Anda di halaman 1dari 11

Budaya adalah suatu warisan dari leluhur atau nenek moyang kita yang tidak ternilai

harganya. Negara Indonesia disebut Negara maritim karena dikelilingi oleh banyak
pulau, bahasa dan adat kebudayaan Indonesia sangat banyak dan beraneka ragam.
Karena keanekaragaman tersebutlah Indonesia menjadi daya tarik bangsa lain dari
belahan dunia, bahkan mereka juga mempelajarinya karena selain beraneka ragam,
budaya Indonesia dikenal sangat unik dan menarik perhatian wisatawan asing untuk
melihat keaneragaman budaya kita. Namun, kebudayaan Indonesia semakin luntur
ditelan zaman. Semakin berkembangnya teknologi telah membuat budaya banyak
dilupakan dan ditinggalkan oleh kalangan remaja.
Berbicara mengenai teknologi di era digital saat ini, teknologi sangat mempengaruhi
kehidupan, teknologi dapat menjadikan kehidupan kita menjadi lebih baik dan
sebagai alat komunikasi jarak jauh. Dengan adanya teknologi kita dapat melihat
informasi dimanapun dan kapanpun kita berada, teknologi juga mempermudah kita
untuk berinteraksi dengan satu sama lainnya. Tetapi, teknologi juga berdampak
negatif pada generasi milenial, dilihat dari sisi negatifnya, generasi milenial saat ini
cenderung cuek pada sosial budaya.
Bahkan, teknologi juga dapat mengubah kebudayaan dengan cepat. Misalnya, pada
umumnya manusia itu harus saling berinteraksi dan saling membutuhkan satu
dengan lainnya. Namun, teknologi mampu mengubahnya dengan cepat. Dengan
teknologi, generasi millenial cendreng terhadap individualis yang mengejar pola
gaya hidup yang eksis di sosial media.
Kehadiran teknologi membuat generasi milenial meninggalkan nilai-nilai budaya dan
agama, dengan adanya teknologi, nilai-nilai yang ditanam pada diri seorang anak
akan ikut hilang mengikuti arus generasi milenial. Para pemuda dan anak-anak
jarang sekali melestarikan budaya tradisional Indonesia, jarang sekali mereka
mengenal lebih dekat dengan tarian serta alat musik tradisional. Mungkin jika
dihitung dari milyaran remaja di Indonesia, pasti cuma sedikit yang bisa memainkan
alat musik tradisional.
Peran orang tua juga sangat penting dalam mengembangkan budaya tradisional
pada anak-anak saat ini, agar mereka tidak hanya bermain terus menerus dengan
gadget, padahal permainan tradisional lebih seru jika dibandingkan dengan gadget.
Tidak hanya itu saja, permainan tradisional juga bisa mengasah otak anak agar lebih
berkembang dan kreatif untuk melakukan berbagai kegiatan yang berdampak bagi
diri mereka sendiri. Mereka juga bisa lebih aktif dalam berbagai kegiatan. Jika
dibandingkan dengan teknologi atau permainan modern, itu sangat jauh sekali
karena menurut saya gadget terlalu menguasai pola pikir anak, sehingga dapat
membuat anak malas untuk belajar, mereka juga akan lebih mementingkan diri
sendiri, mereka tidak peduli dengan keadaan sekitar.
Permainan tradisional banyak sekali yang ditinggalkan seperti permainan bola bekel,
congklak, egrang, lompat tali, gobak sodor, gatrik dan boi-boian. Jutaan remaja dan
anak-anak sudah jarang sekali untuk memainkannya, mereka lebih memilih beralih
pada gadget. Tak jarang orang tua pun lebih membiarkan anaknya untuk bermain
gadget, padahal generasi milenial sangat penting untuk melestarikan budaya
indonesia yang mulai punah.
Saat ini jika kita memperkenalkan kembali alat musik tradisional maupun permainan
tradisional pada generasi milenial pasti mereka sangat asing dengan budaya
tradisional karena mereka lebih mengenal budaya modern daripada tradisional. Jika
permainan tradisional lebih dikembangkan dan lebih dilestarikan mungkin anak
generasi milenial sangat sulit memahami bagaimana cara untuk memainkan ataupun
mengaplikasikannya. Butuh waktu untuk mengajari mereka agar lebih mengenal
permainan tradisional.

Jika kita bandingkan remaja zaman dahulu dengan generasi saat ini sangat jauh
berbeda sekali, dulu teknologi sangat jarang, gadget sedikit yang punya. Bahkan,
anak-anak jarang yang memiliki gadget, mereka lebih memilih permainan tradisional
untuk meluangkan waktu bersama temannya. Tetapi remaja di era digital saat ini
sudah banyak kita jumpai anak-anak yang sudah memiliki gadget diusia yang sangat
dini, mereka sudah mengenal gadget diusia itu, bahkan menurut mereka gadget
adalah dunianya, mereka tidak bisa melakukan kegiatan tanpa gadget. Jadi mereka
jarang sekali berpikir mengenai, apa itu budaya tradisional ? Jika dilihat saat ini, alat
musik tradisional, tarian tradisioanl sudah jarang terekspos. Bahkan lagu anak-anak
pun sudah jarang dinyanyikan, jika ditanya berapa jumlah anak yang bisa
menyanyikan lagu anak ? Pasti jawabannya cuma sedikit dari jutaan anak di
Indonesia. Buku dongeng anak-anak juga jarang dikembangkan. Padahal dongeng
untuk anak sangat penting juga, agar mereka bisa mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Lunturnya budaya tradisional juga dikarenakan perkembangan teknologi yang
semakin canggih, permainan modern juga lebih menarik dan lebih asik dikalangan
remaja. Gadget saat ini lebih menarik perhatian anak generasi milenial daripada
budaya tradisional, justru kita sebagai para pemuda dan anak-anak seharusnya bisa
melestarikan budaya tradisional agar tidak dijajah dan dicuri oleh negara tetangga.
Sudah banyak sekali kasus bahwa budaya kita banyak yang dicuri karena
ketidakpedulian generasi penerus. Tetapi masyarakat kita kini sudah banyak
meninggalkan nilai-nilai tersebut, padahal inilah identitas budaya kita. Jangan
sampai kita terjajah oleh budaya luar bukan hanya kebudayaan kita tetapi cara
berbicara kita pun sudah mulai terjajah. Kita lancar berbahasa inggris atau bahasa
luar lainnya tetapi mengapa kita tidak tahu bahkan tidak bisa berbicara bahasa
daerah kita sendiri.
Setelah adanya kesadaran akan hal tersebut, kita juga semestinya berusaha
menerapkan hal itu dengan menjaga dan melestarikan kebudayaan Indonesia.
Teknologi saat ini sudah sangat canggih, kita bisa melestarikan budaya tradisional
melalui teknologi, kita bisa memperkenalkan budaya kita kepada dunia internasional
bahwa budaya kita sangat beragam, budaya kita sangat berharga, kita bisa
memanfaatkan teknologi untuk kegiatan yang bermanfaat bagi negara kita.
Melestarikannya adalah dengan cara: (1) Memiliki antusias yang tinggi terhadap
budaya Indonesia dengan bergabung di salah satu sanggar khusus kebudayaan
Indonesia; (2) Menampilkan seperti apa kebudayaan kita dengan menarikan tarian-
tarian tradisional Indonesia; (3) Memperkenalkan kepada dunia tentang asyik nya
mempelajari kebudayaan Indonesia, salah satunya melalui jejaring sosial, dll; (4)
Menunjukkan rasa ketertarikan yang tinggi terhadap kebudayaan Indonesia di depan
negara lain.
Serta masih banyak cara kita untuk melestarikan kebudayaan Indonesia agar negara
lain tahu, bahwa negara Indonesia mempunyai banyak sekali kepulauan, daerah,
bahasa serta kebudayaan yang layak untuk dilihat oleh dunia internasional.
Poin penting di sini adalah rasa nasionalisme, mengingat hal ini merupakan salah
satu inti dari pendidikan. Selain itu, setelah mengenal budaya, mereka juga
diharapkan bisa mencintai budaya Indonesia, serta menghargai sejarah masa lalu.
Jika bukan generasi kita sendiri yang melestarikan lalu siapa lagi ?
Kita sebagai generasi milenial harus lebih pintar lagi dalam memanfaatkan teknologi,
kita tidak boleh dibodohi oleh teknologi, kita harus bisa menyetarakan antara
teknologi dan budaya agar terlihat lebih balance.
Sepertinya telah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Indonesia sepertinya
terlanjur menjadi “pemuja” produk-produk luar negeri. Kita cenderung lebih bangga
terhadap produk orang lain daripada produk anak bangsa sendiri. Dan yang semakin
memprihatinkan adalah, upaya untuk memuja produk luar negeri sepertinya
ditanamkan melalui berbagai cara, berbagai media. Orang-orang yang lahir di era 70
atau 80an tentu familiar dengan lagu dari mendiang Gombloh berjudul Anak
Singkong, dimana salah satu bait syairnya berbunyi, “sepatumu dari Italy… Kau
bilang demi gengsi, semua serba luar negeri…”. Ketika mendengar lagu ini, secara
tidak sengaja, kita sedang menanamkan pemahaman ke dalam pikiran kita bahwa
produk sepatu Italy lebih berkualitas dari produk sepatu kita. Kemudian juga, ketika
kita memakai produk luar negeri, itu berarti kita lebih bergengsi dibanding jika kita
memakai produk dalam negeri, kita malu untuk memakai produk anak bangsa
sendiri.

Contoh lain adalah berbagai percakapan di sinetron-sinetron atau film-film kita,


banyak diantaranya yang lebih mengunggulkan produk luar negeri, seperti ungkapan
“bikinan mana dulu dong, Jerman gitu loh…”. Disadari atau tidak, ungkapan-
ungkapan di film itu mempengaruhi jutaan bahkan ratusan juta kepala orang
Indonesia, hingga lapisan terbawah masyarakat kita terpengaruh untuk lebih
membangga-banggakan produk luar negeri. Hal ini diperparah lagi dengan sikap
pemerintah yang terkesan acuh terhadap hal tersebut. Seharusnya pemerintah
dapat berperan dalam menanamkan kecintaan terhadap produk dalam negeri kita.

Ternyata Kita Keliru

Sampai sekarang, sering kita jumpai masyarakat kita berlomba-lomba untuk


membeli produk luar negeri, entah itu disaat mereka bepergian ke luar negeri,
maupun berupaya “titip beli” ketika ada kerabat yang pergi ke luar negeri. Bahkan
orang kita rela berbondong-bondong pergi ke negeri jiran, hanya untuk berbelanja
barang-barang yang “katanya” murah. Padahal, beberapakali penulis membuktikan
sendiri datang ke negeri jiran tersebut, penulis dapati bahwa harga barang-barang
yang dimaksud sebenarnya tidaklah terpaut jauh dengan ketika kita berbelanja di
pusat-pusat perbelanjaan besar di Indonesia, boleh dikatakan sama, tak sebanding
dengan effort yang dikeluarkan untuk pergi ke jiran. Bahkan kenyataan berbicara
lain, orang-orang dari Malaysia, Singapura, hingga Timur Tengah justru sebaliknya,
berbondong-bondong datang ke pusat-pusat belanja kita seperti di Tanah Abang,
Pasar Baru Bandung, dsb.
Apakah kebiasaan menjadi pemuja produk luar negeri tersebut keliru? Ya. Tanpa
kita sadari, kita telah melakukan sebuah kesalahan besar bagi bangsa kita sendiri.
Kita telah “membunuh” negeri kita sendiri.

Seorang wakil direktur sebuah perusahaan ternama di Jogja, yang bergerak di


industri manufaktur, pernah bercerita kepada saya. Beberapa kali beliau kedatangan
tamu rekanan perusahaan mereka dari Korea. Seperti laiknya seorang yang
kedatangan tamu, maka beliau menjamu rekanan tersebut makan. Hari pertama,
mereka mau diajak makan Gudeg. Hari kedua mereka masih mau diajak makan
Soto. Hari ketiga mereka masih mau diajak makan Nasi Pecel. Tapi hari selanjutnya,
mereka minta makan di restoran Korea. Ketika ditanya kenapa mereka tidak mau
makanan Indonesia lagi? Maka jawaban mereka sangat mengejutkan, dimana
intinya meskipun jauh lebih mahal, tapi mereka lebih memilih makanan Korea,
karena uang yang dibayarkan pada akhirnya akan kembali juga kepada bangsa dan
negara mereka sendiri. Sedemikian cintanya mereka pada bangsanya, sampai
ketika berada di luar negeri pun, mereka mencari makanan dari negara mereka
sendiri.

Sama dengan orang Korea, orang Jepang pun demikian. Produk-produk elektronik,
mobil, sepeda motor, mesin, dsb dari Jepang, pada awalnya memiliki kualitas yang
kurang baik. Namun karena bangsa Jepang memiliki kecintaan yang sangat tinggi
terhadap produk negeri sendiri, mereka tetap membeli produk tersebut meskipun
masih kurang berkualitas. Karena produknya dibeli, maka perusahaan produsen
pada akhirnya dapat melakukan riset untuk mengembangkan produknya, sehingga
produk mereka akhirnya dapat memiliki kualitas yang bersaing dengan produk-
produk dari negara maju di Eropa dan Amerika. Hal yang cukup mengejutkan
adalah, ternyata orang Jepang memiliki falsafah, membeli produk dalam negeri
adalah suatu cara untuk membantu negaranya menjadi bangsa yang besar, mereka
sangat anti dengan produk impor dan selalu berusaha mengkonsumsi produk-
produk negeri mereka sendiri, meski harganya lebih mahal dan kualitasnya lebih
rendah. Meski banyak barang-barang impor yang masuk, produk-produk dalam
negeri Jepang pun tetap menjadi Raja di Negerinya sendiri. Yang menarik, saking
loyalnya, mereka tak mudah goyah sedikitpun untuk beralih ke produk-produk impor
yang lebih berkualitas, biarpun lebih murah harganya dari produk-produk dalam
negeri. Bahkan, mereka dengan sangat percaya diri mempromosikan dan
memasarkan produk-produk "Made in Japan" ke berbagai penjuru dunia.

Manfaat Menggunakan Produk Dalam Negeri

Sebenarnya, selain yang telah digambarkan di atas, apa saja manfaat jika kita
bangga terhadap produk negeri sendiri? Dikutip dari berbagai sumber, manfaat yang
diperoleh jika kita semakin bangga terhadap produk negeri sendiri adalah:
- Produksi dalam negeri meningkat

- Menambah besar skala usaha dalam negeri

- Menambah jumlah investasi di Indonesia

- Meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan

- Mengurangi angka kemiskinan dan kriminalitas

- Menambah jumlah pendapatan nasional

- Meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara

- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

- Produk Indonesia menjadi tuan rumah sekaligus raja di negeri sendiri

- Negara kita akan menjadi negara maju

- Semakin meningkatkan kebanggaan warga terhadap produk sendiri

- Negara kita semakin bermartabat di mata negara lain


 

Nah, ternyata keren kan, jika kita bangga dengan produk dalam negeri? Banyak
sekali manfaat yang dapat kita petik, tidak hanya manfaat sesaat, tetapi seperti efek
“bola salju” yang bergulir semakin jauh dan membesar. Kebanggaan kita terhadap
produk negeri sendiri akan menimbulkan berbagai efek positif, mulai dari sisi
perusahaan, dimana dengan dibelinya produk yang dibuat maka akan semakin
membuat perusahaan tersebut dapat meningkatkan kualitas produknya, sehingga
produk yang dijual akan semakin mengalami peningkatan kualitas. Kemudian,
perusahaan akan semakin besar, yang tentunya akan semakin menyerap banyak
tenaga kerja. Semakin banyak tenaga kerja berarti akan mengurangi jumlah
pengangguran, serta memperkuat perekonomian bangsa karena masyarakat
memiliki daya beli yang tinggi. Uang akan lebih banyak berputar di negara kita,
sehingga daya beli masyarakat meningkat. Kemudian, investor juga akan lebih
tertarik untuk berinvestasi di Indonesia, karena negara kita dengan jumlah penduduk
hampir 250 juta merupakan pasar yang sangat seksi. Jumlah penduduk yang sangat
banyak, ditambah dengan kondisi mereka yang loyal terhadap produk dalam negeri,
akan membuat investor berdatangan untuk membuat produk yang “Made in
Indonesia”. Pada akhirnya, negara kita akan menjadi negara besar yang disegani
oleh negara lain, seperti halnya negara-negara Asia lainnya, Jepang dan Korea.
Tentu kita mau kan, negara kita menjadi negara yang disegani oleh orang lain?

Langkah Kita Ke Depan

 
Satu hari, seorang teman saya dari Malaysia datang ke Jogja. Hingga 3 hari saya
ajak berkeliling, sepertinya tak ada sedikitpun niatan atau keinginan untuk membeli
batik, sekedar untuk oleh-oleh. Karena gatal (pengin promosi batik, meskipun pasti
dia sudah kenal batik Indonesia), akhirnya saya tawarkan ke dia, “Nggak pengin beli
batik Pak?” Dan ternyata jawabannya cukup membuat sesak dada saya, “Tak lah,
nanti kalo saya pakai batik, kawan saya di office cakap, kau ni nak promosi produk
Malaysia kah atau orang lain?” (Kamu ini, mau promosi produk Malaysia atau malah
produk negara lain?).

Dan saya semakin tersadar bahwa selama ini Indonesia telah melenceng terlalu jauh
dan semakin jauh. Makin hari makin banyak warga kita yang menjadi pemuja
produk-produk negara lain, bahkan semakin dengan bangganya “memamerkan”
barang tersebut di media sosial. Tak hanya itu, mereka sering dengan sengaja pergi
ke luar negeri hanya untuk membeli barang-barang dari sana. Hal ini diperparah lagi
oleh artis-artis kita yang gemar pamer barang-barang dari luar negeri, baik melalui
TV atau media sosial mereka yang diikuti berjuta-juta penggemar.

Maka jika kita kembalikan kepada cerita warga Korea dan Jepang tadi, bahwa
semakin kita banyak membeli produk dalam negeri, maka semakin berdaulat bangsa
kita. Dan sebaliknya, semakin kita berbangga-bangga dengan produk luar negeri,
maka itu artinya bahwa kita semakin “mengerdilkan” negara kita sendiri. Menteri
Perdagangan, Enggartiasto Lukita pernah mengatakan, “Bila konsumen Indonesia
lebih senang membeli barang-barang impor, maka yang akan memetik manfaat
terbesar adalah produsen barang di luar negeri. Uang kita akan mengalir ke luar
tanpa ada manfaat ekonomi ke dalam.”

Hitung-hitungan kasar yang disampaikan wakil direktur perusahaan manufaktur tadi,


meskipun Honda, Toyota sudah membangun pabrik dan berproduksi di negara kita,
ternyata sekitar 60 – 65% keuntungannya kembali ke Jepang. Artinya, meskipun
sudah berlokasi dan dikerjakan oleh pekerja yang berwarga negara Indonesia,
namun toh masih jauh lebih besar porsi yang didapat oleh negara produsen. Apatah
lagi jika kita membeli barang yang diproduksi di luar negeri? Tentu akan semakin
sedikit porsi yang kita dapatkan, negara kita hanya dijadikan “pasar” saja, hanya
“dipakai lewat” bagi produk mereka, sementara semua keuntungan mengalir ke
negara mereka. Hal ini tentu sangat meprihatinkan bagi kita.

Maka, sebagai warga negara yang ingin negaranya maju dan menjadi tuan rumah di
negeri sendiri, mulai sekarang sebaiknya kita segera merubah mindset bahwa
produk luar negeri lebih bagus, keren, berkualitas, bergengsi, dsb. Kita harus
menjadi bangsa yang loyal dan bangga terhadap produk negara kita sendiri.
Semakin banyak produk lokal yang kita beli, meskipun lebih mahal dan sedikit
kurang berkualitas, maka produsen produk tersebut akan mengalami kenaikan
keuntungan sehingga dapat mengembangkan produknya menjadi lebih berkualitas.
Dan sebenarnya, yang lebih besar lagi adalah uang yang kita belanjakan tidak
keluar ke negara lain. Hal ini tentunya akan semakin memperkokoh pondasi
perekonomian bangsa kita tercinta.

 
 

Bagaimana peran pemerintah seharusnya?

Tak hanya melulu dari warganya, pemerintah juga punya andil yang sangat besar
dalam mendorong kebanggaan terhadap produk sendiri. Salah satu cara yang dapat
ditempuh adalah dengan membuat kebijakan dan kewajiban untuk bangga terhadap
produk dalam negeri, yang tidak hanya sekedar slogan, tapi diwujudkan
melalui action yang nyata.

Salah satu contoh action yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan


mewajibkan penggunaan produk anak bangsa bagi seluruh warga negara Indonesia,
atau minimal seluruh kantor/instansi pemerintahan, ditambah lagi dengan pemberian
subsidi dan berbagai kemudahan untuk setiap pembelian produk dalam negeri.
Dengan diwajibkan dan dimudahkannya setiap pembelian produk dalam negeri,
maka produk tersebut akan semakin laris dan perusahaan dapat meningkatkan mutu
produk serta mutu pelayanan yang diberikan.

Selama ini, pemerintah terlihat kurang serius dalam menggarap produk dalam
negeri. Hampir tak ada upaya serius dari pemerintah untuk menanamkan kecintaan
dan kebanggan terhadap produk sendiri. Terlihat, hingga umur negeri ini yang sudah
lebih dari 7 dekade, tak satupun kendaraan “Made in Indonesia” yang berkeliaran
dijalan raya. Kita asyik dan lebih berbangga terhadap produk Jepang dibanding
dengan produk kita sendiri. Era 90-an, ketika booming mobil Timor “buatan”
Indonesia, kita sempat berbangga akan mengawali tonggak sejarah industri alat
transportasi milik sendiri. Namun sayang, belum lagi berjalan, mobil Timor dihantam
oleh isu politik dan sejenisnya. Kepadanya juga ditanamkan image bahwa Timor
bukanlah produk asli Indonesia, melainkan Korea. Akhirnya Timor pun berhenti,
seiring dengan pupusnya harapan untuk memiliki mobil nasional.

Padahal, jika kita lihat, adik dan murid kita, Malaysia, juga melakukan hal yang
sama. Merk-merk mobil/motor nasional mereka seperti Proton, Perodua, Modena,
dsb pun sebenarnya sama, hanya “mengganti baju” atau bahkan “mengganti nama”
saja dari produk lain di luar negeri. Tapi toh mereka bisa melakukannya. Dengan
“memulai”, perlahan mereka bisa membuat sendiri mobil/motor yang berbeda dari
sekadar “mengganti baju”. Hampir semua mobil dan sepeda motor yang beredar di
jalanan Malaysia merupakan produk “lokal” mereka, dan ini tentu merupakan sebuah
kebanggaan tersendiri bagi negara, pemerintah dan bangsa mereka. Begitulah, tidak
sekedar tidak bangga, kita bahkan cenderung lebih suka mencela produk dalam
negeri kita.

Setali tiga uang dengan proyek mobnas, masih di era 90-an, kita juga sempat
berbangga dengan proyek mewujudkan mimpi dari Bapak kita, Pak Habibie untuk
memiliki pesawat sendiri. Namun, kembali kita dikecewakan dengan gagalnya
proyek ini, atas intervensi dari IMF yang meminta negara kita menghentikan proyek
tersebut. Habibie, pemegang 42 paten di bidang pesawat terbang, dan belum ada
satu pun yang menandingi kejeniusan beliau di bidang pesawat, tentu sangat ditakuti
oleh dunia internasional. Bisa dibayangkan jika proyek ini sukses, maka mungkin tak
ada cerita pesawat bernama ATR berlalu lalang di langit Indonesia, dan betapa
bangganya bangsa ini dengan pesawat-pesawat buatan anak bangsa sendiri.

Jika tidak memulai, maka kita hanya akan menjadi pasar bagi negara lain, di era
yang serba mudah dan murah seperti sekarang. Negara kita tidak akan menjadi
negara yang berdaulat di mata negara lain, dan kita semakin menjadi negara yang
tak berdaya. Sekarang dapat kita lihat, hampir semua produk yang beredar adalah
buatan negara lain atau merk milik negara lain. Jangankan membuat mobil nasional,
mobil-mobilan dan mainan anak-anak saja, hampir tidak ada yang buatan negeri
sendiri. Apakah sedemikian sulitnya hanya untuk sekedar membuat mainan anak-
anak? Ironis memang. Negara yang produk alat tempurnya diakui dunia, sekedar
membuat tank mainan anak-anak saja harus membeli dari negara lain. Pesawat dan
kapal betulan saja kita bisa membuatnya, apalagi sekedar pesawat/kapal mainan?

Kesimpulan

Dari papaaran tersebut di atas, maka jelaslah bahwa menanamkan rasa bangga
terhadap produk dalam negeri haruslah kita miliki, bukan sekedar slogan semata.
Jika ingin negara kita berdaulat dan menjadi raja di negeri sendiri, serta segera
beranjak menjadi negara maju, maka mulailah dari diri kita sendiri, tanamkan
kecintaan terhadap produk-produk asli Indonesia, singkirkan produk negara lain dari
keranjang belanjaan kita. Berbanggalah ketika kita menggunakan produk dalam
negeri, bukan sebaliknya. Tak ada negara maju yang segalanya bergantung pada
negara lain. Negara maju adalah negara yang berdaulat, yang industrinya bisa
membuat semua produk kebutuhan dalam negeri sendiri.

Di sisi lain, pemerintah juga harus memulai dengan menanamkan kecintaan


terhadap produk Indonesia, tidak hanya melalui ajakan, tapi juga melalui kebijakan
dan peraturan. Mewajibkan dan memudahkan warga dan instansi pemerintah untuk
menggunakan produk dalam negeri, serta mendorong berdirinya industri-industri
manufaktur dalam negeri. Jika tidak, kita hanya akan menjadi penonton di negeri
sendiri, kita hanya akan menjadi tamu di rumah kita sendiri.

Mari kita tanamkan kecintaan terhadap produk dalam negeri, sebagai wujud “Bela
Negara”.

 
Cari soal sekolah lainnya Penulis Serafica Gischa | Editor Serafica Gischa KOMPAS.com -
Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas. Dengan banyaknya pulau, tentu
mengakibatkan banyak suku bangsa yang ada di Indonesia. Keanekaragaman suku bangsa ini
menimbulkan banyak keragaman adat dan budaya. Meski berbeda suku dan budayanya, warga
Indonesia mampu membawa perbedaan itu menjadi kekuatan bangsa. Dalam buku
Keindonesiaan dalam Budaya (2007) karya Edi Sedyawati, setiap daerah memiliki ciri khas dan
istilah masing-masing dalam budayanya. Meski memiliki perbedaan istrilah, arti yang
diungkapkan pasti sama. Berbagai bentuk budaya daerah merupakan akar dari budaya nasional.
Jika budaya daerah berkembang, maka budaya nasional juga turut berkembang. Keragaman
tersebut mampu memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Perbedaan dari masing-masing
daerah wajib dihargai, baik di lingkungan tempat tinggal, masyarakat, dan sekolah. Terdapat
beberapa sikap untuk menghargai budaya orang lain, yaitu: Mau belajar budaya daerah lain
Melihat pertunjukkan atau pentas budaya daerah Tidak menganggap budaya lain itu rendah
dibandingkan budaya sendiri Menghindari sikap kedaerahan Baca juga: Apa Manfaat Wayang
bagi Pengembangan Warisan Budaya? Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email Melestarikan budaya Dilansir dari situs resmi Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, kebudayaan memegang peran penting dalam majunya
bangsa Indonesia. Di tengah-tengah era peradaban dunia yang semakin ketat, menjadikan
budaya sebagai salah satu investasi yang mampu membangun negara di masa depan.
Beberapa cara untuk melestarikan budaya, di antaranya: Mengajarkan budaya ke orang lain
Setelah mengetahui seluk beluk budaya sendiri, sebaiknya menyampaikan hal tersebut kepada
oranmg lain. Salah satu caranya adalah mengajarkan kepada orang lain, baik di lingkungan
rumah atau sekolah. Dengan mengajarkan budaya kita ke orang lain, maka semakin banyak
orang yang mengetahui mengenai budaya daerah sendiri maupun budaya daerah lain. Sehingga
memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan pengetahuan kebudayaan. Semakin banyak
pengetahuan budaya yang dimiliki, maka semakin besar rasa kita untuk saling menghormati
kebudayaan orang lain. Baca juga: Keragaman Etnik dan Budaya Indonesia Lihat Foto Grup tari
Surya Gamelan saat tampil pada acara Malam Budaya Indonesia di Yunani pada Rabu, 10 Juli
2019() Memperkenalkan budaya ke negara lain Selain memperkenalkan budaya sendiri di dalam
negeri, kita juga patut memperkenalkan budaya kita ke luar negeri. Terlebih dengan teknologi
media sosial yang semakin canggih. Dengan memanfaatkan media sosial, kita bisa memposting
foto maupun video kesenian lokal dan budaya daerah Indonesia. Dengan memposting hal
tersebut, maka secara tidak langsung sudah memperkenalkan budaya kita ke luar negeri. hal ini
karena yang memanfaatkan media sosial atau internet tidak terbatas hanya orang Indonesia
saja, melainkan semua orang di dunia. Memperkenalkan budaya Indonesia di luar negeri juga
bisa dengan menggunakan pakaian-pakaian yang mencerminkan budaya Indonesia. Bagi
beberapa orang yang sedang bekerja, sekolah, atau liburan ke luar negeri bisa menggunakan
baju-baju produk hasil budaya lokal. Jika ada salah satu produsen baju lokal Indonesia di luar
negeri, bisa menjadi sarana yang baik untuk kita menggunakannya. Baca juga: Cerita Singkat
Budaya Khas Aceh Tidak terpengaruh budaya asing Untuk melestarikan budaya sendiri,
sebaiknya kita tidak terpengaruh dengan budaya negara lain. Pada era globalisasi saat ini,
budaya asing sangat mudah masuk ke tengah-tengah masyarakat Indonesia. Dengan banyak
budaya asing yang masuk, sebaiknya kita menjadikan budaya sendiri sebagai identitas diri.
Menjadi peluang untuk memperkenalkan budaya Indonesia. Meski budaya asing dinilai lebih
modern dan lebih gaul, budaya Indoensia juga tidak kalah bagusnya untuk diperkenalkan. Jika
budaya asing begitu-begitu saja, budaya Indonesia justru banyak ragamnya. Selain tidak
terpengaruh budaya asing, sebaiknya kita tetap memilah budaya asing untuk dipelajari. Jangan
sampai asal memilih dan menghilangkan budaya sendiri. Kita boleh mempelajari budaya asing,
namun harus dengan cermat. Mengambil sisi positif yang bisa mengembangkan diri kita, tanpa
menghilangkan jati diri kebudayaan sendiri.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cara Melestarikan Budaya Indonesia", Klik
untuk baca: https://www.kompas.com/skola/read/2020/09/23/130000869/cara-melestarikan-
budaya-indonesia?page=all.
Penulis : Serafica Gischa
Editor : Serafica Gischa

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:


Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Anda mungkin juga menyukai