Anda di halaman 1dari 22

KONDISI FISIK KOTA PALOPO,

IDENTIFIKASI KEPENDUDUKAN
KOTA PALOPO, AKSESIBILITAS,
TINJAUAN UMUM LOKASI
PENELITIAN, ANALISIS SISTEM TATA
GUNA LAHAN DAN BANGKITAN
PERJALANAN, ANALISIS ARUS
KENDARAAN, ANALISIS PERAMBUAN
LALU LINTAS DAN KONSEP IDEAL
PENATAAN SISTEM PERAMBUAN
LALU LINTAS (ADMINISTRASI NIAGA)
Admin ADMINISTRASI NIAGA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transportasi merupakan subsistem dari ekosistem kota, berkembang sebagai bagian


kota karena naluri dan kebutuhan penduduk untuk bergerak atau memindahkan
orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Naluri dan keinginan
penduduk untuk mengadakan perjalanan atau memindahkan barang sifatnya umum
tersebut selalu menimbulkan masalah dan juga bersifat umum dalam transportasi
kota.
Pada kota yang berpenduduk dalam jumlah besar dan mempunyai kegiatan
perkotaan yang sangat luas dan intensif, maka diperlukan pelayanan transportasi
berkapasitas tinggi dan ditata secara terpadu atau dinamis. Oleh karena itu pada
dasarnya transportasi merupakan derived demand artinya permintaan akan jasa
transportasi timbul dari permintaan sektor-sektor lain.
Keberhasilan pembangunan yang telah dicapai di segala bidang, sektor

transportasi sangat menentukan peranan transportasi bukan hanya untuk

melancarkan arus barang dan mobilitas sumber-sumber ekonomi secara baik.


Melalui pembangunan jangka panjang peranan transportasi dapat memberi

pelayanan yang baik untuk kegiatan manusia.

Transportasi itu berfungsi ganda, di satu sisi harus mampu menunjang dan di sisi

lain juga mampu merangsang pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Oleh karena itu

pembangunan sektor transportasi harus dilaksanakan secara multidimensional,

dalam arti harus memperhatikan tidak hanya situasi dan kondisi transportasi itu

sendiri tetapi juga harus memperhatikan lingkungan yang dipengaruhinya dan

mempengaruhinya termasuk sarana dan prasarana.

Seiring perkembangan kota maka kebutuhan transportasi diperkotaan

meningkat pula, menyebabkan permasalahan transportasi menjadi sangat kompleks

sehingga diperlukan tindakan penanganan sesegera mungkin. Permasalahan

transportasi perkotaan tersebut antara lain berupa penentuan jenis moda angkutan

umum, pola jaringan, izin trayek angkutan, kebijakan perparkiran dan perambuan

lalu lintas.

Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1992, tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, dijelaskan bahwa untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan

kelancaran lalu lintas serta memudahkan bagi pemakai jalan, maka jalan wajib
dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas. Di samping itu dalam tata laksana lalu

lintas upaya-upaya dalam menuntun, mengarahkan, memperingatkan, melarang

dan sebagainya atau lalu lintas yang ada dengan sedemikian rupa agar lalu lintas

dapat bergerak dengan aman, lancar dan nyaman di sepanjang jalur lalu lintas

maka dibutuhkan penggunaan rambu-rambu lalu lintas.

Upaya mengantisipasi/mengurangi permasalahan transportasi di kawasan

Kota Palopo diperlukan pendekatan sistem transportasi makro yaitu dengan

membagi sistem tersebut menjadi sistem transportasi mikro yang masing-masing

mempunyai keterkaitan dan saling mempengaruhi. sistem transportasi mikro yaitu

sistem pergerakan diatur dengan sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas.

Sistem pergerakan memegang peranan penting dalam menampung pergerakan yang

lancar sehingga mempengaruhi kembali sistem kegiatan dan sistem jaringan yang

ada dalam bentuk aksesibilitas dan mobilitas.

Perubahan fungsi guna lahan di Kota Palopo sebagai tuntunan pembangunan

dengan meningkatnya penduduk perkotaan. Kenyataan ini akan mempengaruhi

sistem transportasi khususnya zona bangkitan dan sebaran pergerakan khususnya

pada beberapa ruas jalan dengan fungsi guna lahan adalah fungsi perdagangan dan

jasa, perkantoran, pendidikan dan perumahan.

Secara empiris fenomena permasalahan transportasi di Kota Palopo

utamanya pada ruas jalan utama diakibatkan lalu lintas yang bercampur, perilaku

dan kedisiplinan pengendara. Terjadinya gangguan sirkulasi lalu lintas khususnya di

pusat kota akibat tidak teraturnya pergerakan pejalan kaki dan kendaraan

(bermotor dan non motor).

Kondisi riil akibat tidak efektif dan efesiensinya sistem perambuan yang ada

dikota palopo antara lain banyaknya pengguna jalan yang memarkir kendaraannya
pada tempat yang tidak semestinya sehingga mengganggu arus kendaraan yang

melintas, rawan kecelakaan, para pengguna jalan mengendarai kendaraannya

diatas rata-rata kecepatan yang seharusnya.

Pentingnya penggunaan rambu lalu lintas sebagaimana tersebut diatas,

maka penempatannya harus berdasarkan kebutuhan. Rambu lalu lintas di Kota

Palopo penempatannya sebagian kurang mampu memberikan informasi dan

mengarahkan lalu lintas sehingga diperlukan tindak lanjut untuk peletakan rambu

yang efektif dan efisien sehingga maksud penempatan rambu dapat tercapai. Di

samping peletakan yang kurang tepat juga diperlukan penambahan rambu seiring

dengan perkembangan Kota Palopo.

Penelitian yang lebih lanjut tentang perambuan lalu lintas di Kota Palopo

diharapkan dapat memberi manfaat lembaga / instansi terakait dalam pengelolaan

rambu lalu lintas sebagai pengendali lalu lintas khususnya untuk meningkatkan

keamanan dan kelancaran pada sistem jalan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan

rumusan permasalahan dalam penelitian ini berkaitan dengan Penataan Sistem

Perambuan Lalu lintas di Kota Palopo, sebagai berikut :

a) Bagaimana konsep ideal penempatan perambuan lalu lintas dalam pengaturan


lalu lintas di Kota Palopo.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

D. Ruang Lingkup Penelitian


TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Transportasi
Urutan Konsep Perencanaan Transportasi
B. Pendekatan Perencanaan Transportasi

Jauh Aksesibilitas rendah Aksesibilitas menengah


Jarak
Dekat Aksesibilitas menengah Aksesbilitas tinggi
Kondisi prasarana Sangat jelek Sangat baik

Kepadatan Bangkitan
pemukiman Pergerakan pergerakan
Jenis rumah
(keluarga/Ha Per hari per hari
)
Permukiman di luar 15 10 150

kota 45 7 315

Permukiman di batas 80 5 400

kota 100 5 500

Unit rumah
Flat tinggi
Interaksi
Interaksi Interaksi
Jauh dapat
rendah menengah
diabaikan
Jarak
Interaksi Interaksi
Interaksi
Dekat menenga sangat
rendah
h tinggi
Interaksi tata guna Kecil-
Kecil-kecil Besar-besar
lahan antar dua zona kecil

C. Manajemen Lalu Lintas

D. Perambuan Lalu Lintas

1. Fungsi, Bentuk, Serta Warna Rambu


b. Penempatan
c. Tinggi
d. Orientasi
6. Konstruksi dan Penerangan Rambu
E. Kebijaksanaan Pemerintah
E. Metodologi Penelitian

C. Teknik Pengumpulan Data


1. Analisa Data
E Variabel Penelitian
3. Kondisi Lingkungan

G. Kerangka Pikir

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kebutuhan rambu
lalu lintas dan mengetahui pengaruh penempatan perambuan lalu lintas di Kota
Palopo sebagai alat pengendali lalu lintas serta memberikan alternatif penempatan
rambu sehingga dapat membantu pengaturan pergerakan lalu lintas dan
mengurangi Kemacetan.

2. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai


bahan masukan kepada instansi terkait dalam pengaturan sistem rekayasa lalu
lintas dan manajemen lalu lintas khususnya untuk penempatan rambu lalu lintas di
Kota Palopo.
Ruang lingkup penelitian tentang Penataan Sistem Perambuan Lalu Lintas di Kota
Palopo , terbagi dalam dua bagian yakni ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup
materi.
1. Ruang Lingkup Wilayah

Wilayah penelitian ini dilaksanakan di Kota Palopo yang secara administratif


termasuk dalam wilayah Kecamatan Wara dan Wara Utara. Dipilihnya lokasi
penelitian ini berdasarkan pada trend perubahan guna lahan Kota Palopo yang
dapat mempengaruhi sistem transportasi
Identifikasi terhadap semua jenis perambuan lalu lintas terutama pada jalur utama
di Kota Palopo dengan melihat keterkaitan antara fungsi guna lahan dengan
perambuan lalu lintas dan pengaruh yang ditimbulkan sehingga dapat dikeluarkan
konsep perambuan di masa datang.
2. Ruang Lingkup Materi
Dalam penelitian ini akan membahas tentang sistem perencanaan transportasi dan
aspek keruangan. Perambuan lalu lintas sebagai bagian dari sistem transportasi
yakni sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas di kaji untuk melihat keterkaitan
antara ketiga bahasan tersebut. Kajian ini menjadi bahan dasar peletakan
perambuan menurut standarisasi dengan memperhatikan korelasi antar bahasan
tersebut.

E. Sistimatika Pembahasan
Dalam penulisan ini akan diambil langkah-langkah yang dapat diuraikan dalam
sistimatika pembahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Sebagai langkah awal dalam penelitian ini menguraikan tentang Latar belakang,
Rumusan masalah, Tujuan dan manfaat penelitian, Ruang lingkup penelitian dan
Sistimatika pembahasan itu sendiri.

BAB II KAJIAN PUSTAKA


Pada bab ini mengkaji tentang Pengertian transportasi, Pendekatan perencanaan
transportasi, Manajemen lalu lintas, Perambuan lalu lintas dan kebijaksanaan
pemerintah.

BAB III METODOLAGI PENELITIAN


Pada bab ini menguraikan tentang Lokasi penelitian, Metode pendekatan, Teknik
pengumpulan data dan informasi, Alisa data dan pembahasan serta Kerangka pikir
penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bab ini akan dibahas tentang kondisi fisik Kota Palopo, Identifikasi
kependudukan Kota Palopo, Aksesibilitas, Tinjauan umum lokasi penelitian, Analisis
sistem tata guna lahan dan bangkitan perjalanan, Analisis arus kendaraan, Analisis
perambuan lalu lintas dan Konsep ideal penataan sistem perambuan lalu lintas.

BAB V PENUTUP
Sebagai bahagian akhir dari penelitian ini, maka pada bab ini menguraikan tentang
kesimpulan dan saran-saran.

BAB II
Transportasi bukanlah suatu tujuan akhir (ends) akan tetapi merupakan

akibat adanya kebutuhan (derived demand). Sistem transportasi makro sebenarnya

terdiri dari beberapa sistem transportasi mikro yang saling terkait dan saling

mempengaruhi. Sistem transportasi mikro tersebut adalah sistem jaringan

(prasarana transportasi), sistem kegiatan (kebutuhan akan transportasi), sistem

pergerakan lalu lintas (rekayasa dan manajemen lalu lintas), dan sistem

kelembagaan.

Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan akan menghasilkan

suatu pergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerkan kendaraan.

Kegiatan perubahan dan sistem jelas akan mempengaruhi sistem jaringan melalui

pergerakan. Begitu juga perubahan pada sistem jaringan akan dapat

mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan aksesibilitas dari

sistem pergerakan tersebut. Selain itu, sistem pergerakan memegang peranan

yang penting dalam mengakomodasikan suatu sistem pergerakan agar tercipta

suatu sistem pergerakan yang akhirnya juga pasti akan mempengaruhi kembali

sistem kegiatan dan sistem jaringan yang ada.

Untuk menjamin terwujudnya pergerakan yang aman, lancar, nyaman,

murah dan sesuai dengan lingkungannya, terdapat sistem kelembagaan yang

terdiri dari beberapa individu, kelompok, lembaga, instansi pemerintah serta

swasta yang terlibat dalam masing-masing sistem mikro tersebut.

Hubungan dasar antara sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem pergerakan
merupakan urutan konsep perencanaan transportasi secara berurut sebagai berikut
:
Gambar 2.1.
Aksesibilitas

Bangkitan Lalu Lintas

Sebaran Pergerakan
Pemilihan Moda

Pemilihan Rute

Arus Lalu Lintas

Model perencanaan ini merupakan gabungan dari beberapa seri model yang
masing-masing harus dilakukan secara terpisah dan berurutan.
1. Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna


lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkan.
Aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara
lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain yang dapat dicapai melalui
sistem jaringan transportasi.
Aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak, jika suatu tempat berdekatan tempat
lainnya, dikatakan aksesibilitas antara kedua tempat tinggi, dan sebaliknya apabila
jarak kedua tempat berjauhan maka aksesibilitasnya rendah. Jika tata guna lahan
yang tersebar dalam ruang secara tidak merata (heterogen).
Dari sisi jaringan transportasi, kualitas pelayanan transportasi juga berbeda-beda,
sistem jaringan transportasi di suatu daerah mungkin lebih baik dibandingkan
dengan daerah lainnya baik dari segi kuantitas (kapasitas) maupun kualitas
(frekuensi dan pelayanan). Skema sederhana yang memperlihatkan kaitan antara
berbagai hal yang diterapkan mengenai aksesibilitas terlihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas
Sumber : Tamin .O.Z, (1997;53).

2. Bangkitan Pergerakan

a. Umum

Bangkitan pergerakan adalah Tahapan permodelan yang memperkirakan jumlah


pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona. Pergerakan lalu
lintas merupakan tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalu lintas.
Bangkitan lalu lintas ini mengcakup :
a. Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi

b) Lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi.

Bangkitan dan tarikan pergerakan terlihat secara diagram pada gambar 2.3
dibawah ini
Gambar 2.2.
Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

Pergerakanyang berasal dari Pergerakanyang menuju dari


zona i zona j

Sumber : Tamin .O.Z, (1997 ; 60)

Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa jumlah
kendaraan, orang, atau angkutan barang per satuan waktu, misalnya
kendaraan/jam. Bangkitan dan tarikan lalu lintas tergantung pada aspek tata guna
lahan :
a) Jenis tata guna lahan dan

b) Jumlah aktivitas (dan interaksi) pada tata guna lahan tersebut.

b. Jenis Tata Guna Lahan

Jenis tata guna lahan yang berbeda (pemukiman, pendidikan, dan komersial)
mempunyai ciri bangkitan lalu lintas yang berbeda, yaitu:
a) Jumlah arus lalu lintas

b) Jenis lalu lintas (pejalan kaki, truk, mobil)

c) Lalu lintas pada waktu tertentu (kantor menghasilkan arus lalu lintas pada pagi

dan sore, sedangkan pertokoan menghasilkan arus lalu lintas di sepanjang hari).

Jumlah dan jenis lalu lintas yang dihasilkan setiap tata guna lahan merupakan
hasil dari fungsi parameter sosial dan ekonomi.
c. Intensitas Aktivitas Tata Guna Lahan

Bangkitan pergerakan bukan saja beragam dalam jenis tata guna lahan, tetapi juga
tingkat aktivitasnya. Semakin tinggi penggunaan sebidang tanah, semakin tinggi
pergerakan arus lalu lintas yang dihasilkan. Salah satu ukuran intensitas aktivitas
sebidang tanah adalah kepadatannya.
Tabel 2.2. memperlihatkan bangkitan lalu lintas dari suatu daerah pemukiman
yang mempunyai tingkat kepadatan berbeda. Walaupun arus lalu lintas terbesar
yang dibangkitkan berasal dari daerah pemukiman diluar kota, bangkitan lalu
lintasnya karena intensitas aktivitasnya (dihitung dari tingkat kepadatan
permukiman) paling rendah. Karena bangkitan lalu lintas berkaitan dengan jenis
dan intensitas perumahan, hubungan antara bangkitan lalu lintas dan kepadatan
permukiman menjadi linier.
Tabel 2.2
Bangkitan Lalu Lintas, Jenis Perumahan dan Kepadatannya.

Sumber : Tamin O.Z, (1997 ; 62)

3. Sebaran Pergerakan

a. Umum

Pada sebaran arus lalulintas antara zona i ke zona j dari dua hal yang terjadi
secara bersamaan, yaitu lokasi dan intensitas tata guna lahan yang menghasilkan
arus lalulintas dan pemisahan ruang, interaksi antara dua buah tata guna lahan
yang menghasilkan pergerakan manusia dan barang.
b. Pemisahan Ruang

Jarak antara dua buah tata guna lahan merupakan batas pergerakan. Jarak jauh
atau biaya yang besar akan membuat pergerakan menjadi lebih sulit (aksesibilitas
rendah), sehingga pergerakan arus lalu lintas cenderung meningkat jika jarak
antara kedua zonanya semakin dekat. Pemisahan ruang dapat ditentukan oleh
jarak, yang diukur dengan waktu dan biaya yang lukan.
c. Intensitas Ruang dan Intensitas Tata Guna Lahan

Makin tinggi tingkat aktivitas suatu tata guna lahan, makin tinggi pula tingkat
kemampuannya dalam menarik lalu lintas.
d. Pemisahan Ruang dan Intensitas Tata Guna Lahan

Daya tarik tata guna lahan akan berkurang dengan meningkatkan jarak (dampak
pemisahan ruang). Tata guna lahan cenderung menarik pergerakan lalu lintas dari
tempat yang lebih dekat dibandingkan dengan dari tempat yang jauh. Pergerakan
lalu lintas yang berjarak pendek lebih banyak dibanding yang berjarak jauh.
Interaksi antara daerah sebagai fungsi dari intensitas setiap daerah dan jarak
antara kedua daerah tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3.
Jaringan transportasi yang baik mampu memecahkan masalah jarak tersebut
sehingga interaksi antara kedua tata guna lahan tinggi tanpa memperhatikan faktor
jarak.
Tabel 2.3
Interaksi Antar Daerah
Sumber : Tamin O.Z, (1997 ; 63)
Sistem transportasi mengurangi hambatan pergerakan dalam ruang, tetapi tidak
mengurangi jarak, sehingga bisa diatasi dengan memecahkan sistem jaringan
transportasi.

4. Pemilihan Moda Transportasi dan Rute


a. Pemilihan Moda Transportasi

Secara sederhana moda berkaitan dengan jenis transportasi yang digunakan pilihan
pertama biasanya berjalan kaki atau menggunakan kendaraan. Jika menggunakan
kendaraan, pilihannya adalah kendaraan pribadi (sepeda, sepeda motor, mobil)
atau angkutan umum (bus, becak, dan lain-lain).
Orang yang hanya mempunyai satu pilihan moda saja disebut dengan captive
terhadap moda tersebut. Jika terdapat lebih dari satu moda, moda yang dipilihnya
biasanya yang mempunyai rute terpendek, tercepat, atau termurah atau kombinasi
dari ketiganya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah ketidaknyamanan dan
keselamatan. Hal ini harus dipertimbangkan dalam pilihan moda.
b. Pemilihan Rute
Prinsip pemilihan moda juga dapat digunakan untuk pemilihan rute. Untuk
angkutan umum, rute ditentukan berdasarkan moda transportasi (bus dan kereta
api mempunyai rute yang tetap). Dalam kasus ini, pemilihan moda dan rute
dilakukan bersama-sama. Untuk kendaraan pribadi, diasumsikan bahwa orang yang
memilih moda transportasinya, lalu rutenya.
5. Arus Lalu Lintas Dimanis (Arus Pada Jaringan Jalan)

a. Arus Lalu Lintas dan Waktu Tercepat

Arus lalu lintas berinteraksi dengan sistem jaringan transportasi jika arus lintas
meningkat pad ruas jalan tertentu, waktu tempuh pasti bertambah karena
kecepatan bertambah. Arus maksimum yang dapat melewati suatu titik biasanya
pada persimpangan dengan lampu lalu lintas biasanya disebut arus jenuh.
Kapasitas ruas jalan perkotaan biasanya dinyatakan dengan kendaraan (atau dalam
satuan mobil penampang/smp) per jam. Hubungan antara arus dengan waktu
tempuh (atau kecepatan) tidaklah linear. Penambahan kendaraan tertentu pada
saat arus rendah akan menyebabkan waktu tempuh lebih kecil jika dibandingkan
dengan penambahan kendaraan pada saat arus jenuh.
b. Tingkat Pelayanan

Terdapat dua defenisi tentang tingkat pelayan suatu ruas jalan:

1) Tingkat Pelayanan (Tergantung Arus)

Hal ini berkaitan dengan kecepatan operasi atau fasilitas jalan, yang tergantung

pada perbandingan antara arus terhadap kapasitas. Oleh karena itu, tingkat

pelayanan pada suatu jalan tergantung pada arus lalu lintas.

2) Tingkat Pelayanan (Tergantung Fasilitas)

Hal ini sangat tergantung pada jenis fasilitas, bukan arusnya. Jalan bebas

hambatan mempunyai tingkat pelayanan tinggi, sedangkan jalan yang sempit

mempunyai tingkat pelayanan yang rendah.


Manajemen lalu lintas adalah pengelolaan dan pengendalian arus lalu lintas dengan
melakukan optimasi penggunaan, prasarana yang ada melalui peredam atau
pengecilan tingkat pertumbuhan lalu lintas, memberikan kemudahan angkutan
yang efisien dalam penggunaan ruang jalan serta memperlancar sistem pergerakan
(Abu Bakar, I, dkk, 1999 : 222)
Pengolahan SPSS, Pengolahan SPSS Penelitian, Pengolahan SPSS Statistik, Pengolahan
SPSS Dengan Spss, Pengolahan SPSS Deskriptif, Olah SPSS, Olah SPSS Statistik, Olah
SPSS Kuesioner, Olah SPSS Dengan Spss, Olah SPSS Penelitian, Olah SPSS Skripsi, Olah
SPSS Sem, Olah SPSS Jakarta, Olah SPSS Depok, Analisis SPSS, Analisis SPSS Kuantitatif,
Analisis SPSS Penelitian, Analisis SPSS Katagorik, Analisis SPSS Statistik, Analisis SPSS
Spss, Analisis SPSS Panel, Jasa Pengolahan SPSS, Jasa Pengolahan SPSS Statistik, Jasa
Pengolahan SPSS Skripsi, Jasa Pengolahan SPSS Spss, Analisis SPSS Penelitian, Analisis
SPSS Penelitian Deskriptif, Analisis SPSS Penelitian Eksperimen, Analisa SPSS Statistik,
Olah SPSS Tesis, Pengolaha SPSS Tesis, Regresi, Regresi Linier Berganda, Regresi Linier,
Analisa SPSS SEM, Olah SPSS SEM, Pengolahan SPSS SEM, Ahli SEM, Pakar SEM,
Konsultan SEM, Belajar SEM, Kursus SEM, Pengolahan SPSS, Pengolahan SPSS Penelitian,
Pengolahan SPSS Statistik, Pengolahan SPSS Dengan Spss, Pengolahan SPSS Deskriptif,
Olah SPSS, Olah SPSS Statistik, Olah SPSS Kuesioner, Olah SPSS Dengan Spss, Olah SPSS
Penelitian, Olah SPSS Skripsi, Olah SPSS Sem, Olah SPSS
Tujuan pokok manajemen lalu lintas adalah memaksimumkan pemakaian

sistem jalan tanpa merusak kualitas lingkungan. Ukuran-ukurannya dapat berkaitan

dengan satu kategori lalu lintas misalnya pejalan kaki atau lalu lintas campuran

dan pengendalian operasional yang ketat pada rute jalan bebas hambatan di kota.

Kebanyakan peraturan lalu lintas menghasilkan beberapa kerugian yang harus

dihilangkan. Kerugian tersebut misalnya pada pengendara sepeda motor berkaitan

dengan peningkatan pelayanan transportasi umum. Manajemen lalu lintas dapat

menangani perubahan-perubahan pada tata letak geometri, pemuatan petunjuk-

petunjuk tambahan dan alat-alat pengaturan seperti rambu-rambu, tanda-tanda

jalan untuk pejalan kaki, penyeberangan dan lampu untuk penerangan jalan.

Manajemen lalu lintas dalam hal ini adalah manajemen operasional lalu

lintas perkotaan terpadu sebagai bagian internal dari manajemen transportasi

perkotaan terpadu, merupakan salah satu sektor dari manajemen perkotaan secara

menyeluruh.
Desain fasilitas lalu lintas (rambu lalu lintas) merupakan salah satu elemen kunci
rekayasa dan manajemen lalu lintas jalan. Pengguna jalan berkepentingan
terhadap fasilitas lalu lintas untuk informasi dan petunjuk serta pengelola jalan
bertanggung jawab untuk menegakkan peraturan lalu lintas, manajemen dan
pengambilan lalu lintas serta peningkatan Keselamatan kendaraan. Jadi desain
fasilitas perambuan lalu lintas merupakan komunikasi antara pengelola jalan dan
pengguna jalan.
a. Rambu Peringatan
Digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan ada bahaya atau tempat
berbahaya pada bagian jalan didepannya.
Rambu peringatan ditempatkan sekurang-kurangnya pada 50 meter atau pada
jarak tertentu sebelum tempat berbahaya dengan memperhatikan kondisi lalu
lintas, Cuaca dan keadaan jalan yang disebabkan oleh faktor geografis, geometris,
permukaan jalan dan kecepatan rencana jalan, rambu peringatan dapat dilengkapi
dengan papan tambahan. Jarak antara rambu dan permulaan bagian jalan yang
berbahaya tersebut tidak dapat diduga oleh pemakai jalan dan tidak sesuai dengan
keadaan biasa. Rambu peringatan dapat diulangi dengan ketentuan jarak antara
rambu dengan awal bagian jalan yang berbahaya dinyatakan dengan papan
tambahan. Warna dasar rambu peringatan berwarna kuning dengan lambang atau
tulisan berwarna hitam. Bentuk rambu peringatan bujur sangkar dan empat persegi
panjang.

b. Rambu Larangan
Digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang oleh pemakai jalan yang
ditempatkan sedekat mungkin dengan titik larangan dimulai. Rambu larangan
dapat juga dilengkapi dengan papan tambahan. Warna dasar rambu larangan
mempunyai warna putih bertuliskan hitam atau merah. Bentuk rambu larangan
terdiri segi delapan sama sisi, segi tiga sama sisi larangan silang,dengan ujung-
ujung yang runcing dan lingkaran.
c. Rambu Perintah
Digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib oleh pemakai jalan yang
ditempatkan sedekat mungkin dengan titik kewajiban dimulai. Rambu ini dapat
dilengkapi dengan papan tambahan dan dilengkapi dengan rambu petunjuk pada
jarak yang layak sebelum titik kewajiban dimulai. Warna dasar rambu perintah
berwarna biru dengan lambang atau tulisan berwarna putih serta merah garis
serong sebagai batas akhir perintah.
d. Rambu Petunjuk
Digunakan untuk menyatakan petunjuk mengenai jurusan, jalan, situasi, kota,
tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pemakai jalan yang ditempatkan
sedemikian rupa sehingga daya guna sebesar-besarnya dengan memperhatikan
keadaan jalan, dan kondisi lalu lintas, sedang untuk menyatakan jarak dapat
digunakan papan tambahan atau pada rambu itu sendiri. Rambu petunjuk untuk
menyatakan tempat fasilitas umum, batas wilayah suatu daerah, situasi jalan, .dan
rambu berupa kata-kata serta tempat khusus dinyatakan dengan berwarna dasar
coklat dengan lambang atau tulisan warna putih.
2. Persyaratan Bentuk dan Warna
Bentuk dan warna digunakan untuk membedakan antara kategori-kategori rambu
yang berbeda, dimana dapat :
Meningkatkan kemudahan pengendalian bagi pengemudi
Membuat pengemudi dapat lebih cepat untuk mereaksi
Menciptakan reaksi-reaksi standar (dan naluri) terhadap situasi-situasi standar.
Secara khusus bentuk dan warna yang digunakan pada perambuan lalu lintas
yaitu :
1. Warna
Merah menunjukkan bahaya
Kuning menunjukkan peringatan
Biru menunjukkan perintah
Hijau menunjukkan informasi umum
2. Bentuk
Bulat menunjukkan larangan

Segi empat sumbu regional menunjukkan kegiatan bahaya dan petunjuk.


umum rambu-rambu menggunakan dua warna untuk menyampaikan pesan, satu
warna terang dan yang lain warna gelap. Kadang-kadang warna yang ketiga
digunakan sebagai suatu lingkaran di sekeliling rambu. Akan tetapi rambu-rambu
yang kecil tergantung pada warna latar belakang terang yang digunakan dan
biasanya tulisan-tulisan hitam diatas latar belakang terang digunakan dan biasanya
tulisan latar belakang putih atau kuning.
Sedang tiang penyangga pada rambu biasanya berwarna abu-abu. Tiang-tiang untuk
lampu pengatur lalu lintas, penyeberangan zebra dan tanda-tanda bahaya lainnya
adalah hitam dan putih.
3. Ukuran Huruf
Kemudahan membaca ditentukan oleh ukuran huruf dan lebar dari ketebalan huruf
ratio (perbandingan), tinggi : lebar biasanya 1 : 1 dan 2 : 1, ratio tinggi : ketebalan
huruf biasanya antara 9 : 1 dan 5 : 1. Ukuran huruf dapat dinyatakan dengan rumus
:

dimana :
H = Tinggi huruf kecil yang diperlukan (tinggi huruf besar = 1.33H)
L = Jarak dari titik rambu di baca sampai ke rambu tersebut.
I = kemudahan membaca.
V1 = Kecepatan Awal
S = Tinggi rambu
A. = Sudut ketinggian dari titik pembacaan rambu yang paling dekat
Kemudahan membaca I diukur dalam meter untuk suatu jarak tertentu yang dapat
membaca 50 mm tinggi huruf. Misalnya standar seorang pengemudi dalam
membaca huruf setingggi 90 mm, atau sama dengan
I = 22 x 50/90 = 13 meter per 50 mm tinggi huruf.
4. Lokasi dan Penempatan
. Daerah
Daerah tempat dipasangnya rambu dihitung dengan cara mengkaitkan jarak
kebebasan pandangan terhadap waktu alih gerak (manuver) kendaraan yang
diperlukan (biasanya berhenti, dan untuk itu jarak tersebut adalah berupa
kecepatan rencana jarak pandangan henti. Kecepatan yang digunakan dapat
berupa kecepatan rencana batas kecepatan, atau jika suatu masalah yang sifatnya
praktis telah diidentifikasikan maka berdasarkan survey dapat ditetapkan
kecepatan setempat atas dasar persentil ke 8. Secara praktis hal ini berarti bahwa
jarak penempatan rambu merupakan fungsi kecepatan rencana pada jalan
tersebut.

Rambu harus ditempatkan sesuai dengan standar kebebasan samping sekurang-


kurangnya 0,60 m dari tepi badan jalan kuat yang normal, dan meningkat hingga
1,2 meter pada jalan ganda kecepatan tinggi serta 0,30 m untuk rambu yang
dipasang pada pemisah jalan (media. Rambu ditempatkan di sebelah kiri menurut
arah lalu lintas, diluar jarak tertentu dari tepi paling luar bahu jalan atau jalur lalu
lintas kendaraan dan tidak merintangi lalu lintas kendaraan dan atau pejalan kaki
serta mudah dilihat dengan jelas oleh pemakai jalan. Akan tetapi dalam keadaan
tertentu dengan mempertimbangkan lokasi dan kondisi lalu lintas, rambu dapat
ditempatkan di sebelah kanan atau diatas daerah manfaat jalan dengan
memperhatikan faktor-faktor antara lain geografis, geometri jalan, kondisi lalu
lintas, jarak pandangan dan kecepatan kendaraan.
Bagian sisi rambu yang paling rendah harus minimal 1,75 m dan paling tinggi
maksimum 2,65 m diatas titik pada sisi jalan yang tinggi yang diukur dari
permukaan ,jalan sampai dengan sisi daun rambu bagian bawah atau papan
tambahan sedangkan rambu yang dipasang pada fasilitas pejalan kaki tinggi
minimum 2,00 m dan maksimum 2,65 m dari sisi daun rambu yang paling bawah
atau papan tambahan. Khususnya untuk rambu peringatan, ditempatkan diatas
daerah manfaat jalan maksimum 5,00 m.
Rambu-rambu pada umumnya beriorentasi (mengarah) tegak lurus terhadap arah
perjalanan (sumbu jalan) untuk jalan yang melengkung/belok ke kanan. akan
tetapi untuk jalan atau melengkung/belok ke kiri, pemasangan posisi rambu harus
digeser minimal 30 searah jarum jam dari posisi rambu tegak lurus sumbu jalan
kecuali rambu seperti tempat penyeberangan orang, tempat perhentian bus,
tempat parkir dan petunjuk fasilitas pemasangan rambunya sejajar dengan tepi
jalan, dan arah rambu harus mengarah pada arah yang tepat. Posisi rambu tidak
boleh terhalang oleh bangunan, pepohonan dan atau benda-benda lain yang dapat
menghilangkan atau mengurangi arti rambu tersebut. Pemasangan daun rambu
pada satu tiang maksimum 2 buah daun rambu.
5. Material (Pemantulan dan Penerangan)
Rambu-rambu dapat dibuat dari logam (lempengan aluminium atau baja), plastik
atau kayu : rambu-rambu yang melampaui suatu ukuran tertentu akan memerlukan
suatu perkuatan konstruksi. Tiang rambu dapat dibuat dari logam, beton dan kayu.
Permukaan rambu harus berupa lapisan bahan yang efektif yang tahan Cuaca
ditempatkan diatas plat aluminium, cat email kering udara (air drying namel
paint); cat selulosa ;material plastik yang memantulkan cahaya. Rambu-rambu
harus mudah terlihat baik siang hari maupun malam hari untuk melihatnya pada
malam hari akan membutuhkan sistem pemantulan (reflektorasasi) atau lampu
penerangan pada rambu tersebut.
Jika memungkinkan, maka rambu harus dipasang pada tiang-tang yang telah ada di
jalan misalnya pada tiang-tiang lampu lalu lintas dan tiang listrik (dengan seizing
pemiliknya), dengan maksud untuk memperkecil jumlah perlengkapan jalan untuk
alasan-alasan estetika dan Keselamatan. Jika tidak memungkinkan, maka harus
digunakan tiang dari logam. Rambu-rambu yang besar akan memerlukan design
yang khusus dengan pondasi yang cukup kuat untuk memerlukan tekanan (gaya)
angin.
1. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Jalan.

Dalam pasal 2 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa manajemen lalu lintas meliputi
kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian lalu lintas.
Kegiatan perencanaan lalu lintas meliputi :
ntarisasi dan evaluasi tingkat pelayanan.
Penerapan tingkat pelayanan yang diinginkan.
Penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas.
Penyusunan rencana dan program pelaksanaan perwujudannya.
Pasal 4 ayat 1 dan 2 tentang rekayasa lalu lintas dijelaskan bahwa dalam rangka
pelaksanaan manajemen lalu lintas di jalan, dilakukan dengan rekayasa lalu lintas.
Rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat diatas, meliputi :
Perencanaan pembangunan dan pemeliharaan jalan.
Perencanaan, pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan rambu-rambu, marka
jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, sera alat pengendali dan pengamanan
pemakai jalan.
2. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM Tahun 1993 tentang Rambu Lalu

Lintas di Jalan

Penempatan rambu lalu lintas dijelaskan pada bab V, yakni:


a. Bagian ketiga, penempatan perambuan menurut ukuran
pasal 25 :
Ukuran daun rambu terdiri dari ukuran besar, ukuran sedang, ukuran kecil dan
ukuran sangat kecil.
Daun ukuran rambu besar ditempatkan pada jalan dengan kecepatan rencana
lebih dari 80 km per jam.
Daun ukuran rambu sedang ditempatkan pada jalan dengan kecepatan rencana
lebih dari 60 km per jam.
Daun ukuran rambu kecil ditempatkan pada jalan dengan kecepatan rencana
lebih dari 60 km per jam atau kurang.
Dalam keadaan tertentu dengan mempertimbangkan kondisi lalu lintas, dapat
ditempatkan daun rambu-rambu ukuran sangat kecil.
b. Bagian keempat, penempatan rambu peringatan.
Pasal 26 :
Rambu peringatan ditempatkan pada sisi jalan sebelum tampak atau bagian
jalan yang berbahaya. Dengan jarak :
Minimum 180 meter, untuk jalan dengan kecepatan lebih rendah dari 100 km per
jam.
Minimum 100 meter, untuk jalan dengan kecepatan rencana lebih dari 80 km per
jam sampai dengan 100 km per jam.
Minimum 80 meter, untuk jalan dengan kecepatan rencana lebih dari 80 km per
jam.
Minimum 50 meter, untuk jalan dengan kecepatan rencana lebih dari 60 km per jam
atau kurang.
Apabila diperlukan gagasan atau penanggulangan rambu peringatan dilengkapi
dengan papan tambahan.
c. Bagian kelima, penempatan rambu larangan
Pasal 27 :
Rambu larangan ditempatkan sedekat mungkin pada awal bagan jalan
dimulainya rambu larangan.
Untuk rambu larangan nomor 21,7 dan 8 ditempatkan pada awal bagian jalan
dimulainya larangan.
Rambu larangan nomor 20, 22 dan 23 ditempatkan pada bagian awal
berakhirnya rambu larangan.
d. Bagian keenam, penempatan rambu perintah
Pasal 28 :
Rambu perintah nomor 9 ditempatkan sedekat mungkin dan awal bagian jalan
di mulainya perintah.
Rambu perintah nomor 6b dan 6c ditempatkan pada sisi seberang jalan dari
arah lalu lintas datang.
Rambu perintah nomor 6a, 6c, 6d dan 8 ditempatkan pada sisi jalan sesuai
perintah yang diberikan rambu tersebut.
Rambu perintah nomor 6 ditempatkan di sisi jalan bagian awal lajur atau
bagian, jalan yang wajib dilewati.
Rambu perintah nomor 4 dan 5 ditempatkan disisi jalan pada batas akhir
berlakunya rambu nomor 4 dan 5.

e. Bagian ke tujuh, penempatan rambu petunjuk


Pasal 29 :
Rambu petunjuk ditempatkan pada sisi jalan, pemisah jalan atau daerah
manfaat jalan sebelum tempat daerah atau lokasi yang ditunjuk.
Rambu petunjuk nomor 23, 24, 28 dan 29 ditempatkan sedekat mungkin pada
lokasi yang ditunjuk dengan jarak maksimum 50 meter.
Rambu petunjuk nomor 25, 30, 33, 33a, 33b, 33c dan 34 ditempatkan sebelum
lokasi yang ditunjuk dan jarak menuju lokasi dinyatakan dalam rambu tersebut.
Rambu petunjuk no 6, 7, 7a, 10, 18, 20, 20a, 22 dan 26 ditempatkan pada awal
petunjuk tersebut dimulai.
Rambu petunjuk nomor 6a, 22a dan 26 ditempatkan pada bagian jalan akhir
berlakunya rambu yang bersangkutan.
Rambu petunjuk nomor 1 sampai dengan nomor 5, 8, 9, 11 sampai 17 dan 19,
ditempatkan pada lokasi yang ditunjuk dan untuk petunjuk awal sebelum lokasi
yang ditunjuk tersebut dapat dipasang rambu yang sama dilengkapi dengan papan
tambahan menyatakan jarak.
Rambu petunjuk nomor 21 dan 27 ditempatkan pada awal bagian jalan.
Rambu petunjuk nomor 7 yang dilengkapi dengan papan tambahan dengan
tulisan terminal, dapat digunakan sebagai petunjuk awal lokasi terminal.
Khusus rambu petunjuk nomor 1 sampai dengan nomor 5, 8, 9, 10 sampai
dengan nomor 17 dan 19 dapat ditempatkan sebelum lokasi dalam 1(satu) rambu
yang sesuai dengan fasilitas yang tersedia pada lokasi.
f. Bagian kesembilan, penempatan papan tambahan
Pasal 31 :
Papan tambahan ditempatkan dengan jarak 5 cm sampai dengan 10 cm dari sisi
terbawah daun rambu, dengan lebar papan tambahan secara vertikal tidak
melebihi sisi daun rambu.
Ukuran perbandingan papan tambahan antara panjang dan lebar adalah 1 (satu)
berbanding 2 (dua)
Papan tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat
ditempatkan pada.
Rambu peringatan pada nomor 26,26a dan 26b.
Rambu petunjuk pada nomor 23, 24, 28 dan 29.
Papan yang memuat dalam tambahan harus bersifat khusus, singkat, jelas dan
mudah serta cepat dimengerti oleh pemakai jalan.

g. Bagian Kesepuluh, penempatan rambu yang berpasangan


Rambu larangan nomor 1c penempatannya disesuaikan dengan rambu petunjuk
nomor 11
Rambu perintah 4 penempatannya harus diakhiri dengan rambu perintah nomor
4a.
Rambu larangan nomor 10 dan 19 penempatannnya harus diakhiri dengan rambu
larangan nomor 22 dan 20.

BAB III

Metodologi pada dasarnya adalah merupakan disiplin ilmu yang


menjelaskan tentang metode-metode ilmiah untuk mengkaji kebenaran dan
mengembangkan pengetahuan yang menyangkut bidang keilmuan.

A. Waktu Dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di kota Palopo khususnya pada pusat kota
(Kecamatan Wara dan Kecamatan Wara Utara), selama dua bulan yaitu mulai bulan
Februari sampai bulan Maret tahun 2003 dengan judul Penataan Sistem
Perambuan Lalulintas di Kota Palopo. Pertimbangan pemilihan judul ini yaitu
dengan melihat perkembangan kota Palopo yang begitu pesat sehingga perlu
pembenahan di berbagai sektor, termasuk didalamnya adalah sektor transportasi
khususnya masalah sistem perambuan lalulintas.
B. Metode Pendekatan
Untuk mencapai tujuan studi ini melalui suatu proses maka dilakukan dengan
urutan pengerjaan dalam studi ini. Urutan-urutan pengerjaan tersebut adalah :
1. Mengidentifikasi setiap jenis perambuan lalu lintas dan pengaruhnya terhadap
sirkulasi lalu lintas dan keselamatan serta kelancaran berlalu lintas.
2. Mengenali konflik-konflik pergerakan lalu lintas di Kota Palopo khususnya terhadap
ruas-ruas jalan utama.
3. Menemukenali dampak aktivitas guna lahan terhadap pengaruh sirkulasi lalu
lintas
4. Mencermati arah perkembangan kota yang ditandai dengan perubahan tata
guna lahan yang implikasinya terhadap sistem transportasi yang akan terjadi.
Teknik pengumpulan data yang dapat dilakukan dalam penelitian ini dengan
2 (dua) cara, yaitu :
1. Data Primer, diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap obyek penelitian
mengenai perambuan lalu lintas dan aspek-aspek yang berpengaruh terhadap
peletakan rambu di Kota Palopo.
Data-data yang diperoleh melalui survey dan pengamatan langsung yang
berhubungan dengan penataan perambuan lalu lintas adalah :
a. Jenis penggunaan lahan
b. Volume lalu lintas
c. Kecepatan asal dan tujuan pergerakan
d. Kondisi jaringan jalan
e. Jenis, jumlah, kondisi dan penempatan rambu lalu lintas
a. Data Sekunder, diperoleh melalui pengambilan data dan informasi pada
instansi-instansi terkait dan studi kepustakaan yang berkaitan dengan materi
penelitian.
Jenis dan sumber data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
i. Kondisi eksisting penggunaan lahan Kota Palopo, data ini bersumber
dari Bappeda dan Dinas Tata Ruang Kota Palopo
ii. Jenis dan letak rambu lalu lintas, jumlah armada angkutan mikrolet
per rute dan jalur angkutan umum. Data tersebut bersumber dari Dinas LLAJ Kota
Palopo
iii. Perkembangan jumlah penduduk Kota Palopo, data ini diperoleh dari
Kantor BPS.
Untuk dapat mengidentifikasi masalah yang menyangkut peramalan
kebutuhan dan lokasi penempatan perambuan lalu lintas di Kota Palopo, maka
dipergunakan teknik analisis yakni analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Untuk
analisis deskriptif diperoleh dari telaah studi literatur yang menyangkut data yang
berupa nilai dan angka, adapun analisis berikut ini bertujuan untuk mengetahui
arus kendaraan pada suatu ruas jalan dengan analisis sebagai berikut, (Morlok,
1985 ; 190 192) :
1. Untuk menghitung seberapa besar pengaruh lalu lintas terhadap volume
kendaraan yang melintas pada suatu jalan digunakan rumus :
Volume lalu lintas :
Y=N/T
Dimana :
V = Volume lalu lintas yang melalui suatu titik (SMP / Jam)
N = Jumlah kendaraan yang melewati pada suatu jalan (SMP)
T = Waktu pengamatan (Jam)
3. Untuk menghitung seberapa besar pengaruh kecepatan lalu lintas yang melintasi
suatu jalan menggunakan rumus :
Kecepatan rata- rata :
U=S/T

Dimana :
U = Kecepatan rata- rata (km / jam)
S = Jarak tempuh (km)
T = Waktu tempuh (jam)
4. Untuk menghitung seberapa besar kepadatan lalu lintas yang melintasi pada
suatu jalan digunakan rumus :
Kepadatan kendaraan :
D=V/U
Dimana :
D = Kecepatan rata-rata kendaraan (SMP / Jam)
V = Volume lalu lintas rata-rata (SMP / Jam)
U = Kecepatan rata-rata kendaraan (Km / Jam)
Berdasarkan rumusan masalah serta tujuan yang ingin dicapai,maka

variabel yang akan diamati dalam penelitian ini berkaitan dengan penataansistem

perambuan lalulintas adalah:

1. Karakteristik Arus Lalulintas

Arus lalulintas merupakan interaksi antar pengendara,kendaraan dan

elemen dari jalan serta lingkungan.

a. Sirkulasi Lalulintas

b. Volume lalulintas

c. Kecepatan Kendaraan

d. Kepadatan Lalulintas

2. Karakteristik Komponen Lalulintas

a. Karakteristik Sarana

Sarana adalah kendaraan atau moda angkutan yaitu suatu alat yang dapat

bergerak di jalan terdiri dari kendaraan bermotor dan tidak bermotor.

- Kendaraan ringan/kecil

- Keeendaraan sedang

- Kendaraan berat/besar

- Sepeda motor

kteristik Prasarana

jalan
gkutan umum
rambu lalulintas
rkir di badan jalan

b. Akses tata guna lahan


c. Perilaku pengendara

d. Pejalan kaki

4. Sistem Pergerakan

la pergerakan

erah pelayanan

asarana dan sistem transportasi

Anda mungkin juga menyukai