Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aborsi adalah fakta yang hingga kini menjdi kontroversi, tidak hanya di
Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia bahkan di negara Amerika yang sering
dijadikan ikonnegaa pendukung utama liberalism.
Angka kejadian aborsi di dunia cukup mencengangkan, menurut data WHO
tahun 2000, dua pertiga dari 75 juta kehamilan yang tidak diinginkan di dunia akan
berakhir dengan aborsi di sengaja. Dua puluh juta diantaranya dilakukan secara tidak
aman. Sedangkan di Indonesia setiap tahunnya terjai kurang lebih 2 juta kasus aborsi,
artinya 43 kasus/100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka tersebut memberikan
gambaran bahwa masalah abortus di Indonesia masih cukup besar.1
Maraknya aborsi di masyarakat dapat dilihat dari data-data yang antara lain
disampaikan oleh Federasi Perkumpulan keluarga Berencana Internasional tanggal 28
Juni 1993 yang menyebutkan bahwa setiap tahun lebih dari 15 juta perempuan
berusia15-18 tahun megalami ehamilan kecelakaan, 5 jta diantaranya melakukan
abortus atau yang biasa sering disebut aborsi.
Di Indonesia diperkirakan setip tahun dilakukan sejuta abortus provokatus tidak
aman.
Data kongrit yang ditulis oleh Muhammad Faisal dan Sabir Ahmad,
menunjukkan perkiraan setiap tahun di Indonesia terjadi 16,7 sampai dengan 22,2
abortus provokatus perseratus kelahiran hidup. Selama dalam satu decade terakhir
tahun 1990 sampai 1999 kasus-kasus abortus provokatus di Indonesia yang tergolong
spektakuler dan berhasil di ungkap serta diselesaikan lewat jalur hukum.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Abortus adalah kehamilan yang berhenti prosesnya pada umur kehamilan di
bawah 20 minggu, atau berat fetus yang lahir 500 gram atau kurang. Sedangkan
Llewollyn & Jones (2002) mendefenisikan abortus adalah keluarnya janin sebelum
mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum mencapai 22 minggu dan beratnya
kurang dari 500 gram.3 WHO merekomendasikan viabilitas apabila masa gestasi telah
mencapai 22 minggu atau lebih dan berat janin 500 gram atau lebih.1
2.2 Klasifikasi Abortus4
Klasifikasi abortus adalah sebagai berikut :
1. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis
maupun mekanis.
2. Abortus buatan, Abortus provocatus (disengaja, digugurkan), yaitu:
a. Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus provocatus artificialis atau
abortus therapeuticus). Indikasi abortus untuk kepentingan ibu, misalnya :
penyakit jantung, hipertensi esential, dan karsinoma serviks. Keputusan ini
ditentukan oleh tim ahli yang
terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit dalam dan psikiatri, atau psikolog.
b. Abortus buatan kriminal (Abortus provocatus criminalis) adalah pengguguran
kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang
dan dilarang oleh hukum.
2.3 Etiologi4
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya
disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 12minggu),
abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal.
a. Faktor ovofetal :

2
Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa
pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi
malformasi pada tubuh janin. Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang
kejadian abortus adalah kelainan chromosomal. Pada 20% kasus, terbukti adanya
kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan adekuat.
b. Faktor maternal :
Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik
maternal (systemic lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu
lainnya. 8% peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan uterus
kongenital, mioma uteri submukosa, inkompetensia servik). Terdapat dugaan bahwa
masalah psikologis memiliki peranan pula dengan kejadian abortus meskipun sulit
untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan.
Penyebab abortus dapat dibagi menjadi 3 faktor yaitu:
1. Faktor janin
Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada 50%-
60% kasus keguguran.
2. Faktor ibu:
a. Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis.
b. Faktor kekebalan (imunologi), misalnya pada penyakit lupus, Anti
phospholipid syndrome.
c. Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman,
toksoplasma , herpes, klamidia.
d. Kelemahan otot leher rahim
e. Kelainan bentuk rahim.
3. Faktor Ayah: kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat menyebabkan
abortus.
Selain 3 faktor di atas, faktor penyebab lain dari kehamilan abortus adalah:
1. Faktor genetik
Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya
kromosom trisomi dengan trisomi 16. Penyebab yang paling sering menimbulkan

3
abortus spontan adalah abnormalitas kromosom pada janin. Lebih dari 60% abortus
spontan yang terjadi pada trimester pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitas
genetik.
Abnormalitas genetik yang paling sering terjadi adalah aneuploidi
(abnormalitas komposisi kromosom) contohnya trisomi autosom yang menyebabkan
lebih dari 50% abortus spontan. Poliploidi menyebabkan sekitar 22% dari abortus
spontan yang terjadi akibat kelainan kromosom. Sekitar 3-5% pasangan yang
memiliki riwayat abortus spontan yang berulang salah satu dari pasangan tersebut
membawa sifat kromosom yang abnormal. Identifikasi dapat dilakukan dengan
pemeriksaan kariotipe dimana bahan pemeriksaan diambil dari darah tepi pasangan
tersebut. Tetapi tentunya pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesiadan
biayanya cukup tinggi.
2. Faktor anatomi
Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15 %
wanita dengan abortus spontan yang rekuren.
1) Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta).
Duktus mullerian biasanya ditemukan pada keguguran trimester kedua.
2) Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah
endometrium.
3) Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan
endometriosis.
Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian abortus
spontan yang berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan defek uterus
yang didapatkan (acquired). Malformasi kongenital termasuk fusi duktus Mulleri
yang inkomplit yang dapat menyebabkan uterus unikornus, bikornus atau uterus
ganda. Defek pada uterus yang acquired yang sering dihubungkan dengan kejadian
abortus spontan berulang termasuk perlengketan uterus atau sinekia dan leiomioma.
Adanya kelainan anatomis ini dapat diketahui dari pemeriksaan ultrasonografi (USG),
histerosalfingografi (HSG), histeroskopi dan laparoskopi

4
(prosedur diagnostik). Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah
pemeriksaan USG dan HSG. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui
adanya suatu mioma terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah
satu faktor mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti
adanya mioma pada pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan
dan harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan adanya ROB
pada pasien ini. Hal ini penting karena mioma yang mengganggu mutlak dilakukan
operasi.
3. Faktor endokrin:
a. Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 % kasus.
b. Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak
cukupnya produksi progesteron).
c. Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium
merupakan faktor kontribusi pada keguguran. Kenaikan insiden abortus bisa
disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes melitus dan defisisensi progesteron.
Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan dengan kenaikan insiden abortus
(Sutherland dkk, 1981). Pengendalian glukosa yang tidak adekuat dapat menaikkan
insiden abortus (Sutherland dan Pritchard, 1986). Defisiensi progesteron karena
kurangnya sekresi hormon tersebut darikorpus luteum atau plasenta, mempunyai
kaitan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi
mempertahankan desidua, defisiensi hormone tersebut secara teoritis akan
mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan
demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.
4. Faktor infeksi
Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma,
Rubella,Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan
dengan abortus spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga sebagai
penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma, Cytomegalovirus,
Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gondii. Infeksi aktif yang menyebabkan
abortus spontan berulang masih belum dapat dibuktikan. Namun untuk lebih

5
memastikan penyebab, dapat dilakukan pemeriksaan kultur yang bahannya diambil
dari cairan pada servikal dan endometrial.
5. Faktor imunologi
Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah
dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya aliran
darah dari ari-ari tersebut. Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat
menyebabkan abortus spontan yang berulang antara lain: antibodi antinuklear,
antikoagulan lupus dan antibodi cardiolipin. Adanya penanda ini meskipun gejala
klinis tidak tampak dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang.
Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen antibodi dapat
menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin mengakibatkan
vasodilatasi dan peningkatan
fragilitas kapiler.
6. Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan
ibu, misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus;
sebaliknya pasien penyakit tersebut sering meninggal dunia tanpa melahirkan.
Adanya penyakit kronis (diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit liver/ ginjal
kronis) dapat diketahui lebih mendalam melalui anamnesa yang baik. Penting juga
diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang pernah menderita infeksi
berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan adekuat. Untuk eksplorasi kausa,
dapat dikerjakan beberapa pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan gula darah,
tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal untuk menilai apakah ada gangguan fungsi hepar
dan ginjal atau diabetes melitus yang kemudian dapat menimbulkan gangguan pada
kehamilan seperti persalinan prematur.
7. Faktor Nutrisi
Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar
menjadi predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang
menyatakan bahwa defisisensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan merupakan
suatu penyebab abortus yang penting.

6
8. Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan.
Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap
teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang berperan
karena jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu yang berperan.
9. Faktor psikologis.
Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan
keadaan mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap
terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional dan sangat
penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk mendapat
kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu kepadanya, sangat membantu.
Pada penderita ini, penyebab yang menetap pada terjadinya abortus spontan yang
berulang masih belum dapat dipastikan. Akan lebih baik bagi penderita untuk
melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan yang mungkin
menyebabkan abortus yang berulang tersebut, sebelum penderita hamil guna
mempersiapkan kehamilan yang berikutnya.
2.4 Patofisiologi5
Pada saat spermatozoa menembus zona pelusida terjadi reaksi korteks ovum.
Granula korteks didalam ovum atau oosit sekunder berfusi dengan membrane plasma
sel, sehingga enzim didalam granula-granula dikeluarkan secara eksositosis ke zona
pelusida. Hal ini menyebabkan glikoprotein di zona pelusida berkaitan satu sama lain
membentuk suatu materi yang keras dan tidak dapat ditembus oleh spermatozoa lain.
Kedua pronukleus saling mendekati membentuk zygot yang terdiri dari bahan genetik
perempuan dan laki-laki. Pada manusia terdapat 46 kromosom yaitu 44 kromosom
autosom dan 2 kromosom kelamin. Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi,
mulailah pembelahan zygot. Hal ini dapat berlangsung oleh karena sitoplasma ovum
mengandung banyak zat asam amino dan enzim. Dalam 3 hari terbentuk suatu
kelompok sel yang sama besarnya, hasil konsepsi berada dalam stadium morula
dimana sebelumnya telah terjadi pembelahan-pembelahan yang di peroleh dari

7
vitelus, hingga volume vitelus ini makin berkurang yang akhirnya terisi seluruhnya
oleh morula. Selanjutnya pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium blastula
yang disebut blastokista dimana bagian luarnya adalah jaringan tropoblas dan
dibagian dalamnya disebut massa sel dalam (inner cell mass) pada satu kutub.
Blastokista itu sendiri tertanam diantara jaringan sel epitel dari mukosa uterus pada
hari ke 6-7 setelah ovulasi. Kemudian terjadi diferensiasi menjadi masa sinsitial. Pada
hari ke-8, trofoblas berdiferensiasi menjadi lapisan luar (outer multinucleated
sintitiotrofoblast) dan membentuk lapisan dalam (primitive mononuclear
sytotrofoblast). Kemudian massa sinsitial berpenetrasi diantara sel epitel dan akan
segera menyebar ke stroma.
Pada hari ke-9 vakuola atau lakuna muncul pada sinsitial dan akan segera
membesar kemudian akan segera menyatu. Pembentukan dari sirkulasi uteroplasenta
yang potensial terjadi ketika kapiler vena ibu bersentuhan dengan sinsitial maka darah
akan dapat lewat melalui sistem lakuna. Lakuna akan menjadi daerah intervilus dari
plasenta. Pada hari 12-13 setelah fertilisasi, blastokista sudah sepenuhnya melekat
pada stroma desidua sehingga epitel dari permukaan uterus akan terus tumbuh. Hal
ini menandakan bahwasanya tahap awal dari implantasi akan disertai dengan sedikit
nekrosis dari jaringan atau reaksi inflamasi dari jaringan mukosa. Setelah fase inisial
nidasi, diferensiasi dari trofoblas dapat terjadi pada dua jalur utama yaitu villous dan
ekstra villous. Hal ini berguna untuk mempertimbangkan kedua jenis dari jalur
diferensiasi yang dipisahkan oleh kedua fungsi dari kedua trofoblas ini dan tipe dari
sel maternal, dimana masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. Villus
trofoblas sepenuhnya menutupi seluruh villi chorialis plasenta dan berfungsi untuk
transportasi nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin. Dalam 2 minggu perkembangan
konsepsi, trofoblas invasif telah melakukan penetrasi ke pembuluh darah
endometrium, kemudian terbentuk sinus intertrofoblastik yang merupakan ruangan
yang berisi darah maternal. Sirkulasi darah janin ini berakhir dilengkung kapiler
( capillary loops ) didalam vili korialis yang ruang intervilinya dipenuhi dengan darah
maternal yang dipasok oleh arteri spiralis dan dikeluarkan melalui vena uterina. Vili
korialis akan tumbuh menjadi suatu massa jaringan yaitu plasenta. Hasil konsepsi

8
diselubungi oleh jonjot-jonjot yang dinamakan vili korialis dan berpangkal pada
korion. Korion ini terbentuk oleh karena adanya chorionic membrane. Selain itu, vili
korialis yang berhubungan dengan desidua basalis tumbuh dan bercabang-cabang
dengan baik, korion tersebut dinamakan korion frondosum. Darah ibu dan darah janin
dipisahkan oleh dinding pembuluh darah janin dan lapisan korion.
Didapati bahwa trombosis dari pembuluh darah uteroplasenta akan
menyebabkan perfusi ke plasenta terganggu. Kegagalan pada endovaskular dan
interstisial dari diferensiasi extravillus trofoblas akan menyebabkan abortus pada
awal kehamilan. Pada kasus lain dari abortus spontan pada awal kehamilan, sinsitial
extravillous trofoblas tidak mencapai arteri spiralis. Hal ini menyebabkan arteri tidak
berpulsasi dan suplai darah yang melalui arteri spiralis tidak akan adekuat sampai
akhir kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terjadinya abortus spontan.
2.5 Macam-macam Abortus6
Berikut ini berbagai macam abortus sesuai dengan gejala,tanda, proses
patologi yang terjadi:
2.5.1 Abortus Iminens (Threatened abortion)
Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi selama
kehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta dapat
mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan, sekitar
setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus. Abortus iminens
didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu mengeluarkan
darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat
berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah
seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks, kehamilan
ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan dari abortus iminens karena dapat
memberikan perdarahan pada vagina. Pemeriksaan spekulum dapat membedakan
polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks, sedangkan kelainan lain membutuhkan
pemeriksaan ultrasonografi.
2.5.2 Abortus Insipiens (Inevitable abortion)

9
Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan
perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena
kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa
dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat
menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan
infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan
mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi.
2.5.3 Abortus Inkompletus dan Kompletus
Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah
lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta).
Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering
serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai
benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha
mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri,
namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap,
maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan. Pada
abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan
selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam
masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan
segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga,
abortus inkompletus atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan.
2.5.4 Abortus Tertunda (Missed Abortion)
Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada
dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada abortus tertunda
akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang berulang pada
permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan tambah
rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit.
2.5.5 Abortus Habitualis (Reccurent Abortion)
Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan
kelainan struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis.

10
Menurut Mochtar, abortus habitualis merupakan abortus yang terjadi tiga kali
berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah kelainan dari ovum atau
spermatozoa, dimana sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain
itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta yaitu tidak
sanggupnya plasenta menghasilkan progesterone sesudah korpus luteum atrofis juga
merupakan etiologi dari abortus habitualis.
2.5.6 Abortus Septik (Septic abortion)
Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran
kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering
ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus buatan, terutama yang kriminalis
tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Antara bakteri yang dapat
menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia coli, Enterobacter aerogenes,
Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci dan Staphylococci.
2.6 Diagnosa Abortus2
Menurut WHO (1994), setiap wanita pada usia reproduktif yang mengalami
dua daripada tiga gejala seperti di bawah harus dipikirkan kemungkinan terjadinya
abortus:
i. Perdarahan pada vagina.
ii. Nyeri pada abdomen bawah.
iii. Riwayat amenorea
Ultrasonografi penting dalam mengidentifikasi status kehamilan dan
memastikan bahwa suatu kehamilan adalah intrauterin. Apabila
ultrasonografitransvaginal menunjukkan sebuah rahim kosong dan tingkat serum
hCG kuantitatif lebih besar dari 1.800 mIU per mL (1.800 IU per L), kehamilan
ektopik harus dipikirkan. Ketika ultrasonografi transabdominal dilakukan, sebuah
rahim kosong harus menimbulkan kecurigaan kehamilan ektopik jika kadar hCG
kuantitatif lebih besar dari 3.500 mIU per mL (3.500 IU per L). Rahim yang
ditemukan kosong pada pemeriksaan USG dapat mengindikasikan suatu abortus
kompletus, tetapi diagnosis tidak definitif sehingga kehamilan ektopik

11
disingkirkan.Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan, diagnosa abortus menurut
gambaran klinis adalah seperti berikut:4

a. Abortus Iminens (Threatened abortion):


Anamnesis perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada atau
ringan.
Pemeriksaan dalam fluksus ada (sedikit), ostium uteri tertutup, dan besar
uterus sesuai dengan umur kehamilan.
Pemeriksaan penunjang hasil USG.
b. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)
Anamnesis perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri / kontraksi rahim.
Pemeriksaan dalam ostium terbuka, buah kehamilan masih dalam rahim,
dan ketuban utuh (mungkin menonjol).
c. Abortus Inkompletus atau abortus kompletus
Anamnesis perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak), nyeri / kontraksi
rahim ada, dan bila perdarahan banyak dapat terjadi syok.
Pemeriksaan dalam ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan buah
kehamilan.
d. Abortus Tertunda (Missed abortion)
Anamnesis - perdarahan bisa ada atau tidak.
Pemeriksaan obstetri fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan bunyi
jantung janin tidak ada.
Pemeriksaan penunjang USG, laboratorium (Hb, trombosit, fibrinogen,
waktu perdarahan, waktu pembekuan dan waktu protrombin).
e. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)
Histerosalfingografi untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus
submukosa dan anomali kongenital.
BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak
gangguan glandula thyroidea.

12
f. Abortus Septik (Septic abortion)
Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong di
luar rumah sakit.
Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan
sebagainya.
Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri tekan
dan leukositosis.
Pada abortus septik : kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi kecil
dan cepat, tekanan darah turun sampai syok.
2.7 Penatalaksanaan
Abortus terapeutik dapat dilakukan dengan cara:7
1. Memperbaiki keadaan umum. Bila perdarahan banyak, berikan transfuse
darah dan cairan yang cukup.
2. Pemberian antibiotika yang cukup tepat yaitu suntikan penisilin 1 juta satuan
tiap 6 jam, suntikan streptomisin 500 mg setiap 12 jam, atau antibiotika
spektrum luas lainnya.
3. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih cepat bila
terjadi perdarahan yang banyak, lakukan dilatasi dan kuretase untuk
mengeluarkan hasil konsepsi.
4. Pemberian infus dan antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan
penderita.
i. Kimiawi pemberian secara ekstrauterin atau intrauterin obat abortus, seperti:
prostaglandin, antiprogesteron, atau oksitosin.
ii. Mekanis:
a. Pemasangan batang laminaria akan membuka serviks secara perlahan dan
tidak traumatis sebelum kemudian dilakukan evakuasi dengan kuret tajam
atau vakum.
b. Dilatasi serviks dilanjutkan dengan evakuasi, dipakai dilator Hegar
dilanjutkan dengan kuretasi.
c. Histerotomi / histerektomi.7

13
2.8 Komplikasi5
Komplikasi yang mungkin timbul dari abortus adalah:
a. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal,
diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca tindakan,
dapat pula timbul lama setelah tindakan.
b. Syok akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila setelah
seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil. Harus diingat kemungkinan
adanya emboli cairan amnion, sehingga pemeriksaan histologik harus dilakukan
dengan teliti.
c. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam uterus. Hal
ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara
masuk ke dalam uterus, sedangkan pada saat yang sama sistem vena di endometrium
dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan
kematian, sedangkan dalam jumlah 70-100 ml dilaporkan sudah dapat memastikan
dengan segera.
d. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan tanpa
anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini dapat terjadi akibat
alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas
atau terlalu dingin.
e. Keracunan obat/ zat abortivum, termasuk karena anestesia. Antiseptik lokal
seperti KmnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium dan Sublimat dapat mengakibatkan
cedera yang hebat atau kematian. Demikian pula obat-obatan seperti kina atau logam
berat. Pemeriksaan adanya Met-Hb, pemeriksaan histologik dan toksikolgik sangat
diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
f. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi
memerlukan waktu.

14
g. Lain-lain seperti tersengat arus listrik saat melakukan abortus dengan
menggunakan pengaliran arus listrik.

2.9 Prognosis3
Mayoritas pada penderita yang mengalami abortus mempunyai prognosa yang
tergantung pada cepat atau tidaknya kita mendiagnosa dan mencari etiologinya.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto A, 2010, Pengolahan dan Analisis Data Keehatan, Mulia Medika,


Yogjakarta.
2. World Heath Organization. Making Pregnancy Safer. Diakses tanggal 8 Mei
2013.
http://www.who.int/making_pregnancy_safer/topics/maternal_mortality/en
/index.html.
3. Manuaba I.B. 2006, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bida , EGC,Jakarta.
4. Sarwono S, 2005, Il Kebidanan, EGC, Jakarta.
5. Cunningham F.Gary et al, 2006, Obstetri Williams edisi 21 Vol 1, EGC:
Jakarta, hal 625-649; 688-698.
6. Prawiroharjo S, 2009, Ilmu Kebidanan, EGC, Jakarta.
7. Mansjoer, 2006 Asuhan Khamilan, EGC, Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai