Level Kompetensi : 4A
Alokasi waktu : 2 x 50 menit
Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui definisi dan bermacam-macam jenis
kontrasepsi non hormonal
Tujuan Instruksional Khusus
ampu: menyebutkan dan menjelaskan keuntungan,
keterbatasan, indikasi, kontraindikasi, efek
samping, mekanisme kerja, cara penggunaan dari
masing-masing jenis kontrasepsi non hormonal
Isi Materi:
I. PENDAHULUAN
Bagi wanita usia subur yang aktif secara seksual serta tidak menggunakan kontrasepsi, angka
kehamilan mendekati 90 persen dalam 1 tahun. Bagi wanita yang tidak menginginkan kehamilan,
pengaturan kesuburan dapat dilakukan saat ini. 1
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat
sementara , dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel
yang mempengaruhi fertilitas. 1
1
Sampai saat ini belum ada suatu cara kontrasepsi yang 100% ideal. Ciri ciri suatu kontrasepsi
yang ideal meliputi daya guna, aman, murah, estetik, mudah didapat, tidak memerlukan motivasi
terus menerus dan efek samping yang minimal.1
Untuk dapat memilihkan metode kontrasepsi optimum bagi pengguna, petugas kesehatan
harus mempertimbangkan usia, motivasi menggunakan kontrasepsi, praktek seksualnya, kemampuan
finansial, kepercayaan agamanya, rencana dan riwayat reproduksinya dan juga status kesehatan
umum dari pengguna. Konseling petugas kesehatan yang akurat termasuk memberikan infomasi
kepada pengguna kontrasepsi bermacam metode tentang ketersediaan kontrasepsi, harganya, efek
samping yang mungkin terjadi, dan kemungkinan adanya efek samping yang positif. Setelah pasien
memilih metode yang sesuai dengan gaya hidup dan status kesehatannya, informasi yang lebih detail
tentang metode kontrasepsinya dapat diberikan.2
Kontrasepsi dibagi atas dua yaitu kontrasepsi hormonal maupun kontrasepsi non hormonal.
Kontrasepsi hormonal terdiri atas (1) progestin; pil, injeksi dan implant, (2) kombinasi : pil dan
injeksi. Sedangkan kontrasepsi non hormonal terdiri atas (1) Metode Amenore Laktasi; (2)
Kontrasepsi Hormonal Alamiah; (3) metode barrier; (4) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim; (5)
Kontrasepsi Mantap. 3
II. PEMBAHASAN
A.KONTRASEPSI NON HORMONAL ALAMIAH
Bentuk kontrasepsi ini mencakup semua metode keluarga berencana yang berusaha untuk
mengidentifikasi masa subur pada masing masing siklus dan mengatur perilaku seksual.4
Macam metode keluarga berencana alamiah . metode lendir serviks atau lebih dikenal sebagai
metode ovulasi Billings/MOB atau metode dua hari mukosa serviks dan metode simtomtermal adalah
yang paling efektif. Cara yang kurang efektif misalnya sistem kalender atau pantang berkala ini
disebabkan oleh kegagalan yang cukup tinggi (>20%) dan waktu pantang yang lebih lama.4
1. Metode Amenore Laktasi (MAL)
Metode amenore laktasi adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI secara
eksklusif artinya hanya memberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman apapun. MAL
dapat dipakai sebagai kontrasepsi apabila full breast feeding dengan pemberian >8x sehari, belum
haid dan anak kurang dari 6 bulan. 3
Cara kerja
Cara kerjanya adalah dengan menekan/menunda ovulasi.3
Keuntungan kontrasepsi :
Efektivitas tinggi (98% pada 6 bulan pasca kehamilan)
Tidak mengganggu senggama,
Tidak ada efek samping sistemik,
Tidak perlu pengawasan medik
Tidak perlu obat dan tanpa biaya.3
Keterbatasan :
Keterbatasannya adalah mungkin sulit dilaksanakan karena kondisi sosial,
Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui dalam 30 menit pasca
persalinan
Efektifitas tinggi hanya sampai kembalinya haid atau sampai dengan 6 bulan
Tidak melindungi terhadap IMS.3
2
Sanggama dihindari pada masa subur yaitu dekat dengan pertengahan siklus haid atau
terdapat tanda tanda kesuburan yaitu keluarnya lendir encer dari liang vagina. Untuk perhitungan
masa subur dipakai rumus siklus terpanjang dikurangi 11, siklus terpendek dikurangi 18. Antara
kedua waktu senggama dihindari. Metode ini terbagi atas 2 jenis yaitu Metode Ovulasi Billings dan
Metode Suhu Basal. 3
a. Metode Ovulasi Billings (MOB)
Metode yang disebut metode Billings ini bergantung pada kesadaran akan kekeringan dan
kebasahan vagina. Hal ini merupakan konsekuensi dari perubahan jumlah dan kualitas mukus
serviks pada waktu yang berbeda dalam siklus menstruasi. 4
Cara kerja :
Menghindari senggama pada masa subur yaitu dekat dengan pertengahan siklus haid atau
terdapat tanda-tanda adanya kesuburan yaitu keluarnya lendir encer dari liang vagina. 3
Manfaat :
Dapat digunakan untuk menghindari atau mencapai kehamilan
Tidak ada risiko kesehatan yang berhubungan dengan sistemik,
Tidak ada efek samping dan;
Murah.3
Keterbatasan :
Sebagai kontrasepsi sedang (9-20 kehamilan/100 wanita selama tahun pertama pemakaian),
Keefektifan tergantung dari disiplin pasangan,
Perlu pelatihan untuk mengetahui penggunaan KBA secara efektif,
Dibutuhkan pelatih/guru KBA (bukan tenaga medis)
Perlu pantang selama masa subur untuk menghindari kehamilan
Perlu pencatatan setiap hari, infeksi vagina membuat lendir serviks sulit dinilai
Tidak terlindung dari IMS termasuk HBV dan HIV/AIDS.3
Indikasi :
Semua perempuan semasa reproduksi, baik siklus haid teratur maupun tidak teratur, tidak
haid baik karena menyusui atau pramenopause
Perempuan dengan alas an kesehatan tertentuseperti hipertensi sedang, varises, dismenore,
sakit kepala sedang atau hebat, mioma uteri, endometritis, kista ovarii, anemia defisiensi besi,
hepatitis virus, malaria, thrombosis vena dalam atau emboli paru
Pasangan dengan alasan agama atau filosofi untuk tidak menggunakan metode lain
Pasangan yang ingin pantang sanggama lebih dari seminggu pada setiap siklus haid.3
Kontraindikasi :
perempuan yang dari segi umur, paritas atau masalah kesehatannya membuat kehamilan
menjadi suatu resiko tinggi
perempuan yang pasangannya tidak mau bekerjasama (berpantang) selama waktu tertentu
dalam siklus haid
perempuan yang tidak suka menyentuh alat genitalnya.3
Intruksi kepada klien :
Metode lendir serviks billings / metode ovulasi billing : anda dapat mengetahui masa subur dengan
memantau lendir serviks yang keluar dari vagina, pengamatan sepanjang hari dan ambil kesimpulan
pada malam hari. Periksa lendir dengan jari tangan atau tisu di luar vagina dan perhatikan perubahan
perasaan kering basah.
3
Suatu catatan yang sederhana dan tepat adalah kunci untuk keberhasilan. Suatu rangkaian kode
digunakan untuk melengkapi catatan. Contoh berikut adalah table pencatatan kode untuk siklus
teratur biasa, berkisar antara 28 hari. 3
4
Metode Suhu Basal 3
B.METODE BARRIER
Selama bertahun tahun kondom, zat spermisidal vagina dan diafragma vagina telah digunakan
untuk kontrasepsi. 4
1.Kondom
Menurut riwayatnya kondom sudah dipakai di Mesir sejak tahun 1350 sebelum Masehi. Baru
pada abad ke18 sarung ini mendapat nama kondom yang pada waktu itu dipakai untuk mencegah
penularan penyakit kelamin. Pada dasarnya ada 2 jenis kondom, kondom kulit dan kondom karet.
Kondom kulit dibuat dari usus domba. Kondom karet lebih elastik, murah sehingga lebih banyak
dipakai. 1,3
Produk ini merupakan kontrasepsi yang efektif dan angka kegagalan pada pasangan yang
termotivasi dengan kuat cukup rendah yaitu 3 atau 4 per 100 pasangan/tahun penggunaannya (Vessey
dkk, 1982). Umumnya dan terutama selama tahun pertama penggunaannya, angka kegagalan jauh
lebih tinggi.4
Mekanisme kerja :
Mekanisme kerjanya yaitu menghalangi masuknya sperma ke dalam vagina, sehingga
pembuahan dapat dicegah serta mencegah penularan mikroorganisme (IMS termasuk HBV dan
HIV/AIDS) dari satu pasangan ke pasangan yang lain.3
Indikasi :
Pria yang ingin berpartisipasi dalam program KB
Pria yang ingin segera mendapat alat kontrasepsi
Pria yang ingin kontrasepsi sementara atau pun kontrasepsi tambahan
Hanya ingin menggunakan alat kontrasepsi jika akan berhubungan
Beresiko tinggi tertular/menularkan IMS.3
Kontraindikasi :
Mempunyai pasangan yang beresiko tingg apabila terjadi kehamilan
Alergi terhadap bahan dasar kondom
Menginginkan kontrasepsi jangka panjang
Tidak mau terganggu dengan berbagai persiapan untuk melakukan hubungan seksual.3
Cara penggunaan :
Speroff dan Darney (2001) menekankan langkah-langkah kunci berikut untuk menjamin
efektivitas kondom yang maksimal :
1. Sebuah kondom harus digunakan pada setiap koitus
2. Kondom harus dipasang sebelum penis berkontak dengan vagina
3. Penarikan penis dilakukan pada saat penis masih ereksi
4. Dasar kondom harus ditahan ketika penarikan penis
5
5. Harus digunakan spermisida intravaginal maupun kondom yang dilumasi spermisida.5
Efek samping atau masalah :
Kondom rusak atau diperkirakan bocor buang dan pakai kondom baru atau pakai
spermisida digabung kondom
Kondom bocor dan dicurigai ada curahan di vagina saat berhubungan pertimbangkan
pemberiaan morning after pill
Reaksi alergi spermisida jika keluhan menetap setelah berhubungan dan tidak ada gejala
IMS, berikan kondom alami
Mengurangi kenikmatan berhubungan seksual jika tidak dapat ditolerir dengan kondom
yang lebih tipis, anjurkan pemakaian metode lain. 3
2.Diafragma
Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat dari lateks (karet) yang diinsersikan ke
dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup serviks. Diafragma memiliki efektivitas
sedang (dengan spermisida angka kegagalan 6-16 kehamilan per 100 perempuan/tahun pertama).
Pada beberapa pengguna menjadi penyebab infeksi saluran uretra. Diafragma masih harus berada di
posisinya setelah 6 jam pasca hubungan seksual.4
Cara kerja :
Cara kerjanya adalah menahan sperma agar tidak mendapatkan akses mencapai saluran alat
reproduksi bagian atas (uterus dan tuba falopii) dan sebagai alat tempat spermisida.3
Indikasi :
Tidak menyukai metode kontrasepsi hormonal
Tidak menyukai penggunaan AKDR
Menyusui dan perlu kontrasepsi
Memerlukan proteksi terhadap IMS
Memerlukan metode sederhana sambil menunggu metode yang lain.3
Kontraindikasi :
Berdasarkan umur dan paritas serta masalah kesehatan menyebabkan kehamilan menjadi
beresiko tinggi
Terinfeksi saluran uretra
Tidak stabil secara psikis atau tidak suka menyentuh alat kelaminnya
Mempunyai riwayat sindrom syok karena keracunan
Ingin metode KB efektif.3
Efek samping :
Infeksi saluran uretra : pengobatan dengan antibiotik. Sarankan untuk segera mengosongkan
kandung kemih setelah melakukan hubungan seksual atau sarankan menggunakan metode
lain
Dugaan alergi diafragma ataupun spemisida : jika ada gejala iritasi vagina khususnya
pascasenggama dan tidak mengidap IMS, berikan spermisida yang lain atau pilih metode lain
Nyeri/tekanan pada kandung kemih/rectum : pastikan ketepatan letak diafragma. Apabila alat
terlalu besar, cobalah ukuran yang lebih kecil
Timbul cairan vagina dan berbau jika dibiarkan lebih dari 24 jam.3
6
Gunakan diafragma setiap kali melakukan hubungan seksual
Kosongkan kandung kemih dan cuci tangan
Oleskan sedikit spermisida krim atau jelli pada kap diafragma
Posisi saat pemasangan difragma
Lebarkan kedua bibir vagina
Masukkan diafragma ke dalam vagina jauh ke belakang, dorong bagian depan pinggiran ke
atas di balik tulang pubis
Masukkan jari ke dalam vagina sampai menyentuh serviks, sarungkan karetnya dan pastikan
serviks telah terlindungi
Diafragma dipasang sampai 6 jam sebelum hubungan seksual. Jika hubungan seksual
berlangsung diatas 6 jam setelah pemasangan, tambahkan spermisida ke dalam vagina.
Diafragma berada di dalam vagina paling tidak 6 jam setelah hubungan seksual. Jangan
tinggalkan diafragma di dalam vagina lebih dari 24 jam.3
Gambar Diafragma. 4
3.Spermisida
Kontrasepsi jenis ini dipasarkan dalam berbagai bentuk seperti krim, gel, supositoria, film dan
busa aerosol. Ini digunakan secara luas di Amerika Serikat, terutama bagi wanita yang tidak dapat
menerima metode lain. Kontrasepsi jenis ini berguna terutama bagi wanita yang memerlukan
perlindungan sementara, misalnya selama minggu pertama setelah memulai kontrasepsi oral atau
ketika menyusui.4
Cara kerja :
Cara kerja spermisida adalah menyebabkan sel membran sperma terpecah, memperlambat
pergerakan sperma dan menurunkan kemampuan pembuahan sel telur. Bahan aktifnya adalah
nonoxynol-9 atau octoxynol-9. Spermisida harus dimasukkan dalam jumlah yang banyak ke vagina
yang berkontak dengan serviks segera sebelum senggama. Durasi efektivitas maksimalnya tidak
lebih dari 1 jam. Kemudian harus diulangi. Pembilasan harus dihindari sekurang-kurangnya 6 jam
setelah senggama. Sediaan busa kemungkinan menghasilkan 5 sampai 12 kehamilan per 100
wanita/tahun penggunaan.4
Indikasi :
Klien yang tidak dianjurkan metode kontrasepsi hormonal atau diatas usia 35 tahun
Klien yang tidak menyukai penggunaan AKDR
Memerlukan proteksi terhadap Infeksi Menular Seksual
Memerlukan metode sederhana sambil menunggu metode lain.3
Kontraindikasi
7
Berdasarkan umur dan paritas serta masalah kesehatan menyebabkan kehamilan dengan
resiko tinggi
Terinfeksi saluran uretra
Tidak stabil secara psikis atau tidak suka menyentuh alat kelaminnya
Mempunyai rwayat sindrom syok karena keracunan
Ingin metode KB efektif.3
Cara Penggunaan :
Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum mengisi aplikator (busa atau krim) dan
insersi spermisida
Penting untuk menggunakan spermisida setiap melakukan aktivitas hubungan seksual
Jarak tunggu sesudah memasukkan tablet vagina atau suppositoria adalah 10-15 menit
Tidak ada jarak tunggu setelah memasukkan busa
Penting untuk mengikuti anjuran dari pabrik tentang cara penggunaan dan penyimpanan dari
setiap produk
Spermisida ditempatkan jauh di dalam vagina sehingga serviks terlindungi dengan baik.3
Efek Samping
Iritasi vagina : periksa adanya vaginitis dan infeksi menular seksual. Jika penyebabnya
spermisida, alihkan ke jenis spermisida lainnya dengan komposisi kimia berbeda atau bantu
klien untuk memilih metode KB yang lain.
Iritasi penis dan tidak nyaman : periksa infeksi menular seksual. Jika penyebabnya
spermisida, alihkan ke jenis spermisida lainnya dengan komposisi kimia berbeda atau bantu
klien untuk memilih metode KB yang lain.
Gangguan rasa panas di vagina : periksa reaksi alergi jika terjadi reaksi alergi alihkan ke
jenis spermisida lainnya dengan komposisi kimia berbeda atau bantu klien untuk memilih
metode KB yang lain
Kegagalan tablet tidak larut : Pilih jenis spermisida lainnya dengan komposisi kimia berbeda
atau bantu klien untuk memilih metode KB yang lain.3
8
Cara kerja :
Cara kerja AKDR adalah di dalam uterus, tercetus respons inflamasi endometrial local hebat,
terutama oleh alat yang mengandung tembaga. Komponen selular dan humoral inflamasi ini terlihat
pada jaringan endometrium dan cairan yang terdapat pada rongga uterus dan tuba uterine. Ini
menurunkan viabilitas sperma dan sel telur (Ortiz dan Croxatto, 2007). Jika fertilisasi terjadi pada
keadaan tersebut, maka terjadi proses inflamasi yang sama yang ditujukan kepada blastokista dan
endometrium diubah menjadi tempat yang tidak mendukung untuk terjadinya implantasi. Dengan
AKDR tembaga, kadar tembaga meningkatkan mukus akseptornya dan menurunkan motilitas serta
viabilitas sperma (Jecht dan Bernstein, 1973).4
Indikasi :
Usia reproduktif
Keadaan nulipara
Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang
Menyusui yang menggunakan kontrasepsi
Setelah abortus dan tidak mengalami infeksi
Tidak menghendaki metode hormonal
Tidak menyukai mengingat minum pil setiap hari
Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari sanggama.3
9
Hilangnya AKDR
Jika benang AKDR tidak dapat dilihat, maka mungkin alat tersebut telah lepas atau telah
menembus uterus. Jika benang tidak terlihat, dan alat tersebut tidak teraba melalui pemeriksaan
rongga uterus, sonografi dapat digunakan untuk memastikan alat tersebut berada dalam uterus.
Jika tidak ada alat terlihat dilakukan foto polos abdomen dan pelvis dilakukan dengan sonde
dimasukkan ke dalam rongga uterus.
Kram dan perdarahan
Dapat terjadi stenosis serviks pada pemasangan, jika terjadi masalah dapat dilakukan pelunakan
serviks dengan misoprostol 400 ug sublingual 1-3 jam sebelum pemasangan. Kram dan
perdarahan biasa terjadi setelah pemasangan. Kram dapat diminimalkan dengan pemberian Obat
Anti Inflamasi Non Steroid satu jam sebelum pemasangan.
Menoragia
Jumlah perdarahan menstruasi umumnya bertambah dengan penggunaan AKDR tembaga. Karena
dapat menyebabkan anemia defisiensi besi, maka diberikan suplementasi besi, dan konsentrasi
hemoglobin dan hematokrit diperiksa setiap tahun.
Infeksi
Resiko infeksi yang disebabkan oleh AKDR bertambah hanya selama 20 hari pertama setelah
pemasangan (Farley, dkk, 1992). Profilaksis antimikroba memberikan sedikit manfaat dan tidak
direkomendasikan saat pemasangan. (Grimes dan Schulz, 2001; Walsh, dkk., 1998). Dengan
adanya kecurigaan infeksi, AKDR harus dilepas.
Pemasangan AKDR
Pemasangan AKDR.4
Pakai sarung tangan steril yang baru. Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks. Usap vagina
dan serviks dengan larutan antiseptik 2-3 kali. Jepit serviks dengan tenakulum secara hati-hati (takik
pertama). Masukkan sonde uterus dengan teknik tidak menyentuh yaitu secara hati-hati
memasukkan sonde ke dalam kavum uteri dengan sekali masuk tanpa menyentuh dinding vagina atau
bibir speculum. Tentukan posisi dan kedalaman kavum uteri dan keluarkan sonde. Ukur kedalaman
kavum uteri pada tabung inserter yang masih ada dalam kemasan sterilnya dengan menggeser leher
biru pada tabung inserter, kemudian buka seluruh plastik penutup kemasan. Angkat tabung AKDR
dari kemasannya tanpa menyentuh permukaan yang tidak steril, hati-hati jangan sampai
pendorongnya terdorong. Pegang tabung AKDR dengan leher biru dalam posisi horizontal (sejajar
lengan AKDR). Sementara melakukan tarikan hati-hati pada tenakulum, masukkan tabung inserter ke
dalam uterus sampai leher biru menyentuh serviks atau sampai terasa adanya tahanan. Pegang serta
tahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan. Lepaskan lengan AKDR dengan menggunakan
teknik withdrawl yaitu menarik keluar tabung inserter sampai pangkal pendorong dengan tetap
menahan pendorong. Keluarkan pendorong, kemudian tabung inserter didorong kembali ke serviks
10
sampai leher biru menyentuh serviks atau terasa adanya tahanan. Keluarkan sebagian dari tabung
inserter dan gunting benang AKDR kurang lebih 3-4 cm. Keluarkan seluruh tabung inserter, buang
ke tempat sampah terkontaminasi. Lepaskan tenakulum dengan hati-hati. Periksa serviks dan bila ada
perdarahan dari tempat bekas jepitan tenakulum, tekan dengan kasa selama 30-60 detik. Keluarkan
speculum dengan hati-hati. 6
D.STERILISASI
Tubektomi
Tubektomi pada wanita adalah metode kontrasepsi untuk perempuan yang tidak ingin anak
lagi. Perlu prosedur bedah untuk melakukan tubektomi sehingga diperlukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan lainnya untuk memastikan apakah seorang klien sesuai untuk menggunakan
metode ini.1
Tubektomi termasuk metode efektif dan tidak menimbulkan efek samping jangka panjang.
Efektivitas tubektomi :kurang dari 1 kehamilan per 100 ( 5 per 1000) perempuan pada tahun pertama
penggunaan, pada 10 tahun penggunaan terjadi sekitar 2 kehamilan per 100 perempuan (18-19 per
1000 perempuan). Efektivitas kontraseptif terkait juga dengan teknik tubektomi (penghambatan atau
cara oklusi tuba) tetapi secara keseluruhan efektifitas tubektomi cukup tinggi dibandingkan dengan
metode kontrasepsi lainnya. Metode dengan efektivitas tinggi adalah tubektomi minilaparotomi
pascapersalinan.3
Indikasi :
Pasangan yang tidak ingin menambah anak lagi
Ibu pasca persalinan
Ibu menyusui
Tidak ingin menggunakan kontrasepsi yang harus dipakai atau disiapkan sepanjang waktu
Perempuan dengan gangguan kesehatan yang bertambah berat jika terjadi kehamilan
Pengguna kontrasepsi yang menimbulkan gangguan pola haid.3
Kontraindikasi :
Diabetes mellitus
Penyakit jantung simptomatis
Hipertensi (>160/100 mmHg) terutama yang disertai kelainan vaskuler
Kelainan pembekuan darah
Obesitas (>80 kg/176 cm) perbandingan tinggi dan berat tidak normal
Hernia abdominalis dan hernia umbilkalis
Parut sayatan/sayatan ganda pada dinding abdomen bawah.3
Mekanisme kerja :
Dengan mengoklusi tuba falopii (mengikat dan memotong atau memasang cincin) sehingga sperma
tidak dapat bertemu dengan ovum
Dikenal 2 tipe yang sering digunakan untukj mencapai tuba dalam pelayanan tubektomi yaitu
minilaparotomi dan laparoskopi. Teknik ini apabila dilakukan secara benar tidak banyak
menimbulkan komplikasi.3
I. Laparoskopi
Prosedur ini memerlukan tenaga spesialis kebidanan dan penyakit kandungan yang dilatih
secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif. Tehnik ini dapat dilakukan pada 6-8 minggu
11
pasca persalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi). Laparoskopi sebaiknya digunakan pada
jumlah klien yang memadai karena peralatan laparoskopi dan biaya pemeliharaannya cukup mahal.1
Pasien dibaringkan telentang dalam sikap litotomi. Kanula rubin dipasang pada kanalis
servikaslis dan bibir depan serviks dijepit dengan tenakulum bersama-sama. Pemasangan alat-alat ini
dimaksudkan untuk mengemudikan uterus selagi operasi dilakukan, kulit kiri kanan pusat dijepit
dengan 2 cunam Allis dan dengan pisau runcing ditusuk di tengah dan diperlebar samapai 1,5cm.
Melalui sayatan ini, jarum Verres ditusukkan sampai masuk rongga peritoneum. Setelah diyakinkan
ujung jarum berada pada rongga peritoneum, melalui jarum tersebut dimasukkan gas CO2 kira-kira
1-1,5 liter dengan kecepatan 1 liter/menit. Setelah terjadi pneumoperitoneum yang ditandai dengan
hilangnya peka hati dan menggelembungnya perut secara simetris, melalui luka sayatan tadi
dimasukkan trokar dan selubungnya. Laparoskop dimasukkan dalam selubung dan alat panggul
diperiksa. Tuba dicari dengan bantuan manipulasi uterus dari kanula Rubin, lalu sterilisasi dilakukan
dengan menggunakan cincin Folope yang dipasang pada ampularis tuba. Setelah yakin tidak
teradapat perdarahan , pneumoperitoneum dikeluarkan dengan menekan dinding perut. Luka ditutup
dengan 2 jahitan subkutikuler, lalu dipasang band aid. Pasien dapat dipulangkan 6-8 jam kemudian
apabaila dipakai neuroleptanalgesia.1
II. Minilaparatomi
Metode ini merupakan penyederhanaan laparatomi terdahulu, hanya diperlukan sayatan kecil (sekitar
3cm) baik pada daerah perut bawah (suprapubik) maupun subumbilikal (pada lingkar pusat bawah).
Tindakan ini dapat dilakukan pada banyak klien, relatif murah dan dapat dilakukan oleh dokter yang
diberi pelatihan khusus. Operasi ini aman dan efektif baik untuk masa interval maupun pasca
persalinan, pengambilan tuba dilakukan melalui sayatan kecil. Setelah tuba didapat, kemudian
dikeluarkan, diikat dan dipotong sebagian. Setelah itu dinding perut ditutup kembali, luka sayatan
ditutup dengan kasa yang kering dan steril dan apabila tidak ditemukan masalah yang berarti klien
dapat dipulangkan setelah 2-4 jam.1
Cara Oklusi Tuba :
A. Cara pomeroy :
Tuba dijepit, kira kira pada pertengahannya, kemudian diangkat sampai melipat. Dasar lipatan diikat
dengan sehelai catgut biasa no 0 atau no.1. lipatan tuba kemudian dipotong diatas ikatan catgut tadi.
Tujuan pemakaian catgut biasa ini ialah agar lekas diabsorbsi, sehingga kedua ujung tuba yang
dipotong lekas menjauhkan diri, dengan demikian, rekanalisasi tidak dimungkinkan.
12
Oklusi Tuba Cara Kroener
C. Cara Parkland
Identifikasi tuba fallopi, angkat bagian proksimal tuba. Buat lubang di daerah tersebut dengan
menggunakan gunting Metzenbaum sambil mengangkat tuba dengan menggunakan klem Babcock.
Bagian tengah dari tuba sekitar 2 cm, diikat pada bagian proksimal dan distal dengan menggunakan
catgut plain. Bagian tuba yang berada di antara benang, kemudian dipotong. 1
13
Oklusi Tuba cara Irving
F. Cara Uchida
Larutan saline-epinefrin diinjeksi ke dalam subserosa pada bagian ampulla tuba. Bagian
serosa kemudian diinsisi dengan menggunakan gunting, sehingga bagian muskular dari tuba
terlihat. Lapisan muskular dari bagian yang dipotong menjadi lebih tinggi sementara bagian
serosa secara simultan kembali ke bagian proksimal dan distal tuba. Bagian proksimal dari
lapisan muskular tuba diikat dan dipotong. Bagian proksimal tuba yang diikat kemudian
dikembalikan di dalam bagian serosa. Sebuah jahitan dibuat pada bagian distal tuba dan
disimpul. Jahitan tambahan mungkin diperlukan untuk menutup luka pada mesosalping 1
14
U.
V.
W.
X.
Y. Daftar pustaka
Z.
1. Affandi B. Kontrasepsi In : Ilmu Kebidanan, 3rd Ed. 2009. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirodiharjo
2. Shoupe D, Kjos SL. Introduction of contraception . In : The Hand Book of Contraception.
2009. USA : Humana Press.
3. Affandi, Biran, dkk. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Edisi ketiga. 2012.
Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
4. Cunningham G, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Contraception. In : Williams Obstetric, 24th Ed.
2014. USA: McGraw-Hill Medical Publishing Division.
5. Sperof L. and D Darney. A Clinical Guide for Contraception. Lippincot Williams & Wilkins,
Philadelphia USA. 2011.
6. Buku Panduan Pemasangan AKDR. JNPK-KR. 2014
AA.
AB.
AC.
AD.
AE.
AF.
AG.
AH.
AI.
AJ.