REMAJA
Wayang? Ogah, mending nonton konser band ibukota Salah satu status di jejaring
sosial Facebook saat ia membaca sebuah posting berisi Pertunjukan Wayang Kulit
terpampang di beranda Facebook. Ironis memang. Disaat kebanyakan negara mulai
berlomba-lomba untuk mengenalkan budaya mereka di dunia luar, contohnya Jepang,
menurut sebuah website, Jepang sangat melestarikan kebudayaan kebudayaannya yang
dilakukan oleh pemerintah dan masyarakatnya terutama remaja. Kita tahu bahkan mengenal
salah satu kebudayaan Jepang yang saat ini sangat dikenal oleh masyarakat secara global
ialah Cherry Blossom (Bunga Sakura). Bunga ini dikenal hingga ke luar negeri Jepang dan
sudah sangat identik ketika kita menyebut negara tersebut. Sakura memang sangat
dilestarikan dan dibanggakan masyarakat Jepang. Sakura bahkan sudah menjadi simbol di
negara Jepang. Misalnya para pejabat di Jepang, mereka menggunakan lambang Sakura ini
sebagai label pin pada jas mereka. Dan yang secara nyata tampak pada desain kimono yang
juga melibatkan bunga sakura ini.
Saatnya kita menengok keluar, bagaimana banyak negara yang merasa kagum dengan
kebudayaan tanah air kita ini. Dimana negara negara diluar sana mulai menggemari budaya
Indonesia yang sangat kaya akan nilai artistik dan juga nilai filosofis, terutama kebudayaan
wayang yang sudah diakui UNESCO ini. Salah satunya yaitu negara Belanda. Masyarakat
disana memiliki minat yang luar biasa terhadap kebudayaan satu ini.Bahkan, wayang menjadi
salah satu metode pembelajaran yang mulai diajarkan di sekolah sekolah menengah melalui
animasi. Mereka pandai mengemas wayang menjadi suatu wadah apresiasi terhadap siswa
siswinya. Dengan bahasanya yang sopan dan alur ceritanya yang menarik membuat wayang
semakin tertata. Luar biasa. Satu kesan yang tersirat dalam benak kita ketika mendengar
hal ini.
Namun kita lihat, tak banyak remaja yang dengan bangga menggandrungi budaya
lokal seperti wayang. Dan ironisnya remaja seperti kita-lah yang beranggapan seperti itu.
Banyak diantara para remaja yang secara perspektif menolak adanya perkembangan budaya
lokal yang sekarang mulai luntur dimakan teknologi. Dengan alasan mereka lebih
menggandrungi musik band yang notabene lebih condong ke budaya barat. Kita tahu bahwa
sebuah kebudayaan wayang selama ini hanya mendapat tempat dihati para masyarakat yang
sudah lanjut usia saja bukan para remaja, itupun mereka juga disaat tidak ada rutinitas kerja
yang padat.
Akankah bisa antusiasme remaja saat ini untuk menggemari wayang semakin tinggi?
Sayangnya, sampai saat ini, saya rasa tidak. Mereka hanya bisa merasa kagum dan seolah
olah bangga terhadap budaya wayang ini. Dan tak sedikit juga remaja yang merasa prihatin
terhadap perkembangan wayang yang tak kunjung dilirik oleh kaum mereka. Itu hanya
pandangan semata, melihat tak banyak remaja yang setelah itu ia menggandrungi wayang.
Andai saja setiap remaja bertindak untuk menghidupkan lagi wayang, atau paling tidak
mereka memiliki antusiasme untuk menikmati pertunjukan wayang juga dengan
menumbuhkan rasa ingin tahu yang selalu melekat dalam diri seorang remaja. Ya, rasa ingin
tahu terhadap budaya wayang ini. Dan tak hanya prihatin dan bangga belaka, kita akan
melihat kebudayaan wayang yang turun menurun dari leluhur kita ini berkembang dan akan
menjadi sebuah ajang penyaluran bakat yang baik. Dan tentunya dunia luar juga akan
memandang hebat pemuda pemuda Indonesia karena visinya yang luar biasa untuk
melestarikan ini. Seperti yang dilansir dalam www.kabarindonesia.com Budaya itu bersifat
fleksibel, bukan hanya sekedar warisan tradisional yang harus pertahankan, namun lebih dari
itu. Kalau dari budaya yang menggambarkan suatu daerah mereka saja tidak mereka lirik
bahkan mereka lestarikan, bagaimana dengan budaya nasional yang menggambarkan
bagaimana wajah negara kita tercinta, Indonesia ini ?
Menurut pandangan saya sebagai remaja, ada banyak faktor yang mempengaruhi
bagaimana remaja saat ini tidak menggemari budaya yang memiliki kekayaan tak ternilai
sekaligus memiliki nilai kehidupan tersebut.
Dari faktor faktor diatas, dapat kita simpulkan bahwa bukan faktor dari dalam diri
remaja saja yang mempengaruhi bagaimana remaja tidak menggemari kebudayaan wayang.
Tetapi juga karena ada faktor dari luar. Semua itu tentang bagaimana kita menanggapinya,
bukan hanya empati belaka saja yang ada, tetapi juga kepedulian kita yang juga didukung
oleh masyarakat. Bagaimana peran masyarakat tersebut ? Masyarakat mendukung adanya
sarana pengembangan bakat untuk siapapun terutama remaja yang ingin mempelajari tentang
kebudayaan wayang tersebut. Selanjutnya adalah peranan politik dan pemerintah. Bagaimana
bisa? Karena pemerintah juga membangun adanya relasi relasi antar masyarakat agar
bersama-sama menyediakan fasilitas pementasan wayang. Mengingat sebenarnya banyak
anak anak yang mempunyai bakat untuk menjadi dalang. Media elektronik juga mengambil
peranan penuh dalam memberikan tayangan yang menyertakan kebudayaan lokal
didalamnya. Setidaknya, menyertakan nilai nilai filosofis kedalam tayangan tayangannya.
Sesungguhnya wayang sangat kuat sekaligus lentur beradaptasi sesuai perkembangan
zaman,kita lihat sejarah keberadaan seni pertunjukan wayang kini sudah berubah bentuk
seperti tontonan di TV Swasta Nasional pada Opera Van Java untuk mengubah bentuknya
sesuai kebutuhan trend pemirsa yakni dengan mengadaptasi kebudayaan yang ada
disekitarnya Ujar Taufik Rahzen (Budayawan).
IDENTITAS DIRI
AGAMA : KRISTEN
TWITTER : @olanbing_ko
EMAIL : wyolanda25@yahoo.com