Anda di halaman 1dari 100

KLASIFIKASI DAN NOMENKLATUR

KLASIFIKASI

Klasifikasi (taksonomi): merupakan bagian dari disiplin ilmu yang secara


sistematiks mempelajari pengelompokkan organisme hidup ke dalam takson
berdasarkan persamaan dan perbedaan. Indentifikasi adalah penggunaan kriteria
yang ditetapkan untuk klasifikasi dan nomenklatur.

Spesies adalah suatu jenis mikroorganisme yang sudah tertentu. Klasifikasi


bakteri didasarkan atas:
Morfologi (makroskopis dan mikroskopis)
Susunan kimia sel
Sifat biakan
Metabolisme
Sifat antigen
Sifat genetik
Sifat pathogen
Sifat ekologi

1
NOMENKLATUR
Nomenklatur merupakan penamaan satuan-satuan yang dicirikan dan
dibatasi oleh klasifikasi yang didasarkan atas karakteristik atau species
mikroorganisme dan sebagai bahan komunikasi universal antar ahli mikrobiologi.
Seperti halnya tanaman bakteri juga menggunakan 2 nama (binomial name) yang
diajukan oleh Carolus Linnaeus dari Swedia (1753) untuk tanaman. Jadi nama
bakteri mempunyai nama genus dan epitheton specificum. Nama jenis bakteri baru
dianggap sah jika sudah mengikuti aturan yang telah ditentukan oleh The
International Code of Nomenclatur Of Bacteria. Menurut aturan ini nama jenis
bakteri baru tersebut harus sudah dupublikasikan di International Journal of
Systematic Bakteriology. Pada publikasi tersebut harus menyebut hirarki taksonomi
dari mikroorganisme tersebut mulai dari terendah sampai tertinggi, misal nama
subspecies, species, genus, tribe, family, ordo, klas, filum dan kingdom.

Prinsip Nomenklatur:
1. Setiap organisme yang nyata disebut spcies
2. Species ditandai dengan kombinasi biner latin
3. Nomenklatur organism diatur oleh organisasi pengawas international yaitu
the international association of micriobolgycal sociaties.
4. Hukum prioritas menjamin penggunaan nama sah tertua yang tersedia bagi
suatu organisme
5. Penunjukan kategori diperlukan untuk klasifiksi
6. Kriteria ditetapkan untuk pembentukan dan publikasi nama-nama yang baru.
Contoh: untuk bakteri Streptococcus lactis
Kingdom (dunia) : Plantae
Filum (divisi) : Protophyta
Klas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Lactobacteriaceae
Genus : Streptococcus

2
Spesies : Streptococcus lactis
Tata cara penulisan spesies :
Nama ilmiah berasal dari bahasa latin ditetapkan oleh Linnaeus secara
binomial = dua suku kata yaitu: genus dan spesies
Nama genus huruf awal di tulis huruf besar dan spesies huruf kecil
Penulisannya ditulis huruf miring (italic) atau di garis bawah atau
dicetak tebal (bold)
Nama lengkap diikuti outhor (penemu) contoh: Clostridium welchii
ditemukan oleh Welch
Mikroorganisme ada juga yang mempunyai nama ilmiah dan nama latin,
seperti : Gonokokus = Neisseria gonorrhoae merupakan penyakit GO
(kencing nanah)

3
KLASIFIKASI ENTEROBACTERICEAE

A. Menurut EWING

Famili Enterobactericeae dibagi menjadi VI tribe.

Tribe I : Eschericheae dibagi menjadi


Genus : 1. Escherichia
2. Shigella
Tribe II : Edwarsielleae
Genus : 1. Edwarsiella
Tribe III : Salmonelleae
Genus : 1. Salmonella
2. Arizona
3. Citrobacter
Tribe IV : Klebsielleae
Genus : 1. Klebsiella
2. Enterobacter
3. Serattia
Tribe V : Proteae
Genus : 1. Proteus
2. Providencia

Tribe VI : Erwineae
Genus : 1. Erwinia
2. Pectobacterium

4
B. Menurut BERGEYS MANUAL

Famili Enterobactericeae dibagi menjadi V group

Group I : Escheriaceae
Genus : 1. Escherichia
2. Edwarsiella
3. Citrobacter
4. Salmonella
5. Shigella

Group II : Klebsielleae
Genus : 1. Klebsiella
2. Enterobacter
3. Hafnia
4. Serattia

Group III : Proteae


Genus : 1. Proteus

Group IV : Yersinieae
Genus : 1. Yersinia

Group V : Erwinieae
Genus : 1. Erwinia

5
GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF
COCCUS

STAPHYLOCOCCUS
Gambaran umum
a. Menyebabkan permasalahan utama di RS pada penderita-penderita
lemah yang menderita penyakit atau pembedahan luas, penderita yang
diobati dengan cara imunosupresi atau kurang gizi.
b. Merupakan flora normal pada rongga hidung bagian depan, perineum,
saluran pencernaan atau kulit.

Taksonomi

Kingdom : Plantae
Divisio : Protothypa
Ordo : Eubacteriales
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus
Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus saprophyticcus

a. Staphylococcus aureus yang menyebabkan sebagian besar penyakit.


b. Staphylococcus epidermidis ysng menyebabkan infeksi saluran kemih
dan endokarditis bakteriales sub akut.
c. Staphylococcus saprophyticus yang menyebabkan infeksi saluran kemih.

6
Staphylococcus aureus:
Morfologi
a. Makroskopis
Pengamatan morfologi koloni pada media Nutrien Agar dan Blood
Agar
Pengamatan Nutrien Agar Blood Agar
Bentuk Bulat kecil Bulat agak besar
Tepi Rata/utuh Rata/utuh
Pigmen Kuning emas Kuning emas
Elevasi Agak cembung Agak cembung
Konsistensi Halus/licin Halus/licin
Karakteristik Opaque (tidak Opaque (tidak
optik tembus cahaya) tembus cahaya)
Hemolysa - hemolisa

b. Mikroskopis
Ukuran : 0,5 1 mikron
Bentuk : coccus
Warna : ungu/violet
Susunan : bergerombol
Sifat : gram (+)
Flagel : neg/-
Spora : neg/-
Kapsul : neg/-
Granula : neg/-

Sifat Pertumbuhan:
Tumbuh baik dalam kaldu biasa pada suhu 37 oC . Batas pertumbuhan pada
suhu 15 0C dan 40 o
C dalam suasana aerob. Bakteri ini bersifat anaerob

7
fakultatif. pH pertumbuhan 7,4. Pada perbenihan yang mengandung tellurit
akan membentuk warna hitam karena dapat mereduksi tellurit.

Manifestasi Klinik
a. Menyebabkan penyakit hampir semua jaringan tubuh.
b. Menyebabkan abses yang bagian inti ditengahnya nekrotis dan berisi
lekosit tembereng (Polymorfonuclear/MPN), nanah dan bakteri
dikelilingi oleh dinding fibroblastic avaskuler terdiri dari fibrin.
c. Infeksinya digolongkan sebagai :
- Infeksi local atau menular
Kulit :
Folikulitis/infeksi superficial (ringan)
Furunkel/gelembung cairan yang meluas ke daerah subkutis.
Karbunkel yang menyerang jaringan kearah dalam cenderung
menular, terutama daerah leher dan punggung atas.
Impetigo yang meliputi pustula berkeropeng pada lapisan
superficial kulit, sangat menular, kebanyakan banyak terjadi
pada anak-anak prasekolah (sama dengan Streptococcus)
Mata bintitan dan konjuntivitis.
Paru-paru : pneumonia, umumnya pada usia < 1 tahun bisa
terjadi infeksi skunder.
Luka: trauma atau pembedahan, terutama daerah perut.

- Infeksi yang menyebar (Jauh dari tempat infeksi pertama)


a. Infeksi menyebar melalui aliran darah atau getah bening.
b. Infeksi yang berkaitan dengan toksin.

Daya Tahan

Tahan terhadap pengeringan, desinfektan, pemanasan, kadar garam tinggi

8
Pada nanah kering, kertas, benang, kain dapat hidup 6-14 minggu

Mati dengan bahan kimia:

o Tink Iodium 2% = 1 menit


o H2 O2 3% = 3 menit
o HgCl2 1% = 10 menit
o Fenol 3% = 15 menit
o Alkohol 50-70% = 1 jam
Diagnosa Laboratorium
a. Bahan pemeriksaan
o Darah, cairan otak dapat dibiakkan pada tioglikolat, lalu agar
darah atau garam manitol agar.

o Nanah, usap kulit dan lainya dibiakkan dalam agar darah,


Nutrient Agar dan garam manitol.

b. Identifikasi
o Coccus gram (+) seperti buah anggur.
o Tumbuh pada agar darah atau agar manitol.
o Hemolisin tipe (jernih), katalase(+), Manitol (+), Koagulase (+)
Pemberantasan
a. Pengobatan
o Isolasi dan identifikasi bakteri terhadap antibiotik.
o Infeksi yang terlokalisir memerlukan antibotik oral 10 hari dan
bila menyebar 4 6 minggu.
o Abses dibuang nanahnya.
o Keracunan makanan bersifat sembuh sendiri dalam 24 jam.
b. Pencegahan
o Cuci tindakan setelah melakukan tindakan
o Carilah dan obatilah pembawa bakteri terutama lingkungan RS.
Toksin dan Enzim meliputi :

9
Staphylococcus aureus membuat toksin yang bersifat: Non toksin,
Eksotoksin dan Enterotoksin.
Non Toksin:
Yang termasuk metabolit non toksin meliputi:
a. Antigen Permukaan: yang berfungsi mencegah serangan faga dan
mencegah reaksi koagulasi
b. Koagulase: enzim yang dapat menggumpalkan plasma
oxalat/plasma citrat karena faktor koagulasi reaktif didalam
serum
c. Hialuronidase: Dihasilkan oleh jenis koagulase positif
d. Staphylokinase/Fibrinolisin
Enzim ini dapat melisiskan bekuab darah dalam pembuluh darah
yang sedang meradang
e. Gelatinase/Protease
Adalah suatu enzim yang dapat mencairkan gelatin
f. Lipase dan tributirase
Tidak mempunyai peranan yang khas
g. Faspatase, lisozim dan penilsillinase
Ada korelasi antara aktifitas asam fosfat, patogenitas bakteri dan
pembentukan koagulase tetapi kurang khas untuk petunjuk
virulensi. Penisilinase yaitu laktamase yang berkaitan dengan
plasmid berperan dalam kekebalan terhadap penicillin
h. Katalase
Enzim ini dapat diketahui jika koloni ditetesi dengan H 2 O2 3% -
10% dan akan timbul gelembung udara disebut sebagai reaksi
positif.

Eksotoksin:

10
Toksin-toksin ini:
Toksin pengelupasan berperan dalam sindroma kulit lepuh.
Enterotoksin yang berperan dalam keracunan makanan dan colitis.

Toksin pirogenik yang menyebabkan sindroma toksis.

Toksin Panton valentin yang merusak lekosit.


Hemolisisn yang bekerja pada membran sel dan melisiskan sel.

Yang termasuk metabolit eksotoksin meliputi:


a. Alpha hemolisin
Diproduksi oleh Staphylococcus virulen dari jenis human dan bersifat:
Melisiskan sel darah merah kelinci, kambing, domba dan sapi
Tidak melisiskan sel darah merah manusia
Menyebabkan nekrosis pada kulit manusia dan hewan
Dalam dosis yang cukup besar dapat membunuh manusia dan hewan
Menghancurkan sel darah putih kelinci
Tidak menghancurkan sel darah putih manusia
Menghancurkan trombosit kelinci
Bersifat sitotoksik terhadap biakan jaringan mamalia

b. Beta hemolisin
Dapat menyebabkan terjadinya hot-cold lisis pada sel darah merah domba
dan sapi. Dalam hal ini lisis baru terjadi pengeraman 1 jam pada suhu 37 0C
dan 18 jam pada suhu 10 0C, toksin ini dapat dibuat toksoid.

c. Delta hemolisin
Toksin ini dapat melisiskan sel darah merah manusia dan kelinci tetapi
efeknya terhadap sel darah merah domba kurang

11
d. Lekosidin
Toksin ini dapat merusak sel darah putih beberapa macam binatang.
e. Sitotoksin
Toksin ini mempengaruhi arah gerak sel darah putih dan bersifat
termostabil pada penyakit granulomatosa septik kronik yang bersifat
herediter sering ditemukan sebagai penyebabnya bakteri Staphylococcus
dan pada penyakit ini sel darah putih dapat melakukan fagositosis tetapi
tidak dapat menghancurkan bakterinya.
f. Toksin eksfoliatif
Toksin ini dihasilkan oleh Staphylococcus group II dan merupakan suatu
protein ekstraseluller yang tahan panas tetapi tidak tahan asam. Toksin ini
dianggap sebagai penyebab Staphylococal Scalded Skin Syndrom.
g. Bakteriosin
Toksin ini dihasilkan oleh Staphylococcus group II dan merupakan suatu
protein ekstrseluller yang dapat membunuh bakteri gram (+) yaitu dengan
cara menghambat sintesis protein dan DNA tanpa menyebabkan lisis sel
bakteri.

Enterotoksin:
Toksin ini dibuat jika bakteri ditanam dalam perbenihan semisolid dengan
konsentrasi CO2 30%. Toksin ini terdiri dari protein yang bersifat:
Non hemolitik
Non dermonekrotik
Non paralitik
Termostabil, dalam air mendidih tahan selama 30 menit
Tahan terhadap pepsin dan trisipsin
Toksin ini menyebabkan keracunana makanan terutana terdiri dari dari
hidrat arang dan protein. Masa tunas antara 2 sampai 6 jam dengan gejala yang
timbul secara mendadak yaitu mual-mual, muntah-muntah dan diare.

12
STREPTOCOCCUS
Sifat-Sifat Umum
Kokus gram (+) berupa rantai atau satu-satu.
Bersifat anaerob fakultatif.
Bersifat heterogen
Melekat pada permukaan efitel menggunakan bagian asam lifoteikoat
pili.

Taksonomi:

Kingdom : Plantae
Divisio : Protothypa
Ordo : Eubacteriales
Famili : Streptococaceae
Genus : Streptococcus
Species : Streptococcus pneumoniae
Streptococcus pyogenes
Streptococcus fecalis
Klasifikasi menurut Smith dan Brown
Klasifikasi ini berdasarkan hemolysa pada agar darah yaitu:
1. Alpha hemolysa ()
Hemolysa sebagian (partial hemolysis) yaitu adanya zona berwarna
kehijau-hijauan disekitar koloni contoh Streptococcus pneumoniae.
2. Beta hemolysa ()
Hemolysa lengkap (complet hemolysis) yaitu adanya zona bening/jernih
disekitar konoli contoh Streptococcus pyogenes
3. Gamma hemolysa ()

13
Tidak ada hemolysa (an hemolysis) yaitu tidak terbewntuk zona
disekitarkpoloni contoh Streptococcus fecalis
Klasifikasi menurut Lancefield
Klasifikasi ini berdasarkan reaksi precipitasi, maka Lancefield membagi
Streptococcus hemolyticus dalam group:
1. Streptococcus group A contoh Streptococcus pyogenes
2. Streptococcus group B contoh Streptococcus agalactie
3. Streptococcus group C contoh Streptococcus eguinus
4. Streptococcus group D contoh Streptococcus fecalis
5. Streptococcus group E contoh Streptococcus lactis

Morfologi
a. Morfologi makroskopis:
Bentuk : bulat halus
Tepi : utuh/rata
Pigmen : putih jernih/abu-abu
Peninggian : cembung
Keadaan : halus
Karakteristik optik : transparan/semi transfaran
Aktifiktas terhadap darah : , ,

b. Morfologi mikroskopis:
Sifat : Gram (+)
Bentuk : coccus (bulat)
Susunan : mono, diplo dan rantai
Ukuran : 0,5 1 um
Flagell : (-)
Spora : (-) kecuali beberapa strain yang hidupnya safropit
Kapsul : (-) kecuali dibuat oleh jenis yang virulen/pathogen

14
Streptococcusp pneumoniae
(Diplococcus pneumoniae/PNEMOCOCCUS)

Bakteri ini ditemukan oleh Strnberg dan Pasteur pada tahun 1881 dalam
Saliva manusia ditempat yang berbeda. Pada tahun 1886 diketahui bakteri ini
menyebabkan pnemonia lobaris oleh Frunkel dan Weichselbaum ditempat yang
terpisah. Bakteri ini merupakan flora normal dalam tracktur resfiratorius bagian atas
yaitu pada laring, tracea dan dapat menyebabkan penyakit pnemonie, sinusitis, otitis
meningitis kadang-kadang pada infeksi yang ganas dapat masuk kedalam darah, paru-
paru ,LCS, dll.

Streptococcus pneomomonia menyebabkan penyakit :


Pneomomonia (Radang paru-paru)
Meningitis (Radang selaput otak)
Otitis media (Radang telinga bagian tengah )
Sinusitis (Radang sinus)
Juga di jumpai :
Infeksi mata
Enteritis
Arthenitis
Apperdicitis

Sifat Biakan
Membutuhkan suasana aerob/fakultatif aerob dengan suhu pertumbuhan
minimum 25 oC, optimum 37,5 oC, dan maksimum 41 oC, Pada medium tumbuh baik
dengan pH 7,6 7,8. Dalam agar darah menghasilkan lysis tipe alpha.

15
Sifat biokima/fisiologis
Inulin : (+)
Laktosa : (+) gas -
Sakarosa : (+) gas
Dextrosa : (+) gas
Optochin :R
Larut dalam empedu 10% atau Na desoksokholat 2% dalam waktu 5-10
menit (Test ini penting untuk membedakanya dengan Streptococcus
viridans)
Daya Tahan
Sputum kering yang tidak terkena sinar matahari langsung tahan
beberapa bulan
Perbenihan biasa tahan beberapa hari
Mati pada suhu 52 oC - 55 oC : 10 menit
Sinar Matahari langsung : 1 jam
Fenol, HgCl2, KMnO4
Sensitif terhadap sabun, empedu, Na oleat, zat warna, penicillin.
Struktur Antigen
Ag terpenting adalah Kapsul (K)/selubung polisakarida yang menentukan virulen,
Jika bakteri dicampur dengan antiserum maka akan terjadi pembengkakan selubung.
Reaksi ini disebut reaksi Quellung (Test pembengkakan kapsul)

16
Streptococcus viridans
( atau non hemolytic)

Idetifikasi Streptococcus viridans biasanya dikerjakan pada isolasi dari kultur


darah, LCS dan infeksi gawat.
Perbedaan S pneomomonial dan S viridans
1. Streptococcus pneomomonial sensitive terhadap optotion
2. Streptococcus pneomomonial larut dalam empedu
3. Streptococcus pneomomonial amat virulen terhadap tikus putih
(Cepat Mati Bila disuntikan Streptococcus pneomomonia)

Untuk indetifikasi ada beberapa test yang dilakukan :


1. Optochin test
2. Bile solubility
3. Quellung
4. Precipitas
5. Percobaan hewan
1. Optochin test (ethyl-hydrocuprine) test
caranya :
a. Ambil 2-3 koloni tersangka
Tanam pada separuh permukaan agar darah
b. Dengan pinset steril diambil dish optochin diletakkan pada agar darah
yang telah ditanam bakteri tadi.
c. Incubasi 18-24 jam pada suhu 35 370C
Interprestasi hasil :

17
1. Bila kita menggunakan dish yayang mempunyai 6 mm
Dinyatakan (+) Bila 14 mm (S)
Bila < 14 ragu-ragu
(-) Bila tanpa zona (R)
2. Bila menggunakan dish yang 10 mm
Dinyatakan (+) Bila 16 mm (S)
Bila < 16 mm ragu-ragu
(-) tanpa zona hambatan (R)
Apabila terjadi (-) dilakukan test pembanding bile solubility biasanya
95% saling terkait.

2. Bile Solubility test


a. Tube test
1. Sediakan empedu (dapat diambil dari tempat pemotongan hewan
sebelum digunakan mistar putar, kita masukan ke dalam tabung
lalu disterilisasi dengan autodave
2. Siapkan suspensi bakteri dalam 5 mil NaCl 0,9%
3. Lalu dalam suspensi ini tambahkan 0,5 ml bile steril
4. Inkubasi selama 10-30 menit pada suhu 370C
5. Periksa dengan tetes gantung
b. Plate test
1. Teteskan 1 tetes reagent deoxycholate 10% ke atas koloni
tersangka
2. Streptococcus pneomomonia larut dalam waktu 5 menit

3. Quillang test (reaksi pembekakan kapsul)


Pertama kali ditemukan oleh Neufald kemudian dimodifikasi oleh test ini
amat penting sebelum zaman antibiotik.
Sebagai bahan dapat digunakan bahan langsung seperti :

18
Cairan sum-sum tulang belakang (LCS)
Sputum
Swab tenggorokan
Biakan (suspensi biakan/biakan pada media cair)
Cara kerja :
a. Teteskan 1 tetes bahan/biakan bakteri tersangka
b. Dekat tetes tadi ditetesi lagi M Blue 1 tetes
c. Tetesi lagi antiserum yang specitik untuk pnemococcus
d. Dengan ose steril tetes 1 dan 2 dicampur, campur lagi dengan No. 3
e. Kita tutup dengan dek glass
f. Setelah ditunggu 10-15 lihat dengan mikroskop (+) ada bakteri yang
terselubung oleh kapsul.
Syarat Quillung Test: Jumlah bakteri per 1apangan pandang harus < 50.

4. Procipatasi test
Salah satu yang digunakan untuk S pneumonial adalah kapiler presintin
cara kerja :
a. Koloni tersangka ditanam pada Blood tellurit broth 370 C selama 16-24 jam
b. Water bath 1000 C selama 5 menit dinginkan dengan air kran
c. Sentriugal dengan kecepatan tinggi
d. Dengan pipet kapiler ambil anti serum sebanyak 15 mm Ag
e. Masukan ke supernatan yang dibuat tadi (+) jika terbentuk garis putih susu
pada perbatasan antara Ab dan Ag

5. Percobaan Hewan
Caranya :
a. Tarik kaki kiri tikus dengan tangan kanan
b. Tangan kiri membuka tekuknya

19
c. Kemudian ekornya di kebelakang lakukan disinfeksi dengan lodine dibagian
peritoneal.
d. Suntikan kira-kira 1-,5 cc bahan, lalu tunggu 4 6 jam.
Ambil cairan periotonial periksa apakah ada Streptococcus pneomoni biasanya
tikus akan mati bila mengandung Streptococcus pneomomoni
Streptococcus pyogenes

Sifat Biakan
Umumnya bersifat fakultatif aerob, hanya beberapa jenis yang bersifat
anaerob obligat.. Kurang subur jika ke dalam perbenihan tidak ditambahkan darah
atau serum dengan suhu pertumbuhan minimum 25 oC, optimum 37,5 oC, dan
maksimum 40 oC, Pada medium tumbuh baik dengan pH 7,4 7,6. Dalam agar darah
menghasilkan lysis tipe beta dengan bentuk koloni kecil keabu-abuan dan agak
opalesen, tepi rata dan koloni nampak sebagai setitik cairan. Streotococcus
membentuk 2 macam koloni, mucoid dan glossy. Yang dahulu disebut bentuk matt
sebenarnya bentuk mucoid yang telah mengalami dehidrasi.
Penambahan glukosa 0,5% meningkatkan pertumbuhan, tetapi menyebabkan
penurunan daya lisisnya terhadap darah merah. Umumnya gagal melunakan parafin
dan meragikan glukosa dengan membentuk asam oxalat yang menghambat
pertumbuhan organisme ini. Tidak baik tumbuhnya pada media buatan biasa, tanpa
tambahan faktor penghidup.

Daya Tahan
Sputum, eksudat dan ekskreta binatang dapat hidup sampai beberapa
minggu.
Perbenihan biasa pada suhu kamar biasanya mati sesudah 10-14 hari.
Mati pada suhu 52 oC - 55 oC : 10 menit
Pasteurisasi selama 30 menit
Fenol 1/50 mati dalam waktu 15 menit

20
HgCl2 1/200-1/500 mati dalam waktu 15 menit
Yodium tinctura 1/50 mati dalam waktu 15 menit
Cresol 1/175 mati dalam waktu 15 menit
Mercurokrom 1/50 mati dalam waktu 15 menit
Heksilresorsinol 1/1000 mati dalam waktu 15 menit
Struktur Antigen
Karbohidrat C
Zat ini terdapat dalam dinding sel dan oleh Lancefield dipakai sebagai dasar
untuk membagi Streptococcus dalam group-group.
Protein M
Protein iniada hubungannya dengan virulensi bakteri Streptococcus group
A kerjanya menghambat fagositosis.
Substansi T
Antigen ini merangsang pembentukan aglutinin dan atas dasar ini
Streptococcus group A juga dibagi dalam tipe specifik.
Protein R
Antigen ini dapat rusak dengan enzim proteolitik
Nukleoprotein
Substansi P yang mungkin merupakan bagaian dari badan sel bakteri
Bakteriofaga
Bakteriofaga menghasilkan ditemukan pada Streptococcus group D

Metabolit Bakteri
a. Toksik Eritogenik:
Toksin ini merupakan penyebab rash pada febris scarlatina. Dengan reaksi
Schultz-Charlton dapat dibuktikan apakah suatu rash terjadi karena toksin eritrogenik

21
atau bukan. Jika terjadi pemucatan dan kemudian menghilang, berarti rash terjadi
karena toksin eritrogenik.
Kerentanan terhadap toksik eritogenik dapat dibuktikann denga test dari
Dick yaitu dengan menyuntikan 1 STD (skin test dose) toksin yang terdiri dari 0,1 ml
toksin eritogenik standard yang telah diencerkan, secara intradermal pada lengan
bawah. Jika tidak ada antitoksin didalam darah maka hasilnya dinyatakan positif yaitu
timbul eritema dan edema dengan diameter > 10 mm setelah 8 24 jam.
b. Hemoliysin.
In vitro Streptococcus dapat menyebabkan terjadinya hemolysis pada eritrosit
dalam berbagai taraf.
c. NADase
Ada hubungan antara kemampuan bakteri untuk membuat NADase
(nicotinamide adenine dinucleotidase),DP-nase (diphosphoridyne
nucleotidase) dan Leukotoksisitas dari bakteri yang bersangkutan. Enzim ini
terutama dibuat oleh Streptococcus group A,C dan G.
d. Streptokinase
Disebut juga fibrinolisis yang bekerja merubah plasminogen dalam serum
menjadi serum plasmin, yaitu suatu enzim proteolitik yang menghancurkan
fibrin dan protein.
e. Streptodornase
Disebut juga dioksiribonuklease dan kerjanya memecah DNA. Terutama
dibuat oleh grup A,C dan G. Digunakan untuk pengobatan empiema.
f. Hialuronidase
Emzim ini memecah asam hialronat yang merupakan komponen penting dari
bahan dasar jaringan ikat. Dibuat oleh Streptococcus group B,C dan G.
g. Proteinase
Diaktifkan oleh senyawa sulfhydryl pada pH 5,5 6,5. Dalam kondisi, justru
secara langsung mengakibatkan kerusakan pada protein M, Streptokinase dan
hialuronidase.

22
h. Amilase
Dibuat oleh Streptococcus group A dengan penambahan plasma manusia,
tepung kanji, glikogen dan maltose.
i. Esterase
Di buat juga oleh Strptococcus group A teriutama bekerja terhadap substrat
yang berupa beta-natil asetat.

Patogenitas
Dapat dipengaruhi oleh faktor sifat biologi bakteri, host, port d entre bakteri.
Penyakit yang ditimbulkan dapat dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut:
1. Penyakit yang terjadi karena invasi Strptoccocus group A (beta hemoliticus)
a. Erisipelas
Yaitu suatu selulitis superfisialis dengan batas lesi yang tegas jalan
masuknya melalui kulit dan selaput lender. Penderita nampak sakit berat
dengan demam tinggi, lekosit > 15.000. Titer ASO meningkta setelah 7-10
hari. Dapat menyebabkan bakterimia.
b. Sepsis puerpuralis
Bakteri masuk kedalam uterus setelah proses persalinan Dapat terjadi
setikimia karena luka yang terinfeksi, yaitu berupa endometritis.
c. Sepsis
Terjadi karena luka bekas operasi atau karena trauma. Ada yang menyebut
penyakit ini sebagai Surgical Scarlet Fever.

B. Penyakit yang terjadi karena Infeksi lokal oleh Strptoccocus group A (beta
hemoliticus)
a. Radang tenggorok
Pada bayi dan anak kecil timbul sebagai nasofaringitis sub akut dengan sekret
seosa dan sedikit demam. Pada orang dewasa penykit berllangsung lebih akut
dengan nasofaringitis dan tosilitis yang hebat, selaput lendir hiperemis dan

23
membengkak. Jika bakteri dapat membuat eritogenik, dapat menimbulkan
Scarlet Fever Rash.
b. Impetigo
Penyakit ini sangat menular pada anak-anak

3. Penyakit Pasca Infeksi oleh Strptoccocus group A (beta hemoliticus)


a. Glomerulonefritis akut
Penyakit ini dapat timbul 3 minggu setelah infeksi.Klinis ditemukan adanya
demam ringan, malaise, sakit kepala, anoreksia, edema ringan. Pada
pemeriksaan urine ditemukan gross hematuria, protein, silinder hialindan
granula.
b. Jantung rheuma
Rheumatic Faver merupakan sequelae infeksi Streptococcus hemolyticus yang
paling serius, sebab dapat menyebabkan kerusakan pada katub jantung dan
otot. Kriteria untuk menegakan diagnosa jantung rheuma dari Jones yang telah
dimodifikasi ialah:
= Kriteria Mayor
o Karditis
o Khorea Sydenham
o Nodulus subkutan
o Eritema marginatum
o Poliarteritis migrans
= Kriteria Minor:
o Demam
o Poliartralgia
o Perpanjangan P-R interval pada EKG

24
o Meningkatnya LED darah dan C-reactive protein
o Adanya infeksi sebelumnya
o Riwayat adanya demam rheuma atau lesi katub rematik

Gejala klinik
a. Faringitis Streptokokus
Ditandai nyeri menelan, demam sakit kepala, mual, adenopati daerah
leher.
Mengakibatkan komplikasi (abses tonsil, mastoiditis, septikemia,
osteomilytis, demam rematik)
Kerongkongan merah, selaput lendir bengkak dan adanya eksudat
purulen (membedakan dengan infeksi virus dan mononucleosis
infektiosa)
b. Demam skarlatina
Gejalanya mirip faringitis streptococcus, menunjukkan gejala ruam akibat
toksin eritrogenik.
c. Impetigo / Pioderma
Infeksi local lapisan superficial kulit.
Pada bayi sangat menular
Mengakibatkan komplikasi nefritis.
d. Selulitis-erisiplas
Diawali infeksi luka lecet pada kulit.
Selulitis jika lesinya berbatas tegas dan erisiplas jika
menyebar.
Menyerang jaringan sub kutis dan menyebar dengan cepat
melalui saluran getah bening sehingga terjadi septikemi.

25
e. Demam rematik
Terjadi sesudah infeksi kerongkongan oleh streptokokus grup A, tetapi 20
% tanpa gejala awal.
Menyebabkan timbulnya proses peradangan sistemik yang menyerang
jaringan ikat jantung, sendi-sendi dan sususnan saraf pusat.
Meneyebabkan kerusakan kronis dan progresif.
Merusak otot jantung katupnya.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian penisilin.

f. Glomerulonefritis Akut
Biasanya terjadi setelah adanya infeksi awal pada kulit.
Dimulai dengan penimbunan antigen-antibodi streptokokus terlarut dan
komplemen pada membran basalis glomerulus tampak sebagai suatu pola
bergumpal tak beraturan pada pemeriksaan imunofluoresensi.
Menginduksikan peradangan melalui kemotaksis yang dirangsang oleh
komplemen dan infiltrasi lekosit PMN.
Biasanya tidak berkembang menjadi kronis.

g. Endokarditis
Akibat peradangan yang diinduksikan oleh penimbunan salah satu dari
beberapa genus bakteri tertentu pada katub jantung yang rusak oleh
streptokokus grup A.

Pemeriksaan Laboratorium
Bahan pemeriksaan: swab hidung, swab paring, darah, pus, sputum, LCS,
eksudat dan urine. Pemeriksaan langung dilakukan dengan ditemukannya bakteri
gram positif coccus tunggal atau berpasangan. Bahan ditanam pada agar nutrient dan

26
agar darah yang menghasilkan lisis tipe beta. Dengan penambahan CO 2 10% dapat
mempercepat terjadinya hemolisis.

NEISSERIA

Taksonomi:
Filum : Proteobakteria
Kelas : Beta Proteobakteria
Ordo : Neisseriales
Famili : Neisseriaceae
Genus : Neisseria
Species : Neisseria gonorrhoae
Neisseria meningitidis
Morfologi
a. Morfologi makroskopis (tayer martin agar)
Bentuk : bulat halus
Tepi : utuh/rata
Pigmen : putih jernih/abu-abu
Peninggian : cembung
Keadaan : halus

27
Karakteristik optik : transparan/semi transfaran

b. Morfologi mikroskopis:
Sifat : Gram (-)
Bentuk : coccus (bulat)
Susunan : diplo/ menyerupai biji kopi
Flagell : (+)
Spora : (-)
Kapsul : (+)

Neisseria gonorrhoeae
Gambaran umum
Epidemik, ditularkan melalui hubungan kelamin dengan insidens tertinggi
pada kelompok yang secara seks paling aktif (usia 15 sampai 25 tahun)
Gonorrhe atau sering disebut GO (Kencing nanah) termasuk salah satu jenis
Penyakit Menular Seksual (PMS) yang sering di temukan kasusnya di
Indonesia.
Diperkirakan terdapat lebih dari 150 juta kasus GO di dunia setiap tahunnya,
dan ini membuktikan bahwa GO merupakan penyakit menular seks yang
cukup berbahaya.Penyakit ini disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut :
Neisseria Gonorrhoe.
Bersifat piogenik seperti Stafilokokus, Streptokokus Dan Hemofilus.

Klasifikasi

28
Neisseria gonorrhoeae dibedakan melalui auxotyping (kebutuhan gizi) atau
morfologi koloni (tipe 1 dan 2 virulen, tetapi tipe 3,4 dan 5 sangat kurang
virulen)

Manifestasi Klinik
Infeksi selaput lendir yang terjadi terutama pada saluran urogenitalis bagian
depan
Gejalanya:
- Pada stadium dini sering tanpa gejala.
- Masa inkubasinya pun sangat singkat yaitu 2-5 hari sejak melakukan
kontak seks.
- Rasa gatal, panas dan pendarahan serta nyeri pada saat ereksi (terutama
pada pria). Keluarnya cairan/ sekret kental seperti nanah dari alat kelamin.

Pada bayi sering muncul gejala:


* Conjungtivitas
* Oedem Palpebra
* Akibat Persalinan
Infeksi tanpa gejala pada 20% sampai 80% wanita 10% pria; penderita-
penderita ini menularkan bakteri kepda pasangannya sehinga menimbulkan
gejala gonore
Pada wanita, gejala, kalaupun ada, dapat sangat ringan sehingga penderita
tidak menyadarinya. Sebanyak 30%-60% wanita penderita gonore tidak
memberikan gejala.Gejala yang timbul dapat berupa nyeri saat buang air
kecil, buang air kecil menjadi lebih sering, dan kadang-kadang menimbulkan
rasa nyeri pada panggul bawah. Selain itu, terdapat sekret kental dan keruh
yang keluar dari vagina.
Jenis-jenis infeksi :

29
o Uretritis ----eksudat kental, kuning, purulen mengandung bakteri dan
sejumlah lekosit PMN, nyeri waktu mengeluarkan air kemih, sering
mengeluarkan air kemih; lubang uretra luar terlihat merah.
o Komplikasi uretritis meliputi epididimitis dan prostatitis pada pria
dan peradangan pelvis pada wanita; infeksi berulang dapat
menyebabkan terjadinya jaringan parut dengan kemungkinan
terjadinya kemandulan baik pada pria maupun wanita
o Infeksi pada poros usus ----nyeri waktu buang air besar, adanya
secret, konstipasi, radang poros usus (proktitis); terutama pada pria
homoseks.
o Faringitis ---- radang ringan mirip dengan radang oleh virus, radang
yang berat mirip dengan radang oleh streptokokus; sekretnya purulen
o Infeksi sistemik ---- masuk ke peredaran darah, mula-mula bakteri ini
terbatas pada kulit menyebabkan dermatitis, beberapa hari kemudian
bakteri ini menyebar ke sendi-sendi menyebabkan radang sendi yang
nyata dan nyeri (tangan, pergelangan tangan, siku dan tumit)
Diagnosis laboratorium
a. Identifikasi
Diplokokus Gram negatif, intrasel dan ekstrasel diserti sejumlah lekosit
PMN didalam eksudat purulen pada pria; pada wanita sulit untuk
mendapatkan gambaran sediaan Gram yang khas karena bakteri
terdapat pada endoserviks
Biakan pada agar Thayer Martin didalam sungkup lilin
Lakukan uji oksidasa (positif) pada koloni bakteri yang diasingkan
Cara-cara baru meliputi imunofluoresensi atau Enzyme-Linked
Immunosorbent Assay (ELISA) terhadap bahan dari usapan langsung.
PCR

b. Bahan Pemeriksaan
Pada wanita selalu dilakukan pembiakan dari bahan yang diambil dari
alat kelamin atau poros usus

30
Jika menggunakan speculum atau anoskop, jangan menggunakan
pelumas karena akan mematikan bakteri
Organisme ini bersifat lebih dari bahan pemeriksaan harus segera
dibiakkan
Pada gonore sistemik diambil, biakan darah dan cairan sinovia, biakan
dari lesi kulit jarang berhasil

Penanggulangan
A. Pengobatan
Penisilin G prokain (larutan dalam air) diberikan bersama dengan
probenesid oral yang menurunkan sekresi antibiotika ini dari ginjal
Jika gonokokus ini mempunyai penisilinasa, obati dengan spektinomisin
Jika pengobatan gagal, pertimbangkan kemungkinan infeksi Chlamydia
trachomatis
Setelah sembuh dari radang pelvis, mungkin akan terjadi lagi episode-
episode peradangan pelvis oleh bakteri lain
Pasangan seksual juga harus diperiksa dan diobati sesegera mungkin bila
terdiagnosis gonore. Hal ini berlaku untuk pasangan seksual dalam 2
bulan terakhir, atau pasangan seksual terakhir bila selama 2 bulan ini
tidak ada aktivitas seksual. Pilihan utama adalah penisilin + probenesid.
Antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan gonore, antara lain:
o Amoksisilin 2 gram + probenesid 1 gram, peroral
o Ampisilin 2-3 gram + probenesid 1 gram. Peroral
o Azitromisin 2 gram, peroral
o Cefotaxim 500 mg, suntikan Intra Muskular
o Ciprofloxacin 500 mg, peroral
o Ofloxacin 400 mg, peroral
o Spectinomisin 2 gram, suntikan Intra Muskular

Obat-obat tersebut diberikan dengan dosis tunggal.

Pencegahan

31
Obati pasangannya karena sifat gonore yang menular
Untuk mencegah konyungtivitas gonokokus pada bayi baru lahir, pergunakan
AgNo3 atau tetrasiklin tropical, antibiotika lebih baik sebab juga akan
membunuh chlamydia trachomatis (jika ada)
Pergunakan kondom dalam melakukan hubungan seksual untuk mencegah
penularan
Walaupun sudah pernah terkena gonore, seseorang dapat terkena kembali,
karena tidak akan terbentuk imunitas untuk gonore.
Sarankan juga pasangan seksual kita untuk diperiksa untuk mencegah infeksi
lebih jauh dan mencegah penularan.
Carilah penderita-penderita tak bergejala dengan pembiakan gonokokus dan
obati dengan penisilin
Selain itu, juga menyarankan para wanita tuna susila agar selalu
memeriksakan dirinya secara teratur, sehingga jika terkena infeksi dapat
segera diobati dengan benar

Dasar virulensi
IgA asa, yang merusak IgA, penting sebab pada infeksi selaput lendir,
antibodi ini memegang peran utama (IgA asa juga ada pada bakteri hemofilus
dan streptokokus)
Plasmid yang mengkodekan pembuatan penisilinasa
Pili yang merupakan orgenal protein di permukaan sel bakteri yang
membantu perlekatan gonokokus pada epitel selaput lendir
Lipopolisakarida (lps) yang merusak sel-sel selaput lendir

32
Structure of a "typical" bacterium Neisseria gonorrhoae
Image from W.H. Freeman and Sinauer Associates, used by permission.

konjungtivitis gonococcus pada bayi baru lahir,

http://yumizone.files.wordpress.com/2008/11/konjungtivitis.

Neisseria meningitides

Gambaran umum
Penyakit yang sangat berat dengan prevalensi tertinggi pada usia 6 bulan
sampai 2 tahun, sering menimbulkan masalah pada asrama militer
Menginfeksi selaput lendir saluran napas bagian atas.

Manifestasi Klinik
Mulai sebagai faringitis ringan disertai demam ringan

33
Pada usia yang peka terhadap infeksi bakteri ini, bakteri ini menyebar kepada
hampir semua jenis jaringan, terutama kulit, selaput otak, sendi-sendi, mata
dan paru-paru, menyebabkana meningokoksemia berat yang dapat menjai
fatal dalam 1 sampai 5 hari
Gejala awal berupa demam, muntah, sakit kepala dan leher kaku
Timbul erupsi berupa petekia yang berkembang dari macula kemerahan
sampai menjadi purpura yang nyata; purpura vaskuler merupakan tanda
khas penyakit ini
LPS bakteri ini menyebabkan koagulasi intravaskuler, kolaps sirkulasi darah
lalu terjadi renjatan (syok)
Kematian dapat terjadi dengan atau tanpa penyebaran ke selaput otak
Sindroma Waterhouse-friderichsen merupakan mengingokoksemia berat
disertai perdarahan, kegagalan sirkulasi darah dan insufisiensi kelenjar
adrenal
Gejala sisa sesudah sembuh berupa tuli karena kerusakan saraf otak ke-VIII,
kerusakan susunan saraf pusat (ketidakmampuan belajar dan kejang-kejang)
serta nekrosis kulit hebat yang kadang-kadang memerlukan cangkok kulit
atau amputasi

Diagnosis laboratorium
a. Bahan pemeriksaan
Bakteri ini mudah mati dan harus segera diantar ke laboratorium dan
dikerjakan segera
Untuk pewarnaan Gram, cairan otak harus dipusingkan dahulu supaya
bakteri di dalamnya dapat dipekatkan

b. Identifikasi

34
Diplokokus Gram negatif, pewarnaan Gram cairan otak dan aspirat kelainan
kulit
Biakan pada kaldu gizi (darah/cairan otak) atau agar Thayer martin (lesi
kulit/usap tenggorok) dan eramkan di dalam sungkup lilin
Uji koloni yang telah diasingkan dengan uji oksidasa (positif)
Kerjakan peragian gula terhadap koloni bakteri yang telah diasingkan
(meragikan glukosa dan maltosa; N. Gonorrhoeae meragikan glukosa saja)
countercurrent immunoelectrophoresis atau reaksi aglutinasi dilakukan
untuk mendeteksi polisakarida sampai pada darah/cairan otak

Penanggulangan
a. Pengobatan
Kunci utamanya ialah diagnosis dini dan perawatan segera di rumah sakit
terutama berdasarkan ruam berupa petekia. tetapi kita harus berhati-hati
sebab ruam ini mirip dengan ruam pada demam bintik rocky mountain, sifilis
sekunder, rubella atau campak
Obati dengan penisilin intravena dosis tinggi, antibiotika ini akan melewati
batas sawar otak yang meradang
Siapkan tindakan penunjang untuk mengatasi renjatan dan koagulasi
intravaskuler
pada insufisiensi adrenal, kortikosteroid dapat membantu menolog penderita

b . Pencegahan
Berikan penisilin sebagai pencegahan kepada anak-anak yang terpapar
atau jika penderita dirawat di dalam ruangan yang dipakai bersama
anak-anak, tetapi tidak ada tindakan pencegahan terhadap anak-anak
dan orang dewasa

35
Berikan rifampin kepada semua anggota keluarga dan kepada
penderita untuk menghilangkan keadaaan membawa bakteri (penisilin
tidak dapat menghilangkan keadaan membawa bakteri atau carier)
Vaksin yang ada ialah terhadap polisakarida simpai serogrup A dan C
(polisakarida serogroup B bersifat immunogenik lemah); persoalan
utamanya ialah kegagalan vaksinasi pada anak-anak 6 bulan sampai 2
tahun (kelompok usia yang peka)

Dasar virulensi
- Polisakarida simpai menghalangi fagositosis
- LPS menyebabkan nekrosis jaringan yang luas, kolaps sirkulasi darah,
koagulasi intravaskuler dan renjatan
- IgA asa merusak IgA; hal ini penting sebab mulai pada selaput lendir
(streptokokus, hemofilus dan neiseria juga memiliki enzim ini)

http://dg743.files.wordpress.com/2008/02/meningococcas.
GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF
BACIL

ENTEROBACTERIACEAE

36
Pendahuluan
Enterobacteriaceae adalah suatu famili bakteri yang terdiri dari sejumlah
besar spesies bakteri yang sangat erat hubungannya satu dengan yang lainnya.
Hidup di usus besar manusia dan hewan, tanah, air dan dapat pula ditemukan pada
dekomposisi material. Karena hidupnya yang pada keadaan normal di dalam usus
besar manusia, bakteri ini sering disebut bakteri enteric atau basil enteric.
Sebagian besar bakteri enteric tidak menimbulkan penyakit pada host (tuan
rumah) bila bakteri tetap berada di dalam usus besar manusia, tetapi pada keadaan-
keadaan dimana terjadi perubahan pada host atau bila ada kesempatan memasuki
bagian tubuh yang lain, banyak di antara bakteri enteric ini mampu menimbulkan
penyakit pada tiap jaringan di tubuh manusia. Sebanyak 80% dari bakteri batang
negatif Gram yang diisolasi di laboratorium Mikrobiologi Klinik adalah bakteri
Enterobacteriaceae dan 50% dari jumlah tersebut adalah isolat yang berasal dari
bahan klinik. Organisme-organisme di dalam famili ini pada kenyataannya
mempunyai peranan penting di dalam infeksi nosokomial, misalnya sebagai
penyebab infeksi saluran kemih, infeksi pada luka, infeksi saluran nafas, peradangan
selaput otak dan septikimia. 5-10% dari total populasi di rumah sakit mendapatkan
infeksi nosokomial.
Didalam klasifikasinya Ewing membagi famili bakteri ini di dalam 6 tribe
sebagai berikut :
Tribe I : Escherichieae
Tribe II : Edwardsiellae
Tribe III : Salmonelleae
Tribe IV : Klebsielleae
Tribe V : Proteeae
Tribe VI : Edwinieae
Sedangkan Bergeys menggolongkannya ke dalam 5 grup dan memasukkan genus
Yersinia ke dalam famili ini. Ke 5 tersebut adalah :
Grup I : Escherichieae
Grup II : Klebsielleae
Grup III : Proteeae

37
Grup IV : Yersinieae
Grup V : Erwinieae

Kedua klasifikasi ini dibuat berdasarkan data fenotip antara lain reaksi
biokimia dan reaksi serologic. Klasifikasi tersebut diatas yang sampai sekarang
digunakan di bagian Mikrobiologi FKUI.
Di Amerika oleh CDC (Centre for Disease Control) telah digunakan
klasifikasi lain yang lebih akurat yaitu klasifikasi berdasarkan data-data genetic
misalnya dengan melakukan tes DNA-DNA hibridisasi.

Morfologi
Bakteri enteric adalah bakteri berbentuk batang pendek dengan ukuran 0,5
m x 3,0 m negatif Gram, tidak berspora, gerak positif dengan flagel peritrikh
(Salmonella, Proteus, Escherichia) atau gerak negatif (Shigella, Klebsiella).
Mempunyai kapsul/selubung yang jelas seperti pada Klebsiella atau hanya berupa
selubung tipis pada Esherichia atau tidak berkapsul sama sekali. Sebagian besar
spesies mempunyai pili/fimbriae yang berfungsi sebagai alat perlekatan dengan
bakteri lain.

Fisiologi
Sifat biokimiawi dari bakteri enteric kompleks dan bervariasi. Pada suasana
anaerob atau kadar O2 rendah terjadi reaksi fermentasi dan pada suasana aerob atau
O2 cukup terjadi siklus asam trikarboksilat dan transpor electron untuk membentuk
energi.
Semua bakteri enteric meragi glukosa menjadi asam dengan atau tanpa
disertai pembentukan gas, mereduksi nitrat menjadi nitrit, ada yang membentuk
indol dan ada yang tidak membentuk indol (E.coli ada yang membentuk indol ada
yang tidak, demikian pula Shigella. Semua Salmonella mutlak tidak membentuk
indol), tidak membentuk fenol oksidase dan tidak mencairkan gelatin. Perbedaan
dalam jenis-jenis karbohidrat yang difermentasi, hasil akhir metabolisme, substrat

38
yang digunakan serta perubahan beberapa asam amino menjadi dasar pembagian
spesies.
Sifat biakan bakteri enteric adalah sebagai berikut :
Koloni bakteri umumya basah, halus, keabu-abuan, permukaannya licin.
Hemolisis bila ada yaitu tipe beta. Pada perbenihan cair tumbuh secara difus.
Macam perbenihan yang dipakai untuk isolasi bakteri enteric adalah :
1. Isolasi :
Agar MacConkey, agar Eosin Methylene Blue, agar Desoxycholate. Pada
pembentukan ini hampir semua kumam enteric dapat tumbuh.
2. Selektif :
Agar Salmonella-Shigella, agar Desoxycholate citrat. Perbenihan ini khusus
untuk mengisolasi bakteri usus patogen.
3. Persemaian :
Kaldu GN, kaldu selenit, kaldu tetrathionat. Bakteri usus patogen tumbuh lebih
subur.

Daya Tahan Bakteri


Bakteri enteric tidak membentuk spora, mudah dimatikan dengan
desinfektan konsentrasi rendah. Zat-zat seperti fenol, formaldehid, B-glutaraldehid,
komponan halogen bersifat bakterisid.
Pemberian zat khlor pada air dapat mencegah penyebaran bakteri enteric
khususnya bakteri penyebab panyakit tifus dan penyakit usus lain. Bakteri enteric
toleran terhadap garam empedu dan zat warna bakteriostatik, sehingga zat-zat ini
dipakai didalam perbenihan untuk isolasi primer. Toleran terhadap dingin, hidup
berbulan-bulan di dalam es. peka terhadap kekeringan, menyukai suasana yang
cukup lembab, mati pada pasteurisasi.

Struktur Dinding Sel


Dinding sel bakteri terdiri dari lapisan murein, lipo protein, fosfolipif, protein
dan lipopolisakharida. Lapisan murein-lipoprotein membentuk 20% dari total
dinding sel dan bertanggung jawab terhadap total dinding sel dan bertanggung

39
jawab terhadap cellular rigidity, struktur ini menyerupai jala/net, terdiri dari rantai-
rantai N-asetil glukosamin berikatan kovalen dengan asam N_Asetil muramat
melalui ikatan B1-4 glikosida. Lapisan fosfolipid, protein dan lipopolisakharida
membentuk 80% dari dinding sel. Komponen utama yang terpenting dari dinding sel
adalah lapisan lipopolisakharida, terdiri dari rantai polisakharida, terdiri dari rantai
polisakharida yang spesifik, menentukan sifat antigen dan aktivitas endoktoksin.

Struktur Antigen
Karakteristik antigen berperan penting didalam epidemiologi dan klasifikasi,
khususnya pada genus tertentu seperti Salmonella, Shigella. Komponen utama sel
bakteri adalah antigen somatic (O), antigen flagel (H) dan antigen kapsul (K).

Antigen Kapsul :
Terdiri polisakarida, bila dipanaskan 6o oC selama satu jam kapsul akan
rusak. Antigen ini dapat menghalangi/menghambat reaksi aglutinasi antigen O
dengan antiserumnya yang homolog. Pada genus Klebsiella komponen ini terlihat
sebagai kapsul sebenarnya dan dapat ditentukan tipenya dengan rekasi Quellung.
Salah satu antigen kapsul yang sangat dikenal adalah antigen Vi (virulen)
pada bakteri Salmonella typhi, antigen ini berperan di dalam patogenesis panyakit
tifoid. Antigen Vi juga dapat ditemukan pada spesies Salmonella paratyphi C dan
Citrobacter.

Antigen Flagel :
Terdiri dari protein, pada genus Salmonella dan Arizona antigen H terdapat
dalam 2 fase yaitu fase 1 (spesifik) dan fase 2 (tidak spesifik). Variasi fase ini
disebabkan perbedaan asam amino yang reversible. Antigen flagel dapat dibuat
dengan cara menambahkan formalin pada bakteri yang motil yang berusia muda
sehingga protein flagel yang labil menjadi stabil. Reaksi aglutinasi yang terjadi
berupa gumpalan seperti kapas yang mudah hilang bila larutan dikocok. Bila pada
bakteri yang motil ditambahkan asam, atau alkohol atau dilakukan pemanasan 100
o
C selama 20 menit maka flagel akan rusak dan yang tinggal adalah badan bakteri.

40
Dalam hal ini reaksi aglutinasi yang terjadi bila ditambahkan anti O antibodi adalah
endapan seperti pasir yang tidak hilang bila larutan dikocok.

Antigen Somatik :
Terdiri dari lipoposakarida (LPS) yang dapat dibedakan dalam 3 regio.
- Regio 1
Merupakan polimer dari unit oligosakarida yang spesifik, tersusun dari 3-4
monosakarida yang berulang. Perbedaan-perbedaan antigen O pada regio ini
dapat dipakai untuk identifikasi, misalnya subgruping, serologi terhadap bakteri-
bakteri Salmonella, Shigella dan Escherichia.

- Regio 2
Regio ini melekat pada regio 1, terdiri dari inti polisakarida, yang diberada dalam
inti terdiri dari 2 keto-3 deoksioktonat (KDO), heptosa, fosfat, pirofosfat dan inti
luar terdiri dari heksosa: glukosa, galaktosa dan N-asetil glukosamin.
Regio ini konstan pada satu genus tetapi berbeda antara genera.

- Regio 3
Regio ini melekat pada regio 2, terdiri dari lipid A, yang merupakan bagian
molekul yang toksik, menghubungkan LPS dengan lapisan mureinlipoprotein.

Faktor-faktor Patogenitas
- Endotoksin :
LPS dinding sel berperan sebagai endotoksin, yang toksisitasnya ditentukan oleh
lipid A pada regio 3. endotoksin stabil pada pemanasan, dapat diekstraksi dari

41
dinding sel bakteri dengan menggunakan fenol air, asam trikhloroasetat dan
etilen diamin tetraasetat. Pada binatang percobaan menyuntukan endotoksin
menimbulkan reaksi berupa demam, syok, perubahan-perubahan sel lekosit,
sitotoksik, perubahan reaksi hospes terhadap infeksi, perubahan-perubahan
metabolisme dan sebagainya. 30% dari pasien-pasien yang mengalami
bakteremia akan mengalami syock dengan kemungkinan kematian 40-90%.
Syock terjadi karena berkurangnya aliran darah ke organ-organ vital sehingga
terjadi hipoksia seluler dan kegagalan metabolisme.

- Enterotoksin :
Adalah substansi yang mempunyai efek toksik pada usus halus, menyebabkan
pelepasan cairan ke dalam ileum. Produksi enterotoksin oleh bakteri E. coli
diatur oleh plasmid.

- Daya invasi organisme :


Misalnya bakteri Shigella melakukan penetrasi ke dalam lapisan epitel,
berkembang biak dan kemudian merusak lapisan epitel.

- Permukaan sel bakteri :


Pada bakteri enteric tertentu permukaan sel bakteri mempunyai peranan
penting. misalnya adanya kapsul pada K. pneumoniae dapat, mencegah
fagositosis, antigen Vi pada S. typhi mencegah destruksi intraseluler, antigen
permukaan pada E. coli (Ag K 88 dan Ag K 99) berfungsi untuk perlekatan
bakteri pada mukosa usus.

Gejala klinik
Infeksi oleh bakteri enteric dapat berupa infeksi pada usus dan infeksi di luar
usus. Penyebab tersering dari infeksi pada usus adalah bakteri-bakteri yang
termasuk di dalam genus Escherichia, Salmonella, Shigella dan Yersinia.

42
Penyakit yang ditimbulkan antara lain: enteritis, gastroenteritis, colitis
hemoragik, disentri basiler, demam enteric dan sebagainya, dengan gejala yang
menonjol ialah diare.
Infeksi di luar usus yang paling sering dijumpai adalah sistitis dan infeksi saluran
kemih lainnya, infeksi saluran napas, bakteremia, sepsis, meningitis dan lain-
lainnya.

Diagnosis Laboratorium
Bakteri enteric dapat ditemukan dari setiap bagian tubuh terinfeksi.
pengambilan bahan pemeriksaan/spesimen harus dilakukan secara baik sesuai
dengan prosedur yang berlaku. Bahan pemeriksaan dapat berupa: darah, cairan
tubuh, sputum, pus, urin, tinja, usap tenggorok, usap dubur dan sebagainya.
Spesimen urin harus dikumpulkan dengan metode tertentu untuk
mengurangi terjadinya kontaminasi, misalnya cara mid stream urine, kateterisasi,
supra pubic puncture dan harus dikirim secepatnya ke laboratorium untuk
menghindari pertumbuhan yang berlebihan dari organisme-organisme yang
terkandung didalamnya. Apabia pengiriman bahan tidak dapat dilakukan
secepatnya, maka urin tadi disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 4 oC.
Penting sekali diperhatikan waktu sejak pengambilan dan tibanya bahan urin
tersebut di laboratorium untuk diproses yang sebaiknya tidak lebih dari 2 jam untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik. Demikian pula untuk spesimen tinja,
perlu diperhatikan cara dan saat pengambilan serta pengirimannya. Sebaiknya
dikirim tinja segar, bila pengiriman ke laboratorium tidak dapat secepat mungkin
maka sebaiknya digunakan medium transport misalnya: medium Cary-Blair, Stuart,
Amies dan kaldu gliserol-saline pH 7,4.
Di laboratorium dilakukan pengolahan spesimen, mulai dari penanaman
spesimen, isolasi dan identifikasi. Spesimen bukan tinja ditanam di media yang
sesuai untuk pertumbuhan bakteri usus yang menghambat bakteri positif Gram dan
bakteri batang negatif Gram lainnya, sedangkan spesimen tinja ditanamn di medium
selektif yang hanya memunkinkan pertumbuhan bakteri usus yang patogen.

43
Untuk identifikasi dipakai tes biokimiawi, tes serologic dan tes-tes lain
seperti tes lisis bakteri dengan bakteriofaga dan tes terhadap enterotoksin. Juga
dilakukan tes kepekaan bakteri terhadap antibiotika untuk mengetahui sensitivitas
bakteri yang merupakan dasar pengobatan pasien.

ESHERICHIA

Pendahuluan

44
Escherichia coli (E. coli) adalah bakteri oportunis yang banyak ditemukan di
dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat
menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak dan travelers
diarrhea, seperti juga kemampuannya juga menimbulkan infeksi pada jaringan
tubuh lain di luar usus. Species yang lain adalah Escherichia hermanii.

Morfologi

Bakteri berbentuk batang pendek (kokobasil/cocoid), Gram (-), ukuran 0,4-


0,7 m. Sebagian besar gerak positif dan beberapa strain mempunyai kapsul.

Fisiologi

E. coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa dipakai di
laboratorium Mikrobiologi; sebagian besar stain E. coli tumbuh sebagai koloni yang
meragi laktosa. E. coli bersifat mikroaerofilik. Beberapa strain bila ditanam pada
agar darah menunjukkan hemolisis tipe beta.

Beberapa tes biokimia yang dipakai untuk diagnostik bakteri E. coli:


T e s Reaksi
Indol +
Lisin dekarboksilase +
Asetat +
Peragian laktosa +
Gas dari glukosa +
Motilitas +
Pigmen kuning -
Dikutip dari Zinsser Microbilogy, edisi 19, th. 1988, hal.604.

Struktur antigen

45
E. coli mempunyai antigen O, H dan K. Pada saat ini telah ditemukan: 150
tipe antigen O,90 tipe antigen K dan 50 antigen H. Antigen K dibedakan lagi
berdasarkan sifat sifat fisiknya menjadi 3 tipe yaitu : L, A dan B.

Faktor-faktor patogenitas

Antigen permukaan
Pada E. coli paling tidak terdapat 2 tipe fimbriae, yaitu :
a. Tipe manosa sensitive (pili).
b. Tipe manosa resistem (CFAs I&II )

Kedua tipe fimbriae ini penting sebagai kolonization faktor yaitu untuk
perlekatan sel bakteri pada sel/jaringan tuan rumah. Misalnya : antigen CFAs I dan
II melekatkan Enteropathogenic E. coli pada sel epitel usus binatang.
Antigen kapsul K1: sering kali ditemukan pada E. coli yang di isolasi dari
pasien-pasien dengan bakterimia serta neonatus yang menderita meningitis.
Peranan antigen K1 menghalangi proses fatogositosis sel bakteri oleh lekosit.

Enterotoksin
Ada 2 macam enterotoksin yang telah berhasil diisolasi dari E. coli:
a. toksin LT (termolobil)
b. toksin ST ( termostabil)

Produksi ke-2 macam toksin diatur oleh plasmid yang mampu pindah dari
satu sel bakteri kesatu sel bakteri lainnya.

Terdapat 2 macam plasmid :


- 1 plasmid mengkode pembentukkan toksin LT dan ST.
- 1 plasmid lainya mengatur pembentukkan toksin ST saja.
Seperti toksin cholera, toksin ST bekerja merangsang ensim adenil siklase
yang terdapat didalam sel epitel mukosa usus halus, menyebabkan peningkatan

46
aktivitas ensim tersebut dan terjadinya peningkatan permeabilitassel epitel usus.
sehingga terjadi akumulasi cairan di dalam usus dan berakhir dengan diare. Toksin
LT seperti juga toksin cholera bersifat cytopathic terhadap Y1-sel tumor adrenal dan
sel ovariumChinese hamster serta meningkatkan permeabilitas kapiler pada tes
Rabbit skin.
Kekuatan toksi LT adalah 100x lebih rendah di bandingkan toksin cholera
dalam menimbulkan diare.
Toksin ST tidak merangsang aktivitas ensim adenil siklase dan tidak reaktif
terhadap ter Rabbit skin. Untuk mendekteksi toksin ST dipakai cara tes Suckling
mouse, dimana setelah 4 jam inokulasi akan memberikan hasil positif. Toksin ST
adalah asam amino dengan berat molekul 1970 dalton, mempunyai satu atau lebih
ikatan disulfida, yang enting untuk mengatur stabilitas pH dan suhu. Toksin ST
bekerja dengan cara mengaktivasi insim guanilat siklase menghasilkan
menghasilkan siklik guanosin monofosfat, menyebabkan gangguan absorpsi klorida
dan natrium, selain itu ST menurunkan motilitas usus halus.

Hemolisin
Pembentukannya diatur oleh plasmid yang berukuran 41 delton, bersifat
toksik terhadap sel pada biakan jaringan. Peranan hemolisin pada infeksi oleh E. coli
tidak jelas tetapi stain hemolitik E. coli ternyata lebih patogen daripada strain yang
nonhemolitik.

Patogenesis dan gejala klinik


E. coli dihubungkan dengan tipe penyakit usus (diare) pada manusia:

47
o Enteropathogenic E. coli (EPEC): menyebabkan diare, terutama pada
bayi dan anak-anak pada negara-negara sedang berkembang mekanisme
yang belum jelas diketahui. Frekwensi penyakit diare yang disebabkan
oleh stain bakteri ini sudah jauh berkurang dalam 20 tahun terakhir.
o Enterotoxigenic E. coli (ETEC) menyebabkan Secretory Diarrhea seperti
pada cholera. Strain bakteri ini mengeluarkan toksin LT atau ST . Faktor-
faktor permukaan untuk perlekatan sel bakteri pada mukosa pada usus
penting dalam patogenesis diare, karena sel bakteri harus melekat dulu
pada sel epitel mukosa usus sebelum bakteri mengeluarkan toksin.
o Enteroinvasive E. coli (EIEC) menyebabkan penyakit diare seperti
disentri yang disebabkan oleh Shigella. Bakteri menginvasi sel mukosa,
menimbulkan kerusakan pada sel dan terlepasnya lapisan mukosa. Ciri
khas diare yang disebabkan oleh strain Enteroinvasive E. coli adalah:
tinja mengandung darah , mucus dan pus .
o Enterohemoragik E. coli (EHEC) disebabkan oleh E. coli serotipe 0157:
H7, tinja bercampur darah banyak. Strain E. coli ini menghasilkan
substansi yang bersifat sitotoksik terhadap sel Vero dan Hela, identik
dengan toksin dari Shingella dysenteriae. Toksin merusak sel edotel
pembuluh darah, terjadi pendarahan yang kemudian masuk kedalam
bakteri usus.

Penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh E. coli adalah:


- Infeksi pada saluran kemih mulai dari sistitis sampai pielonefritis, E. coli
merupakan penyebab dari lebih 85 % kasus.
- Pneumonia: di Rumah Sakit E. coli meyebabkan + 50% dari Primary Nosocomial
Pneumonia.
- Meningitis pada bayi baru lahir
- Infeksi luka terutama luka di dalam abdomen.

Diagnosis laboratorium

48
Untuk isolasi dan identifikasi bakteri E. coli dari bahan pemeriksaan klinik
dipakai metode dan media sesuai dengan metode untuk bakteri enteric lain.
Diagnosis laboratorium penyakit diare yang disebabkan E. coli masih sulit dilakukan
secara rutin, karena pemeriksaan secara tradisional dan serologi seringkali tidak
mampu mendeteksi bakteri penyebabnya. Deteksi sebagian besar strain E. coli
patogen memerlukan metode khusus untuk mengidentifikasi toksin yang dihasilkan.

Sampai saat ini metode yang ada masih memerlukan tes dengan binatnag
percobaan dan kultur jaringan yang cukup mahal dan kurang praktis. Beberapa
metode baru berdasarkan tes imunologi dan teknik hibridasi berdasarkan tes
imunologi dan teknik hibridasi DNA sudah dikembangkan, tetapi belum beredar
dipasaran luas, misalnya: tes ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) particle
agglutination methods Co-agglutination dengan protein A Stapylococcus aureus
yang telah berikatan dengan antibodi terhadap entrotokson E. coli, hibridasi DNA-
DNA pada koloni bakteri atau langsung pada spesime tinja.

Pengobatan
Bakteri E. coli yang diisolasi dari infeksi di dalam masyarakat biasanya
sensitive obat-obat antimikroba yang digunakan untuk ogranisme negatif Gram,
meskipun terdapat juga strain-strain resisten, terutama pada pasien dengan riwayat
pengobatan antibiotika sebelumnya. Pada pasien-pasien dengan diare, perlu dijaga
keseimbangan cairan dan elektrolitnya.

SHIGELLA

49
Shigella spesies adalah bakteri patogen usus yang telah lama dikenal sebagai
agent penyebab penyakit disentri basiler. Berada dalam tribe Escherichiae karena
sifat genetic yang saling berhubungan, tetapi dimasukkan dalam genus tersendiri
yaitu genus Shigella karena gejala klinik yang disebabkannya bersifat khas. Sampai
saat ini terdapat 4 spesies Shigela yaitu : Shigella dysenteriae, Shigella flexneri,
Shigella boydii dan Shigella sonnei.

Morfologi
Bakteri berbentuk batang, ukuran 0,5-0,7 m x 2-3 m, pada pewarnaan
Gram bersifat negatif Gram, tidak berflagel.

Fisiologi
Sifat pertumbuhan adalah aerob dan fakultatif anaerob, pH pertumbuhan
6,4-7,8, suhu pertumbuhan optimum 37oC kecuali S. sonnei dapat tumbuh pada
suhu 45oC. sifat biokimia yang khas adalah negatif pada reaksi fermentasi glukosa
adonitol, tidak membentuk gas pada fermentasi glukosa, tidak membentuk H2S
kecuali S. sonnei, urease, VP, manitol, laktosa kecuali S. sonnei meragi laktosa secara
lambat, manitol, xylosa dan negatif pada tes motilitas. Sifat koloni bakteri adalah
sebagai berikut: kecil, halus, tidak berwarna bila ditanam pada agar SS, EMB, Endo,
Mac Conkey.
Beberapa reaksi biokimia yang dipakai untuk membedakan ke-4 Shigella :
S. S. S. S.
dysenteriae flexneri boydii sonnei

Grup antigen O A B C D
Fermentasi manitol Negatif Positif Positif Positif
Jordans tertrate Variable Negatif Negatif Positif
Rabinosa dengan Negatif Variabel Negatif Variabel
pengeraman yang
diperpanjang
Dikutip dari Zinsser Microbilogy, edisi 19, th. 1988, hal. 474

Daya Tahan

50
Shigella spesies kurang tahan terhadap agen fisik dan kimia dibandingkan
Salmonella. Tahan dalam % fenol selama 5 jam dan dalam 1% fenol dalam jam.
Tahan dalam es selama 2 bulan. Dalam laut selama 2-5 bulan. Toleran terhadap suhu
rendah dengan kelembaban cukup. Garam empedu konsentrasi tinggi menghambat
pertumbuhan strain tertentu. Bakteri akan mati pada 55oC.

Struktur Antigen
Semua Shigella mempunyai antigen O, beberapa strain tertentu memiliki
antigen K, bila ditanam di agar tampak koloni yang halus licin (smooth). Antigen K
tidak bermakna dalam penggolongan tipe serologi.
Shigella dibagi dalam 4 serogrup berdasarkan komponen-komponen utama
antigen O, yaitu :
Grup A : Shigella dysenteriace
Grup B : Shigella flexneri
Grup C : Shigella boydii
Grup D : Shigella sonnei

Setiap serogrup dibagi lagi dalam serotip berdasarkan komponen minor


antigen O. sampai saat ini sudah ditemukan 10 serotip S. dysenteriae, 6 serotip S.
flexneri, 15 serotip S. boydii, 1 serotip S. sonnei.

Faktor-faktor Patogenitas

Daya invasi :
Bakteri menembus masuk ke dalam lapisan epitel permukaan mukosa usus di
daerah ileum terminal dan kolon, pada lapisan epitel tersebut bakteri
memperbanyak diri. Sebagian reaksi tubuh terjadi reaksi peradangan diikuti dengan
kematian sel dan mengelupasnya lapisan tersebut, terjadilah tukak. Bakteri Shigella
yang tidak invasive tidak mampu menimbulkan sakit.

Enterotoksin :

51
Seperti Enterotoksin LT E. coli dan Vibrio cholerae, enterotoksin yang
dihasilkan Shigella adalah termolabil dan menyebabkan pengumpulan cairan di
ileum kelinci. Aktivitas entrotoksin terutama pada usus halus yang berbeda bila
dibandingkan dengan disentri basiler klasik dimana yang terkena adalah usus besar.
Sesungguhnya peranan enterotoksin pada disentri basiler belum jelas, karena
ternyata mutan S. dysenteriae tipe 1 yang nontoksingenik tetapi mempunyai dua
invasi dapat menimbulkan penyakit. Diduga enterotoksin bertanggung jawab atas
terjadinya watery diarhea pada tahap dubum dan kemudian timbul gejala klasik
disentri basiler setelah organisme meninggalkan usus halus dan masuk ke usus
besar.

Neurotoksin dan Sitotoksin :


Adalah protein eksotoksin yang di keluarkan oleh S. dysenteriae tipe 1, S.
flexneri tipe 2a dan S. sonnei. Peranannya pada patogenesis penyakit disentri basiler
belum jelas.

Patogenesis dan gejala klinik


Disentri basiler atau Shigellosis dapat menyebabkan 3 bentuk diare yaitu:
1. Disentri klasik dengan tinja yang konsisten lembek disertai darah, mucus
dan pus,
2. Watery diarrhe dan
3. Kombinasi keduannya.

Masa inkubasi adalah 2-4 hari, atau bisa lebih lama sampai 1 minggu. Oleh
Pada orang sehat diperlukan 200 bakteri untuk menyebabkan sakit. Bakteri masuk
dan berada di usus halus, menuju terminal ileum dan kolon, melekat pada
permukaan mukosa dan menembus lapisan epitel kemudiaan berkembang biak di
dalam lapisan mukosa. Berikutnya terjadi reaksi peradangan yang hebat
menyebabkan terlepasnya sel-sel dan timbulnya tukak pada permukaan mukosa
usus. Jarang terjadinya organisme menembus dinding usus dan menyebar ke
bagiaan tubuh yang lain. Reaksi peradangan yang hebat tersebut mungkin

52
merupakan faktor penting membatasi penyakit ini hanya pada usus, selain juga
menyebabkan timbulnya gejala klinik berupa demam, nyeri abdomen dan tenesmus
ani. Penyembuhan spontan dapat terjadi dalam waktu 2-7 hari terutama pada
penderita dewasa yang sehat sebelumnya. Pernah ditemukan terjadinya septikemia
pada penderita dengan gizi buruk dan berakhir dengan kematian..

Diagnosis laboratorium
Bahan yang paling baik untuk diagnosis Shigella adalah usap dubur atau di
ambil dari dari tukak pada mukosa usus pada saat yang dilakukannya pemeriksaan
sigmoidoskopi. Bahan pemeriksaan lainnya adalah tinja segar, dalam hal ini harus
diperhatikan bahwa bakteri Shigella hidupnya singkat sekali dan peka terhadap
asam-asam yang ada didalam tinja, sehingga jarak waktu sejak pengambilan bahan
sampai penanaman bahan di laboratorium harus sesingkat mungkin. Dalam keadaan
dimana spesimen tidak dapat dikirim secepatnya ke laboratorium sebaiknya
digunakan medium transport. Identifikasi bakteri dilakukan secara biokimiawi dan
serologi.

Pengobatan dan pencegahan


Antibiotika ampisilin, tetrasiklin dan trimethoprim-sulfametoksasol banyak
di gunakan dalam pengobatan disentri basiler, tetapi dengan semakin banyaknya
ditemukan strain bakteri yang resisten terhadap bermacam-macam antibiotika maka
sebaiknya dilakukan terlebih dahulu tes kepekaan bakteri terhadap antibiotika
sebelum memulai pengobatan.
Pada pencegahan penyakit disentri basiler kebersihan lingkungan, pecarian
dan pengobatan carrier serta khlorinasi air minum memegang peranan penting.
Carrier tidak diperbolehkan bekerja sebagai food handler.

SALMONELLA

53
Pendahuluan

Organisme yang berasal dari genus Salmonella adalah agent/penyebab


bermacam-macam infeksi, mulai dari gastroenteritis yang ringan sampai dengan
demam tifoid yang berat disertai bakteremia.
Oleh Ewing Salmonella diklasifikasikan dalam 3 spesies yaitu:
1. Salmonella choleraesuis
2. Salmonella typhi
3. Salmonella enteritidis dan bakteri dengan tipe antigen yang lain
dimasukan kedalam serotip dari Salmonela parathyphi, enteritidis bukan
sebagai spesies baru lainnya. Misalnya Salmonella parathyphi A sekarang
diklasifikasikan sebagai Salmonella enteritis bio-serotipe paratyphi A.

Morfologi
Bakteri berbentuk batang, tidak berspora, pada pewarnaan gram bersifat negatif
Gram, ukuran 1-3,5 um x 0,5-0,8 um, besar koloni rata-rata 2-4 mm, mempunyai
flagel peritrikh kecuali Salmonella pullorum dan Salmonella gallinarum.

Fisiologi
Bakteri tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15-
41oC (suhu pertumbuhan optimum 37,5oC) dan pH pertumbuhan 6-8. Pada
umumnya isolat bakteri Salmonella dikenal dengan sifat-sifat: gerak positif, reaksi
fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif dan memberikan hasil negatif pada
reaksi indol, Dnase, fenilalanin deaminase, urease, Vogest Prosk0wer, reaksi
fermentasi terhadap sucrose, lactose, adonitol serta tidak tumbuh dalam larutan
KCN.

Ketiga spesies Samonella dapat dibedakan dengan reaksi biokimia di bawah ini:

54
S. cholerasuis S. enterditis S. typhi

Sitrat Negatif Positif Negatif


Ornitin dekarboksilase Positif Positif Negatif
Gas dari fermentasi Positif Positif Negatif
glukosa Negatif Positif Negatif
Fermentasi trehalosa Negatif Positif Negatif
Duksitol
Dikutip dari Zinsser Microbilogy, edisi 19, th. 1988, hal. 476

Sebagian besar isolat Salmonella yang berasal dari bahan klinik


menghasilkan H2S. Pembentukan H2S ini bervariasi, misalnya hanya pada 50%
Salmonella cholraesius dan 10% Salmonella entereditis bioserotip A yang
menghasilkan H2S Salmonella typhi hanya membentuk sedikit H2S dan tidak
membentuk gas pada fermentasi glukosa. Pada agar SS, ENDO, EMB dan Mac
Conkey koloni bakteri berbentuk bulat, kecil dan tidak berwarna, pada agar Wilson-
Blair koloni bakteri berwarna hitam.

Daya Tahan
Bakteri mati pada suhu 56oC juga pada keadaan kering. Dalam air bisa tahan
selama 4 minggu. Hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu,
tahan terhadap zat warna hjau brillian dan senyawa Natrium tetrationat, dan
Natrium deoksikholat. Senyawa-senyawa ini menghambat pertumbuhan bakteri
koliform sehingga senyawa-senyawa tersebut dapat digunakan didalam media untuk
isolasi bakteri Salmonella dari tinja. Salmonella choleraesuis dipakai sebagai kontrol
bakteri terhadap preparat fenol.

Struktur Antigen

55
Antigen somatic, serupa dengan antigen somatic (O) bakteri
Entrobacterianeae lainnya ini tahan terhadap pemanasan 100 0C, alkohol dan asam
antibodi yang dibentuk terutama IgM.
Antigen flagel, pada Salmonella antigen ini ditemukan dalam 2 fase; fase 1.
spesifik, fase 2. tidak spesifik. Antigen H rusak pada pemanasan di atas 60 oC, alkohol
dan asam, antibodi yang dibentuk bersifat IgG. Antigen Vi, adalah polimer dari
polisakharida yang bersifat asam, terdapat pada bagian yang paling luar dari badan
bakteri. Dapat dirusak dengan pemanasan 60oC selama 1 jam, pada penambahan
fenol dan asam. Bakteri yang mempunyai antigen Vi ternyata lebih virulen baik
terhadap binatang maupun manusia. Antigen Vi juga menentukan kepekaan bakteri
terhadap bakteriofaga dan dalam laboratorium sangat berguna untuk diagnosis cepat
bakteri S. typhi yaitu dengan cara tes agglutination slide dengan Vi antiserum.
Persamaan faktor-faktor antigen O dan antigen H menjadi dasar penggolongan
bakteri Salmonella ke dalam serogrup dan serotipnya yakni: penggolongan ke dalam
serogrup yang sama (serogrup A, B, C I) bila terdapat persamaan faktor-faktor
antigen H (fase 1 dan 2) serta faktor-faktor lain pada antigen O.
sebagai berikut :
Antigen Antigen Antigen H S.
O grup O fs 1 fs 2 sonnei

S. enterditis
bioserotip paratyphi A A 1, 2, 12 a - -
bioserotip paratyphi B B 1, 4, 5, 12 b 1, 2 -
bioserotip paratyphi C C 6, 7 c 1, 5 Vi

S. typhi D 9, 12 d - Vi

Spesies Salmonella typhi dan Salmonella choleraesuis masing-masing terdiri dari


satu serotip, sedangkan Salmonella enterditis terdiri dari 1400 serotip.

Faktor-faktor Patogenitas
Daya Invasi :

56
Bakteri Salmonella di usus halus melakukan penetrasi ke dalam epitel,
bakteri terus melalui lapisan epitel masuk ke dalam jaringan epitel sampai di
laminan propiria. Mekanisme biokmia pada saat penetrasi tidak diketahui dengan
jelas tetapi tampak proses yang menyerupai fagositosis. Pada saat bakteri mendekati
lapisan epitel, brush border berdegenerasi dan kemudian bakteri masuk ke dalam
sel. Mereke dikelilingi membran sitoplasma yang interved, seperti vakuol fagositik.
Kadang-kadang penetrasi ke dalam epitel terjadi pada intracellular junction. Setelah
penetrasi organisme difagosit oleh makrofag, berkembang biak dan dibawa oleh
makrofag ke bagian tubuh yang lain.
Antigen Permukaan :
Kemampuan bakteri Salmonella untuk hidup intraseluler mungkin
disebabkan adanya antigen permukaan (antigen Vi).
Endoktoksin :
Peranan pasti endotoksin yang mungkin ada di dalam infeksi Salmonella
belum jelas diketahui. Pada binatang percobaan endotoksin Salmonella
menyebabkan efek yang bervariasi antara lain demam dan syock. Pada sukarelawan
manusia yang toleran terhadap endotoksin, diinfeksikan dengan S. typhi, maka
timbul demam sebagai gejala klasik dari demam tifoid. Mungkin demam ini
disebabkan oleh endotoksin yang merangsang pelepasan zat pirogen dari sel-sel
makrofag dan sel lekosit PMN. Lebih jauh lagi endotoksin dapat mengaktivasi
kemampuan khemotaktik dari sistim komplemen, yang menyebabkan lokalisasi sel
lekosit pada lesi di usus halus.

Enterotoksin :
Beberapa spesies Salmonella menghasilkan enterotoksin yang serupa dengan
enterotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Enterotoxigenic E. coli baik yang
termolabil, toksin diduga berasal dari dinding sel/ membran luar. Aktivitas toksin
data diukur dengan cara Rabbit ileal loop dan Suckling mouse assay.

Patogenesis dan Gejala Klinik

57
Salmonelosis adalah istilah yang menunjukkan adanya infeksi oleh bakteri
Salmonella. Manifestasi klinik Salmonellosis pada manusia dapat dibagi dalam 4
sindrom yakni :
1. Gastroenteritis atau yang dikenal sebagai keracunan makanan.
2. Deman tifoid
3. Bakteremia Septikemia
4. carrier yang asimptomatik.

Dewasa ini diketahui bahwa hanya strain-strain Salmonella yang mampu


mengivasi lapisan epitel ileum dapat menyebabkan enteritis atau sekresi cairan usus
dan diare sedangkan strain yang tidak mampu melakukan penetrasi tidak
menyebabkan penyakit. Bakteri Salmonella mempunyai predileksi pada epitel pili,
hal ini menunjukkan adanya resptor yang spesifik pada pilli tersebut. Bakteri tidak
memperbanyak diri di dalam lapisan epitel, sehingga jarang terjadi pembentukan
tukak, berbeda halnya dengan infeksi Shigella. Perubahan-perubahan biokimiawi
yang menyebabkan terjadinya sekresi cairan usus dan diare pada Salmonella
enteriditis masih belum jelas. Pada percobaan binatang yang diinfeksikan dengan S.
typhimurium tampak perubaha-perubahan pada cairan ileum, transport elekrolit,
dan juga terjadi perangsangan enzim adenil siklase dan peninggian skilik AMP
intrasleluler. Dari penyelidikan ditemukan bahwa hormon prostaglandin local yang
diproduksi sebagai akibat dari peradangan akut karena infeksi Salmonella
mengaktifkan ensim adenil siklase dan siklik AMP yang berakhir dengan sekresi
cairan dan diare sedangkan invasi ke dalam mukosa saja tidak merupakan
perangsangan yang cukup untuk menyebabkan perubahan transpor elektrolit.
Dalam 24 jam ditemukan telah sampai di lamina proproa, kemudian terjadi
sebukan sel radang yang hebat. Pada infeksi bakteri Salmonella selain S. typhi dan S.
paratyphiterjadi sebukan sel lekosti PMN, yang cepat mengelimniasi organisme
yang masuk, manfestasi klinik terbatas hanya gas troentertitis, meskipun abses
metastatik dapat pula timbul. Pada tifoid atau peratifoid reaksi yang utama adalah
oleh sel mononukleus.
Gastroenteritis

58
Walaupun disebut juga sindorma keracunan makanan, penyakit ini
sebenarnya suatu infeksi usus, tidak ditemukan toksin sebelumnya seperti pada
keracunan makanan karena Staphylococcus. Masa inkubasi penyakit ini berkisar
antara 12-48 jam atau lebih. Gejala yang timbul pertama kali adalah mual dan
muntah yang mereda dalam beberapa jam, kemudian diikuti dengan nyeri abdomen,
demam. Diare merupakan gejala yang paling menonjol, pada kasus yang berat dapat
berupa diare yang bercampur darah. Penderita sering kali sembuh dengan
sendirinya dalam waktu 1-5 hari, tetapi kadang-kadang dapat menjadi berat dimana
terjadi gangguan keseimbagan elektrolit dan dehidrasi. Penyebab gastroenteritis
yang paling sering adalah S. enteriditis serotip typhimurium. Bakteri penyebab
dapat diisolasi dari tinja penderita dalam beberapa minggu, pada carrier kronik
bakteri bisa ditemukan dalam tinja selama lebih 1 tahun.

Demam Tifoid/ Demam Enterik


Adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh bakteri S. typhi. Penyakit
ini dapat pula disebabkan oleh S. enteriditis bioserotipparatyohi A dan S. enteriditis
serotip paratyhi B yang disebut demam paratifoid. Tifoid berasal dari bahasa Yunani
yang berarti smoke, karena terjadinya penguapan panas tubuh serta gangguan
kesadaran disebabkan demam yang tinggi.

Port d entre S. typhi adalah usus. Seseorang bisa menjadi sakit bila menelan
organisme ini; sebanyak 50% orang dewasa menjadi sakit bila menelan 10 7 bakteri.
Dosis dibawah 105 tidak menimbulkan penyakit.
Organisme yang tertelan tadi masuk ke dalam lambung untuk mencapai usus
halus. Asam lambung tampaknya kurang berpengaruh terhadap kehidupannya.
Organisme secara cepat mencapai usus halus bagian prosimal, melakukan penetrasi
ke dalam lapisan epitel mukosa S. typhi telah sampai di kelenjar getah bening
regional/GB mesenterium dan kemudian terjadi bakteremia dan bakteri sampai di
hati, limpa, juga sumsum tulang dan ginjal. S. typhi segera difogosit oleh sel-sel
fagosit mononukleus yang ada di organ tersebut.

59
Disini bakteri berkembang biak memperbanyak diri. Inilah karakteristik dari
S. typhi yang aan menentukan perjalanan penyakit yang ditimbulkannya.
Setelah periode multiplikasi intraseluler, organisme akan dilepaskan lagi ke
dalam aliran darah, terjadi bakteremia kedua, pada saat ini penderita akan mengalai
panas tinggi. Bakteremia ini menyebabkan dua kejadian kritis yaitu masuknya
bakteri ke dalam kantung empedu dan plaque Peyer. Bila dengan masuknya bakteri
tadi terjadi reaksi radang yang hebat sekali maka akan terjadi nekrosis jaringan yang
secara klinik ditandai dengan kholersistitis nekrotikans, dan perdarahan perforasi
usus. Masuknya bakteri dikantung empedu dan plaque Peyer menyebabkan kultur
tinja positif, dan invasi ke dalam kantung empedu sendiri dapat menyebabkan
terjadinya carrier kronik.
Histopatologi penyakit demam tifoid berhubungan langsung dengan profierasi sel-
sel mononukleus (RES), yang dapat dilihat sebagai hiperplasi plaque Peyer. KGB
mesenterium, hati bercak-bercak radang di kantung empedu, paru-paru, sum-sum
tulang.
Mengenai mekanisme pertahanan tubuh terhadap S. typhi tampaknya
antibodi humoral mengurangi jumlah organisme tetapi tidak berpengaruh terhadap
bakteri yang sedang memperbanyak diri yang ada di dalam jaringan seperti di hati
dan limpa. Populasi bakteri sistemik dapat dikurangi dan infeksi dapat dikontrol
hanya bila aktivitas anti bakteri intraseluler dari makrofag diaktifkan. Dalam hal ini
bila makrofag diaktifkan oleh limfokin yang berasal dari T limfosit yang spesifik yang
telah bersentisasi yang terjadi pada saat infeksi dini.
Masa inkubasi demam tifoif uumumnya 1-2 minggu, dapat lebih singkat yaitu
3 atau lebih panjang selama 2 bulan. Gejala klasik penyakit ini adalah demam tinggi
pada minggu ke 2 dan ke 3 sakit, biasanya dalam 4 minggu simtom telah hilang,
meskipun kadang-kadang bertabah lebih lama. Gejala lain yang sering ditemkan
adalah anoreksia, malaise, nyeri otot, sakit kepala, batuk dan konstipasi. Selain
dapat dijumpai adanya bradikardia relatif, pembesaran hati dan limpa, bintik Rose
sekitar umbilicus.

60
Komplikasi yang terjadi antara lain komplikasi pada system araf seperti
ensefalitis, ensefalomielitis, ganguan psikiatri, miokarditis akut, hepatitis,
osteomielitis, arthritis septic, juga komplikasi pada usus berupa perdarahan dan
perforasi. Relapse merupakan komplikasi yang umumnya terjadi setelah 2 sampai 3
minggu pengobatan dihentikan.

Diagnosis Laboratorium Demam Tifoid


Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid yakni :
1. Diagnosis mikrobilogi pembiakan bakteri,
2. Diagnosis serologic dan
3. Diagnosis klinik.
Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari
90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positif dalam minggu pertama.
Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positif
menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sumsum tulang tetap memperlihatkan
hasil yang tinggi yaitu 90% positif. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur
darah menurun, tetapi kultur tinja dan kultur urin meningkat yaitu 85% dan 25%
berturut-turut positif pada minggu ke 3 dan ke 4. Organisme dalam tinja masih
dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita kira-kira 3% penderita tetap
mengeluarkan bakteri S. typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama. Dapat
terjadi seorang carrier kronik mengeluarkan bakteri S. typhi dalam tinja seumur
hidupnya, dan carrier lebih banyak terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak
dan lebih sering mengenai wanita daripada laki-laki.
Diagnosis serologic tergantung pada antibodi yang timbul terhadap antigen O
dan H, yang dapat dideteksi dengan reaksi aglutinasi (tes Widal). Antibodi terhadap
antigen O dari grup D timbul dalam minggu pertama sakit dan mencapai puncaknya
paa minggu ketiga dan keempat yang akan menurun setelah 9 bulan sampai 1 tahun.
Titer agglutinin 1/200 atau kenaikan titer lebih dari 4 kali berarti tes Widal positif,
hal ini menunjukkan adanya infeksi akut S. typhi.

61
Tetapi peninggian titer agglutinin O bisa juga disebabkan oleh antigen O
bakteri Salmonella lain dari grup D yang memiliki persamaan faktor 9 dan 12 seperti
[pada S. typhi. Adanya peninggian titer antibodi terhadap antigen D yang berasal
dari falgel S. typhi menambah spesifisitas hasil tes Widal. Antibodi terhadap antigen
fagel meninggi titernya setelah minggu pertam dan mencapai puncaknya pada
minggu ke 4 sampai ke 6, dan titernya tetap tinggi selama bertahun-tahun.
Ditemukannya titer antibodi flagel yang tinggi tidak beratu ada infeksi yang akut.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan yang mempengaruhi hasil tes Widal adalah :
stadium penyakit, vaksinasi, reaksi anamnestik, daerah yang endemis serta
pengobatan.

Pengobatan Pencegahan
Antibiotika khloramfenikol masih dipakai sebagai obat standar, dimana
efektivtas obat-obatan lain masih dibandingkan terhadapnya. Untuk strain bakteri
yang sensitive terhadap khloramfenikol, antibiotika ini memberikan efek klinis
paling baik dibandingkan obat lain. Perlu diketahui khloramfenikol mempunyai efek
toksik terhadap sumsum tulang.
Obat-obat lain sepeti amikasilin, amoksilin dan trimertoprim-
sulfametoksasole dapat dipergunakan untuk pengobatan demam tifoid dimana
strain bakteri penyebab telah resisten terhadap khloramfenikol, selain bahwa obat-
obat tersebut kurang toksik dibandingkan khloramfenikol.
Pengobatan carrier kronik selalu menjadi masalah, terutyama carrier tanpa
batu empedu. Dalam hal carrier tanpa batu empedu, pengibatan dapat dilakuakn
dengan pemberian ampisilin atau amoksilin dan probenesid, tetapi bila disertai
kholellitiasis maka diperlukan pengobatan pembedahan selain antibodi. Vaksinasi
dengan vaksin monovalen bakteri S. typhi memberikan proteksi yang cukup baik.
Vaksin akan merangsang pembentukan serum antibodi terhadap antigen Vi, O dan
H. dari percobaan pada sukarelawan ternyata antibodi terhadap antigen H
memberikan proteksi terhadap S. typhi, tetapi tidak demikian halnya antibodi Vi dan
O.

62
Bakterimia-Septikemia
Dapat ditemukan pada demam tifoid dan infeksii Salmonella non-typhi
lainnya. Gejala yang meninjol adalah panas dan bakteriemia intermitten. Adanya
Salmonella di dalam darah merupakan resiko tinggi terjadinya infeksi dan atau abses
metastatik. Penyebab tersering adalah S. typhimurium, selain S. enteriditias dan S.
choleraesuis.

Carrier
Semua individu dengan infeksi Salmonella mengeksresi bakteri tersebut
dalam tinja untuk jangka waktu yang bervariasi, mereka disebut carrier
convalescent, yang dalam bulan ketiga kira-kira 90% penderita tidak lagi
mengekskresi organisme tersebut. Individu yang mengekskresi bakteri Salmonella
selama 1 tahun atau lebih disebut carrier kronik.

Epidemiologi
Salmonellosis, terutama demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan
di Indonesia. Makanan dan minuman yang terkontaminasi merupakan mekanisme
tarnsmisi bakteri Salmonella, termasuk S. typhi. Khususnya S. typhi, carrier
manusia adalah sumber infeksi. S. typhi bisa berada dalam air, es, debu, sampah
kering, yang bila organisme ini masuk kedalam pecichle yang cocok (daging, kerang
dan sebagainya) akan berkembang biak mencapai dosis infektif.
Maka perlu diperhatikan faktor kebersihan lingkungan, pembuangan sampah
dan khorinasi air minum di dalam pencegahan Salmonellosis khususnya demam
tifoid.

63
VIBRIO

Vibrio cholerae
Vibrio cholerae adalah organisme gram negative kecil sedikit membengkok
yang mempunyai flagel kutub tunggal. Organisme ini menunjukkan banyak
kesamaan dengan anggota-anggota Enterobactericeae tetapi dapat dibedakan
dengan reaksi oksidasi positif dan kemampuannya untuk tumbuh pada pH antara
9.0 dan 9.5, sehingga genus Vibrio mempunyai famil tersendiri yaitu Vibrionaceae.

Morfologi dan Identifikasi


A. Ciri-ciri Khas Organisme
Pada isolasi yang pertama, Vibrio cholerae berbentuk koma, batang bengkok
kira-kira 2-4 mikrometer panjangnya. Bakteri ini sangat aktif bergerak dengan
memakai satu flagell kutub (monotrik). Pada biakan yang lama Vibrio dapat menjadi
batang lurus yang menyerupai bakteri enterik gram negatif.

B. Biakan
Vibrio cholerae membentuk koloni yang cembung (konveks), halus (smooth),
bulat, opaque, dan bergranula pada sinar cahaya. Vibrio cholerae tumbuh dengan
baik pada suhu optimum 37oC (18-37 0C) pada berbagai pembenihan khusus yang
mengandung garam-garam mineral dan asparagin sebagai sumber karbon dan
nitrogen. Vibrio cholerae tumbuh dengan baik pada agar Thiosulphate Citrate Bile
Salt Sucrose Agar (TCBS), yang akan menghasilkan koloni bewarna kuning. Vibrio
bersifat oksidase-positif. Ciri khasnya, organisme ini tumbuh pada pH yang sangat
tinggi (8.5-9.5) dan dengan cepat dibunuh oleh asam. Oleh karena itu, biakan yang
mengandung karbohidrat yang diragikan akan cepat menjadi steril.
Di daerah endemik cholera, biakan langsung pada pembenihan, seperti TCBS
dan pembenihan diperkaya dengan air pepton basa, sudah cukup memadai. Tetapi
biakan tinja rutin pada pemeriksaan TCBS kurang efektif (biaya) jika digunakan di
daerah jarang terkena cholera.

64
Sifat biakan
Koloni cembung (convex), bulat, smooth, opaque dan tampak granuler; tes
oksidase positif.
Bersifat aerob atau anaerob fakultatif.
Suhu optimum 37oC (18-37oC).
pH optimum 8,5 9,5. tidak tahan asam. Bila dalam perbenihan terdapat
karbohidrat yang dapat diragi,bakteri dapat mati.
Tumbuh baik pada medium, yang mengandung garam mineral dan
asaparahin sebagai sumber karbon dan nitrogen.
Contoh : Agar Alkaline taurocholate tellurite.
Agar Thisulfate Citrate Bilesalt Sucrose (TBCS).
Meragi sukrosa dan manosa tanpa menghasilkan gas, tidak meragi arabinosa.
Meragi nitrat. Pada medium pepton (banyak mengandung triptofan dan
nitrat) akan membentuk indol, yang dengan asam sulfat akan membentuk
wrana merah (tes indol positif).
Rekasi nitrat indol (merah kholera) positif.

Struktur Antigen:
a. Antigen flagel H ; bersifat heat labile, pada uji aglutinasi berbentuk awan.
b. Antigen somatik O ; terdiri dari lipopolisakarida oleh glukosa. Pada reaksi
aglutinasi berbentuk seperti pasir, antibodi bersifat protektif terhadap
antigen O, serogroup O tip (0:1) terdapat pada biotip cholerae dan El Tor,
terdapat 3 faktor antigen yaitu A, B, dan C yang membagi serogroup 0:1
menjadi serotip Ogawa (AB), Inaba (AC), dan Hikojima (ABC).
Namun serotipe utamanya adalah Ogawa dan Inaba. Sedangkan 2 biotipe Vibrio
cholerae penyebab epidemi telah diketahui, yaitu tipe klasik dan El Tor. Biotipe El
Tor menghasilkan hemolisin (soluble hemolysin) yang dapat melisiskan eritrosit.
Penentuan serotipe dan biotipe ini digunakan untuk study epidemiologik.

65
Serotip Faktor O

Ogawa AB
Inaba AC
Hikojima ABC
Dikutip dari Zinsser Microbilogy, edisi 19, th. 1988, hal. 754.

Banyak Vibrio memiliki satu antigen flagel H yang sejenis dan tidak tahan
panas. Antibodi terhadap antigen H mungkin tidak berperan melindungi inang yang
rentan. Vibrio cholerae mempunyai lipopolisakarida O yang memberi ciri khas
serologik dan mempunyai lebih dari 1000 antigen O, tergantung pada cara
klasifikasi.

Enterotoksin
Vibrio cholerae menghasilkan enterotoksin yang tidak tahan panas dengan
berat molekul kira-kira 84.000, terdiri atas subunit A (BM 28.000) dan subunit B.
Gangliosid GM1 berlaku sebagai reseptor mukosa bagi subunit B, yang merangsang
masuknya subunit A kedalam sel. Aktivasi subunit A1 menyebabkan peningkatan
kadar ANP siklik di dalam sel yang mengakibatkan hipersekresi air dan elektrolit.
Sekresi klorida yang bergantung pada natrium juga meningkat, dan absorbsi natrium
dan klorida terhambat. Diare terjadi (20-30 liter per hari) mengakibatkan dehydrasi,
syok, asidosis, dan kematian. Vibrio biotip El Tor menghasilkan soluble hemolysin
yang dapat melisiskan sel darah merah
Gen untuk enterotoksin pada vibrio cholerae terletak pada kromosom bakteri
tersebut. Enterotoksin cholera secara antigenik berhubungan dengan LT (termolabil)
pada E. coli dan dapat merangsang pembuatan antibodi netralisasi.

66
Patogenesis dan Patologi
Dalam keadaan normal Vibrio cholerae hanya patogen pada manusia, itu pun
jika 108-1010 organisme yang termakan oleh manusia sehingga terinfeksi dan menjadi
sakit. Cholera tidak bersifat invasif. Bakteri ini tidak mencapai peredaran darah
tetapi berada pada saluran cerna, sedangkan bakteri yang virulen melekat pada
mikrovili brush border sel epitel.
Ditempat ini bakteri Vibrio cholerae mengeluarkan toksin cholera, musinase,
dan Endotoksin. Toksin cholera diserap dipermukaan gangliasida sel epitel sehingga
terjadi dehydrasi, namun secara histologis, usus tetap normal.

Gambaran Klinik
Setelah masa inkubasi 1-4 hari, tiba-tiba timbul rasa mual, muntah-muntah
dan diare hebat dengan kejang perut. Tinja menyerupai air beras Ricewater Stools
yang terdiri dari mukus, sel epitel, dan bakteri vibrio dalam jumlah besar. Terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit secara cepat, sehingga mengakibatkan dehidrasi
hebat, kolaps sirkulasi, dan anuria. Kasus berat ini mudah diketahui dibandingkan
dengan kasus ringan karena kasus yang ringan susah dibedakan dengan penyakit
diare yang lain. Kasus ringan ini cenderung diakibatkan cholerae biotipe El Tor. Oleh
sebab itu angka kematian tanpa pengobatan mencapai 25-50%.

Pemeriksaan Laboratorium
A. Bahan Pemeriksaan
- Lendir yang berasal dari tinja
- Muntahan
- Rectal swab
- Potongan usus dari bahan bedah mayat

67
B. Pembiakan
Pertumbuhan cepat pada agar pepton, agar darah dengan pH sekitar 9.0 atau
agar TCBS. Pada pembenihan agar TCBS bakteri ini akan membentuk koloni yang
berwarna kuning muda. Koloni yang khas dapat dilihat dalam waktu 18 jam. Untuk
perkayaan, beberapa tetes tinja dapat dieramkan selama 6-8 jam dalam kaldu
Taurokolat pepton (pH 9.0-9.0).
Koloni yang tersangka pada pembenihan (TCBS) diambil, lalu dilakukan
reaksi gumpal mikroskopik dengan serum anti Vibrio cholerae nonspesifik. Bila
benar maka hasilnya positif berupa gumpalan seperti pasir. Selanjutnya dilakukan
pewarnaan menurut gram, penanaman pada agar miring, penanaman pada agar
TSI, agar SIM, dan air pepton.

Setelah dieram pada suhu 37oC selama 18 sampai 24 jam, bakteri yang
tumbuh pada agar miring ditanam lagi pada pembenihan gelatin, cair pepton nitrat,
kaldu glukosa, kaldu darah, dan media gula-gula (glukosa, laktosa, manosa,
arabinosa, manitol, dan maltosa). Selain itu dilakukan reaksi gumpal dengan
antiserum anti Cholera spesifik, Inaba dan Ogawa, serta pewarnaan sediaan
menurut Gray. Selain itu untuk dapat membedakan Vibrio cholerae biotipe cholerae
dan Vibrio cholerae biotipe El Tor dapat dilakukan pula tiga macam tes yaitu tes
polimixin B, tes aglutinasi sel darah merah ayam, dan tes tipe faga IV.

68
Tabel Sifat-Sifat Jenis Vibrio cholerae
Sifat-sifat Vibrio cholerae Vibrio cholerae
Biotipe cholerae Biotipe El Tor
Pewarnaan Gram Negatif Negatif
Bentuk Batang Bengkok
Bulu cambuk Monotrik Monotrik
Air pepton NaCl 0% Tumbuh Tumbuh
Air pepton NaCl 3% Tumbuh Tumbuh
Air pepton NaCl 8% - -
Air pepton NaCl 10% - -
Indol + +
Oksidasi sitokhrom + +
Merah netal +/- -
Voges Proskower +/- +/-
H2S + -
Reduksi nitrat + +
Pencairan gelatin + +
Glukosa + +
Laktosa - -
Manosa + +
Sakarosa/arabinosa - -
Maltosa + +
Manitol + +
Dekarboxilasi lisin + +
Terhadap polimixin B + -
Hemaglutinasi SDM ayam - +
Lisis tipe faga IV + -

Epidemiologi, Pengobatan, dan Pengendalian


Wabah cholera pada tahun 1800-an dan awal 1900-an sangat
menggemparkan karena terjadi hampir diseluruh dunia. Pada saat itu ditemukannya
biotipe klasik dan biotipe El Tor, spesies ini menjadi banyak ditemukan sekitar tahun
1960, dimana pandeminya di Asia, Timur Tengah, dan Afrika, serta menyebar ke
Amerika. Dimana wabah yang disebabkan El Tor ini merupakan wabah terbesar di
Amerika latin pada tahun 1991 yang diakibatkan sistem PAM perkotaan yang kurang
baik, air permukaan yang tercemar, sistem penyimpanan air rumah tangga yang

69
kurang baik, makanan dan minuman yang diolah dengan air yang tercemar dan
dijual oleh pedagang kaki lima, bahkan es dan air minum yang dikemas pun
tercemar oleh Vibrio cholerae. Dalam air Vibrio cholerae akan bertahan selama 3
minggu.
Sedangkan daerah endeminya ada di India dan Asia tenggara, mengingat di
daerah-daerah ini didominan oleh laut dan perairan dangkal. Dari pusat-pusat ini,
cholera menyebar melalui kapal laut, migrasi, perdagangan, pengungsi, pelayaran,
dan perjalanan haji. Vibrio cholerae dapat hidup dalam air sampai 3 minggu
sehingga sarana penularan tersebut sangat mempercepat mewabahnya vibrio
cholerae kedaerah-daerah lain.
Dari tubuh sendiri dapat melakukan pengobatan dengan terbentuknya
Antibodi IgA (copro Ab) dan IgG yang hanya ada dalam waktu singkat, selain itu
asam lambung juga dapat membunuh bakteri yang masuk namun dalam jumlah
kecil.
Sedangkan dari luar tubuh kita dapat melakukan pengobatan dengan prinsip
rehidrasi cairan dan elektrolit untuk memperbaiki dehydrasi berat dan kekurangan
garam serta pemberian antibiotika dimana antibiotika seperti Tetrasilin dapat
mempersingkat masa pemberian cairan/rehidrasi karena tetrasilin cenderung
mengurangi pengeluaran tinja pada cholera dan memperpendek waktu eksresi
vibrio.
Untuk mencegah sebaiknya dilakukan vaksinasi. dengan toksoid, vaksinasi
lipopolisakarida yang diekstrak dari vibrio. Pencegahan dengan perbaikan higyene
dan sanitasi lingkungan
Vibrio parahaemolyticus

Morfologi dan Sifat


- Sifat-sifat, struktur dan pewarnaan serupa dengan spesies Vibrio lainnya.
- Metabolisme fermentasi dan respirasi tanpa menghasilkan gas.

Sifat Biakan
- pH optimum 7,6 9,0.

70
- Seperti spesies Vibrio lainnya, membutuhkan perbenihan selektif.
- Halofilik (salt loving): membutuhkan minimal 2% NaCl. Biotip alginolyticus
tahan 11% NaCl; penting untuk membedakan dari biotip perahaemolyticus.
- Pada agar TCBS membetnuk koloni besar, smooth berwarna hijau (bedakan
dari koloni V. cholerae yang berwarna kuning).
- Generation time; 9-15 menit. Ini penting untuk epidemiologi gastroenteritis.

Struktur Antigen
- Antigen O dan K penting untuk typing secara serologis.
- Terdapat 11 tip O dan 57 tip K.

Patogenesis
Gejala dan tanda klinis serupa dengan yang disebabkan oleh V. cholerae.
Belum pernah dapat diisolasi enterotoksin V. parahaemolyticus.
95% isolat menunjukkan tes hemolisis Kanagwa positif. Tes ini mendteksi
hemolisis yang heat stable, yang melisiskan eritrosit yang heat stable, yang
melisiskan eritrosit manusia dan kelinci tetapi tidak melisiskan eritrosit
kuda.

Hubungan yang tepat antara hemolisis dengan enteropatogenik belum jelas.


Hemolisin yang dibeirkan ke dalam usus kelinci menyebabkan cholera dan
didapatkan adanya dilatasi dan degenerasi usus.

Gejala Klinis
Dapat berupa gastroenteritis yang self limiting sampai yang berat seprti pada
cholera.
Diare timbul dengan tiba-tiba dan sangat cair tanpa darah dan mucus.
Kadang-kdang disertai sakit kepala dan panas.
Gejala berlansgung sampai 10 hari, rata-rata 72 jam. Pada kasus yang berat
perlu perawtaan.

71
Terdapat infitrasi lemak dan cloudy swelling pada hati.

Diagnosis Laboratorium
- Bahan pemeriksaan : tinja dan Rectal swab.
- Harus segera dilakukan pembiakan atau dimasukkan kedalam medium
transpor (Cary Blair atau Ameis).
- Perbenihan : TCBS dan kaldu alkali pepton dengan penambahan 3% NaCl.

Pengobatan
Biasanya self limiting.
Pada kasus berat, perlu rehidrasi dan penmabahan elektrolit.
Antibiotika: kloramfenikol, kanamisin, tetrasiklin dan sefalotin.

Pencegahan
- Bakteri ini banyak terdapat di air laut, sehingga perlu perhatian khusus untuk
pekerja-pekerja kapal, perenang dan juru masak sea food.
- Pengolahan dan penyimpanan makana laut harus cermat.

Epidemologi
- Di Jepang 5% diare disebabkan oleh V. parahaemolyticus.

72
PSEUDOMONADACEAE

Genus Pseudomonas terdiri dari sejumlah bakteri batang, negatif Gram yang
tidak meragi karbohidrat, hidup aerob di tanah dan air. Dalam habitat alam tersebar
luas dan memegang pernaan penting dalam pembusukan zat organic. Bergerak
dengan flagel polar, satu atau lebih. Beberapa diantaranya adalah fakultatif
khemolitotrof, dapat memakai H2 atau CO sebagai sumber karbon. Katalasa positif.

73
Ada yang patogen bagi binatang atau tanaman dan ada patogen bagi kedua-
duanya. Kebanyakan spesies Pseudomonas tidak menyebabkan infeksi pada
manusia, tetapi bakteri ini penting karena bersifat oportunis patogen, dapat
menyebabkan infeksi pada individu dengan ketahahan tubuh yang menurun.
Infeksinya biasanya gawat sulit diobati dan biasnaya merupakan infeksi nosokomial.
Genus Psedomonas mempunyai spesies paling seidkit 10-12 yang penting dalam
klinik.

Taksonomi:
Kingdom : Plantae
Divisio : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Genus : Pseudomonas
Spesies : Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas pseudomallei
Pseudomonas mallei
Xanthomonas maltophilia

Pseudomonas aeruginosa
Kelompok Pseudomonas adalah bakteri batang gram-negatif, bergerak,
aerob; beberapa di antaranya menghasilkan pigmen yang larut dalam air.
Pseudomonas ditemukan secara luas di tanah, air, tumbuhan, dan hewan. Dalam
jumlah kecil Pseudomonas aeruginosa sering terdapat dalam flora usus normal dan
pada kulit manusia dan merupakan patogen utama dari kelompoknya. Klasifikasi

74
Pseudomonas didasarkan pada homolog rRNA/DNA dan ciri khas biakan yang
lazim.
Klasifikasi Pseudomonas yang menyebabkan penyakit pada manusia:
Grup dan Subgrup Spesies
Homologi rRNA
I Grup fluoresen Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas fluorescens
Pseudomonas putida

Grup nonfluoresen Pseudomonas stutzeri


Pseudomonas mendocina
Pseudomonas alcaligenes
Pseudpmonas pseudoalcaligenes
II Pseudomonas pseudomallei
Pseudomonas mallei
Pseudomonas cepacia
Pseudomonas picketti
III dan IV Berbagai spesies yang jarang
diisolasi dari manusia
V Xanthomonas maltophilia

Pseudomonas aeruginosa tersebar luas di alam dan biasanya terdapat di


lingkungan yang lembab di rumah sakit. Bakteri ini dapat tinggal pada manusia yang
normal, dan berlaku sebagai saprofit. Bakteri ini menyebabkan penyakit bila
pertahanan tubuh inang abnormal.
Morfologi dan Identifikasi
Pseudomonas aeruginosa bergerak dan berbentuk batang, berukuran sekitar
0,6 2 m. Bakteri ini gram-negatif dan terlihat sebagai bakteri tunggal,
berpasangan, dan kadang-kadang membentuk rantai yang pendek.
Morfologi makroskopis:
Bentuk : Bulat
Tepi : Utuh/rata

75
Pigmen : Putih/kehijauan
Peninggian Permukaan : Cembung
Keadaan Permukaan : Halus/licin
Karakteristik Optik : Opague

Sifat Biakan
Pseudomonas aeruginosa adalah aerob obligat yang tumbuh dengan mudah
pada banyak jenis perbenihan biakan, kadang-kadang menghasilkan bau yang manis
atau menyerupai anggur. Beberapa stain menghemolisis darah. Pseudomonas
aeruginosa membentuk koloni halus bulat dengan warna fluoresensi kehijauan.
Bakteri ini sering menghasilkan piosianin, pigmen kebiru-biruan yang tak
berfluoresensi, yang berdifusi ke dalam agar. Spesies Pseudomonas lain tidak
menghasilkan piosianin. Banyak strain Pseudomonas aeruginosa juga menghasilkan
pigmen pioverdin yang berfluoresensi, yang memberi warna kehijauan pada agar.
Beberapa strain menghasilkan pigmen piorubin yang berwarna merah gelap atau
pigmen piomelanin yang hitam.
Pseudomonas aeruginosa dalam biakan dapat menghasilkan berbagai jenis
koloni, sehingga memberi kesan biakan dari campuran berbagai spesies bakteri.
Pseudomonas aeruginosa yang jenis koloninya berbeda dapat mempunyai aktivitas
biokimia dan enzimatik yang berbeda dan pola kepekatan antimikroba yang berbeda
pula. Biakan dari pasien dengan fibrosis kistik sering menghasilkan Pseudomonas
aeruginosa yang membentuk koloni sangat mukoid sebagai hasil produksi
berlebihan dari alginat, suatu eksopolisakarida.

Psedomonas aeruginosa tumbuh dengan baik pada suhu 37-42C;


pertumbuhannya pada suhu 42C membantu membedakan spesies ini dari spesies
Pseudomonas lain. Bakteri ini oksidase positif dan tidak meragikan karbohidrat.
Tetapi banyak strain mengoksidasi glukosa. Pengenalan biasanya berdasarkan
morfologi koloni, sifat oksidasi-positif, adanya pigmen yang khas, dan pertumbuhan
pada suhu 42C. Untuk membedakan Pseudomonas aeruginosa dari Pseudomonas

76
yang lain berdasarkan aktivitas biokimiawi, dibutuhkan pengujian dengan berbagai
substrat.

Struktur Antigen dan Toksin


Pili (fimbriae) menjulur dari permukaan sel dan membantu pelekatan pada
sel epitel inang. Simpai polisakarida membentuk koloni mukoid yang terlihat pada
biakan dari penderita penyakit fibrosis kistik. Lipopolisakarida, yang terdapat dalam
berbagai imunotipe, bertanggung jawab untuk kebanyakan sifat endotoksik
organisme itu. Pseudomonas aeruginosa dapat ditentukan tipenya berdasarkan
imunotipe lipopolisakarida dan kepekaannya terhadap piosin (bakteriosin).
Kebanyakan isolat Pseudomonas aeruginosa dari infeksi klinis menghasilkan enzim
ekstrasel, termasuk elastase, protease, dan dua hemolisin: suatu fosfolipase C yang
tidak tahan panas dan suatu glikolipid yang tahan panas.
Banyak strain Pseudomonas aeruginosa menghasilkan eksotoksin A, yang
menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat mematikan hewan bila disuntikkan dalam
bentuk murni. Toksin ini menghambat sintesis protein dengan cara kerja yang sama
dengan cara kerja toksin difteria, meskipun struktur kedua toksin itu tidak sama.
Antitoksin terhadap eksotoksinA ditemukan dalam serum beberapa manusia,
termasuk serum penderita yang telah sembuh dari infeksi Pseudomonas aeruginosa
yang berat.

Patogenesis
Pseudomonas aeruginosa hanya bersifat patogen bila masuk ke daerah yang
fungsi pertahanannya abnormal, misalnya bila selaput mukosa dan kulit robek
karena kerusakan jaringan langsung; pada pemakaian kateter intravena atau kateter
air kemih; atau bila terdapat netropenia, misalnya pada kemoterapi kanker. Bakteri
melekat dan mengkoloni selaput mukosa atau kulit, menginfasi secara lokal, dan

77
menimbulkan penyakit sistemik. Proses ini dibantu oleh pili, enzim, dan toksin yang
telah diuraikan di atas. Lipopolisakarida berperan langsung dalam menyebabkan
demam, syok, oliguria, leukositosis dan leukopenia, disseminated intravascular
coagulation, dan respiratory distress syndrome pada orang dewasa.
Pseudomonas euroginosa (dan spesies lain, misalnya Pseudomonas cepacia,
Pseudomonas putida) resisten terhadap banyak obat antimikroba sehingga akan
berkembang biak bila bakteri flora normal yang peka ditekan.

Gambaran Klinik
Pseudomonas aeruginosa menimbulkan infeksi pada luka dan luka bakar,
menimbulkan nanah hijau kebiruan; meningitis, bila masuk bersama punksi lumbal;
dan infeksi saluran kemih bila masuk bersama kateter dan instrumen lain atau
dalam larutan untuk irigasi. Keterlibatan saluran napas, terutama dari respirator
yang terkontaminasi, mengakibatkan pneumonia yang disertai nekrosis. Bakteri
sering ditemukan pada otitis eksterna ringan pada perenang. Bakteri ini dapat
menyebabkan otitis eksterna invasif (maligna) pada penderita diabetes. Infeksi mata,
yang dapat dengan cepat mengakibatkan kerusakan mata, sering terjadi setelah
cedera atau pembedahan.
Pada bayi atau orang yang lemah, Pseudomonas aeruginosa dapat
menyerang aliran darah dan mengakibatkan sepsis yang fatal; ini biasanya terjadi
pada penderita leukemia atau limfoma yang mendapat obat antineoplastik atau
terapi radiasi, dan pada penderita luka bakar berat. Pada sebagian besar infeksi
Pseudomonas aeruginosa, gejala dan tanda-tandanya bersifat nonspesifik dan
berkaitan dengan organ yang terlibat. Kadang-kadang, verdoglobin (suatu produk
pemecahan hemoglobin) atau pigmen yang berfluoresen dapat dideteksi pada luka,
luka bakar, atau urine dengan penyinaran fluoresen ultraviolet. Nekrosis hemoragik
pada kulit sering terjadi pada sepsis akibat Pseudomonas aeruginosa; lesi yang
disebut ektima gangrenosum ini dikelilingi oleh erhema dan sering tidak berisi
nanah. Pseudomonas aeruginosa dapat dilihat pada bahan pewarnaan Gram dari
lesi ektima, dan biakannya positif. Ektima gangrenosum tidak lazim pada bakterimia
akibat organisme selain Pseudomonas aeruginosa.

78
Pemeriksaan Laboratorium
Bahan
Bahan dari lesi kulit, nanah, urine, darah, cairan spinal, dahak dan bahan lain
harus diambil seperti yang ditunjukkann dengan jenis infeksi.

Sediaan Apus
Batang gram negatif sering terlihat dalam sediaan apus. Tidak ada ciri-ciri
morfologi khusus yang membedakan Pseudomonas dari batang enterik atau batang
gram negatif yang lain.

Biakan
Bahan ditanam pada lempeng agar darah dan perbenihan diferensial yang
biasa digunakan untuk menumbuhkan batang gram negatif enterik. Pseudomonas
tumbuh dengan mudah pada kebanyakan perbenihan ini, tetapi mungkin tumbuh
lebih lambat dibanding batang enterik lain. Pseudomonas aeruginosa tidak
meragikan laktosa dan dengan mudah dibedakan dengan bakteri peragi laktosa.
Biakan berupa tes khusus untuk diagnosis infeksi Pseudomonas aeruginosa.

Bakteri ini sering dihubungkan dengan panykit pada mausia. Organisme ini
dapat merupoakan penyebab 10-20% infeksi nosokomoal. Sering diisolasi dari
penderita dengan neoplastik, luka dan luka bakar yang berat. Bakteri ini juga dapat
menyebabkan infeksi pada sluran pernafasan bagian bawha, saluran kemih, mata
dan lain-lainnya.

Morfologi
Batang negatif Gram 0,5 1,0 x 3,0 m. Umumnya mempunyai flagel polar,
tetapi kadang-kadang 2-3 flagel. Bila tumbuh pada perbenihan tanpa sukrosa
terdapat lapisan lendir poliskarida ekstrasluler.

79
Struktur dinding sel sama dengan famili entersobactroaveae. Strainyang
diisolasi dari bahan klinik sering mempunyai pili untuk perlekatan pada permukaan
sel dan memegang peranan penting dalam resitesnsi terhadap fagositosis.

Reaksi Biokimia dan Sifat Biakan


Pseudomonas aeruginosa merupakan organisme yang sangat mudah
berdaptasi dan dapat memakai 80 gugus organic yang berbeda untuk
pertumbuhannya dan ammonia sebagai sumber nitrogen.
Dapat tumbuh pada perbenihan yang dipakai untuk isolasi bakteri
Enterobactriaceae dan mempunyai kemampuan unutk mentolerir keadaan
mempunyai kemampuan untuk mentolerir keadan alkalis, juga dapat tumbuh pada
perbenihan untuk bakteri vibrio. Meskipun Psedudomonas merupakan organisme
aerob, tetapi ia dapat mempergunakan nitrat dan arginanin sebagai aseptor electron
dan tumbuh secara anaerob.
Suhu pertumbuhan optimum ialah 35oC, tetapi dapat juga tumbuh 42oC.
Hasil isolasi bahan klinik sering memberikan beta hemolisis pada gara darah.
Pseudomonas aerugionosa adalah satu-satunya spesies yang menghasilkan:
1. Piosianin, sutau pigmen yang larut dalam khloroform. Strain lainnya
menghasilkan pigmen fenazin. Pada perbenihan Pseudomonas Pagar
pembentukan pigmen akan bertambah.
2. Fluroresen, suatu pigmen yang larut dalam air. Beberapa Strain
menghasilkan pigmen merah.

Daya tahan
Pseudomonas aerugionosa lebih resisten terhadap disinfektan dari pada
bakteri lain. Bakteri ini menyenangi hidup dalam suasana lembab seperti pada

80
peralatan pernapasan, air dingin, bedpan, lantai, kamar mandi, tempat air dan lain-
lainnya.
Kebanyakan antibotika dan antimikroba tidak efektif terhadap bakteri ini,
pernah diisolasi dari gugusan NH4 dan dari sabun heksakhlorofen. Fenol dan beta
glutaraldehid biasanya merupakan disinfektan yang efektif. Air mendidih dapat
membunuh bakteri ini.

Genetik
Pemindahan gen antar Strain Pseudomonas dapat tertjadi melalui:
- konjugasi
- transduksi
Resistensi terhadap kebensihan secara gentik dapat dipindahkan memalui R
faktor. Untuk membedakan Strain satu sama lain ialah dengan jalan reaksi serologic,
tipe faga dan tipe piosin (bacteriocin).

Struktur Antigen
Antigen O atau antigen somatic dipakai untuk menggolongkan pelbagai
strain dalam tujuan epidemiologik. Pemeriksaan dengan bakteriofaga dan piosin
perlu dilakukan untuk melengkapi sifat-sofat dari strain yang diisolasi selama
epidemik. Juga lapisan lendir bersifat imunogenik dan memegang peranan dalam
proteksi sel bakteri terhadap fagositosis. Imunisasi aktif dan pasif terhadap lendir
ini dapat mencegah efek letal dari toksin dan bakteri hidup pada tikus.

Patogenesis
Mekanisme bagaimana Pseudomonas aerugionosa dapat menyebabkan
penyakit pada manusia belum diketahui. Sejumlah enzim dan toksin dan juga lendir
dan endotoksin menyebabkan efek patologik pada binatang tetapi peranannya pada
manusia belum dapat ditentukan.
Paling sedikit dihasilkan 2 tipe protease yang menyebabkan lesi hemoragik
kulit dan destruksi jaringan kornea mata. Tidak ada efek letal. Dua hemolisin
dihasilkan yaitu fosolipase dan glikolipid. Kedua-duanya tidak bersifat letal. Pada

81
Pseudomonas aerugionosa pneumonia, fosfolioase ini memperkuat penyerbuan dan
organisme dengan menghancurkan jaringan paru dan menyebabkan atelektasis dan
nekrosis.
Terdapat 3 eksotoksin yaitu : A, B, dan C yang bersifat letal bagi tikus putih
dan anjing dan menyebakna syok hiptensi pada kera. Telah ditemukan enterotoksin
yang menyebabkan infeksi intestinal sehingga terjadi diare.

Epidemiologi
Infeksi oleh Pseudomonas aerugionosterjadi pada orang yang mempunyai
ketahanan tubuh yang menruun, yaitu penderita luka bakar, orang yang sakit berat
atau dengan penyakit metabolic atau mereka yang sebelumnya memakai atau
mempersgunakan alat-alat bantu kedokteran. Frekuwesi infeksi pada saluran kemih
lebih tinggi pada orang muda.
Perpanjangan pengobatan dengan imunisupresi atau obat antimikroba dan
terapi dengan radiasi mempengaruhi kerentanan individu terhadap infeksi
Pseudomonas. Pseudomonas tidak hanya terdapat dalam tanah dan air, tapi kira-
kira 10% terdapat dalam tinja dan kulit dari individu normal. Hampir ditiap bagian
dan lingkungan rumah sakit dapat dihuni oleh organisme ini, seperti pada kateter,
instrumen-instrumen dan cairan intravena, bahkan di sabun. Pemidanahan dari
penderiat ke penderita melalui pegawai rumah sakit lebih menentukan dalam
penyebaran organisme ini daripada penyebaran melalui udara.
Hasil survey dan epidemiologi (luar negeri): Psedomonas merupakan :
- Infeksi nosokomial 10%, isolasi dari darah 11% dan infeksi nosokonial
epidemik 4%.
- Dalam unit luka bakar atau pusat kanker, Pseudomonas dapat menyebabkan
30% dari semua infeksi.

Patogenesis dan Manifestasi Klinik


Pseudomonas aerugionosa dapat mengadakan infeksi pada jaringan atau
bagian dari tubuh. Lesi local terjadi pada luka bakat, kornea, slauran kemih dan

82
paru-paru. Selain daripada itu juga dapat menyebakan endokarditis bakterialis dan
gastroenteritis. Infeksi jaringan kornea dapat menyebabkan kebutaan. Dari infeksi
local bakteri ini dapat menyebar melaui darah, sehingga menyebabkan septicemia
dan lesi local pada jaringan lain. Pada septicemia angka kematian dapat mencapai
80%.
Pada penyakit Pseudomonia Pseudomnas biasanya terjadi sianosos yang
makin lama kain bertambah, biasanya dengan empiema. Dengan sinar X data dilihat
adanya infiltrasi di dalam lobus bagian bawha yang bersifat nodular dan nekrosis
dengan pembentukan ases. Mortalitas adalah tinggi pada Pseudomonia
Pseudomonas. Pada penderita leukemia mortalitas lebih tinggi bila menderita
leukopne yang berat. Pada penderita dengan fibrosis kistik, organisme ini sering
berkapsul untuk mencegah fagositosis.

Pemeriksaan Laboratorium
Kebanyakan antimiroba tidak feektif terjadap Psedumonas, kebanyak dari
strain organisme ini perka terhadap : amikasin, gebamisin, tobramisin dan kolistin.
Kepekaan ini etrsu berkembang terutama pada pengobatan yang lama. Kira-kira
50% sensitive terhadap karbenisol. Karebnisilin dan gentamnisin in vivo bekerja
sinergistik. Vaskin heptavalent (Pseudogen) telah dikembangkan dan efektif pasa
luka bakar.

Pseudomonas yang Lain


Sejumlah Pseudomonas lain telah diisolasi lingkungan rumah sakit, dan
ternyata janya sebagai kontaminan. Kebanyakan dari organisem ini penghuni dari
tanah, tetapi Pseudomonas malleiadalah patogen bagi binatang.

Pseudominas cepacia :

83
Sering diisolasi dari lingkungan rumah sakit dan bahan klinik. Bakteri ini
mempunyai hubungan dengan penyakti endokarditis, septicemia, infeksi luka dan
infeksi saluran kemih. Kebanyakan resisten terhadap antibiotik.

Pseudomonas maltophilia :
Sering diisolasi dari orofaring dan sputum, juga dari lingkungan dan dapat
menyebabkan infeksi nosokomial. Dapat mengifeksi luka, saluran kemih dan darah.
Kebanyakan resisten terhadap antibiotika.

Pseudomonas mallei :
Organisme ini penyebab penyakit kelenjar pada kuda dan keledai. Manusia
dapat infeksi karena kontak melalui goresan kulit atau inhalasi.

Pseudomonas pseudomanllei :
Organisme ini merupakan penghuni biasa dari tanah, menyebabkan
melioidosis yaitu sutau penyakit kelenjat pada manusia. Organisme ini masuk
kedalam badan dengan jalan inhalasi atau melalui kulit lecet. Memberikan penyakit
pulmonary yang ringan serupa tuberculosis atau penyakit jamur. Meliodiosis dapat
juga berupa septicemia akut dan menyebabkkan kematian cepat.
Reaksi penyakitnya dapaty terjadi setelah beberapa tahun dan diberi nama
Vietnamse time bomb. Dapat diisolasi dari sputum, urin, pus atau darah.

Spesies Lain
Pseudomonas stutzeri, Pseudomonas putida, Pseudomonas alcaligenes.
Pseudomonas acidovoransdan Pseudomonas spesies lain telah diisolasi dari bahan
klinik. Sering bukan sebagai penyebab penyakit, tetapi meskipun jarang, mereka
dapat sebagai penyebab infeksi luka, pleura dan saluran kemih.
Pseudomonas fluresenssering diisolasi dari lingkunag rumah sakit atau
produk darah. Bakteri ini tumbuh merata dalam suhu 37 oC. Gejala pada manusia
ialah demam, karena endotoksinnya.
HAEMOPHILUS

84
Genus Hemophilus merupakan parasit-parasit sejati. Beberapa spesies
bersifat patogen. Bakteri dari genus ini berbentuk batang kecil negatif Gram, tidak
bergerak, dan untuk pertumbuhan yang terdapat di dalam darah (haemo = darah,
philos = mencintai/menyukai).
Beberapa spesies memerlukan faktor x, suatu derivat hemoglobin yang
termostabil. Lainnya memerlukan NAD (nicotinamide adenine dinucleotide) yang
juga dikenal sebagai koenzim 1 atau faktor V yang termolabil. H. influenzae
memerlukan kedua faktor V dapat diperoleh ekstrak ragi dan juga dihasilkan oleh
beberapa bakteri tertentu seperti S. aureus. Species hemofilus pada umumnya peka
terhadap pendinginan dan pengeringan. Mereka merupakan parasit pada manusia
dan binatang dan terutama sebagai penghuni komensal saluran nafas bagian atas
manusia. Diperkirakan bahwa 30% anak sehat mengandung H. influenzae dalam
secret orofaring dan hidungnya, dan pada orang dewasa bakteri ini ditemukan dalam
persentasi yang relatif tinggi. Mengenai mekanisme bagaimana strain-strain
tertentu H. influenzae tiba-tiba menjadi virulen dan menyebabkan infeksi yang berat
pada epiglottis, laring atau percabangan bronkis, belum diketahui dengan pasti.
Indentifikasi species Hemofilus yang penting bagi manusia didasarkan atas reaksi
hemolisis dan kebutuhannya akan faktor-faktor X dan V. semua spesies hemofilus
mereduksi nitrat menjadi nitrit kecuali H. ducreyi.
H. influenzae menyebabkan mengingitis bacterial akut pada bayi dan anak-
anak kecil, serta merupakan penyebab beberapa penyakit pediatric lainnya,
sedangkan pada orang dewasa sering diasosiakan dengan penyakit paru kronik.
Bakteri-bakteri ini untuk pertama kalinya ditemukan oleh Pfeiffer (1892)
pada waktu terjadi wabah influenza. Bakteri-bakteri ini ternyata merupakan
penyebab infeksi paru sekunder selama wabah oleh virus infkluenza tersebut.
Pada bakteri ini dijumpai 2 macam koloni yaitu koloni R yang dibentuk oleh
bakteri-bakteri tak bersimpai berasal dari saluran pernafasan dan koloni S yang
dibentuk oleh bakteri-bakteri bersimpai berasal dari penyakit-penyakit invasif
lainnya.

85
Bakteri-bakteri tersebut terakhir dianggap virulen, dan secara serologic
dibagi dalam 6 tipe (a s/d f) berdasarkan bahan-bahan simpainya. Penyelidikan
menunjukkan bahwa H. influenzae tak bersimpai (rought) biasa diasosiasikan
dengan penyakit saluran kronik terutama pada orang dewasa, sedangkan H.
influenzae bersimpai merupakan penyebab penyakit-penyakit invasive seperti
meningitis, piartrosis, selulitis, pneumonoa dan epiglotitis akut. Bakteri-bakteri tipe
b merupakan penyebab kebanyakan panyakit invasive, dan imunitas terhadap
bakteri ini ditunjukkan terhadap substansi polisakhartida simpai tipe b tersebut.
Bakteri-bakteri yang penting bagi kedokteran adalah :
- H. influenzae tipe b yang paling sering sebagai penyebab meningitis bacterial
akut pada bagi dan anak-anak.
- H. influenzae (Koch-Weeks bacillus)
- H. ducreyi (Ducrey bacillus).

H. Influenzae
H. influenzae berbentuk coccobacillus nagatif Gram dengan ukuran 02,-0,3 x
0,5-0,8 ,m, serta bersimpai, yang dapat diketahui dengan reaksi Quellung memakai
serum anti khas tipe. Bakteri-bakteri tak bersimpai yang berasal dari sputum atau
cairan telinga, bentuknya sering memanjang dan menunjukkan sifat-sifat bipolar
pada pewarnan menunjukkan bentuk-bentuk pleomorfik dan filamen.

Sifat-sifat Biakan
Untuk membiakkan Hemofilus diperluakan perbenihan yang diperkaya
perbenihan agar coklat serta perbenihan Levinthal & Fitdes. Hemofilus dapat
tumbuh sebagai satelit di sekitar bakteri-bakteri lainnya seperrti Staphylococcus
hemolitik yang juga terdapat di dalam bahan-bahan klinik.
Koloni-koloni satelit ini tumbuhnya lebih subur dibandingkan dengan koloni-
koloni lainnya yang tumbuhnya jauh dari Staphylococcus tersebut. Hal ini
tumbuhnya jauh dari stafilokukus tersebut. Hal ini disebabkan karena
Staphy;ococcus menghasilkan faktor V yang diperlukan bagi pertumbuhan
Hemofilus. Pertumbuhan optimum terdapat pada suhu 37oC dan pH 7,4-7,8.

86
Pengeraman dengan suasana CO2 10% dapat meningkatkan pertumbuhan, bahkan
kadang-kadang diperlukan oleh beberapa Strain. H. influenzae yang berasal dari
penyakit-penyakit invasive (biasanya bakteri tipe b berasal dair darah, cairan serebro
spinal atau luka) membentuk koloni-koloni mengkilap dan mukoid.
Koloni-koloni S sering berubah sifatnya secara spontan menjadi R karena
kehilangan kemampuan membentuk simpai. Terdapat hubungan antara tipe koloni
dengan stuktur antigen dan virulensi bakteri. Species Hemofilus memerlukan salah
satu atau kedua faktor pertumbuhan X dan V yang terdapat di dalam darah (lihat
tabel 21.1). fFaktor V bersifat termolabil, sedangkan faktor X termostabil.

Kebutuhan
Kebutuhan Kebutuhan Asa,
akan CO2 Hemo
Spesies akan Faktor akan dari D-
yang lisis
V Faktor X Xylose
ditingkatkan

H. influenza + + - - +
H. agyoticus + + - - -
H. haemolyticus + + - + +
H. dureyi - + - + -
H. parainfluenzae + - - - -
H.
parahaemolyticus + - - + -
H.
pararohaempolytic + - + + -
us
H. aprophilus - + + - -
H. paratyphilus + - + - -
H. segnis + - - - -

Dikutip dari Zinsser Microbilogy, edisi 19, th. 1988, hal. 395.

Hemofilus bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Indol dibentuk oleh banyak
H. influenzae. H. influenzaelarut di dalam empedu. Diferensiasi dari spesies lainnya

87
terutama didasarkan atas keperluan pertumbuhan dan asal biakan. Peragian gula
biasanya tidak dipergunakan dalam idenitfikasi.

Daya Tahan (Resistensi)


H. influenzae sangat peka terhadap kebanyakan disinfektan, juga terhadap
kekeringan. Pada suhu 55oC akan mati dalam waktu 30 menit. Biakan bakteri ini
sangat sukar dipelihara/dipertahankan di dalam laboratorium karena besifat
autolitik. Cara penyimpanan terbaik adalah liofilisasi.

Struktur Antigen
Antigen penentu untuk H. influenzae yang bersimpai adalah polisakarida
simpai. Polikasakarida ini menentukan khas tip bakteri dan menjadi dasar
penggolongan bakteri-luman tersebut dalam 6 serotip a s/d f. penyelidikan
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tipe koloni dengsn truktur antigen
virulensi bakteri. Perubahan bentuk bakteri yang terjadi setelah bakteri dibiakkan
dalam perbenihan, menujukkan adanya mutasi berupa hilangnya kemampuan
bakteri untuk membentuk polisakarida simpai.
Hilangnya kemampuan membentuk simpai selama pembiakan adalah
sinomin dengan perubahan bentuk koloni dari S menjadi R. Polisakarida simpai
yang dilepaskan in vitro (atau in vivo), dapat ditentukan tipe serologiknnya dengan
tes orsipitasi, difusi agar gel; hemaglutinasi atau flokulasi.
Karena bakteri tip b merupakan penyebab dari pada lebih dari 95% penyakit-
penyakit invasive, maka dengan ditemukannya antigen simpai tipe b dalam cairan
badan penderita, dapat ditentukan diagnosis secara khas dan cepat.

Infeksi Klinik

88
Infeksi oleh H. influenzae terjadi setelah mengisap droplet berasal dari
penderita, penderita baru sembuh atau carrier. Manusia merupakan satu-satunya
reservoir bagi bakteri ini. Ditemukannya bakteri-bakteri H. influenzae bersimpai
(terutama tipe b) di dalam sputum invasi bakteri tersebut ke dalam jaringan.
Antibodi terhadap polisakarida tipe b, baik yang dipeorleh karena infeksi alamaih
atau karena vaksinasi, dapat mencegah invasinya bakteri-bakteri tipe b ke dalam
jaringan.
H. influenzae menyebabkan sejumlah infeksi pada saluran pernafasan bagian
atas seperti faringitis, otitis media dan sinusitis yang terutama penting pada penyakit
paru kronik.
Selain itu, infeksi saluran pernafasan agaknya juga menjadi sumber invasi
bakteri ke dalam peredaran darah dan penyebaran ke lain-lain bagian tubuh.
Penyakit paling penting yang disebabkan oleh H. influenzae adalah meningitis
bacterial akut. Meningitis karena H. influenzae jarang terjadi pada bayi berumur
kurang dari 3 bulan dan tidak umum dijumpai pada anak-anak diatas umur 6 tahun.
Pada anak-anak, selainnya meningitis, H. influenzae tipe b juga meneyebabkan
penyakit bacterial epiglottitis akut.

Diagnosa Labpratorium
Sebagai bahan pemeriksaan dapat dipergunakan cairan serebrospinal,
sputum, cairan telinga, dari bahan pemeriksaan ini dibuat preparat Gram, dan juga
harus ditanam pada perbenihan agar coklat yang dieramkan dalam suasana CO 2
10%.
Staphyloccus streak technique dapat dapat dilakukan dalam usaha mengasingkan H.
influenzae, terkontaminasi dengan bakteri-bakteri lain seperti cairan serebrospinal
dan darah.
Reaksi Quellung yang khas sangat membantu diagnosis, kecuali untuk
bakteri tak bersimpai yang berasal dari saluran pernafasan. Deteksi antigen
polisakarida simpai di dalam cairan tubuh juga merupakan bantuan yang berharga
dalam menegakkan diagnosis (dan prognosis) meningitis. Adanya antigen yang khas

89
di dalam serum atau cairan serebrospinal memberikan diagnosis presumtif adanya
infeksi H. influenzae, walaupun pembiakan tidak memberikan hasil positif.

Pengobatan dan Pencegahan


Pemilihan antibiotika yang akan dipergunakan di dalam pengobatan
terhadap setiap infeksi oleh Hemofilus, sebaiknya ditentukan oleh test kepekaan
secara in vitro. Walaupun kebanyakan H. influenzae bersifat peka terhadap
ampisilin, khloramfenikol, tetrasiklin, sulfonamida dan kotrimoksasol, dan terapi
dengan salah satu atau kombinasi obat-obat ini ternyata efektif, namun kepekaan
bakterinya sendiri dan hasil suatu terapi tidak dapat diperkirakan H. influenzae
bentuk L (L form)_yang resisten penisilin, dapat timbul selam apengobatan dengan
penisislin, dan beberapa Srain H. influenzae dapat membentuk penisilinasa. Vaksin
khas polisakarida simapi (vaksin PRP) yang telah berhasil dibuat dalam taraf
penelitian, namun hasil-hasil pendahuluannya memberikan harapan yang sangat
baik.

Spesies Lain Hemofilus

H. aegypticus (Koch-Weeks bacillus)


Bakteri ini erat perkerabatannnya dengan H. influenzae, tetapi dpat
dibedakan satu dari lainnya sevara serologic. Berbeda dengan H. influenzae, H.
aegypticus tidak memmebntuk simpai, memerlukan faktor-faktor X dan V untuk
pertumbuhnannya dan berbahaya bagi manusia karena merupakan penyebab
konjungtivitas purulenta terutama pada anak-anak, yang pada umumnya dapat
disembuhkan dengan pemberian sulfonamida secara local.

BORDETELLA

90
Penyakit pertusis atau batuk rejan (whooping cough) merupakan penyakit
akut saluran pernafasan yang ditandai dengan batuk paroksismal (paroxysmal
coughing).
Penyebabnya adalah Bordetella pertutsis, yang untuk pertama kalinya diasingkan
oleh Bordet dan Gengou pada tahun 1906. penyakit-penyakit serupa berhasil
ditemukan kemudian, yaitu yang disebabkan oleh Bordetella parapertussis dan
Bordetella bronchiseptica. Standarisasi vaksin serta penggunaannya secara luas
sangat menurunkan morbilitas dan mortalitas penyakit ini.

Morfologi dan Fisiologi


Ketiga anggota genus Bordetella yaitu B. perussis, B. parapertussis dan B.
bronchisepticaberbentuk coccobacillus kecil-kecil, terdapat sendiri-sendiri
berpasangan atau membentuk kelompok-kelompok kecil. Pada isolasi primer,
bentuk bakteri biasanya uniform, tetapi setelah subkultur dapat bersifat pleomorfik.
Bentuk-bentuk filamen dan batang-batang tebal umum dijumpai. Satu-satunya
anggota Bordetella yang dapat bergerak adalah B. bronchiseptica. Simpai dibentuk,
tetapi haya dapat dilihat dengan pewarnaan khusus, dan tidak dengan
penggembungan simpai.
Bakteri-bakteri ini hidup areob, tidak membentuk H2S, indol serta
asetilmetilkarbinol. Kini disarankan agar ketiga spesies Bordetella tersebut lebih
baik diklasifikasikan sebagai satu bakteri.
Konsep ini didukung oleh reaksi-reaksi reasosiasi DNA-DNA yang
menunjukkan hubungan genetik yang sangat erat antara B. pertussis dengan kedua
organisme lainnya.

Pada B. Pertussis ditemukan 2 macam toksin yaitu :

91
1. Endotoksin yang sifatnya termostabil dan terdapat dalam dinding sel bakteri.
Sifat endotoskin yang dihasilkan ini mirip dengan sifat endotoksin-endotoksin
yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri negatif Gram lainnya.
2. Protein yang bersifat termolabil dan dermonekrotik. Toksin ini dibentuk di
dalam proto plasma dan dapat dilepaskan dari sel degan jalan memecah sel
tersebut, atau dengan jalan ekstraksi memakai NaCl.

Baik endotoksin maupun toksin yang termolabil tersbeut tidak dapat


memancing timbulnya proteksi terhadap infeksi B. pertussis. Peranan yang pasti
daripada kedua toksin ini dalam potogenesis pertusis belum diketahui.
Berbeda dengan species-species Hemoplhilus bakteri Bordetella dapat
tumbuh tanpa adanya hemin (faktor X) dan koensim I (faktor V). pembiakan
dilakukan pada perbenihan Bordet-Gengou, dimana bakteri-bakteri ini tumbuh
dengan membentuk koloni-koloni yang bersifat smooth, cembung, mengkilap dan
tembus cahaya.
Ketiga spesies membetnuk zona hemolisis. Sifat-sifat ini dapat berubah
tergantung lingkungan dimana bakteri ini dibiakkan, yang diikuti oleh perubahan-
perubana sifat antigen serta virulensinya.

Diferensiasi Spesies Bordetella

92
B. B. B.
Karakteristik
pertussis paraoertussis bronchiseptica

Pergerakan - - +
Pertumbuhan pada gaar Mac - + +
Conkey
Pertumbuhan pada agar
pepton
Fase I - + +
Fase IV + + +
Browning - + -
Pertumbuhan pada agar
Bordet-Gengou
1-2 hari - + +
3-6 hari + - -
Reduksi nitrat - - +a
Penggunaan sitrat - + +
Produksi ureasa - + +b
Oksidasa + - +
Kandungan G+C (mol %) dari 67-70 66-70 66,9
DNA
a
Perkembangan terjadi bila memakai medium nitrat yang konvesional, tetapi
biasanya positif jika ditambahkan nikotinamid adenin dinuleotida dan serum.
b
Positif menurut Kreig dan Holt (eds); Bergeys Manual of Systematic Bacteriology,
Willian & Wilkins, 1984, hal 392.

Dikutip dari Zinsser Microbilogy, edisi 19, th. 1988, hal.403.

Struktur Antigen

93
Proteksi terhadap infeksi oleh . perussis merupakan respon imunologik
terhadap antigen (antigen-antigen) bakteri. Sifat antigen protektif bakteri ini tidak
diketahui. Walaupun demikian, penelitian serologic yang esktensif telah berhasil
menemukan antigen-antigen yang penting pada genus Bordetella.
Diketahui adanya antigen permukaan O yang termostabil pada smooth
strains B. pertussis, B. parapertussis dan B. brochiseptica. Antigen O ini berupa
protein, mudah diekstraksi dari sel dan terdapat didalam cairan supernatan biakan
bakteri.
Antigen ini tidak mengistimulasi timbulnya proteksi terhadap infeski. Perbedaan
antigen di antara spesies dan di antara strain-strain dari tiap spesies tersbeut
ditentiukan oileh antigen simpai yang termolabil yang disebut antigen Kauffmann
(serotip diber tanda dengan angka seperti misalnya B. pertussis 1,2,4). Eldering
menyebutkan adanya 14 antigen K yang disebtunya sebagai faktors atas dasar tes
absorpsi aglunitinin.

Faktor 7 terdapat pada semua strains pesies Bordetella, faktor 14 hanya khas untuk
B. parapertussis dan faktor 12 adalah khas untuk B. brongchiseptica. Faktor-faktor
1-5 hanya terdapat pada strain-straibn B. pertussis. Antigen faktor 1 terdapat pada
semua strain B pertussis sehingga karenanya dianggap bahwa aglutinogen bakteri
ini terutama adalah faktor 1

Antigen-antigen K pada Bordetella

94
Antigen-
Antigen Antigen Khas
Spesies antigen lain
umum spesies
yang ada

B. pertussis 7 1 2-6
B parapertussis 7 14 8-10
B. brochiseptica 7 12 8-11

Dikutip dari Zinsser Microbilogy, edisi 19, th. 1988, hal. 521.

Antigen-antigen O dan K tersebut diatas serta faktor-faktor lainnya seperti


HLT (heat labile toxin) lipopolisakarida (endotoksin), GSF (histamine sentizing
faktor), LPF (lymphocytosis promoting faktor), MPF (mouse protectiong faktor),
hemaglubtinin dan egaknya juga IAP (islet activating protein) adalah sangat erat
kaitannya dengan infeksi, penyakit dan kekebalan.

Epidemiologi
Penyakit pertusis tersebar di seluruh dunia dan mudah sekali menular.
Manusia merupakan satu-satunya sumber B. pertussis, dan penyebaran organisme
ini hampir selalu disebabkan oleh orang-orang dengan infgeksi aktif.

Patogenesis
Setelah menghisap droplet yang terinfeksi, bakteri akan berkembang biak di
dalam saluran pernafasan, gejala sakit hampir selau timbul dalam 10 hari setelah
kontak, meskipun masa inkubasi bervariasi antara 5-21 hari. Penyakit ini terbagi
dalam 3 stadium. Stadium prodromal (kataral) berlangsung selama 1-2 minggu.
Selama stadium ini pernderita hanya menunjukkan gejala-gejala infeksi saluran
pernafasan bagian atas yang ringan seperti bersin, keluarnya cairan dari hidung,
batuk dan kadang-kadang klonuntivitas. Pemeriksaan fisik tidak memberikan hasil
yang menentukan. Masa ini merupakan masa perkembangbiakan bakteri didalam
epitel pernafasan. Stadium kedua biasanya berlangsung selama 1-6 minggu dan

95
ditandai dengan peningkatan batuk paroxysmal. Suatu batu paroxysmal yang khas
adalah dimana dalam jangka waktu 15-20 detik terjadi 5-20 batuk beruntun biasanya
diakhiri dengan keluarnya lendir/muntah serta tidak ada kesempatan untuk
bernafas di anatraa batuk-batuk tersebut. Tarikan nafas setelah batuk berakhir
menimbulkan bunyi yang khas.

Stadium ketiga berupa stadium konvalesen. Batuk dapat berlangsung sampai


beberaa bulan setelah permulaan sakit. Beratnya penyakit bervariasi. Sindrom
respiratorik tingan yang disebabkan oleh B. pertussis tidak mungkin dikenal atas
dasar diperkirakan sebagai penyakit-penyakit atipik dan penderita-pendrita ini
berbahaya bagi orang lain.

Diagnosis Laboratorium
Diagnosis yang pasti tergantung pada diasingkannya B. Pertusssis atau B.
Parapestussis/B. brochiseptica (lebih jarang) dari penderita. Hasil isolasi tertinggi
diperoleh pada stadium kataral, dan bakteri pertussis biasanya tidak dapat
ditemukan lagi setelah 4 minggu pertama sakit. Bahan pemeriksaan berupa usapan
nasofaring penderita atau dengan menampung batuk secara langsung pada
perbenihan. Bila diperlukan lebih dari 2 jam sebelum bnahan tersebut sampai di
lanoratorium, sebaiknya bahan pemeriksaan tadi ditanam pada perbenihan Stuart
(dimodifkasikan). Penmabahan penisilin 0,25-0,5 unit/ml didalam perbenihan
kedua adlaah berguna unutk menghambat pertumbuhan bakteri positif Gram
saluran pernafasan, tanpa mebgurangi pertumbuhan bakteri pertussis.
Selain reaksi-rekasi bikokimiai, identifikasi B. pertusssis secara serologic
akan memastikan isolasi tersebut. Pewarnaan antibodi fluoresensi (AF) telah dipakai
untuk mengidentifikasi B. pertussis pada preparat langsung hapusan nasofaring, dan
untuk mengidentifikasi bakteri-bakteri yang tumbuh pada perbenihan Bordey-
Gengou. Cara AF ini tidak dapat menggantikan isoloasi bakteri namun dapat
mengidentifikasi bakteri secara lebih cepat
Pengobatan dan Pencegahan

96
Pada saat ini eritromisin merupakan obat pilihan. Pemberian antibiotika ini
akan menyingkirkan bakteri-bakteri tersebut dari nasofaring dan karenanya dapat
mempersingkat masa penularan/ penyebaran bakteri.
Selain eritsomisin, tetrasiklin, kloramfenikol dan ampisilin juga bermanfaat. Cara
pencegahan terbaik terhadap pertusis adalah dengan imunisasi dan mencegah
kontak langsung dengan penderita. Proteksi bayi terhadap pertusis dengan vaksinasi
aktif adalah penting karena komlikasi-komplikasi berat serta morbiditas tertinggi
terdapat pada usia ini.
Antibodi yang masuk melalui plasenta tidak cukup memberikan proteksi.
Vaksin yang dipergunakan biasanya merupakan kombinasi toksoid difteri dan
tetanus dengan vaksin pertusis (vaksin DPT).
Imunitas yang diperoleh baik karena unfeksi alamiah maupun karena
imunisasi aktif, tidak berlangsung untuk seumur hidup.

BRUCELLA

97
Brucella merupakan bakteri obligat bagi binatang dan manusia. Bakteri ini
untuk pertama kalinya diasingkan oleh Davbid Bruce (1887) dari seorang penderita
di pulau Malta dan diberinya nama Microciccis melitensis (sekarang Brucella
melitensis). Brucellosis pada manusia disebut juga sebagai Malta fever atau
undulant fever. Pada tahun 1897 Bang, menemukan bakteri yang serupa pada
binatang-binatang ternak yang mengalami abortus, dan dinamainya B. abortus,
sedangkan Traum (1914) menemukan bakteri yang serupa pula pada babi yang
dinamai B. suis. Ternyata ketiga spesies ini mempunyai persamaan dalam sifat-sifat
bakteriologik dan serologic. Kini dikenal 6 spesies dalam genus Brucella, yaitu B.
melitensis, B. abortus, B. suis, B. neonatomae, B. ovis dan B. canis.

Morfologi dan Fisiologi


Bakteri Brucella berbentuk coccobacillus berukuran 0,5-0,7-1,5 m, untuk
dapat bergerak, tidak berspora, megatif Gram dan bersifat aerobik. Tumbuhnya
lambat dan memerlukan perbenihan yang komleks terutama pada isolasi primer.
Pada perbenihan agar serum dekstrosa agar-trip-tikase, bakteri-bakteri ini
membentuk koloni-koloni smooth, basah, jenrih atau sedikit keruh. Untuk
pertumbuhannya B. abortus memerlukan kadar CO2 yang ditingkatkan (capneic
incubation). Kemampuan memprpduksi H2S merupakan sifat yang lebih khas bagi
B. abortus atau B. suis.
Diferensiasi ketiga spesies terpenting dari genus Brucella didasarkan atas
perbedaan kuantitaif dalam beberapa tes fisiologik (Tabel 21.4).
Didalam ketiga sepeies Brucella ini dikenal pula sejumlah strain (biotip) yang
dapat dibedakan satu dari lainnya secara biokimiawi. Adanya perbedaan sifat
antigen di antara spesies memungkinkan penentuan identifikasi secara serologic
dengan melakukan reaksi aglutinasi memakai seum anti monospesifik.

Struktur Antigen

98
Pemeliharaan bakteri untuk waktu yang lama di dalam laboraorium dapat
menyebabkan terjadinya perubahan dalam sifat antigen bakteri yang dapat diketahui
dari perubahan morfologi koloni serta menurunnya virulensi terhadap binatang
percobaan. Pada ketiga spesies ini dikenal adanya 2 macam antigen yaitu antigen A
(Abortus) dan antigen M (Melitensis), Jumlah kedua jenis antigen ini tidak sama
pada ketiga spesies tersebut. Brucella juga memiliki antigen O yang bersamaan
dengan C. cholerae, serta memberikan reaksi silang dengan beberapa strain
Yerninia enetrolitica.

Epidemiologi
Bakteri Brucella tersebar di seluruh dunia dan merupakan penyebab penyakit
pada binatang. B. melitensis dapat hidup didalam ruang yang lembab selama 72
hari, di dalam susu 17 hari dan dalam air laur 25 hari. Berdasarkan hal ini
penyebaran bakteri pada ternak/manusia mungkin sekali terjadi. Manusia
memperoleh infeksi bakteri ini karena berkontak dengan bahan-bahan yang
tercemar misalanya pada pemotongan hewan, dan juga melalui produk binatang
seperti susu.

Dokter hewan, peternak, pemerah susu dan pekerja laboratorium yang erring
kontak dengan bakteri-bakteri ini mudah terkena infeksi bakteri tersebut. Bakteri
dapat masuk melalui kulit yang rusak, terus ke saluran limfe dan nodus imfatikus.
Bakteri juga dapat masuk ke dalam darah, bakteri-bakteri yang terdapat didalam sel
akan terlindung dari antibodi dan atibiotika. Masa inkubasi penyakit ini dapat
sesingkat 3 hari tetapi kadang-kadang mencapai beberapa bulan.

Imunitas

99
Sebagai akibat infeksi alamiah, maka tubuh binatang/manusia akan
memberikan respon berupa pembentukan antibodi IgM (pada fase akut penyakit)
disusul kemudian dengan IgG yang dibentuk selama infeksi. Pada maunisa IgM
terutama merupakan agglutinating antibodi, sedangkan IgG merupakan
complement fizing antibodi.

Diagnosis Laboratorium
Sebagai bahan pemeriksaan untuk mengasingkan bakteri Brucella, dapat
dipergunakan darah, cairan serebrospinal; sumsum tulang; jaringan seperti nodus
limfatikus dan hati serta serum untuk reaksi serologic. Sebagian dari biakan ini
dieramkan di dalam suasana CO2 10% karena hal ini diperlukan bagi pertumbuhan
B. abortusterutama pada isolasi primer. Diagnosis laboratorium Brucellosis berupa
isolasi bakteri penyebabnya dan ditemukan antibodi yang khas di dalam serum
penderita.
Penelitian menunjukkan bahwa dalam pemeriksaan seologik (aglutinasi)
terhadap Brucellosis, sering terdapat fenomena prozon yang disebabkan oleh
blocking antibodies (IgA). Oleh karenanya serum penderita yang secara klinis
tersangka Brucellosis memberikan hasil negatif pada reaksi aglutinasi, maka harus
dilakukan tes untuk mengetahui adanya/ tidak adanya blocking antibodies ini.

Pengobatan dan Pencegahan


Hingga kini terasiklin masih merupakan obat pilihan terhadap Brucellosis.
Streptomisin dapat juga dibeirkan dalam kombinas dengan tetrasiklin. Pencegahan
terhadap binatang sebagai sumber infeksi. Imunisasi aktif binatang-binatang dapat
dilakukan di dalam pembuatan vaksin ini adalah bakteri B. abortius strain 19 yang
sudah attentiuated untuk sapi dan B. melitensis strain Rev 1 untukbiri-buru dan
kambing. Pencegahan Brucellosis pada manusia terutama tergantung pada
pengontrolan binatang sebagai sumber infeksi serta pengawasan terhadap
pengolahan susu dan produk-produk lainnya. Imuniasasi aktif pada manusia
terhadap infeksi Brucella masih bersifat eksperimental.

100

Anda mungkin juga menyukai