.30
0.20
Q(m3/s)
0.15
0.10
0.05
0.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00
T(jam)
Dalam contoh kasus ini akan digunakan distribusi hujan hujan akibat hujan efektif
sebesar 10 mm, 70 mm dan 30 mm (interval 1/4 jam). Tabel superposisi HSS SCS
Segitiga dan HSS SCS Curvilinear berdimensi ditunjukan pada Tabel 6-4 dan Tabel
6-5. Dalam tabel tersebut Rasio Limpasan/Hujan tidak persis sama dengan 100%.
Penyebabnya adalah karena seperti terlihat pada Gambar 6-10 dan Gambar 6-11,
harga Tp umumnya tidak merupakan kelipapan dari Tr, akibatnya debit puncak Qp
tidak diperhitungkan dalam proses superposisi hidrograf.
Hasil akhir proses superposisi HSS SCS Segitiga dan HSS SCS Curvilinear berupa
hidrograf banjir untuk interval perhitungan Tr=0.25 Jam seperti ditunjukan pada
Gambar 6-12. Selanjunya dapat ditunjukan jika Tr=0.125 dan hujan efektif total tetal
100 mm namun dengan distribusi (5, 5, 35, 35, 15 dan 15 mm) setiap 0.125 jam, maka
Hasil akhir proses superposisi HSS SCS Segitiga dan HSS SCS Curvilinear berupa
hidrograf banjir untuk interval perhitungan Tr=0.125 Jam seperti ditunjukan pada
Gambar 6-12.
50.00 0.00
35.00 30.00
30.00 40.00
R(mm)
25.00 50.00
Q(m3/s)
20.00 60.00
15.00 70.00
10.00 80.00
5.00 90.00
0.00 100.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00
T(jam)
Gambar 6-12 : Hasil superposisi SCS Segitiga dan Curvilinear (Tr=0.25 Jam)
50.00 0.00
35.00 30.00
30.00 40.00
R(mm)
25.00 50.00
Q(m3/s)
20.00 60.00
15.00 70.00
10.00 80.00
5.00 90.00
0.00 100.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00
T(jam)
Gambar 6-13 : Hasil superposisi SCS Segitiga dan Curvilinear (Tr=0.125 Jam)
6.4.2 Hidrograf banjir DAS Katulampa dengan HSS ITB-1, HSS ITB-2
Dalam contoh ini Cara ITB digunakan untuk menentukan bentuk hidrograf banjir DAS
Ciliwung hulu di bendung Katulampa dengan bentuk HSS ITB-1 dan kurva HSS ITB-
2. Perhitungan harga Kp dan Qp akan dihitung cara ITB. Karena bentuk kurva yang
digunakan dalam HSS ITB-1 adalah juga digunakan oleh NRCS, maka dimungkinkan
untuk membandingkan hasil perhitngan dalam supmenen ini dengan hasil perhitungan
yang dilakukan oleh NRCS.
Sungai ciliwung dilokasi ini mempunyai luas DAS 149.230 km2 dan Panjang sungai
diperkirakan 24.460 km, kemiringan alur sungai S= 112.245 m/km. Dalam contoh
kasus ini digunakan distribusi hujan hujan efektif dengan durasi 1 jam seperti
ditunjukan pada Tabel 6-6. Proses superposisi hidrograf hanya memperhitungkan
distribusi hujan efektif, sedang infiltrasi hanya digunakan untuk penggambaran
Hyteograf (distribusi hujan).
Perhitungan HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 dilakukan dalam bentuk dengan Spread Sheet
(Microsoft Excell). Tabel perhitungan untuk HSS ITB-1 ditunjukan pada Tabel 6-7
sedang untuk HSS ITB-2 ditunjukan pada Tabel 6-8 dengan penjelasan sbb :
1) Bagian I pada Tabel 6-7 dan Tabel 6-8, berisi Input data yang diperlukan seperti
Luas DAS, Panjang Sungai L, Kemiringan Sungai dll.
2) Bagian-II pada Tabel 6-7 dan Tabel 6-8, berisi hasil perhitungan Tl, Tp dan Tb
untuk HSS ITB-1 dan HSS ITB-2.
a) Time Lag (T L)
TL Ct (0.0394L + 0.201L0.5 )
Untuk HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 besarnya Time to Base adalah
Tp = 20 Tp
3) Bagian-III pada Tabel 6-7 dan Tabel 6-8 berisi perhitungan harga eksak integrasi
luas HSS, perhitungan Kp, Qp, Volume Hujan (VDAS)
Persamaan bentuk dasar yang digunakan HSS ITB-1 adalah kurva yang
digunakan oleh NRCS yaitu
q ( t ) t * exp( 1 t )
Cp
(t > 0 s/d ) = 3.700
e m (m 1,0)
A HSS q( t ) dt t * exp(1 t ) dt
m
0 0 m m 1
Untuk harga =3.7 dan Cp=1.0 harga m=3.7, maka harga fungsi Gamma
akibatnya
o Lengkung Turun : q ( t ) exp 1 t C p
(t > 1 s/d ) =0.880
Jika m=, dan n=Cp maka harga eksak integrasi persamaan tersebut
adalah.
e ( n1 ,1n ) 1
1
1
A HSS q ( t ) dt t m dt exp 1 t n dt
0 0 1
m 1
n 1n n
1
1 1.104568
A HSS = 1.57849873403035
2.4 1 0.86
Pada bagian-III dari Tabel 6-7, Faktor Debit Puncak (Kp) untuk HSS ITB-
1 dengan bentuk kurva dasar NRCS dapat dihitung secara eksak
1 1
Kp 0.2084 (m3 per s/km2/mm)
3.6 A HSS 3.6 1.3327
Jika dikonversi kedalam satuan Inggris didapat harrga Kp= 484.21 ft3 per
s/mi2/in. Harga ini sangat mendekati hasil Kp yang dihitung oleh NRCS
untuk harga m=3.70 yaitu Kp=484 (m3 per s/km2/mm), harga ini oleh
NRCS diambil harga rata-rata berbagai DAS.
Kp (Eksak) Kp NRSCS
m m3 per ft3 per ft3 per Selisih
s/km2/mm s/mi2/in s/mi2/in
0.26 0.0434 100.780 101 0.22%
1.00 0.1022 237.405 238 0.25%
2.00 0.1504 349.345 349 -0.10%
3.00 0.1867 433.745 433 -0.17%
3.70 0.2084 484.214 484 -0.04%
4.00 0.2171 504.307 504 -0.06%
5.00 0.2437 566.175 566 -0.03%
Pada bagian-III dari Tabel 6-8, Faktor Debit Puncak (Kp) untuk HSS ITB-
2 dapat dihitung sbb,
1 1
Kp = 0.175975926865987 (m3 per s/km2/mm)
3.6 A HSS 3.6 1.3544
Harga Kp untuk HSS ITB-2 yang tidak ada dalam literature. Satu-satunya
pembanding adalah harga Kp yang dihitung secara numerik yaitu
0.17310264 dam Peak rate Faktor untuk HSS Nakayasu sebesar
0.177963889. Selain itu mengingat perhitungan dilakukan dengan cara
yang persis sama dengan perhitungan HSS ITB-1 yang teah terbukti benar,
maka harga tersebut dapat dipastikan benar.
Pada bagian-III dari Tabel 6-8, Debit Puncak HSS ITB-2 sbb
Kp A DAS R 0.1759149.23 1.0
Qp 8.3834 (m3/s)
Tp 3.132
d) Pada bagian-III dari Tabel 6-7 dan Tabel 6-8, dan Hitung volume hujan efektif
satu satuan yang jatuh di DAS
4) Bagian-IV pada Tabel 6-7 dan Tabel 6-8 terdiri dari kolom 1 s/d kolom 5 untuk
menghitung bentuk HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 dengan penjelasan sbb :
b) Kolom Kedua : (Kolom-1 dibagi Tp) berisi absis kurva HSS tak berdimesi
(t=T/Tp), termasuk waktu puncak (t =1).
c) Kolom Ketiga merupakan ordinat HSS ITB-1 dan ITB-2 tak berdimensi
didapat dari persamaan kurva HSS ITB-1 dan ITB-2 tak berdimensi.
d) Kolom Keempat berisi luas segmen HSS ITB-1 dan ITB-2 tak berdimensi,
termasuk segmen sebelum dan sesudah Qp, dihitung dengan cara trapesium.
Ai 1
2
q i 1 q i t i 1 t i
Jumlah seluruh Kolom Keempat adalah luas kurva HSS tak berdimensi.
N
A HSS A i (tanpa satuan)
i 1
Untuk contoh ini untuk HSS ITB-1 didapat AHSS = 1.1400 dan untuk HSS ITB-
Vi 3600
2
Q i Q i 1 Ti 1 Ti (m3/s)
Jumlah seluruh Kolom Keenam adalah Volume HSS berdimensi.
N
VHSS Vi (m3)
i 1
Untuk HSS ITB-1 didapat harga VHSS = 149248 m3 dan untuk HSS ITB-2
VHSS = 151707 m3. Jika harga VHSS tersebut dibandingkan dengan harga VDAS
= 149223 m3, kesalahan relatifnya masing-masing adalah 0.016% dan
1.660%, hasil itu masih bisa diterima karena masih kurang dari 5%.
g) Jika VHSS dibagi Luas DAS (ADAS) didapat tinggi limpasan langsung DRO
(Direct Run Off), yang nilainya harus mendekati R=1 mm (tinggi hujan satuan)
VHSS
DRO 1 .00 (mm)
A DAS
Untuk HSS ITB-1 didapat DRO=1.0001, artinya kesalahan relatifnya terhadap
tinggi hujan satuan (R=1.00 mm) adalah 0.011%, sedang untuk HSS ITB-2
sama dengan kesalahan AHSS tertulis pada bagian-III baris terakhir kolom 4.
6) Jika hasil perhitungan HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 pada Tabel 6-7 dan Tabel 6-8
digambarkan, akan didapat kurva HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 berdimensi seperti
ditunjukan pada Gambar 6-14. Dari gambar tersebut terlihat bahwa karena harga
Tp umumnya tidak merupakan kelipapan dari Tr, maka debit puncak Qp tidak
diperhitungkan dalam proses superposisi hidrograf. Pengabaian ini cukup besar
pengaruhnya terhadap HSS ITB-2 karena area yang terpotong cukup besar.
10.00
HSS ITB-1 berdimensi
HSS ITB-1 yang disuperposisi
9.00
HSS ITB-2 Berdimensi
HSS ITB-2 yang disuperposisi
8.00
7.00
6.00
Q(m3/s)
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0.00 6.00 12.00 18.00 24.00 30.00 36.00
T(jam)
Dalam contoh ini akan digunakan distribusi hujan hujan efektif dengan durasi 1 jam
yang berurutan seperti ditunjukan sebelumnya pada Tabel 6-6. Tabel superposisi
hidrograf banjir HSS ITB-1 dan ITB-2 ditunjukan pada Tabel 6-10 dan Tabel 6-11.
Dalam tabel tersebut Rasio Limpasan/Hujan tidak persis sama dengan 100%. Seperti
terlihat pada Gambar 6-14, harga Tp umumnya tidak merupakan kelipapan dari Tr,
akibatnya debit puncak Qp tidak diperhitungkan dalam proses superposisi hidrograf.
Kurva HSS ITB-1 yang disuperposisi bentuknya masih cukup mendekati sedang untuk
kurva HSS ITB-2 terdapat bagian yang terpotong yang agak besar didekat puncak.
Hasil akhir berupa hidrograf banjir untuk interval perhitungan Tr=1.0 Jam seperti
ditunjukan pada Gambar 6-15. Pada Gambar 6-16 ditunjukan pula perbadingan hasil
cara ITB-1 dan ITB-2 dengan hasil cara Nakayasu, cara GAMA-1 dan cara SCS.
155.00 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00
156.00 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00
157.00 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00
158.00 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00
159.00 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00
160.00 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00
Volume Total Limpasan m3 2.90E+07
Luas DAS km2 149.23
Tinggi Limpasan Langsung mm 194.13
Rasio Tinggi Limpasan/Tinggi Hujan % 100.003%
155.00 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00
156.00 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00
157.00 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00
158.00 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00
159.00 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00
160.00 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00
Volume Total Limpasan m3 2.91E+07
Luas DAS km2 149.23
Tinggi Limpasan Langsung mm 195.13
Rasio Tinggi Limpasan/Tinggi Hujan % 100.516%
1,600.0 0.0
ITB-1
1,200.0 200.0
ITB-2
1,000.0 300.0
Q (m3/s)
R (mm)
800.0 400.0
600.0 500.0
400.0 600.0
200.0 700.0
0.0 800.0
0.0 6.0 12.0 18.0 24.0 30.0 36.0 42.0 48.0
T (Jam)
Gambar 6-15 : Bentuk hidrograf banjir hasil superposisi HSS ITB-1 dan HSS ITB-2
1,600.0 0.0
Hujan Eff (mm)
Infiltrasi (mm)
1,000.0 300.0
Q (m3/s)
R (mm)
800.0 400.0
600.0 500.0
400.0 600.0
200.0 700.0
0.0 800.0
0.0 6.0 12.0 18.0 24.0 30.0 36.0 42.0 48.0
T (Jam)
Gambar 6-16 : Perbandingan hasil superposisi HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 dengan
Hasil HSS Nakayasu, SCS, Gama-1 dan Hasil Program HEC-HMS
6.4.3 Kalibrasi Hasil HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 Dengan Data Debit Terukur
Pada DAS yang dilengkapi dengan sejumlah stasiun hujan otomatis dan pada outletya
dilengkapi stasiun pencatat muka air otomatis dapat dilakukan upaya kalibrasi debit
banjir terukur. Pada bagian berikut diberikan data hujan huja di DAS Ciliwung Hulu
dan data debit banjir di stasiun Katulampa yang diukur secara simultan.
Data yang digunakan adalah data tanggal 14 Desember 2006 jam 16.00 sampai tanggal
15 Desember 2006 jam15.00. Data Curah hujan berasal stasiun hujan Gadog, Gunung
Mas, Citeko, Cilember dan Tugu Utara. Data debit banjir didapat dari stasiun
Katulampa. Jika curah hujan dan debit digambarkan didapat hidrograf seperti pada
Gambar 6-17. Dengan menggunakan metoda garis lurus didapat aliran dasar (base
flow) Qbas=6.15 m3/s. Tabel 6-12 menunjukan hasil perhitugan volume limpasan
(luas dibawah kurva) = 380.050 m3 dan tinggi limpasan (DRO) = 2.55 mm dan
besarnya infiltrasi (dengan metoda indek) sebesar = 0.187 mm. Hasil-hasil tersebut
dihitung oleh Indra Agus dan Iwan K. Hadihardaja (2011).
Tabel 6-12 : Perhitungan Hujan Effektif, Infiltrasi dan Limpasan Langsung (DRO)
Rtotal Infiltrasi Reffektif Qtotal QBase QDRO
Jam
(mm) (mm) (mm) (m3/s) (m3/s) (m3/s)
1 0.163 0.187 0.000 6.150 6.150 0.000
2 2.036 0.187 1.849 6.150 6.150 0.000
3 0.894 0.187 0.707 6.710 6.150 0.560
4 0.163 0.187 0.000 8.560 6.150 2.410
5 12.270 6.150 6.120
6 17.810 6.150 11.660
7 21.050 6.150 14.900
8 21.050 6.150 14.900
9 18.860 6.150 12.710
10 14.890 6.150 8.740
11 12.680 6.150 6.530
12 11.460 6.150 5.310
13 10.690 6.150 4.540
14 9.950 6.150 3.800
15 8.900 6.150 2.750
16 8.560 6.150 2.410
17 8.560 6.150 2.410
18 7.910 6.150 1.760
19 7.600 6.150 1.450
20 7.290 6.150 1.140
21 7.000 6.150 0.850
22 6.710 6.150 0.560
23 6.150 6.150 0.000
24 6.150 6.150 0.000
Sumber : Diolah dari Indra Agus dan Iwan K. Hadihardaja (2011)
25.00 0.00
Reffektif (mm)
Infiltrasi (mm)
Qtotal (m3/s)
15.00 2.00
Q(m3/s)
R(mm)
10.00 3.00
5.00 4.00
0.00 5.00
0 6 Axis12Title 18 24
Gambar 6-17 : Hujan Effektif, Infiltrasi dan Debit Total dan Aliran Dasar
Untuk selanjutnya, dalam pelatihan ini kalibrasi dilakukan secara manual dengan tolok
ukur yang bisa dihitung secara visual. Selanjutnya dengan menggunakan data hujan
effektif seperti pada Tabel 6-12 dilakukan kalibrasi hasil HSS ITB-1 dan ITB-2
dengan menggunakan data debit banjir dilokasi Katulampa. Untuk harga awal
digunakan harga parameter seperti pada Tabel 6-13.
Tabel 6-13 : Nilai koefisien HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 sebelum kalibrasi
HSS Ct Cp
ITB-1 3.700 - 1.000 1.000
ITB-2 2.400 0.860 1.000 1.000
Dengan harga parameter sebelum kalibrasi tersebut didapat hidrograf hasil superposisi
HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 seperti ditunjukan pada Gambar 6-18. Proses Kalibrasi
prinsipnya mendekatkan besaran puncak, volume dan waktu puncak dari perhitungan
ke pengamatan dan ini dilakukan dalam 2 langkah coba-coba sbb
2) Setelah waktu puncak perhitungan dan pengukuran kurang lebih sama proses
kalibrasi dilanjutkan agar harga debit puncak kurang lebih sama dengan merubah-
rubah harga Cp. Jika harga debit puncak perhitungan lebih kecil dari debit puncak
pengamatan, maka harga diambil Cp > 1.0 akan membuat harga debit puncak
membesar. Jika debit puncak perhitungan lebih besar dari hasil pengamatan maka
harga diambil Cp < 1.0 agar harga debit puncak mengecil. Dengan cara trial and
error didapat parameter hasil kalibrasi seperti ditujukan pada Tabel 6-13. Dari
tabel ini terlihat harga parameter yang perubah hanya Ct dan Cp sedang harga
parameter dan tidak berubah.
Tabel 6-14 : Nilai koefisien HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 sesudah kalibrasi
HSS Ct Cp
ITB-1 3.700 - 0.880 1.050
ITB-2 2.400 0.860 1.500 1.180
Dengan menggunakan harga parameter sesudah kalibrasi seperti ditujukan pada Tabel
6-13 akan didapat hasil superposisi HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 seperti ditujukan pada
Gambar 6-19. Dari gambar tersebut terlihat bahwa hasil kalibrasi HSS ITB-2 secara
visual lebih mendekati hydrograph pengamatan. Cara kalibrasi yang lebih baik dapat
dilakukan dengan optimasi berdasarkan Peak Weighted RMS (Root Mean Square)
error, metode ini pada prinsipnya mendekatkan besaran puncak, volume dan waktu
puncak dari perhitungan ke pengamatan. Pembahasan tentang cara adalah diluar
lingkup bahasan pelatihan ini.
20.0 0.0
Hujan Eff (mm)
18.0 Infiltrasi (mm) 1.0
ITB-1
16.0 ITB-2 2.0
Pengukuran
14.0 3.0
12.0 4.0
Q (m3/s)
R (mm)
10.0 5.0
8.0 6.0
6.0 7.0
4.0 8.0
2.0 9.0
0.0 10.0
0.0 6.0 12.0 18.0 24.0 30.0 36.0
T (Jam)
Gambar 6-18 : Hidrograf hasil superposisi HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 sebelum
dilakukan kalibrasi terhadap Hidrograf hasil pengukuran.
18.0 0.0
Hujan Eff (mm)
ITB-1
ITB-2 2.0
14.0
Pengukuran
3.0
12.0
4.0
10.0
Q (m3/s)
R (mm)
5.0
8.0
6.0
6.0
7.0
4.0
8.0
2.0 9.0
0.0 10.0
0.0 6.0 12.0 18.0 24.0 30.0 36.0
T (Jam)
Gambar 6-19 : Hidrograf hasil superposisi HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 setelah
dilakukan kalibrasi terhadap hidrograf hasil pengukuran.
7.1 KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan tentang penggunaan berbagai
metoda perhitungan hidrograf satuan sintetik, khususnya menyangkut kelebihan dan
kekurangan masing-masing metoda diberikan pada uraian singkat dibawah ini
1,600.0 0.0
Hujan Eff (mm)
SCS 100.0
1,200.0 Gama-1
R (mm)
800.0 250.0
300.0
600.0
350.0
400.0
400.0
200.0
450.0
0.0 500.0
0.0 6.0 12.0 18.0 24.0 30.0 36.0 42.0 48.0
T (Jam)
Gambar 7-1 : Perbadingan hasil perhitungan hidrograf hasil superposisi HSS SCS,
Nakayasu, HSS Gama-1 serta HSS ITB-1 dan HSS ITB-2.
2) Cara pertama yang dijelaskan dalam pelatihan ini adalah perhitungan hidrograf
satuan sintetis cara SCS. Cara ini dikembangkan oleh Victor Mockus dari Soil
Conservation Service berdasarkan hasil pengamatan dari karakteristik hidrograf
satuan alami yang berasal dari sejumlah besar DAS di Ametrika Serikat baik
yang berukuran besar maupun kecil.
a) Kelebihan : Metoda ini banyak digunakan berberbagai bagian dunia dan jika
digunakan dengan rumus infiltrasi dari SCS, metoda ini dapat digunakan untuk
memodelkan pengaruh perubahan tata guna lahan terhadap debit. Metoda ini
memenuhi prinsip konservasi masa dengan penurunan rumus yang debit
puncak dan bentuk hidrograf cukup jelas sehingga mudah diajarkan pada
mahasiswa. Metoda ini didisain memiliki flexibilitas yang tinggi dalam
mengadopsi rumus time lag yang akan digunakan. Beberapa rumus yang bisa
digunakan bersama dengan SCS ditunjukan pada LAMPIRAN- 2.
b) Kekurangan : Bentuk kurva hidrograf satuan SCS relatif statik sehingga debit
pucak dan tidak bisa dirubah untuk menyesuaikan dengan data hasil
pengukuran. Dengan demikian jika hasil pengukuran berbeda tidak ada yang
bisa dilakukan untuk menyesuaikan bentuk hidrograf kecuali jika time lag
dirubah. Jika puncak menggunakan ryumus Snyder, maka posisi time to peak
bisa diperbesar atau diperkecil dengan pernaikan atau menurunkan harga Ct,
sehingga kurva hidrograf dapat bergeser maju atau mindur anmuntanpa
merubah bentuk hidrograf.
3) Cara kedua yang dijelaskan dalam pelatihan ini adalah perhitungan hidrograf
satuan sintetis cara Nakayasu. Cara ini dikembangkan oleh Nakayasu di Jepang
berdasarkan hasil pengamatan dari karakteristik hidrograf satuan alami yang
berasal dari sejumlah besar DAS di Jepang.
b) Kekurangan : Metoda ini relatif agak sulit digunakan oleh pemula karena
menggunkan 4 segmen kurva yang terpisah tapi menerus. Puncak kurva relatif
dinamik dan bisa dirubah dengan menyesuaikan parameter agar
menyesuaikan dengan data hasil pengukuran. Waktu puncak tidak dapat
dirubah kecuali jika panjang sungai dirubah. Penurunan rumus debit puncak
dan bentuk hidrograf tidak jelas (Obscure) sehingga sangat sulit untuk
menjelaskan pada mahasiswa, bagaimana rumus-rumus tertsebut didapat
(kecuali jika rumus diterima tanpa reserve).
4) Cara ketiga yang dijelaskan dalam pelatihan ini adalah perhitungan hidrograf
satuan sintetis cara GAMA-1. Cara ini dikembangkan oleh Sri Harto di Univeritas
Gajah Mada berdasarkan hasil pengamatan dari karakteristik hidrograf satuan
alami yang berasal dari 30 DAS yang berada di pulau Jawa.
5) Cara keempat yang dijelaskan dalam pelatihan ini adalah perhitungan hidrograf
satuan sintetis cara ITB. Konsep awal metoda ini pertama kali di publikasikan oleh
Dantje K. Natakusumah dalam Seminar Nasional Teknik Sumber Daya Air di
Bandung, 2009. Dalam makalah tersebut Rumus umum dan intergrasi eksak dan
numerik telah digunakan. Sifat HSS masih bersifat statik, sehingga baik harga Tp
dan Qp tidak bisa dirubah. Melalui program riset peningkatan kapasitas ITB 2010,
metoda tersebut selanjutnya dikebangkan lebih jauh oleh Dantje K. Natakusumah
(ITB), W. Hatmoko (Puslitbang Air) dan Dhemi Harlan (ITB).
Dari hasil pengamatan atas prinsip kerja dan cara operasi berbagai metoda
hidrograf satuan sintetis yang ada, dapat disimpulkan bahwa metoda HSS yang
dikaji semua bekerja dengan prinsip yang sama, namun setiap metoda diturunkan
dengan cara yang berbeda. Meski bekerja dengan cara yang sama, tidak ada rumus
umum yang berlaku untuk semua. Tidak adanya suatu rumus debit puncak yang
berlaku umum, menjadi sesuatu yang seolah terlewatkan (overlooked), padahal
adanya rumus umum seperti ini penting untuk pendidikan.
Karena itulah, tujuan awal penelitan pengembangan cara perhitungan HSS dengan
cara ITB adalah mengembangkan suatu cara baru perhitungan hidrograf satuan
sitetik yang berlaku umum dan memenuhi prinsip konservasi masa dengan rumus
debit puncak yang berlaku umum dan mudah diingat.
R A DAS
. Qp (8)
3.6 Tp A HSS
Dengan menggunakan rumus umum tersebut telah berhasil dibuat ulang HSS
Nakayasu, HSS SCS Curvilinear, HSS SCS Segitiga, HSS-Delmarva, HSS
Hickok-Keppel-Rafferty, HSS NRCS yang dikerjakan dengan cara ITB hasilnya
sangat mendekati HSS yang asli. Hal ini sebetulnya merupakan cara lain untuk
melakukan validasi hasil, yaitu membandingkan hasil satu metoda perhitugan baru
dengan dengan hasil metoda lain yang telah diakui validitasnya.
a) Kelebihan : Salah satu manfaat perhitungan hidrograf satuan dengan cara ITB
adalah mampu nenerima semua bentuk dasar hidrograf satuan (baik hidrograf
satuan sintetis/buatan atau hidrograf satuan hasil pegukuran) dan kemudian
memprosesnya menjadi hidrograf banjir. Cara ITB didisain memiliki
flexibilitas yang tinggi dalam mengadopsi rumus time lag digunakan. Beberapa
rumus lain, selain rumus time lag yang diberikan penulis, yang dapat
digunakan untuk HSS ITB-1 dan ITB-2 ditunjukan pada LAMPIRAN- 2.
Jika digunakan dengan rumus infiltrasi dari SCS maka HSS ITB-1 dan ITB-2
dapat digunakan untuk memodelkan pengaruh perubahan tata guna lahan
terhadap debit banjir. Bentuk HSS ITB-1 dan ITB-2 tidak statik namun bisa
dirubah dengan merubah harga Ct dan Cp agar hasil perhitungan mendekati
hasil pengukuran, namun tetap memenuhi prinsip konservasi.
Snyder dll. Dan hasilnya menunjukan kesesuaian yang baik dan konsiten
termasuk jika data luas DAS dan distribusi hujan dirubah-rubah. Akhirnya
penurunan rumus untuk debit puncak dan bentuk hidrograf sangat jelas
sehingga sangat mudah diajarkan pada mahasiswa.
b) Kekurangan : Metoda ini relatif baru (terbit di Journal tahun 2011) sehingga
belum banyak digunakan. Metoda baru dikalibrasi secara terbatas di DAS
Ciliwung Hulu di Katulampadan belum dikalibrasi disungai lain di Indonesia,
penyebabnya terutama adalah karena sangat sulitnya mendapat data
hujan dan debit yang dapat digunakan untuk proses kalibrasi. Selain itu
kalibrasi dilakukan sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh pihak yang membuat,
karena hasilnya cenderung mencari kasus yang menguatkan temuannya. Oleh
karenanya, kalibrasi sebaiknya terutama dilakukan oleh pihak-pihak lain yang
independen dan mempunyai data hujan dan debit yang dapat digunakan untuk
proses kalibrasi.
Tentang kalibrasi HSS sering terjadi kesalah pahaman. Orang sering beranggaan jika
suatu metoda perhitungan HSS telah dikalibrasi pada sekian puluh DAS, maka jika
metoda ini diterapkan pada DAS yang lain dan hasilnya akan benar. Pendapat ini jelas
salah, karena faktanya tidak pernah ada metoda HSS, termasuk yang terlah dikalibrasi
secara estensif, pasti bisa diterapkan ditempat mana saja dan dijamin hasilnya benar.
Semua metoda pada prinsipnya memerlukan kalibrasi, sehingga sangat penting suatu
metoda memiliki instrument untuk kalibrasi.
Kalaupun suatu metoda digunakan tanpa kalibrasi setempat, hal itu lebih karena
sulitnya mendapat data setempat untuk kalibrasi. Model berbasis HSS adalah model
black box yang sederhana, sehingga mustahil bisa diterapkan dengan hasil sangat
akurat. Kalaupun cara HSS ini masih banyak digunakan secara luas, sebenarnya bukan
karena akurasinya, namun karena kepraktisannya. Beberapa software perhitungan
debit banjir yang didasarkan pada model yang lebih baik (physicaly based model)
belum praktis karena memerlukan data yang lebih kompleks.
Umumnya orang mengganggap data debit yang dipublikasi di Indonesia adalah benar
cukup akurat. Namun, jika data debit tersebut dikaji sampai ke tingkat rating curve
yang digunakan, seringkali dijumpai bahwa hanya dengan beberapa data pengukuran
debit sungai saat debit rendah, pihak yang melakukan publikasi data debit, ternyata
sudah mampu membuat persamaan rating curve sampai saat kondisi banjir besar. Data
debit semacam ini sebenarnya sangat meragukan, namun data yang meragukan
inilah yang kemudian sering dijadikan sebagai tolok sebagai debit yang benar untuk
proses kalibrasi.
Untuk mengkalibrasi model hidrograf banjir, sebenarnya bukan hanya data debit yang
diperlukan, namun data hujan yang diukur secara simultan dengan data debit juga
menjadi sangat penting. Kecuali pada beberapa DAS yang penting, kebanyakan stasiun
hujan di DAS sungai di Indonesia adalah stasiun penakar hujan yang hanya mencatat
hujan total tanpa melihat riwayat waktu turunnya hujan.
Jadi sebetulnya agak sulit atau bahkan mustahil untuk mengalibrasi model hidrograf
banjir dengan data hujan dan debit yang tidak saling terkait dari segi waktu
kejadiannya. Dengan demikian perlu kehati-hatian dalam menerima hasil
kalibrasi model hidrograf banjir jika kalibrasi tersebut tanpa disertai dengan
gambar distribusi hujan dan debit yang digambarkan pada satu gambar yang
sama.
1) Harto, S., 1993 Analisis Hidrologi, Penerbit P.T.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
2) Soemarto, C.D, 1995 Hidrologi Teknik, Penerbit Erlangga, Jakarta.
3) Triatmodjo, B., 2008: Hidrologi Terapan, Penerbit Beta Offset Yogyakarta,
4) Ramrez, J. A., 2000: Prediction and Modeling of Flood Hydrology and
Hydraulics. Chapter 11 of Inland Flood Hazards: Human, Riparian and Aquatic
Communities Eds. Ellen Wohl; Cambridge University Press.
5) Bejo Slamet, Model Hidrograf Satuan Sintetik Menggunakanparameter
Morfometri (Studi Kasus Di Das Ciliwung Hulu), Thesis Magister, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor)
LAMPIRAN-2 : Perbandingan Rumusan Hidrograf Satuan Sintesis SCS, Nakayasu, GAMA-1 dan Cara ITB (lanjutan)
Parameter SCS Nakayasu GAMA-1 ITB
Sifat Kurva Kurva tunggal berubah terhadap karakteristik Kurva majemuk (4 kurva) berubah terhadap Kurva ganda berubah terhadap karakteristik Kurva tunggal atau kurva ganda yang
DAS karakteristik DAS DAS berubah terhadap karakteristik DAS
Koef Resesi Tidak dinyatakan secara eksplisit tapi Tidak dinyatakan secara eksplisit tapi K 0.5617A0.1798 S -0.1446 Tidak dinyatakan secara eksplisit tapi
mengikuti bentuk kurva HSS mengikuti bentuk kurva HSS -1.0897 0.0452
mengikuti bentuk kurva HSS
SF D
Bentuk Kurva Kurva Tunggal yang dibentuk berdasarkan Kurva Majemuk (4 Kurva) Kurva Ganda Kurva Tunggal atau Ganda
tabel berikut
1) (0 t Tp) 1) Lengkung naik (0 T Tp) 1) Kurva tunggal HSS ITB-1
t/tp q/qp t/tp q/qp
2 .4 Qt QpT q(t) 2 t 1 / t
Cp
(t 0)
1
Q a Q P
2) Lengkung Turun (Tp T Tb)
Tp Atau menggunakan kurva dari NRCS
0.000 0.000 1.400 0.750 Qt Qp e T / K
2) (Tp t Tp + T0.3) q(t) t * exp(1 t)
Cp
0.100 0.015 1.500 0.660 (t 0)
0.200 0.075 1.600 0.560 1 T p Catatan : t= waktu (jam)
2) Kurva ganda HSS ITB-2
0.300 0.160 1.800 0.420 T
Q d1 Q P 0.3 0.3 q( t ) t (0 t 1)
0.400 0.280 2.000 0.320
0.500 0.430 2.200 0.240 3) (Tp + T0.3 t Tp +1.5 T0.3)
q( t ) exp(1 t Cp ) (t 1)
0.600 0.600 2.400 0.180 1 Tp 0.5
0.700 0.770 2.600 0.130 1.5T Catatan :
0.800 0.890 2.800 0.098
Qd 2 Q P 0.3 0.3
1) t T / Tp (tak berdimensi)
0.900 0.970 3.000 0.075 4) (t Tp + 1.5 T0.3) 2) q Q / Qp (tak berdimensi)
1.000 1.000 3.500 0.036 1 Tp1.5 T0.3 3) Cp=Coef Kalibrasi Qp (0.31.5)
1.100 0.980 4.000 0.018 2T0.3
1.200 0.920 4.500 0.009 Qd3 Q P 0.3
Lampiran 23. Rekapitulasi Panjang Sungai Orde 1 (Satu) di DAS Ciliwung Hulu Hasil Pengukuran pada Peta
Rupa Bumi Skala 1 : 25.000
No Panjang No Panjang No Panjang No Panjang No Panjang No Panjang
Segmen (km) Segmen (km) Segmen (km) Segmen (km) Segmen (km) Segmen (km)
1 0.400 87 0.320 176 0.970 268 0.350 360 0.720 469 0.610
2 0.380 89 1.470 178 0.950 269 2.500 361 0.400 470 1.730
4 0.430 91 0.350 180 1.320 273 3.080 364 0.770 477 3.560
6 0.730 92 0.300 181 0.220 274 2.080 365 0.030 478 0.570
8 1.020 94 0.300 184 0.450 278 0.470 366 0.710 485 0.250
10 0.640 101 0.450 185 0.330 279 2.780 368 0.430 486 0.370
12 0.940 102 0.580 187 0.470 281 1.170 369 1.080 488 0.560
14 0.530 105 2.150 189 0.220 284 0.260 372 1.550 490 0.570
15 1.940 110 0.730 191 0.280 285 0.780 374 0.920 492 0.430
16 1.380 111 0.780 193 0.350 287 0.720 378 0.200 493 1.360
17 1.050 112 1.080 195 0.260 288 1.230 379 0.800 496 0.340
18 0.530 114 0.680 198 0.820 290 0.530 380 1.610 497 0.890
24 1.120 115 1.750 199 0.330 293 0.380 381 0.250 499 0.630
26 0.530 117 1.470 201 0.600 294 0.700 385 0.530 501 0.460
27 0.380 119 1.050 202 0.450 298 0.820 387 0.730 502 1.180
29 0.430 120 0.260 205 1.330 299 0.730 388 0.290 503 2.320
32 1.030 121 0.830 207 0.780 301 0.880 390 0.530 511 2.590
33 0.380 124 3.070 209 0.730 303 0.670 393 0.840 515 1.550
35 0.390 127 0.210 212 0.700 305 0.530 394 0.350 518 0.900
37 0.710 128 3.650 214 0.230 306 0.270 396 1.510 519 0.390
39 0.280 131 0.280 216 0.700 308 2.250 397 0.270 521 0.450
41 0.740 134 0.380 217 0.150 312 0.880 400 1.350 523 0.760
42 0.230 136 0.380 219 0.150 315 0.950 404 1.310 526 0.580
44 0.730 137 1.880 221 0.450 316 0.680 407 0.270 527 1.030
46 0.730 139 1.030 223 0.250 317 1.190 408 0.140 529 0.570
48 0.210 140 0.750 225 0.200 319 0.510 410 0.220 537 2.650
50 1.260 142 0.430 227 0.280 320 1.130 411 1.090 538 1.170
53 2.630 143 1.830 229 1.500 323 0.330 414 1.550 539 2.450
54 0.770 144 1.050 230 0.080 324 0.680 416 0.600 543 0.530
56 0.980 145 0.570 235 0.780 327 1.400 418 0.330 544 3.130
59 0.450 146 0.740 236 0.220 328 1.290 419 2.280 545 1.980
60 0.240 148 0.580 237 0.450 330 1.020 421 1.700 547 2.130
62 0.800 150 0.280 239 0.210 332 1.030 423 0.830 549 2.870
64 0.730 152 1.020 241 0.180 334 0.420 426 0.140 552 1.000
65 0.470 153 0.570 245 0.450 335 0.260 427 0.370 553 0.340
67 0.230 156 1.500 247 0.470 336 1.080 450 0.360 554 2.600
69 0.830 158 1.000 252 0.700 337 0.720 452 0.370 243 a 0.330
70 0.160 160 0.570 253 0.870 339 0.480 454 0.760 243 b 0.180
72 0.320 163 0.150 255 1.200 341 0.820 456 0.560 476b 3.670
74 0.370 164 0.650 257 2.120 343 1.120 458 0.610
75 0.300 166 0.530 258 0.080 344 1.120 459 2.710
78 0.520 167 0.270 260 1.200 346 0.250 461 1.310
82 0.550 169 1.030 262 1.600 348 0.930 463 0.710
84 0.600 172 1.000 264 1.830 354 1.570 464 2.020
85 0.050 174 0.750 265 1.120 358 1.330 465 1.730
30.120 40.700 29.030 44.370 37.840 49.680