Anda di halaman 1dari 81

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

Apedik adalah organ yang bersatu dengan sekum. Panjang apendik pada

orang dewasa bervariasi 6-9 cm walaupuna ada yang hingga 20 cm dan volumenya

0,5 ml. Letak apendik di retroperitoneal, yaitu di pelvis, di belakang terminal ileum,

caecum, ascenden kolon, dan liver. Presantasi dari letak apendik terbanyak ada di

daerah retrosekal yaitu 64 % dari posisi lainnya.


Perdarahan dari apendiks berasal dari arteri apendikularis yang melekat ke sisi kiri

dan arteri mesentrika. Vaskularisasi dari apendiks berjalan sepanjang mesoapendiks kecuali di

ujung dari apendiks dimana tidak terdapat mesoapendiks. Arteri apendikular, derivat cabang

inferior dari arteri iliocoli yang merupakan cabang trunkus mesenteric superior. Selain arteri

apendikular yang memperdarahi hampir seluruh apendiks, juga terdapat kontribusi dari arteri

asesorius. Untuk aliran balik, vena apendiseal cabang dari vena ileocoli berjalan ke vena

mesenteric superior dan kemudian masuk ke sirkulasi portal. Drainase limfatik berjalan ke

nodus limfe regional seperti nodus limfatik ileocoli. Persarafan apendiks merupakan cabang

dari nervus vagus dan pleksus mesenteric superior.

Appendiks menghasilkan lendir sebanyak 0,1 ml per hari. Lendir ini normalnya

dicurahkan ke dalam lumen lalu mengalir ke dalam caecum. Hambatan aliran lendir di muara

appendiks tampakya berperan dalam terjadinya appendicitis.

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated

Lymphoid Tissue) di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks adalah IgA, yang berfungsi

sebagai pelindung terhadap infeksi.


Letak Appendik

1. Preileal
2. Postileal
3. Promontoric
4. Pelvic
5. Subcecal
6. Paracolic or prececal
2.2. Definisi

Appendisitis adalah peradangan pada bagian apendik veriformis. Jika tidak segera di

tangani maka dapat terjadi appendisitis infiltrat, yaitu usaha pertahanan untuk membatasi

proses radang ini dengan menutup appendik dengan omentum, usus halus atau adneksa

sehingga terbentuk seperti masa.

2.3. Etiologi

Appendisitis disebabkan karena adanya obstruktif pada lumen appendix sehingga

terjadi kongesti vaskuler, iskemik dan akhirnya terjadi infeksi. Obstruksi yang paling

sering adalah fecalith. Penyebab lain yang dapat menyebabkan obstruktif adalah :

a. Hipertrofi jaringan limfoid


b. Pengentalan barium
c. Sayur-sayuran/ biji buah
d. Parasit -> E.istolytica
Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien appendisitis yaitu:

2.4. Patofisiologi
Obstruksi lumen menjadi penyebab utama radang usus buntu akut. Hal ini

disebabkan oleh adanya fecalith , hiperplasia limfoid , materi sayuran atau biji, parasit ,

atau neoplasma . Lumen apendiks kecil dalam kaitannya dengan kapasitas hanya 0,1 ml

dan produksi mucus sekitar 0,5 ml/ 24 jam. Obstruksi lumen appendix kontribusi untuk

pertumbuhan bakteri yang berlebihan , dan sekresi lendir terus menyebabkan distensi

intraluminal dan peningkatan tekanan dinding. Distensi lumen menghasilkan sensasi

nyeri viseral yang dialami oleh pasien sebagai nyeri periumbilical . Penurunan

selanjutnya dari limfatik dan drainase vena menyebabkan mukosa iskemia .


Hal ini yang dapat memicu proses inflamasi lokal yang dapat berkembang menjadi

gangren dan perforasi . Peradangan peritoneum yang berdekatan menimbulkan nyeri

terlokalisasi di kuadran kanan bawah. Meskipun ada variabilitas yang cukup besar,

perforasi biasanya terjadi setelah setidaknya 48 jam dari timbulnya gejala dan disertai

dengan abses rongga Walling off oleh usus halus dan omentum .Perforasi bebas dari usus

buntu ke dalam rongga peritoneal terjadi yang bisa disertai dengan peritonitis dan syok
septik dan dapat menjadi rumit dengan pembentukan selanjutnya dari beberapa abses

intraperitoneal

2.5. Manifestsi Klinis


Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai

nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan waktu akan

berlokasi di abdomen kanan bawah. Variasi lokasi anatomi appendiks dapat merubah

gejala nyeri yang terjadi.

Anoreksia, mual dan muntah biasanya terjadi dalam beberap jam setelah onset

nyeri. Pada beberapa pasien muntah dirasakan hanya 1 atau 2 kali saja. Muntah

disebabkan adanya stimulasi dari persarafan dan adanya ileus.

2.6. Alvarado score

Interpretasi :

Score 1-4 : Sangat mungkin bukan appendisitis

Score 5-7 : Sangat mungkin appendisitis

Score 8-10 : Pasti appendisitis

2.7. Pemeriksaan fisik


1. Rovsing Sign :Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah

dan timbul nyeri pada sisi kanan .

Nyeri timbul jika adanya hantara


udara dari colon descenden

2. Psoas sign Pasien dibaringkan

pada sisi kiri, kemudian

dilakukan ekstensi, adduksi,

abduksi dari panggul kanan agar M. Psoas berkontraksi. Positif jika timbul nyeri pada

kanan bawah.
3. Obturator sign ; Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal

pada panggul yang berhubungan dengan M. obturator.


4. Blumberg sign
Disebut juga dengan nyeri lepas.

Palpasi pada kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba.

5. Rectal Touce
Positif jika adanya nyeri tekan pada jam 9 sampai jam 12 hal itu tergantung dari letak

appendik.

2.8. Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium

Leukositosis > 10.000


Pergeseran ke kiri dalm hitung jenis (Left shift )

2. Radiografi

USG : Paling sering dilakukan

Pada appendisitis tampak ukuran diamter bertambah, jika sudah terjadi

2.9. Managmenet Appendisitis

o Medicamentosa : pre OP : Tidak boleh di beri analgetik


o Antibiotik : 3-7 HARI
Tujuan pemeberian antibiotic adalah untuk menurunkan proses

peradangan (sebagai antimikroba). Pada appendisitis infiltrat omentum, usus,

dan adnexa membentuk walling off sebagai kompensasi dari proses

peradangan. Dengan jumlah leukosit yang tinggi (>18.000) maka di harapkan

dengan pemberian antibiotic terjadi penurunan leukosit dan proses peradangan

berhenti agar pada saat dilakukan pembedahan tidak menyabakan sepsis.


Sediaan antibiotic yang dapat digunakan :
1. Cefotaxime inj 2 x 1 gr/hari
Indikasi : Infeksi sauran nafas, infeksi saluran pencernaan, kulit,

ginekologi, tulang dan septikemi.


2. Terfacef inj 2 x 1 gr/ hari
Indikasi : sepsis, meningitis, infeksi abdomen, tulang, persendian,

saluran nafas, saluran kemih dl.


o Antasida
Untuk mengurangi mual di perlukan antasida untuk menetralisir asam

lambung. Antacida dapat dig anti dengan ranitidine atau omeprazol.

Operatif : Open Appendiktomy

Laparoscopy appendiktomy
DAFTAR PUSTAKA

1. E-book. Brunicardi, F. Charles. Schwartzs Principles of Surgery, ninth edition. The

McGraw-Hill Companies, Inc. United States of America. 2010.

2. E-book. Basil A. Pruitt Jr., MD. Sabiston Textbook of Surgery, 18th ed.

3. E-book. More. Clinically Oriented Anatomy, 5th .


BAB II

PEMBAHASAN

1.
Anatomi Kelenjar Prostat

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid
terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars
prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar
aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm,
dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian
posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.3

Gambar 1. Anatomi Prostat

Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah:
zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona
periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya
proximal dari spincter externus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral.
Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer
5 zona pada kelenjar prostat: 3
a. Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular.
Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.Zona ini
rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi
25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.

Gambar 3. Posisi Zona Perifer dan Transisional

d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat
melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic
hyperpiasia (BPH).

e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar
sepanjang segmen uretra proksimal.

Aliran darah prostat


Merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan arteri
rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma, dan berakhir
sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam lamina propria. Pembuluh vena
mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena
mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam
stroma dan mengikuti pembuluh darah dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama
dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari pleksus
hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan
terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion
otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis,
tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding
pembuluh darah. 3

2.
Fisiologi Kelenjar Prostat

Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari
vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah
asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja
sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat
dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan
cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula
seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen
Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. 3

3.
Definisi Hiperplasia Prostat Jinak
BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul
pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut. 4

Gambar 4. Normal Prostat dan Prostat yang membesar

Epidemiologi
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum
usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir
sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia
akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasi.4

Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan kepustakaan


luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita akan memerlukan
pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada golongan
umur. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai
sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi
menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian baru manifes dengan
gejala klinik.7

Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat


ditemukan pada usia 30 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan
terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%,
dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan
menyebabkan gejala dan tanda klinik.1

4.
Etiologi Hiperplasia Prostat Jinak
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua) .
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak
adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-
testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian
sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel dll.5

Teori dihidrotestosteron
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari
kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin
menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron
bebas. Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh
enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan
dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya
terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase
dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih
sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal. 5

Ketidakseimbangan antara estrogen testosterone


Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif meningkat. Telah
diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel
kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan
hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun
rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel
sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi
lebih besar. 5

Teori Hormonal

Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak terjadi
BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen
(testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia
akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon
estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi
estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat
estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan
bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian
estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan
konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor
pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa
dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon
androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya
usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan
penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon
gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari
fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi
terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat
empat peptic growth factor yaitu; basic transforming growth factor, transforming growth
factor 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth factor.

Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkuramgnya Sel yang Mati

Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada
dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati,
keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang
dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel
stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi
abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel
kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

Teori Reawakening

Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar
periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme glandular budding kemudian
bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal
budding dan glandular morphogenesis yang terjadi pada embrio dengan perkembangan
prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya reawakening yaitu jaringan kembali seperti
perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh
lebih cepat dari jaringan sekitarnya, sehingga teori ini terkenal dengan nama teori
reawakening of embryonic induction potential of prostatic stroma during adult hood.
Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang penyebab
terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial, teori infeksi dari zat-
zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori
peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas hubungan
sebab-akibatnya.3,7

Interaksi stroma-epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara
tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu.
Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma
mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri
secara intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma.5
5.
Faktor Predisposisi Hiperplasia Prostat Jinak
Pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar 25%. Menginjak
usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%. Dan pada usia diatas 70 tahun, akan
menjadi 90%.4

6.
Patofisiologi Hiperplasia Prostat Jinak
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini sangat
bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan
dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5
reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar
prostat. 5
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli- buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli- buli.
Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala prostatimus. 5
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan
aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat
jatuh ke dalam gagal ginjal. 5

Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesika meningkat

Buli-buli: Ginjal dan ureter:
Hipertrofi otot detrusor Refluks VU
Trabekulasi Hidroureter
Selula Hidronefrosis
Divertikel buli-buli Gagal ginjal

Bagan1. Pengaruh Hiperplasia prostat Pada Saluran Kemih

Hidronefrosis

Hidroureter

Hipertofi otot detrusor

Benigna prostat hiperplasi

Gambar 5. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih

7.
Gambaran klinis
a.
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) 5
Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi
Obstruksi Iritasi
Hesitansi Frekuensi
Pancaran miksi lemah Nokturi
Intermitensi Urgensi
Miksi tidak puas Disuria
Menetes setelah miksi
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk


mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue)
sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi
urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain :
1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang
mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)
2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi
prostat)
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor
(golongan antikolinergik atau adrenergic )
Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi
(LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Skor ringan (0-7),
sedang (8-19), berat ( 20)

8.
Pemeriksaan fisik5,6,7:
a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat
retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan
pertanda dari inkontinensia paradoksa.
b. Pada colok dubur yang harus diperhatikan
1) tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan buli-
bulineurogenik
2) mukosa rectum
3) keadaan prostat antara lain :
Kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar lobus dan
batas prostat. Pada colok dubur pembesaran prostat benigna menunjukan konsistensi
prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak
didapatkan nodul. Volume yang normal pada dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran
lebih tepat dapat menggunakan transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah
terdapat fluktuansi (abses prostat)/ nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat
keras/teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetris.

Gambar 6. Pemeriksaan Rektal Digital (DRE)

9.
Diagnosa banding
Diagnosa banding BPH
Kondisi Gejala
Sistitis , kanker buli, batu buli Gejala iritasi
Prostatitits Gejala iritasi dan obstruksi

Divertikulum buli
Kondisi neurologis (injuri medulla spinalis,
kelainan medulla spinalis dsb)
Riwayat minum obat (antikolinergik,
antidepresan, dekongestan, tranquilezer)
Kanker prostat Gejala obstruksi

Striktur uretra
Kontraktur/striktur buli
Tabel 2. Diagnosa Banding Benigna Prostat Hiperplasia

10.
Pemeriksaan laboratorium 5,7:
a. Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran
kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa.
b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensifitas
kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
c. Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas.
Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal kronis pada pasien
yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi.
d. Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan
kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat
11.
Pemeriksaan Patologi Anatomi
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat.
Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun kebanyakan
menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia

Gambar 7. Gambaran Makroskopis dan


Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia

12.
Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia :
a.
Foto polos5
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa
prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang
merupakan tanda suatu retensi urine
b.
Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)5,7
Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam
rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara
merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan
apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan
gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum
mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan
mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki
keganasan prostat.
Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume
prostat, caranya antara lain :
Metode step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal
diukur dari dasar sampai puncak.
Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar
(W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : (H x W x L).
c.
Sistoskopi 7
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan urethra di
dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam penis
sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah cystoscope , berisi lensa dan
sistem cahaya yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung
kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan
mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.

Gambar 8. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia

d.
Ultrasonografi trans abdominal
Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan pembesaran bagian
dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer. Zona transisi
hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer. Batas yang memisahkan
hyperplasia dengan zona perifer adalah surgical capsule.
USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun
kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

Gambar 9. Gambaran Sonografi Prostat Normal

Gambar 10. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia

e.Sistografi buli11

Gambar 11.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna


Prostat Hiperplasia
13.
Pemeriksaan lain5,12 :
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah
miksi
Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)
atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran
yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang
dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur jumlah
air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari
50 mL umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan
pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta
untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau
kateterisasi.

Gambar 12. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH

Keterangan :

Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik,


aliran urin lebih dari 15mL/s, urin residu 9 mL pada
ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat, terlihat
waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin
residunya 100 mL.

Diagnosis
Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui :

1. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif

2. Pemeriksaan fisik : terutama colok dubur ; hiperplasia prostat teraba sebagai prostat
yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, asimetri dan menonjol ke
dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat batas atas semakin sulit
untuk diraba.

3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.

4. Pemeriksaan pencitraan :

Pada pielografi intravena terlihat adanya lesi defek isian kontras pada dasar kandung
kemih atau ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail.
Dengan trans rectal ultra sonography (TRUS), dapat terlihat prostat yang membesar.

5. Uroflowmetri : tampak laju pancaran urin berkurang.

6.
Mengukur volume residu urin : Pada hiperplasi prostat terdapat volume residu urin
yang meningkat sesuai dengan beratnya obstruksi (lebih dari 150 ml dianggap
sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi).2

14.
Komplikasi
Retensi urine akut ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi kandung
kemih, nyeri suprapubik
Retensi urine kronik residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak nyeri
Infeksi traktus urinaria
Batu buli
Hidroureter
Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal

15.
Penatalaksanaan5
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-
kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi
medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan
(6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,
pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
Penatalaksanaan Nilai indeks gejala Efek samping
BPH
Wactfull waiting Gejala hilang/timbul Risiko kecil , dapat terjadi
retensi urinaria
Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers Sedang 6-8 Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
Menggigil-15%
5 alpha-reductase Ringan 3-4 Masalah ereksi-8%
inhibitors Kehilangan hasrat sex-5%
Berkurangnya semen-4%
Terapi kombinasi Sedang 6-7 Kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave Sedang-berat 9-11 Urgensi/frekuensi-28-74%
heat Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-
10-16%
TUNA Sedang 9 Urgensi/frekuensi-31%
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-
23%
Operasi
TURP, laser & operasi Berat 14-20 Retensi urinaria-1-21%
sejenis Urgensi&frekuensi-6-99%
Gangguan ereksi-3-13%
Operasi terbuka Berat Inkontinensia 6%

Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat Hiperplasia15 Tabel 4. Penatalaksaan Berdasarkan


a.
Watchful waiting 5
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat
terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol
setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi
buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan
kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah
menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan
pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi
bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.
b.
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-
obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi
volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone
testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase.
Penghambat reseptor adrenergik
Penghambat 5 reduktase
Fitofarmaka
1)
Penghambat reseptor adrenergik . 5
mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk
meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin
(Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin
(Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan
perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.
Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari

Gambar 14. Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)


2)
Penghambat 5 reduktase 5
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT)
dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam sel prostat.
Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat
menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT,
sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari
6 sampai 12 bulan.
Gambar 15. Model Aksi Penghambat 5 reduktase

Contoh obat penghambat 5 reduktase berdasarkan tipenya :


Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI
Proscar(finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI

3)
Fitofarmaka5
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala
akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif
yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum diketahui
dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen,
menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast
growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism
prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow resistance dan memperkecil
volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum
africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.

c.
Terapi Invasif Minimal
Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan
1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang
menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan
prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy
transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk
memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah
sistem pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat
jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi
atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi
mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.
Gambar 16. Microwave Transurethral

2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral
jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA
memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region
prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem
TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping yang
lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).

Gambar 17. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

3) Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk


menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter mengandung
beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon pengobatan terletak di
tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon dan
memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di wilayah
yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra dan kandung kemih dilindungi.
Jaringan yang hancur keluar melalui urin
Gambar 18. Thermotherapy dengan Air

4) Intra-Prostatic Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di
sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra
prostatika. Stent temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang
tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari
anyaman dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah
pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif,
perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.

Gambar 19. Intra-Prostatic Stent

d.
Bedah
1)
Operasi transurethral. 5
Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan anestesi,
ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan untuk 90
persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan TURP, alat yang
disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The resectoscope, yaitu panjang
sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan
cairan irigasi, dan loop listrik yang memotong jaringan dan segel pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah sifatnya
yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan menyebabkan
hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindrom TURP.
Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat
dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak
dan jatuh ke dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP
operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan
haru smemasang sistostomi terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat
mengurangi penyerapan air ke sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope untuk
menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu. Potongan-potongan
jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada
akhir operasi. Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka
dan memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang
mungkin TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini,
semen mengalir mundur ke dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar
uretra.

Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut


Perdarahan Perdarahan Inkontinensi
Sindrom TURP Infeksi lokal/sistemik Dinsfungsi ereksi
Perforasi Ejakulasi retrograde
Striktur uretra

Tabel 4. Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan


(a)

(b)

(c)
Gambar 20. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP

Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini melebar
urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di mana terdapat
kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa
ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya masih muda.

Gambar 21. Prosedur Trans Uretral Incision Prostat (TUIP)


2)
Open surgery. 5
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan,
operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open surgery
sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada
komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki.
Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer)
atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia
uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher
buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%.

3) 5, 7
Operasi laser
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada
suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan
lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2%
setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak
menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak
langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah
daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan
cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung
30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan
penyusutan.

Gambar 22. Operasi Laser pada Prostat


a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser
interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk
menghancurkannya.
Gambar 23. Interstitial laser coagulation

b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).


PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama
dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan
mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar
prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat operasi.
Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50
gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

Gambar 24. Potoselectif vaporisasi prostat


e.
Kontrol berkala 5

Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah
terdapat perbaikan klinis
Pengobatan penghambat 5-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
Pengobatan penghambat 5-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan
pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi
Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor
miksi, juga diperiksa kultur urin
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit.

BAB III

KESIMPULAN

1. Hiperplasia prostat mempunyai angka kejadian yang bermakna pada populasi pria lanjut
usia.

2. Etiologi dari hiperplasia prostat hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,
beberapa teori menyebutkan hal ini berkaitan dengan meningkatnya kadar DHT dan
karena proses aging (menjadi tua).

3. Hiperplasia prostat menyebabkan gejala obstruksi dan iritasi saluran kemih

4.. Tanda-tanda obyektif hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat, pengurangan laju
pancaran urin, dan volume residu urin yang besar.

5. Derajat beratnya obstruksi pada hiperplasia prostat tidak bergantung pada ukuran besar
prostat melainkan ditentukan oleh volume residu urin dan laju pancaran urin waktu miksi

6.. Guna menentukan derajat pembesaran prostat dapat dilakukan dengan beberapa cara ,
seperti rektal grading, berdasarkan jumlah residual urin, intra vesikal grading dan
berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi.

7. Derajat berat gejala klinik hiperplasia prostat dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan
penemuan pada pemeriksaan colok dubur dan sisa volume urin yang digunakan untuk
menentukan cara penanganan atau penatalaksanaannya.
8. Klasifikasi lain untuk menentukan berat gangguan miksi yaitu dengan menggunakan skor
WHO PSS, dimana skor dibawah 15 dianjurkan untuk terapi non bedah atau terapi
konservatif, sedangkan skor 25 lebih atau bila timbul obstruksi dianjurkan terapi bedah

9. Penatalaksanaan terapi pada hiperplasia prostat dapat dibagi menjadi empat macam ,
yaitu :

a. Observasi (Watchful waiting)


b. Medikamentosa

c. Operatif

d. Invasif minimal

10. Tindakan bedah baik itu prostatektomi terbuka maupun prostatektomi endourologi masih
merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (>90%) meskipun akhir-akhir ini
dikembangkan beberapa terapi non-bedah yang kurang invasif

11. Trans Urethral Resection (TUR) masih merupakan prosedur bedah yang lebih disukai
untuk penanganan hiperplasia prostat.

12. Yang termasuk di dalam terapi konservatif non operatif yaitu :

a. Observasi (Watchful waiting)


b. Medikamentosa

- Penghambat adrenergik alpha

- Fitoterapi

- Hormonal

a. Invasif minimal

- Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)

- Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)

- Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)

- Stent Urethra

DAFTAR PUSTAKA
1. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs Principles of Surgery. 8th Edition.
Singapore : The McGraw-Hill Companies,Inc;2005.

2. Ramon P, Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas


Padjajaran ; 2002: 203-7
3. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000

4. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI, Jakarta : EGC, 1997.

5. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta :
EGC, 1994..

6. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. Available at


http://www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf. Accessed in 20 Desember 2013
7. Benign Prostatic Hyperplasia. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview. Accessed in 20 Desember 201

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Hernia adalah protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan.
Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu Hernia Ingunalis Lateralis
(HIL) dan Hernia Ingunalis Medialis. Disini akan dijelaskan lebih lanjut
tentang hernia ingunalis lateralis. Hernia inguinalis lateralis mempunyai
nama lain yaitu hernia indirecta yang artinya keluarnya tidak langsung
menembus dinding abdomen. Selain hernia indirek nama yang lain adalah
Hernia oblique yang artinya kanal yang berjalan miring dari lateral atas ke
medial bawah. Hernia ingunalis lateralis sendiri mempunyai arti pintu
keluarnya terletak disebelah lateral Vasa epigastrica inferior. Hernia
inguinalis lateralis (HIL) terjadi disebabkan kelainan kongenital meskipun
ada yang didapat.
Hernia dapat terjadi diantara dua rongga yang saling berdekatan
seperti abdomen dan toraks atau ke dalam bagian dari suatu rongga
yang demikian disebut hernia internal. Hernia yang paling sering adalah
yang eksternal dari dinding abdomen di inguinal, femoral, dan umbilicus.
Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah
dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut yang normalnya tidak
dapat dilewati.
ANATOMI

B. EPIDEMIOLOGI HERNIA
Hernia terdapat 6 kali lebih banyak pada pria dibandingkan wanita. Pada pria, 97 % dari
hernia terjadi di daerah inguinalis, 2 % sebagai hernia femoralis dan 1% sebagai hernia
umbilicalis. Pada wanita variasinya berbeda, yaitu 50 % terjadi pada daerah inguinalis, 34 %
pada canalis femoralis dan 16 % pada umbilicus. Tempat umum hernia adalah lipat paha,
umbilikus, linea alba, garis semilunaris dari Spiegel, diafragma, dan insisi bedah. Tempat
herniasi lain yang sebanding tetapi sangat jarang adalah perineum, segitiga lumbal superior
dari Grynfelt, segitiga lumbal inferior dari Petit, dan foramen obturator serta skiatika dari
pelvis.

C. ETIOLOGI HERNIA
1. Adanya prosesus vaginalis yang tetap terbuka
Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada
neonatus kurang lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka,
sedangkan pada bayi umur satu tahun sekitar 30% prosesus vaginalis
belum tertutup Akan tetapi, kejadian hernia pada umur ini hanya
beberapa persen. Tidak sampai 10 % dengan anak dengan prosesus
vaginalis paten menderita hernia. Pada lebih dari separuh populasi
anak, dapat dijumpai prosesus vaginalis paten kontralateral, tetapi
insidens hernia tidak melebih 20 %. Umumnya disimpulkan adanya
prosesus vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal
terjadinya hernia, tetapi diperlukan faktor lain, seperti anulus
inguinalis yang cukup besar.
Insidens hernia inguinalis pada bayi dan anak antara 1 dan 2 %.
Kemungkinan terjadi hernia pada sisi kanan 60 %, sisi kiri 20-25 %
dan bilateral 15 %. Kejadian hernia bilateral pada anak perempuan
dibandingkan lelaki kira-kira sama (10%) walaupun frekuensi
prosesus vaginalis yang tetap terbuka lebih tinggi pada perempuan.
Anak yang pernah menjalani operasi hernia pada waktu bayi,
mempunyai kemungkinan 16% mendapat hernia kontralateral pada
usia dewasa. Insidens hernia inguinalis pada orang dewasa kira-kira 2
%. Kemungkinan terjadi hernia bilateral dari insidens tersebut
mendekati 10 %.
2. Peninggian tekanan intraabdomen
Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk
kronik, hipertropi prostat, konstipasi, dan asites, sering disertai hernia
inguinalis.
Insidens hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin
karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan
intraabdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan
penunjang2. Hernia dapat terjadi setelah peningkatan tekanan intra-
abdominal yang tiba-tiba dan kuat seperti waktu mengangkat barang
yang sangat berat, mendorong, batuk, atau mengejan dengan kuat
pada waktu miksi atau defekasi.
3. Kelemahan otot dinding perut karena usia
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang
membatasi anulus internus turur kendur. Pada keadaan itu tekanan
intraabdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih
vertikal. Sebaliknya, bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis
inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup
sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis
inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat
kerusakan n. ilioinguinalis dan n.iliofemoralis setelah apendektomi.

D. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan terjadinya hernia terbagi atas :
a. Hernia Kongenital
Kanalis inguinalis normal pada fetus :
Pada bulan ke-8 kehamilan terjadi desensus testis, yaitu masuknya
testis dari abdomen ke scrotum melalui canalis inguinalis, sehingga
terjadi penarikan peritoneum ke daerah scrotum, dan terjadi
penonjolan (prosesus vaginalis peritonei). Pada bayi yang sudah lahir
akan mengalami obliterasi sehingga isi perut tidak dapa masuk
melalui kanal.
Karena testis kiri turun lebih dahulu daripada kanan, maka kanalis
inguinalis kanan lebih sering terbuka. Pada keadaan normal, kanalis
inguinalis menutup pada usia 2 tahun. Bila prosesus terbuka terus
(tidak mengalami obliterasi) menyebabkan terjadinya hernia
inguinalis lateralis kongenital.
b. Hernia Akuisita
- Terjadi pada titik lemah yang terjadi alamiah, seperti pada :
Struktur yang menembus dinding abdomen : seperti pembuluh
darah femoralis.
- Terjadi pada tempat pembedahan atau trauma pada dinding,
seperti pada laparatomi dan trauma tembus.
2. Berdasarkan letaknya hernia dibagi atas :
Hernia inguinal, umbilical, femoral, insisional (sering) dan hernia
epigastrik, gluteal, lumbal, obturator (jarang).
Gambar 1. Hernia Berdasarkan
Letaknya

3. Berdasarkan sifatnya hernia dibagi atas :


a. Hernia Reponibel
Bila isi hernia dapat keluar masuk tetapi kantungnya menetap.
Isinya tidak serta merta muncul secara spontan, namun terjadi bila
disokong gaya gravitasi atau tekanan intraabdominal yang
meningkat. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi
jika berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada keluhan nyeri
atau gejala obstruksi usus.
b. Hernia Ireponibel
Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali kedalam rongga
perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada
peritoneum kantong hernia.

c. Hernia Obstruksi atau Hernia Inkarserata


Hernia obstruksi berisi usus, dimana lumennya tertutup.
Biasanya obstruksi terjadi pada leher kantong hernia. Jika obstruksi
terjadi pada kedua tepi usus, cairan berakumulasi di dalamnya dan
terjadi distensi (closed loop obstruction). Biasanya suplai darah
masih baik, tetapi lama kelamaan dapat terjadi strangulasi. Istilah
inkarserataterkadang dipakai untuk menggambarkan hernia yang
ireponibel tetapi tidak terjadi strangulasi. Oleh sebab itu, hernia
ireponibel yang mengalami obstruksi dapat juga disebut dengan
inkarserata.
d. Hernia Strangulata
Suplai darah untuk isi hernia terputus. Kejadian patologis
selanjutnya adalah oklusi vena dan limfe; akumulasi cairan jaringan
(edema) menyebabkan pembengkakan lebih lanjut ; dan sebagai
konsekuensinya peningkatan tekanan vena. Terjadi perdarahan
vena, dan berkembang menjadi lingkaran setan, dengan
pembengkakan akhirnya mengganggu aliran arteri. Jaringannya
mengalami iskemi dan nekrosis.

E. PATOFISIOLOGI

Ligamentum gubernaculum turun pada tiap sisi abdomen dari pole inferior gonad ke
permukaan interna labial/scrotum. Gubernaculum akan melewati dinding abdomen yang
mana pada sisi bagian ini akan menjadi kanalis inguinalis. Processus vaginalis adalah
evaginasi diverticular peritoneumyang membentuk bagian ventral gubernaculums bilateral.
Pada pria, testis awalnya retroperitoneal dan dengan processus vaginalis, testis akan turun
melewati canalis inguinalis ke scrotum disebabkan kontraksi gubernaculum. Pada sisi sebelah
kiri terjadi penurunan terlebih dahulu sehingga ,yang tersering hernia inguinalis lateralis
angka kejadiannya lebih banyak pada laki-laki dan yang paling sering adalah yang sebelah
kanan.
Pada wanita ovarium turun ke pelvis dan gubernaculum bagian inferior menjadi
ligamentum rotundum yang mana melewati cincin interna ke labia majus.
Processus vaginalis normalnya menutup, menghapuskan perluasan rongga peritoneal yang
melewati cincin interna. Pada pria kehilangan sisa ini akan melekatkan testis yang dikenal
dengan tunika vaginalis.
Jika processus vaginalis tidak menutup maka hidrokel atau hernia inguinalis lateralis
akan terjadi. Sedangkan pada wanita akan terbentuk kanal Nuck. Akan tetapi tidak semua
hernia ingunalis disebabkan karena kegagalan menutupnya processus vaginalis dibuktikan
pada 20%-30% autopsi yang terkena hernia ingunalis lateralis proseccus vaginalisnya
menutup.
Proses Terjadinya Hernia Inginalis Lateralis

F. FAKTOR RESIKO
1. Mengangkat beban berat
2. Batuk kronis PPOK
3. Tahanan saat miksi BPH atau karsinoma
4. Tahanan saat defekasi konstipasi atau obstruksi usus besar
5. Perubahan isi abdomen, misalnya : adanya asites, tumor jinak atau
ganas, kehamilan, lemak tubuh.

G. GEJALA KLINIS
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi
hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya
benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu bediri, batuk, bersin,
atau mengedan, dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri
jarang dijumpai; kalau ada biasanya dirasakan di darah epigastrium
atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada
mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong
hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi
inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.
H. DIAGNOSIS
1. Anamnesa
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi
hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya
benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu bediri, batuk, bersin,
atau mengedan, dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri
jarang dijumpai; kalau ada biasanya dirasakan di darah epigastrium
atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada
mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam
kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul
kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis
atau gangren.
2. Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia.
Pada inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia
inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis yang
berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Kantong hernia yang
kosong kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai
gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan
dua permukaan sutera, tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan.
Kalau kantong hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi
mungkin teraba usus, omentum (seperti karet), atau ovarium.
Dengan jari telunjuk atau jari kelingking, pada anak, dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat
direposisi atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu
jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan.
Kalau ujung jari menyentuh hernia, berarti hernia inguinalis lateralis,
dan kalau bagian sisi jari yang menyentuhnya, berarti hernia
inguinalis medialis. Isi hernia, pada bayi perempuan, yang teraba
seperti sebuah massa padat biasanya terdiri atas ovarium.
Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi,
atas dasar tidak adanya pembatasan jelas di sebelah kranial dan
adanya hubungan ke kranial melalui anulus eksternus.
Hernia ini harus dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum.
Testis yang teraba dapat dipakai sebagai pegangan untuk
membedakannya.
Berdasarkan anatomi, hernia dapat dibagi menjadi :
Gambar 4. Hernia Inguinalis

1. Hernia inguinalis lateralis


Tipe ini disebut juga indirek karena keluar melalui dua pintu yaitu
annulus dan kanalis inguinalis. Tidak seperti hernia medialis yang
langsung menonjol di trigonum hasselbach. Tonjolan pada tipe
lateralis biasanya lonjong, sementara tipe medialis biasanya bulat.
Hernia indirek ini bisa dimasukkan dengan tekanan jari di sekitar
annulus eksternus (bila tidak ada inkarserata), mungkin seperti leher
yang sempit. Banyak terjadi pada usia muda. 3% kasus mengalami
komplikasi strangulata
2. Hernia inguinalis medialis (direk)
Disebut direk karena menonjol langsung ke depan melalui trigonum
hasselbach. Disebut medialis karena tidak keluar melalui kanlis inguinalis dan
tidak ke scrotum.

Tipe ini hampir selalu disebabkan oleh faktor peninggian tekanan


intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum hasselbach. Oleh
karena itu hernia ini umumnya bilateral. Hernia inguinalis medialis memiliki
leher yang lebar, sulit direposisi dengan penekanan jari tangan. Jarang bahkan
hampir tidak pernah terjadi inkarserata dan strangulata (hanya 0.3% mengalami
komplikasi). Lebih sering pada pria usia tua.

Hernia direk tidak dikontrol oleh tekanan pada annulus internus, secara khas
mengakibatkan benjolan kedepan, tidak turun ke skrotum.
Gambar 5. Trigonum
J.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Untuk mendukung ke arah adanya strangulasi, sebagai berikut:
- Leukocytosis dengan shift to the left yang menandakan strangulasi.
- Elektrolit, BUN, kadar kreatinine yang tinggi akibat muntah-muntah dan
menjadi dehidrasi.
- Tes Urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus
genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat paha.

2. Pemeriksaan Radiologis
Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada lipat paha atau
dinding abdomen dan juga membedakan penyebab pembengkakan testis.
Pada pemeriksaan radiologis kadang terdapat suatu yang tidak biasa terjadi, yaitu adanya
suatu gambaran massa. Gambaran ini dikenal dengan Spontaneous Reduction of Hernia En
Masse.Adalah suatu keadaan dimana berpindahnya secara spontan kantong hernia beserta
isinya ke rongga extraperitoneal. Ada 4 tipe pembagian reduction of hernia en masse :
1.Retropubic
2.Intra abdominal
3.Pre peritoneal
4.Pre peritoneal locule

K. PENATALAKSANAAN HERNIA
Penanganan DI IGD
-
Mengurangi hernia.
-
Memberikan sedasi yang adekuat dan analgetik untuk mencegah nyeri.
Pasien harus istirahat agar tekanan intraabdominal tidak meningkat.
-
Menurunkan tegangan otot abdomen.
-
Posisikan pasien berbaring terlentang dengan bantal di bawah lutut.
-
Pasien pada posisi Trendelenburg dengan sudut sekitar 15-20 terhadap
hernia inguinalis.
-
Kompres dengan kantung dingin untuk mengurangi pembengkakan dan
menimbulkan proses analgesia.
-
Posisikan kaki ipsi lateral dengan rotasi eksterna dan posisi flexi unilateral
(seperti kaki kodok)
-
Posisikan dua jari di ujung cincin hernia untuk mencegah penonjolan yang
berlanjut selama proses reduksi penonjolan
-
Usahakan penekanan yang tetap pada sisi hernia yang bertujuan untu
mengembalikan hernia ke atas. Jika dilakukan penekanan ke arah apeks
akan menyebabkan hernia keluar dari pintu hernia.
-
Konsul ke ahli bedah jika usaha reduksi tidak berhasil dalam 2 kali
percobaan
-
Teknik reduksi spontan memerlukan sedasi dan analgetik yang adekuat
dan posisikan Trendelenburg, dan kompres dingin selama 20-30 menit. 7

Konsul bedah jika :


- Reduksi hernia yang tidak berhasil
-Adanya tanda strangulasi dan keadaan umum pasien yang memburuk

Hernia ingunalis harus dioperasi meskipun ada beberapa kontraindikasi . Penanganan


ini untuk semua pasien tanpa memandang umur inkarserasi dan strangulasi hal yang
ditakutkan dibandingkan dengan resiko operasinya.
Pada pasien geriatri sebaiknya dilakukan operasi elektif agar kondisi kesehatan saat
dilakukan operasi dalam keadaan optimal dan anestesi dapat dilakukan. Operasi yang cito
mempunyai resiko yang besar pada pasien geriatri.
Jika pasien menderita hyperplasia prostate akan lebih baik apabila dilakukan
penanganan terlebih dahulu terhadap hiperplasianya. Mengingat tingginya resiko infeksi
traktus urinarius dan retensi urin pada saat operasi hernia.
Karena kemungkinan terjadinya inkarserasi, strangulasi, dan nyeri pada hernia maka
operasi yang cito harus di lakukan. Pelaksanaan non operasi untuk mengurangi hernia
inkerserasi dapat dicoba. Pasien di posisikan dengan panggul dielevasikan dan di beri
analgetik dan obat sedasi untuk relaksasikan otot-otot.
Operasi hernia dapat ditunda jika massa hernia dapat dimanipulasi dan tidak ada
gejala strangulasi.
Pada saat operasi harus dilakukan eksplorasi abdomen untuk memastikan usus masih
hidup, ada tanda-tanda leukositosis.
Gejala klinik peritonitis, kantung hernia berisi cairan darah yang berwarna gelap.7

Indikasi operasi :
- Hernia inguinalis lateralis pada anak-anak harus dilakukan secara operatif tanpa penundaan,
karena adanya risiko komplikasi yang besar terutama inkarserata, strangulasi, yang termasuk
gangren alat-alat pencernaan (usus), testis, dan adanya peningkatan risiko infeksi dan
rekurensi yang mengikuti tindakan operatif.
- pada pria dewasa, dilakukan operasi elektif atau cito terutama pada keadaan inkarserata dan
strangulasi. Pada pria tua, ada beberapa pendapat (Robaeck-Madsen, Gavrilenko) bahwa
lebih baik melakukan operasi elektif karena angka mortalitas, dan morbiditas lebih rendah
jika dilakukan operasi cito.

1. Konservatif :
- Reposisi bimanual : tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan
kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan lambat dan menetap sampai
terjadi reposisi
- Reposisi spontan pada anak : menidurkan anak dengan posisi Trendelenburg, pemberian
sedatif parenteral, kompres es di atas hernia, kemudian bila berhasil, anak boleh menjalani
operasi pada hari berikutnya.
- Bantal penyangga, bertujuan untuk menahan hernia yang telah direposisi dan harus dipakai
seumur hidup. Namun cara ini sudah tidak dianjurkan karena merusak kulit dan otot abdomen
yang tertekan, sedangkan strangulasi masih mengancam
2. Operatif
-Anak-anak Herniotomy :
Karena masalahnya pada kantong hernia,maka dilakukan pembebasan kantong hernia sampai
dengan lehernya, dibuka dan dibebaskan isi hernia, jika ada perlekatan lakukan reposisi,
kemudian kantong hernia dijahit setinggi-tinggi mungkin lalu dipotong.
Karena herniotomi pada anak-anak sangat cepat dan mudah, maka kedua sisi dapat direparasi
sekaligus jika hernia terjadi bilateral
-Dewasa Herniorrhaphy :
Perawatan kantung hernia dan isi hernia
Penguatan dinding belakang (secara Bassini, Marcy Ferguson,
Halsted / Kirchner, Lotheissen-Mc Vay (Coopers ligament repair),
Shouldice, Tension free herniorrhaphy)
Berliner repair
The Lichtenstein repair
The Wilkinson Technique
Abrahamson Nylon Darn Repair
Lichtenstein Plastic Screen Reinforcement
Klasifikasi dan terapi menurut Gilbert tipe I-IV
Rutkow Mesh-plug hernioplasty
Rives Prosthetic Mesh Repair
Stoppa Gerat Prosthetic for Reinforcement of the Visceral Sac
L. KOMPLIKASI
Komplilkasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi
hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada kasus
ireponibel; ini dapat terjadi kalau isi terlalu besar, atau terjadi perlekatan.
Dalam kasus ini tidak ada gejala klinis.
Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga
terjadi strangulasi yang menimbulkan gejala obstruksi sederhana.
Sumbatan dapat terjadi parsial atau total seperti pada hernia richter. Bila
cincin hernia sempit, kurang elastis atau kaku, sering terjadi jepitan parsial
Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi ke jaringan
isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem
organ atau struktur di dalam hernia. Timbulnya udem mengakibatkan
jepitan semakin bertmbah sehingga suplai darah terhambat. Akibatnya
jaringan isi akan nekrosis dan hernia akan berisi cairan transudat
serosanguinis. Bila isi jaringan adalah usus, bisa terjadi perforasi yang
menimbulkan abses lokal, fistel, hingga peritonitis.
Gambaran klinis hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai
dengan gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit dan asam basa. Bila telah strangulasi, bisa terjadi toksik akibat
gangrene dan gambaran menjadi sangat serius. Penderita akan mengeluh
nyeri hebat di tempat hernia dan akan menetap karena rangsang
peroitoneal.
Pada pemeriksaan local ditemukan benjolan yang tidak dapat
dimasukkan kembali disertai nyeri tekan dan dapat ditemukan tanda
peritonitis atau abses local. Dalam hal ini hernia strangulate merupakan
kegawatdaruratan dan butuh penanganan segera.

DAFTAR PUSTAKA

1. Henry MM, Thompson JN . 2005, Principles of Surgery, 2nd edition. Elsevier


Saunders
2. Schwartz, Shires, Spencer, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6.
Jakarta : EGC
3. Widjaja.H. Anatomi abdomen. 2007.Jakarta: EGC
4. Sabiston. Buku Ajar Ilmu Bedah, bagian I, cetakan ke-dua. 2002. Jakarta
:EGC

HAEMORRHOID

KONSEP DASAR
HAEMORRHOID

A. Pengertian
HAEMORRHOID adalah dilatasi vena pleksus haemorroidalis (Underwood, 1999).
Haemorrhoid adalah masa faskuler yang menonjol kedalam lumen rectum bagian bawah atau
area perianal

B. Etiologi HAEMORRHOID
Faktor penyebab Haemorrhoid menurut Sandara M. Nettina (2002) adalah:
1. Peningkatan tekanan intra abdomen misal: kegemukan, kehamilan, konstipasi.
2. Komplikasi di penyakit sirosis hepatis.
3. Terlalu banyak duduk
4. Tumor abdomen atau pelvic
5. Mengejan saat BAB
6. Hipertensi Porta
7. Kehilangan tonus otot karena usia tua.

C. Klasifikasi HAEMORRHOID
Haemorrhoid dibagi menjadi:
1. Haemorrhoid Interna
Menurut Sandra M. Nettina, (2002) Pembesaran vena yang berdilatasi pada pleksus rektalis
superior dan media yang timbul diatas linea dentata dan lapisan mukosa.
Haemorrhoid interna dibagi lagi menjadi 4 derajat, yaitu:
a. Derajad I
Haemorrhoid menyebabkan adanya darah merah segar tanpa nyeri waktu defekasi. Pada
stadium awal tidak terjadi prolaps dan pada pemeriksaan anuskopi terlihat haemorrhoid yang
membesar menonjol kedalam lumen.
b. Derajad II
Haemorrhoid ini melalui analis kanalis pada saat mengejan ringan tapi dapat masuk kembali
secara spontan.
c. Derajad III
Haemorrhoid ini menonjol saat mengejan dan harus didorong kembali setelah defekasi.
d. Derajad IV
Hemorrhoid menonjol keluar dari tidak dapat didorong masuk.
2. Haemorrhoid Eksterna
Pembesaran vena rektalis inferior yang terletak dibawah linea dentata dan ditutupi epitel
gepeng anoderm serta kulit perianal, ciri-ciri:
a. Nyeri sekali akibat perdarahan
b. Edema akibat trombosis
c. Nyeri yang semakin bertambah

D. Tanda dan Gejala HAEMORRHOID


1. Pada hemorrhoid interna
a. Perdarahan
b. Rasa penuh
c. Adanya secret
d. Gatal
e. Tidak menyebabkan nyeri (kecuali terjadi prolaps)
2. Pada hemorrhoid eksterna
a. Dapat memperlihatkan tonjolan kulit
b. Terjadi trombosis dengan nyeri hebat

E. Patofisiologi HAEMORRHOID
Nutrisi rendah serat konstipasi, pregnansi dapat meningkatkan tekanan intra abdomen dan
tekanan haemorrhoidial, mengakibatkan distensi vena haemporrhoidal. Ketika rectal ampulla
membentuk tonjolan, abstruksi vena terjadi. Sebagai akibat dari terulangnya dan terjadi
dalam waktu lama peningkatan tekanan dan obtruksi, dilatasi permanen vena haemorrhoidal
terjadi. Akibat dari distensi itu, trombosis dan perdarahan terjadi. (Black & Jacobs, 1993).
Komplikasi utama adalah perdarahan trombosis dan stragulasi haemorrhoid. Perdarahan
hebat dari trauma pada vena selama defekasi dapat menyebabkan volume darah menurun dan
dapat menimbulkan resiko kekurangan cairan dan dari perdarahan terjadi resiko injuri yang
mengakibatkan resiko infeksi. Trombosis dapat terjadi sewaktu-waktu dimanifestasikan oleh
intensitas nyeri, dapat menimbulkan takut untuk BAB yang menyebabkan feses mengeras dan
terjadi resiko konstipasi. Strangulasi haemorrhoid, prolap haemorrhoid dalam penyedian
darah merupakan bagian dari spingter anal yang dapat menjadi trombosis ketika darah dalam
haemorrhoid membeku (Black & Jacobs, 1993).

F. Pathway
HAEMORRHOID

G. Pemeriksaan Penunjang HAEMORRHOID


Pada penderita haemorrhoid, sebelum dilakukan pengobatan dilakukan pemeriksaan
penunjang (John Pieter, Cit. Syamsuhidayat and De Jong, 1997) antara lain:
1. Pemeriksaan Colok Dubur
Pada pemeriksaan ini, haemorrhoid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena didalamnya
tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rectum.
2. Pemeriksaan anuskopi
Pemeriksaan ini diperlukan untuk melihat haemorrhoid interna yang tidak menonjol.
3. Progtosigmoidoskopi
Untuk memeriksakan bahwa belum bukan disebabkan oleh proses radang atau keganasan
ditingkat yang lebih tinggi karena haemorrhoid merupakan keadaan yang fisiologis saja atau
tanda yang menyertainya.

H. Penatalaksanaan HAEMORRHOID
Jenis tindakan yang dilakukan untuk menangani haemorrhoid tergantung dari derajat prolaps,
apakah ada trombosis dan kondisi penderita.
1. Penatalaksanaan Dietary
Kebanyakan pasien haemorrhoid (derajad I dan II) dapat diobati dengan tindakan lokal dan
anjuran diit. Hilangkan faktor penyebab, misal obstipasi dengan diit rendah sisa, makan
makanan tinggi serat yang membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak sehingga
memudahkan defekasi dan mengurangi keharusan mengejan yang berlebihan (John Pieter,
Cit. Syamsuhidayat and De Jong, 1997).
Sedangkan menurut Black and Jacobs, 1993, diit dilakukan untuk mengobati konstipasi
termasuk meningkatkan cairan dan diit serat.
2. Pharmacholigic
Terapi medis yang digunakan untuk haemorrhoid yang kecil dengan gejala yang ringan,
pengobatan meliputi:
a. Coloce atau hydrophilic psylium untuk menghilangkan konstipasi.
b. Topical anestesi/preparat steroid (lidocain)/steroid cream untuk menguranginyeri

3. Pembedahan
a. Sclerohterapy
Teknik ini dilakukan dengan menyuntikkan agen sclerosing ke dalam jaringan disekitar
haemorrhoid yang menyebabkan pengecilan pembuluh vena, namun tindakan ini hanya
dilakukan pada haemorrhoid grade yang kecil (Knauer and Silverman, Cit. Ignativicius and
Bayne, 1991). Menurut Hendersen (1992) Larutan yang digunakan untuk teknik ini adalah
larutan kimia merang yaitu larutan venol 5% dalam minyak nabati. Tujuan tindakan ini untuk
menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut.
(John Pieter, Cit. Syamsuhidayat dan De Jong, 1997).
b. Ligasi dengan gelang karet
Dengan bantuan anuskopi, mukosa di atas Haemorrhoid yang menonjol dijepit dan ditarik
atau dihisap ke dalam tabung ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator dan
ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa pleksus Haemorrhoid. Nekrosis karena
iskemia terjadi dalam beberapa hari, mukosa bersama karet akan lepas sendiri. Pada satu kali
terapi hanya diikat oleh satu kompleks haemorrhoid, ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak
2 sampai 4 minggu. (John Pieter, cit. Syamsuhidayat dan De Jong, 1997)
c. Bedah Beku
Haemorrhoid dapat pula dibekukan dengan pendinginan pada suhu yang rendah sekali. Bedah
baku ini tidak dipakai secara luas oleh mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya (John
Pieter, cit. Symasuhidayat & De Jong, 1997).
d. Hemoroidektomi
Terapi bedah ini dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahan dan pada
penderita haemorrhoid derajad III & IV. Juga dapat dilakukan pada penderita dengan
perdarahan yang berulang & anemia yang tidak sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih
sederhana. Penderita haemorrhoid derajat IV yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat
dapat ditolong segera dengan hemorrhoidektomi. Prinsip yang harus diperhatikan adalah
eksisi yang dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan (John Pieter, Cit
Syamsuhidayat & De Jong, 1997).
e. Pemotongan Dengan Laser
Tehnik ini merupakan cara baru. Haemorrhoid dibakar dengan laser, hal ini meminimalkan
perdarahan meskipun menyebabkan nyeri.

TINJAUAN PUSTAKA

STRUMA NON TOKSIK

Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak
berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular.

Hampir semua struma diduga sebagai hasil dari stimulasi TSH sekunder yang
menyebabkan kurangnya sintesis hormon tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid tersebut berguna
untuk mempertahankan pasien dalam keadaan eutiroid. Struma dapat berbentuk difus,
uninodular, atau multinodular. Struma familial diakibat oleh kurangnya enzim yang
diperlukan untuk sintesis hormon tiroid secara keseluruhan atau parsial dan bersifat genetik.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini
disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut
struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah
pegunungan karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda
dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada
wanita usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai
bentuk involusi.

Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang
menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau
adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar
tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu
pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea
jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan foto
Roentgen polos (trakea pedang). Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan
pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspirator.

Anatomi thyroid

Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua
bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk lonjong berukuran
panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid
sangat penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya kerja
setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan
menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap
molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh
kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh
lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4
yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung yodium.

Fisiologi thyroid

Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan metabolisme
energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan pematangan jaringan tubuh dan
energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan reaksi metabolik, menambah sintesis
asam ribonukleat (RNA), menambah produksi panas, absorpsi intestinal terhadap
glukosa,merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem
saraf pusat. Tidak adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan kematangan
neurologik timbul pada saat lahir dan bayi.

Patogenesis Struma

Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan


hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan
TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam
jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan
tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin
lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat
bertambah berat sekitar 300-500 gram.

Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat
sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent),
proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang
didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-
obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya
struma kolid dan struma non toksik (struma endemik).

Klasifikasi Struma

Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan
stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis
menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini
biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi
secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.
Hipothyroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga
sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk
mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien
hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai
kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh
antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.25,26 Gejala hipotiroidisme adalah
penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit
berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi
berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.

Hyperthyroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai
respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang
berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam
darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang
berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa
berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh
suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar,
tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak
teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.

Manifestasi klinis

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal (Mansjoer, 2001):

1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa
soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat,
dan nodul panas.

3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.

Hampir semua pasien struma nodusa non toksis tidak memiliki keluhan. Pada umumnya
pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan
keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh
adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas).
Jika ada pasien yang datang dengan keluhan kelumpuhan nervus rekuren laringeal seperti
suara parau sebaiknya dicurigai kearah keganasan.

Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah
lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening,
sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena
benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium.

Diagnosis

Anamnesa sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan dari
struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah endemis
dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah sebelumnya
penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh
(tiroiditis kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita
(karsinoma tiroid tipe meduler).

Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai :

1. jumlah nodul
2. konsistensi

3. nyeri pada penekanan : ada atau tidak

4. pembesaran gelenjar getah bening


Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah
yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya
apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.

Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita
dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.

Pada palpasi harus diperhatikan :

o lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya)
o ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)

o konsistensi

o mobilitas

o infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar

o apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian
yang masuk ke retrosternal)

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada
umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat
keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih
menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya.

Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya
metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler.

Pemeriksaan penunjang meliputi :

1. Pemeriksaan sidik tiroid.

Pemeriksaan tiroid dilaksanakan dengan menggunakan radiofarmaka Tc99m per


technetate untuk angka penangkapan tiroid (uptake) dan sidik tiroid, serta
pemeriksaan in vitro menggunakan I125 untuk T3, T4, dan TSH (RIA).
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop yang utama ialah mengetahui fungsi
bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24
jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh
tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :

o Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan


sekitarnya. Hal ini menunjukkan keadaan sekitarnya.
o Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

o Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti
fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk
kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-
kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :

o kista
o adenoma

o kemungkinan karsinoma

o tiroiditis

3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)

Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan
secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul.

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi


aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-
sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil negatif palsu karena
lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang
kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.

4. Petanda Tumor.
5. Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar
Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan
pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.

Penatalaksanaan

Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah:

1. keganasan
2. penekanan

3. kosmetik

Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila
hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan
subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan
juga deseksi kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung
ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.

Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :

1. inoperabel
2. kontraindikasi operasi

3. ada residu tumor setelah operasi

4. metastase yang non resektabel

Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai
supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid
diferensiasi baik (TSH dependence). Terapi supresif ini juga ditujukan terhadap metastase
jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang
inoperabel.

Preparat : Thyrax tablet dengan dosis : 3x75 Ug/hari p.o

STRUMA TOKSIK5
Struma difus toksik (Graves Disease)

Graves disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Graves terjadi
akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas
tiroid itu sendiri.

Manifestasi klinis

Pada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal.
Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar
tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan.

Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas


simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat
semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu
makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi
ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai
bawah. Oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan
berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan
kegagalan konvergensi. Jaringan orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel
mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoltalmoa (proptosis bola mata), okulopati
kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler.

Diagnosis

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan
laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien
usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan
diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan
fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti
tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid
Stimulating Hormone sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4)
meningkat

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid
(yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

1. Obat antitiroid

Indikasi :

1. terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap,


pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau
sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.

3. Persiapan tiroidektomi

4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

5. Pasien dengan krisis tiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan :

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol 30-60 5-20

Metimazol 30-60 5-20

Propiltourasil 300-600 5-200

2. Pengobatan dengan yodium radioaktif

Indikasi :

1. pasien umur 35 tahun atau lebih.


2. hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi.

3. gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.

4. adenoma toksik, goiter multinodular toksik.

3. Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi :

1. pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat
antitiroid.
2. pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis
besar.

3. alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif.

4. adenoma toksik atau struma multinodular toksik.

5. pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.

Struma nodular toksik

Struma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummers disease (Sadler et al, 1999).
Paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik.

Manifestasi klinis

Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi
digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan
pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang
berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. Penderita goiter
nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura
palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun
demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada
penyakit Graves. Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter
terletak di retrosternal.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung oleh


tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid
biasanya tidak ditemukan.

Penatalaksanaan
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapat mengurangi gejala tetapi
biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti
penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan
dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah
terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada
satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan.

PENYAKIT TIROID YANG LAIN5

Tiroiditis

Ditandai dengan pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar tiroid.

1. Akut (supuratif)

Penyakit ini jarang terjadi dan biasanya berhubungan dengan infeksi saluran
perafasan atas. Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur.
Bentuk khas infeksi bakterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab antara
lain Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolyticus, dan Pneumococcus. Infeksi
terjadi melalui aliran darah, penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran
getah bening, trauma langsung dan duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang
tejadi dapat disertai abses atau tanpa abses. Gejala klinis berupa nyeri di leher
mendadak, nyeri menelan, malaise, demam, menggigil, dan takikardi. Nyeri
bertambah pada pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak
dengan tanda-tanda radang lain dan sangat nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan leukositosis, LED meninggi, sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin.
Pengobatan utama adalah antibiotik. Kokus gram positif biasanya diatasi dengan
penisilin atau derivatnya, tetrasiklin atan kloramfenikol. Apabila terjadi abses
melibatkan satu lobus diperlukan lobektomi (dengan lindungan antibiotik). Jika
infeksi sudah menyebar melalui kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya, diperlukan
insisi dan drainage.
2. Subakut

Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibodi
autoimun. Pasien mengeluh di leher bagian depan menjalar ke telinga, demam,
malaise, disertai hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada pameriksaan fisik
ditemukan tiroid membesar, nyeri tekan, biasanya disertai takikardi berkeringat,
demam, tremor dan tanda-tanda lain hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium sering
di jumpai leukositosis, laju endap darah meningkat. Pada 2/3 kasus kadar hormon
tiroid meninggi karena penglepasan yang berlebihan akibat destruksi kelenjar tiroid
oleh proses inflamasi. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri sehingga pengobatan
yang diberikan bersifat simtomatis. Dapat diberikan asetosal untuk mengurangi nyeri.
Pada keadaan berat dapat diberikan glukokortokoid misalnya prednison dengan dosis
awal 50 mg/hari.

3. Menahun

Limfositik (Hashimoto)

Merupakan suatu tiroiditis autoimun dengan nama lain yaitu struma


limfomatosa, tiroiditis autoimun. Umumnya menyerang wanita berumur 30-50 tahun.
Kelenjar tiroid biasanya membesar lambat, tidak terlalu besar, simetris, regular dan
padat. Kadang-kadang ada nyeri spontan dan nyeri tekan. Bisa eutiroid atau hipotiroid
dan jarang hipertiroid. Kelainan histopatologisnya antara lain infiltrasi limfosit yang
difus, obliterasi folikel tiroid dan fibrosis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan
pasti secara histologis melalui biopsi. Bila kelenjar tiroid sangat besar mungkin
diperlukan pengangkatan, tetapi operasi ini sebaiknya ditunda karena kelenjar tiroid
dapat mengecil sejalan denagn waktu. Pemberian tiroksin dapat mempercepat hal
tersebut

DAFTAR PUSTAKA

1. Moore, KL & Agur, AMR. Essential Clinical Anatomy, Wiliams and Wilkins, 1996.
pp. 156-161
2. Guyton, A.C Hall, J.E, Textbook of medical physiology. W.B Saunders Company,
Philadelpia, Pennsylvania. (1996) ed. 9, pp. 1311-1312.
3. Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam :
Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta.

4. Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,


http://www.emedicine.com/med/topic919.htm

5. Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,


http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm

6. Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and Parathyroid.,
In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed., McGraw-Hill.,
Newyork.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Fibroadenoma adalah tumor jinak padat terdiri dari stroma dan elemen epitel.

B. Epidemiologi

Fibroadenoma adalah paling sering terjadi pada wanita yang lebih muda dari

30 tahun. Fibroadenoma dapat terjadi pada wanita segala usia, selama masa

reproduksi aktif dan mengecil setelah menopause. Berbeda dengan kista ,

fibroadenoma muncul pada remaja dan perempuan selama masa reproduksi awal

mereka , dan jarang terlihat pada wanita setelah usia 40 atau 45 tahun .

C. Anatomi dan histology Payudara


Umumya wanita dan Pria memiliki payudara, tetapi kelenjar payudara pada

wanita lebih berfungsi dibandingkan pada pria. Struktur pada payudara yaitu puting

yang berada di tengah dan di kelilingi daerah berpigmen yang disebut dengan areola.

Kelenjar payudara terdiri atas 15-25 lobus, yang berfungsi menyekresikan air susu

bagi neonatus.

Pada gadis selama pubertas, payudara membesar dan membentuk puting susu

yang mencolok. Pada aank laki-laki kelenjar mammae tetap mendatar. Pembesaran

payudara selama pubertas terjadi akibat penimbunan jaringan lemak dan jaringan ikat,

dengan meningkatnya pertumbuhan dan percabangan duktus laktiferus akibat

bertambahnya hormon estrogen.

Payudara selama kehamilan sebagai akibat dri kerajasama sinergis antara

beberapa hormone, terutama estrogen, progesterone, prolaktin, dan laktogen. Salah

satu fungsi hormon ini adalah proliferasi alveoli di ujung duktus terminalis. Alveoli
adalah struktur bulat yang terdiri atas kumpulan sel epitel yang menjadi struktur

pensekresi susu yang aktif selama masa laktasi.

Mammae dextra dan sinistra berisi glandula mammaria, dan terdapat dalam

fascia superficialis dinding thorax ventral.Ala mamma wanita berbentuk seperti

lingkaran yang terbentak antara costa II sampai costa IV, dan dalam arah melintang

dari tepi lateral sternum sampai linea medioclavicula. Glandula mammaria

ditambahkan dengan kokoh kepada dermis kulit diatasnya melalui septa fibrosa yang

disebut ligamentum suspensorium cooper.

Vaskularisasi dari kelenjar mamma berasal dari arteri thoracica lateralis dan

thoracoaeromialis yaitu cabang dari arteri axilaris. Penyaluran limfe dari mamma

sangat penting karena perannay terhadap metastase CA mamma. Bagian terbesar

disalurkan ke nodi lympoidei axilares terutam kelompok pectoral, infraclavicular,

supraclaviculare, dan sedikit limfe disalurkan melalui pembuluh limfe yang

menampung limfe dari mamma sebelahnya.


Untuk memudahkan dokter untuk memperkirakan letak masa dengan arah

jarum jam dan memudakan dokter bedah untuk menginsisi daerah yang terdapat masa.

D. Etiologi

Penyebab pasti fibroadenoma belum diketahui secara pasti, tetapi ada kemungkinan

disebabkan oleh sensitivitas yang berlebihan terhadap estrogen.

E. Klasifikasi

Dua subtipe fibroadenoma, yaitu Giant Fibroadenoma adalah istilah deskriptif

diterapkan pada fibroadenoma yang mencapai ukuran besar , biasanya lebih besar dari 5

cm . Fibroadenoma Juvenile mengacu pada fibroadenoma besar yang terjadi pada

remaja dan orang dewasa muda dan histologis lebih seluler dari fibroadenoma biasa .`

a) Menurut gambaran histologisnya

a. Fibroadenoma pericanaliculare

Kelenjar berbentuk bulat atau lonjong dilapisi epitel selapis atau

beberapa lapis.

b. Fibroadenoma Intracanaliculare
Jaringan ikat mengalami proliferasi lebih banyak, sehingga kelenjar

berbentuk panjang-panjang atau tidak teratur dengan lumen yang sempit

atau menghilang.

F. Patofisiologi

Fibroadenoma adalah tumor jinak yang menggambarkan suatu proses hiperplasia

dan proliferasi pada satu duktus terminal, perkembangannya dihubungkan dengan suatu proses

aberasi perkembangan normal. Penyebab proliferasi duktus tidak diketahui,di perkirakan

sel stroma neoplastik mengeluarkan faktor pertumbuhan yang mempengaruhi sel epitel.

Peningkatan mutlak aktivitas estrogen, diperkirakan berperan dalam pembentukannya.

Kira kira 10% fibroadenoma akan menghilang secara spontan tiap tahunnya dan

kebanyakan perkembangan fibroadenoma berhenti setelah mencapai diameter 2-3 cm.

Fibroadenoma hampir tidak pernah menjadi ganas. Fibroadenoma jarang ditemukan

pada wanita yang telah mengalami post menopause dan dapat terbentuk gambaran

kalsifikasi kasar. Sebaliknya, fibroadenoma dapat berkembang dengan cepat selama

proses kehamilan, pada terapi pergantian hormone.

G. Gejala klinis
Fibroadenoma pada sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala signifikan.

Benjolan dirasakan kenyal, bisa digerakan, dan berbatas tegas. Kadang benjolan terasa

nyeri terutama pada saat haid, benjolan tersa lebih nyeri.

H. Pemeriksaan penunjang

Radiologi :

USG

Dalam pemeriksaan USG, fibroadenoma terlihat rata, berbatas tegas,

berbentuk bulat, oval atau berupa nodul dan lebarnya lebih besar

dibandingkan dengan diameter antero posteriornya. Internal echogenicnya

homogen dan ditemukan gambaran dari isoechoic sampai hypoechoic.

Gambaran echogenic kapsul yang tipis, merupakan gambaran khas dari

fibroadenoma dan mengindikasikan lesi tersebut jinak. Fibroadenoma

tidak memiliki kapsul, gambaran kapsul yang terlihat pada pemeriksaan

USG merupakan pseudocapsule yang disebabkan oleh penekanan dari jaringan

di sekitarnya.

Mamografi
Pada pemeriksaan mamografi, fibroadenoma digambarkan sebagai massa

berbentuk bulat atau oval dengan batas yang halus dan berukuran sekitas

4 100 mm. Fibrodenoma biasanya memiliki densitas yang sama dengan

jaringan kelenjar sekitarnya, tetapi, pada fibroadenoma yang besar, dapat

menunjukkan densitas yang lebih tinggi. Kadang - kadang, tumor terdiri

atas gambaran kalisifikasi yang kasar, yang diduga sebagai infraksi atau

involusi. Gambaran kalsifikasi pada fibroadenoma biasanya di tepi atau di

tengah berbentuk bulat, oval atau berlobus lobus. Pada wanita

postmenopause, komponen fibroglandular dari fibroadenoma akan

berkurang dan hanya meninggalkangambaran kalsifikasi dengan sedikit

atau tanpa komponen jaringan ikat

FNAB

FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsi) Suatu pemeriksaan sitopatologi. cara ini

memerlukan keahlian khusus dalam pembacaan dan ketepatan didalam

mengambil aspiratnya. Ketepatan hasil FNAB cukup tinggi di tangan yang ahli

(ahli sitopatologi) dan tepat cara pengambilannya.


I. Terapi

Tergantung dari hasil diagnosis dari FNA dan umur pasien jika ukuran <3

cm dapat dilakukan observasi lebih lanjut dan hanya mengurangi symptom

saja.

Jika hasil pemeriksaan FNA belum terdiagnosa, umur pasien > 30 tahun

dan gejala sudah menunjukan adanya masa maka harus segera di lakukan

pengambilan masa.

J. Pencegahan

Setiap epidemiolog sepakat bahwa pencegahan yang paling efektif bagi

kejadian penyakit tidak menular adalah promosi kesehatan dan deteksi dini. Dengan

mengetahui adanya faktor resiko pada seseorang diharapkan agar ia lebih dewasa

terhadap kelainan-kelainan yang ada pada payudara, baik dengan rutin melakukan

SADARI maupun secara periodik memeriksakan kelainan payudara atau tanpa

kelainan kepada dokternya. Dan bagi dokter perlu melakukan pemeriksaan fisik yang

baik dan legeartis dan melakukan mammografi pada penderita dengan faktor high-risk

tersebut.

Sebaiknya pemeriksaan SADARI dilakukan sehabis mandi selesai masa

menstruasi. Sebelum menstruasi payudara agak membengkak sehingga menyulitkan

pemeriksaan.

Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)

Tujuan dari pemeriksaan payudara sendiri adalah mendeteksi dini apabila

terdapat benjolan pada payudara, terutama yang dicurigai ganas, sehingga dapat
menurunkan angka kematian. Meskipun angka kejadian kanker payudara rendah pada

wanita muda, namun sangat penting untuk diajarkan SADARI semasa muda agar

terbiasa melakukannya di kala tua. Wanita premenopause (belum memasuki masa

menopause) sebaiknya melakukan SADARI setiap bulan, 1 minggu setelah siklus

menstruasinya selesai.

Cara melakukan SADARI adalah :

1. Wanita sebaiknya melakukan SADARI pada posisi duduk atau berdiri

menghadap cermin

2. Pertama kali dicari asimetris dari kedua payudara, kerutan pada kulit payudara,

dan puting yang masuk

3. Angkat lengannya lurus melewati kepala atau lakukan gerakan bertolak

pinggang untuk mengkontraksikan otot pektoralis (otot dada) untuk

memperjelas kerutan pada kulit payudara

4. Sembari duduk / berdiri, rabalah payudara dengan tangan sebelahnya

5. Selanjutnya sembari tidur, dan kembali meraba payudara dan ketiak

6. Terakhir tekan puting untuk melihat apakah ada cairan.


Gambar 4. Pemeriksaan sadari.

DAFTAR PUSTAKA

1. E-book. Brunicardi, F. Charles. Schwartzs Principles of Surgery, ninth edition. The

McGraw-Hill Companies, Inc. United States of America. 2010.

2. E-book. Basil A. Pruitt Jr., MD. Sabiston Textbook of Surgery, 18th ed.

3. E-book. More. Clinically Oriented Anatomy, 5th .

Anda mungkin juga menyukai