IDENTIFIKASI KEPENDUDUKAN
KOTA PALOPO, AKSESIBILITAS,
TINJAUAN UMUM LOKASI
PENELITIAN, ANALISIS SISTEM TATA
GUNA LAHAN DAN BANGKITAN
PERJALANAN, ANALISIS ARUS
KENDARAAN, ANALISIS PERAMBUAN
LALU LINTAS DAN KONSEP IDEAL
PENATAAN SISTEM PERAMBUAN
LALU LINTAS (ADMINISTRASI NIAGA)
Admin ADMINISTRASI NIAGA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transportasi itu berfungsi ganda, di satu sisi harus mampu menunjang dan di sisi
lain juga mampu merangsang pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Oleh karena itu
dalam arti harus memperhatikan tidak hanya situasi dan kondisi transportasi itu
transportasi perkotaan tersebut antara lain berupa penentuan jenis moda angkutan
umum, pola jaringan, izin trayek angkutan, kebijakan perparkiran dan perambuan
lalu lintas.
Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1992, tentang Lalu Lintas dan Angkutan
kelancaran lalu lintas serta memudahkan bagi pemakai jalan, maka jalan wajib
dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas. Di samping itu dalam tata laksana lalu
dan sebagainya atau lalu lintas yang ada dengan sedemikian rupa agar lalu lintas
dapat bergerak dengan aman, lancar dan nyaman di sepanjang jalur lalu lintas
sistem pergerakan diatur dengan sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas.
lancar sehingga mempengaruhi kembali sistem kegiatan dan sistem jaringan yang
pada beberapa ruas jalan dengan fungsi guna lahan adalah fungsi perdagangan dan
utamanya pada ruas jalan utama diakibatkan lalu lintas yang bercampur, perilaku
pusat kota akibat tidak teraturnya pergerakan pejalan kaki dan kendaraan
Kondisi riil akibat tidak efektif dan efesiensinya sistem perambuan yang ada
dikota palopo antara lain banyaknya pengguna jalan yang memarkir kendaraannya
pada tempat yang tidak semestinya sehingga mengganggu arus kendaraan yang
mengarahkan lalu lintas sehingga diperlukan tindak lanjut untuk peletakan rambu
yang efektif dan efisien sehingga maksud penempatan rambu dapat tercapai. Di
samping peletakan yang kurang tepat juga diperlukan penambahan rambu seiring
Penelitian yang lebih lanjut tentang perambuan lalu lintas di Kota Palopo
rambu lalu lintas sebagai pengendali lalu lintas khususnya untuk meningkatkan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan
1. Tujuan Penelitian
Kepadatan Bangkitan
pemukiman Pergerakan pergerakan
Jenis rumah
(keluarga/Ha Per hari per hari
)
Permukiman di luar 15 10 150
kota 45 7 315
Unit rumah
Flat tinggi
Interaksi
Interaksi Interaksi
Jauh dapat
rendah menengah
diabaikan
Jarak
Interaksi Interaksi
Interaksi
Dekat menenga sangat
rendah
h tinggi
Interaksi tata guna Kecil-
Kecil-kecil Besar-besar
lahan antar dua zona kecil
G. Kerangka Pikir
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kebutuhan rambu
lalu lintas dan mengetahui pengaruh penempatan perambuan lalu lintas di Kota
Palopo sebagai alat pengendali lalu lintas serta memberikan alternatif penempatan
rambu sehingga dapat membantu pengaturan pergerakan lalu lintas dan
mengurangi Kemacetan.
2. Manfaat Penelitian
E. Sistimatika Pembahasan
Dalam penulisan ini akan diambil langkah-langkah yang dapat diuraikan dalam
sistimatika pembahasan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Sebagai langkah awal dalam penelitian ini menguraikan tentang Latar belakang,
Rumusan masalah, Tujuan dan manfaat penelitian, Ruang lingkup penelitian dan
Sistimatika pembahasan itu sendiri.
BAB V PENUTUP
Sebagai bahagian akhir dari penelitian ini, maka pada bab ini menguraikan tentang
kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
Transportasi bukanlah suatu tujuan akhir (ends) akan tetapi merupakan
terdiri dari beberapa sistem transportasi mikro yang saling terkait dan saling
pergerakan lalu lintas (rekayasa dan manajemen lalu lintas), dan sistem
kelembagaan.
Kegiatan perubahan dan sistem jelas akan mempengaruhi sistem jaringan melalui
suatu sistem pergerakan yang akhirnya juga pasti akan mempengaruhi kembali
Hubungan dasar antara sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem pergerakan
merupakan urutan konsep perencanaan transportasi secara berurut sebagai berikut
:
Gambar 2.1.
Aksesibilitas
Sebaran Pergerakan
Pemilihan Moda
Pemilihan Rute
Model perencanaan ini merupakan gabungan dari beberapa seri model yang
masing-masing harus dilakukan secara terpisah dan berurutan.
1. Aksesibilitas
2. Bangkitan Pergerakan
a. Umum
Bangkitan dan tarikan pergerakan terlihat secara diagram pada gambar 2.3
dibawah ini
Gambar 2.2.
Bangkitan dan Tarikan Pergerakan
Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa jumlah
kendaraan, orang, atau angkutan barang per satuan waktu, misalnya
kendaraan/jam. Bangkitan dan tarikan lalu lintas tergantung pada aspek tata guna
lahan :
a) Jenis tata guna lahan dan
Jenis tata guna lahan yang berbeda (pemukiman, pendidikan, dan komersial)
mempunyai ciri bangkitan lalu lintas yang berbeda, yaitu:
a) Jumlah arus lalu lintas
c) Lalu lintas pada waktu tertentu (kantor menghasilkan arus lalu lintas pada pagi
dan sore, sedangkan pertokoan menghasilkan arus lalu lintas di sepanjang hari).
Jumlah dan jenis lalu lintas yang dihasilkan setiap tata guna lahan merupakan
hasil dari fungsi parameter sosial dan ekonomi.
c. Intensitas Aktivitas Tata Guna Lahan
Bangkitan pergerakan bukan saja beragam dalam jenis tata guna lahan, tetapi juga
tingkat aktivitasnya. Semakin tinggi penggunaan sebidang tanah, semakin tinggi
pergerakan arus lalu lintas yang dihasilkan. Salah satu ukuran intensitas aktivitas
sebidang tanah adalah kepadatannya.
Tabel 2.2. memperlihatkan bangkitan lalu lintas dari suatu daerah pemukiman
yang mempunyai tingkat kepadatan berbeda. Walaupun arus lalu lintas terbesar
yang dibangkitkan berasal dari daerah pemukiman diluar kota, bangkitan lalu
lintasnya karena intensitas aktivitasnya (dihitung dari tingkat kepadatan
permukiman) paling rendah. Karena bangkitan lalu lintas berkaitan dengan jenis
dan intensitas perumahan, hubungan antara bangkitan lalu lintas dan kepadatan
permukiman menjadi linier.
Tabel 2.2
Bangkitan Lalu Lintas, Jenis Perumahan dan Kepadatannya.
3. Sebaran Pergerakan
a. Umum
Pada sebaran arus lalulintas antara zona i ke zona j dari dua hal yang terjadi
secara bersamaan, yaitu lokasi dan intensitas tata guna lahan yang menghasilkan
arus lalulintas dan pemisahan ruang, interaksi antara dua buah tata guna lahan
yang menghasilkan pergerakan manusia dan barang.
b. Pemisahan Ruang
Jarak antara dua buah tata guna lahan merupakan batas pergerakan. Jarak jauh
atau biaya yang besar akan membuat pergerakan menjadi lebih sulit (aksesibilitas
rendah), sehingga pergerakan arus lalu lintas cenderung meningkat jika jarak
antara kedua zonanya semakin dekat. Pemisahan ruang dapat ditentukan oleh
jarak, yang diukur dengan waktu dan biaya yang lukan.
c. Intensitas Ruang dan Intensitas Tata Guna Lahan
Makin tinggi tingkat aktivitas suatu tata guna lahan, makin tinggi pula tingkat
kemampuannya dalam menarik lalu lintas.
d. Pemisahan Ruang dan Intensitas Tata Guna Lahan
Daya tarik tata guna lahan akan berkurang dengan meningkatkan jarak (dampak
pemisahan ruang). Tata guna lahan cenderung menarik pergerakan lalu lintas dari
tempat yang lebih dekat dibandingkan dengan dari tempat yang jauh. Pergerakan
lalu lintas yang berjarak pendek lebih banyak dibanding yang berjarak jauh.
Interaksi antara daerah sebagai fungsi dari intensitas setiap daerah dan jarak
antara kedua daerah tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3.
Jaringan transportasi yang baik mampu memecahkan masalah jarak tersebut
sehingga interaksi antara kedua tata guna lahan tinggi tanpa memperhatikan faktor
jarak.
Tabel 2.3
Interaksi Antar Daerah
Sumber : Tamin O.Z, (1997 ; 63)
Sistem transportasi mengurangi hambatan pergerakan dalam ruang, tetapi tidak
mengurangi jarak, sehingga bisa diatasi dengan memecahkan sistem jaringan
transportasi.
Secara sederhana moda berkaitan dengan jenis transportasi yang digunakan pilihan
pertama biasanya berjalan kaki atau menggunakan kendaraan. Jika menggunakan
kendaraan, pilihannya adalah kendaraan pribadi (sepeda, sepeda motor, mobil)
atau angkutan umum (bus, becak, dan lain-lain).
Orang yang hanya mempunyai satu pilihan moda saja disebut dengan captive
terhadap moda tersebut. Jika terdapat lebih dari satu moda, moda yang dipilihnya
biasanya yang mempunyai rute terpendek, tercepat, atau termurah atau kombinasi
dari ketiganya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah ketidaknyamanan dan
keselamatan. Hal ini harus dipertimbangkan dalam pilihan moda.
b. Pemilihan Rute
Prinsip pemilihan moda juga dapat digunakan untuk pemilihan rute. Untuk
angkutan umum, rute ditentukan berdasarkan moda transportasi (bus dan kereta
api mempunyai rute yang tetap). Dalam kasus ini, pemilihan moda dan rute
dilakukan bersama-sama. Untuk kendaraan pribadi, diasumsikan bahwa orang yang
memilih moda transportasinya, lalu rutenya.
5. Arus Lalu Lintas Dimanis (Arus Pada Jaringan Jalan)
Arus lalu lintas berinteraksi dengan sistem jaringan transportasi jika arus lintas
meningkat pad ruas jalan tertentu, waktu tempuh pasti bertambah karena
kecepatan bertambah. Arus maksimum yang dapat melewati suatu titik biasanya
pada persimpangan dengan lampu lalu lintas biasanya disebut arus jenuh.
Kapasitas ruas jalan perkotaan biasanya dinyatakan dengan kendaraan (atau dalam
satuan mobil penampang/smp) per jam. Hubungan antara arus dengan waktu
tempuh (atau kecepatan) tidaklah linear. Penambahan kendaraan tertentu pada
saat arus rendah akan menyebabkan waktu tempuh lebih kecil jika dibandingkan
dengan penambahan kendaraan pada saat arus jenuh.
b. Tingkat Pelayanan
Hal ini berkaitan dengan kecepatan operasi atau fasilitas jalan, yang tergantung
pada perbandingan antara arus terhadap kapasitas. Oleh karena itu, tingkat
Hal ini sangat tergantung pada jenis fasilitas, bukan arusnya. Jalan bebas
dengan satu kategori lalu lintas misalnya pejalan kaki atau lalu lintas campuran
dan pengendalian operasional yang ketat pada rute jalan bebas hambatan di kota.
jalan untuk pejalan kaki, penyeberangan dan lampu untuk penerangan jalan.
Manajemen lalu lintas dalam hal ini adalah manajemen operasional lalu
perkotaan terpadu, merupakan salah satu sektor dari manajemen perkotaan secara
menyeluruh.
Desain fasilitas lalu lintas (rambu lalu lintas) merupakan salah satu elemen kunci
rekayasa dan manajemen lalu lintas jalan. Pengguna jalan berkepentingan
terhadap fasilitas lalu lintas untuk informasi dan petunjuk serta pengelola jalan
bertanggung jawab untuk menegakkan peraturan lalu lintas, manajemen dan
pengambilan lalu lintas serta peningkatan Keselamatan kendaraan. Jadi desain
fasilitas perambuan lalu lintas merupakan komunikasi antara pengelola jalan dan
pengguna jalan.
a. Rambu Peringatan
Digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan ada bahaya atau tempat
berbahaya pada bagian jalan didepannya.
Rambu peringatan ditempatkan sekurang-kurangnya pada 50 meter atau pada
jarak tertentu sebelum tempat berbahaya dengan memperhatikan kondisi lalu
lintas, Cuaca dan keadaan jalan yang disebabkan oleh faktor geografis, geometris,
permukaan jalan dan kecepatan rencana jalan, rambu peringatan dapat dilengkapi
dengan papan tambahan. Jarak antara rambu dan permulaan bagian jalan yang
berbahaya tersebut tidak dapat diduga oleh pemakai jalan dan tidak sesuai dengan
keadaan biasa. Rambu peringatan dapat diulangi dengan ketentuan jarak antara
rambu dengan awal bagian jalan yang berbahaya dinyatakan dengan papan
tambahan. Warna dasar rambu peringatan berwarna kuning dengan lambang atau
tulisan berwarna hitam. Bentuk rambu peringatan bujur sangkar dan empat persegi
panjang.
b. Rambu Larangan
Digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang oleh pemakai jalan yang
ditempatkan sedekat mungkin dengan titik larangan dimulai. Rambu larangan
dapat juga dilengkapi dengan papan tambahan. Warna dasar rambu larangan
mempunyai warna putih bertuliskan hitam atau merah. Bentuk rambu larangan
terdiri segi delapan sama sisi, segi tiga sama sisi larangan silang,dengan ujung-
ujung yang runcing dan lingkaran.
c. Rambu Perintah
Digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib oleh pemakai jalan yang
ditempatkan sedekat mungkin dengan titik kewajiban dimulai. Rambu ini dapat
dilengkapi dengan papan tambahan dan dilengkapi dengan rambu petunjuk pada
jarak yang layak sebelum titik kewajiban dimulai. Warna dasar rambu perintah
berwarna biru dengan lambang atau tulisan berwarna putih serta merah garis
serong sebagai batas akhir perintah.
d. Rambu Petunjuk
Digunakan untuk menyatakan petunjuk mengenai jurusan, jalan, situasi, kota,
tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pemakai jalan yang ditempatkan
sedemikian rupa sehingga daya guna sebesar-besarnya dengan memperhatikan
keadaan jalan, dan kondisi lalu lintas, sedang untuk menyatakan jarak dapat
digunakan papan tambahan atau pada rambu itu sendiri. Rambu petunjuk untuk
menyatakan tempat fasilitas umum, batas wilayah suatu daerah, situasi jalan, .dan
rambu berupa kata-kata serta tempat khusus dinyatakan dengan berwarna dasar
coklat dengan lambang atau tulisan warna putih.
2. Persyaratan Bentuk dan Warna
Bentuk dan warna digunakan untuk membedakan antara kategori-kategori rambu
yang berbeda, dimana dapat :
Meningkatkan kemudahan pengendalian bagi pengemudi
Membuat pengemudi dapat lebih cepat untuk mereaksi
Menciptakan reaksi-reaksi standar (dan naluri) terhadap situasi-situasi standar.
Secara khusus bentuk dan warna yang digunakan pada perambuan lalu lintas
yaitu :
1. Warna
Merah menunjukkan bahaya
Kuning menunjukkan peringatan
Biru menunjukkan perintah
Hijau menunjukkan informasi umum
2. Bentuk
Bulat menunjukkan larangan
dimana :
H = Tinggi huruf kecil yang diperlukan (tinggi huruf besar = 1.33H)
L = Jarak dari titik rambu di baca sampai ke rambu tersebut.
I = kemudahan membaca.
V1 = Kecepatan Awal
S = Tinggi rambu
A. = Sudut ketinggian dari titik pembacaan rambu yang paling dekat
Kemudahan membaca I diukur dalam meter untuk suatu jarak tertentu yang dapat
membaca 50 mm tinggi huruf. Misalnya standar seorang pengemudi dalam
membaca huruf setingggi 90 mm, atau sama dengan
I = 22 x 50/90 = 13 meter per 50 mm tinggi huruf.
4. Lokasi dan Penempatan
. Daerah
Daerah tempat dipasangnya rambu dihitung dengan cara mengkaitkan jarak
kebebasan pandangan terhadap waktu alih gerak (manuver) kendaraan yang
diperlukan (biasanya berhenti, dan untuk itu jarak tersebut adalah berupa
kecepatan rencana jarak pandangan henti. Kecepatan yang digunakan dapat
berupa kecepatan rencana batas kecepatan, atau jika suatu masalah yang sifatnya
praktis telah diidentifikasikan maka berdasarkan survey dapat ditetapkan
kecepatan setempat atas dasar persentil ke 8. Secara praktis hal ini berarti bahwa
jarak penempatan rambu merupakan fungsi kecepatan rencana pada jalan
tersebut.
Jalan.
Dalam pasal 2 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa manajemen lalu lintas meliputi
kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian lalu lintas.
Kegiatan perencanaan lalu lintas meliputi :
ntarisasi dan evaluasi tingkat pelayanan.
Penerapan tingkat pelayanan yang diinginkan.
Penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas.
Penyusunan rencana dan program pelaksanaan perwujudannya.
Pasal 4 ayat 1 dan 2 tentang rekayasa lalu lintas dijelaskan bahwa dalam rangka
pelaksanaan manajemen lalu lintas di jalan, dilakukan dengan rekayasa lalu lintas.
Rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat diatas, meliputi :
Perencanaan pembangunan dan pemeliharaan jalan.
Perencanaan, pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan rambu-rambu, marka
jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, sera alat pengendali dan pengamanan
pemakai jalan.
2. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM Tahun 1993 tentang Rambu Lalu
Lintas di Jalan
BAB III
Dimana :
U = Kecepatan rata- rata (km / jam)
S = Jarak tempuh (km)
T = Waktu tempuh (jam)
4. Untuk menghitung seberapa besar kepadatan lalu lintas yang melintasi pada
suatu jalan digunakan rumus :
Kepadatan kendaraan :
D=V/U
Dimana :
D = Kecepatan rata-rata kendaraan (SMP / Jam)
V = Volume lalu lintas rata-rata (SMP / Jam)
U = Kecepatan rata-rata kendaraan (Km / Jam)
Berdasarkan rumusan masalah serta tujuan yang ingin dicapai,maka
variabel yang akan diamati dalam penelitian ini berkaitan dengan penataansistem
a. Sirkulasi Lalulintas
b. Volume lalulintas
c. Kecepatan Kendaraan
d. Kepadatan Lalulintas
a. Karakteristik Sarana
Sarana adalah kendaraan atau moda angkutan yaitu suatu alat yang dapat
- Kendaraan ringan/kecil
- Keeendaraan sedang
- Kendaraan berat/besar
- Sepeda motor
kteristik Prasarana
jalan
gkutan umum
rambu lalulintas
rkir di badan jalan
d. Pejalan kaki
4. Sistem Pergerakan
la pergerakan
erah pelayanan