Anda di halaman 1dari 10

PEMBUATAN METHANOL DARI PROSES GASIFIKASI BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu daerah penghasil tambang batu bara terbesar di dunia. Salah
satu daerah penghasil tambang terbesar di Indonesia adalah Kalimantan Selatan.
Pertumbuhan tambang di Kalimantan Selatan sendiri semakin pesat karena semakin banyak
lahan tambang baru yang ditemukan. Kebanyakan bahan kimia dari batubara pada mulanya
diperoleh melalui proses distilasi destruktif, yang menghasilkan terutama bahan-bahan
aromatik. Beberapa tahun terakhir ini, sebagian besar zat aromatik, terutama benzene,
toluene, xilena, naftalena, dan metilnaftalena didapat dari pengolahan minyak bumi. Dengan
semakin majunya penerapan kenversi batubara secara kimia, maka akan lebih banyak lagi
jenis bahan kimia yang bisa dibuat dari batubara. Batubara merupakan cadangan bahan baku
yang mendapat perhatian terbesar didunia. Batubara juga merupakan sumber energi yang
murah untuk pemanasan maupun pembangkit tenaga yang diperlukan untuk suatu proses.
Oleh karena itu, pengolahan batubara yang baik diperlukan agar penggunaan batubara
sebagai sumber energi tidak merusak keseimbangan ekosistem di bumi pertiwi ini.
1.2 Sejarah ditemukannya Batubara
Beberapa ahli sejarah meyakini bahwa batubara pertama kali digunakan secara komersial di
Cina. Ada laporan yang menyatakan bahwa suatu tambang di timur laut Cina menyediakan
batu bara untuk mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang logam sekitar tahun 1000 SM.
Bahkan petunjuk paling awal tentang batubara ternyata berasal dari filsuf dan ilmuwan
Yunani yaitu Aristoteles, yang menyebutkan adanya arang seperti batu. Abu batu bara yang
ditemukan di reruntuhan bangunan bangsa Romawi di Inggris juga menunjukkan bahwa
batubara telah digunakan oleh bangsa Romawi pada tahun 400 SM
Catatan sejarah dari Abad Pertengahan memberikan bukti pertama penambangan batu bara di
Eropa, bahkan suatu perdagangan internasional batu bara laut dari lapisan batu bara yang
tersingkap di pantai Inggris dikumpulkan dan diekspor ke Belgia. Selama Revolusi Industri
pada abad 18 dan 19, kebutuhan akan batubara amat mendesak. Penemuan revolusional
mesin uap oleh James Watt, yang dipatenkan pada tahun 1769, sangat berperan dalam
pertumbuhan penggunaan batu bara. Oleh karena itu, riwayat penambangan dan penggunaan
batu bara tidak dapat dilepaskan dari sejarah Revolusi Industri, terutama terkait dengan
produksi besi dan baja, transportasi kereta api dan kapal uap. Namun tingkat penggunaan
batubara sebagai sumber energi primer mulai berkurang seiring dengan semakin
meningkatnya pemakaian minyak. Dan akhirnya, sejak tahun 1960 minyak menempati posisi
paling atas sebagai sumber energi primer menggantikan batubara. Meskipun demikian, bukan
berarti bahwa batubara akhirnya tidak berperan sama sekali sebagai salah satu sumber energi
primer. Krisis minyak pada tahun 1973 menyadarkan banyak pihak bahwa ketergantungan
yang berlebihan pada salah satu sumber energi primer, dalam hal ini minyak, akan
menyulitkan upaya pemenuhan pasokan energi yang kontinyu. Selain itu, labilnya kondisi
keamanan di Timur Tengah yang merupakan produsen minyak terbesar juga sangat
berpengaruh pada fluktuasi harga maupun stabilitas pasokan (Iptek, 2013)
1.3 Pengertian Batubara
Istilah batubara merupakan hasil terjemahan dari coal. Disebut batubara mungkin karena
dapat terbakar seperti halnya arang kayu. Batubara adalah batuan sedimen yang secara kimia
dan fisika adalah heterogen dan mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen
sebagai unsur utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahan. Zat lain, yaitu
senyawa organik pembentuk ash tersebar sebagai partikel zat mineral dan terpisah-pisah di
seluruh senyawa batubara. Beberapa jenis batu meleleh dan menjadi plastis apabila
dipanaskan, tetapi meninggalkan residu yang disebut kokas. Batubara dapat dibakar untuk
membangkitkan uap atau dikarbonisasikan untuk membuat bahan bakar cair atau
dihidrogenisasikan untuk membuat metan. Gas sintetis atau bahan bakar berupa gas dapat
diproduksi sebagai produk utama dengan jalan gasifikasi sempurna dari batubara dengan
oksigen dan uap atau udara dan uap (Permana : 2011). Batubara awalnya merupakan bahan
organik yang terakumulasi dalam rawa-rawa yang dinamakan peat. Pembentukan batubara
memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang
sejarah geologi. Zaman karbon kira-kira 340 juta tahun yang lalu (Jtl) adalah masa
pembentukan Batubara yang paling produktif (Arief : 2012).
1.4 Materi pembentuk batu bara
Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan
pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
Alga dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit
endapan batu bara dari perioda ini.
Silofitadari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit
endapan batu bara dari perioda ini.
Pteridofita umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara
berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji,
berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan
heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin)
tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama
batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
Angiospermaedari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang
menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae
sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan (Wikipedia, 2013)
1.5 Klasifikasi Batubara
Klasifikasi batu bara berdasarkan tingkat pembatubaraan biasanya dimaksudkan untuk
menentukan tujuan pemanfaatannya. Misalnya, batu bara bintuminus banyak digunakan
untuk bahan bakar pembangkit listrik, pada industri baja atau genteng serta industri semen
(batu bara termal atau steam coal). Adapun batu bara antrasit digunakan untuk proses
sintering bijih mineral, proses pembuatan elektroda listrik, pembakaran batu gamping, dan
untuk pembuatan briket tanpa asap. Tipe batu bara berdasarkan tingkat pembatubaraan ini
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Lignite
Disebut juga batu bara muda. Merupakan tingkat terendah dari batu bara, berupa batu bara
yang sangat lunak dan mengandung air 70% dari beratnya. Batu bara ini berwarna hitam,
sangat rapuh, nilai kalor rendah dengan kandungan karbon yang sangat sedikit, kandungan
abu dan sulfur yang banyak. Batu bara jenis ini dijual secara eksklusif sebagai bahan bakar
untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Sub-Bituminous :
Karakteristiknya berada di antara batu bara lignite dan bituminous, terutama digunakan
sebagai bahan bakar untuk PLTU. Sub-bituminous coal mengandung sedikit carbon dan
banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang tidak efisien.

Bituminous :
Batu bara yang tebal, biasanya berwarna hitam mengkilat, terkadang cokelat tua. Bituminous
coal mengandung 86% karbon dari beratnya dengan kandungan abu dan sulfur yang sedikit.
Umumnya dipakai untuk PLTU, tapi dalam jumlah besar juga dipakai untuk pemanas dan
aplikasi sumber tenaga dalam industri dengan membentuknya menjadi kokas-residu karbon
berbentuk padat

Antracite

Peringkat teratas batu bara, biasanya dipakai untuk bahan pemanas ruangan di rumah dan
perkantoran. Anthracite coal berbentuk padat (dense), batu-keras dengan warna jet-black
berkilauan (luster) metallic, mengandung antara 86% 98% karbon dari beratnya, terbakar
lambat, dengan batasan nyala api biru ( pale b l u e f l a m e ) dengan sedikit sekali asap

1.6 Sifat-Sifat Batubara


Berdasarkan klasifikasi batubara yang telah disebutkan diatas, ternyata setiap jenis batubara
memiliki sifat-sifat yang berbeda pula. Berikut ini, merupakan sifat-sifat batubara menurut
jenisnya:

Sifat batubara jenis anthracite

Warna hitam sangat mengkilat dan kompak.


Nilai kalor sangat tinggi, kandungan karbon sangat tinggi.
Kandungan air sangat sedikit.
Kandungan abu sangat sedikit
Kandungan sulfur sangat sedikit

Sifat batubara jenis bituminous / subbituminous :


Warna hitam mengkilat, kurang kompak.
Nilai kalor tinggi, kandungan karbon relatif tinggi.
Kandungan air sedikit.
Kandungan abu sedikit.
Kandungan sulfur sedikit.

Sifat batubara jenis lignit (brown coal) :


Warna hitam, sangat rapuh.
Nilai kalor rendah, kandungan karbon sedikit.
Kandungan air tinggi.
Kandungan abu banyak.

BAB II ISI
Integrated Coal Gasification Combined Cycle

Teknologi IGCC merupakan merupakan salah satu teknologi batubara bersih yang sekarang
dalam tahap pengembangan. Istilah IGCC ini merupakan istilah yang paling banyak
digunakan untuk menyatakan daur kombinasi gasifikasi batubara terintegrasi. Meskipun
demikian masih ada beberapa istilah yang digunakan yaitu ICGCC ( Integrated Coal
Gasification Combined Cycle) dan CGCC (Coal Gasification Combined Cycle) yang sama
artinya. Komponen utama dalam riset IGCC adalah pengembangan teknik gasifikasi
batubara. Gasifikasi batubara pada prinsipnya adalah suatu proses perubahan batubara
menjadi gas yang mudah terbakar. Proses ini melalui beberapa proses kimia dalam reaktor
gasifikasi (gasifier). Mula-mula batubara yang sudah diproses secara fisis diumpankan ke
dalam reaktor dan akan mengalami proses pemanasan sampai temperatur reaksi serta
mengalami proses pirolisa (menjadi bara api). Kecuali bahan pengotor, batubara bersama-
sama dengan oksigen dikonversikan menjadi hidrogen, karbon monoksida dan methana.
Proses gasifikasi batubara berdasarkan sistem reaksinya dapat dibagi menjadi empat macam
yaitu : fixed bed, fluidized bed, entrained flow dan molten iron bath
Dalam fixed bed serbuk batubara yang berukuran antara 3 30 mm diumpankan dari atas
reaktor dan akan menumpuk karena gaya beratnya. Uap dan udara (O2) dihembuskan dari
bawah berlawanan dengan masukan serbuk batubara akan bereaksi membentuk gas. Reaktor
tipe ini dalam prakteknya mempunyai beberapa modifikasi diantaranya adalah proses
Lurgi British Gas dan KILnGas. Sedangkan proses yang menggunakan prinsip fluidized bed
adalah High-Temperature Winkler , Kellog Rust Westinghouse , dan U-gas. Dalam
fluidized bed gaya dorong dari uap dan O2 akan setimbang dengan gaya gravitasi sehingga
serbuk batubara dalam keadaan mengambang pada saat terjadi proses gasifikasi. Serbuk
batubara yang digunakan lebih halus dan berukuran antara 1 5 mm. Dalam entrained flow
serbuk batubara yang berukuran 0.1 mm dicampur dengan uap dan O2 sebelum diumpankan
ke dalam reaktor. Proses ini telah digunakan untuk memproduksi gas sintetis dengan nama
proses Koppers-Totzek. Proses yang sejenis kemudian muncul seperti proses
PRENFLO ,Shell,Texaco, dan DOW. Proses molten iron bath merupakan pengembangan
dalam proses industri baja. Serbuk batubara diumpankan ke dalam reaktor bersama-sama
dengan kapur dan O2
Saat ini teknologi IGCC sedang dikembangkan di seluruh dunia, seperti : Jepang, Belanda,
Amerika Serikat dan Spanyol. Di samping proses gasifikasi yang terus mengalami perbaikan,
gas turbin jenis baru juga terus dikembangkan. Temperatur masukan gas turbin yang tinggi
akan dapat menaikkan efisiensi dan ini dapat dicapai dengan penggunaan material baru dan
perbaikan sistem pendinginnya. . Kecuali proses molten iron bath semua proses telah
digunakan untuk keperluan pembangkit listrik.
IGCC merupakan perpaduan teknologi gasifikasi batubara dan proses pembangkitan uap.
Gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses pembersihan sulfur dan nitrogen. Sulfur yang
masih dalam bentuk H2S dan nitrogen dalam bentuk NH3 lebih mudah dibersihkan sebelum
dibakar dari pada sudah dalam bentuk oksida dalam gas buang. Sedangkan abu dibersihkan
dalam reaktor gasifikasi. Gas yang sudah bersih ini dibakar di ruang bakar dan kemudian gas
hasil pembakaran disalurkan ke dalam turbin gas untuk menggerakkan generator.
Gas buang dari turbin gas dimanfaatkan dengan menggunakan HRSG ( Heat Recovery
Steam Generator ) untuk membangkitkan uap. Uap dari HRSG (setelah turbin gas)
digabungkan dengan uap dari HRSG (setelah reaktor gasifikasi) digunakan untuk
menggerakkan turbin uap yang akan menggerakkan generator.
Pada proses pembuatan metanol dari batubara, menggunakan reaktor Fluidized Bed karena
memiliki keunggulan yaitu:

Pada proses pembuatan metanol dari batubara, menggunakan reaktor Fluidized Bed karena memiliki
keunggulan yaitu:
Mampu memproses bahan baku berkualitas rendah,
Kontak antara padatan dan gas bagus,
Luas permukaan reaksi besar sehingga reaksi dapat berlangsung dengan cepat,
Efisiensi tinggi,
Emisi rendah.
Reaksi yang terjadi pada Fluidized Bed umumnya terdiri dari empat proses, yaitu
pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi. Pada gasifier jenis ini, kontak yang terjadi saat
pencampuran antara gas dan padatan sangat kuat sehingga perbedaan zona pengeringan,
pirolisis, oksidasi, dan reduksi tidak dapat dibedakan. Salah satu cara untuk mengetahui
proses yang berlangsung pada gasifier jenis ini adalah dengan mengetahui rentang temperatur
masing-masing proses, yaitu:
Pengeringan: T > 150 C
Pirolisis/Devolatilisasi: 150 < T < 700 C
Oksidasi: 700 < T < 1500 C
Reduksi: 800 < T < 1000 C
Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas (endotermik), sedangkan
proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik). Pada pengeringan, kandungan air pada
bahan bakar padat diuapkan oleh panas yang diserap dari proses oksidasi. Pada pirolisis,
pemisahan volatile matters (uap air, cairan organik, dan gas yang tidak terkondensasi) dari
arang atau padatan karbon bahan bakar juga menggunakan panas yang diserap dari proses
oksidasi. Pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan hidrogen yang terdapat pada
bahan bakar dengan reaksi eksotermik, sedangkan gasifikasi mereduksi hasil pembakaran
menjadi gas bakar dengan reaksi endotermik. Penjelasan lebih lanjut mengenai proses-proses
tersebut disampaikan pada uraian berikut ini.
Pirolisis atau devolatilisasi disebut juga sebagai gasifikasi parsial. Suatu rangkaian proses
fisik dan kimia terjadi selama proses pirolisis yang dimulai secara lambat pada T < 350 C
dan terjadi secara cepat pada T > 700 C. Komposisi produk yang tersusun merupakan fungsi
temperatur, tekanan, dan komposisi gas selama pirolisis berlangsung. Proses pirolisis dimulai
pada temperatur sekitar 230 C, ketika komponen yang tidak stabil secara termal, seperti
lignin pada biomassa dan Pirolisis volatile matters pada batubara, pecah dan menguap
bersamaan dengan komponen lainnya. Produk cair yang menguap mengandung tar dan PAH (
polyaromatic hydrocarbon). Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas ringan
(H2, CO, CO2, H2O, dan CH4 ), tar, dan arang. Secara umum reaksi yang terjadi pada
pirolisis beserta produknya adalah:

(oksidari ) pembakaran
Oksidasi atau pembakaran arang merupakan reaksi terpenting yang terjadi di dalam gasifier.
Proses ini menyediakan seluruh energi panas yang dibutuhkan pada reaksi endotermik.
Oksigen yang dipasok ke dalam gasifier bereaksi dengan substansi yang mudah terbakar.
Hasil reaksi tersebut adalah CO2 dan H2O yang secara berurutan direduksi ketika kontak
dengan arang yang diproduksi pada pirolisis. Reaksi yang terjadi pada proses pembakaran
adalah:

C + O2 -> CO2 + 393.77 kJ/mol karbon


Reaksi pembakaran lain yang berlangsung adalah oksidasi hidrogen yang terkandung dalam
bahan bakar membentuk kukus. Reaksi yang terjadi adalah:
H2 + O2 -> H2O + 742 kJ/mol H 2

Reduksi (Gasifikasi)

Reduksi atau gasifikasi melibatkan suatu rangkaian reaksi endotermik yang disokong oleh
panas yang diproduksi dari reaksi pembakaran. Produk yang dihasilkan pada proses ini
adalah gas bakar, seperti H2, CO, dan CH4. Reaksi berikut ini merupakan empat reaksi yang
umum telibat pada gasifikasi.
- Water-gas reaction
Water-gas reaction merupakan reaksi oksidasi parsial karbon oleh kukus yang dapat
berasal dari bahan bakar padat itu sendiri (hasil pirolisis) maupun dari sumber yang
berbeda, seperti uap air yang dicampur dengan udara dan uap yang diproduksi dari
penguapan air. Reaksi yang terjadi pada water-gas reaction adalah:
C+H2O -> H2+ CO 131.38 kJ/kg mol karbon
Pada beberapa gasifier, kukus dipasok sebagai medium penggasifikasi dengan atau
tanpa udara/oksigen.
- Boudouard reaction
Boudouard reaction merupakan reaksi antara karbondioksida yang terdapat di dalam
gasifier dengan arang untuk menghasilkan CO. Reaksi yang terjadi pada Boudouard
reaction adalah:
CO2+ C -> 2CO 172.58 kJ/mol karbon
- Shift conversion
Shift conversion merupakan reaksi reduksi karbonmonoksida oleh kukus untuk
memproduksi hidrogen. Reaksi ini dikenal sebagai water-gas shift yang menghasilkan
peningkatan perbandingan hidrogen terhadap karbonmonoksida pada gas produser.
Reaksi ini digunakan pada pembuatan gas sintetik. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
CO + H2O -> CO2 + H2 41.98 kJ/mol
- Methanation
Methanation merupakan reaksi pembentukan gas metan. Reaksi yang terjadi pada
methanation adalah:
C + 2H 2 -> CH4 + 74.90 kJ/mol karbon

Pembentukan metan dipilih terutama ketika produk gasifikasi akan digunakan


sebagai bahan baku indutri kimia. Reaksi ini juga dipilih pada aplikasi IGCC
(Integrated Gasification Combined-Cycle) yang mengacu pada nilai kalor metan yang
tinggi. Batubara muda merupakan alternatif yang baik terutama batubara muda yang
mempunya kandungan air hingga 35%, yang tidak ekonomis untuk diangkut dan
diperdagangkan. Batubara keberadaannya hampir merata dibanding dengan sumber
minyak bumi. Gas metan memang lebih mudah untuk dipergunakan pada proses FT,
namun gas ini telah mempunyai harga mahal. Bahkan gas ini dapat pula diproduksi
dari batu bara dengan proses FT memerlukan biaya 3-3,5 USD per MMBtu,
bandingkan dengan harga gas alam jenis yang sama mempunyai harga bisa dua kali
lipat.

Diagram Kualitatif Flow Diagram Process Pembuatan Metanol dengan Gasifikasi


Batubara

Pertama batubara masuk sebagai aliran 1 dengan kondisi temperatur 30C, dan tekanan 1 atm
ke dalam Hopper (F-111). Di Hopper terdapat WC (Weight Control), keluar sebagai aliran 2,
pada kondisi temperatur 30C dan tekanan 1 atm. Kemudian masuk ke Reaktor Fluidized Bed
(R-110), reaktor fluidized bed adalah jenis reaktor kimia yang dapat digunakan untuk
mereaksikan bahan dalam keadaan banyak fase. Reaktor jenis ini menggunakan fluida (cairan
atau gas) yang dialirkan melalui katalis padatan (biasanya berbentuk butiran-butiran kecil)
dengan kecepatan yang cukup sehingga katalis akan tertolak sedemikian rupa dan akhirnya
katalis tersebut dapat di analogikan sebagai fluida juga. Proses ini, dinamakan fluidisasi.
ketika di Reaktor terdapat Pressure Control, kemudian dinaikkan tekanannya menjadi 18 atm
dan temperaturnya naik menjadi 760C sebagai aliran ke-7. Disini bahan lain selain batubara
adalah udara, udara masuk sebagai aliran ke-3 dengan kondisi T = 29C dan P = 1 atm, di
flow ini ada FC untuk mengontrolnya kemudian bahan ini masuk ke Kompresor (G-113),
bahan ini sebagai aliran ke-5 dengan T = 29C dan P = 9,5 atm. Lalu masuk ke Furnace (Q-
114) yang bertugas untuk memanaskan udara, udara yang telah dipanaskan keluar sebagai
aliran ke-6 dengan T = 760C dan P = 18 atm kemudian udara masuk bercampur ke Reaktor
Fluidized Bed (R-110) dengan umpan Batubara awal tadi. Keluar dari Reaktor, bahan masuk
ke Siklon (H-115) dan keluar sebagai aliran ke-8 dengan temperatur 760C dan tekanan 18
atm. Kemudian masuk ke Expander (G-116), ada PC disini, fungsi dari expander sendiri
adalah untuk menurunkan tekanan jadi bahan tadi keluar sebagai aliran ke-9 dengan
temperatur 759,7C dan tekanan 10,2 atm. Masuk ke Cooler (E-117) ada TC disini, sebagai
aliran ke-10, dengan T = 400C dan P = 10,2 atm. Kemudian masuk ke Absorber S (D-210)
ada PC disini dan masuk ke Expander (G-211) sebagai aliran ke-12 dengan T = 395,5C dan
P = 10,2 atm. Masuk ke Cooler (G-212) , seharusnya kode ini adalah (E-212), disini ada TC
dan bahan keluar sebagai aliran ke-13 dengan T = 70C dan P = 6,5 atm, setelah keluar ada
FC. Masuk ke Absorber (D-220), ada PC disini dan kemudian terdapat 2 aliran yaitu aliran
yang masih bisa digunakan dan aliran sisa. Aliran sisa akan bertindak sebagai aliran ke-25
dan T = 115C dan P = 6,5 atm dan masuk ke Tangki Gas Buang (F-223). Kemudian aliran
yang masih bisa digunakan masuk

ebagai aliran ke-14 dan T = 115C dan P = 6,5 atm. Bahan diteruskan ke Expander (G-221)
dan ke Cooler (E-222), bahan ini sebagai aliran ke-16 dan T = 115C dan P = 1,1 atm ada TC
disini untuk mengatur temperatur, keluar dari TC sebagai aliran ke-15, T = 114,8C dan P =
1,1 atm, disini ada FC untuk mengatur Flownya bahan kemudian masuk ke Stripper (D-230).
Ada sisa bahan yang masuk ke Tangki Benlield (F-231) dengan T = 37C dan P = 1,1 atm.
Sisa bahan lain masuk sebagai aliran ke-17 dengan T = 119,4C dan P = 1,1 atm ke Expander
(G-232). Keluar dari Expander sebagai aliran ke-18 dan T = 114,4C dan P = 2,9 atm
kemudian diteruskan ke Cooler (E-233) disini ada TC, keluar dari Cooler masuk ke Tangki
Hidrogen (F-311) sebagai aliran ke-21 dengan T = -15C dan P = 20 atm, masuk ke Cooler
(E-312) untuk mendinginkan bahan. Kemudian bahan dari Cooler ini akan satu aliran dengan
bahan dari Cooler (E-233). Disini terdapat FC untuk mengatur Flow bahan yang tergabung
tadi, jadi aliran ini bertindak sebagai aliran ke-22, T = 259,7C dan P = 1,1 atm. Setelah itu
bahan masuk ke Reaktor Fixed Bed (R-310), Reaktor Fixed Bed merupakan suatu reaktor
yang mana katalis berdiam di dalam reaktor bed. Di Reaktor Fixed Bed, ada TC di Reaktor
ini, ketika bahan keluar dari reaktor ada PC, jadi aliran ini sebagai aliran ke-24, dengan T =
259,7C dan P = 3 atm. Di reaktor fixed bed, terjadi pengolaha kemudian masuk ke Cooler
(E-313) dan ada TC disini. Kemudian masuk ke Menara Distilasi (D-320), Menara Distilasi
ini bertingkat 14, aliran yang masuk sebagai aliran ke-26 dengan T = 259,7C dan P = 3 atm.
Sisa keluar dari Distilasi ada LC, ini sebagai aliran ke-33 dengan T = 259,7C dan P = 3 atm,
kemudian masuk ke Reboiler (E-324) dengan bertindak sebagai aliran ke-32 dan T = 259,7C
dan P = 3 atm. Hasil dari Reboiler masuk kembali ke Distilasi. Keluar dari Distilasi ada PC
untuk mengontrol tekanan, disini aliran ke-29 dengan T = 259,7C dan P = 3 atm masuk ke
Kondensor (E-321) sebagai aliran ke-28 dan T = 259,7C dan P = 3 atm. Kemudian masuk ke
Tangki Distilat (F-322) sebagai aliran ke-27, T = 259,7C dan P = 3 atm, lalu masuk ke
Pompa (L-323) sebagai aliran ke-30, T = 259,7C, P = 3 atm. Bahan di aliran ini bisa masuk
lagi ke dalam Distilasi. Dari Tangki Distilat, bahan sebagai aliran ke-31, T = 259,7C, P = 3
atm kemudian masuk ke Kondensor (E-325) disini ada TC, bahan ini sebagai aliran ke-34, T
= 259,7C dan P = 3 atm. Setelah ini adalah hasil akhir yaitu Metanol, metanol ini kemudian
akan dimasukkan ke dalam Tangki Metanol (F-326) di tangki ini ada LI (Level Indicator).
Prosesnya dimulai dengan membuat gas sintetis yaitu gas H2 atau hidrogen dan gas CO atau
karbon monoksida. Gas H2 mudah terbakar dan gas CO sangat beracun, tapi tidak perlu
khawatir karena semuanya dikontrol dalam bejana tertutup.
Pembuatan gas diawali dengan membakar batubara dengan gas oksigen bukan udara supaya
lebih efisien. Batu bara akan membara berwarna merah kemudian dimasukkan uap air, jika
mulai padam dialirkan lagi oksigen dan seterusnya. Maka akan dihasilkan campuran gas yang
kemudian dimurnikan seperti terjadi di banyak industri kimia. Selanjutnya diperoleh syngas
yaitu H 2 dan CO yang lebih tinggo dan banyak dibutuhkan
Syngas Production Bagian ini terdiri dari coal handling, drying dan grinding yang
kemudian diikuti dengan gasifikasi. Unit pemisahan udara menyediakan oksigen untuk
gasifier. Syngas cleanup terdiri dari proses hydrolysis, cooling, sour-water stripping, acid gas
removal, dan sulfur recovery. Gas dibersihkan dari komponen sulfur dan komponen lain yang
tidak diinginkan sampai pada level yang terendah untuk melindunginya dari downstream
katalis. Proses sour-water stripping akan menghilangkan ammonia yang dihasilkan dari
nitrogen yang ada pada batubara. Sulfur dalam batubara akan dikonversikan menjadi
hydrogen sulfide (H2S) dan carbonyl sulfide (COS) Proses hidrolisis digunakan untuk
mengkonversikan COS dalam syngas menjadi H2S
Konversi gas sintetik Bagian ini terdiri dari water-gas shift, a sulfur guard bed, synthesis-
gas conversion reactors, CO2 removal, dehydration dan compression, hydrocarbon dan
hydrogen recovery, autothermal reforming, dan syngas recycle. A sulfur guard bed
dibutuhkan untuk melindungi katalis konversi gas sintesis yang dengan mudah diracuni oleh
trace sulfur pada cleaned syngas. Clean synthesis gas dipindahkan untuk mendapatkan
hydrogen/carbon monoxide ratio yang diinginkan, dan kemudian secara katalitik
dikonversikan menjadi bahan bakar gas.
Dalam proses selanjutnya, menggunakan sintesis Fischer-Tropsch yang merupakan teknologi
untuk memproduksi bahan bakar murni dari gas sintesis hasil gasifikasi biomassa, gas alam,
atau batubara. Reaksi sintesis Fischer-Tropsch merupakan reaksi katalitik. Katalis komersial
Fischer-Tropsch sendiri umumnya berbasis logam Fe dan Co.
Katalis yang digunakan dalam Fischer-Trops adalah besi atau cobalt. Keuntungan katalist
besi dengan cobalt berlebih untuk mengkonversi coal-derived syngas yang mana besi
memiliki kemampuan mengaktivasi reaksi water-gas shift dan secara internal mengatur rasio
low H2/CO dari coal derived syngas yang diperlukan dalam reaksi Fischer-Trops. Syngas dan
produk F-T yang tidak terkonversi harus dipisahkan setelah langkah sintesis F-T.
CO2 dipisahkan dengan menggunakan teknik absorbsi. CO2 dengan kemurnian tinggi
biasanya dibuang langsung ke udara bebas.
Proses pendinginan digunakan untuk memisahkan air dan hidrokarbon ringan (terutama metana,
etana, dan propane) dari produk liquid hydrocarbon yang dihasilkan pada proses sintesis F-T. Hasil
dari metana di olah kembali menjadi metanol dan akhirnya akan di simpan di dalam tangki
penyimpanan metanol.

Anda mungkin juga menyukai